5
Morfotektonik pembentukan Kars Maros, Sulawesi Selatan Oleh: Salahuddin Husein 1 , Srijono 1 , dan Herning Dyah K.W. 2 1 ) Lab. Geologi-Dinamik, Jurusan Teknik Geologi FT UGM 2 ) Lab. Stratigrafi-Paleontologi, Jurusan Teknik Geologi FT UGM Intisari Kars Maros di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan tipe kars menara di Indonesia. Batugamping pembentuknya adalah anggota Formasi Tonasa yang mengalami tektonik, dan penerobosan oleh batuan beku. Dalam pandangan geologi, jenis batugamping dan tektonik merupakan dua factor yang berpengaruh terhadap pembentukan kars. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi kekhasan batugamping dan tektonik sebagai kendali pembentuk Kars Maros. Metode penelitian yang diterapkan adalah penjelajahan morfologi mengikuti rute jalan-kabupaten Maros – Bone dan Maros-Pangkajene, dan jalan di lingkungan kawasan Kars Maros. Parameter batugamping diidentifikasi secara makroskopik di lapangan, dan dilengkapi dengan pengolahan secara petrografi. Tektonik sebagai parameter yang lain, diperoleh dari data sekunder, dilengkapi dengan identifikasi struktur geologi di lapangan. Kars Maros dicirikan oleh bentukan morfologi kars menara, dan di sebelahnya terhampar dataran fluvial-pantai Maros – Pangkajene. Lereng bukit kars, layaknya menara yang membentuk sudut lereng hampir vertikal, dengan datum permukaan dataran teramati tinggi bukit sampai mencapai 200 m. Keunikan kars menara ini adalah bentukan menara yang selalu terekspresikan pada menara terisoler meskipun hanya berukuran 5x5 m 2 . Batugamping pembentuk kars tersusun oleh wackestone, dengan ciri komponen fragmen 40-65% terdiri dari fosil foraminifera, fragmen koral maupun fragmen tidak teridentifikasi, matrik 35-60%, tidak dijumpai semen, telah mengalami replacement 30-50% dan abrasi, butiran maksimum berukuran kerikil, porositas yang teramati dari sayatan tipis 2-3%. Batugamping ini terintrusi oleh batuan beku basalt, granodiorit, dan trakhit. Struktur geologi sebagai jejak tektonik, teridentifikasi kekar dengan kemiringan hampir vertical (>80 0 ), sebagian zonenya belum tertutup akibat pelarutan batugamping. Pola-pola struktur geologi berarah relative barat baratdaya – timur timurlaut, dan baratdaya – timurlaut. Tektonik yang bertanggung jawab atas pembentukan Kars Maros diduga terjadi semenjak akhir Miosen Awal. Kata kunci: tipe batugamping, tektonik, karst Maros 1. Pendahuluan Dalam perjalananan ilmiahnya pada tahun 1856- 1857, naturalis Alfred Russel Wallace terpesona dengan keindahan alam Maros, yang dituliskannya sebagai ‘sebaran lembah yang dalam dan menjorok jauh ke dalam serta gawir tebing terjal, yang tidak pernah aku jumpai di kepulauan (Nusantara) lainnya’ (WALLACE, 1869). Yang dijumpai oleh Wallace tersebut diatas adalah topografi karst yang unik di Propinsi Sulawesi Selatan, terbentang di wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep, dimana secara geologi dimasukkan ke dalam Mandala Sulawesi Selatan Bagian Barat. Hadir dalam bentuk sebagai tipe karst menara (tower karst), sebaran bukit-bukit sisa pelarutan mendominasi dataran aluvial dan pesisir pantai seluas 300 km 2 . Topografi karst Maros terbentuk pada Formasi Tonasa yang berumur Eosen Awal hingga Miosen Tengah (SUKAMTO, 1982). Meskipun Formasi Tonasa yang tersusun oleh batugamping terumbu dan batugamping klastika tersebar di berbagai tempat di Sulawesi Selatan bagian barat; yaitu daerah Barru – Ralla di bagian utara, daerah Biru – Malawa di bagian timur, daerah Jeneponto – Allu di bagian selatan, dan daerah Maros – Pangkajene di bagian tengah; namun hanya di bagian tengah saja topografi karst menara berkembang dengan baik. Telah banyak diketahui bahwa pembentukan topografi karst sangat dipengaruhi oleh sebaran struktur geologi dan perkembangan tektonik yang dialami oleh daerah tersebut. MOSELEY (1973) pernah melakukan kajian terhadap pembentukan kekar dan sesar berorientasi baratlaut, utara dan timurlaut yang berkembang pada batugamping Formasi Alston dan Askrigg di baratlaut Inggris, dan menemukan hubungannya terhadap gaya kompresi relatif utara-selatan yang bekerja sin-genetik ketika batugamping kedua formasi tersebut terendapkan pada Zaman Karbon Akhir. Untuk daerah kajian, WILSON (1995) pernah mengumpulkan sebaran patahan pada peta geologi regional yang dibuat oleh SUKAMTO (1982) dan SUKAMTO & SUPRIATNA (1982) dan menjumpai 3 set struktur yang mempengaruhi penyebaran batugamping Formasi Tonasa, yaitu yang berarah baratlaut – tenggara, utara-baratlaut – selatan-tenggara, dan timurlaut – baratdaya. Meski demikian, Wilson tidak mengulas lebih jauh hubungan ketiga struktur tersebut secara genetis dalam skala regional dan mengkaitkannya dengan pembentukan topografi karst. Melanjutkan pekerjaan Wilson, makalah ini bermaksud untuk mengupas secara singkat kendali struktur geologi dan perkembangan tektonik terhadap pembentukan topografi karst menara di daerah Maros – Pangkajene. Pendekatan yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional skala 1:250.000 dengan interval kontur ketinggian topografi 100 m (SUKAMTO, 1982; SUKAMTO & SUPRIATNA, 1982). Pengecekan lapangan dengan metode tinjau (reconnaissance) untuk melakukan pengukuran struktur geologi dilakukan pada awal bulan Agustus 2008, dengan 3 lintasan transversal masing-masing sejauh 10 km berarah relatif timur-barat, yaitu

2008 - Husein Etal - Morfotektonik Kars Maros

Embed Size (px)

DESCRIPTION

karst

Citation preview

Page 1: 2008 - Husein Etal - Morfotektonik Kars Maros

Morfotektonik pembentukan Kars Maros, Sulawesi Selatan

Oleh: Salahuddin Husein1, Srijono1, dan Herning Dyah K.W.2 1) Lab. Geologi-Dinamik, Jurusan Teknik Geologi FT UGM

2) Lab. Stratigrafi-Paleontologi, Jurusan Teknik Geologi FT UGM Intisari

Kars Maros di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan tipe kars menara di Indonesia. Batugamping pembentuknya adalah anggota Formasi Tonasa yang mengalami tektonik, dan penerobosan oleh batuan beku. Dalam pandangan geologi, jenis batugamping dan tektonik merupakan dua factor yang berpengaruh terhadap pembentukan kars. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi kekhasan batugamping dan tektonik sebagai kendali pembentuk Kars Maros. Metode penelitian yang diterapkan adalah penjelajahan morfologi mengikuti rute jalan-kabupaten Maros – Bone dan Maros-Pangkajene, dan jalan di lingkungan kawasan Kars Maros. Parameter batugamping diidentifikasi secara makroskopik di lapangan, dan dilengkapi dengan pengolahan secara petrografi. Tektonik sebagai parameter yang lain, diperoleh dari data sekunder, dilengkapi dengan identifikasi struktur geologi di lapangan. Kars Maros dicirikan oleh bentukan morfologi kars menara, dan di sebelahnya terhampar dataran fluvial-pantai Maros – Pangkajene. Lereng bukit kars, layaknya menara yang membentuk sudut lereng hampir vertikal, dengan datum permukaan dataran teramati tinggi bukit sampai mencapai 200 m. Keunikan kars menara ini adalah bentukan menara yang selalu terekspresikan pada menara terisoler meskipun hanya berukuran 5x5 m2. Batugamping pembentuk kars tersusun oleh wackestone, dengan ciri komponen fragmen 40-65% terdiri dari fosil foraminifera, fragmen koral maupun fragmen tidak teridentifikasi, matrik 35-60%, tidak dijumpai semen, telah mengalami replacement 30-50% dan abrasi, butiran maksimum berukuran kerikil, porositas yang teramati dari sayatan tipis 2-3%. Batugamping ini terintrusi oleh batuan beku basalt, granodiorit, dan trakhit. Struktur geologi sebagai jejak tektonik, teridentifikasi kekar dengan kemiringan hampir vertical (>800), sebagian zonenya belum tertutup akibat pelarutan batugamping. Pola-pola struktur geologi berarah relative barat baratdaya – timur timurlaut, dan baratdaya – timurlaut. Tektonik yang bertanggung jawab atas pembentukan Kars Maros diduga terjadi semenjak akhir Miosen Awal. Kata kunci: tipe batugamping, tektonik, karst Maros 1. Pendahuluan

Dalam perjalananan ilmiahnya pada tahun 1856-1857, naturalis Alfred Russel Wallace terpesona dengan keindahan alam Maros, yang dituliskannya sebagai ‘sebaran lembah yang dalam dan menjorok jauh ke dalam serta gawir tebing terjal, yang tidak pernah aku jumpai di kepulauan (Nusantara) lainnya’ (WALLACE, 1869).

Yang dijumpai oleh Wallace tersebut diatas adalah topografi karst yang unik di Propinsi Sulawesi Selatan, terbentang di wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep, dimana secara geologi dimasukkan ke dalam Mandala Sulawesi Selatan Bagian Barat. Hadir dalam bentuk sebagai tipe karst menara (tower karst), sebaran bukit-bukit sisa pelarutan mendominasi dataran aluvial dan pesisir pantai seluas 300 km2. Topografi karst Maros terbentuk pada Formasi Tonasa yang berumur Eosen Awal hingga Miosen Tengah (SUKAMTO, 1982). Meskipun Formasi Tonasa yang tersusun oleh batugamping terumbu dan batugamping klastika tersebar di berbagai tempat di Sulawesi Selatan bagian barat; yaitu daerah Barru – Ralla di bagian utara, daerah Biru – Malawa di bagian timur, daerah Jeneponto – Allu di bagian selatan, dan daerah Maros – Pangkajene di bagian tengah; namun hanya di bagian tengah saja topografi karst menara berkembang dengan baik.

Telah banyak diketahui bahwa pembentukan topografi karst sangat dipengaruhi oleh sebaran struktur geologi dan perkembangan tektonik yang dialami oleh daerah tersebut. MOSELEY (1973)

pernah melakukan kajian terhadap pembentukan kekar dan sesar berorientasi baratlaut, utara dan timurlaut yang berkembang pada batugamping Formasi Alston dan Askrigg di baratlaut Inggris, dan menemukan hubungannya terhadap gaya kompresi relatif utara-selatan yang bekerja sin-genetik ketika batugamping kedua formasi tersebut terendapkan pada Zaman Karbon Akhir. Untuk daerah kajian, WILSON (1995) pernah mengumpulkan sebaran patahan pada peta geologi regional yang dibuat oleh SUKAMTO (1982) dan SUKAMTO & SUPRIATNA (1982) dan menjumpai 3 set struktur yang mempengaruhi penyebaran batugamping Formasi Tonasa, yaitu yang berarah baratlaut – tenggara, utara-baratlaut – selatan-tenggara, dan timurlaut – baratdaya. Meski demikian, Wilson tidak mengulas lebih jauh hubungan ketiga struktur tersebut secara genetis dalam skala regional dan mengkaitkannya dengan pembentukan topografi karst. Melanjutkan pekerjaan Wilson, makalah ini bermaksud untuk mengupas secara singkat kendali struktur geologi dan perkembangan tektonik terhadap pembentukan topografi karst menara di daerah Maros – Pangkajene. Pendekatan yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional skala 1:250.000 dengan interval kontur ketinggian topografi 100 m (SUKAMTO, 1982; SUKAMTO & SUPRIATNA, 1982). Pengecekan lapangan dengan metode tinjau (reconnaissance) untuk melakukan pengukuran struktur geologi dilakukan pada awal bulan Agustus 2008, dengan 3 lintasan transversal masing-masing sejauh 10 km berarah relatif timur-barat, yaitu

Page 2: 2008 - Husein Etal - Morfotektonik Kars Maros

lintasan selatan melalui Bantimurung, lintasan tengah melalui Tonasa I, dan lintasan utara melalui Tonasa II. 2. Tataan Geologi Sulawesi Selatan Bagian Barat

Pulau Sulawesi terletak pada daerah yang kompleks secara tektonik, dimana tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Pasifik-Phillippina yang bergerak ke arah barat-baratlaut, Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara-timurlaut, dan Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah tenggara, telah berinteraksi semenjak Masa Mesozoikum. Sulawesi Selatan bagian barat terpisahkan secara struktural dari lengan barat Sulawesi oleh Depresi Walanae yang memanjang berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara. SUKAMTO (1975) dan VAN LEEUWEN (1981) menginterpretasikan Depresi Walanae sebagai zona sesar geser sinistral.

Batuan tertua di Sulawesi Selatan tersingkap sebagai 2 blok batuan alas di daerah Barru dan Tonasa II berupa bongkah-bongkah batuan malihan, ultrabasa dan sedimen (HAMILTON, 1979; SUKAMTO, 1982). Batuan sedimen klastika laut dalam berumur Kapur yang menyusun Formasi Balangbaru dan Formasi Marada menumpang secara tidak selaras diatas kompleks batuan alas (VAN LEEUWEN, 1981; SUKAMTO, 1982). Aktifitas volkanisme Paleosen-Eosen yang membentuk Formasi Langi bersama-sama dengan batuan sedimen klastika laut dangkal yang membentuk Formasi Malawa menumpang secara tidak selaras diatas Formasi Balangbaru (SUKAMTO, 1982). Bagian atas Formasi Malawa menjemari dengan batugamping laut dangkal yang berumur Eosen Awal – Miosen Tengah dari Formasi Tonasa (WILSON & BOSENCE, 1996). Pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir produksi karbonat Formasi Tonasa dihentikan oleh pasokan sedimen gunungapi Formasi Camba yang dihasilkan oleh busur gunungapi berarah relatif utara-baratlaut – selatan-tenggara (SUKAMTO, 1982; YUWONO et al., 1985). Setelah Formasi Camba, tidak terjadi pengendapan yang berarti di daerah ini. Endapan undak di utara Pangkajene berkembang selama Pliosen dan endapan aluvium berkembang secara luas selama Holosen di dataran pesisir Maros – Pangkajene (SUKAMTO, 1982). 3. Tataan Geologi Maros

Batugamping Formasi Tonasa yang diendapkan di daerah tengah, antara Maros dan Pangkajene, memiliki ketebalan setidaknya 600 m (WILSON, 1995). Batugamping tersebut diendapkan pada lingkungan laut dangkal berupa paparan yang stabil dengan dimensi lebar setidaknya 80 km (WILSON & BOSENCE, 1996). Pengendapan batugamping tersebut setidaknya membutuhkan kecepatan

penurunan paparan sebesar 3 cm / 1000 tahun (WILSON, 1995).

Lereng bukit kars, layaknya menara yang membentuk sudut lereng hampir vertikal, dengan datum permukaan dataran teramati tinggi bukit sampai mencapai 200 m. Keunikan kars menara ini adalah bentukan menara yang selalu terekspresikan pada menara terisoler meskipun hanya berukuran 5x5 m2. Kedudukan perlapisan batugamping relatif horisontal, meski di beberapa tempat memiliki kemiringan landai ke arah barat. Dari peta geologi regional (SUKAMTO, 1982; SUKAMTO & SUPRIATNA, 1982) tampak 2 set patahan yang berarah baratlaut-tenggara, dan antara utara-baratlaut – selatan-tenggara dan utara-timurlaut – selatan-baratdaya.

Pengamatan mikroskopis pada sayatan tipis batuan oleh penulis menunjukkan batugamping pembentuk kars tersusun oleh wackestone, dengan ciri komponen fragmen 40-65% terdiri dari fosil foraminifera, fragmen koral maupun fragmen tidak teridentifikasi, matrik 35-60%, tidak dijumpai semen, telah mengalami replacement 30-50% dan abrasi, butiran maksimum berukuran kerikil, porositas yang teramati dari sayatan tipis 2-3%.

Kontak antara bagian bawah Formasi Tonasa dengan Formasi Malawa hanya tersingkap pada bagian timur di daerah Tonasa I (WILSON, 1995). Di bagian atas, kontak Formasi Tonasa dengan Formasi Camba didahului dengan proses erosional yang menyebabkan kenampakan peneplain pada bagian atas topografi karst (WILSON, 1995). Di peta geologi regional (SUKAMTO, 1982), sebagian kontak Formasi Tonasa dengan Formasi Camba berupa berupa patahan. Meski demikian, di beberapa tempat seperti di Senggareng dan Patunuang Asue, hubungan antara Formasi Tonasa dan Formasi Camba adalah selaras menjemari dengan kehadiran batuan beku intrusi (WILSON, 1995).

Batuan beku dengan komposisi basaltik dan dioritik juga hadir di beberapa tempat mengintrusi batugamping Formasi Tonasa. Penarikhan dengan metode K/Ar pada intrusi basal di Tonasa I menunjukkan umur 17,7 juta tahun atau akhir Miosen Awal dan 9.03 juta tahun atau Miosen Akhir pada intrusi granodiorit di timur Camba (OBRADOVICH, 1974, dalam SUKAMTO, 1982).

WILSON (1995) mengamati ketidakselarasan lokal yang bersifat intra-formasi dengan adanya beberapa bukti pendangkalan atau pengangkatan berupa subaerial exposure seperti pengisian kalsit yang telah terlitifikasi, oksidasi pada pembentukan tanah purba (paleosoil), dan perkembangan alga zona pasang-surut (peritidal) serta lubang-lubang gas (gas escapes). 4. Peran Tektonik dalam Pembentukan Topografi Karst Maros

Page 3: 2008 - Husein Etal - Morfotektonik Kars Maros

Bentukan menara pada bukit-bukit sisa yang berkembang di Maros mengindikasikan adanya proses pengangkatan daratan yang melebihi kecepatan proses pelarutan (TRUDGILL, 1987). Lebih lanjut, proses pengangkatan tersebut akan mengaktifkan kembali retakan-retakan yang telah terbentuk dan menyediakan fasilitas bagi proses pelarutan. Dengan demikian, diasumsikan bahwa proses pengangkatan akan tercermin pada pola retakan dan patahan secara sistematis, dimana gerak-gerak tektoniknya selaras dengan kerangka perkembangan tektonik regional.

Interpretasi ulang terhadap sebaran perbukitan menara karst menghasilkan 2 set utama yang berarah baratlaut-tenggara dan barat-baratlaut – timur-tenggara (Gambar 1). Arah-arah tersebut ternyata juga sesuai dengan arah pelamparan batuan-batuan beku yang menerobos batugamping Formasi Tonasa. Analisa elipsoida strain terhadap pola retakan tersebut mengindikasikan keduanya terbentuk akibat adanya sistem patahan geser besar (wrench) sinistral yang berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara, dimana set retakan pertama bersifat sintetik dan set retakan kedua bersifat antitetik (Gambar 1). Pengukuran lapangan yang dilakukan penulis juga menjumpai kehadiran kedua set retakan tersebut berkembang dengan baik pada batugamping Formasi Tonasa.

Secara regional, sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara merupakan pola tektonik regional, yang di Sulawesi Selatan dihadirkan secara jelas oleh Depresi Walanae (SUKAMTO 1975; VAN LEEUWEN, 1981). Ke arah barat, pola-pola tektonik yang sama juga hadir meski tanpa bukti fisiografi yang sejelas Depresi Walanae. Kelurusan gunungapi Tersier Akhir – Kuarter yang ditunjukkan oleh G. Neponepo, G. Ladange, G. Lajallu, G. Matanrae, G. Cangkacangkareng, G. Maraja, dan G. Lompobatang juga memiliki kelurusan yang sama dan kemungkinan besar dibentuk oleh sistem sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara. Pada bagian paling barat, sistem sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara tersebut tampaknya yang bertanggungjawab mengangkat blok batuan alas Bantimala, perbukitan karst Maros – Pangkajene, dan deretan pegunungan volkanik Tersier Monionglowe – Sairu. Dengan demikian dapat diinterpretasikan lebih lanjut bila sistem sesar geser yang bekerja di Sulawesi Selatan hadir dengan sifat regangan (transtensional) seperti dalam pembentukan Depresi Walanae di bagian timur dan dengan sifat tekanan (tranpressional) seperti dalam pembentukan lajur pegunungan di bagian barat, dimana kedua sistem tersebut bekerja bersama-sama.

Waktu bekerjanya tektonik sistem sesar geser tersebut diduga dimulai pada akhir Miosen Awal. Umur tersebut diambil dari sebelum dimulainya pengendapan Formasi Walanae didalam Depresi Walanae (SUKAMTO, 1982). Pendugaan umur tersebut juga selaras dengan umur berbagai batuan beku terobosan yang mengintrusi batugamping

Formasi Tonasa, yaitu pada akhir Miosen Awal (OBRADOVICH, 1974, dalam SUKAMTO, 1982), dimana proses magmatisme tersebut melalui retakan-retakan yang baru atau sedang terbentuk. Pengukuran lapangan yang dilakukan penulis pada berbagai batuan terobosan menunjukkan pola-pola struktur yang sesuai dengan pola tektonik regional, terutama arah-arah baratlaut-tenggara dan barat-baratlaut – timur-tenggara.

Secara regional, peristiwa tektonik akhir Miosen Awal terkait dengan masuknya benua Australia ke arah utara yang mengaktifkan Sesar Tukang Besi dan masuknya Lempeng Pasifik ke arah barat yang mengaktifkan Busur Sulu (HALL, 1996). Proses tersebut masih berlanjut hingga Pliosen, yang di daerah kajian ditandai dengan kehadiran endapan undak (SUKAMTO, 1982). Proses pengangkatan yang cukup cepat juga ditandai oleh jarangnya kehadiran sistem gua pada batugamping Formasi Tonasa (pengamatan personal). Gua-gua horisontal yang dibentuk aliran sungai bawahtanah (subterranean streams) yang berkembang di daerah karst menandakan adanya proses pelarutan lateral yang dominan (STRAUS, 1990), dengan kata lain proses pelarutan lateral mampu mengimbangi atau lebih besar dibandingkan proses pelarutan vertikal. Bila dibandingkan dengan kawasan karst Gunung Sewu di Yogyakarta yang memiliki beberapa aras gua (SIMANJUNTAK, 2002) dan menandakan proses pengangkatan yang relatif lambat, jarangnya perkembangan gua di Maros dapat mengindikasikan pengangkatan yang cepat. Pengamatan lapangan oleh penulis menunjukkan sistem gua hanya bekerja di kaki dari bukit-bukit karst menara dengan kelurusan-kelurusan lubang yang terkontrol oleh pola struktur regional. 5. Kesimpulan Topografi karst menara Maros terbentuk akibat

proses tektonik pengangkatan yang melebihi kecepatan proses pelarutan, sehingga proses pelarutan secara dominan menjadi bersifat vertikal.

Sebaran perbukitan menara karst dikontrol oleh 2 set struktur utama yang berarah baratlaut-tenggara dan barat-baratlaut – timur-tenggara yang dibentuk oleh sistem patahan geser sinistral transpressional yang berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara.

Waktu bekerjanya tektonik sistem sesar geser tersebut diduga dimulai pada akhir Miosen Awal, yang juga mengakomodasi proses magmatisme Miosen yang mengintrusi batugamping Formasi Tonasa.

Page 4: 2008 - Husein Etal - Morfotektonik Kars Maros

Referensi HALL, R. (1996) Reconstructing Cenozoic SE Asia. In: R.

Hall and D. Blundell (eds.) Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society Special Publication, 106, 153-184.

HAMILTON, W (1979) Tectonics of the Indonesian Region. United States Geological Survey Professional Paper, 1078.

MOSELEY, F. (1973) Orientations and Origins of Joints, Faults and Folds in the Carboniferous Limestones of NW England. Transactions of the Cave Research Group of Great Britain, 15, 99-106.

SIMANJUNTAK, T, (2002) Gunung Sewu in Prehistoric Times, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

STRAUS, L.G. (1990) Underground Archaeology: perspectives on caves and rockshelter. In: M.B. Schiffer (ed). Archaeological Method and Theory, The University of Arizona Press, Tucson, 255 – 304.

SUKAMTO, R. (1975) The Structure of Sulawesi in the Light of Plate Tectonics. Proceedings of the Regional Conference on the Geology and Mineral Resources of SE Asia, Jakarta, 1-25.

SUKAMTO, R. (1982) Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

SUKAMTO, R. dan S. SUPRIATNA (1982) Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai,

Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

TRUDGILL, S. (1987) Limestone Geomorphology. Longman, London, 196 p.

VAN LEEUWEN, T.M. (1981) The Geology of Southwest Sulawesi with Special Reference to the Biru Area. In: A.J. Barber and S. Wiryosujono (eds.) The Geology and Tectonics of Eastern Indonesia. Geological Research and Development Centre, Bandung, Special Publication, 2, 277-304.

WALLACE, A.R. (1869) The Malay Archipelago. Macmillan & Company, London.

WILSON, M.A.J. (1995) The Tonasa Limestone Formation, Sulawesi, Indonesia: Development of a Tertiary Carbonate Platform. Unpublished Ph.D. Thesis in Southeast Asia Research Group, Department of Geology, Royal Holloway, University of London, 310 p + 250 p appendices.

WILSON, M.A.J. and D.W.J. BOSENCE (1996) The Tertiary Evolution of South Sulawesi: a Record in Redeposited Carbonates of the Tonasa Limestone Formation. In: R. Hall and D. Blundell (eds.) Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society Special Publication, 106, 365-389.

YUWONO, Y.S., H. BELLON, P. SOERIA-ATMADJA, and R.C. MAURY (1985) Neogene and Pleistocene Volcanism in South Sulawesi. Proceedings Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 14, 169-179.

Page 5: 2008 - Husein Etal - Morfotektonik Kars Maros

Gambar 1. Interpretasi pola struktur kawasan karst Maros – Pangkajene dengan interpretasi elipsoida strain sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara. Batugamping Formasi Tonasa berwarna hijau. Simbol struktrur pada elipsoida strain adalah r (reversed), n (normal), s (sintetik), d (antitetik). Peta geologi dari SUKAMTO, 1982 dan SUKAMTO & SUPRIATNA, 1982.