Upload
phamque
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan
Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering
digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut
berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), penutupan lahan berkaitan dengan
jesis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan
berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut. Townshend dan Justice
(1981) juga berpendapat bahwa penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik
(visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di
permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek
tersebut. Sedangkan Barret dan Curtis (1982), mengatakan bahwa permukaan
bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti
vegetasi, salju, dan lain sebagainya, serta sebagian lagi berupa kenampakan hasil
aktivitas manusia (penggunaan lahan).
Dari beberapa tinjauan pustaka tersebut di atas tersirat bahwa penggunaan
lahan adalah klasifikasi lahan berdasarkan aktifitas manusia, sedangkan penutupan
lahan adalah karakteristik alamiah dari lahan tersebut. Penutupan lahan bisa
dianggap sebagai kondisi saat ini, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan
status lahan. Penekanan di sini adalah bahwa analisis lahan seperti hidrologi,
lanskap, dll harus menggunakan penutupan lahan. Namun, penutupan lahan itu
sendiri akan dipengaruhi oleh status penggunaan. Contohnya, suatu lahan
berhutan jika berada dalam penggunaan lahan pertambangan akan tidak tepat
dianalisis menggunakan penutupan lahan jika rentang studi cukup lebar karena
aktifitas pertambangan akan mengubah penutupan lahan berhutan tersebut dalam
kisaran waktu analisis.
Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan
Menurut Trisasongko (2009), perubahan penggunaan lahan dapat ditelaah
dari data penginderaan jauh melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama
merupakan pendekatan yang umum digunakan yaitu pembandingan peta tematik.
Berbagai teknik klasifikasi dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini, seperti telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah membandingkan
dua atau lebih data tematik dalam suatu proses analisis, umumnya dikenal dengan
analisis Land Use/Cover Change (LUCC). Pendekatan kedua tidak melibatkan
prosedur klasifikasi, sehingga tidak ada data tematik yang dihasilkan sebagai data
intermedier. Pendekatan kedua ini umumnya dikenal dengan deteksi perubahan
(Change Detection). Berbagai prosedur statistika dapat digunakan pada
pendekatan ini, diantaranya adalah Multivariate Alteration Detection (MAD) yang
diperkenalkan oleh Nielsen et al. (1998). Secara umum, penelitian ini
menggunakan pendekatan pertama mengingat tujuan utama dari kegiatan ini
adalah mengkaji dan memodelkan perubahan penggunaan lahan (Land Use Modeling).
4
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor Penyebab terjadinya
Perubahan
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya
penggunaan lahan yang lain pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al.,
2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan
kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih
baik.
Munibah et al., (2010) melakukan penelitian di DAS Cidanau Banten
tentang erosi yang diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan sekitar
wilayah DAS. Perubahan penggunaan lahan yang diprediksi menggunakan
Celluler Automata (CA) dapat menunjukkan erosi yang terjadi di masa datang.
Munibah et al., (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan
lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya, dan mata pencaharian
masyarakat. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali juga dapat
menjadi penyebab bahaya kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, erosi.
Banjir dapat disebabkan oleh luapan air sungai atau danau. Luapan air permukaan
ini dapat diminimalisir dengan adanya perencanaan penggunaan lahan (Tang et
al., 2005).
Faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan
menurut Saefulhakim et al., (1999) dengan menggunakan alat analisis
multinomial logit model adalah tipe penggunaan lahan pada masa sebelumnya,
status kawasan dalam kebijakan tata ruang, hak penguasaan dan kepemilikan
lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristik sosial ekonomi wilayah, dan
karakteristik interaksi spasial antara aktivitas sosial ekonomi internal dan
eksternal suatu wilayah.
Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan
lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pada wilayah
perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang
cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et
al, 2009). Di Bangladesh, proses urbanisasi menjadi penyebab berkurangnya
luasan badan air, tumbuh-tumbuhan, lahan pertanian dan lahan kering/lahan basah
(Dewan dan Yamaguchi, 2009). Di Indonesia, proses urbanisasi juga ditengarai
menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Studi yang dilakukan Rustiadi dan
Panuju (2002) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara proses urbanisasi
dengan perkembangan wilayah urban yang tidak teratur. Selanjutnya, menurut
Rustiadi (2008) dinamika perubahan penggunaan lahan di Jakarta mempengaruhi
berbagai aspek lingkungan, dan dampak terbesar dari perkembangan ini banyak
dijumpai di kawasan lahan pertanian yang banyak terdapat di wilayah sekitar
Jakarta.
Pada umumnya, studi dinamika perubahan penggunaan lahan tidak terlepas
dari pemanfaatan data spasial. Data tersebut dapat diturunkan dari data peta atau
dari data penginderaan jauh secara langsung. Batisani dan Yarnal (2009)
menunjukkan kelayakan citra optik Landsat dalam mendeteksi perubahan tutupan
lahan. Dalam konteks teknologi geospasial, telaah literatur menunjukkan bahwa
5
terdapat dua pendekatan dalam mempelajari dinamika perubahan tersebut.
Pendekatan pertama adalah deteksi perubahan (change detection). Pendekatan ini
tidak menggunakan data tematik sebagai masukan data, tetapi memanfaatkan data
penginderaan jauh asli dalam mendeteksi perubahan. Nielsen et al (1998)
mengusulkan teknik Multivariate Alteration Detection (MAD) dalam mendeteksi
perubahan tutupan lahan menggunakan data multispektral dan bitemporal.
Alternatif lain dalam studi dinamika perubahan adalah dengan pemanfaatan data
tematik yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh ataupun menggunakan
peta sebagai data masukannya.
Regresi Logistik untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Metode Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang
mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau
lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval.
Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal (Hosmer
dan Lemeshow, 1989). Pendekatan model persamaan logistik digunakan karena
dapat menjelaskan hubungan antara X dan π (x) yang bersifat tidak linear,
ketidaknormalan sebaran dari Y, keragaman respon yang tidak konstan dan tidak
dapat dijelaskan oleh model regresi linear biasa (Agresti, 1990).
Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal. Jika
data hasil pengamatan p peubah bebas yaitu x1, x2, ..., xp dengan peubah respon Y,
dengan Y mempunyai dua kemungkinan nilai 0 dan 1, Y=1 menyatakan bahwa
respon memiliki kriteria yang ditentukan dan sebaliknya Y = 0 tidak memiliki
kriteria, maka peubah respon Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan parameter π
(xi) sehingga fungsi sebaran peluang:
Model umum regresi logistik dengan p peubah jenis adalah:
Dimana
= Peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan jika , dan tidak
terjadi perubahan jika
= Peubah tak bebas
= Peubah tak bebas
= Peubah bebas
Dengan melakukan transformasi logit diperoleh:
Sehingga diperoleh:
Konstanta setara dengan peubah respons ketika peubah penduga bernilai
0 (nol) atau parameter intersep, , ... dan adalah parameter-parameter
6
koefisien regresi untuk peubah , ... , dan adalah error atau sering disebut
residual (Hosmer dan Lemeshow, 1998). G merupakan fungsi transformasi atau penduga logit s, karena fungsi penghubung yang digunakan adalah fungsi
penghubung logit maka sebaran peluang yang digunakan disebut sebaran logistik.
Ada beberapa metode pendugaan parameter dalam regresi, salah satunya yaitu
metode maximum likelihood. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa metode
ini berusaha mencari nilai koefisien yang memaksimumkan fungsi likelihood.
Analisis regresi juga bisa digunakan untuk melihat hubungan perubahan
penggunaan lahan dengan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan (Lopez et
al., 2001). Sementara Tarnama dan Sarasanti (2009) memanfaatkan model logit
untuk menduga peluang terjadinya hujandi Banjarbaru.
Kombinasi metode regresi logistik dan SCS guna mengestimasi limpasan
permukaan untuk beberapa tahun ke depan telah dilakukan oleh Apria (2005).
Lokasi kajian adalah DAS Ciliwung Hulu dan variabel bebas (prediktor) yang
digunakan adalah jarak ke jalan (X1), jarak ke sungai (X2), jarak ke permukiman
(X3), jarak suatu penggunaan lahan terhadap penggunaan lahan yang lain (X4),
kepadatan penduduk (X5) dan pendapatan penduduk (X6). Alasan dipilihnya 6
prediktor tersebut terkait dengan peluang berubahnya suatu penggunaan lahan.
Misalnya, kepadatan penduduk yang tinggi diperkirakan sebagai salah-satu
pendorong adanya perubahan penggunaan lahan tertentu jadi penggunaan lahan
lain. Prediktor lain yang juga mendorong hal tersebut adalah jarak ke jalan raya
atau sungai besar, maksudnya semakin dekat dengan jalan raya dan sungai besar
maka peluang perubahan penggunaan lahan juga semakin besar. Penelitian lain
dilakukan oleh Putra (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
perubahan lahan di Kota Mataram adalah fasilitas umum, fasilitas ekonomi, usaha
produktif di luar sektor pertanian, dan faktor kekuatan/kemampuan pelaku
ekonomi. Kemampuan pelaku ekonomi dalam hal ini diwakili oleh jumlah
penduduk, pendapatan per kapita, tingkat pendidikan masyarakat dan pendapatan
asli daerah.
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan menggunakan Markov Chain
Metode Markov Chain merupakan salah satu model yang paling tua dan
telah diaplikasikan dalam berbagai penelitian khususnya di bidang pertanian tidak
hanya untuk menduga perubahan penggunaan lahan. Vandeveer dan Drummond
(1976) menggunakannya untuk mengkaji dampak konstruksi sebuah reservoir.
Lalu Judge dan Swanson (1981) juga menggunakan teknik ini untuk memprediksi
besarnya produksi babi di negara bagian Illinois, USA.
Teknik prediksi Markov tersebut juga menjadi teknik yang banyak
digunakan dalam menduga perubahan penggunaan lahan. Teknik Markov
digunakan dalam penelitian Lopez et al. (2001) untuk memprediksi tutupan lahan
dan perubahan penggunaan lahan di pinggiran perkotaan Morelia, Meksiko. Selain
itu Weng (2001) juga menggunakan teknik yang sama dalam menganalisis
perubahan penggunaan lahan di Delta Zhujiang.
Menurut Trisasongko et al. (2009), persamaan Markov Chain dibangun
menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan
yang terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom), serta sebuah
matriks transisi (transition matrix). Hubungan ketiga matriks tersebut adalah
sebagai berikut:
7
Keterangan: Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t
LCua = Peluang suatu kelas u menjadi kelas lainnya pada rentang waktu tertentu
MLC = Peluang
Mt = Peluang tahun ke t
Mt+1 = Peluang tahun t+1
Dari hasil penelitian Trisasongko et al. (2009) mengenai dampak
pembangunan jalan tol Cikampek terhadap perubahan penggunaan lahan di
sekitarnya menunjukkan bahwa estimasi Markov Chain dapat dimanfaatkan lebih
lanjut untuk kegiatan forecasting, karena penelitian ini memperoleh nilai Kappa
sekitar 0,9355, dimana tingkat akurasi yang ditetapkan paling rendah yaitu akurasi
sebesar 85%. Sementara pada penelitian Suryani (2012), tingkat ketepatan
prediksi metode Markov untuk menduga luas penggunaan lahan tahun 2011 di
Kabupaten Bungo adalah sebesar 98,5%.
Pengaruh Perencanaan Penataan Ruang Wilayah terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan
Menurut Rustiadi et al. (2009), perencanaan tata ruang merupakan suatu visi
bentuk konfigurasi ruang masa depan yang menggambarkan wujud sistematis dari
aspek fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan ruang untuk
meningkatkan produktivitas agar dapat memenuhi kebutuhan manusia secara
berkelanjutan. Namun seringkali penataan ruang yang terjadi di lapangan
menyimpang atau bahkan jauh dari koridor perencanaan tata ruang yang telah
dibuat.
Penyimpangan struktur dan pemanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) umumnya terjadi karena tekanan tingginya pertumbuhan
penduduk, terutama akibat arus urbanisasi (Dardak, 2006). Perkembangan spasial
yang tidak terkendali tersebut bukan berarti suatu wilayah tidak mempunyai
konsep/perencanaan tata ruang/tata spasialnya. Formulasi tata spasial dan
aplikasinya kalah cepat berpacu dengan proses perubahan spasial yang ada di
lapangan, karena permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi peraturan tidak
dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (Yunus, 2005). Dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang/lahan belum seluruhnya mengacu pada RTRW karena
beberapa kendala, salah satunya pelaksanaan atau pengarahan kesesuaian lahan
hanya terbatas pada perorangan atau badan hukum yang mengajukan izin lokasi
atau hak atas tanah, sementara sebagian besar masyarakat lainnya belum banyak
berpartisipasi bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi
RTRW (Junaedi, 2008).