50
12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu kerja adalah kegiatan mengamati pekerjaan dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat pengukuran yang disiapkan. Kegiatan pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara umum, teknik-teknik pengukuran waktu kerja dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Pengukuran waktu kerja secara langsung Pengukuran dilaksankan langsung ditempat dimana pekerjaan berlangsung. Pengukuran kerja langsung dilakukan dengan cara : a. pengukuran waktu dengan jam henti Stopwatch time study﴿ Metode ini dikemukakan oleh Frederick W. Taylor pada abad ke-19, sesuai digunakan untuk pengukuran pekerjaan yang berlangsung singkat serta berulang repetitive﴿. Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini adalah sebagai berikut : Definisikan pekerjaan, maksud dan tujuan dari pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih

2007-1-00251-TI Bab 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

teknik industri

Citation preview

Page 1: 2007-1-00251-TI Bab 2

12

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran waktu kerja adalah kegiatan mengamati pekerjaan dan mencatat

waktu kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat

pengukuran yang disiapkan. Kegiatan pengukuran waktu kerja ini berhubungan

dengan usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan dalam menyelesaikan

suatu pekerjaan.

Secara umum, teknik-teknik pengukuran waktu kerja dikelompokkan menjadi 2,

yaitu :

1. Pengukuran waktu kerja secara langsung

Pengukuran dilaksankan langsung ditempat dimana pekerjaan berlangsung.

Pengukuran kerja langsung dilakukan dengan cara :

a. pengukuran waktu dengan jam henti ﴾Stopwatch time study﴿

Metode ini dikemukakan oleh Frederick W. Taylor pada abad ke-19, sesuai

digunakan untuk pengukuran pekerjaan yang berlangsung singkat serta

berulang ﴾repetitive﴿. Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan jam

henti ini adalah sebagai berikut :

• Definisikan pekerjaan, maksud dan tujuan dari pengukuran ini kepada

pekerja yang dipilih

Page 2: 2007-1-00251-TI Bab 2

13

• Lakukan pencatatan informasi yang berkaitan dengan penyelesaian elemen

kerja tersebut

• Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur

• Tetapkan rate of performans dari pekerja saat melaksanakan aktivitas

kerja

• Tentukan waktu kerja normal berdasarkan penyesuaian waktu pengamatan

dengan performance kerja pekerja.

• Tentukan waktu longgar ﴾allowance time﴿bagi pekerja

• Tentukan waktu kerja baku ﴾standad time﴿

b. Pengukuran waktu kerja dengan metode sampling kerja ﴾work sampling﴿

Metode ini dikemukakan oleh L.H.C. Tippett sorang sarjana inggris.

Metode sampling kerja ini berdasarkan hukum probabilitas, sehingga

pengamatan suatu objek cukup dengan mengambil beberapa contoh ﴾sample﴿

yang diambil secara acak dari polpulasi yang ada. Metode ini sesuai

digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki siklus

waktu panjang. Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan metode

sampling kerja ﴾work sampling﴿ sebagai berikut :

• Lakukan penentuan jumlah sample yang dibutuhkan

• Lakukan uji keseragaman dan kecukupan data

• Tentukan tingkat ketelitian yang dibutuhkan dalam pengamatan

• Lakukan analisa hasil akhir yang berkaitan dengan presentase delay

Page 3: 2007-1-00251-TI Bab 2

14

• Gunakan peta kontrol untuk mengetahui kondisi-kondisi kerja yang wajar

2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung

Pengukuran waktu kerja secara tidak lansung dilakukan dengan cara :

a. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan metode standart data

Metode ini biasanya digunakan untuk mengukur kerja mesin atau satu

operasi tertentu saja, dimana data yang diperoleh sama sekali tidak bisa

digunakan untuk jenis operasi lainnya. Oleh karena itu, metode ini khusus

diaplikasikan untuk elemen kegiatan konstan seperti set-up,

loading/unloading, handling machine, dan sebagainya. Keuntungan dari

metode ini yaitu akan mengurangi aktivitas pengukuran kerja tertentu,

mempercepat proses yang diperlukan untuk penetapan waktu baku yang

dibutuhkan untuk penyelesaian pekerjaan. Perhitungan waktu baku dengan

metode ini tidak dilakukan dengan aktivitas time study secara langsung,

melainkan dengan cara perhitungan berdasarkan rumus-rumus yang ada atas

elemen pekerjaan tersebut.

b. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan metode analisa regresi

Page 4: 2007-1-00251-TI Bab 2

15

Metode analisa regresi berguna untuk menyederhanakan pengukuran

waktu dengan metode standart data. Hal ini dibutuhkan apabila elemen kerja

yang diukur tidak berupa variabel tertentu.

c. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsungdengan data waktu gerakan

Pengukuran waktu kerja secara tidak lansung dengan data waktu gerakan

yaitu pengukuran waktu yang tidak langsung berdasarkan elemem-elemen

pekerjaannya, melainkan berdasarkan elemen-elemen gerakannya. Elemen

gerakan timbul dari gagasan konsep Therbligs yang dikemukakan oleh Frank

dan Lilian Gilberth. Menetapkan waktu baku dengan pengukuran metode ini

menggunakan data waktu gerakan yang terdiri atas sekumpulan data waktu

dan prosedur sistematis yang dilakukan dengan menganalisa dan membagi

setiap operasi kerja yang dilakukan secara manual kedalam gerakan-gerakan

kerja, gerakan anggota tubuh/gerakan-gerakan manual lainnya. Pengukuran

waktu kerja secara tidak langsung dengan data waktu gerakan ini dibagi atas

beberapa metode, yaitu :

- Analisa waktu gerakan ﴾motion time analysis﴿

- Waktu gerakan baku ﴾motion time standard﴿

- Waktu gerakan dimensi ﴾dimention motion time﴿

- Faktor-faktor kerja ﴾work factors﴿

Pengukuran waktu gerakan ﴾motion time measurement﴿

Page 5: 2007-1-00251-TI Bab 2

16

- Pengukuran waktu gerakan dasar ﴾basic motion time ﴿

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum pengukuran agar didapat

hasil yang baik, yaitu :

- Tetapkan tujuan pengukuran

- Lakukan penelitian pendahuluan

- Lakukan pengamatan terhadap kondisi kerja

- Pilih operator yang baik

- Lakukan pelatihan operator

- Uraikan pekerjaan atas elemen –elemen kerja

- Persiapkan alat-alat pengukuran yang akan digunakan.

2.2 Uji Validitas

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki

tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku

yang dimaksud disini sudah termasuk waktu kelonggaran yang diperoleh dengan

memperhatikan situasi dan kondisi kerja yang diukur. Waktu baku berguna untuk :

- Perencanaan kebutuhan tenaga kerja

- Estimasi biaya untuk upah pekerja

- Penjadwalan produksi dan penganggaran

- Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi pekerja

Page 6: 2007-1-00251-TI Bab 2

17

- Indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja

Pengukuran waktu baku dapat dilakukan setelah data yang terkumpul cukup dan

ditentukan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Apabila data

yang terkunpul tidak memenuhi syarat uji kecukupan data, maka perlu dilakukan

pengumpulan data ulang agar dapat dihitung waktu bakunya. Langkah-langkah yang

perlu dilakukan untuk memperolah waktu baku, antara lain :

1. Uji keseragaman data

Langkah-langkah yang harus diperhatikan :

a. Data-data yang diperoleh dari observasi dikelompokkan dalam subgroup

kemudian dilakukan perhitungan rata-rata

nx

x i∑= dimana : n = jumlah data setiap subgroup

b. Setiap rata-rata subgroup duhitung rata-rata populasinya

Nx

x ∑= dimana : n = jumlah subgroup

c. Hitung standart deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup

( ) ( ) ( )( )1*

*1

222

−= ∑∑∑

NNxxN

atauN

xx iiσ

dimana : N = jumlah semua data

d. Hitung standart deviasi populasi dari standart populasi subgroup

nx σσ =

Page 7: 2007-1-00251-TI Bab 2

18

e. Menentukan BKA dan BKB sebagai batas kontrol tingkat penyimpangan data.

XZXBKB

XZXBKA

σ

σ

.

.

−=

+=

Z = besar tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang digunakan

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran

dari waktu penyelesaian sebenarnya. Tingkat keyakinan menunjukkan

besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat

ketelitian tadi. Z adalah bilangan konversi pada distribusi normal sesuai

tingkat kepercayaan yang digunakan.

f. Gambar grafik

2. Uji kecukupan data

Untuk mengetahui apakah data yang digunakan sudah mencukupi atau

belum.

( )2

2

'⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

⎡ −=

∑∑ ∑

i

ii

x

xxNsk

N

dimana : k = konstanta untuk tingkat kepercayaan

s = tingkat ketelitian

Bila hasil perhitungan N’<N berarti data cukup. Jika tidak maka perlu dilakukan

pengukuran ulang.

Page 8: 2007-1-00251-TI Bab 2

19

3. Uji kenormalan data

Untuk menguji ketepatan suatu fungsi dengan menggunakan khi-kuadrat dan

dengan membandingkan hasil observasi dengan frekuensi harapan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan :

a. Tentukan panjang kelas

K = 1+ 3,3 log N

b. Tentukan lebar kelas

KRi = dimana R ﴾range﴿ = data max – data min

c. Tentukan luas wilayah﴾N﴿ dibawah kurva normal dengan menggunakan tabel

Z berdasarkan hasil perhitungan Zn

σxataskelasbatasZ n

−=

d. Tentukan perbandingan X2hitung dan X2

tabel, untuk mengetahui kenormalan data

( )

( )VX

eeo

X

tabel

i

iihitung

,2

2

α=

−= ∑

dimana : oi = frekwensi hasil observasi

ei = frekwensi harapan

α = tingkat kepercayaan

V = derajat kebebasan

Page 9: 2007-1-00251-TI Bab 2

20

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan jika

X2hitung<X2

tabel, maka data normal.

2.3 Tingkat Ketelitian dan Tingkat kepercayaan

Pengukuran dilakukan hanya dengan mengambil beberapa sample dari populasi

yang ada berdasarkan uji kecukupan data. Hal ini menyebabkan pengukur kehilangan

sebagian kepastian akan rata-rata waktu sebenarnya yang digunakan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, diperlukan adanya tingkat ketelitian

dan tingkat keyakinan yang mencerminkan tingkat ketidakpastian yang diinginkan.

Penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu sebenarnya ditentukan

oleh tingkat ketelitian. Besarnya keyakinan pengukuran bahwa hasil yang diperoleh

memenuhi syarat ketelitian dan tingkat keyakinan biasanya dinyatakan dalam persen.

Didalam aktivitas pengukuran kerja biasanya digunakan tingkat ketelitian 5% dan

tingkat keyakinan 95%. Artinya, dari 100% harga rata-rata waktu yang diukur untuk

suatu elemen kerja sebesar 95% adalah hasil yang ingin diperoleh atau data

menyimpang sebesar 5%.

2.4 Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran

2.4.1 Faktor Penyesuaian

Setelah melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati kewajaran kerja

yang ditujukan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya

Page 10: 2007-1-00251-TI Bab 2

21

bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena

mengalami kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-

sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat

atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena

waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja

yang baku yang diselesaikan secara wajar. Andaikata ketidakwajaran ada maka

pengukur harus mengetahui dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian

perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan.

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata

atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor

penyesuaian. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal

(terlalu cepat), maka harga p nya akan lebih besar dari atu (p1); sebaliknya jika

operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari

satu (p). Seandainya pengukur berpendapat bahwa opeator bekerja dengan wajar

maka harga p nya sama dengan satu (p = 1).

Beberapa cara menetukan faktor penyesuaian :

1. Cara Persentase

Cara persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam

melakukan penysuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya

ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan

pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran dia menentukan harga p yang

Page 11: 2007-1-00251-TI Bab 2

22

menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini

dikalikan dengan waktu siklus. Terlihat bahwa penyesuaiannya diselesaikan

dengan cara yang sangat sederhana. Memang cara ini merupakan cara yang

paling mudah dan sederhana, namun segera pula terlihat adanya kekurangan

ketelitian sebagai akibat dari ”kasarnya” cara penilaian. Dari kelemahan inilah

kemudian dikembangkan cara-cara lain yang dipandang sebagai cara yang

lebih objektif. Cara-cara ini umumnya memberikan ”patokan” yang

dimaksudkan untuk mengarahkan penilaian pengukur terhadap kerja operator.

2. Cara Shumard

Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas

performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.

Tabel 2.1 Penyesuaian menurut cara Shumard

Kelas Penyesuaian Kelas PenyesuaianSuperlast 100 Good - 65 Fast + 95 Normal 60 Fast 90 Fair + 55 Fast - 85 Fair 50 Excellent 80 Fair - 45 Good + 75 Poor 40 Good - 70

Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator

menurut kelas-kelas. Seorang yang dipandang bekerja normal diberi nilai 60,

dengan nama performance kerja yang lain dibandingkan

Page 12: 2007-1-00251-TI Bab 2

23

untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila performance seorang operator

dinilai Excellent, maka dia mendapat nilai 80, dan karena faktor penyesuainya

adalah :

P = 80/60 = 1,33

Jika waktu siklus rata-rata sama dengan 276,4 detik, maka waktu

normalnya :

Wn = 276,4 * 1,33 = 367,6 detik

3. Cara Westinghouse

Berbeda dengan cara Shumard, cara westinghouse mengarahkan penilaian

pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran

dalam bekerja yaitu Ketrampilan, Usaha, Kondisi kerja, dan Konsistensi.

Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

Ketrampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara

kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan ketrampilan, tetapi hanya

sampai ketingkat tertentu saja. Untuk keperluan penyesuaian ketrampilan

dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang

dikemukakan berikut ini :

SUPER SKILL : 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya

2. Bekerja dengan sempurna

3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik

Page 13: 2007-1-00251-TI Bab 2

24

4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga

sulit untuk diikuti.

5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan

gerakan-gerakan mesin

6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen

lainnya tidak terlampau terlihat lancarnya

7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan

merencana tentang apa yang dikerjakan

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang

bersangkutan adalah pekerja yang baik.

EXCELLENT SKILL : 1. Percaya pada diri sendiri

2. Tampak cocok cocok dengan pekerjannya

3. Terlihat telah terlatih baik

4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan

pengukuran-pengukuran atau pemeriksaan-

pemeriksaan

5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-

urutannya dijalankan tanpa kesalahan

6. Menggunakan peralatan dengan baik

7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu

8. Bekerjanya cpat tetapi halus

9. Bekerja berirama dan terkoordinasi

Page 14: 2007-1-00251-TI Bab 2

25

GOOD SKILL : 1. Kwalitas hasil baik

2. Bekerjanya tanpa lebih baik dari pada kebanyakan

pekerjaan pada umumnya

3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain

yang ketrampilannya lebih rendah

4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap

5. Tidak memerlukan banyak pengawasan

6. Tiada keragu-raguan

7. Bekerjanya ”stabil”

8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik

9. Gerakan-gerakannya cepat

AVERAGE SKILL : 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri

2. Gerakannya cepat tapi tidak lambat

3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang

perencanaan

4. Tampak sebagai pekerja yang cakap

5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya

keragu-raguan

6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup

baik

7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui

seluk beluk pekerjaannya

Page 15: 2007-1-00251-TI Bab 2

26

8. Bekerjanya cukup teliti

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan

FAIR SKILL : 1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik

2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya

3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum

melakukan gerakan

4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup

5. Tampaknya tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah

ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama

6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan

tetapi tidak tampak selalu yakin

7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan

sendiri

8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan

sangat rendah

9. Biasanya tidak ragu-ragu menjalankan gerakan-

gerakannya

POOR SKILL : 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikirannya

2. Gerakan-gerakannya kaku

3. Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan gerakannya

4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang

bersangkutan

Page 16: 2007-1-00251-TI Bab 2

27

5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya

6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja

7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan

8. Tidak adanya kesalahan-kesalahan

9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri

untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas

dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah

kesungguhan yang ditujukan atau diberikan operator ketika melakukan

pekerjaanya. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya.

EXCESSIVE EFFORT : 1. Kecepatan sangat berlebihan

2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi

dapat membahayakan kesehatannya.

3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat

dipertahankan sepanjang hari kerja

EXCELLENT EFFORT : 1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi

2. Gerakan-gerakan lebih ”ekonomis” daripada

operator-operator biasa

3. Penuh perhatian pada pekerjannya

4. Banyak memberi saran-saran

Page 17: 2007-1-00251-TI Bab 2

28

5. Menerima saran-saran dan petunjuk swngan

senang

6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran

waktu

7. Tidak apat bertahan lebih dari beberapa hari

8. Bangga atas kelbihannya

9. Gerakan-gerakan yang salah terjaadi sangat

jarang sekali

10. Bekerjanya sistematis

11. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu

elemen ke elemen lain tidak terlihat

GOOD EFFORT : 1. Bekerja berirama

2. Saat-saat mengganggur sangat sedikit, bahkan kadang-

kadang tidak ada

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya

4. Senang pada pekerjaannya

5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan

sepanjang hari

6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu

7. Menerima saran-saran dan petunjuk swngan senang

8. Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja

Page 18: 2007-1-00251-TI Bab 2

29

9. Tempat kerjanya diatur baik dan rapi

10. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik

11. Memelihara dengan baik kondisi peralatan

AVERAGE EFFORT : 1. Tidak sebaik good, tatapi lebih baik dari pada

poor

2. Bekerja dengan stabil

3. Menerima saran-saran tetapi tidak

melaksanakannya

4. Set up dilaksanakan dengan baik

5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan

FAIR EFFORT : 1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal

2. Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada

pekerjaannya

3. Kurang sungguh-sungguh

4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya

5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja balu

6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik

7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada

pekerjaannya

8. Terlampau hati-hati

9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja

10. Gerakan-gerakannya tidak terencana

Page 19: 2007-1-00251-TI Bab 2

30

POOR EFFORT : 1. Banyak membuang-buang waktu

2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja

3. Tidak mau menerima saran-saran

4. Tampak mala dan lambat bekerja

5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk

mengambil alatalat dan bahan-bahan

6. Tempat kerjanya tidak diatur rapi

7. Tidak pduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang

dipakai

8. Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah

diatur

9. Set up kerjanya tidak baik

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara

Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan

pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Faktor kondisi kerja juga

sering disebut sebagai faktor manajemen , karena pihak inilah yang dapat dan

berwenang merubah atau memperbaiki apa yang dicerminkan oleh operator.

Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu ideal, excellent, good, fair

dan poor. Kondisi Ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena

berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan

Page 20: 2007-1-00251-TI Bab 2

31

kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good untuk sautu

pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan

yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok

untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance

maksimal dari pekerja.. sebaiknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan

yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat

pencapaian performance yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang

keadaan bagaimana yang disebut ideal, dan bagaiomana pula yang disebut

poor perlu memiliki agar penilaian terhadap kondisi kerja dalam rangka

melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti mungkin.

Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor

ini perlu diperhatikan karena kenyataannya bahwa setiap pengukuran waktu

angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian

yang ditunjukkan pekerja selalu beubah-ubah dari satu sikluske siklus lainnya,

dari jam ke jam lainnya, bahkan dari hari ke hari lainnya.selama masih dalam

batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi

maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-

faktor lainnya, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu : Perfect,

Excellent, Good, Average, fair, dan Poor. Tabel penyesuai menurut

Westinghouse dapat dilihat pada lampiran.

Page 21: 2007-1-00251-TI Bab 2

32

4. Cara Objektif

Cara objektif memperhatikan 2 faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat

kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama

menentukan berapa harga p untuk mendapatkan waktu normal.

Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam

pengertian biasa. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar maka diberi

nilai satu. Cara menentukan besarnya p tidak berbeda dengan cara

menentukan faktor penyesuaian dengan cara persentase. Perbedannya terletak

pada yang dinilai.

Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai

keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut memerlukan banyak

anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Angka yang

ditunjukkan dalam tabel adalah dalam perseratus dan jika nilai dari setiap

kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang

diukur dijumlahkan akan menghasilkan P2 yaitu notasi bagi bagian

penyesuaian objektif untuk tingkat keseulitan pekerjaan.

Tabel 2.2 penyesuaian menurut tingkat kesulitan, cara obyektif

Keadaan Lambang Penyesuaian Anggota terpakai Jari A 0 Pergelangan tangan dari jari B 1 Lengan bawah, pergelangan tangan dan jari C 2 Lengan atas, lengan bawah, dst D 5 Badan E 8 Mengangkat beban dan lantai dengan kaki E2 10

Page 22: 2007-1-00251-TI Bab 2

33

Pedal kaki Tanpa pedal, atau satu pedal dengan sumbu dibawah kaki F 0 Satu atau dua pedal dengan sumbu tidak dibawah kaki G 5 Penggunaan tangan Keadaan tangan saling bantu atau bergantian H 0 Kdua tangan mengerjakan gerakan yang sama pada saat yang sama H2 18 Koordinasi mata dengan tangan Sangat sedikit I 0 Cukup dekat J 2 Konstan dan dekat K 4 Sangat dekat L 7 Lebih kecil dari 0.04 cm M 10 Peralatan Dapat ditangani dengan mudah N 0 Dengan sedikit kontrol O 1 Perlu kontrol dan penekanan P 2 Perlu penanganan dan hati-hati Q 3 Mudah pecah dan patah R 5 Berat beban ﴾kg﴿ Tangan Kaki0.45 B-1 2 10.9 B-2 5 11.35 B-3 6 11.8 B-4 10 12.25 B-5 13 12.7 B-6 15 33.15 B-7 17 43.6 B-8 19 54.05 B-9 20 64.5 B-10 22 74.95 B-11 24 85.4 B-12 25 95.85 B-13 27 106.3 B-14 28 10

5. Cara Bedaux dan Sintesa

Dua cara lain yang dikembangkan untuk lebih mengobjektifkan

penyesuaian adalah cara Bedaux dab cara Sintesa. Pada dasarnya cara

Page 23: 2007-1-00251-TI Bab 2

34

Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja nilai-nilai

pada cara Bedaux dinyatakan dalam ”B”

Sedangkan cara Sintesa agar berbeda debgan cara-cara lain, dimana dalam

cara ini waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan

harga-harga yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakan untuk dihitung

harga rata-ratanya.harga rata-rata yang dinilai sebagai penyesuaian bagi satu

siklus yang bersangkutan.

2.4.2 Faktor Kelonggaran

Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penysuaian satu

hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menembah kelonggaran atas waktu

normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti

minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan

ataupun kejemuan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk

kebutuhan pribadi seperti itu, berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan

lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri

dengan ”tuntutan” yang berbeda-beda.

Page 24: 2007-1-00251-TI Bab 2

35

Berdasarkan penelitian, ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja

pria berbeda dengan pekerja wanita; misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan

ringan pada kondisi-kondisi normal pria memerlukan 2 -2.5 dan wanita 5%

(persentase ini adalah dari waktu normal).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa Fatique

rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik

jumlah maupun kwalitas. Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus

bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang

dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa

fatique. Bila ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total

yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan

gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang

terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan

kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja

ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini.

3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai

hambata. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang

berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula hambatan yang tidak

dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk

mengendalikannya. Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak

terhindarkan adalah

Page 25: 2007-1-00251-TI Bab 2

36

- Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas

- Melakukan penyesuaian

- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong

yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya

- Mengasah alat potong

- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang

2.5 Perhitungan Waktu Baku

Setelah dilakukan pengukuran data yang digunakan untuk memperoleh waktu

baku, maka langkah selanjutnya adalah menghitung waktu baku dari data yang

terkumpul tersebut. Waktu baku diperoleh dari perhitungan berikut :

1. Perhitungan Waktu Siklus

Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satuan-satuan produk sejak bahan baku

mulai diproses ditempat kerja yang bersangkutan

Nx

Ws i∑=

2. Perhitungan Waktu Normal

Waktu normal adalah waktu penyelesaian suatu produk yang dilakukan oleh

seorang operator dengan mempertimbangkan faktor kecepatan kerja operator

tersebut, apakah bekerja terlalu cepat, normal atau lambat

Wn = Ws * P

Dimana : P = faktor penyesuaian

Page 26: 2007-1-00251-TI Bab 2

37

3. Perhitungan Waktu Baku

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja

normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja

terbaik.Waktu baku diperoleh dari perhitungan waktu normal dengan tingkat

kelonggaran/allowance yang diberikan.

( )allowanceWWWatauallowance

WW nnbnb *%100

%100* +=−

=

2.6 Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimas datang

yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang

dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang maupun jasa. Peramalan

tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi pasar yang stabil, karena perubahan

permintaan relative kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibituhkan bila kondisi

permintaan pasar bersifat komplek dan dinamis.

2.6.1 Peramalan dan horizon waktu

Dalam hubungannya dengan horizon waktu peramalan, maka kita bisa

mengklasifikasikan peramalan tersebut kedalam 3 kelompok, yaitu :

1. Peramalan jangka panjang, umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini

digunakan untuk perencanaan sumber daya.

Page 27: 2007-1-00251-TI Bab 2

38

2. Peramalan jangka menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini

lebih mengkhusus dibandingkan peramlan jangka panjang, biasanya

digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan

anggaran

3. Peramalan jangka pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramlan ini

digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur,

penjadwalan kerja, dan lain-lain keputusan kontrol jangka pendek.

2.6.2 Peramalan permintaan

Pada bidang Perencanaan dan Pengendalian Produksi, bidang peramalan yang

difokuskan adalah peramalan permintaan.peramlan permintaan ini akan menjadi

masukan yang sangat penting dalam keputusan perencanaan dan pengendalian

perusahaan. Karena bagian operasional produksi bertanggung jawab terhadap

pembuatan produk yang dibutuhkan konsumen, maka keputusan-keputusan

operasional produksi sangat dipengaruhi hasil dari permintaan. Peramalan

permintaan ini digunakan untuk peramalan dari produk yang bersifat bebas seperti

peramalan produk jadi.

2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi peramalan

Permintaan akan suatu produk pada suatu perusahaan merupakan resultan dari

berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam pasar. Faktor-faktor ini

Page 28: 2007-1-00251-TI Bab 2

39

hampir selalu merupakan yang berada diluar kendali perusahaan. Berbagai faktor

tersebut antara lain :

- Siklus Bisnis. Penjualan akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut,

dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang

membentuk siklus bisnis dengan fasefase inflasi, resesi, depresi dan masa

pemulihan.

- Siklus Hidup Produk. Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti suatu pola

yang biasa disebut kurva S. Kurva S menggambarkan besarnya permintaan

terhadap waktu , dimana siklus hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase

pengenalan, fase pertumbuhan, fase kemantangan, dan fase penurunan. Untuk

menjaga kelangsungan hidup usaha, maka perlu dilakukan inovasi produk pada

saat yang tepat

- Faktor-Faktor Lain. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan

adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-

usaha yang dilakukan sendiri oleh perusahaan seperti peningkatan kualitas,

pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijakan pembayaran secara kredit.

2.6.4 Beberapa sifat hasil peramalan

Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada

beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :

Page 29: 2007-1-00251-TI Bab 2

40

1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa

mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat

menghilangkan ketidakpastian tersebut.

2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran

kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka

adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar

kesalahan yang mungkin terjadi.

3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka

panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, faktor-

faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan

semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinana

terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.

2.6.5 Ukuran akurasi hasil peramalan

Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan

tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang

sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan :

1. rata-rata deviasi mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD)

MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa

memperhatikan hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan

kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut :

Page 30: 2007-1-00251-TI Bab 2

41

∑ −=

nFA

MAD tt

dimana :

At = permintaan aktual pada periode-t

Ft = peramalan permintaan (forecast) pada periode-t

n = jumlah periode peramalan yang terlibat

2. rata-rata kuadrat kesalahan (Mean Square Error = MSE)

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan

pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan.

Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :

( )∑ −=

nFA

MSE tt2

3. rata-rata kesalahan peramalan (Mean Forecast Error =MFE )

MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama

periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak

biasa, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan

menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan

membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE

dinyatakan sebagai berikut :

( )∑ −=

nFA

MSE tt

Page 31: 2007-1-00251-TI Bab 2

42

4. rata-rata persentase kesalahan absolut (Mean Absolute Percentage Error =

MAPE)

MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti

dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil

peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan

memberikan informasi persentase terlalu tingi atau terlalu rendah. Secara

matematis MAPE dinyatakan sebagai berikut :

∑ −⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

t

tt A

FA

nMAPE 100

2.6.6 Metode-metode dalam Peramalan

Secara umum, peramalan diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Peramalan yang bersifat subyektif

Peramalan subyektif lebih menekankan pada keputusan-keputusan hasil

diskusi, pendapat probadi seseorang, dan intuisi yang meskipun kelihatannya

kurang ilmiah tetapi dapat memberikan hasil yang baik. Peramalan subyektif

diwakili oleh metode Delphi dan metode penelitian pasar.

a. Metode Delphi

Metode ini merupakan cara sistematis untuk mendapatkan keputusan-

keputusan bersama dari suatu grup yang berbeda. Grup ini diminta

pendapatnya secara terpisah dan tidak boleh saling berunding. Metode

delphi ini dipakai dalam peramalan teknologi yang sudah

Page 32: 2007-1-00251-TI Bab 2

43

digunakan pada pengoperasian jangka panjang. Selain itu, metode ini juga

bermanfaat dalam pengembangan produk baru, pengembangan kapasitas

produksi, penerobosan ke segmen pasar baru dan strategi keputusan bisnis

lainnya.

b. Metode penelitian penelitian pasar

Metode ini mengumpulkan dan menganalisa fakta secara sistematis

pada bidang yang berhubungan dengan pemasaran. Salah satu teknik

utama ini adalah survei konsumen. Penelitian pasar sering digunakan

untuk merencanakan produk baru, sistem periklanan dab promosi yang

tepat. Hasil dari penelitian pasar ini kadang-kadang juga dipakai sebagai

dasar peramalan permintaan produk baru.

2. Peramalan yang bersifat obyektif

Merupakan prosedur baru peramalan yang mengikuti aturan-aturan matematis

dan statistik dalam menunjukkan hubungan antara permintaan dengan satu

atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Peramalan obyektif terudur atas

dua metode yaitu :

a. Metode intrinsik

Metode ini membuat peramalan hanya berdasarkan pada proyeksi

permintaan historis tanpa mempertimbangakan faktor-faktor eksternal

yang mungkin mempengaruhi besarnya permintaan. Metode hanya cocok

untuk peramalan jangka pendek pada kegiatan produksi, dimana

Page 33: 2007-1-00251-TI Bab 2

44

dalam rangka pengendalian produksi dan pengendalian bahan baku

seringkali perusahaan melibatkan banyak item yang berbeda. Metode

intrinsik akan diwakili oleh analisis deret waktu.

b. Metode ekstrensik

Metode ini mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin

dapat mempengaruhi besarnya permintaan dimasa yang akan datang dalam

model peramalannya. Metode ini cocok untuk peramalan jangka panjang

karena dapat menunjukkan hubungan sebab akibat yang jelas dalam hasil

peramalannya sehingga disebut metode kausal dan dapat memprediksi

titik-titik perubahan. Metode ekstrinsik banyak dipakai untuk peramalan

pada tingkat agregat. Metode ini akan diwakili oleh metode regresi.

2.6.7 Analisa Deret Waktu (Time Series)

Analisis deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri

dari komponen-komponen :

1. Trend (T)

Trend merupakan sifat dari permintaan dimasa lalu terhadap waktu

terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun, atau konstan.

Page 34: 2007-1-00251-TI Bab 2

45

Gambar 2.1 gambar grafik pola Trend

2. Cycle (C)

Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara

periodik, biasany lebih dari satu tahun sehingga pola ini tidak perlu

dimasukkan dalam peramalan jangka pendek.

Gambar 2.2 gambar grafik pola cycle

3. Season (S)

Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun disekitar garis trend

dan biasanya berulang setiap tahun. Oleh karena itu maka disebut sebagai pola

musiman.

Gambar 2.3 gambar grafik pola season

Page 35: 2007-1-00251-TI Bab 2

46

4. Random (R)

Permintaan suatu produk dapat mengikuti suatu pola bervariasi secara acak

karena faktor faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing,

promosi khusus, dan kejadian kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola

tertentu.

Gambar 2.4 gambar grafik pola random

2.6.7.1 Rata-rata Bergerak (Moving Average = MA)

Moving average dapat diperoleh dengan cara merata-ratakan permintaan

berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dari penggunaan

teknik MA ini adalah untuk mengurangi variasi acak permintaan dalam

hubungannya dengan waktu. Tujuan ini dicapai dengan merata-ratakan beberapa

nilai data secara bersama-sama. Secara matematis, maka Ma akan dinyatakan

dalam persamaan sebagai berikut :

( )

NAAA

MA Nttt 11 ... −− +++=

dimana :

At = permintaan aktual pada periode-t

N = jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan MA

Page 36: 2007-1-00251-TI Bab 2

47

Pemilihan tentang berapa nilai N yang tepat adalah hal yang penting dalam

periode ini. Semakin besar nilai N, maka semakin halus perubahan nilai MA dari

periode ke periode. Kebalikannya, semakin kecil nilai N, maka hasil peramalan

akan lebih agresif dalam mengantisipasi perubahan data terbaru yang

diperhitungkan. Bila permintaan berubah secara signifikasi dari waktu ke waktu,

maka ramalan harus cukup agresif dalam mengantisipasi perubahan tersebut,

sehingga nilai N yang kecil akan lebih cocok dipakai. Kbalikannya, bila

permintaan cenderung stabil selama jangka waktu yang panjang, maka sebaiknya

dipakai nilai N yang besar.

Jika perhitungan MA menggunakan program WinQSB, maka langkah-langkah

yang digunakan adalah :

1. Buka program winqsb dan pilih forecasting and Linear Regression

2. Setelah itu pilih “New problem”

3. Kemudian pada ‘problem type” pilih “time series forecasting”. Lalu beri

judul yang diinginkan pada “problem title”, dan masukkan jenis waktu

yang digunakan pada “time unit”, dan berapa banyak data yang dimiliki

pada “number of time units (periods)”. Setelah selesai klik ok.

4. Setelah itu, masukkan data pada “historical data”.

5. Setelah selesai masukkan data, langkah selanjutnya adalah klik “solve and

analyse”,

Page 37: 2007-1-00251-TI Bab 2

48

6. Selanjutnya akan keluar kotak pilihan “forecasting setup”. Kemudian

pilih metode moving Average (MA) pada “forecasting method”.

Selanjutnya masukkan berapa periode yang akan diramalkan pada

“number of periods to forecast” dan pada “number of periods in average”

masukkan berapa bulanan yang ingin dipakai untuk peramalan. Kemudian

klik ok.

7. Peramalan selesai.

Kelemahan dari Moving Average adalah :

1. Peramalan selalu berdasarkan pada N data terakhir dan tanpa

mempertimbangkan data-data sebelumnya.

2. Setiap data dianggap memiliki bobot yang sama padahal lebih masuk akal bila

data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang lebih tinggi karena data

tersebut mempresentasikan kondisi terakhir yang terjadi.

3. Diperlukan biaya yang besar dalam penyimpanan dan pemrosesan datanya,

karena bila N cukup besar, maka akan membutuhkan memori yang cukup

besar dan proses komputasinya menjadi lama.

2.6.7.2 Rata-rata bergerak dengan bobot (Weighted Moving Average = WMA)

Secara matematis WMA dapat dinyatakan sebagai berikut :

AWWMA t .∑=

dimana : Wt = Bobot permintaan aktual pada periode-t

At = permintaan aktual pada periode-t

Page 38: 2007-1-00251-TI Bab 2

49

Dengan keterbatasan bahwa : ∑ = 1tW

2.6.7.3 Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing = ES)

Kelemahan teknik MA dalam kebutuhan akan data-data masa lalu yang cukup

banyak dapat diatasi dengan teknik ES. Model matematis ES dapat dikembangkan

dari persamaan berikut :

NAAFF Ntt

tt−

−−

+= 1

Dimana bila data permintaan actual yang lama At-N tidak tersedia, maka dapat

digantikan dengan pendekatan yang berupa nilai ramalan sebelumnya (Ft-1),

sehingga dapat ditulis menjadi :

11111

−− ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=

−+= ttt

tttt F

NA

NFatau

NFA

FF

2.6.7.4 Pemulusan Eksponensial dengan unsure stasioner, trend, dan musiman

(metode winter)

Teknik MA dan ES sederhana hanya tepat bila datanya stasioner. Bila data

permintaan besifat musiman dan mempunyai trend, maka dapat diselesaikan

dengan salah satu teknik ES yang biasa disebut metode winter (WM). Metode

winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan yaitu satu persamaan untuk

unsur penyesuaian stasioner, satu persamaan untuk unsur penyesuaian trend, dan

satu persamaan untuk unsur penyesuaian musiman. Salah satu masalah

Page 39: 2007-1-00251-TI Bab 2

50

dalam penggunaan metode winter ini adalah penentuan nilai-nilai α, β, dan γ yang

akan meminimumkan MSE dan MAPE. Pendekatan untuk penentuan nilai-nilai

parameter tersebut biasanya dilakukan dengan trial error. Bila data yang

ditangani sangat banyak, maka bisa digunakan algoritma optimasi non-linear,

dimana cara ini jarang digunakan karena memakan biaya dan waktu.

2.6.8 Metode Peramalan Kausal

Metode peramalan kausal mengembangkan suatu model sebab-akibat antara

permintaan yang diramalkan dengan variabel-variabel lain yang dianggap

berpengaruh. Salah satu metode kausal yang paling dikenal adalah regresi

sederhana.

Dalam metode regresi, suatu model perlu dispesifikasikan sebelum dilakukan

pengumpulan data dan anlisisnya. Secara matematis, model ini dinyatakan

sebagai berikut :

bxay +=ˆ

dimana :

y = perkiraan permintaan

x = variabel bebas yang mempengaruhi y

a = nilai tetap y bila x = 0 (merupakan perpotongan dengan sumbu y)

b = derajat kemiringan persamaan garis regresi

Page 40: 2007-1-00251-TI Bab 2

51

2.7 Kapasitas Produksi

Kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi

dalam waktu tertentu, dan biasanya dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per

satuan waktu. Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimum output

yang dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu. Kapasitas produksi ditentukan

oleh kapasitas sumber daya yang dimiliki seperti : kapasitas mesin, kapasitas tenaga

kerja, kapasitas bahan baku dan kapasitas modal. Untuk menghitung kapasitas

produksi digunakan rumus :

ggujajambakuwaktu

produksikapasitas min/ker*3600⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡=

setelah diketahui kapasitas produksi yang bisa diperoleh, maka dapat diketahui

unit yang dapat dihasilkan tenaga kerja dengan rumus :

bakuwaktuharijajamjatenagajumlahdihasilkanyangunit 3600*/ker*ker

=

2.7.1 Perencanaan Produksi Jangka Pendek

Perencanaan kapasitas jangka pendek digunakan untuk menangani secara

ekonomis hal-hal yang sifatnya mendadak dimasa yang akan datang, misalnya

untuk memenuhi permintaan yang bersifat mendadak atau seketika dalam jangka

waktu pendek. Kebanyakan perusahaan tidak beroperasi penuh selama 24 jam per

hari dan tidak beroperasi penuh tujuh hari per mingu. Jika perusahaan beroperasi

selama delapan jam per hari (satu shift) dan lima hari

Page 41: 2007-1-00251-TI Bab 2

52

per minggu, maka kapasitas normal jam kerja perusahaan adalah 40 jam per

minggu. Namun demikian 40 jam per minggu bukanlah kapasitas maksimum

yang dimiliki. Dalam banyak kasus perusahaan dimungkinkan untuk bekerja

melebihi kapasitas normal, sehingga kapasitas output maksimumnya lebih dari 40

jam kerja.

Menghadapi kondisi seperti ini, untuk menambah atau menurunkan kapasitas

mungkin perusahaan melakukan penambahan atau pengurangan jam kerja,

melakukan subkontrak dengan perusahaan lain apabila terjadi perubahan

permintaan. Untuk meningkatkan kualitas jangka pendek terdapat lima cara yang

dapat digunakan perusahaan (Krajewzki dan Ritzman, 1989)

1. meningkatkan jumlah sumber daya, yaitu :

a. penggunaan jam lembur

b. penembahan regu kerja

c. memberikan kesempatan kerja secara part time

d. sub-kontrak

e. kontrak kerja

2. memperbaiki penggunaan sumber daya, yaitu :

a. mengatur regu kerja

b. menetapkan skedul

3. Memodifikasi produk, yaitu:

a. Menentukan standar produk

b. Melakukan perubahan jasa operasi

Page 42: 2007-1-00251-TI Bab 2

53

c. Melakukan pengawasan kualitas

4. memperbaiki permintaan, yaitu:

a. melakukan perubahan harga

b. melakukan perubahan promosi

5. tidak memenuhi permintaan, yaitu:

tidak mensuplai semua permintaan

2.7.2 Perencanaan Produksi Jangka Panjang

Perencanaan kapasitas jangka panjang merupakan strategi operasi dalam

menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi dan sudah dapat diperkirakan

sebelumnya. Misalnya, rencana untuk menurunkan biaya produksi per-unit, dalam

jangka pendek sangat sulit untuk dicapai karena unit produk yang dihasilkan

masih berskala kecil, tetapi dalam jangka panjang rencana tersebut masih dapat

dicapai dengan meningkatkan kapasitas produksi.

Penentuan jumlah produksi yang dapat menghasilkan biaya minimum perlu

diperhatikan berbagai faktor seperti : pola permintaan jangka panjang, siklus

kehidupan produk yang dihasilkan

Dalam kaitannya dengan kapasitas jangka panjang, terdapat dua strategi yang

dapat ditempuh perusahaan, yaitu :

1. Strategi melihat dan menunggu yaitu :

Strategi seperti ini dikatakan pula sebagai strategi hati-hati, karena kapasitas

produksi akan dinaikkan apabila yakin permintaan konsumen

Page 43: 2007-1-00251-TI Bab 2

54

sudah naik. Strategi seperti ini dipilih dengan pertimbangan bahwa setiap

terjadi kelebihan kapasitas produksi perusahaan menanggung resiko karena

investasi yang dilakukan hanya ditanggung dalam jumlah unit yang sedikit,

akibatnya biaya produksi menjadi tinggi.

2. Strategi ekspansionis yaitu :

Kapasitas selalu melebihi atau diatas permintaan. Dengan strategi ini

perusahaan berharap tidak terjadi kekurangan produk dipasaran yang

memyebabkan adanya peluang masuknya produsen lain. Selain itu,

perusahaan berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik dengan cara

menjamin tersedianya produk dipasaran.

2.7.3 Macam-macam pola produksi

Untuk mengantisipasi rencana penjualan yang akan datang, terdapat tiga

alternatif pola produksi yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu :

a. Pola produksi konstan, yaitu jumlah produksi yang dihasilkan selalu sama

dalam setiap satuan waktu. Setiap terjadi produksi dibawah permintaan, maka

kekurangan tersebut ditutup dari persediaan diatas permintaan atau dengan

melakukan subkontrak. Demikian pula sebaliknya setiap terjadi kelebihan

produksi diatas permintaan, perusahaan harus menanggung biaya simpan dan

persediaan tersebut akan dikeluarkan kembali pada saat permintaan naik.

Page 44: 2007-1-00251-TI Bab 2

55

Gambar 2.5 pola produksi konstan

b. Pola produksi bergelombang, yaitu jumlah produksi setiap satuan waktu

mengikuti fluktuasi permintaan. Apabila permintaan berada di atas kapasitas

produksi normal, perusahaan dapat memenuhi kekurangan dengan cara kerja

lembur atau dengan sub-kontrak. Dengan demikian perusahaan tidak mungkin

mengalami kelebihan produksi sehingga biaya simpan dapat dihindari. Tetapi

perusahaan mengalami fluktuasi yang tinggi dalam pemenuhan bahan baku

dan penggunaaan tenaga kerja, perputaran tenaga kerja dalam perusahaan

sangat tinggi yang membutuhkan biaya tidak sedikit.

Gambar 2.6 pola produksi bergelombang

Page 45: 2007-1-00251-TI Bab 2

56

c. Pola produksi moderat, yaitu jumlah produksi dalam beberapa periode tertentu

konstan dan dalam periode tertentu mengalami kenaikan untuk kemudian

konstan kembali. Penggunaan pola produksi ini untuk menutupi kelemahan

yang ditimbulakn dalam pola produksi konstan dan bergelombang. Oleh

karena itu pola produksi moderat juga sering dikatakan sebagai gabungan pola

produksi konstan dan bergelombang.

Gambar 2.7 pola produksi moderat

Penilaian terhadap ketiga pola produksi didasarkan pada analisis biaya yang

terkait dengan pemilihan pola produksi dengan memperhatikan pola penjualan

dan kapasitas produksi. Pola produksi yang memiliki total biaya minimum adalah

yang terbaik untuk dipilih.

2.7.4 Faktor-faktor yang mempertimbangkan

Untuk menentukan pola produksi yang terbaik, perlu dilakukan analisis dengan

memperhatikan beberapa factor sebagai berikut:

Page 46: 2007-1-00251-TI Bab 2

57

1. Pola penjualan

2. Kapasitas produksi normal dan kapasitas produksi maksimum

3. Pola biaya

a. Biaya simpan yaitu biaya yang harus dikeluarkan apabila terjadi

kelebihan produksi diatas permintaan

b. Biaya lembur yaitu biaya yang harus dikeluarkan apabila perusahaan

melakukan kerja lembur untuk memenuhi permintaan.

c. Biaya subkontrak yaitu biaya yang harus dikeluarkan perusahaan

apabila permintaan diatas kapasitas produksi yang tersedia atau untuk

menutupi kekurangan

d. Biaya perputaran tenaga kerja yaitu biaya yang harus dikeluarkan

perusahaan untuk merekrut tenaga kerja karena produksi mengalami

kenaikan.

2.8 Upah

Beberapa teori mengenai upah sebagai berikut :

1. Teori menurut hukum alam

Upah adalah imbalan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bagaimana

memelihara tenaga buruh yang telah disepakati

2. Teori upah menurut hukum besi

Upah adalah imbalan yang diberikan sebatas keharusan hidup buruh

Page 47: 2007-1-00251-TI Bab 2

58

3. Teori upah menurut Dana

Upah adalah imbalan yang diberikan tergantung besarnya dana yang tersedia

untuk buruh an jumlah buruh

4. Teori upah menurut etika

Upah adalah imbalan yang layak bagi buruh

5. Teori upah menurut sosial

Upah adalah imbalan yang diberikan sesuai dengan produktivitas kerja

6. Menurut UU kecelakaan tahun1947 no. 33, pasal 7 ayat a dan b:

- Upah adalah tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh

sebagai ganti pekerjaan

- Perumahan, makanan, bahan makanan, dan pakaian dengan percuma, yang

nilainya ditaksir menurut harga umum di tempat itu.

7. Menurut Edwin B. Flippo

Upah adalah harga untuk jasa yang telah diberikan seseorang kepada orang lain.

8. Menurut Hadi Poernomo

Upah adalah jumlah keseluruhan yang dibayarkan sebagai pengganti jasa yang

telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat tertentu

9. Prof. Dr. FJHM Van Der VAN, mengartikan upah sebagai objective kerja

ekonomis.

10. Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional, upah didefinisikan sebagai

berikut : ”upah adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari

Page 48: 2007-1-00251-TI Bab 2

59

pemberian kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang

telah dan atau akan dilakukan, berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan layak

bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang

yang ditetapkan menurut suatu persetujuan undang-undang dan peraturan-

peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja.”

Dalam pemakaian yang umum istilah wages sering dipergunakan untuk

menunjukkan pembayaran-pembayaran terhadap pekerja-pekerja jasa, baik

pembayaran-pembayaran terhadap pekerja kasar maupun kepada pegawai-pegawai

kantor, baik pembayaran itu didasarkan atas lamanya jam kerja maupun atas hasil

kerja atau ukuran-ukuran lainnya.

Kompensasi tidak sama dengan upah meskipun upah merupakan bagian

komponen yang paling besar. Kompensasi selain terdiri dari upah, dapat juga

berupa tunjangan innatura, fasilitas perusahaan, fasilitas kendaraan, dan masih

banyak yang lain yang dapat dinilai dengan uang serta cenderung diterimakan

secara tetap.

Pada prinsipnya, baik upah maupun gaji ialah imbalan jasa yang diberikan

kepada seorang pegawai atas jerih payah yang telah disumbangkan kepada

perusahaan tempat pegawai yang bersangkutan menyumbangkan tenaga atau

jasanya.

Disamping istilah gaji dan upah, kita juga sering mendengar istilah penghasilan.

Istilah ini lebih luas daripada gaji dan upah. Upah atau gaji dapat

Page 49: 2007-1-00251-TI Bab 2

60

diperhitungkan sebagai upah uang dan upah nyata. Upah uang ialah jumlah upah

yang dihitung menurut harga nominal mata uang yang diterima oleh pegawai. Upah

nyata ialah jumlah upah yang dihitung dengan menggunakan upah itu untuk

memperoleh barang-barang kebutuhan yang diperlukan pegawai yang

bersangkutan.

Penghasilan dapat terdiri dari beberapa komponen, antara lain :

a. gaji atau upah pokok

b. tunjangan-tujangan, misalnya : tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan

jabatan, tunjangan perumahan (emolumen), tunjangan kemahalan, tunjangan

perusahaan (premi produksi/incentive)

c. uang lembur

d. dalam bentuk natura (beras, minyak gareng, dan gula pasir)

e. pakaian dinas

f. perumahan dinas

g. kendaraan dinas

Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa yang dikatakan bahwa

yang dimaksud dengan penghasilan adalah jumlah penerimaan yang diterima dan

yang dapat dinikmati oleh seorang pegawai baik dalam bentuk uang maupun barang

yang dapat dinilai dengan uang.

Upah merupakan salah satu pokok didalam menghitung ongkos produksi dan

sekaligus merupakan komponen harga pokok yang sangat menentukan tinggi

rendahnya harga produk. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat upah :

Page 50: 2007-1-00251-TI Bab 2

61

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja

Untuk tenaga kerja yang membutuhkan skill tinggi dan jumlah tenaga kerjanya

langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan-jabatan yang

mempunyai penawaran yang melimpah, upah cenderung menurun.

2. Organisasi buruh

Adanya serikat buruh yang kuat akan menaikkan tingkay upah.

3. Kemampuan untuk membayar

Tingginya upah cenerung menaikkan biaya produksi dan akhinya mengurangi

keuntungan.

4. Produktivitas

Prestasi dalam hal ini dinyatakan dengan produktivitas. Yang menjadi masalah

adalah belum adanya kesepakatan-kesepakatan dalam menghitung produktivitas

sebagai dasar pemberian upah perangsang.

5. Biaya hidup

Di kota-kota besar, biaya hidup cenderung tinggi sehingga upah juga cenderung

tinggi.

6. Pemerintah

Peraturan tentang upah minimum merupakan batas bawah dari tingkat upah

yang harus dibayarkan.