Upload
medina-fadlilatus-syaadah
View
286
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
vuhuhkbjk jlk
Citation preview
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
62
IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DI LAHAN TEBU
PTPN XIV SERTA EFEKTIVITASNYA UNTUK MENINGKATKAN
SERAPAN FOSFAT DALAM MENUNJANG PRODUKSI TEBU
IDENTIFICATION OF ARBUSCULAR MYCORRHIZAL FUNGI IN PTPN XIV
SUGARCANE PLANTING FIELD FOR IMPROVING THE EFFECTIVENESS
OF PHOSPHATE UPTAKE AND SUPPORT IN SUGARCANE
(Saccharum officinarum L.) PRODUCTION
Nurhalisyah dan Rahmad D.
Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis FMA yang terdapat di lahan per-
tanaman tebu PTPN XIV (PG. Arasoe dan PG. Camming). Pengambilan contoh tanah
dilakukan di lahan pertanaman tebu PTPN XIV yakni di PG. Arasoe dan PG. Camming,
Kab. Bone, Sulawesi Selatan. Isolasi dan identifikasi dilakukan dengan metode teknik
tuang saring basah dengan sentrifugasi dan sukrosa 70% serta teknik staining akar. Hasil
pengamatan FMA pada tebu ditemukan sepuluh tipe spora terdiri dari enam tipe spora
Glomus, dua tipe spora Gigaspora, dan masing-masing satu tipe spora Acalauspora dan
Scutellospora. Genus Glomus mempunyai penyebaran paling luas kemudian diikuti oleh
Gigaspora dan genus Acalauspora dan Scutellospora mempunyai penyebaran paling kecil.
Kelimpahan jenis spora didominasi oleh genus Glomus dan Gigaspora. Kesimpulannya
bahwa Jenis FMA yang dominan (berdasarkan jumlah spora) di lahan tebu PG. Arasoe
adalah Glomus sp1 dan Glomus sp2. Sedangkan sampel dari PG. Camming adalah Glomus
sp3, Glomus sp6 dan Gigaspora sp2.
Kata kunci: FMA, tebu, glomus, gigaspora, acalauspora dan scutellospora
ABSTRACT
The aims of research is to identify what types of AMF in PTPN XIV PG.Arasoe, PG.
Camming sugarcane planting field then the dominant species of the AMF are propagated.
Soil sampling conducted in PTPN XIV planting sugar cane land in the PG. Arasoe and PG.
Camming, Kab.Bone, South Sulawesi. This research was conducted with wet filter method
of casting technique with centrifugation and sucrose 70% and root staining technique.
Observations on the sugar found in ten species of AMF spores consists of six types of
spores Glomus, Gigaspora spores of two types, and each one kind of spore Acalauspora
and Scutellospora. The genus Glomus has spread most widely, followed by Gigaspora and
Scutellospora genus Acalauspora and spread of the smallest. Spore abundance is
dominated by the genus Glomus and Gigaspora. FMA is the most dominant species (based
on the number of spores) in the land of sugar cane PG. Arasoe is Glomus sp1 and Glomus
sp2. While the sample PG. Camming is Glomus sp3, Glomus sp6 and Gigaspora sp2.
Keywords: AMF, sugarcane, glomus, gigaspora, acalauspora dan scutellospora
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
63
PENDAHULUAN
Kebutuhan gula dalam negeri belum
mampu terpenuhi sehingga impor gula di
Indonesia masih terjadi karena produksi
gula di dalam negeri belum mencukupi.
Produktivitas lahan tebu di pulau Jawa
85.39 ton ha-1
dengan rendemen hanya
6.67%, sedangkan di luar pulau Jawa
81.83 ton ha-1
dengan rendemen 7.10%.
Padahal potensi produktivitas bisa men-
capai 130–150 ton ha-1
dan rendemen
10–11% (Anonim, 2007). Salah satu pe-
nyebab rendahnya produktivitas ini adalah
pemupukan yang kurang berimbang. Pe-
tani sering mengabaikan prinsip pemupuk-
an berimbang dan mengutamakan pembe-
rian pupuk N secara berlebih untuk me-
ningkatkan bobot tebu. Namun produkti-
vitas dan kualitas hasil tebunya tetap
rendah. Kondisi ini selain disebabkan oleh
kesadaran yang rendah atau ketidaktahuan
petani akan pentingnya memupuk tebu se-
cara berimbang, juga dipacu oleh kelang-
kaan dan tingginya harga pupuk.
Fosfat (P) adalah salah satu unsur hara
esensil yang diperlukan dalam jumlah
relatif banyak oleh tanaman tebu, tapi
ketersediaannya terutama pada tanah-
tanah masam menjadi terbatas, sehingga
seringkali menjadi pembatas utama. Cara
yang umum untuk mengatasi hal ini bia-
sanya memberi input yang tinggi berupa
pemupukan fosfat atau memperbaiki (me-
naikkan) pH tanah dengan cara penga-
puran. Namun pada tanah-tanah berkapur,
adsorpsi P akan dilakukan oleh unsur Ca
(Sanchez, 1992). Adanya pengikatan P ini
menyebabkan pemupukan P menjadi tidak
efisien. Menurut Jones (1982), tanaman
memanfaatkan P hanya sebesar 10–30%
dari pupuk P yang diberikan dan berarti
70–90% pupuk P tetap berada di dalam
tanah.
Hal tersebut dapat diatasi dengan berbagai
cara, salah satunya dengan memanfaatkan
FMA sebagai pupuk hayati oleh karena
FMA mempunyai keunggulan antara lain
hemat energi, ramah lingkungan dan
mampu membantu meningkatkan serapan
hara P yang terjerap. Fungi Mikoriza Ar-
buskular (FMA) sebagai mikroorganisme
tanah berupa jamur mampu bersimbiose
mutualisme dengan sistem perakaran ta-
naman (Ekamawanti, 1997).
Namun, banyak spesies FMA tidak dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
serapan P, terutama disebabkan oleh bebe-
rapa faktor yang ada di dalam tanah yang
digunakan. Jumlah P tersedia merupakan
salah satu faktor penting yang mengham-
bat efisiensi FMA. Karena itu kompabili-
tas di antara lingkungan tanah tertentu,
tanaman dan spesies FMA harus ditemu-
kan dalam rangka mendapatkan keuntung-
an yang tepat dari asosiasi FMA dan ta-
naman.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
tujuan dilakukan penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi jenis FMA yang
terdapat di lahan pertanaman tebu PTPN
XIV (PG. Arasoe dan PG. Camming), se-
lanjutnya jenis FMA yang dominan ter-
sebut diperbanyak.
BAHAN DAN METODE
Kegiatan isolasi dan identifikasi spesies
FMA untuk mendapatkan jenis mikoriza
di lahan pertanaman tebu di PTPN XIV,
maka contoh tanah dan akar sebanyak
±50 g diambil dari sekitar perakaran ta-
naman tebu dengan jarak 30–50 cm dari
pangkal batang dan pada kedalaman 0–20
cm dari dua lokasi yang telah ditentukan.
Jumlah sampel yang diambil dari dua lo-
kasi tersebut masing-masing adalah 16
sampel sehingga terdapat 32 sampel tanah.
Teknik isolasi mikoriza dilakukan dengan
metode penyaringan bertingkat. Mikoriza
yang diperoleh diidentifikasi berdasarkan
morfologi. Pedoman yang digunakan un-
tuk mengidentifikasi jenis FMA dilakukan
dengan deskripsi morfologi secara manual
yang digunakan INVAM.
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
64
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Identifikasi FMA
Hasil identifikasi dan analisis mikoriza
terhadap sampel tanah asal PG. Arasoe
dan PG. Camming dapat dilihat pada
Tabel 1.
Hasil pengamatan analisis dan identifikasi
FMA dari dua lokasi asal pengambilan
sampel (lahan tebu PG. Arasoe dan PG.
Camming, Kab. Bone) memperlihatkan
bahwa jenis yang berhasil diidentifikasi
berasal dari 4 genus spora FMA yaitu
Glomus, Gigaspora, Acalauspora dan
Scutellospora. Ditemukan sebanyak sepu-
luh tipe spora terdiri dari enam tipe spora
Glomus, dua tipe spora Gigaspora, dan
masing-masing satu tipe spora Acalaus-
pora dan Scutellospora. Genus Glomus
mempunyai penyebaran paling luas kemu-
dian diikuti oleh Gigaspora dan genus
Acalauspora dan Scutellospora mempu-
nyai penyebaran paling kecil. Kelimpah-
an jenis spora didominasi oleh genus
Glomus dan Gigaspora. Dengan demikian
jenis FMA yang dominan (berdasarkan
jumlah spora) di lahan tebu PG. Arasoe
adalah Glomus sp1 dan Glomus sp2.
Sedangkan sampel dari PG. Camming
adalah Glomus sp3, Glomus sp6 dan
Gigaspora sp2.
Sejalan dengan beberapa hasil penelitian
tentang keberadaan FMA beberapa lahan
seperti yang dilaporkan oleh Santri et al.
(2007) yang berhasil mengidentifikasi
FMA pada rizosfer tembesu (Fragraea
fragrans Roxb.) di Sumatera Selatan ada-
lah genus Glomus, Acalauspora, Entro-
phospora dan Scutellospora. Keaneka-
ragaman FMA di lahan tercemar minyak
bumi oleh Ervayenri et al. (2007) juga di-
temukan spora-spora dari genus Acalaus-
pora, Gigaspora, Glomus, dan Entro-
phospora.
Tabel 1. Hasil identifikasi dan analisis FMA dari sampel tanah asal PG. Arasoe (Kode A)
dan PG. Camming (Kode C) di Kab. Bone
No Kode Identifikasi Jumlah
spora Gambar
1 A-01 sampai A-
03
Kosong - -
2 A-04 Glomus sp6 2
3 A-05 Acaulospora spp 1
4 A-06 Glomus sp1
Gigaspora sp2
4
1
5 A-07 Glomus sp1
Gigaspora sp2
11
2
6 A-08 Glomus sp2 7
Tabel berlanjut
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
65
Lanjutan Tabel 1
No Kode Identifikasi Jumlah
spora Gambar
7 A-09 Kosong - -
8 A-10 Glomus sp1
Glomus sp2
Gigaspora sp2
2
3
2
10 A-13 Glomus sp1
Glomus sp2
Glomus sp6
2
1
3
11 A-14 Glomus sp1
Glomus sp2
Glomus sp5
3
3
1
12 C-01 Glomus sp6 2
13 C-02 Glomus sp4
Glomus sp5
Gigaspora sp2
Acaulospora spp
3
3
2
1
14 C-03 Gigaspora sp2 1
15 C-04 Gigaspora sp1
Scutellospora spp
Glomus sp1
Glomus sp2
Glomus sp3
3
1
1
2
1
16 C-05 sampai C-
09
Kosong - -
17 C-10 Scutellospora spp
Gigaspora sp2
Glomus sp3
Glomus sp6
1
1
13
7
18 C-11 dan C-12 Kosong - -
19 C-13 Glomus sp3 3
20 C-14 Gigaspora sp1
Glomus sp2
4
1
21 C-15 Gigaspora sp1 9
22 C-16 Glomus sp1
Glomus sp2
2
2
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
66
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaku-
kan ditemukan jenis FMA yang sangat
beragam. Namun, jenis Glomus sp ini me-
rupakan genus yang selalu ditemukan
pada lahan tebu PG. Arasoe dan PG. Cam-
ming, Kab. Bone dalam jumlah dominan
sehingga FMA tersebut sangat berpotensi
untuk dikembangkan sebagai inokulan
yang mengandung single spora. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian diversitas
FMA di Sulawesi Tenggara oleh Tuheteru
(2007) yang menemukan bahwa jumlah
rata-rata terbesar pada genus Glomus.
Husin et al. (2007), juga telah mengobser-
vasi dan mengidentifikasi spora FMA je-
nis Glomus sp. dalam jumlah dominan
pada berbagai rhizosfir di lahan kritis
Sumatera.
Tabel 2. Kunci identifikasi hasil analisis spora jenis FMA dari sampel tanah asal PG.
Arasoe dan PG. Camming di Kab. Bone
No Spore color Species Performance
1 Small hyaline glomus Glomus sp1 Spora berwarna bening,
dengan ukuran <100µm
(small). Spore wall
tampak jelas dan
berlapis >3 dengan
pertumbuhan sama
seperti pada hypha
attachment.
2 Small yellow glomus Glomus sp2
3 Small brown glomus Glomus sp3
4 Light yellow glomus Glomus sp4
a=Glomus sp4;
b=Gigaspora sp2;
c=Glomus sp5
5 Yellow glomus Glomus sp5
6 Brown glomus Glomus sp6
d=Glomus sp6;
e=Glomus sp3
Tabel berlanjut
a b c
e
d
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
67
Lanjutan Tabel 2
No Spore color Species Performance
7 Hyaline gigaspora Gigaspora sp1
Gigaspora berwana
bening dengan bulbous
suspensor yang jelas,
ukuran >150µm.
8 Yellowish gigaspora Gigaspora sp2
9 Dark brown scutellospora Scutellopsora spp
Scutellospora berpigmen
lebih sehingga berwarna
merah tua, juga pada hifa
attachment.
10 Gigaspora and Scutellospora Bulbous
suspensor, lihat
perbedaan warna
spora.
11 Gigaspora dalam kondisi kopong,
hanya terlihat pada spesimen
melalui mikroskop compound.
Tetapi tidak tampak kopong jika
menggunakan mikroskop
disecting. Sehingga diperlukan
ketelitian dalam mengamati dan
menghitung, karena spora kopong
tidak termasuk dalam jumlah
hitungan.
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
68
Analisis FMA
FMA membentuk organ-organ khusus dan
mempunyai perakaran yang spesifik. Or-
gan khusus tersebut adalah arbuskul (ar-
buscule), vesikel (vesicle) dan spora
(Gambar 1). Arbuskul merupakan hifa
bercabang halus yang dibentuk oleh per-
cabangan dikotomi yang berulang-ulang
sehingga menyerupai pohon dari dalam
sel inang. Arbuskul merupakan perca-
bangan dari hifa masuk kedalam sel ta-
naman inang. Vesikel merupakan struktur
cendawan yang berasal dari pembengkak-
an hifa internal secara terminal dan inter-
nal, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan
berisi banyak senyawa lemak sehingga
merupakan organ penyimpanan cadangan
makanan dan pada kondisi tertentu dapat
berperan sebagai spora atau alat untuk
mempertahankan kehidupan cendawan
(Smith dan Avid, 2002).
Gambar 1. Kolonisasi fungi mikoriza arbuskular dalam akar tebu penuh dengan spora
(kiri), penuh dengan hifa (kanan)
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan
hasil identifikasi dan analisis spora bahwa
ditemukan sepuluh tipe spora terdiri dari
enam tipe spora Glomus, dua tipe spora
Gigaspora, dan masing-masing satu tipe
spora Acalauspora dan Scutellospora. Je-
nis spora didominasi oleh genus Glomus
dan Gigaspora. Jenis FMA yang dominan
dan diperbanyak dari PG. Arasoe adalah
Glomus sp1 dan Glomus sp2. PG. Cam-
ming adalah Glomus sp3, Glomus sp6 dan
Gigaspora sp2.
DAFTAR PUSTAKA
Ervayenri, S.H., Y. Stiadi, M. S. Saeni,
S.W. Budi, 2007. Keanekaragaman
jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
(FMA) di lahan tambang minyak
bumi. Disajikan pada Seminar Na-
sional Mikoriza “Percepatan Sosiali-
sasi Teknologi Mikoriza untuk Men-
dukung Revitalisasi Kehutanan, Per-
tanian dan Perkebunan. Bogor, 19–
20 Juli 2007.
Husin, E.F., R. Marlis, Trimitri, Auzan,
Burhanuddin, Z. Zelfi, 2007 Obser-
vasi dan identifikasi spora Cenda-
wan Mikoriza Arbuskular (CMA)
pada berbagai rhizosfir di lahan
kritis Sumatera. Disajikan pada Se-
minar Nasional Mikoriza “Percepat-
an Sosialisasi Teknologi Mikoriza
untuk Mendukung Revitalisasi Ke-
hutanan, Pertanian dan Perkebunan.
Bogor, 19–20 Juli 2007.
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330
69
INVAM, 2004. INVAM Advisory Comit-
tee Report. [diakses 6 Maret 2005
pada situs. http://invam.caf.wvu.edu/
Myco-info/Taxonomy/classification.
htm].
Koske, R.E. and J.N. Gemma, 1989. A
modified procedure for staining
roots to detect VA mycorrhizas.
Mycol. Res. 92 (4): 486-488.
Miransari, M., H.A. Bahrami, F. Rejali,
M.J.Makouti, H. Torabi, 2007.
Using arbuscular mycorrhiza to
reduce the stressful effect of soil
compaction on corn (Zea mays L.)
growth. Soil Biology and Bio-
chemistry 39: 2014–2026.
Sanchez, P.A., 1992. Sifat dan Pengelo-
laan Tanah Tropika. (Terjemahan
Amir Hamzah). Penerbit ITB,
Bandung.
Santri, D.J., E. Dayat, Erwin, 2007 Eks-
plorasi cendawan mikoriza arbus-
kular pada rizosfer Tembesu
(Fragrans Roxb.) di Sumatera Selat-
an. Disajikan pada Seminar Nasio-
nal Mikoriza “Percepatan Sosialisasi
Teknologi Mikoriza untuk Mendu-
kung Revitalisasi Kehutanan, Perta-
nian dan Perkebunan. Bogor, 19–20
Juli 2007.
Sanusi, M., 2000. Pemanfaatan Mikoriza
Sebagai Pupuk Hayati di PT. PG.
Rajawali II. Rros. Teknologi Pro-
duksi dan Pemanfaatan Inokulan
Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan. Asosia-
si Mikoriza Indonesia-Jawa Barat
Bekerjasama dengan Universitas
Padjadjaran.
Smith, E.S. and A.J. Read, 2002.
Mycorrhizal Symbiosis. Academic
Press. London, UK.
Tuheteru, F.D., Al Basri, W.O.S. Budiarti,
S. Ibrahim, 2007. Diversitas Cenda-
wan Mikoriza Arbuskular (CMA) di
Taman Nasional Rawa AOPA
Watumohai Sulawesi Tenggara. Di-
sajikan pada Seminar Nasional Mi-
koriza “Percepatan Sosialisasi Tek-
nologi Mikoriza untuk Mendukung
Revitalisasi Kehutanan, Pertanian
dan Perkebunan. Bogor, 19-20 Juli
2007.