Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
/ 2. LANDASAN TEORI
2.1. Acuan Teori
2.1.1. Perilaku Pembelian
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perilaku pembeli menurut
Philip Kotler (1994: 203 - 216) adalab :
1. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan berpengaruh paling meluas dan mendalam terhadap
perilaku konsumen. Pada kebudayaan kita akan melihat peranan yang
dimainkan oleh kultur, subkultur dan kelas sosial. Kultur adalah determinan
paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Subkultur
mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras dan daerah geografis. Kelas
sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan tetap dalam suatu
masyarakat, yang tersusun secara hirarkis dan anggota-anggotanya memiliki
rata nilai, minat dan perilaku yang rnirip.
2. Faktor Sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti
kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Kelompok acuan
seseorang terdiri dari semua kelompok yang mempunyai pengaruli langsung
maupun tidak langsung terhadap perilaku ataupun pendirian seseorang.
Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh.
Orientasi keluarga terdiri dari orang tua seseorang. Peran dan status adalah
dalam mana seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang
hidupnya.
3. Faktor Pribadi
Faktor pribadi juga merupakan karakteristik yang mempengaruhi keputusan
pembelian seseorang akan barang maupun jasa, yang terdiri dari usia pembeli
dan tahap siklus pembeli, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan serta
kepribadian dan konsep pribadi. Kebutuhan dan selera seseorang akan sesuatu
barang dan jasa berubah sesuai berjalannya usia atau siklus hidupnya
Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi, pola konsumsinya, demikian juga
S
6
keadaan ekonominya. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Kepribadian
adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang
menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan relatif tetap terhadap
lingkungannya.
4. Faktor Psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh empat faktor psikologis
utama, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan
pendirian. Motivasi adalah suatu dorongan yang menyebabkan seseorang
untuk bertindak. Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi,
mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk
menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Perubahan menjelaskan
pengetahuan yang berasal dari seseorang yang berasal dari pengalaman.
Kepercayaan adalah pikiran deskriftif yang dianut seseorang mengenai suatu
hal. Pendirian menjelaskan evaluasi kognitif yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan-tindakan
yang mapan dari seseorang terhadap suatu objek atau ide.
Tabel 2.1.1. Model Perilaku Pembeli
Rangsangan Pemasaran
Produk Harga Tempat Promosi
Rangsangan Lain
Ekononii Tcknologi Politik Budaya
Karakteristik Pembeli
Budaya Sosial Pribadi Psikologis
Proses Keputusan Pembelian
Pengenaian masalah Pencanan informasi Evaluasi Keputusan perilaku pasca-pcmbelian
Sumber: Kotler (1997: 153)
Proses pembuatan keputusan menurut Kotler (1995:228-2350) meliputi tahap-
tahap sebagai berikut:
1. Pengenaian kebutuhan, konsumen berusaha mengetahui apa yang sedang
menjadi kebutuhan dan keinginannya.
2. Pencarian altematif, konsumen mencari informasi mengenai barang atau jasa
apa yang dapat memuaskari kebutuhan dan keinginannya.
3. Evaluasi altematif, konsumen berusalia menentukan altematif yang terbaik
dari semua pilihan yang ada.
Pembeli
Pilihan Produk Pilihan Merek Pilihan Penyalur Wakru Pembelian Jumiah pembelian
7
4. Pembelian, pada tahap ini konsumen melakukan pembelian yang
sesungguhnya.
5. Perilaku setelah pembelian, konsumen akan mengevaluasi bagaimana suatu
barang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Menurut Assael (1992:16) perilaku pembelian dibagi sebagai berikut:
1. Complex Decision Making, jika keterlibatan konsumen terhadap produk yang
dikonsumsi tinggi dan memerlukan proses pembuatan keputusan yang rumit.
2. Brand Loyalty, jika pembuatan keputusan tidak terlalu dipermasalahkan
namun memerlukan keterlibatan yang tinggi pada proses penenruan
keputusannya.
3. Limited Decision Making atau Variety Seeking, jika proses pembelian
memburuhkan pertimbangan dalam pembuatan keputusannya namun tidak
memerlukan keterlibatan yang tinggi dari konsumen.
Tabel 2.1.2. Variasi Dalam Fenomena Perilaku Pembelian Konsumen
Urutan Pembelian
Pemacu proses pembelian
Pencarian informasi
Evaluasi terhadap alternatif
Motto pengambilan keputusan
Low Involvement
Mengetahui-Melakukan-(Merasakan)
Kurangnya stok
Pasif
Terbuka / tidak ada
Membeh yang dikenal
High Involvement
Mengetahui-Merasakan-Melakukan
Aktual versus Keinginan
Aktif
Rasional
Membeli yang terbaik
Hedonic / Ego Expressive Merasakan-Melakukan-(Mengetahui)
Impulse
Tergantung kesukaan
Dirasionalkan
Membeli yang disukai
Sumber: Farnier (1997:9).
\
8
Menunit Assael (1992: 630). Model Pemilihan Toko adalah sebagai berikut:
Karakleristik Pembeli
1. Lokasi 2. Demografis 3. Aturan 4. Gaya Hidup 5. Kepribadian 6. Ekonomi
Berbelanja dan membcli kebutuhan
Stralcgi-stralcgi ritcler
Pentingnya alribut-atribul loko
Imej toko
t
Feedback
Sikap terhadap toko
dback
Pemilihan toko
V
Pcmrosesan inforrnasi dalam toko
I Pembeli an produk dan merck
Gambar 2.1.1. Model Pemilihan Toko
Menurut Assael (1992: 632). Kriteria pemilihan toko dapat dibagi menjadi
delapan dimensi dasar, yaitu:
1. Karakteristik-karakteristik umum dari toko (contoh: jumlah toko)
2. Karakteristik fisik dari toko (contoh: dekorasi, tingkat kebersihan)
3. Kenyamanan mencapai toko dari lokasi konsumen (contoh: waktu perialanan,
parkir)
4. Produk-produk yang ditawarkan (contoh: keragaman jenis, kualitas)
5. Harga yang diberikan toko (contoh: nilai, penjualan spesiali)
6. Pramuniaga (contoh: ramah)
7. Iklan toko (contoh: informatif, dapat dipercaya)
8. Persepsi teman terhadap toko (contoh disukai, direkomendasikan)
9
2.1.2. Budaya Secara Umum '
Menurut Cateora (1999: 88-94). Budaya dapat dibagi raenjadi 5 macam
elemen budaya, yaitu:
1. Material Culture
Dapat dibagi menjadi dua macam yaitu ekonomi dan teknologi. Teknologi
termasuk teknik yang digunakan di dalam pembuatan material. Yang termasuk
dalam segi ekonomi adalah produksi barang, servis, distribusi, konsumsi. arti
dari pertukaran dan pemasukan yang didapat dari pembuatan utilitas.
2. Social Institutions
Yang termasuk di dalam Institusi Sosial adalah organisasi sosial, pendidikan,
dan struktur politik dimana hal ini mencakup caia berhubungan seseorang
dengan orang lain, mengatur aktivitasnya untuk hidup hannonis bersama
sesamanya, mengerjakan perilaku pada keturunannya dan bagaimana cara
mengatur kelompoknya.
3. Human and The Universe
Yang termasuk di dalam kategori ini adalah agama dan tahayul
(mempercayai sesuatu hal yang berada di luar batas daya pikir manusia).
4. Aesthetics
Astetik dapat diartikan sebagai sebagai seni yang mencakup musik, drama,
tarian, dan grafis.
5. Language
Pentingnya pemahaman bahasa di suatu negara tidak bisa diremehkan.
• Social Class
Social class atau kelas sosial, didefinisikan sebagai pembagian dari anggota
sosial ke dalam status sosial tertentu, jadi anggota dari tiap kelas tersebut
memiliki status yang sama, dan anggota dari kelas lainnya memiliki status
yang lebih tinggi atau lebih rendah (Schiffman, 2000: 297). Para peneliti
sering mengukur kelas sosial seorang individu dari 3 hal , yaitu kekayaan
(jumlah asset ekonomi), kekuasaan (tingkat pengaruh terhadap cang lain),
dan prestise (tingkat seseorang diakui oleh orang lain). Referensi kelompok
\
10
sosial ini mempengaruhi perilaku seorang individu dalam mengkonsumsi atau
menggunakan suatu produk (Schiffinan, 2000: 319).
• Selected Subculture
Subculture, didefinisikan sebagai kelompok budaya yang berbeda, yang
timbul sebagai segmen teridenufikasi di dalam kelompok sosial yang lebih
besar dan kompleks (Schiffinan, 2000: 346). Jadi selected subculture ialah
kelompok khusus dari kelompok sosial yang terpilih dari berbagai kesamaan,
yaitu agama, emis, wilayah, ras, dan kelompok ekonomi (Schiffinan, 2000:
347).
• One's Own Culture
Shciffinan (2000: 322) mendefinisikan budaya atau culture sebagai gabungan
dari kepercayaan, nilai-nilai, dan adat-adat yang dipakai untuk mengarahkan
perilaku konsumen dalam suatu kelompok masyarakat. Saat ini, banyak warga
negara Indonesia Keturunan Tiongkok kembali mempelajari bahasa dan adat
budaya Tionghoa yang merupakan adat-istiadat leluhumya, proses
mempelajari budaya sendiri ini disebut juga enculturation (Schiffinan, 2000:
326).
2.1.3. Budaya Khusus Emis Tionghoa
Menurut Suryanto (1996: 1-93), yang termasuk dalam adat istiadat
Tionghoa adalah:
1. Perayaan orang Tionghoa, antara lain:
• Perayaan Ceng Beng. Dalam perayaan ini orang Tionghoa biasanya akan
mengunjungi makam keluarga, memberi korban persembahan, membakar
hio dan penghargaan lain pada roh nenek moyang.
• Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan selama 22 hari yang dibagj menjadi
tujuh hari sebelum tahun baru imlek, dalam sembahyang Toa Pe Kong dan
15 hari sesudahnya. Pada malam tahun baru biasanya diadakan tukar
menukar kado, dan pada keesokan harinya digunakan untuk mengunjungi
keluarga dan teman-teman dengan upacara Sin Cia atau Tiong Hi atau juga
Gong Xi Fat Choy. Kekhasan hari raya ini ditandai oleh adanya kue
ranjang.
II
• Hari Raya Pertengahan Musim Rontok (Tiong Jiu Ciek). Jatuh pdda
tanggal 15 bulan delapan untuk menyambut datangnya bulan purnama.
Sesuai dengan tujuannya, di altar sembahyang keluarga diletakkan kue
Bulan (Tiong Jiu Pia) yang berbentuk bundar dan gepeng seperti bulan.
2.1.4. Uji Kualitas Data
Menurut Indriantoro (1999:179-184). Kesimpulan penelitian yang berupa
jawaban atau pemecahan masalah penelitian, dibuat berdasarkan hasil proses
pengujian data yang meliputi: pemilihan, pengumpulan dan analisis data.
Kesimpulan, oleh karena itu, tergantung pada kualitas data yang dianalisis dan
intrumenyang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Ada dua konsep
untuk mengukur kualitas data, yaitu: Reliabilitas dan Validitas. Artinya, suatu
penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang bias jika datanya kurang reliable
dan kurang valid. Sedang, kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.
1. Reliabilitas (reliability)
Konsep reliabilitas dapat dipahami melalui ide dasar konsep tersebut yaitu
konsistensi. Peneliti dapat mengevaluasi intrumne penehtian berdasarkan
perspektif dan teknik yang berbeda, tetapi pertanyaan mendasar untuk
mengukur reliabilitas data adalah" Bagaimana konsistensi data yang
dikumpulkan?". Pengukuran reliabilitas menggunakan indeks numerik yang
disebut dengan koefisien. Konsep rehabilitas dapat diukur melalui tiga
pendekatan, yaitu:
a Koefisien Stabilitas (Coefficient of Stability)
Suatu penelitian yang menggunakan data primer, setidaknya berkaitan
dengan empat hal: (1) subyek yang diteliti, (2) construct yang diukur, (3)
intrumen pengukur dan (4) saat pengukuran. Peneliti kemungkinan
bermaksud untuk menggunakan instrumen pengukur construct yang sama
terhadap subyek penelitian tertentu sebanyak dua kah pada saat yang
berbeda. Perbedaan waktu antara pengukuran yang satu dengan
pengukuran yang lain dapat berupa bilangan hari, minggu, bulan atau
bahkan tahun. Peneliti dalam hal ini bermaksud untuk menguji stabilitas \
12
jawaban responden dari waktu ke waktu berikutnya dengan cara
menghitung koefisien korelasi dari skor jawaban responden yang diukur
dengan intrumen yang sama pada saat yang berbeda. Proses pengujian
stabilitas yang dikenal juga dengan test-retest reablility pada dasamya
untuk mengetahui reliabilitas data berdasarkan stabilitas atau konsistensi
jawaban responden. Salah satu metode statistik yang uinunya digunakan
untuk mengukur koefisien stabilitas atau teknik test-retest ini adalali
Pearson correlation.
b. Koefisien Ekuivalensi (Coefficient of Equivalence)
Pengukuran reliabilitas dapat juga dilakukan dengan menggunakan
intrumen pengukur yang berbeda untuk mengukur suatu construct terhadap
subyek penelitian tertentu pada saat yang sama. Pendekatan yang juga
disebut dengan alternate forms reliability ini lebih menekankan pada
perbedaan bentuk intrumen, sedang subyek penelitian, construct dan saat
pengukurannya adalah sama. Peneliti melalui pendekatan ini menguji
korelasi skor jawaban responden untuk mengetahui koefisien ekuivalensi
antara skor jawaban dengan menggunakan intrumen pengukuran yang
berbeda.
c. Reliabilitas Konsistensi Internal (Internal Consistency Reliability)
Pengujian terhadap konsistensi internal yang dimiliki oleh suatu instrumen
merupakan alternatif lain yang dapat dilakukan oleh peneliti untuk menuji
reliabilitas, disamping pengukuran koefisien stabilitas dan ekuivalensi.
Konsep reliabilitas menurut pendekatan ini adalah konsistensi diantara
butir-butir pertanyaan atau pernyataan dalam suatu instrumen. Tingkat
keterkaitan antar butir pertanyaan atau pernyataan dalam suatu instrumen
untuk mengukur construct tertentu menunjukkan tingkat reliabilitas
konsistensi internal instrumen yang bersangkutan. Untuk mengukur
konsistensi internal, pen^iti hanya memerlukan sekali pengujian dengan
menggunakan teknik statistik tertentu terhadap skor jawaban responden
yang dihasilkan dari penggunaan instrumen instrumen yang bersangkutan.
Ada tiga macam teknik yang dapat digunakan untuk mengukur konsistensi
13
internal, yaitu: (1) Split-half reliability coefficient, (2) Kuder-Richardson
ii20, dan (3) Cronbach 's alpha.
2. Validitas (Validity)
Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat.
Oleh karena itu, jika kata sinonim dari reliabilitas yang paling tepat adalah
konsistensi, maka esensi dari validitas adalah Akurasi. Suatu instrumen
pengukur dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur. Dengan perkataan lain instrumen tersebut dapat mengukur
construct sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Ada kemungkinan data
penelitian memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi, tetapi kurang valid. Suatu
data penelitian yang valid, bagaimana pun harus reliable karena akurasi
memerlukan konsistensi. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengukur validitas:
a. Content (Face) Validity
Merupakan salah satu konsep pengukuran validitas dimana suatu
instrumen dinilai memiliki content validity jika mengandung butir-butir
pertanyaan yang memadai dan representatif untuk mengukur construct
sesuai dengan yang dinginkan peneliti. Suatu instrumen dinilai memiliki
face validity jika menurut penilaian subyektif diantara para professional
bahwa instrumen tersbut menunjukkan secara jelas apa yang ingin diukur,
maka instrumen tersebut memiliki content (face) validity yang tinggi.
b. Criterion-related Validity
Adalah konsep pengukuran validitas yang menguji tingkat akurasi dari
instrumen yang baru dikembangkan. Uji criterion-related validity
dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara skor yang
diperoleh dari penggunaan instrumen baru yang memiliki criteria relevan.
Instrumen baru memiliki validitas yang tinggi jika koefisien korelasinya
tinggi. Ada dua jenis criterion-related validity, yaitu: (1) Concurrent
Validity, jika pengujian korelasi dilakukan terhadap skor instrumen baru
dengan instrumen yang mempunyai kriteria yang relevan, dimana
penggunaan keduanya dilakukan pada saat bersamaan, dan Predictive
Validity, jika korelasi skor kedua instrumen merupakan hasil pengukuran
I I
pada saat' yang berbeda, dimana pengukuran instrumen yang baru
dilakukan sebelum pengukuran instuinen lain yang memiliki criteria
relevan.
c. Construct Validity
Suatu instrumen dirancang untuk mengukur construct tertentu. Construct
validity merupakan konsep pengukuran validitas dengan cara menguji
apakali suatu instrumen mengukur construct sesuai dengan yang
diharapkan. Ada dua cara pengujian construct validity, yaitu (1)
Convergent Validity, dimana validitas suatu instrumen ditentukan
berdasarkan konvergensinya dengan instrumen lain yang sejenis dalam
mengukur construct dan (2) Discriminant Validity, dimana validitas suatu
instrumen ditentukan berdasarkan rendahnya korelasi dengan instrumen
lain yang digunakan untuk mengukur construct lain.
2.1.5. AlatStatistik
Menurut Cooper (1998:74-75) Uji Nonparametrik terdiri salah satu
diantaranya adalah:
1. Uji Chi-square ( x 2 )
Merupakan uji paling luas yang dipergunakan dalam uji nonparametric.
Uji ini khusus berguna dalam uji yang melibatkan data nominal, tetapi dapat
juga digunakan untuk skala pengukuran yang lebili tinggi. Uji ini khususnya
digunakan untuk masalah yang menyangkut manusia, kejadian atau objek-
objek yang dikelompokan dalam dua atau lebih kategori misalnya"Ya atau
Tidak", "setuju atau ragu-ragu, menolak" atau kelas "A, B, C, D".
Dengan menggunakan teknik ini kita menguji perbedaan signifikansi
antara distribusi data sample dan distribusi yang diharapkan yang didasarkan
pada hipotesis nol. Chi-square sangat bermanfaat dalam kasus satu sampel,
dua sampel bebas, atau k sampel bebas. Chi-square harus dihitung dengan
hitungan actual dan bukan dengan persentase.
Dengan tabel contingency chi-square dari variasi du^ atau k sample, kita
mempunyai baris dan kolom dalam tabel klasifikasi silang. Derajat bebas
15
(degrees of freedom-df.) didefinisikan sebagai bans minus (r-1) kolom minus
(o-l).
d.f. = (r-l)(c-l)
Dalam sebuah tabel 2x2 terdapat satu derajat bebas dan dalam sebuali
tabel 3x2 ada 2 derajat bebas. Tergantung pada jumlah derajat bebas yang kita
harus pastikan banyaknya pada setiap sel cukup besar untuk membuat tes
^sesuai. Jika d.f. = 1, maka frekuensi yang diharapkan sekurang-kurangnya
haruslah berukuran 5. jika d.f. > 1, maka test j2seharusnya tidak digunakan
jika lebih dari 20% frekuensi yang diharapkan mempunyai ukuran kurang dari
5, atau beberapa frekuensi yang diharapkan kurang dari 1. Frekuensi yang
diharapkan sering kali dapat dinaikkan dengan mengkombinasikan kategori
yang berdekatan. Jika hanya terdapat dua kategori dan masih tampak terlalu
sedikit dalam suatu kelas tertentu, maka lebih baik menggunakan uji binomial.
Uji chi-square sangat sesuai juga untuk situasi-situasi yang memerlukan
pengujian perbedaan di antara sampel-sampel. Uji sangat berguna untuk data
nominal tetapi dapat juga untuk data yang dengan skala ordinal. Jika data
parametric telah direduksi menjadi data kategori, data tersebut seringkali
ditangani oleh chi-square meskipun hal tersebut menyebabkan hilangnya
sejumlah informasi.
Untuk penggunaan uji chi-square yang tepat, data harus berasal dari
sampel acak distribusi multinomial dan frekuensi yang diharapkan harus tidak
terlalu kecil. Sebelumnya telah kita catat peringatan tradisional bahwa
frekuensi diharapkan di bawah 5 seharusnya tidak terdiri lebih dari 20 persen
dari semua sel dan tidak ada Ei kurang dari satu. Suatu penelitian
mengemukakan bahwa pembatasan-pembatasan tersebut terlalu kejam.
Dalam jenis lain/2 , tabel 2x2, sebuah koreksi yang dikenal sebagai "
Yates' correction for continuity" sering digunakan ketika ukuran sampel lebih
besar dari 40 atau ukuran sample antara 20-40 dan Ei sama dengan 5 atau
lebih. Namun pada kenyataan masih ada konflik mengenai koreksi ini.
Menurut Cooper (1998:126-135). Adanya ukuran asosiasi nonparametrik
yang terbagi dalam:
a. Ukuran Bagi Data Nominal
16
Umuran nominal dipakai untuk ir/enilai kekuatan hubungan pada table
klasifikasi silang. Ukuran ini sering dipakai denga chi-square atau dapat
dipakai secara terpisah. Pada bagian ini, ada tiga statistik chi-square dan
dua yang mengikuti penurunan proporsional dalam pendekatan kesalahan.
Tidak ada ukuran statistik yang benar-benar memuaskan semua tujuan
untuk data kategori. Beberapa diantaranya dipengaruhi oleh bentuk tabel
dan banyaknya sel, sementara yang lainnya sensitif terhadap ukuran
sampel dan marjinal. Sulit untuk menemukan statistik yang yang mirip,
yang melaporkan koefisien yang berbeda bagi data yang sama. Ini terjadi
karena kepekaan tertentu sebuah statistik atau cara memperolehnya.
Ukuran berbasis chi-square , ukuran ini disebut Phi. Kisaran phi
adalah antara 0 hingga 1,0 dan berusaha memperbaiki x1 secara
proporsional terhadap N. phi baik sekali di terapkan untuk table 2x2,
karena koefisiennya dapat melewati +1,0 ketika diterapkan pada pada
ukuran tabel yang lebih besar. Phi dihitung dengan:
Cramer 's V adalah modifikasi dari phi untuk ukuran tabel. Yang lebih
besar dan memiliki kisaran nilai sampai dengan +1,0 untuk sembarang
bentuk tabel. Cremer's dihitung dengan:
\N(k~\)
Dimana:
k = angka terkecil dari banyaknya baris atau kolom
Pada tabel ini, koefisiennya sama dengan Phi.
Koefisien Kontingensi C dilaporkan paling akhir. Koefisien ini tidak
dapat dibandingkan dengan ukuran yang lainnya dan memiliki batas atas
yang berbeda untuk berbagai ukuran tabel. Batas atas ditentukan sebagai:
17
f¥ Dimana:
k = banyaknya kolom
Walaupun statistik ini bekerja baik untuk tabel yang banyaknya bans
dan kolomnya sama, tetapi Kendala batas atasnya tidak konsisten dengan
criteria pengukxiran asosiasi yang baik. Statistik C dihitung sebagai:
U' + N
Keunggulan utama C adalah kemampuannya mengakomodasikan data
Dada hampir setiap bentuk: menceng atau normal, diskret atau kontinu, dan
nominal atau ordinal.
Penurunan Kesalahan Proporsional (PKP) Statistik PKP adalah tipe
kedua yang digunakan dengan tabel kontingensi. Lambda dan Tau adalah
contohnya. Koefisien Lambda (k) didasarkan pada sebaik apa frekuensi
suatu data nominal memberikan bukti tentang frekuensi variabel lainnya.
Lambda bersifat tidak simetris - memungkinkan perhitungan bagi
pendugaan arah - dan simetris, memprediksi variabel bans dan kolom
secara sama. Lambda dihitung dengan:
X_PQ)-P(2)
PQ)
Tau dari Goodman dan Kruskal menggunakan marjinal tabel untuk
mengurangi kesalahan prediksi. Tau dihitung dengan:
T _/>(!)-P(2)
P{\)
tabel juga berisi informasi tentang uji hipotesis nol bahwa Tau = 0, dengan
tingkat signifikansi teramati dan kesalahan bersifat asimtotik (untuk
mengerabangkan interval kepeicayaan).
18
b. Ukuran Bagi Data Ordinal '
Ada beberapa alternatif statistik, jika data membutuhkan ukuran
ordinal. Diantaranya adalah gamma, tau b dan tau c dari Kendall, d dari
Somer dan Rho dari Spearman. Dalam hal ini didasarkan atas konsep
pasangan concordant/P dan discordant/Q (searah atau berlawanan arah).
Tidak satu pun dari statistik-statistik tadi membutuhkan asumsi distribusi
normal bivariat meski dengan memasukkan order, kebanyakkan
menghasilkan jangkauan dari -1 (hubungan negatif sempuraa) sampai +1
(hubungan positif sempurna). Dalam jangkauan ini. koefisien yang
angkanya lebih besar (nilai ukuran) ditafsirkan sebagai memiliki hubungan
yang lebih kuat. Karakteristik-karakteristik tersebut memungkinkan
analisis untuk menafsirkan baik arali maupun kekuatan hubungan.
Informasi dari tabel sebaiknya diurutkan sehingga banyaknya
pasangan yang concordant dan discordant dapat dOiitung. Jika pasangan
concordant lebih besar dari pasangan discordant yang dinyatakan P - Q
maka diperoleh statistik untuk asosiasi positif antara kedua variabel yang
ditelaah. Bilamana pasangan discordant lebih banyak dari pasangan
concordant, maka asosiasi menjadi negatif. Jumlah yang sama P dan Q,
menyatakan tidak ada hubungan antara kedua variabel.
Gamma dari Goodman dan Kruskal ialah statistik yang
membandingkan pasangan concordant dan discordant dan kemudian
membakukan hasilnya dengan memaksimumkan nilai penyebutnya.
Gamma mempunyai interpretasi Penurunan Kesalahan Proporsional (PKP
- proportional reduction of error - PRE) yang hubungannya erat dengan
apa yang sudah kita ketahui tentang ukuran nominal PKP. Gamma
didefinisikan sebagai:
P-Q P + O
Pada situasi dimana data berbentuk 2x2, modifikasi yang sesuai bagi
gamma adalah Q Yule.
\
19
Stalislik Tau b Kendall adalab perbaikan gamma yang
mempertimbangkan pasangan senilai. Suatu pasangan senilai terjadi ketika
observasi memiliki nilai yang sama untuk variabel X dan variabel Y.
Untuk ukuran sampel tertentu, terdapat n(n-l)/2 pasangan. Setelah
menghilangkan pasangan concordant dan discordant, sisanya adalah
pasangan senilai. Statistik Tau b tidak memiliki interpretasi PKP, tetapi
menyajikan jangkauan nilai dari - 1,0 hingga +1,0 untuk tabel persegi.
Tau b dapat dihitung dengan:
P-Q n{n-\) _ Y » ( n - l )
-T, \ 2 —r.
Statistik Tau c Kendall adalali penyesuaian lainnya untuk hubungan P
- Q dari statistik gamma Pendekatan ini terhadap asosiasi ordinal adalali
cocok untuk tabel sembarang ukuran. Tau c dapat dihitung dengan:
_ 2m(P-Q) Tc N2{m-\)
Dimana: m adalah angka terkecil dari baris dan kolom.
Statistik d Somer, kegunaannya statistik ini berasal dari
kemampuannya mengkompensasikan nilai rangking yang sama dan
menyesuaikan arah variabel terikat. Untuk menghitung d yang simetris dan
tidak simetris, dapat menggunakan:
Usvm »{n-l)-TT/2
dy-x T ^ i r — T
x
20
2
Korelasi rho Spearman adalah ukuran ordinal yang paling terkenal.
Bersama-sama statistik tau Kendall, rho Spearman adalah alat teknik
ordinal yang digunakan paling luas. Rho menghubungkan rangking antara
dua variabel yang sudah diurutkan. Kadang-kadang, peneliti menemukan
begitu banyak ketidaknormalan yang harus diperbaiki dalam variabel
kontinu. Kemudian skor diubah ke dalam rangking dan dihitung dengan
rho Spearman.
Sebagai bentuk khusus dari korelasi product moment Pearson,
kekuatan rho lebih penting daripada kelemahannya. Bila data
ditranformasi dengan logaritma atau kuadrat, rho tetap tidak berpengaruli.
Kedua, nilai pencilan (outlier) atau ekstrim yang bermasalah sebelum
dirangking, tidak menjadi ancaman lagi, karena angka terbesar dalam
distribusinya sama dengan ukuran sampelnya Ketiga, rho merupakan
statistik yang mudah dihitung. Kekurangan utamanya adalah kepekaannya
terhadap rangking-rangking yang senilai. Terlalu banyak rangking yang
senilai akan menggangu ukuran koefisien. Akan tetapi, jarang terjadi
begitu banyak rangking senilai. Untuk menyesuaikan tersedia rumus untuk
memperbaikinya.
Subtitusi ke dalam persamaannya:
6Yd2
r = 1 *=L l s l 3
n —n
Dimana: n adalah banyaknya observasi yang dirangking.
Rumusnya:
\N-2
2. Regresi dengan Dummy Variabel
21
Menurut Aaker (1995:447) Dummy variabel biasanya secara ekstensif
digunakan untuk menspesiflkasi ulang variabel-bariabel berkategori. Dapat
disebut juga dengan variabel binaer, dichotomous, instrumental, atau kualitatif.
Menurut Levine (1999:893). Kegunaan Dummy variabel merupakan suatu
alat yang mengijinkan untuk mempertimbangkan variabel-variabel berkategori
eksplanatif sebagai bagian dari model regresi. Jika sebuali variabel berkategori
ekplanatif memiliki dua kategori, maka cukup satu dummy variable yang
dibutuhkan untuk menunjukan menggambarkan dua kategori tersebut. Jenis
Dummy variabel X<i biasa didefinisikan sebagai:
Xd= 0, jika hasil observasi masuk dalam kategori 1
Xa= 1, jika hasil observasi masuk dalam kategori 2
Regresi dengan Dummy variabel. Menurut Aaker (1995:563-564).
Variabel nominal atau kategorikal dapat digunakan sebagai prediktor jika
dikodekan sebagai dummy variabel. Regresi dengan Dummy variabel dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
Y; = a + biDi + b2D2 + ...+ bxDx + error
Pengertian Intensitas
Menurut Van Nostrand's (1983:753). Intensitas adalah konsentrasi dari
beberapa faktor dalam jangka waktu tertentu. Intensitas pembelian adalah
konsentrasi dari pembelian dalam jangka waktu yang ditentukan.
\
/
22
2.2. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Fakta yang ada mengatakan bahwa konsumen memberikan persepsi
negatif terhadap pasar tradisional Pabean tetapi masih banyak orang yang
berbelanja di pasar tersebut. Apakah hal ini berhubungan dengan barang-barang
yang mengandung unsur budaya Tionghoa yang dijual di pasar Pabean. Dari
fenomena ini penulis merasa tertarik meneliti pengaruh perayaan dalam Budaya i
Etnis Tionghoa melalui elemennya yaitu: 1. Perayaan-perayaan yang terdiri dari:
. • Ceng Beng
23
• Imlek
• Tiong Jiu Ciek
Yang ditambah dengan dengan faktor yang lainnya yaitu:
1. Kenyamanan mencapai toko dari lokasi konsumen
2. Produk-produk yang ditawarkan
3. Harga yang diberikan toko
Terhadap intensitas pembelian konsumen yang dilihat dari:
• Frekuensi kunjungan ke Pabean (per bulan)
• Jumlah Pembelian (per bulan)
2.3. Hipotesis
Menurut Kotler (1995: 203-216), faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan perilaku pembeli adalah:
1. Faktor Budaya
2. Faktor Sosial
3. Faktor Pribadi
4. Faktor Psikologis
Menurut Suryanto (1996: 1-93), perayaan-perayaan adalah salah satu
elemen budaya etnis Tionghoa.
Berdasarkan teori-teori dan kerangka pemikiran diatas maka diduga
intensitas Pembelian secara individual di Pasar Pabean dipengaruhi oleh perayaan
dalam unsur budaya etnis Tionghoa dan faktor -faktor, yaitu:
i. Kenyamanan mencapai toko dari lokasi konsumen
2. Produk-produk yang ditawarkan
3. Harga yang diberikan toko
\
.'