Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
Universitas Kristen Petra
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Capital Expenditure
Perusahaan membutuhkan investasi dalam belanja modal (capital
expenditure) guna mendukung kegiatan operasional perusahaan. Modal (capital)
adalah aset fisik yang digunakan sebagai faktor produksi pada kegiatan manufaktur.
Capital dapat berupa bangunan atau pabrik, gudang penyimpanan, dan peralatan.
Sedangkan, belanja (expenditure) adalah pembayaran yang dilakukan karena
adanya pertukaran barang atau jasa. Capital expenditure bertujuan untuk
menambah aset tetap atau menambah nilai dari aset tetap yang telah ada yang
memiliki masa manfaat melampui tahun pengenaan pajak (McConnell &
Muscarella, 1985).
Dalam akuntansi, capital expenditure ditambahkan pada akun aktiva
(“dikapitalisasi”) sehingga meningkatkan basis aktiva (biaya atau nilai aset yang
disesuaikan untuk tujuan pajak) (Akbar, Ali Shah, & Saadi, 2008). Sedangkan
dalam laporan keuangan, dapat ditemukan pada statement of cash flow bagian
investasi sebagai perolehan aset tetap. Menurut International Financial Reporting
Standards (2012), property, plant and equipment adalah aset fisik yang:
a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan
kepada orang lain, atau untuk tujuan administratif; dan
b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode (IAS 16, para. 6)
Capital expenditure adalah penggunaan dana oleh perusahaan untuk
membeli atau menambah investasi pada aset fisik, seperti bangunan, mesin, dan
peralatan yang memiliki manfaat ekonomi lebih dari satu tahun yang bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan atau melaksanakan proyek
investasi perusahaan yang dapat meningkatkan keuntungan jangka panjang
perusahaan.
Berdasarkan definisi yang dinyatakan tersebut, capital expenditure
didapatkan melalui cash flow statement pada bagian investasi. Jumlah capital
expenditure dapat dinyatakan dalam perolehan aset tetap, capital expenditure atau
pembelian property, plant, and equipment.
9
Universitas Kristen Petra
Dalam penelitian ini digunakan rasio capital expenditure yang dinyatakan
pada persamaan:
𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑡𝑢𝑟𝑒 = 𝑐𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑡𝑢𝑟𝑒
𝑜𝑛𝑒−𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 𝑙𝑎𝑔𝑔𝑒𝑑 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 (2.1)
(Kim, 2014)
2.2 Kebijakan Pendanaan
Dalam mengelola aktivitas bisnis atau mendukung kegiatan operasional
perusahaan membutuhkan investasi pada property, plant, and equipment. Upaya
mendukung tercapainya investasi tersebut, perusahaan memerlukan kegiatan
pendanaan. Kebijakan yang berhubungan dengan penentuan sumber dana yang
akan digunakan perusahaan dan pilihan pendanaan internal atau pendanaan
eksternal yang akan dipilih oleh perusahaan, kebijakan ini disebut dengan kebijakan
pendanaan (Herdinata, 2009). Struktur pendanaan perusahaan terbagi menjadi dua,
yaitu dana internal dan eksternal. Sumber dana internal dalam penelitian ini adalah
arus kas internal (cash flow). Sedangkan, sumber dana eksternal berasal dari utang
yang berbunga, seperti bank, penerbitan obligasi, dan penerbitan saham (Myers,
Brealey, & Allen, 2006).
2.2.1 Pendanaan Internal
Pendanaan internal adalah pendanaan yang bersumber dari dalam
perusahaan dan kemudian diinvestasikan kembali pada kegiatan bisnis perusahaan
(Ross, Westerfield, & Jordan, 2013). Dimana melalui kegiatan bisnisnya,
perusahaan akan menghasilkan aliran kas internal. Semakin besar sumber dana
internal maka akan semakin besar kesempatan perusahaan untuk berinvestasi
menggunakan dana internal sebab kemudahan dalam mendapatkan dana internal,
yaitu tidak adanya transaction cost.
Pendanaan internal diukur dengan arus kas (cash flow). Arus kas bersih
bisnis secara umum berbeda dengan laba akuntansi karena beberapa pendapatan
dan pengeluaran yang tercantum dalam laporan laba rugi tidak diterima atau dibayar
tunai sepanjang tahun (Brigham & Daves, 2007). Oleh karena itu, cash flow dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑓𝑙𝑜𝑤 =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒+ 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 & 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑜𝑛𝑒−𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 𝑙𝑎𝑔𝑔𝑒𝑑 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 (2.2)
10
Universitas Kristen Petra
(Ehrhardt & Brigham, 2011)
2.2.1.1 Statement of Cash Flow
Laporan arus kas merupakan salah satu komponen dalam laporan keuangan.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 02 (Revisi 2009),
arus kas digunakan untuk memberikan informasi arus masuk dan arus keluar kas
atau setara kas. Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode
tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
Aktivitas operasional merupakan aktivitas penghasil utama pendapatan
perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan
merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Aktivitas investasi adalah
perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak
termasuk setara kas. Sedangkan aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas
yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal
dan pinjaman entitas (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Sehingga, berdasarkan
definisi di atas laporan arus kas merupakan laporan yang memberikan informasi
arus kas masuk dan keluar yang sangat penting dalam menilai likuiditas,
fleksibilitas, dan kinerja keuangan perusahaan.
Arus kas masuk (cash inflow) adalah arus kas yang bersumber dari kegiatan
operasional, investasi, dan pendanaan yang terdiri dari (Financial Accounting
Standards Board, 2016):
1. Cash inflows dari aktivitas operasional: Penerimaan kas / account receivable dari
penjualan barang atau jasa
2. Cash inflows dari aktivitas investasi: Penerimaan dari pengumpulan hutang atau
penjualan dari entitas lain, penjualan ekuitas kepada entitas lain, penjualan
property, plant, and equipment dan aset produktif lainnya, serta penjualan
hutang.
3. Cash inflows dari aktivitas pendanaan: Penerimaan yang berasal dari penjualan
saham dan penerbitan hutang.
Sedangkan, arus kas keluar (cash outflow) adalah arus kas yang
dipergunakan untuk kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan yang terdiri
dari (Ross, Westerfield, & Jordan, 2013):
11
Universitas Kristen Petra
1. Pembayaran piutang dagang untuk barang atau jasa yang dibeli dari suppliers,
seperti bahan baku dimana pembayaran ini dilakukan setelah dilakukan
pembelian.
2. Gaji, pajak, dan biaya lainnya. Yang termasuk dalam kategori ini adalah semua
biaya yang digunakan untuk melakukan aktivitas bisnis yang membutuhkan
pengeluar aktual. Meskipun termasuk dalam biaya aktivitas bisnis, depresiasi
merupakan non-cash expense sehingga tidak memerlukan cash outflow.
3. Capital expenditures untuk pembayaran secara tunai aset-aset yang memiliki
masa pakai yang panjang.
4. Long-term financing expenses. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
pembayaran bunga pada hutang jangka panjang dan pembayaran dividen pada
shareholders.
2.2.2 Pendanaan Eksternal
Saat perusahaan mengalami keterbatasan jumlah dana internal, perusahaan
memerlukan tambahan pendanaan eksternal bagi perusahaan untuk melakukan
investasi, yang terdiri dari tiga alternatif pendanaan yaitu ekuitas, hutang, dan/atau
kombinasi keduanya. Menurut Gitman (2000), komposisi sumber dana perusahaan
berupa hutang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis disebut
dengan struktur modal (capital structure). Struktur modal perusahaan
menggambarkan komposisi hutang jangka panjang dan ekuitas (saham biasa dan
saham preferen). Oleh karena itu, struktur modal yang merupakan sumber
pendanaan perusahaan harus diatur seoptimal mungkin karena memainkan peranan
penting bagi kelangsungan perusahaan.
Struktur modal perusahaan secara umum terdiri dari komponen:
1. Utang jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun (Sundjaja
& Barlian, 2003). Komponen ini terdiri dari interest bearing debt.
2. Modal ekuitas yang terdiri dari saham biasa dan saham preferen
Perbedaan mendasar antara utang dan ekuitas adalah utang memiliki waktu
jatuh tempo sedangkan ekuitas tidak memiliki waktu jatuh tempo. Selain itu, utang
merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan, sedangkan
ekuitas bukanlah suatu kewajiban. Sehingga, ketika perusahaan bangkrut maka
kreditur memiliki claim atas aset perusahaan terlebih dahulu kemudian disusul oleh
12
Universitas Kristen Petra
pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas disebut dengan residual interest
(kepentingan akhir) atas aset perusahaan setelah dikurangi liabilities (kewajiban)
(Ross, Westerfield, & Jordan, 2013).
𝐸𝑥𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 = 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝐹𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 + 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝐹𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 (2.3)
(Kim, 2014)
2.2.2.1 Debt Financing
Menurut FASB (Financial Accounting Standard Board) dalam SFAC No.
6, utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin
timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau
memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi
masa lalu.
Utang memiliki karakteristik yang membedakannya dari pendanaan lain.
Pertama, bunga atas utang yang dibayarkan memiliki manfaat pajak (tax
deductible). Oleh karena itu, pendanaan utang memberikan manfaat tambahan pada
perusahaan. Kedua, kegagalan untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari utang
(interest) dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Ross, Westerfield, &
Jordan, 2013).
Utang terbagi menjadi dua jenis, yaitu utang jangka pendek dan jangka
panjang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Abor, 2005; Holy & Van der
Wijst, 2008), peneliti menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara short-term dan
long-term debt yang berkaitan dengan biaya, yaitu beban bunga. Dimana short-term
debt sering kali tidak berbunga tidak seperti long-term debt, yaitu utang bank yang
berbunga. Kemudian, menurut Myers (1984), short-term debt digunakan untuk
mendanai aset lancar yang dapat dengan mudah berubah menjadi kas, seperti utang
dagang dan inventori dan memiliki waktu jatuh tempo dalam satu tahun.
Sedangkan, long-term debt digunakan untuk aset jangka panjang, seperti pembelian
tanah atau pembangunan bangunan dengan jatuh tempo lebih dari satu tahun.
Oleh karena itu, utang yang termasuk dalam komponen struktur modal
adalah utang jangka panjang (interest bearing debt), seperti utang bank atau
obligasi. Sehingga, debt financing dapat dihitung sebagai berikut:
13
Universitas Kristen Petra
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑓𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 =
𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 – 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
(2.4)
(Kim, 2014)
2.2.2.2 Equity Financing
Selain pendanaan melalui utang, cara lain untuk meningkatkan modal
adalah dengan menerbitkan saham melalui penawaran perdana (IPO) yang
merupakan salah satu jenis pembiayaan ekuitas. Pembiayaan ekuitas adalah proses
meningkatkan modal melalui penjualan saham atau kepemilikan perusahaan untuk
tujuan bisnis. Dalam upayanya mendapatkan pendanaan ini, perusahaan akan
menanggung biaya ekuitas (cost of equity). Terdapat dua jenis modal saham, yaitu:
1. Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang ditanamkan
oleh investor, dimana pemilik saham tidak memperoleh hak istimewa. Pemilik
saham akan memperoleh dividen sepanjang perusahaan memperoleh
keuntungan.
2. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham istimewa adalah saham yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk mendapatkan dividen terlebih dahulu dari pemegang saham biasa.
Equity financing dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑓𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 =
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑡𝑖𝑚𝑒𝑤𝑎 – 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑡𝑖𝑚𝑒𝑤𝑎
(2.5)
(Kim, 2014)
2.3 Pecking Order Theory
Pecking Order Theory menjelaskan mengenai preferensi urutan pendanaan
yang dilakukan perusahaan. Teori ini memaparkan bahwa perusahaan lebih
mengutamakan dana internal daripada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan
(sesuai dengan urutan risiko) (Donaldson, 1961). Sumber dana eksternal yang
utama adalah utang dan yang terakhir adalah penerbitan saham.
Pendanaan internal merupakan pilihan pendanaan pertama bagi perusahaan
hal ini dikarenakan perbedaan biaya yang berkaitan dengan perbedaan sumber
14
Universitas Kristen Petra
pendanaan. Alasan yang mendasari pemilihan pendanaan internal adalah karena
tidak adanya biaya dalam memperoleh pembiayaan internal serta pendanaan
eksternal melalui kreditor atau investor dari penerbitan ekuitas membutuhkan
tingkat pengembalian yang tinggi sebab mereka memiliki pemahaman yang kurang
mengenai kinerja keuangan perusahaan di masa depan (Abor, 2005).
Urutan berikutnya adalah pendanaan eksternal, dimana perusahaan lebih
menyukai utang daripada menerbitkan modal saham. Hal ini dapat disebabkan oleh
dua alasan; pertama, pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan
lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Kedua, manajer khawatir penerbitan
saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan membuat
harga saham turun, hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya
ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
Penerbitan ekuitas akan terjadi ketika biaya pendanaan utang mahal. Semakin
mahalnya biaya utang menyebabkan meningkatnya debt ratio perusahaan yang
dipersepsikan sebagai financial distress oleh manajer dan investor. Dalam kasus
seperti ini, manajer akan beralih pada pendanaan ekuitas (Myers S. C., 2001).
Menurut Myers (2001), Pecking Order Theory dalam struktur modal adalah:
1. Perusahaan lebih memilih menggunakan sumber dana internal daripada
eksternal (Informasi asimetri diasumsikan relevan pada pendanaan eksternal).
2. Kebijakan dividen yang ketat “sticky” untuk diubah, yang berarti perusahaan
akan meningkatkan atau menurunkan pembayaran dividennya apabila disertai
dengan alasan-alasan tertentu.
3. Jika pendanaan eksternal dibutuhkan untuk investasi modal, perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu utang. Jika cash
flow yang dihasilkan melebihi investasi modal maka surplus tersebut akan
digunakan untuk membayar utang daripada membeli kembali ekuitas. Ketika
kebutuhan akan dana eksternal meningkat, perusahaan akan menggunakan
Pecking Order, yaitu dari utang yang paling aman hingga yang berisiko, seperti
dimulai dengan konvertibel sekuritas atau saham preferen, dan ekuitas sebagai
usaha terakhir.
4. Debt ratio setiap perusahaan akan merefleksikan persyaratan kumulatif
pembiayaan eksternal.
15
Universitas Kristen Petra
2.4 Asimetri Informasi dan Financial Constraints
Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa pada pasar modal yang
sempurna (frictionless) tidak ada biaya transaksi, kebangkrutan, dan pajak,
keputusan pendanaan dan investasi perusahaan akan irelevan. Sehingga, dana
internal dan eksternal adalah substitusi sempurna serta keputusan investasi dan
pendanaan akan independen satu sama lain. Namun, adanya asimetri informasi
menyebabkan pasar modal menjadi tidak sempurna serta keputusan investasi dan
pendanaan akan relevan.
Informasi asimetris didasarkan pada ketersediaan informasi tentang
keputusan investasi, dimana perusahaan sebagai debitur memiliki informasi yang
lebih terperinci dibandingkan investor dan kreditur. Ini menyiratkan bahwa tidak
semua pelaku pasar memiliki akses yang sama terhadap informasi (Kadapakkam,
Kumar, & Riddick, 1998). Sebagai dampaknya, investor akan menilai perusahaan
tidak sebagaimana mestinya (Akerlof, 1970). Kehadiran dari ketidaksempurnaan
pasar ini cenderung menciptakan perbedaan biaya dalam mendapatkan dana
internal dan dana eksternal. Informasi yang asimetris membuat dana eksternal
menjadi sangat mahal karena kreditur dan investor mengalami kesulitan untuk
mengevaluasi dan menilai kualitas investasi dan risiko perusahaan. Akibatnya,
kreditur dan investor akan membutuhkan kompensasi biaya modal yang jauh lebih
tinggi daripada biaya sumber dana internal lainnya (Lemmon & Zender, 2016). Hal
ini menyebabkan cost of capital yang ditanggung oleh perusahaan akan meningkat.
Tingginya biaya kapital tersebut membuat perusahaan menghadapi financial
constraint.
Myers dan Majluf (1984) berpendapat bahwa perbedaan informasi asimetri
dalam pasar menyebabkan perusahaan menghadapi kendala pendanaan (financing
constraint) eksternal lebih tinggi. Sehingga, semakin besar asimetri informasi,
semakin besar pula tingkat financial constraint perusahaan dalam mengakses
pendanaan eksternal dan perusahaan akan lebih bergantung pada penggunaan dana
internal (cash flow). Berikut adalah rumus yang digunakan dalam mengukur
informasi asimetri:
𝑠𝑝𝑟𝑒𝑎𝑑 = (𝐴𝑠𝑘 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒−𝐵𝑖𝑑 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒)
(𝐴𝑠𝑘 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒+𝐵𝑖𝑑 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒) 𝑥 100 (2.6)
16
Universitas Kristen Petra
(Venkatesh & Chiang, 1986)
Lamont et al. (2001) mendefinisikan financial constraints sebagai
“hambatan yang menghalangi perusahaan mendanai investasi yang diinginkan
dimana ketidakmampuan tersebut dapat disebabkan oleh kendala dalam
memperoleh pinjaman”. Financial constraints adalah ukuran yang menunjukkan
sejauh mana perusahaan mengalami kendala dalam mengakses pembiayaan
eksternal. Perusahaan yang financially constrained akan menghadapi persediaan
modal eksternal yang inelastis dimana modal eksternal akan menjadi lebih mahal.
Sebaliknya, perusahaan yang dapat meningkatkan pendanaan eksternal tanpa
terkendala tingginya cost of capital disebut dengan financially unconstrained
(Farre-Mensa & Ljungqvist, 2013).
Dalam penelitian ini, financial constraint suatu perusahaan diukur dengan
empat ukuran yang berbeda dengan menggunakan principal component analysis,
yaitu (Kim, 2014):
2.4.1 Probabilitas Membayar Dividen
Ukuran yang pertama yang digunakan dalam menentukan tingkat financial
constraints perusahaan adalah probabilitas membayar dividen. Dalam penelitian ini
digunakan logit model berdasarkan persamaan dalam penelitian Denis & Osobov
(2008) dalam menentukan probabilitas perusahaan membayar dividen. Dimana
semakin tinggi probabilitas suatu perusahaan dalam membayar dividen maka
perusahaan tersebut secara relatif unconstrained (Denis & Osobov, 2008)
Sedangkan, perusahaan dengan kendala keuangan akan memiliki probabilitas
membayar dividen yang rendah sebab perusahaan akan menahan kembali
pendapatan daripada membayarnya sebagai dividen (Ranajee , Pathak, & Saxena,
2018).
2.4.2 Peringkat Obligasi
Selanjutnya adalah peringkat obligasi dimana perusahaan yang tidak
memiliki bond rating dianggap sebagai financially constrained (Farre-Mensa &
Ljungqvist, 2013) karena perusahaan tidak mempunyai akses pada pasar utang
(Faulkender, Michael, & Petersen, 2006) dan perusahaan yang memiliki bond
rating dianggap sebagai financially unconstrained sebab perusahaan yang memiliki
peringkat obligasi dianggap memiliki credit worthiness sehingga akan
17
Universitas Kristen Petra
meminimalisir adanya asimetri informasi perusahaan. Coding dilakukan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Tabel Coding Peringkat Obligasi
Peringkat Obligasi Kode
Memiliki 1
Tidak Memiliki 0
2.4.3 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan yang direpresentasikan melalui natural log total aset.
Semakin besar ukuran perusahaan maka lebih banyak informasi yang akan tersedia
bagi investor dalam membuat keputusan investasi. Sehingga akan mengurangi
asimetri informasi dan akses terhadap pendanaan eksternal menjadi lebih mudah.
Oleh karena itu, perusahaan ini dikelompokkan sebagai financial unconstraints.
Sedangkan perusahaan dengan ukuran kecil menandakan perusahaan tergolong
baru dan informasi yang tersedia terbatas sehingga perusahaan ini dikelompokkan
pada financial constraints. Oleh karena itu, besar kecilnya ukuran perusahaan akan
menentukan kondisi financial constraint suatu perusahaan.
2.4.4 Principal Component Analysis
Principal Component Analysis (PCA) adalah alat analisis data yang
digunakan untuk mereduksi dimensi (jumlah variabel) dari sejumlah besar variabel
yang saling berkorelasi namun tetap mempertahankan sebanyak mungkin
informasi. PCA akan menghitung satu set variabel (faktor) yang tidak saling
berkorelasi. Kemudian komponen tersebut akan diurutkan berdasarkan banyaknya
informasi yang dapat dijelaskan. Namun, penggunaan PCA dalam penelitian ini
bukan untuk mengurangi jumlah variabel namun untuk mendapatkan ukuran yang
lebih komprehensif.
2.5 Hubungan Antar Konsep
2.5.1 Pengaruh cash flow terhadap capital expenditure
Dalam melakukan belanja modal, perusahaan akan mempertimbangkan
sumber pendanaan yang akan digunakan. Adanya pasar modal yang tidak sempurna
18
Universitas Kristen Petra
yang diakibatkan oleh asimetri informasi menyebabkan dana internal dan eksternal
bukanlah substitusi sempurna sebab asimetri informasi menyebabkan akses untuk
mendapatkan sumber dana eksternal menjadi lebih mahal.
Berdasarkan financing hierarchy pada Pecking Order Theory, arus kas
internal memiliki keunggulan biaya atas pendanaan hutang dan ekuitas.
Peningkatan arus kas internal dalam suatu perusahaan dapat membuat perusahaan
tersebut memiliki kesempatan untuk melakukan peningkatan jumlah investasi yang
dilakukan. Arus kas internal perusahaan yang memadai dapat mempengaruhi
pengeluaran investasi aktiva tetap perusahaan. Sebaliknya, bila perusahaan
mengalami penurunan arus kas internal maka dapat menyebabkan penurunan
jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut (Lang, Ofek, & Stulz,
1996). Sehingga, ketersediaan cash flow sebagai sumber dana internal dapat
mempengaruhi capital expenditure suatu perusahaan (Schnorpfeil, 2017).
Hasil penelitian sebelumnya menghasilkan kesimpulan yang beragam.
Dalam penelitian Fazzari et al. (1988) menemukan bahwa cash flow berpengaruh
signifikan terhadap investasi pada plant and equipment. Berpengaruh signifikannya
cash flow terhadap capital expenditure menandakan bahwa terdapat sensitivitas
arus kas terhadap investasi (investment-cash flow sensitivity).
2.5.2 Pengaruh cash flow terhadap capital expenditure pada financially
constrained firms, financially unconstrained firms dan dengan financial
constraints sebagai variabel moderator
Alasan yang mendasari ketidaksempurnaan pasar modal adalah adanya
asimetri informasi antara pemberi pinjaman dan peminjam dan/atau antara manajer
dan pemegang saham. Keadaan ini menyebabkan adanya gap antara biaya dalam
mendapatkan sumber dana internal dan eksternal. Kaplan & Zingales (1997)
menyatakan bahwa kendala keuangan dapat terjadi jika perusahaan menghadapi
perbedaan yang signifikan antara biaya modal dari dana internal dan dana eksternal.
Definisi ini memberikan kerangka dalam membedakan perusahaan yang
mengalami kendala keuangan (financial constraints) dan perusahaan yang tidak
mengalami kendala keuangan (financial unconstraints).
Perusahaan dengan kendala keuangan (financially constrained firms) yang
dicirikan dengan kesulitan dalam mendapatkan pendanaan eksternal akan
19
Universitas Kristen Petra
menghambat kemampuan investasi perusahaan, sehingga perusahaan ini akan
sangat bergantung pada arus kas internal dalam mendanai capital expenditure.
Berbeda dengan financially unconstrained firms dimana perusahaan tidak memiliki
kendala dalam mengakses pendanaan eksternal. Perusahaan ini memiliki
fleksibilitas sumber pendanaan sehingga tidak bergantung sepenuhnya pada arus
kas internal dalam mendanai belanja modal. Sehingga, financial constraints firms
akan lebih tergantung pada arus kas internal yang ditandai dengan memiliki
koefisien cash flow (sensitivitas arus kas pada investasi) yang lebih tinggi daripada
financial unconstraints firms (Myers, 1984).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa keadaan
perusahaan yang mengalami kendala keuangan (financial constraints) dapat
memperkuat pengaruh penggunaan cash flow dalam mendanai capital expenditure.
Ketika perusahaan mengalami financial constraints, pendanaan eksternal dalam
bentuk hutang dan ekuitas tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, investasi pada
perusahaan yang mengalami kendala keuangan akan sangat bergantung pada
ketersediaan sumber dana internal (Chen & Chen, 2010).
Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988) adalah yang pertama kali melakukan
penelitian hubungan antara financial constraints dengan investment-cash flow
sensitivity. Dalam penelitiannya, mereka menggolongkan perusahaan dengan
pembayaran dividen yang lebih rendah sebagai perusahaan yang terkendala
keuangan dan perusahaan dengan pembayaran dividen yang lebih tinggi sebagai
perusahaan yang tidak terkendala keuangan. Temuan mereka menunjukkan bahwa
arus kas internal cenderung mempengaruhi investasi perusahaan yang membagikan
dividen rendah (financial constraints) jauh lebih besar daripada perusahaan yang
membagikan dividen tinggi (financial unconstraints). Sehingga, mereka
menyimpulkan bahwa investment-cash flow sensitivity dapat dijadikan sebagai
ukuran tidak langsung dalam mengukur keterbatasan perusahaan dalam mengakses
pendanaan eksternal.
Lain hanya dengan hasil penelitian Kaplan dan Zingales (1997) yang
menemukan hubungan antara financial constraints dan investment-cash flow
sensitivity adalah negatif. Dalam penelitannya, mereka menggolongkan financial
constraint dengan menggunakan lima kriteria kualitatif yang berbeda dengan
20
Universitas Kristen Petra
penelitian Fazzari et al. dan menunjukkan bahwa financially unconstrained firms
memiliki investment-cash flow sensitivity yang lebih tinggi dibandingkan
financially constrained firms. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang
memiliki akses yang lebih mudah pada pendanaan eksternal lebih bergantung pada
cash flow dalam mendanai investasinya.
2.5.3 Pengaruh cash flow terhadap capital expenditure dengan external
financing sebagai variabel moderator
Myers (1984) dengan hipotesis Pecking Order menyatakan bahwa
perusahaan akan menggunakan sumber dana eksternal apabila sumber dana internal
tidak mencukupi untuk membiayai investasi. Perusahaan yang memiliki
ketersediaan dana eksternal yang tinggi akan memiliki berbagai pilihan sumber
pendanaan sehingga akan mengurangi ketergantungannya pada penggunaan cash
flow dalam mendanai capital expenditure. Hal ini sejalan pada penelitian yang
dilakukan oleh Tae-Nyun Kim (2014) dimana external financing sebagai variabel
moderator memiliki pengaruh negatif atau memperlemah pengaruh cash flow
terhadap capital expenditure.
2.6 Kerangka Pemikiran
Cash Flow Capital Expenditure
Financial
Constraints
External Financing
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran pengaruh cash flow terhadap
capital expenditure dengan financial constraints dan external
financing sebagai variabel moderator
21
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini
adalah:
1. Cash flow berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure pada perusahaan
sektor non keuangan tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2017
2. Cash flow berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure pada financially
constrained firms dan financially unconstrained firms pada perusahaan sektor
non keuangan tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2017
3. Cash flow berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure dengan financial
constraints sebagai variabel moderator pada perusahaan sektor non keuangan
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2017
4. Cash flow berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure dengan external
financing sebagai variabel moderator pada perusahaan sektor non keuangan
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2017.