72
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013 1 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Asesmen Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk tahun 2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun 2013. Penetapan angka final PDRB tersebut menyebabkan perubahan angka pertumbuhan PDRB 2012 yang cukup besar yaitu dari angka sementara sebesar 8,21% (yoy) menjadi 6,82% (yoy). Perubahan angka pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Demikian juga terdapat perubahan angka sementara PDRB triwulan I-2013 sampai dengan triwulan III-2013 menyebabkan perubahan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2013 dari 7,96% (yoy) menjadi 7,91% (yoy), perubahan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2013 dari 5,17% (yoy) menjadi 5,99% (yoy), dan perubahan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2013 dari 3,48% (yoy) menjadi 5,72% (yoy). Perekonomian Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 maupun secara kumulatif tahun 2013 mengalami perlambatan. Pada triwulan IV-2013, ekonomi Kepulauan Riau tercatat tumbuh sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,72% (yoy), juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV- 2012 sebesar 8,06% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2013 tercatat sebesar 6,13%, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,82% (yoy). Tabel Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Sisi Permintaan (yoy) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Konsumsi Rumah Tangga 4.30% 5.38% 7.85% 10.90% 7.14% 9.59% 7.37% 5.97% 4.85% 6.88% Konsumsi Lembaga Swasta 5.27% 5.66% 5.38% 6.53% 5.72% 5.72% 5.74% 3.01% 3.29% 4.16% Konsumsi Pemerintah 6.54% 6.70% 7.19% 7.23% 6.92% 8.65% 5.96% 4.98% 4.60% 5.99% Pembentukan Modal Tetap Bruto 13.05% 11.74% 10.73% 11.21% 11.65% 12.38% 11.43% 11.64% 9.99% 11.33% Ekspor Barang dan Jasa 6.80% 6.06% 3.37% 0.98% 4.26% 4.24% -0.32% -0.41% 3.58% 1.76% Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan 11.06% 11.44% 5.96% 2.47% 7.63% 2.02% -2.43% -1.99% 1.21% -0.32% Net Ekspor -1.87% -4.89% -2.24% -2.35% -2.85% 9.36% 4.69% 3.29% 9.12% 6.61% PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13% Sumber: BPS Kepulauan Riau * angka sementara KOMPONEN PENGGUNAAN 2012 2012 2013 2013*

2012 2013 KOMPONEN PENGGUNAAN 2012 2013* Tw.I Tw.II … · Pada triwulan IV-2013, bank umum di Provinsi Kepulauan Riau mencatatkan kinerja yang baik tercermin dari pertumbuhan tahunan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

1

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013

Asesmen Ekonomi

Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk tahun

2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun 2013. Penetapan angka final PDRB tersebut

menyebabkan perubahan angka pertumbuhan PDRB 2012 yang cukup besar yaitu dari angka

sementara sebesar 8,21% (yoy) menjadi 6,82% (yoy). Perubahan angka pertumbuhan terjadi

pada seluruh sektor ekonomi. Demikian juga terdapat perubahan angka sementara PDRB

triwulan I-2013 sampai dengan triwulan III-2013 menyebabkan perubahan pertumbuhan

ekonomi triwulan I-2013 dari 7,96% (yoy) menjadi 7,91% (yoy), perubahan pertumbuhan

ekonomi triwulan II-2013 dari 5,17% (yoy) menjadi 5,99% (yoy), dan perubahan

pertumbuhan ekonomi triwulan III-2013 dari 3,48% (yoy) menjadi 5,72% (yoy).

Perekonomian Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 maupun secara kumulatif tahun

2013 mengalami perlambatan. Pada triwulan IV-2013, ekonomi Kepulauan Riau tercatat

tumbuh sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya sebesar 5,72% (yoy), juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-

2012 sebesar 8,06% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2013 tercatat

sebesar 6,13%, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat

sebesar 6,82% (yoy).

Tabel

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Sisi Permintaan (yoy)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

Konsumsi Rumah Tangga 4.30% 5.38% 7.85% 10.90% 7.14% 9.59% 7.37% 5.97% 4.85% 6.88%Konsumsi Lembaga Swasta 5.27% 5.66% 5.38% 6.53% 5.72% 5.72% 5.74% 3.01% 3.29% 4.16%

Konsumsi Pemerintah 6.54% 6.70% 7.19% 7.23% 6.92% 8.65% 5.96% 4.98% 4.60% 5.99%Pembentukan Modal Tetap Bruto 13.05% 11.74% 10.73% 11.21% 11.65% 12.38% 11.43% 11.64% 9.99% 11.33%

Ekspor Barang dan Jasa 6.80% 6.06% 3.37% 0.98% 4.26% 4.24% -0.32% -0.41% 3.58% 1.76%Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan 11.06% 11.44% 5.96% 2.47% 7.63% 2.02% -2.43% -1.99% 1.21% -0.32%Net Ekspor -1.87% -4.89% -2.24% -2.35% -2.85% 9.36% 4.69% 3.29% 9.12% 6.61%

PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%

Sumber: BPS Kepulauan Riau

* angka sementara

KOMPONEN PENGGUNAAN2012

20122013

2013*

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

2

Tabel

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Sisi Penawaran (yoy)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*Pertanian 2.45% 1.36% 1.75% 1.88% 1.86% 2.55% 1.63% 1.30% 1.92% 1.85%Pertambangan & Penggalian 3.58% 5.35% 6.14% 6.48% 5.40% 6.52% 4.11% 2.16% 1.39% 3.50%Industri Pengolahan 5.93% 3.50% 6.06% 7.23% 5.68% 7.13% 5.62% 5.48% 4.54% 5.67%

Listrik, Gas & Air Bersih 9.60% 5.76% 4.21% 3.42% 5.68% 4.35% 4.53% 4.64% 4.32% 4.46%Bangunan 9.15% 10.67% 9.14% 11.46% 10.12% 10.91% 8.57% 12.60% 13.57% 11.45%Perdagangan, Hotel & Restoran 7.52% 9.58% 10.63% 11.14% 9.75% 10.56% 7.90% 6.98% 6.28% 7.87%Pengangkutan & Komunikasi 8.08% 7.30% 6.48% 6.28% 7.02% 6.59% 5.42% 4.43% 3.54% 4.97%Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5.19% 8.32% 7.36% 8.10% 7.26% 8.65% 4.98% 4.57% 3.53% 5.38%Jasa-Jasa 6.43% 7.47% 6.10% 6.85% 6.71% 6.57% 4.16% 3.70% 2.52% 4.21%

PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%Sumber: BPS Kepulauan Riau* angka sementara

20122012

SEKTOR EKONOMI2013

2013*

Dari sisi permintaan, perlambatan perekonomian pada triwulan IV-2013 terutama

disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga, yang tumbuh melambat menjadi

sebesar 4,85% (yoy) dari sebesar 5,97% (yoy) pada triwulan III-2013, juga melambat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, yang tercatat sebesar 10,90% (yoy).

Secara kumulatif tahun 2013, perlambatan ekonomi dari sisi permintaan terutama

disebabkan oleh inflasi yang meningkat signifikan, berdampak pada penurunan daya beli

masyarakat.

Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama

disebabkan oleh perlambatan pada dua sektor utama perekonomian Kepulauan Riau yaitu

sektor industri pengolahan yang tumbuh melambat menjadi sebesar 4,54% (yoy) serta sektor

perdagangan, hotel dan restoran yang juga tumbuh melambat menjadi sebesar 6,28% (yoy),

atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2013, masing-masing sebesar 5,48%

(yoy) dan 6,98% (yoy). Kedua sektor utama tersebut juga tumbuh melambat bila

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2012, yang masing-masing tercatat 7,23%

(yoy) dan 11,14% (yoy). Perlambatan investasi diprakirakan menjadi penyebab perlambatan

pertumbuhan sektor industri pengolahan, sementara penurunan konsumsi masyarakat

berdampak pada perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Asesmen Inflasi

Pada tahun 2013, tekanan inflasi di Provinsi Kepri melonjak tiga kali lipat dibanding

inflasi tahun 2012 dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sampai

dengan akhir Desember 2013, inflasi di Provinsi Kepri tercatat sebesar 8,24% (yoy) jauh lebih

tinggi dibanding inflasi tahun 2012 yang tercatat sebesar 2,38% (yoy). Lonjakan inflasi akibat

kenaikan BBM mulai terjadi pada bulan Juni 2013 dengan tingkat inflasi 0,72% (mtm) dan

mencapai puncaknya pada bulan Juli 2013 dengan tingkat inflasi sebesar 2,45% (mtm).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

3

Selain mendorong lonjakan inflasi pada kelompok administered price, kenaikan harga

BBM juga memicu kenaikan harga kelompok bahan makanan (volatile food). Tingkat inflasi

kelompok volatile food merupakan yang tertinggi dibanding kelompok lainnya. Laju inflasi

kelompok volatile food tercatat sebesar 15,04% (yoy), kelompok administered price 13,88%

(yoy), dan kelompok inti sebesar 3,95% (yoy). Selain kenaikan harga BBM, laju inflasi

kelompok bahan makanan yang tinggi juga didorong oleh pembatasan impor produk

hortikultura dan penurunan pasokan karena penurunan produksi di Jawa dan Sumatera

Utara.

Kenaikan inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Kota Batam

yang mencapai 7,81% (yoy). Sementara itu, inflasi yang lebih tinggi di Kota Tanjungpinang

sebesar 10,09% (yoy) memberikan tekanan ke atas sehingga realisasi inflasi Kepri mencapai

8,24% (yoy). Bobot Kota Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai daerah sampel inflasi

Provinsi Kepri masing-masing adalah 82% dan 18%.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2010 2011 2012 2013

Nasional Kepulauan Riau Batam Tanjung Pinang

Inflasi, % yoy

Sumber: BPS, diolah

(2,0)

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2010 2011 2012 2013

Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Triwulanan (qtq)

%

Sumber: BPS, diolah

Grafik Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional

Grafik Perkembangan Inflasi Kepri

Meskipun sampai dengan akhir tahun tingkat inflasi tahunan Provinsi Kepri berada

pada tingkat tertinggi, namun secara triwulanan inflasi Kepri telah berangsur-angsur turun.

Inflasi triwulanan Kepri tercatat sebesar 1,34% (qtq), mereda dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 4,20% (qtq).

Asesmen Perbankan dan Sistem Pembayaran

Di tengah perlambatan perekonomian Kepulauan Riau yang masih berlanjut pada

triwulan IV-2013, kinerja perbankan Kepulauan Riau masih pada trend tumbuh menguat

dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja

perbankan antara lain ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor, peningkatan realisasi

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

4

anggaran belanja pemerintah daerah serta peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat

menyambut Natal dan Tahun Baru.

Pada triwulan IV-2013, bank umum di Provinsi Kepulauan Riau mencatatkan kinerja

yang baik tercermin dari pertumbuhan tahunan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang

lebih baik dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya. Total aset tercatat

sebesar Rp44,06 triliun atau meningkat 28,03% (yoy), demikian juga DPK sebesar Rp38,39

triliun meningkat 33,29% (yoy) serta kredit yang tercatat sebesar Rp28,24 triliun meningkat

22,18% (yoy).

Tabel Indikator Utama Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau

2011

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Total Aset 28.685 30.251 31.794 33.799 34.415 35.661 37.857 41.632 44.062

Total Dana 24.069 25.551 26.721 28.003 28.804 30.406 32.289 35.589 38.392

Total Kredit 18.216 19.211 20.977 22.304 23.109 23.233 24.662 26.504 28.235

NPL 2,36% 2,04% 2,74% 2,42% 1,77% 2,04% 1,56% 1,61% 1,39%

LDR 75,68% 75,19% 78,50% 79,65% 80,23% 76,41% 76,38% 74,47% 73,54%

Sumber: Bank Indonesia

2013

dalam Rp miliar

2012

Berbeda dengan bank umum yang mengalami peningkatan kinerja pada triwulan IV-

2013, kinerja BPR menurun pada triwulan laporan. Kondisi tersebut tercermin dari aset, DPK

maupun kredit yang tumbuh melambat. Total aset sebesar Rp3,97 triliun atau tumbuh

melambat 12,95% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar

14,30% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 21,05% (yoy). Demikian juga DPK sebesar

Rp3,05 triliun, tumbuh 9,98% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 12,20% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 18,49% (yoy). Kredit

sebesar Rp2,97 triliun juga tumbuh melambat sebesar 13,21% (yoy), lebih rendah dibanding

pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012 yang masing-masing sebesar

14,19% (yoy) dan 33,76% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

5

Tabel Indikator Utama BPR di Provinsi Kepulauan Riau

2011

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Total Aset 2.903 3.054 3.267 3.419 3.514 3.480 3.557 3.908 3.969

Total Dana 2.339 2.488 2.629 2.737 2.775 2.785 2.809 3.071 3.052

Total Kredit 1.959 2.106 2.326 2.499 2.620 2.655 2.786 2.854 2.966

NPL 5,21% 2,26% 2,71% 2,56% 2,72% 3,52% 3,24% 3,07% 2,46%

LDR 83,8% 84,6% 88,5% 91,3% 94,4% 95,3% 99,2% 92,94% 97,17%

Sumber: Bank Indonesia

dalam Rp miliar

2012 2013

Sementara kinerja perbankan Syariah juga tumbuh melambat bila dibanding triwulan

sebelumnya, tercermin dari perlambatan pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan. Aset

tercatat sebesar Rp2,72 triliun atau tumbuh 18,01% (yoy), melambat cukup dalam bila

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 24,34% (yoy), namun masih lebih

tinggi bila dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 17,01% (yoy). Adapun DPK

sebesar Rp1,99 triliun, tumbuh 29,41% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 30,25% (yoy), namun masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan

triwulan IV-2012 sebesar 20,28% (yoy). Sementara itu, total nilai pembiayaan syariah sebesar

Rp2,32 triliun, tumbuh melambat 20,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

triwulan sebelumnya dan juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012,

masing-masing sebesar 27,52% (yoy) dan 34,44% (yoy).

Tabel Indikator Perbankan Syariah di Provinsi Kepulauan Riau

2011

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Total Aset 1.968 1.987 2.276 2.25 2.303 2.410 2.586 2.798 2.718

Total Dana 1.276 1.298 1.587 1.559 1.535 1.753 1.884 2.031 2.321

Total Kredit 1.436 1.538 1.667 1.766 1.931 2.001 2.133 2.252 1.986

NPF 5,82% 1,55% 2,35% 2,43% 3,07% 3,12% 2,37% 2,95% 2,08%

FDR 112,56% 118,49% 105,10% 113,25% 125,81% 114,15% 113,21% 110,87% 132,07%

Sumber: Bank Indonesia

2013

dalam Rp miliar

2012

Seiring dengan penguatan kinerja perbankan, transaksi tunai maupun non tunai juga

meningkat di triwulan laporan tercermin dari peningkatan inflow dan outflow, serta

peningkatan transaksi kliring maupun RTGS (Real Time Gross Settlement System)

Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau dapat terlihat dari

pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan,

inflow mengalami penurunan, yaitu sebesar Rp381 miliar atau menurun 5,22% (yoy).

Sebaliknya, outflow mencapai Rp3,56 triliun atau meningkat signifikan sebesar 52,22% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

6

Kondisi tersebut menyebabkan Kepulauan Riau kembali mengalami net outflow pada

triwulan IV-2013 sebesar Rp3.181 miliar.

Adapun secara total tahun 2013, total inflow sebesar Rp2,3 triliun, atau tumbuh

61,46% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 90,67% (yoy),

sementara outflow sebesar Rp9,36 triliun, menguat signifikan sebesar 60,78% (yoy), lebih

tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 23,24% (yoy). Total net outflow tahun

2013 sebesar Rp7,05 triliun, juga menguat signifikan sebesar 60,56% (yoy), lebih tinggi

dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 10,55% (yoy).

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net

Sumber: Bank Indonesia

(50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Pertumbuhan inflow Pertumbuhan outflow%, yoy

Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau

Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau

Jumlah warkat transaksi non tunai secara kliring menurun dibanding triwulan III-

2013, namun sebaliknya nominal kliring meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Jumlah

warkat kliring sebanyak 138.144 lembar, menurun 0,93% dibanding triwulan sebelumnya

dengan jumlah warkat kliring sebanyak 139.436 lembar. Sementara itu nominal kliring pada

triwulan laporan sebesar Rp4,83 triliun meningkat 0,32% dibanding triwulan sebelumnya

yang sebesar Rp4,81 triliun. Secara tahunan, jumlah warkat maupun nominal transaksi

meningkat masing-masing sebesar 6,01% (yoy) dan 17,58% (yoy) dibanding triwulan yang

sama tahun lalu.

Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank

Indonesia (Real Time Gross Settlement System) RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada

Triwulan IV-2013 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total

nilai transaksi tercatat sebesar Rp26,86 triliun atau meningkat 22,09% (yoy), lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan III-2013 yang sebesar 26,36% (yoy).

Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, volume transaksi juga meningkat dari 29.142

lembar pada triwulan III-2013 menjadi 30.902 lembar pada triwulan laporan.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

7

Asesmen Perkembangan Keuangan Daerah

Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sampai

dengan akhir triwulan IV-2013 mencapai 89,88% dari anggaran belanja yang telah

ditetapkan. Sementara realisasi pendapatan telah mencapai 97,36% ditopang oleh realisasi

transfer dana dari pemerintah pusat yang tepat waktu kepada pemerintah kota / kabupaten.

Dengan penyerapan belanja yang lebih rendah dibanding realisasi pendapatan

menyebabkan posisi dana Pemda yang tersimpan di perbankan masih cukup besar yaitu

sebesar Rp1,24 triliun. Namun dibanding posisi akhir triwulan III-2013, jumlah simpanan

Pemda di perbankan pada akhir triwulan IV-2013 turun sebesar 56,26%.

Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota

di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)

Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab/Kota (diolah) Keterangan : *) Mencakup Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

8

Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)

Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab / Kota di Kepulauan Riau (diolah) Keterangan : *) Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun

Asesmen Ketenagakerjaan Dan Kesejahteraan Masyarakat

Perkembangan penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha relatif tidak

berubah, masih didominasi oleh sektor perdagangan dan industri. Penduduk yang bekerja

dengan usia 15 tahun ke atas di wilayah Kepri untuk bulan Agustus 2013 mayoritas bekerja

pada lapangan usaha sektor perdagangan sebanyak 239.587 orang dengan porsi mencapai

28% terhadap total penduduk bekerja, diikuti sektor industri sebesar 27% dengan jumlah

penduduk bekerja 229.114 orang dan porsi terkecil bekerja di sektor keuangan sebesar 2%

dengan jumlah 20.415 orang.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

9

Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan,

Februari 2012 - Agustus 2013

Februari Agustus Februari Agustus

1 Pertanian 126.345 98.336 117.122 86.155

15% 12% 13% 10%

2 Industri 122.267 194.223 131.348 229.114

15% 24% 15% 27%

3 Konstruksi 43.039 61.981 63.425 68.499

5% 8% 7% 8%

4 Perdagangan 248.001 226.134 196.135 239.587

30% 27% 22% 28%

5 Angkutan 57.789 59.428 68.103 57.979

7% 7% 8% 7%

6 Keuangan 23.571 28.421 36.740 20.415

3% 3% 4% 2%

7 Jasa 182.003 135.358 226.972 124.604

22% 16% 26% 15%

8 Lainnya 35.919 20.686 48.576 22.307

4% 3% 5% 3%

Penduduk Bekerja 838.934 824.567 888.421 848.660

2012 2013No Lapangan Usaha

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Kemampuan daya beli petani dapat dilihat melalui indikator Nilai Tukar Petani (NTP)

yang menggambarkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi

maupun untuk biaya produksi. Peningkatan NTP menunjukkan membaiknya kemampuan

daya beli petani. Pada triwulan IV-2013 rata-rata NTP tercatat sebesar 102,37 mengalami

peningkatan 0,02 atau naik 0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 102,35 yang

menunjukkan kenaikan daya beli petani.

Grafik

NTP Menurut Subsektor

Grafik

Nilai Tukar Petani (NTP)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Asesmen Prospek Perekonomian Dan Inflasi Regional

Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diprakirakan tumbuh sedikit menguat pada triwulan

I-2014, terutama ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

10

pemerintah antara lain didukung oleh inflasi yang semakin mereda, perayaan hari raya Imlek

serta peningkatan konsumsi dalam rangka pelaksanaan Pemilu 2014. Berdasarkan data

historis dan perkembangan beberapa indikator terkini, pertumbuhan ekonomi Provinsi

Kepulauan Riau triwulan I-2014 diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,4% (yoy).

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

8.0%

9.0%

10.0%

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2010* 2011 2012 2013 2014

PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDRB

(Rp triliun) (%, yoy)

*) Proyeksi Bank Indonesia

Grafik

Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Kepulauan Riau

Sementara itu, meskipun inflasi masih tinggi pada Januari 2014, namun diprakirakan

akan semakin mereda pada Februari dan Maret 2014. Seperti telah disebutkan sebelumnya,

kondisi cuaca yang semakin kondusif pada bulan Februari dan Maret, akan berdampak pada

kelancaran distribusi barang dan jasa dari Jawa maupun Sumatera ke Kepulauan Riau. Panen

raya sejumlah komoditas bahan makanan, diantaranya yaitu cabe merah dan bawang merah

pada awal tahun juga diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi di triwulan I-2014. Di sisi

lain, dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi maupun gas elpiji, juga akan semakin

menurun di Februari dan Maret 2013.

Dengan memperhatikan asumsi-asumsi tersebut, laju inflasi Kepulauan Riau pada

triwulan I-2014 diprakirakan berada pada kisaran 7,10% 7,30% (yoy), mengalami

peningkatan yang signifikan bila dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya

sebesar 3,41% (yoy).

Tabel Proyeksi Inflasi Tahunan Provinsi Kepulauan Riau

2012 2014

Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (Proyeksi)

IHK,% 2,38% 3,41% 4,07% 7,29% 8,24% 7,1% - 7,3%

2013

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

11

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1. KONDISI UMUM

Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk

tahun 2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun 2013. Penetapan angka final PDRB

tersebut menyebabkan perubahan angka pertumbuhan PDRB 2012 yang cukup besar yaitu

dari angka sementara sebesar 8,21% (yoy) menjadi 6,82% (yoy). Perubahan angka

pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Demikian juga terdapat perubahan angka

sementara PDRB triwulan I-2013 sampai dengan triwulan III-2013 menyebabkan perubahan

pertumbuhan ekonomi triwulan I-2013 dari 7,96% (yoy) menjadi 7,91% (yoy), perubahan

pertumbuhan ekonomi triwulan II-2013 dari 5,17% (yoy) menjadi 5,99% (yoy), dan

perubahan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2013 dari 3,48% (yoy) menjadi 5,72% (yoy).

Perekonomian Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 maupun secara kumulatif tahun

2013 mengalami perlambatan. Pada triwulan IV-2013, ekonomi Kepulauan Riau tercatat

tumbuh sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya sebesar 5,72% (yoy), juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-

2012 sebesar 8,06% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2013 tercatat

sebesar 6,13%, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat

sebesar 6,82% (yoy).

Dari sisi permintaan, perlambatan perekonomian pada triwulan IV-2013 terutama

disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga, yang tumbuh melambat menjadi

sebesar 4,85% (yoy) dari sebesar 5,97% (yoy) pada triwulan III-2013, juga melambat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, yang tercatat sebesar 10,90% (yoy).

Secara kumulatif tahun 2013, perlambatan ekonomi dari sisi permintaan terutama

disebabkan oleh inflasi yang meningkat signifikan, berdampak pada penurunan daya beli

masyarakat.

Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama

disebabkan oleh perlambatan pada dua sektor utama perekonomian Kepulauan Riau yaitu

sektor industri pengolahan yang tumbuh melambat menjadi sebesar 4,54% (yoy) serta sektor

perdagangan, hotel dan restoran yang juga tumbuh melambat menjadi sebesar 6,28% (yoy),

atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2013, masing-masing sebesar 5,48%

(yoy) dan 6,98% (yoy). Kedua sektor utama tersebut juga tumbuh melambat bila

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2012, yang masing-masing tercatat 7,23%

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

12

(yoy) dan 11,14% (yoy). Perlambatan investasi diprakirakan menjadi penyebab perlambatan

pertumbuhan sektor industri pengolahan, sementara penurunan konsumsi masyarakat

berdampak pada perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Secara keseluruhan tahun 2013, dari sisi penawaran, sektor yang signifikan melambat

dibanding tahun 2012 yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.

1.2. SISI PERMINTAAN

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

Konsumsi Rumah Tangga 4.30% 5.38% 7.85% 10.90% 7.14% 9.59% 7.37% 5.97% 4.85% 6.88%Konsumsi Lembaga Swasta 5.27% 5.66% 5.38% 6.53% 5.72% 5.72% 5.74% 3.01% 3.29% 4.16%Konsumsi Pemerintah 6.54% 6.70% 7.19% 7.23% 6.92% 8.65% 5.96% 4.98% 4.60% 5.99%

Pembentukan Modal Tetap Bruto 13.05% 11.74% 10.73% 11.21% 11.65% 12.38% 11.43% 11.64% 9.99% 11.33%Ekspor Barang dan Jasa 6.80% 6.06% 3.37% 0.98% 4.26% 4.24% -0.32% -0.41% 3.58% 1.76%Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan 11.06% 11.44% 5.96% 2.47% 7.63% 2.02% -2.43% -1.99% 1.21% -0.32%Net Ekspor -1.87% -4.89% -2.24% -2.35% -2.85% 9.36% 4.69% 3.29% 9.12% 6.61%

PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%Sumber: BPS Kepulauan Riau

* angka sementara

2012RKOMPONEN PENGGUNAANyear on year

20122013R

2013*

Konsumsi RT, 50.5%

Konsumsi Lembaga Swasta

Nirlaba, 0.9%

Konsumsi Pemerintah, 4.4%

Investasi, 16.9%

Net Ekspor, 27.4%

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.1

Kontribusi terhadap PDRB dari Sisi Penawaran

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga masih pada trend perlambatan pertumbuhan di

triwulan IV-2013, demikian juga pertumbuhan kumulatif tahun 2013, lebih rendah

dibanding pertumbuhan tahun 2012. Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan

tercatat tumbuh 4,85% (yoy), jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2013

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

13

sebesar 5,97% (yoy). Secara kumulatif tahun 2013, konsumsi rumah tangga juga melambat

dari 7,14% (yoy) tahun 2012 menjadi 6,88% (yoy) pada tahun 2013.

Sementara itu, inflasi yang masih tetap tinggi pada triwulan IV-2013 diprakirakan

masih menjadi penyebab utama perlambatan konsumsi rumah tangga. Adapun penyumbang

utama inflasi yaitu komoditas bahan makanan dengan angka inflasi pada posisi Desember

2013 sebesar 14,09% (yoy) meningkat dibanding inflasi pada triwulan sebelumnya (posisi

September 2013) sebesar 11,09% (yoy). Lonjakan harga pada komoditas makanan

menyebabkan masyarakat terpaksa mengurangi konsumsi non makanan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi makanan. Bahkan, perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun juga

belum dapat mendongkrak konsumsi rumah tangga Kepulauan Riau.

Kondisi tersebut juga terkonfirmasi dari hasil survei indeks tendensi konsumen (ITK)

oleh BPS Kepulauan Riau, yang menunjukkan adanya penurunan indeks pendapatan rumah

tangga serta penurunan tingkat konsumsi makanan dan non makanan. Indeks pendapatan

rumah tangga menurun dari 112,36 pada triwulan sebelumnya menjadi 109,45 pada

triwulan laporan yang diikuti juga oleh penurunan indeks konsumsi makanan dan non

makanan sebesar115,72 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,87 pada triwulan laporan.

Perlambatan konsumsi juga tercermin dari perlambatan beberapa jenis kredit

konsumsi, diantaranya kredit pemilikan rumah (KPR) serta kredit kendaraan bermotor (KKB).

KPR dan KKB masing-masing tumbuh sebesar 14,08% (yoy) dan 4,69% (yoy), atau lebih

rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar (15,67% (yoy) dan

7,57% (yoy) maupun triwulan IV-2012 yang sebesar 19,64% (yoy) dan 47,29% (yoy).

Pengaturan loan to value oleh Bank Indonesia diyakini menjadi pendorong utama

perlambatan KPR maupun KKB.

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

KPR KKB

Sumber: Bank Indonesia

%, yoy

90.00

95.00

100.00

105.00

110.00

115.00

120.00

125.00

130.00

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV

2011 2012 2013

ITK Pendapatan Rumah Tangga

Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi Tingkat Konsumsi makanan dan non makanan

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 1.2.

Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

Grafik 1.3.

Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

14

1.2.2. Konsumsi Pemerintah

Porsi belanja Pemerintah juga tumbuh melambat pada triwulan laporan,

dengan angka pertumbuhan 4,60% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan

triwulan sebelumnya sebesar 4,98% (yoy). Secara kumulatif pada 2013, belanja

pemerintah tumbuh sebesar 5,99% (yoy), juga lebih rendah dibanding angka pertumbuhan

tahun 2012 sebesar 6,92% (yoy). Adapun kontribusi konsumsi pemerintah terhadap total

PDRB sebesar 4,4%.

Realisasi belanja Pemda Kepulauan Riau tahun 2013 sebesar 90,64% dari total

anggaran belanja atau senilai Rp2,71 triliun, dengan realisasi belanja terendah terutama

untuk belanja tanah. Dalam rangka memberikan rangsangan terhadap pertumbuhan

ekonomi yang lebih tinggi, Pemda perlu mengalokasikan belanja modal khususnya untuk

keperluan infrastruktur dengan porsi yang lebih besar sehingga dapat memberikan manfaat

jangka panjang dan mempercepat realisasi belanja anggaran.

1.2.3. Investasi

Investasi tumbuh melambat, dengan angka pertumbuhan 9,99% (yoy) lebih rendah

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 11,64% (yoy). Secara kumulatif tahun

2013, pertumbuhan investasi tercatat sebesar 11,33% (yoy), juga lebih rendah dibanding

pertumbuhan tahun 2012 sebesar 11,65% (yoy).

Perlambatan investasi Kepulauan Riau terutama disebabkan penurunan yang

signifikan pada penanaman modal asing (PMA). Berdasarkan data dari Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM), pada triwulan IV-2013 nilai PMA Kepulauan Riau sebesar 4,5 juta

USD, atau tumbuh negatif 81,03% (yoy) atau semakin menurun setelah pada triwulan

sebelumnya PMA juga tercatat menurun 40,65% (yoy). Secara kumulatif tahunan, PMA

tahun 2013 senilai 316 juta USD atau tumbuh negatif 41,22% (yoy), jauh lebih rendah

dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 144,43% (yoy). Beberapa faktor penghambat

investasi di Kepulauan Riau diantaranya yaitu kenaikan upah minimum kota (UMK) yang

berubah-ubah setiap tahun dinilai investor memberikan ketidakpastian berusaha, serta

industri elektronik yang sebagian besar menghasilkan produk yang sudah kurang sesuai lagi

dengan permintaan pasar.

Di sisi lain, penanaman modal dalam negeri (PMDN) menguat signifikan, namun nilai

PMDN yang jauh lebih kecil dibanding PMA menyebabkan total nilai investasi Kepulauan Riau

tetap menurun. Nilai PMDN pada triwulan laporan sebesar Rp52,6 miliar atau tumbuh

2.411,74%. Secara kumulatif tahun 2013, pertumbuhan PMDN sebesar 860,76% (yoy), jauh

lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar negatif 96,83% (yoy). Penguatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

15

investasi dalam negeri, antara lain dipengaruhi oleh berbagai pembangunan sarana fisik oleh

Pemerintah Kota Batam maupun Pemerintah Provinsi Kepri sebagai persiapan MTQ Nasional

di Kota Batam pada bulan Juni 2014.

-100

-50

0

50

100

150

200

-100

-

100

200

300

400

500

600

2010 2011 2012 2013 Q1 2013 Q2 2013 Q3 2013 Q4 2013

Jumlah Proyek Nilai Investasi

Pertumbuhan jumlah proyek Pertumbuhan nilai investasi

Sumber: BKPM

(%, yoy)(Juta USD)

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

2010 2011 2012 2013 Q1 2013 Q2 2013 Q3 2013 Q4 2013

Jumlah Proyek Nilai Investasi

Pertumbuhan jumlah proyek Pertumbuhan nilai investasi

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

Grafik 1.4.

Perkembangan Investasi PMA di Provinsi Kepri

Grafik 1.5.

Perkembangan investasi PMDN di Provinsi Kepri

1.2.4. Ekspor

Pada triwulan IV-2013, ekspor meningkat signifikan, dengan angka

pertumbuhan 3,58% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya sebesar negatif 0,41% (yoy). Meskipun demikian, secara kumulatif tahunan,

pertumbuhan ekspor tahun 2013 sebesar 1,76% (yoy), masih lebih rendah dibanding

pertumbuhan tahun 2012 sebesar 4,26% (yoy).

Penguatan pertumbuhan ekspor terutama ditopang oleh ekspor luar negeri, dengan

porsi 97,33% dari total ekspor, tumbuh menguat pada triwulan laporan sebesar 3,58% (yoy),

jauh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 0,54% (yoy).

Pertumbuhan ekspor terutama terjadi pada sektor industri pengolahan subsektor

industri logam dasar besi dan baja. Sejumlah aktivitas pengeboran minyak dan gas di

Australia maupun di Timur Tengah turut berdampak terhadap peningkatan ekspor Kepri.

Ekspor komoditas produk dari besi dan baja serta kapal dan konstruksi terapung lainnya pada

periode triwulan IV-2013 tumbuh masing-masing 50,44% (yoy) dan 174,36% (yoy), lebih

tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 13,90%

(yoy) dan 150,42% (yoy). Pipa besi dan baja terutama diekspor ke Australia, sementara

kapal/konstruksi terapung diekspor ke Irak. Berdasarkan hasil liaison ke sejumlah perusahaan

besi dan baja maupun perusahaan pembuat kapal, diketahui bahwa pipa besi dan baja

maupun kapal/konstruksi terapung tersebut dibuat berdasarkan pesanan sejumlah

perusahaan untuk keperluan pengeboran minyak dan gas di Australia dan Timur Tengah.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

16

Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah juga mendorong sejumlah perusahaan untuk

memaksimalkan ekspor, terutama untuk produk yang menggunakan bahan baku lokal,

diantaranya yang berkontribusi cukup signifikan terhadap total ekspor Kepulauan Riau yaitu

produk turunan CPO. Kondisi tersebut tercermin dari peningkatan ekspor komoditas

lemak/minyak nabati Kepulauan Riau sebesar pada 41,66% (yoy), jauh lebih tinggi

dibanding pertumbuhan periode sebelumnya sebesar negatif 39,33% (yoy).

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013

Net Ekspor Ekspor Impor(yoy)

Sumber: BPS

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013

Ekspor Luar Negeri Ekspor Antar Daerah

Sumber: BPS

(yoy)

Sumber: BPS

Grafik 1.6.

Pertumbuhan Ekspor Impor

Grafik 1.7.

Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah

25.52%

19.05%

11.38%

9.04%

5.45%

5.00%

3.99%

Mesin Elektronik, Perekan Suara, TV, dll

Produk dari Besi dan Baja

Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll

Lemak dan Minyak Nabati dan Hewani

Berbagai Produk Kimia

Perahu, Kapal, dan Struktur TerapungLainnya

Ores, slag and ash

Sumber: Bank Indonesia

-100.00

-50.00

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

2012 2013

Lemak dan Minyak Nabati dan Hewani

Produk dari Besi dan Baja

Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll

Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV, dll

Perahu, Kapal, dan Struktur Terapung Lainnya(%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.8.

Porsi Ekspor Berdasarkan Komoditas

Grafik 1.9.

Perkembangan Ekspor pada Komoditas Utama

1.2.5. Impor

Seiring dengan penguatan ekspor, nilai impor juga turut menguat pada

triwulan laporan karena ketergantungan industri pengolahan terhadap bahan baku

impor yang masih tinggi. Meskipun demikian, pertumbuhan ekspor yang lebih besar

dibanding impor menyebabkan Kepulauan Riau masih mencatatkan pertumbuhan positif net

ekspor pada triwulan laporan. Impor tumbuh 1,21% (yoy), lebih tinggi dibanding

pertumbuhan impor pada triwulan sebelumnya sebesar negatif 1,99% (yoy). Meskipun

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

17

demikian, secara kumulatif tahun 2013, impor tumbuh negatif 0,32% (yoy), atau menurun

sangat dalam bila dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 7,63% (yoy).

Seperti halnya ekspor, impor juga didominasi oleh impor luar negeri sebesar 98,83%

dari total impor, sementara porsi impor antar daerah hanya sebesar 1,17%. Adapun Impor

luar negeri tumbuh 1,25% (yoy) lebih tinggi dibanding pertumbuhan impor triwulan

sebelumnya sebesar negatif 1,96% (yoy). Penguatan impor tersebut terjadi karena kebutuhan

bahan baku yang meningkat sejalan dengan penguatan ekspor, tercermin dari komoditas

utama impor yang tidak jauh berbeda dengan komoditas ekspor, antara lain mesin elektronik,

mesin-mesin, produk dari besi dan baja serta besi dan baja.

Di sisi lain, nilai impor antar daerah, yang antara lain terdiri atas bahan makanan,

sandang, bahan baku konstruksi, dan lain-lain, menurun 2,21% (yoy) dibanding triwulan

sebelumnya. Kondisi tersebut menandakan gangguan pasokan ke Kepulauan Riau karena

faktor cuaca (curah hujan tinggi dan gelombang tinggi) serta faktor keterbatasan armada

pengangkutan, sehingga berdampak pada inflasi yang tetap tinggi pada triwulan laporan.

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013

Impor Luar Negeri Impor Antar Daerah(yoy)

Sumber: BPS

28.43%

20.86%

13.83%

6.92%

5.62%

2.66%

Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV,dll

Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll

Produk dari Besi dan Baja

Besi dan Baja

Plastik dan Produk dari Plastik

Peralatan Optik, Fotografi danInstrumen Medis

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.10.

Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Antar Daerah

Grafik 1.11.

Porsi Impor pada Komoditas Utama

-100.00

-50.00

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

2012 2013

Besi dan Baja

Produk dari Besi dan Baja

Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll

Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV, dll

Plastik dan Produk dari Plastik

Sumber: Bank Indonesia

(%, yoy)

Grafik 1.12.

Pertumbuhan Impor pada Komoditas Utama

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

18

1.3. SISI PENAWARAN

Pada sisi sektoral, seluruh sektor ekonomi masih cenderung melambat.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disumbang oleh perlambatan pada sektor-

sektor kontributor utama PDRB yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar

dan eceran serta sektor konstruksi.

Tabel 1.2.

Pertumbuhan Ekonomi Sektoral

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*Pertanian 2.45% 1.36% 1.75% 1.88% 1.86% 2.55% 1.63% 1.30% 1.92% 1.85%Pertambangan & Penggalian 3.58% 5.35% 6.14% 6.48% 5.40% 6.52% 4.11% 2.16% 1.39% 3.50%Industri Pengolahan 5.93% 3.50% 6.06% 7.23% 5.68% 7.13% 5.62% 5.48% 4.54% 5.67%Listrik, Gas & Air Bersih 9.60% 5.76% 4.21% 3.42% 5.68% 4.35% 4.53% 4.64% 4.32% 4.46%Bangunan 9.15% 10.67% 9.14% 11.46% 10.12% 10.91% 8.57% 12.60% 13.57% 11.45%Perdagangan, Hotel & Restoran 7.52% 9.58% 10.63% 11.14% 9.75% 10.56% 7.90% 6.98% 6.28% 7.87%Pengangkutan & Komunikasi 8.08% 7.30% 6.48% 6.28% 7.02% 6.59% 5.42% 4.43% 3.54% 4.97%Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5.19% 8.32% 7.36% 8.10% 7.26% 8.65% 4.98% 4.57% 3.53% 5.38%Jasa-Jasa 6.43% 7.47% 6.10% 6.85% 6.71% 6.57% 4.16% 3.70% 2.52% 4.21%PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%Sumber: BPS Kepulauan Riau* angka sementara

20132013*

year on yearSEKTOR EKONOMI

20122012

Pertanian, 4.2%

Pertambangan & Penggalian, 7.2%

Industri Pengolahan,

47.5%

Listrik, Gas dan Air Bersih, 0.6%

Bangunan, 8.7%

Perdagangan, Hotel dan

Restoran, 20.3%

Pengangkutan dan Komunikasi,

4.4%

Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan, 4.9%

Jasa-jasa, 2.6%

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.13.

Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap PDRB

1.3.1. Sektor Industri Pengolahan

Di tengah penguatan pertumbuhan ekspor, sektor industri pengolahan

tercatat masih pada trend melambat. Pada triwulan laporan, sektor industri pengolahan

tumbuh 4,54% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar

5,48% (yoy). Meskipun demikian, secara kumulatif tahun 2013 pertumbuhan sektor industri

pengolahan sebesar 5,67% (yoy), relatif stabil dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar

5,68% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

19

Perlambatan sektor industri pengolahan pada triwulan laporan sangat dipengaruhi

oleh perlambatan investasi, terlihat dari penurunan jumlah penanaman modal asing (PMA),

pada triwulan IV-2013 tumbuh negatif 81,03% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan

triwulan sebelumnya sebesar negatif 40,65% (yoy). Beberapa faktor pendorong penurunan

investasi antara lain trend produk elektronik yang mulai berubah mengikuti perkembangan

teknologi sementara sebagian besar industri elektronik di Kepulauan Riau masih

memproduksi produk lama, menyebabkan perusahaan cenderung menahan investasi baru

untuk produk lama tersebut sebagai antisipasi terhadap kemungkinan penurunan

permintaan. Di sisi lain, ketidakpastian kenaikan upah minimum kota (UMK) setiap tahunnya

dinilai cukup berisiko oleh investor, sehingga beberapa investor memilih untuk melakukan

ekspansi usaha di kawasan industri negara tetangga seperti di Vietnam atau Malaysia.

Berdasarkan sub sektor, perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh sub sektor

industri pengolahan termasuk sub sektor utama yaitu sub sektor alat angkut, mesin dan

peralatan dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai 26,23% dari total PDRB, tumbuh

melambat dari 6,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,76% (yoy) pada triwulan

laporan. Demikian juga sub sektor logam dasar, besi dan baja dengan kontribusi terhadap

PDRB mencapai 8,15% juga tumbuh melambat dari 6,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi 5,89% (yoy).

26.23%

8.15%

3.47%

3.44%

3.08%

1.66%

0.68%

0.60%

0.15%

Alat Angk., Mesin & Peralatannya

Logam Dasar Besi & Baja

Semen & Brg. Galian bukan logam

Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya

Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet

Barang lainnya

Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki

Kertas dan Barang Cetakan

Makanan, Minuman dan Tembakau

Sumber: Bank Indonesia

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Barang Kayu dan hasil Hutan lainnya Semen & Barang Galian Bukan Logam

Logam Dasar Besi dan Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannyayoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.14.

Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau

Grafik 1.15.

Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan

1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Penurunan konsumsi masyarakat karena faktor inflasi yang masih tinggi pada

triwulan laporan, berdampak pada perlambatan sektor perdagangan, hotel dan

restoran. Sektor PHR tumbuh sedikit melambat dari 6,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan laporan. Secara kumulatif tahun 2013, sektor PHR

tumbuh 7,87% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 7,95% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

20

Meskipun tumbuh melambat, sektor PHR masih menjadi salah satu kontributor utama PDRB

dengan kontribusi mencapai 20,3%, atau terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan.

Perlambatan pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran terutama

disebabkan oleh perlambatan pada sub sektor perdagangan besar dan eceran dengan angka

pertumbuhan sebesar 6,08% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada

triwulan sebelumnya yang sebesar 6,88% (yoy). Penurunan daya beli masyarakat karena laju

inflasi yang tetap tinggi pada triwulan IV 2013, masih menjadi faktor utama penghambat

pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran. Hambatan dari sisi pasokan yang

menyebabkan inflasi antara lain tercermin dari data bongkar muat pelabuhan Batam yang

menunjukkan trend penurunan volume bongkar muat barang sepanjang bulan Oktober

hingga November 2013. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan sarana transportasi

laut (keterbatasan jumlah armada kapal Pelni) serta faktor cuaca (curah hujan dan gelombang

tinggi) menyebabkan terjadi hambatan pasokan ke Kota Batam dan semakin memberikan

tekanan terhadap harga.

Sementara itu, peningkatan jumlah wisatawan pada triwulan laporan sebesar 7,3%

(yoy) lebih tinggi dibanding peningkatan pada triwulan III-2013 sebesar 5,3% (yoy), belum

mampu mendorong laju pertumbuhan sub sektor hotel maupun sub sektor restoran. Sub

sektor hotel melambat dari 7,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,04% (yoy) pada

triwulan laporan. Perlambatan juga terjadi pada sub sektor restoran, yang tumbuh melambat

dari 7,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,04% (yoy) pada triwulan laporan. Laju

pertumbuhan sektor hotel tertahan antara lain karena penurunan lama menginap tamu hotel,

pada triwulan sebelumnya sebesar 1,93 hari (rata-rata bulanan) menjadi 1,83 hari (rata-rata

bulanan) pada triwulan laporan.

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

I II III IV I II III IV

2012 2013

Inflasi (yoy) Pertumbuhan PHR (yoy)

Sumber: BPS, diolah.

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OKT NOV DES

2013

Dalam Negeri Bongkar Dalam Negeri Muat

Luar Negeri Impor Luar Negeri EksporTon

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Batam

Grafik 1.16.

Pengaruh Inflasi terhadap Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran

Grafik 1.17.

Volume Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Kota Batam

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

21

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Jumlah Wisman (orang - LHS) Pertumbuhan (%, yoy - RHS)

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, diolah.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0

10

20

30

40

50

60

70

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

De

c

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May

Jun

e

July

Au

gust

Sep

tem

be

r

Oct

ob

er

No

vem

be

r

De

sem

be

r

2012 2013

TPK (% - LHS) Rata-Rata Lama Menginap (hari - RHS)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.18.

Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Provinsi kepulauan Riau

Grafik 1.19.

Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan Rata-Rata Lama Menginap Hotel Berbintang di Kepulauan Riau

1.3.3. Sektor Bangunan

Berbeda dengan sektor lainnya, sektor bangunan justru tumbuh menguat

pada triwulan laporan. Sektor bangunan tumbuh 13,57% (yoy), lebih tinggi dibanding

pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 12,60% (yoy). Sementara itu, secara kumulatif

tahun 2013, pertumbuhan sektor bangunan tercatat sebesar 11,45% (yoy), lebih tinggi

dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 10,12% (yoy).

Di tengah berbagai faktor penghambat pertumbuhan sektor konstruksi antara lain

kebijakan pengetatan loan to value (LTV) oleh Bank Indonesia, peningkatan suku bunga

kredit serta inflasi yang sangat tinggi pada sejumlah komoditas bahan bangunan, namun

sektor konstruksi tetap mampu tumbuh menguat diprakirakan karena masih ditopang oleh

industri perumahan yang tetap marak di Kepulauan Riau didukung pula oleh realisasi

sejumlah proyek pemerintah yang meningkat pada triwulan IV-2013.

Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa di tengah berbagai tekanan pada industri

properti, sejumlah pengembang properti tetap melakukan investasi besar proyek perumahan

pada tahun 2013 untuk dipasarkan di tahun 2014. Selain itu, hadirnya 2 (dua) developer

besar berskala nasional di Kota Batam, dengan target pasar kalangan menengah ke atas dan

pengerjaan proyek perumahan dimulai pada triwulan IV-2013, turut menopang

pertumbuhan sektor konstruksi di Kepulauan Riau.

1.3.4. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian juga tumbuh melambat pada triwulan laporan,

dengan angka pertumbuhan 1,39% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 2,16% (yoy). Demikian juga secara kumulatif tahunan, pertumbuhan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

22

sektor pertambangan dan penggalian tahun 2013 sebesar 3,50% (yoy) lebih rendah

dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 5,40% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di Kepulauan Riau

terutama disebabkan oleh penurunan lifting gas. Volume lifting gas pada triwulan IV-2013

sebesar 41,8 juta barel, atau menurun 9,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Secara total tahun 2013, volume lifting gas tercatat sebesar 183,27 juta barel atau hanya

82,04% dari target yang ditetapkan. Kondisi tersebut terutama disebabkan sumur-sumur gas

yang sudah mulai menua sehingga produksinya terus turun.

Sementara itu, meskipun volume lifting minyak meningkat cukup tinggi pada triwulan

laporan, namun pertumbuhan tahunan pada triwulan IV-2013 tercatat masih negatif yaitu

sebesar negatif 19,3% (yoy). Adapun total realisasi lifting minyak Kepulauan Riau tahun

2013 sebesar 19,5 juta barel atau mencapai 92,93% dari target yang ditetapkan.

Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV

2011 2012 2013

Lifting Minyak (LHS) 4.4 4.8 4.4 3.6 5.6 4.4 5.1 6.2 3.7 3.9 3.4 5

growth (RHS) (19.6) (26.9) (20.1) (41.1) 27.1 (9.3) 15.4 69.8 (35.2) (11.7) (32.8) (19.3)

(60.0)

(40.0)

(20.0)

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

%Juta Barel

Sumber: Kementerian ESDM , diolah.

Tw-I Tw-IITw-III

Tw-IV

Tw-I Tw-IITw-III

Tw-IV

Tw-I Tw-IITw-III

Tw-IV

2011 2012 2013

Lifting Gas (LHS) 59.3 52.1 46.1 45.4 50.0 119.3 69.8 46.1 65.3 60.5 57.5 41.8

growth (RHS) -0.1 -16.8 -11.4 -7.8 -15.7 128.9 51.5 1.6 30.6 -49.3 -17.6 -9.3

-60.0

-40.0

-20.0

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

juta MMBTU %

Sumber: Kementerian ESDM, diolah.

Grafik 1.20.

Perkembangan Lifting Minyak Kepulauan Riau

Grafik 1.21.

Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

23

SEKTOR PERIKANAN:

POTENSI TERPENDAM, DILUPAKAN JANGAN

Sebagai upaya untuk mendorong keterlibatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)

dalam memberikan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, KPwBI Provinsi

Kepri, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)

Institut Pertanian Bogor (IPBI), mengadakan proyek penelitian mengenai

Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM pada tahun 2013. Penelitian ini

secara garis besar berupaya untuk menemukan komoditas, produk mau pun jenis usaha

yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan dalam rangka mendukung

pembangunan ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya

saing produk, termasuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah dan

perbankan daerah sehubungan dengan hal tersebut.

Penelitian dilakukan terhadap 59 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Karimun (9),

Kabupaten Bintan (10), Kabupaten Natuna (12), Kabupaten Lingga (5), Kabupaten Kep.

Anambas (7), Kota Batam (12) dan Kota Tanjungpinang (4). Kriteria untuk tingkat

kecamatan adalah jumlah unit usaha/rumah tangga usaha atau volume produksi,

jangkauan pemasaran dan ketersediaan bahan baku/sarana produksi dan kontribusi KPJU

terhadap perekonomian wilayah kecamatan dan kabupaten/kota. Sementara itu kriteria

tingkat kota/kabupaten adalah tenaga kerja terampil, bahan baku, modal, sarana

produksi, teknologi, sosial budaya, manajemen usaha, ketersediaan pasar, harga,

penyerapan tenaga kerja dan sumbangan perekonomian.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan usaha masyarakat di wilayah

Kepri masih didominasi oleh 3 (tiga) sektor utama, yaitu perikanan, perdagangan, dan

jasa. Namun, jika dilihat secara wilayah, maka potensi yang tinggi untuk perikanan

terdapat di Kabupaten Natuna-Anambas-Lingga. Sementara itu, Kota Batam dan

Tanjungpinang serta Kabupaten Bintan dan Karimun diorientasikan kepada

pengembangan sektor perdagangan, jasa dan perindustrian. Bila merujuk kepada skor

terbobot dari masing-masing sektor, maka sektor perikanan masih menempati posisi

tertinggi diantara 3 (tiga) sektor utama seperti tersebut di atas, dengan penangkapan

ikan/biota laut sebagai subsektor tertinggi, disusul berturut-turut kemudian oleh subsektor

budidaya ikan laut, budidaya ikan air tawar, budidaya keramba dan budidaya rumput

laut.

Fakta hasil penelitian tersebut kiranya cukup sesuai dengan kondisi wilayah alam Provinsi

Kepri yang 95,79% wilayahnya terdiri dari lautan dengan luas sebesar 241.215,30 km2.

Namun, bila melihat kontribusi terhadap PDRB pada tahun 2012 dan 2013, maka kontribusi

terbesar PDRB tahunan Kepri masih disumbang oleh sektor industri pengolahan (sekitar 40%)

dan belum terdapat kontribusi yang signifikan dari sektor perikanan dalam perhitungan

PDRB tahunan tersebut. Beberapa faktor yang menjadi kendala terkait dengan hal ini

antara lain cara penangkapan ikan yang masih tradisional/konvensional dengan

menggunakan kapal kecil (one day fishing), serta belum adanya mekanisme pencatatan

yang memadai dari instansi pemerintah terkait terhadap besarnya transaksi yang dilakukan

oleh para nelayan di Kepri di tengah lautan. Sementara itu, penangkapan ikan oleh

nelayan asing di wilayah Kepri menjadi satu tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah

untuk mengamankan potensi hasil kelautan di wilayahnya.

BOKS - 1

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

24

LPPM IPB, melalui hasil penelitian yang didiseminasikan pada akhir 2013 di hadapan dinas

terkait dan pelaku usaha perbankan di Kepri, mengungkapkan perlu adanya perhatian

khusus dari pemerintah daerah terhadap pengembangan sektor perikanan di Kepri, antara

lain yakni dengan melakukan pelatihan untuk nelayan pembudidaya ikan, memberikan

bantuan/subsidi kredit untuk pengadaan sarana alat tangkap maupun alat budidaya,

pengembangan klaster/industri penanganan rantai dingin/industri pengolahan lanjut

melalui program minapolitan yang dapat menjangkau seluruh area Kepri dengan lebih

luas dan penguatan armada pengawasan terhadap nelayan asing agar potensi

perikanan lokal milik Kepri dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan

masyarakat daerah.

Lebih lanjut, pada awal 2014, KPwBI Provinsi Kepri mengadakan Seminar Blue Economy

yang menghadirkan Dr. Rokhimin Dauri dan Dr. Faisal Basri sebagai narasumber. Dalam

seminar tersebut para narasumber memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah

dan pelaku perbankan di Kepri untuk menjadikan sektor kelautan (khususnya perikanan)

sebagai jati diri Provinsi Kepri, melakukan sinergi secara lintas sektoral antar instansi guna

mendukung pelaksanaan program ekonomi biru, meningkatkan akses pembiayaan melalui

pengembangan UMKM terutama yang terkait dengan program ekonomi biru, serta

menerapkan prinsip zero waste dan kelestarian lingkungan dalam mengoptimalkan potensi

kelautan demi pertumbuhan ekonomi daerah maupun ekonomi nasional.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

25

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

2.1. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Pada tahun 2013, tekanan inflasi di Provinsi Kepri melonjak tiga kali lipat

dibanding inflasi tahun 2012 dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)

bersubsidi. Sampai dengan akhir Desember 2013, inflasi di Provinsi Kepri tercatat sebesar

8,24% (yoy) jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahun 2012 yang tercatat sebesar 2,38% (yoy).

Lonjakan inflasi akibat kenaikan BBM mulai terjadi pada bulan Juni 2013 dengan tingkat

inflasi 0,72% (mtm) dan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2013 dengan tingkat inflasi

sebesar 2,45% (mtm).

Selain mendorong lonjakan inflasi pada kelompok administered price,

kenaikan harga BBM juga memicu kenaikan harga kelompok bahan makanan

(volatile food). Tingkat inflasi kelompok volatile food merupakan yang tertinggi dibanding

kelompok lainnya. Laju inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 15,04% (yoy),

kelompok administered price 13,88% (yoy), dan kelompok inti sebesar 3,95% (yoy). Selain

kenaikan harga BBM, laju inflasi kelompok bahan makanan yang tinggi juga didorong oleh

pembatasan impor produk hortikultura dan penurunan pasokan karena penurunan produksi

di Jawa dan Sumatera Utara.

Kenaikan inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Kota

Batam yang mencapai 7,81% (yoy). Sementara itu, inflasi yang lebih tinggi di Kota

Tanjungpinang sebesar 10,09% (yoy) memberikan tekanan ke atas sehingga realisasi inflasi

Kepri mencapai 8,24% (yoy). Bobot Kota Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai daerah

sampel inflasi Provinsi Kepri masing-masing adalah 82% dan 18%.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2010 2011 2012 2013

Nasional Kepulauan Riau Batam Tanjung Pinang

Inflasi, % yoy

Sumber: BPS, diolah

(2,0)

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2010 2011 2012 2013

Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Triwulanan (qtq)

%

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kepri

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

26

Meskipun sampai dengan akhir tahun tingkat inflasi tahunan Provinsi Kepri

berada pada tingkat tertinggi, namun secara triwulanan inflasi Kepri telah

berangsur-angsur turun. Inflasi triwulanan Kepri tercatat sebesar 1,34% (qtq), mereda

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,20% (qtq).

2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA

2.2.1. Inflasi Tahunan

Sampai dengan akhir triwulan IV-2013, sebagian besar kelompok barang dan jasa di

Provinsi Kepulauan Riau mengalami kenaikan harga yang tinggi. Tekanan paling kuat dialami

oleh kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 14,09% (yoy) yang memberikan andil

terhadap inflasi sebesar 3,69% atau 45% dari total angka inflasi tahunan sebesar 8,24%.

Laju inflasi yang tinggi pada kelompok bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga bahan

bakar minyak (BBM), pembatasan impor produk hortikultura, serta penurunan produksi

bumbu-bumbuan di Jawa akibat faktor cuaca dan di Sumatera akibat bencana Gunung

Sinabung.

Selama tahun 2013 harga cabe merah telah naik hingga 121,36% sementara harga

bawang merah naik hingga 86,43%. Faktor cuaca berupa curah hujan yang tinggi

menyebabkan produksi cabe merah dan bawang merah turun. Hal ini diperparah dengan

adanya pembatasan impor hortikultura yang semakin mendorong kenaikan harga kedua

komoditas tersebut karena alternatif pasokan dari impor menjadi lebih ketat.

Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy,%)

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil

UMUM 2,38 2,38 3,41 3,41 4,07 4,07 7,29 7,29 8,24 8,24

Bahan Makanan 2,75 0,68 6,04 1,55 6,37 1,63 11,09 2,89 14,09 3,69

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3,25 0,60 4,53 0,83 5,04 0,93 6,47 1,17 6,52 1,18

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,13 0,26 2,11 0,49 2,52 0,59 3,57 0,81 4,78 1,08

Sandang 3,62 0,27 1,26 0,09 (0,16) (0,01) 1,19 0,08 (0,09) (0,01)

Kesehatan 1,91 0,07 2,55 0,10 2,77 0,11 3,24 0,12 3,56 0,13

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,12 0,18 3,09 0,17 2,76 0,15 2,59 0,14 3,41 0,18

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,64 0,27 1,09 0,18 4,07 0,66 12,61 2,18 12,35 2,13

Sumber: BPS, diolah

2013

Tw IVKELOMPOK PENGELUARAN Tw IV Tw I Tw II

2012

Tw III

Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbang inflasi terbesar

kedua dengan kenaikan harga tahunan sebesar 12,35% dan andil sebesar 2,13% atau 26%

dari total angka inflasi tahunan. Laju inflasi kelompok ini juga didorong oleh kenaikan harga

BBM yang diikuti kenaikan tarif transportasi dan tarif listrik.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

27

Kenaikan harga bensin sebesar 44% dan solar sebesar 22% pada akhir Juni 2013

mendorong kenaikan tarif angkutan dalam kota sebesar 12,62% dan tarif taksi sebesar

38,88%. Selain pengaruh kenaikan harga BBM, laju inflasi subkelompok transportasi,

komunikasi, dan keuangan juga dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap

dollar Amerika sepanjang paruh kedua tahun 2013. Beberapa komoditas yang terkena

imbasnya antara lain adalah mobil dan pelumas.

Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan

Provinsi Kepulauan Riau Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Keuangan Provinsi Kepulauan Riau

NO KOMODITASINFLASI

(% YoY)

ANDIL

(% YoY)

1 Cabe Merah 121,36 1,72

2 Bawang Merah 86,43 0,56

3 Beras 6,39 0,27

4 Udang Basah 24,72 0,19

5 Daging Sapi 16,52 0,18

6 Tongkol 26,29 0,16

7 Daging Ayam Ras 9,63 0,16

8 Selar 16,67 0,16

9 Kentang 40,59 0,14

10 Kelapa 22,86 0,13

NO KOMODITASINFLASI

(% YoY)

ANDIL

(% YoY)

1 Bensin 43,18 1,89

2 Angkutan Dalam Kota 12,62 0,27

3 Mobil 6,38 0,11

4 Tarip Taksi 38,88 0,09

5 Bahan Pelumas/Oli 14,55 0,06

6 Solar 22,22 0,06

2.2.2. Inflasi Triwulanan

Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi pada triwulan IV-2013 tercatat

telah mereda. Sejak awal tahun 2012 sampai dengan triwulan II-2013, inflasi triwulanan

bergerak di bawah angka 2%, sementara pada triwulan III-2013, inflasi melonjak dan

mencapai angka 4,2% (qtq) didorong oleh kenaikan BBM dan kenaikan permintaan

menjelang hari raya Idhul Fitri.

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq,%)

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil

UMUM 1,33 1,33 1,15 1,15 4,20 4,20 1,34 1,34

Bahan Makanan 2,47 0,64 1,51 0,38 6,71 1,75 2,79 0,73

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,95 0,36 1,24 0,23 2,05 0,37 1,14 0,21

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,73 0,40 0,60 0,14 1,15 0,26 1,22 0,28

Sandang (1,14) (0,08) (2,22) (0,16) 3,77 0,26 (0,40) (0,03)

Kesehatan 1,32 0,05 1,02 0,04 0,65 0,02 0,52 0,02

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,09 0,00 0,28 0,02 2,21 0,12 0,82 0,04

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (0,11) (0,02) 3,21 0,52 8,28 1,43 0,64 0,11

Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN Tw IV

2013

Tw IIITw IITw I

Penyumbang terbesar inflasi triwulan IV-2013 adalah kelompok bahan makanan

dengan angka inflasi sebesar 2,79% (qtq) dan andil sebesar 0,73% atau 55% dari total

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

28

angka inflasi triwulanan. Jika ditelisik lebih dalam, subkelompok bumbu-bumbuan

merupakan pendorong utama kenaikan inflasi triwulanan dengan laju sebesar 18,58%.

Komoditas utama penyumbang inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan adalah cabe

merah dan bawang merah.

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq,%)

Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air, dan Gas (qtq,%)

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Bahan Makanan 2,47 1,51 6,71 2,79

Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya 2,13 0,86 2,99 0,75

Daging dan hasil-hasilnya 0,93 1,36 8,80 0,55

Ikan segar 6,90 (3,01) 15,06 0,05

Ikan diawetkan 3,05 2,55 1,90 1,00

Telur, susu dan hasil-hasilnya 2,66 (0,31) 1,82 1,21

Sayur-sayuran (9,97) (2,28) 12,72 3,91

Kacang-kacangan 0,58 0,28 5,12 0,97

Buah-buahan 3,86 4,11 3,47 1,17

Bumbu-bumbuan 12,71 17,80 2,93 18,58

Lemak dan minyak (0,93) (0,87) 6,76 0,09

Bahan makanan lainnya 1,41 0,46 0,63 0,65Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,74 0,59 1,15 1,22

Biaya tempat tinggal 1,73 0,58 0,47 1,49

Bahan bakar, penerangan dan air 1,16 0,53 2,85 0,96

Perlengkapan rumah tangga 0,30 0,36 1,13 1,92

Penyelenggaraan rumah tangga 3,55 0,92 0,27 0,34

Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Kelompok dengan laju inflasi triwulanan terbesar kedua pada triwulan IV-2013 adalah

kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan laju inflasi sebesar 1,22%

(qtq) dan andil inflasi sebesar 0,28% atau 21% dari total angka inflasi. Pembentuk utama

inflasi kelompok ini adalah subkelompok perlengkapan rumah tangga karena kenaikan harga

peralatan memasak dan elektronik. Pelemahan nilai tukar rupiah telah mendorong kenaikan

harga perlengkapan rumah tangga yang mengandung komponen impor tinggi atau yang

diimpor secara langsung.

Penyumbang andil inflasi triwulanan terbesar ketiga adalah kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau dengan laju inflasi 1,14% (qtq) dan andil inflasi sebesar 0,21

atau 16% dari total angka inflasi. Tekanan inflasi bersumber dari subkelompok tembakau

karena kenaikan harga rokok kretek filter dan subkelompok makanan jadi terutama karena

kenaikan beberapa makanan jadi berbahan baku impor seperti roti tawar dan donat yang

berbahan terigu serta sate yang berbahan daging sapi.

Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (qtq,%)

Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq,%)

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,95 1,23 2,05 1,14

Makanan jadi 0,80 1,04 2,78 1,12

Minuman tidak beralkohol 0,84 1,60 0,61 0,13

Tembakau dan mikol 5,18 1,37 1,48 1,82

Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keu. (0,10) 3,21 8,28 0,64

Transpor (0,18) 4,31 11,75 0,87

Komunikasi 0,00 1,29 0,08 0,00

Sarana dan penunjang transpor 0,00 0,10 1,93 0,25

Jasa keuangan 1,00 0,00 0,00 0,00

Sumber : BPS (diolah)

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan merupakan penyumbang

inflasi terbesar keempat dengan inflasi triwulanan sebesar 1,14% (qtq) dan andil sebesar

0,11% atau 8% dari total angka inflasi triwulan IV-2013. Subkelompok transpor merupakan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

29

penyumbang utama inflasi di kelompok ini yang disumbang oleh kenaikan tarif taxi sebesar

13,62%, harga bahan pelumas/oli sebesar 7,81%, dan kenaikan tarif angkutan

penyeberangan sebesar 6,87%. Kenaikan tarif taksi dan angkutan penyeberangan

merupakan imbas dari kenaikan BBM. Sementara kenaikan harga bahan pelumas merupakan

imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah.

Kenaikan harga BBM pada pertengahan tahun 2013 tidak hanya berimbas pada

kelompok transportasi dan makanan tetapi juga berimbas pada kelompok pendidikan. Harga-

harga buku pelajaran dan buku tulis rata-rata naik di atas 10% dan mendorong inflasi pada

kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,82% (qtq). Andil yang disumbangkan

kelompok ini tercatat sebesar 0,04% atau 3% dari total angka inflasi.

Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (qtq,%)

Tabel 2.10. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq,%)

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,08 0,28 2,21 0,82

Pendidikan 0,03 0,00 4,54 0,06

Kursus-kursus/pelatihan 0,00 0,00 0,32 0,00

Perlengkapan/peralatan pendidikan 0,00 1,89 0,63 5,08

Rekreasi 0,21 0,06 0,35 0,30

Olahraga 0,00 0,00 0,00 0,00

Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Kesehatan 1,32 1,01 0,65 0,52

Jasa kesehatan 2,22 0,00 0,00 0,00

Obat-obatan 1,58 2,18 0,50 0,33

Jasa perawatan jasmani 0,00 0,00 1,21 2,59

Perawatan jasmani dan kosmetika 0,85 1,50 1,01 0,49 Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Kelompok kesehatan menyumbangkan andil inflasi sebesar 0,02% atau 1,40% dari

total angka inflasi triwulanan. Laju inflasi kelompok ini mencapai 0,52% (qtq) dengan

subkelompok jasa perawatan jasmani merupakan penyumbang utama inflasi kelompok.

Tabel 2.11. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq,%)

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Sandang (1,13) (2,22) 3,77 (0,40)

Sandang laki-laki 0,13 0,94 2,68 0,91

Sandang wanita 0,36 0,23 0,67 0,19

Sandang anak-anak 0,00 0,04 1,02 0,08

Barang pribadi dan sandang lain (3,34) (6,84) 7,89 (1,94)

Sumber: BPS, diolah

KELOMPOK PENGELUARAN2013

Satu-satunya kelompok yang mencatatkan deflasi pada triwulan IV-2013 adalah kelompok

sandang. Deflasi pada kelompok ini disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan

sebesar 2,41% dibanding triwulan sebelumnya. Emas perhiasan merupakan komoditas yang

digolongkan dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lain.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

30

2.3. INFLASI MENURUT KOTA

Inflasi Provinsi Kepulauan Riau dibentuk oleh inflasi Kota Batam dan inflasi Kota

Tanjungpinang dengan bobot masing-masing kota 82% dan 18%. Sampai dengan akhir

triwulan IV-2013, inflasi Kota Batam tercatat sebesar 7,81% (yoy), lebih rendah dibanding

inflasi nasional yang mencapai 8,38% (yoy). Namun inflasi Kota Tanjungpinang yang

mencapai 10,09% (yoy), mendorong inflasi Kepri bergerak ke atas hingga mencapai angka

8,24% (yoy). Secara tahunan inflasi Kepri ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi

nasional.

Inflasi Kota Batam dan Kota Tanjungpinang yang tinggi pada tahun 2013 dipicu oleh

kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terutama bensin sebesar 44% pada

bulan akhir Juni 2013. Kenaikan harga BBM ini mendorong laju inflasi kelompok transpor,

komunikasi, dan keuangan. Namun kelompok komoditas yang mengalami kenaikan harga

tertinggi adalah kelompok bahan makanan. Kenaikan harga BBM jelas memberikan andil

tinggi dalam mendorong harga bahan makanan. Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi

kelompok ini adalah faktor cuaca khususnya curah hujan dan gelombang laut yang tinggi.

Curah hujan yang tinggi menyebabkan produksi bahan makanan dari sentra produksi

di Jawa khususnya bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran turun dan memicu kenaikan harga

cabe merah dan bawang merah. Sementara itu, letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara

juga menyebabkan produksi sayur-sayuran seperti tomat buah, kacang panjang, kentang,

dan sayuran lainnya turun.

Tabel 2.12.

Perkembangan Inflasi Kota Menurut Kel. Barang dan Jasa Triwulan IV-2013 di Kepri (yoy,%)

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil

UMUM 7,29 7,29 8,24 8,24 6,66 6,66 7,81 7,81 9,96 9,96 10,09 10,09

Bahan Makanan 11,09 2,89 14,09 3,69 10,44 2,65 14,29 3,66 13,76 4,09 13,30 3,94

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 6,47 1,17 6,52 1,18 5,37 0,92 11,89 2,11 11,06 2,49 11,29 2,59

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 3,57 0,81 4,78 1,08 3,20 0,73 4,40 1,00 5,24 1,11 6,51 1,37

Sandang 1,19 0,08 (0,09) (0,01) 0,79 0,06 5,38 0,92 3,27 0,18 0,26 0,01

Kesehatan 3,24 0,12 3,56 0,13 3,15 0,12 3,51 0,20 3,61 0,12 5,34 0,17

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 2,59 0,14 3,41 0,18 2,60 0,15 3,17 0,12 2,51 0,09 2,97 0,10

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 12,61 2,18 12,35 2,13 12,27 2,19 (0,16) (0,01) 14,03 2,01 14,26 2,03

Sumber: BPS, diolah

TANJUNGPINANG

Tw.IVTw.IIITw.IVKELOMPOK PENGELUARAN Tw.III Tw.IIITw.IV

KEPULAUAN RIAU BATAM

Tekanan inflasi di Kota Batam dan Tanjungpinang juga bersumber dari kelompok

makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok perumahan, listrik, gas dan

bahan bakar. Rokok kretek filter merupakan penyumbang andil inflasi di subkelompok

tembakau dan minuman beralkohol dengan kenaikan harga tahunan mencapai 10,11%

selama tahun 2013. Sementara sumber tekanan pada kelompok perumahan, listrik, dan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

31

tembakau terutama berasal dari tarif listrik yang naik 8,10% (yoy), sewa rumah yang naik

2,2% (yoy), dan pasir yang naik 32,99% (yoy).

Seperti tahun-tahun sebelumnya, laju inflasi di Kota Batam lebih rendah dibanding

inflasi Kota Tanjungpinang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor konektivitas Batam dengan

daerah-daerah sumber pasokan yang lebih baik dibanding Tanjungpinang.

2.4. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan kelompok komoditas, kenaikan laju inflasi Provinsi Kepulauan Riau tahun

2013 terutama didorong oleh kelompok bahan makanan dengan harga bergejolak (volatile

food). Kenaikan harga BBM dan faktor cuaca memberikan tekanan yang kuat pada kelompok

ini sehingga harga komoditas pada kelompok volatile food secara umum naik hingga 15,04%

(yoy) dan memberikan andil inflasi sebesar 3,35% atau 41% dari total angka inflasi Kepri

tahun 2013 sebesar 8,24% (yoy).

(2)

-

2

4

6

8

10

12

14

16

Jun

Agu

st

Okt

Des 2 4 6 8

10

12 2 4 6 8

10

12 2 4 6 8

10

12 2 4 6 8

10

12

2009 2010 2011 2012 2013

IHK Inti Adm. Price Vol. Foods

%,yoy

Sumber: BPS, diolah

(1)

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12

2009 2010 2011 2012 2013

Inti Vol. Foods Adm. Price

%,yoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi Grafik 2.4. Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi terhadap IHK

Laju inflasi di Provinsi Kepulauan Riau untuk kelompok komoditas yang diatur

pemerintah (administered price) pada akhir triwulan IV-2013 mencapai 13,88% atau tertinggi

kedua setelah kelompok volatile food. Kontribusi kelompok ini terhadap pembentukan inflasi

Kepri tercatat sebesar 2,73% atau 33% dari angka inflasi tahunan sebesar 8,24%.

Komoditas yang menjadi pendorong laju inflasi pada kelompok ini adalah bensin, tarif listrik,

tarif taxi, angkutan dalam kota, dan rokok kretek filter. Kenaikan tarif listrik, tarif taxi, dan

tarif angkutan dalam kota mengikuti kenaikan harga bensin.

Sementara itu, kelompok inti juga menghadapi tekanan kenaikan harga yang cukup

besar. Pada triwulan IV-2013, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 3,95% atau menyumbang

27,91% dari angka inflasi tahunan Desember 2013. Pelemahan nilai tukar rupiah dan isu

pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat memicu fluktuasi komoditas termasuk

emas perhiasan.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

32

2.5. PERSEPSI HARGA DAN KONSUMSI DI TINGKAT KONSUMEN

Berdasarkan Survei Konsumen yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia secara

triwulanan, indeks keyakinan konsumen (IKK) pada triwulan IV-2013 turun dibanding indeks

triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2013, IKK mencapai 117,2 sementara pada triwulan

IV-2013 tercatat sebesar 108,5. IKK menunjukkan indeks yang dibentuk oleh indeks kondisi

ekonomi (IKE) dan indeks ekspektasi ekonomi (IEK). IKE mencerminkan persepsi konsumen

atas kondisi ekonomi pada saat survei, sementara IEK mencerminkan ekspektasi konsumen

atas kondisi ekonomi yang akan datang. Indeks yang dihasilkan dari Survei Konsumen ini

selaras dengan teori Permanent Income Hyphotesis (PIH), yang meyakini bahwa perilaku

konsumsi masyarakat akan berubah jika ekspektasi atas pendapatan tetap di masa depan

berubah. Jika konsumen meyakini bahwa pendapatan tetap mereka akan naik di masa depan

maka konsumsi diperkirakan akan naik. Tingkat keyakinan dan ekspektasi konsumen ini

dinyatakan dalam angka indeks. Indeks sebesar di atas 100 menunjukkan bahwa konsumen

optimis sementara indeks di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimis.

106,7

115,5 117,2

108,5

80,0

90,0

100,0

110,0

120,0

130,0

Tw I Tw II Tw III Tw IV

2013

IKE IEK IKK

0

1

2

3

4

5

170,0

175,0

180,0

185,0

190,0

195,0

Tw I Tw II Tw III Tw IVInflasi Triwulanan

Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu

Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini

Grafik 2.5.

Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Grafik 2.6.

Pergerakan Persepsi Pengeluaran di Tingkat Konsumen

Terkait dengan inflasi di masa depan, pergerakan IKK tersebut akan memproyeksikan

pergerakan tingkat permintaan konsumen. Kenaikan tingkat permintaan akan berpotensi

menimbulkan kenaikan harga jika tidak diimbangi dengan kecukupan pasokan. Hal ini

tercermin pada pergerakan IKK pada tahun 2013. Pada triwulan IV-2013, tingkat optimisme

konsumen menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Angka realisasi inflasi

triwulanan juga menunjukkan bahwa tekanan inflasi mulai mereda pada akhir tahun.

Sementara itu, ke depan konsumen menyatakan bahwa perkirakaan pengeluaran 3 bulan ke

depan akan naik. Hal ini mengindikasikan akan ada potensi kenaikan permintaan dan

tekanan harga pada triwulan I-2014.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

33

INTEGRATED FARMING:

SOLUSI UNTUK MENGATASI INFLASI

Dalam rangka tindak lanjut rekomendasi TPID Kota Batam selama tahun 2013 yang

memberikan informasi mengenai harga sayuran yang berfluktuasi serta pasokan lele impor

ilegal yang merajai pasar di Batam, KPwBI Provinsi Kepri bekerja sama dengan Dinas

Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam pada akhir Desember

2013 mengadakan kunjungan ke salah satu sentra sayuran dan perikanan di daerah

Tembesi di Kota Batam. Hal ini dimaksudkan untuk menjajaki kemungkinan dibentuknya

integrated farming di wilayah tersebut yang akan dimulai pada awal tahun 2014.

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, Dinas KP2K Kota Batam telah melakukan

pembinaan terhadap 10 kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di wilayah Tembesi

tersebut. Selain pembudidaya lele, di lokasi yang berdekatan juga terdapat beberapa

petani yang secara intensif melakukan penanaman terhadap varietas berbagai jenis

sayuran dan buah-buahan. Selain itu, ditemukan juga peternak sapi, kambing dan ayam

dalam skala kecil, yang jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari.

Melihat potensi yang cukup besar dari aktivitas pertanian dan peternakan di wilayah

Tembesi, KPwBI Provinsi Kepri dan KP2K bermaksud untuk mengembangkan skala usaha

pertanian dan peternakan di wilayah Tembesi tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan

Kota Batam yang juga sekaligus dapat mengatasi masalah fluktuasi harga sayuran serta

tingginya impor lele dari Johor, Malaysia. Tentunya hal ini juga membutuhkan perhatian

khusus dari pihak dinas terkait maupun KPwBI Provinsi Kepri untuk senantiasa memberikan

bantuan teknis dalam meningkatkan produktivitas, termasuk bantuan teknis untuk

memenuhi kebutuhan pakan ternak dan pupuk penyubur tanah.

Hanya saja, cukup disadari bahwa perlu adanya upaya yang cukup besar untuk

mengatasi beberapa hambatan dalam mewujudkan integrated farming di wilayah

Tembesi, antara lain seperti status lahan yang belum jelas peruntukannya, jenis tanah di

wilayah tersebut yang masih memiliki kandungan bauksit yang tinggi, sulitnya melakukan

inovasi teknologi untuk menciptakan metode pertanian dan pembudidayaan yang lebih

efisien sehingga dapat meningkatkan kuantitas produk agar mengimbangi kuantitas impor

yang cukup marak, serta mengupayakan harga produk lokal yang lebih kompetitif bila

dibandingkan dengan produk impor dimaksud.

Tahapan yang direncanakan oleh KPwBI Provinsi Kepri dan KP2K Kota Batam dalam

mewujudkan integrated farming di wilayah Tembesi tersebut adalah melakukan identifikasi

klaster/sentra yang akan dikembangkan, termasuk penyusunan nota kesepahaman dan

penguatan lembaga kelompok serta memberikan bantuan pelatihan dalam bentuk teknis

maupun kewirausahaan pada tahun 2014. Selanjutnya, akan diikuti oleh pembentukan

packaging house, pendirian koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM), serta

pemantapan jalur distribusi ke retailer untuk memenuhi kebutuhan lokal di Kota Batam dan

wilayah Kepri lainnya pada tahun 2015. Dan, diharapkan pada tahun 2016 akan dapat

tercipta produk olahan, dengan bantuan dukungan teknologi informasi, yang bernilai

tambah dengan orientasi ekspor.

BOKS - 2

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

34

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH

Di tengah perlambatan perekonomian Kepulauan Riau yang masih berlanjut pada

triwulan IV-2013, kinerja perbankan Kepulauan Riau masih pada trend tumbuh menguat

dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja

perbankan antara lain ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor, peningkatan realisasi

anggaran belanja pemerintah daerah serta peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat

menyambut Natal dan Tahun Baru

Seiring dengan penguatan kinerja perbankan, transaksi tunai maupun non tunai juga

meningkat di triwulan laporan tercermin dari peningkatan inflow dan outflow, serta

peningkatan transaksi kliring maupun RTGS (Real Time Gross Settlement System)

3.1. PERKEMBANGAN PERBANKAN

3.1.1 BANK UMUM

Pada triwulan IV-2013, bank umum mencatatkan kinerja yang baik tercermin dari

pertumbuhan tahunan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang lebih baik dibandingkan

pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya. Total aset tercatat sebesar Rp44,06 triliun

atau meningkat 28,03% (yoy), demikian juga DPK sebesar Rp38,39 triliun meningkat 33,29%

(yoy) serta kredit yang tercatat sebesar Rp28,24 triliun meningkat 22,18% (yoy).

Sementara itu, dibandingkan posisi triwulan IV-2012, aset dan DPK bank umum juga

menguat, dengan angka pertumbuhan tahun 2012 masing-masing sebesar 19,98% (yoy) dan

19,67% (yoy), sementara kredit tumbuh melambat dibanding angka pertumbuhan tahun

2012 yang sebesar 26,86% (yoy).

Tabel 3.1. Indikator Utama Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau

2011

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Total Aset 28.685 30.251 31.794 33.799 34.415 35.661 37.857 41.632 44.062

Total Dana 24.069 25.551 26.721 28.003 28.804 30.406 32.289 35.589 38.392

Total Kredit 18.216 19.211 20.977 22.304 23.109 23.233 24.662 26.504 28.235

NPL 2,36% 2,04% 2,74% 2,42% 1,77% 2,04% 1,56% 1,61% 1,39%

LDR 75,68% 75,19% 78,50% 79,65% 80,23% 76,41% 76,38% 74,47% 73,54%

Sumber: Bank Indonesia

2013

dalam Rp miliar

2012

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

35

3.1.1.1 Aset

Aset bank umum pada triwulan IV-2013 tumbuh menguat. Total aset tecatat sebesar

Rp44,06 triliun, meningkat 28,03% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

tahunan pada triwulan sebelumnya yang tercatat hanya sebesar 19,07% (yoy), juga lebih

tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 19,98% (yoy). Dari total aset

tersebut, komposisi aset produktif mencapai 64,12% sementara komposisi aset tetap hanya

sebesar 1,03%, dan aset lainnya sebesar 34,85%.

Berdasarkan kelompok bank, bank pemerintah, bank swasta serta bank asing dan

campuran mencatatkan penguatan pertumbuhan pada sisi aset masing-masing sebesar

26,73% (yoy), 29,25% (yoy), dan 26,07% (yoy). Sementara itu, porsi terbesar aset terdapat

pada bank swasta nasional (52,61%), kemudian bank pemerintah (45,39%), dan porsi

terkecil aset pada bank asing dan campuran (2.00%).

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

Aset (LHS) growth - Aset (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

(80.00)

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing & Campuran

(%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum

Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok

Bank

3.1.1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)

DPK Bank Umum pada triwulan laporan masih pada trend menguat. DPK tercatat

sebesar Rp38,39 triliun atau tumbuh 33,23% (yoy), lebih tinggi dibanding sementara

pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya sebesar 27,09% (yoy). Angka

pertumbuhan pada triwulan laporan juga jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada

triwulan IV-2012 yang sebesar 19,67% (yoy). Peningkatan BI Rate sepanjang bulan Juni

hingga November 2013 yang kemudian mendorong peningkatan suku bunga DPK, menjadi

salah satu faktor pendorong pertumbuhan DPK. Pada triwulan IV-2013 suku bunga DPK

(rata-rata tertimbang) untuk tabungan, giro dan deposito masing-masing sebesar 1,68%;

1,54%; dan 6,04%.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

36

Berdasarkan komposisi DPK, tabungan memiliki porsi terbesar yaitu mencapai

42,30% dari total DPK atau senilai Rp16,24 triliun, adapun porsi Giro dan Deposito masing-

masing sebesar 36,54%(Rp14,03 triliun) dan 21,16% (Rp8,12 triliun). Besarnya porsi

tabungan menunjukkan bahwa tabungan masih merupakan cara penyimpanan dana yang

paling dikenal dan diminati masyarakat, juga didukung oleh kemudahan berbagai transaksi

perbankan melalui ATM maupun mobile banking serta inovasi layanan lainnya yang terus

diciptakan oleh perbankan, yang terutama menggunakan tabungan sebagai sumber dana

berbagai transaksi tersebut.

Penguatan pertumbuhan DPK terutama ditopang oleh deposito yang mencatatkan

pertumbuhan yang signifikan pada triwulan IV-2013 sebesar 44,49% (yoy), merupakan

angka pertumbuhan tertinggi deposito setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Adapun giro

dan tabungan juga tumbuh menguat masing-masing 30,45% (yoy) dan 30,67% (yoy).

Khusus untuk deposito, porsi terbesar deposito masih pada tenor pendek, terlihat dari

komposisi deposito pada tenor 1 bulan yang mencapai 47,39% dari total deposito, diikuti

dengan tenor 3 bulan (23,87%) dan tenor 6 bulan (13,32%).

Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, porsi terbesar DPK diserap oleh bank

swasta nasional (52,49%), kemudian bank pemerintah (43,63%), dan porsi terkecil diserap

oleh bank asing dan campuran (3,97%). Adapun pertumbuhan DPK tertinggi dicatatkan oleh

bank pemerintah sebesar 41,69% (yoy), kemudian bank swasta 33,48% (yoy), serta bank

asing dan campuran 30,72% (yoy). Sebaliknya, DPK pada BPD menurun 8,59% (yoy).

Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar DPK masih di Kota Batam yaitu mencapai

77,01% dari total DPK, diikuti oleh Kota Tanjungpinang (19,66%), Kabupaten Karimun

(2,79%) dan kabupaten Natuna (0,53%).

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

DPK (LHS) growth-DPK (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

Giro (LHS) Tabungan (LHS) Deposito (LHS)

growth - Giro (RHS) growth - Tabungan (RHS) growth - Deposito (RHS)

(Rp miliar) (%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum

Grafik 3.4. Perkembangan Komposisi DPK

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

37

3.1.1.3 Kredit

Peningkatan BI Rate yang mendorong peningkatan suku bunga kredit (rata-rata

tertimbang) dari 9,89% pada triwulan sebelumnya menjadi 10,06% pada triwulan laporan,

belum mampu meredam pertumbuhan kredit di Kepulauan Riau. Total kredit sebesar

Rp28,23 triliun, atau tumbuh menguat 22,18% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut lebih

tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 18,83% (yoy), namun

masih lebih rendah dibanding angka pertumbuhan pada triwulan IV-2012 sebesar 28,86%

(yoy).

Kinerja ekspor industri pengolahan yang menguat signifikan pada triwulan laporan,

diyakini turut mempengaruhi penguatan pertumbuhan kredit Kepulauan Riau. Hal ini

terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit pada sektor industri pengolahan dengan porsi terbesar

kedua terhadap total kredit (18,62%), tumbuh signifikan sebesar 40,89% (yoy), jauh lebih

tinggi dibanding pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012,

masing-masing sebesar 33,49% (yoy) dan 17,48% (yoy). Porsi terbesar kredit industri

pengolahan berupa kredit valas sebesar 89,42% dari total kredit, sementara porsi kredit

dalam rupiah hanya sebesar 10,58%.

Sementara itu, kredit pada sektor bukan lapangan usaha (konsumsi) yang menyerap

porsi terbesar kredit (34,10%) tumbuh 17,36% (yoy), cenderung stabil bila dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012, masing-masing sebesar

17,05% (yoy) dan 17,44% (yoy).

Berdasarkan penggunaan, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh pertumbuhan

pada kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja tumbuh sebesar 19,74%

(yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,76% (yoy),

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing & Campuran

(%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.5

Perkembangan DPK Berdasarkan Jenis Bank

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

38

namun jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 26,62% (yoy).

Kredit modal kerja terutama diserap oleh sektor industri pengolahan (39,48%), sektor

perdagangan besar dan eceran (28,03%) serta sektor konstruksi (11,61%).

Sementara itu, meskipun porsi kredit investasi terhadap total kredit merupakan yang

terkecil, namun mencatatkan angka pertumbuhan tertinggi sebesar 32,55% (yoy), lebih

tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 29,08% (yoy), namun

masih jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 yang mencapai 43,19%

(yoy). Adapun penyaluran terbesar kredit investasi pada sektor transportasi, perdagangan dan

komunikasi (31,59%), sektor perdagangan besar dan eceran (15,66%), serta sektor industri

pengolahan (12,84%).

Kredit konsumsi tumbuh menguat 17,35% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar 17,05% (yoy) namun sedikit lebih rendah bila dibanding pertumbuhan pada triwulan

IV-2012 yang sebesar 17,45% (yoy). Trend peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi pada

triwulan laporan terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit multiguna dengan porsi

30,00% dari total kredit, tumbuh 12,94% (yoy). Namun, laju pertumbuhan kredit konsumsi

tertahan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor

(KKB) yang masih berlanjut setelah Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan pengetatan LTV

(loan to value), dan juga dipengaruhi oleh permasalahan lahan (hutan lindung) di Batam. KPR

dan KKB dengan porsi terhadap total kredit masing-masing sebesar 54,42% dan 4,06%

tumbuh melambat masing-masing sebesar 14,08% (yoy) dan 4,69% (yoy).

Berdasarkan kelompok bank, porsi kredit terbesar disalurkan oleh bank swasta

nasional (45,89%), kemudian bank pemerintah (52,78%), dan porsi terkecil kredit disalurkan

oleh bank asing dan campuran (1,34%). Adapun kredit oleh bank pemerintah, bank swasta

nasional serta tumbuh menguat masing-masing dengan angka pertumbuhan sebesar 22,32%

(yoy), 21,86% (yoy), dan 23,21% (yoy)., sementara kredit pada bank asing dan campuran

masih pada trend melambat, sebesar 27,75% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

39

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4

2011 2012 2013

Total Kredit (LHS) growth - Total Kredit (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4

2011 2012 2013

MODAL KERJA (LHS) INVESTASI (LHS) KONSUMSI (LHS)

growth - MK (RHS) growth - INVESTASI (RHS) growth - KONSUMSI (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Bank Umum

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

I II III IV I II III IV

2012 2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing & Campuran

(%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

KPR KKB Multiguna

Sumber: Bank Indonesia

%, yoy

Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok Bank

Grafik 3.9. Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit

Kendaraan Bermotor (KKB)

34.10%

18.61%

15.03%

10.68%

6.80%

5.76%

2.90%

2.01%

1.57%

1.22%

Bukan Lapangan Usaha

Industri Pengolahan

Perdagangan Besar Dan Eceran

Trans, Gudang Dan Komunikasi

Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT

Konstruksi

Akomodasi Dan Makan Minum

Listrik, Gas Dan Air

Pertambangan Dan Penggalian

Jasa Msy, SosBud, Hiburan

Sumber: Bank Indonesia

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

I II III IV I II III IV

2012 2013

Bukan Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Perdagangan Besar Dan Eceran Trans, Gudang Dan Komunikasi

Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT Konstruksi(%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.10. Porsi Kredit Bank Umum Secara Sektoral

Grafik 3.11.

Pertumbuhan Kredit Bank Umum Secara Sektoral

Berdasarkan golongan debitur, sebanyak 99,73% porsi kredit tersalurkan ke sektor

swasta yaitu sebesar 51,17% kepada bukan lembaga keuangan, dan 47,00% kepada

perseorangan.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

40

Berdasarkan kabupaten dan kota, porsi terbesar kredit masih terserap di Kota Batam

seiring dengan kegiatan perekonomian yang sangat dominan di kota tersebut. Kota Batam

menyerap 80,58% dari total kredit, diikuti oleh Kota Tanjungpinang (16,51%), Kabupaten

Karimun (1,94%) serta Kabupaten Natuna (0,97%).

Penyaluran kredit oleh bank umum pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

mengalami perlambatan dibanding triwulan III-2013. Nilai kredit UMKM oleh bank umum

mencapai Rp7,61 triliun, tumbuh 37,11% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan

tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 41,84% (yoy) namun masih lebih tinggi

dibanding pertumbuhan tahunan triwulan IV-2012 yang sebesar 15,57% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan kredit UMKM yang cukup tinggi di tahun 2013 menunjukkan kepercayaan

perbankan yang semakin meningkat untuk menyalurkan kreditnya kepada UMKM, dan

diharapkan dapat semakin memajukan kegiatan usaha skala mikro, kecil dan menengah

sebagai salah satu penopang perekonomian Kepulauan Riau.

Di sisi lain, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) oleh bank umum tumbuh melambat.

KUR tercatat sebesar Rp380 miliar, atau tumbuh 28,75% (yoy), lebih rendah dibanding

pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 36,42% (yoy) juga lebih rendah dibanding

pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 44,90% (yoy). Porsi terbesar KUR terserap oleh sektor

perdagangan besar dan eceran (63,0%); sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi

(7,8%), serta sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, dan hiburan (5,5%).

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

UMKM - LHS Bukan UMKM - LHS Pertumbuhan (yoy,%) - RHS

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (yoy,%)

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

KUR (LHS) Pertumbuhan (RHS)

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM

(Rp miliar) (%, yoy)

Grafik 3.12. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum

Grafik 3.13. Perkembangan KUR Bank Umum

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

41

3.1.1.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)

Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan kredit menyebabkan LDR bank

umum mengalami penurunan yaitu sebesar 73,54%, lebih rendah dibanding LDR triwulan

sebelumnya yang sebesar 74,47%. Angka LDR tersebut lebih rendah dibandingkan standar

LDR sebesar 85% - 100%, hal ini menunjukkan kegiatan intermediasi oleh bank umum di

Provinsi Kepulauan Riau yang masih belum optimal meskipun sebagian wilayah Kepulauan

Riau, khususnya Kota Batam yang ditetapkan sebagai daerah Free Trade Zone.

LDR tertinggi tercatat di Kota Batam sebesar 76,95%, Kota Tanjungpinang sebesar

61,76% dan gabungan Dati II lainnya sebesar 66,10%.

3.1.1.5 Risiko Kredit

Jumlah kredit bermasalah pada bank umum menurun meskipun kredit tumbuh

menguat serta suku bunga kredit mengalami peningkatan. Angka non performing loan (NPL)

pada triwulan laporan sebesar 1,39% menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar

1,61%. Angka tersebut relatif rendah serta masih dalam batas aman yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia yaitu maksimal sebesar 5%.

Berdasarkan penggunaan, NPL tertinggi terjadi pada kredit konsumsi sebesar 1,78%,

selanjutnya kredit investasi sebesar 1,44% dan kredit modal kerja sebesar 1,01%.

Secara sektoral, sektor pertanian, perburuan dan kehutanan mencatakan NPL

tertinggi sebesar 51,17%, jauh lebih tinggi dibanding NPL pada sektor-sektor lainnya.

Sementara itu, sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan mencatatkan NPL

terbesar kedua sebesar 2,00%, diikuti oleh sektor penerima kredit bukan lapangan usaha

dengan NPL sebesar 1,78%. Berbagai kendala yang dihadapi sektor pertanian, perburuan dan

kehutanan di Kepulauan Riau antara lain kondisi sebagian besar tanah yang tidak terlalu

sesuai untuk bercocok tanam, sementara ketersediaan bantuan pupuk terbatas,

menyebabkan pengelolaan lahan pertanian membutuhkan biaya yang cukup besar dan

akhirnya berdampak pada NPL yang sangat tinggi pada sektor tersebut.

Adapun sektor ekonomi utama mencatatkan NPL yang relatif rendah yaitu sektor

industri pengolahan tercatat sebesar 0,39%; sektor perdagangan besar dan eceran sebesar

1,68%; serta sektor konstruksi sebesar 1,28%.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

42

3.1.2 BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Berbeda dengan bank umum yang mengalami peningkatan kinerja pada triwulan IV-

2013, kinerja BPR menurun pada triwulan laporan. Kondisi tersebut tercermin dari aset, DPK

maupun kredit yang tumbuh melambat. Total aset sebesar Rp3,97 triliun atau tumbuh

melambat 12,95% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar

14,30% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 21,05% (yoy). Demikian juga DPK sebesar

Rp3,05 triliun, tumbuh 9,98% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 12,20% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 18,49% (yoy). Kredit

sebesar Rp2,97 triliun juga tumbuh melambat sebesar 13,21% (yoy), lebih rendah dibanding

pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012 yang masing-masing sebesar

14,19% (yoy) dan 33,76% (yoy).

Tabel 3.2. Indikator Utama BPR di Provinsi Kepulauan Riau

2011

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Total Aset 2.903 3.054 3.267 3.419 3.514 3.480 3.557 3.908 3.969

Total Dana 2.339 2.488 2.629 2.737 2.775 2.785 2.809 3.071 3.052

Total Kredit 1.959 2.106 2.326 2.499 2.620 2.655 2.786 2.854 2.966

NPL 5,21% 2,26% 2,71% 2,56% 2,72% 3,52% 3,24% 3,07% 2,46%

LDR 83,8% 84,6% 88,5% 91,3% 94,4% 95,3% 99,2% 92,94% 97,17%

Sumber: Bank Indonesia

dalam Rp miliar

2012 2013

3.1.2.1 ASET

Aset BPR pada triwulan IV-2014 tumbuh melambat setelah sempat menguat pada

triwulan sebelumnya. Total aset sebesar Rp3,97 triliun atau tumbuh 12,95% (yoy) lebih

rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 14,30% (yoy) mapun triwulan

IV-2012 sebesar 21,05% (yoy).

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

Aset (LHS) growth-Aset (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

Grafik 3.14. Perkembangan Aset BPR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

43

3.1.2.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)

DPK BPR juga melambat cukup dalam pada triwulan laporan. Total DPK BPR sebesar

Rp3,05 triliun atau tumbuh 9,98% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahunan

triwulan sebelumnya maupun pertumbuhan pada triwulan IV-2012 yang masing-masing

sebesar 12,20% (yoy) dan 18,64% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan DPK BPR terutama disebabkan oleh pertumbuhan negatif

pada tabungan. Meskipun hanya mengambil porsi 10,52% dari total DPK BPR, namun

tabungan menurun cukup dalam, dengan angka pertumbuhan negatif 18,94% (yoy).

Namun, laju perlambatan DPK BPR masih ditopang oleh deposito dengan porsi 89,48% dari

total DPK, mampu tumbuh positif 14,80% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan

triwulan sebelumnya sebesar 11,60% (yoy) namun masih lebih rendah dibanding triwulan IV-

2012 sebesar 17,95% (yoy). Porsi tabungan pada BPR yang sangat rendah terutama

disebabkan oleh bunga tabungan yang jauh lebih rendah dibandingkan deposito serta jumlah

ATM yang masih minim sehingga fleksibilitas transaksi oleh nasabah sangat terbatas.

Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar DPK BPR terkonsentrasi di Kota Batam

mencapai 72,93%, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 13,72%, dan Kabupaten Karimun

sebesar 9,40%

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

DPK (LHS) growth-DPK (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

(30.00)

(20.00)

(10.00)

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

Deposito (LHS) Tabungan (LHS)

growth - Deposito (RHS) growth - Tabungan (RHS)(Rp miliar) (%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.15.

Perkembangan DPK BPR Grafik 3.16.

Perkembangan DPK Berdasarkan Jenisnya

3.1.2.3 Kredit

Trend perlambatan pertumbuhan kredit BPR masih terus berlanjut di triwulan IV-2013.

Total kredit BPR tercatat sebesar Rp2,97 triliun atau tumbuh melambat 13,21% (yoy), lebih

rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya maupun pertumbuhan

triwulan IV-2012, masing-masing sebesar 14,19% (yoy) dan 33,74% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

44

Perlambatan kredit BPR terjadi baik pada kredit modal kerja, investasi maupun kredit

konsumsi. Kredit modal kerja dengan porsi 30,25% dari total kredit, tumbuh 3,94% (yoy),

lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy) bahkan

melambat sangat dalam bila dibandingkan triwulan IV-2012 dengan angka pertumbuhan

mencapai 34,01% (yoy). Demikian juga kredit konsumsi dengan porsi 59,97% dari total

kredit, tumbuh 15,60%, lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun

triwulan IV-2012, dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 15,60% (yoy) dan

27,63% (yoy). Sementara kredit investasi dengan porsi 9,78% tumbuh sebesar 13,21% (yoy),

juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012,

dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 14,16% (yoy) dan 31,02% (yoy).

Secara sektoral, perlambatan kredit terutama disebabkan oleh penurunan kredit pada

beberapa sektor utama antara lain kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran, dengan

porsi terbesar kedua (18,52%), tumbuh negatif 5,45% (yoy); kredit pada sektor bukan

lapangan usaha (rumah tangga) dengan porsi 9,09%, juga tumbuh negatif sebesar 0,80%

(yoy) dan kredit pada sektor yang belum jelas batasannya dengan porsi 5,09%, tumbuh

negatif sebesar 10,95%. Meskipun demikian, pertumbuhan total kredit BPR masih ditopang

oleh kredit pada sektor bukan lapangan usaha dengan porsi 53,37% dari total kredit, mampu

tumbuh menguat 24,96% (yoy).

Sementara itu, kredit UMKM sebesar Rp978 miliar tumbuh 13,05% (yoy), lebih tinggi

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 11,30%( yoy) namun masih lebih

rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan IV-2012 sebesar 28,23% (yoy). Adapun porsi

penyaluran kredit UMKM terbesar di Kota Batam mencapai 77,04%, kemudian Kota

Tanjungpinang sebesar 11,40%, dan yang terkecil di Kabupaten Lingga yaitu hanya sebesar

0,70% dari total kredit UMKM.

0

10

20

30

40

50

60

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

Total Kredit growth - Total Kredit (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar)

Sumber: Bank Indonesia

(%, yoy)

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

Modal Kerja Konsumsi Investasi

growth - MK (RHS) growth - INVESTASI (RHS) growth - KONSUMSI (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

Grafik 3.17.

Perkemb angan Kredit BPR Grafik 3.18.

Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Jenisnya

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

45

53.37%

18.52%

9.09%

5.09%

3.39%

3.05%

2.10%

1.12%

1.08%

0.76%

Bukan Lap. Usaha - Lainnya

Perdagangan Besar Dan Eceran

Bukan Lap. Usaha - RT

Keg Usaha Belum Jelas Batasnya

Trans, Gudang Dan Komunikasi

Konstruksi

Jasa Msy, SosBud, Hiburan

Industri Pengolahan

Akomodasi Dan Makan Minum

Pertanian, Buru Dan Hutan

Sumber: Bank Indonesia

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

1 2 3 4 1 2 3 4

2012 2013

UMKM - kiri Bukan UMKM Pertumbuhan (yoy,%) - kanan

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

Grafik 3.19.

Porsi Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.20.

Perkembangan Kredit UMKM oleh BPR

(20.00)

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

1 2 3 4 1 2 3 4

2012 2013

Bukan Lap. Usaha - Lainnya

Perdagangan Besar Dan Eceran

Bukan Lap. Usaha - RT

Keg Usaha belum Jelas Batasnya

Trans, Gudang Dan Komunikasi(%, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.21. Perkembangan Kredit BPR pada Sektor-Sektor Utama

3.1.2.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)

Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi bila dibanding pertumbuhan DPK,

menyebabkan LDR pada BPR meningkat dari 92,93% pada triwulan sebelumnya menjadi

97,18% pada triwulan laporan. Angka LDR tersebut masih lebih tinggi dibandingkan LDR

bank umum serta masih dalam batas aman pada kisaran 85%-100%, menunjukkan bahwa

fungsi intermediasi pada BPR berjalan dengan baik.

Berdasarkan kabupaten/kota, LDR tertinggi tercatat di Kabupaten Lingga sebesar

123,73%, diikuti oleh Kabupaten Bintan sebesar 99,61% dan Kota Batam sebesar 99,06%.

Adapun LDR terendah tercatat di Kota Tanjungpinang sebesar 86,75%.

3.1.2.5 Risiko Kredit

Perlambatan kredit BPR berdampak pula pada penurunan angka kredit bermasalah

yang tercermin dari penurunan NPL (Non Performing Loan) BPR dari 3,07% pada triwulan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

46

sebelumnya menjadi 2,46% pada triwulan laporan. Angka NPL masih dalam batas aman

yaitu maksimal sebesar 5%.

3.1.3 PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH (BANK UMUM DAN BPR)

Pada triwulan IV-2013, kinerja perbankan Syariah juga tumbuh melambat bila

dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari perlambatan pertumbuhan aset, DPK dan

pembiayaan.

Tabel 3.3. Indikator Perbankan Syariah di Provinsi Kepulauan Riau

2011

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Total Aset 1.968 1.987 2.276 2.25 2.303 2.410 2.586 2.798 2.718

Total Dana 1.276 1.298 1.587 1.559 1.535 1.753 1.884 2.031 2.321

Total Kredit 1.436 1.538 1.667 1.766 1.931 2.001 2.133 2.252 1.986

NPF 5,82% 1,55% 2,35% 2,43% 3,07% 3,12% 2,37% 2,95% 2,08%

FDR 112,56% 118,49% 105,10% 113,25% 125,81% 114,15% 113,21% 110,87% 132,07%

Sumber: Bank Indonesia

2013

dalam Rp miliar

2012

3.1.3.1 Aset

Pada akhir triwulan laporan, aset tercatat sebesar Rp2,72 triliun atau tumbuh

18,01% (yoy), melambat cukup dalam bila dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya

sebesar 24,34% (yoy), namun masih lebih tinggi bila dibanding pertumbuhan triwulan IV-

2012 sebesar 17,01% (yoy). Sebesar 95,35% atau senilai Rp2,72 triliun dari total aset

tersebut dimiliki oleh bank umum syariah dan 4,65% atau senilai Rp126,27 miliar dimiliki

oleh BPR syariah.

3.1.3.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)

DPK perbankan syariah sebesar Rp1,99 triliun, tumbuh 29,41% (yoy), lebih rendah

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 30,25% (yoy), namun masih lebih

tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 20,28% (yoy).

Porsi terbesar DPK perbankan syariah berupa tabungan (46,54%) dengan total nilai

pada akhir triwulan laporan sebesar Rp1.924,34 miliar, kemudian giro (29,67%) senilai

Rp589,36 miliar serta deposito (23,79%) senilai Rp472,42 miliar.

Berdasarkan kabupaten/kota, sebanyak 64,58% DPK terdapat di Kota Batam dan

35,42% lainnya terdapat di Kota Tanjungpinang.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

47

3.1.3.3 Pembiayaan

Pembiayaan perbankan syariah masih pada trend melambat di triwulan laporan. Total

nilai pembiayaan syariah sebesar Rp2,32 triliun, tumbuh melambat 20,20% (yoy), lebih

rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya dan juga lebih rendah dibanding

pertumbuhan triwulan IV-2012, masing-masing sebesar 27,52% (yoy) dan 34,44% (yoy).

Seperti halnya pada bank konvensional, porsi terbesar pembiayaan syariah juga

berupa pembiayaan konsumsi mencapai 55,12% dari total kredit, diikuti oleh pembiayaan

modal kerja (26,36%) dan porsi terkecil pada pembiayaan investasi sebesar 18,53%.

Di sisi lain, pertumbuhan pembiayaan UMKM tumbuh menguat sebesar 26,49%

(yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 26,08% (yoy)

juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 18,32% (yoy).

Secara sektoral, pembiayaan pada perbankan syariah sebagian besar diserap oleh

sektor bukan lapangan usaha (konsumsi) dan sektor real estate, sewaan dan jasa perusahaan,

yaitu masing-masing sebesar 55,07% dan 38,90%. Sementara berdasarkan persebaran

pembiayaan menurut kabupaten/kota, sebanyak 72,98% di Kota Batam dan sisanya sebesar

27,02% di Kota Tanjungpinang.

3.1.3.4 Finance to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing (NPF)

Angka FDR syraiah tercatat meningkat pada triwulan laporan, yaitu sebesar 116,86%,

lebih tinggi dibanding FDR triwulan sebelumnya sebesar 110,87%.

Meskipun FDR meningkat, namun jumlah pembiayaan bermasalah mengalami

penurunan, tercermin dari angka NPF yang menurun dari 2,52% pada triwulan sebelumnya

menjadi 2,12% pda triwulan laporan.

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

180.00

200.00

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Aset (LHS) Pembiayaan (LHS) DPK (LHS)

growth - Aset (RHS) growth - Pembiayaan (RHS) growth - DPK (RHS)

Rp miliar %, yoy

Sumber: Bank Indonesia

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

140.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012 2013

FDR (LHS) NPF (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.22. Perkembangan Aset, DPK dan Pembiayaan Syariah

Grafik 3.23. FDR dan NPF Perbankan Syariah

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

48

3.2. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

3.2.1 TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

3.2.1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)

Perkembangan peredaran uang kartal dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk

(inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan, inflow mengalami

penurunan, menjadi sebesar Rp381 miliar atau menurun 5,22% (yoy). Sebaliknya, outflow

mencapai Rp3.562 triliun atau meningkat signifikan sebesar 52,22% (yoy). Kondisi tersebut

menyebabkan pada triwulan IV-2013 kembali terjadi net outflow sebesar Rp3.181 miliar.

Adapun secara keseluruhan tahun 2013, total inflow sebesar Rp2,3 triliun, atau

tumbuh 61,46% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 90,67%

(yoy), sementara outflow sebesar Rp9,36 triliun, menguat signifikan sebesar 60,78% (yoy),

lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 23,24% (yoy). Total net outflow

tahun 2013 sebesar Rp7,05 triliun, juga menguat signifikan sebesar 60,56% (yoy), jauh lebih

tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 10,55% (yoy).

Kecenderungan net outflow Kepulauan Riau antara lain dipengaruhi oleh

kecenderungan masyarakat yang masih cukup besar untuk melakukan transaksi

menggunakan uang kartal dibanding transaksi elektronik. Persebaran perbankan yang masih

sangat terbatas pada beberapa kabupaten, juga menyebabkan terbatasnya transaksi

menggunakan ATM maupun transaksi elektronik lainnya, sehingga transaksi akan lebih

banyak menggunakan uang kartal. Di sisi lain, posisi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan

Singapura maupun Malaysia dengan jumlah kunjungan turis asing dari kedua negara tersebut

cukup tinggi, menyebabkan terdapat kebutuhan uang rupiah pada money changer.

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net

Sumber: Bank Indonesia (50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Pertumbuhan inflow Pertumbuhan outflow%, yoy

Grafik 3.24. Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau

Grafik 3.25. Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

49

3.2.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan

dalam kondisi layak edar (clean money policy) bagi masyarakat, Bank Indonesia, secara berkala

melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). UTLE tersebut berasal dari

setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, yang selanjutnya ditukar dengan

uang yang layak edar (fit for circulation).

Pada triwulan laporan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau telah

memusnahkan UTLE dengan jumlah nominal mencapai Rp384 miliar atau meningkat

683,67% (yoy). Untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap pada level yang

rendah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Kepri tetap giat melakukan sosialisasi prinsip

3D (Didapat, Disimpan, Disayang) kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat

memahami cara-cara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat memperpanjang

usia manfaat fisik uang.

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2010 2011 2012 2013

Pemusnahan Uang (Rp miliar)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.26. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

3.2.1.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah nominal uang rupiah tidak asli sebanyak 68

lembar, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya dengan jumlah uang rupiah tidak asli

sebanyak 104 lembar.

Secara total tahun 2013, jumlah temuan uang rupiah tidak asli meningkat dibanding

tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 360 lembar atau meningkat 94 lembar dibanding tahun

2012, dengan jumlah temuan 266 lembar.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

50

Temuan uang rupiah tidak asli tersebut didasarkan atas permintaan klarifikasi

perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Kepulauan Riau. Upaya mengatasi peredaran uang rupiah tidak asli, Bank Indonesia

melakukan berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan security features uang yang

dicetak dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah, melalui penerapan prinsip

3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

2012 2013

Nominal Rp juta (kiri) Lembar (kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.27 Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli di Kepulauan Riau

3.2.2 TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

3.2.2.1. Kliring Lokal

Pada triwulan laporan, jumlah warkat transaksi non tunai secara kliring menurun

dibanding triwulan III-2013, namun sebaliknya nominal kliring meningkat dibanding triwulan

sebelumnya.

Jumlah warkat kliring sebanyak 138.144 lembar, menurun 0,93% dibanding triwulan

sebelumnya dengan jumlah warkat kliring sebanyak 139.436 lembar. Sementara itu nominal

kliring pada triwulan laporan sebesar Rp4,83 triliun meningkat 0,32% dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar Rp4,81 triliun. Secara tahunan, jumlah warkat maupun nominal

transaksi meningkat masing-masing sebesar 6,01% (yoy) dan 17,58% (yoy) dibanding

triwulan yang sama tahun lalu.

Secara keseluruhan tahun 2013, nilai transaksi kliring sebesar Rp16,99 triliun atau

tumbuh 7,18% (yoy), jauh lebih rendah dibanding angka pertumbuhan tahun 2012 sebesar

33,78% (yoy). Adapun jumlah warkat kliring sebanyak 533.968 lembar atau tumbuh 7,34%

(yoy), juga lebih rendah dibanding angka pertumbuhan tahun 2012 sebesar 11,89% (yoy).

Perlambatan pada nilai transaksi maupun jumlah warkat kliring sepanjang tahun 2013,

antara lain dipengaruhi oleh kinerja perbankan yang sempat mengalami perlambatan yang

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

51

cukup dalam pada periode triwulan I dan triwulan II-2013 (perlambatan pertumbuhan aset,

DPK, dan kredit).

Tabel 3.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Kepulauan Riau

Warkat Nominal Warkat Nominal Warkat Nominal

Tw III 124,027 4,008,726 2,431 109,062 121,596 3,899,664

Tw-IV 133,121 4,211,201 2,807 107,275 130,314 4,103,926

Tw-I 133,438 3,436,971 2,841 107,715 130,597 3,329,256

Tw-II 128,482 4,141,005 2,691 114,670 125,791 4,026,335

Tw III 142,552 4,918,425 3,116 108,595 139,436 4,809,830

Tw-IV 140,475 4,936,337 2,331 111,072 138,144 4,825,265Sumber: Bank Indonesia

Warkat (lembar), Nominal (Rp juta)

BulanKliring Pengembalian Jumlah

Perputaran Jumlah Tolakan Net Kliring

Kliring Penyerahan

2013

2012

Tahun

3.2.2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) adalah proses

penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi

(individually processed gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed)

dimana rekening peserta dapat didebit/kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah

pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank

Indonesia RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada Triwulan IV-2013 meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total nilai transaksi tercatat sebesar Rp26,86

triliun atau meningkat 22,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan pada

triwulan III-2013 yang sebesar 26,36% (yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi,

volume transaksi juga meningkat dari 29.142 lembar pada triwulan III-2013 menjadi 30.902

lembar pada triwulan laporan.

Untuk keseluruhan tahun 2013, nilai transaksi RTGS sebesar Rp93,67 triliun dengan

jumlah warkat sebanyak 115.645 warkat, atau meningkat masing-masing 21,81% (yoy) dan

32,87% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun 2012 yang masing-masing tercatat sebesar

10,06% (yoy) dan 19,69% (yoy).

Jika dilihat dari sebaran transaksi berdasarkan kabupaten/kota, sebagian besar

transaksi BI-RGTS Provinsi Kepulauan Riau terjadi di Kota Batam, yaitu mencapai 87,35% dari

total transaksi, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 8,48% dikarenakan jumlah bank dan

aktivitas bisnis yang terkonsentrasi di kedua kota tersebut, terutama di Kota Batam.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

52

Tabel 3.5.

Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Kepulauan Riau

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV

Batam Batam ke Luar Batam 5,736 6,895 7,504 8,141 7,819 7,958 8,730 9,333

Luar Batam ke Batam 11,113 13,617 13,963 15,521 13,035 16,383 17,769 18,140

Batam ke Batam 3,103 3,567 3,676 4,269 4,244 4,120 4,382 4,013

Karimun Karimun ke Luar Karimun 351 419 319 313 348 455 564 605

Luar Karimun ke Karimun 159 188 199 126 123 175 227 285

Karimun ke Karimun 46 66 59 38 42 73 79 85

Natuna Natuna ke Luar Natuna 0 0 0 0 0 0 0 0

Luar Natuna ke Natuna 342 301 665 641 477 212 127 305

Natuna ke Natuna 0 0 0 0 0 0 0 0

Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 186 198 160 298 348 345 304 382

Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1,041 1,156 1,159 1,410 1,102 1,376 2,345 2,051

Tg. Pinang ke Tg. Pinang 102 110 80 149 194 160 140 155

Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0 0 0 0 2 1 1 0

Luar Kepri ke Kepri 24 6 5 3 4 8 5 9

Kepri ke Kepri 0 0 0 0 0 0 0 0

15,701 19,036 20,159 21,998 18,777 22,559 25,473 26,857

Batam Batam ke Luar Batam 11,657 13,451 13,936 15,412 13,970 14,891 14,374 15,260

Luar Batam ke Batam 15,279 16,315 16,309 17,950 16,113 17,327 16,846 16,972

Batam ke Batam 5,236 5,947 6,127 6,750 6,513 6,719 6,272 6,110

Karimun Karimun ke Luar Karimun 893 981 803 818 854 1,066 1288 1,405

Luar Karimun ke Karimun 427 431 484 451 350 380 519 631

Karimun ke Karimun 85 117 110 79 87 125 144 163

Natuna Natuna ke Luar Natuna 7 0 0 0 0 0 0 0

Luar Natuna ke Natuna 236 134 144 326 117 86 56 170

Natuna ke Natuna 1 0 0 0 0 0 0 0

Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 462 462 432 572 738 803 651 639

Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1,518 1,713 1,715 2,248 1,393 1,484 1990 2,289

Tg. Pinang ke Tg. Pinang 227 240 228 259 311 312 220 233

Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0 0 0 7 15 20 25 8

Luar Kepri ke Kepri 39 32 27 29 26 35 29 34

Kepri ke Kepri 0 0 0 0 0 0 0 0

24,969 27,215 27,385 30,725 26,665 28,936 29,142 30,902

Sumber: Bank Indonesia

RTGS Volume

Kumulatif

Kumulatif

2012Wilayah

2013

RTGS Nilai (Rp Miliar)

3.3. Perkembangan Transaksi PVA (Pedagang Valuta Asing) dan PTD (Penyelenggara Transfer Dana)

3.3.1 Perkembangan Transaksi PVA Transaksi PVA mengalami penurunan pada triwulan IV-2013, baik untuk penjualan

maupun pembelian uang kertas asing (UKA). Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar

Singapura yang masih berlanjut hingga triwulan IV-2013 relatif tidak berpengaruh terhadap

peningkatan transaksi PVA. Transaksi pembelian senilai Rp2,3 triliun, tumbuh melambat 4,81%

(yoy) bila dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 17,19% (yoy), namun

masih lebih tinggi bila dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar negatif 11,12% (yoy).

Sepanjang tahun 2013, total pembelian sebesar Rp9,53 triliun atau meningkat 0,86%

(yoy), jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 30,37% (yoy). Adapun

total penjualan sebesar Rp9,6 triliun atau meningkat 1,87% (yoy), juga menurun dibanding

pertumbuhan tahun 2012 sebesar 30,22% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

53

Dari sisi jumlah mata uang, transaksi PVA dengan mata uang SGD masih

mendominasi, mencapai 80,92% dari total transaksi, kemudian ringgit Malaysia (MYR) sebesar

7,78%, dan dollar Amerika (USD) sebesar 5,25%. Lokasi Kepulauan Riau khususnya Batam

yang berbatasan dengan Singapura menyebabkan kebutuhan jual dan beli mata uang dollar

Singapura (SGD) jauh lebih tinggi dibandingkan mata uang lainnya.

Berdasarkan kabupaten/kota, persebaran PVA terbanyak di Kota Batam (93 PVA),

kemudian Tanjungpinang (17 PVA), Bintan (5 PVA) dan Tanjung Balai Karimun (15 PVA).

Jumlah PVA yang sangat dominan di Kota Batam menyebabkan pembelian dan penjualan

(rata-rata) terbesar juga terjadi di Kota Batam mencapai 90,44% dari total nilai transaksi,

kemudian Kota Tanjungpinang (5,02%), lalu Kabupaten Tanjung Balai Karimun (3,64%), dan

Kabupaten Bintan (0,90%).

-20

0

20

40

60

80

100

120

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Pembelian Penjualan

growth Pembelian (yoy) growth Penjualan (yoy)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

SGD, 80.92%

MYR, 7.78%

USD, 5.25%

Mata Uang Lainnya, 6.05%

Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.28.

Perkembangan Transasi PVA di Kepulauan Riau Grafik 3.29.

Porsi Mata Uang dalam Transaksi PVA

3.3.1 Perkembangan Transaksi Penyelenggara Transfer Dana (PTD)

Searah dengan transaksi PVA, pertumbuhan transaksi PTD juga melambat

pada triwulan laporan. Nilai transaksi PTD pada triwulan IV-2013 sebesar Rp522 miliar atau

tumbuh 5,51% (yoy), jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya

sebesar 23,2% (yoy), namun masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan IV-2012

sebesar negatif 20,00% (yoy). Dari total nilai transaksi PTD tersebut, sebanyak 32,18%

merupakan transaksi antar wilayah RI, kemudian 31,90% merupakan transaksi ke luar wilayah

Ri dan 35,77% merupakan transaksi dari luar wilayah RI.

Untuk keseluruhan tahun 2013, jumlah transaksi PTD sebesar Rp1,9 triliun

atau meningkat 11,73% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan nilai transaksi

tahun 2012 sebesar negatif 10,95% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

54

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Total Transaksi KUPU (LHS) Pertumbuhan Total Transaksi KUPU (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

(Rp miliar) (%, yoy)

Antar Wilayah RI (LHS), 32.18%

Ke Luar Wilayah RI (LHS), 31.90%

Dari Luar Wilayah RI (LHS), 35.77%

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 3.30 Perkembangan Transasi PTD di Kepulauan Riau

Grafik 3.31 Jenis Transasi PTD

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

55

GRES!:

MENUJU MASYARAKAT SYARIAH YANG MANDIRI

Dalam blue print Perbankan Syariah Indonesia, fokus kebijakan pengembangan

perbankan syariah pada tahun 2013-2015 akan diarahkan kepada integrasi perbankan

syariah dengan sistem keuangan syariah lainnya, yang selanjutnya akan berkolaborasi

lebih luas dengan pelaku ekonomi (termasuk pelaku wirausaha) yang ada guna

memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Atas

dasar blue print tersebut, Bank Indonesia bersama dengan para stakeholder ekonomi

syariah melakukan pencanangan program Gerakan Ekonomi Syariah (Gres!), yang secara

seremonial telah dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Lapangan Monas,

Jakarta, pada tanggal 17 November 2013.

Sejalan dengan program tersebut di atas, KPwBI Provinsi Kepri bersama dengan

Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Kepri juga melakukan pencanangan program

Gres! di Batam. Program Gres! di Batam diadakan pada tanggal 28 November sampai

dengan 1 Desember 2013, dimulai dengan pameran yang diikuti oleh 90 peserta yang

terdiri dari perbankan syariah, lembaga keuangan syariah non bank, peserta pelatihan

wirausaha yang merupakan binaan Bank Indonesia dan Batam Pos Entrepreneur School

serta pelaku UMKM lainnya. Puncak dari rangkaian acara tersebut adalah pencanangan

program Gres! secara simbolis oleh Kepala KPwBI Provinsi Kepri bersama dengan Ketua

MES Provinsi Kepri dan tokoh masyarakat Kepri lainnya.

Untuk menambah wawasan mengenai akses keuangan syariah kepada masyarakat yang

sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif, sekaligus membuka akses informasi

bagi masyarakat umum dan pelaku usaha yang selama ini belum memahami produk

keuangan syariah dan cara-cara melakukan bisnis maupun bertransaksi secara komersial

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, Bank Indonesia juga melaksanakan kegiatan seminar,

yang juga masih merupakan rangkaian acara Gres! di Batam, dengan tema ‘Entrepreneur

yang Syariah’ pada tanggal 30 November 2013. Seminar tersebut menghadirkan pakar

wirausaha syariah, Adiwarman A. Karim, dan pengusaha muda, Abbi Angkasa, sebagai

narasumber.

Perbankan syariah merupakan sistem yang mengutamakan kejujuran dan keikhlasan

antara kedua belah pihak (nasabah dan lembaga keuangan), di mana nasabah memiliki

ruang untuk bernegosiasi dengan bank mengenai bagi hasil yang bila sudah disepakati

kedua pihak, bila terjadi beberapa risiko di luar dugaan dan sulit untuk dihindari. Melalui

program Gres! ini diharapkan publik dapat memiliki persepsi yang lebih memadai

mengenai perbedaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional, terutama

sekali mengenai istilah hasil, akad, dan prinsip utama dalam praktik perbankan syariah,

sehingga publik secara mandiri dapat memilih media perbankan yang tepat sesuai

dengan preferensinya masing-masing.

BOKS - 3

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

56

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sampai

dengan akhir triwulan IV-2013 mencapai 89,88% dari anggaran belanja yang telah

ditetapkan. Sementara realisasi pendapatan telah mencapai 97,36% ditopang oleh realisasi

transfer dana dari pemerintah pusat yang tepat waktu kepada pemerintah kota/kabupaten.

Dengan penyerapan belanja yang lebih rendah dibanding realisasi pendapatan

menyebabkan posisi dana Pemda yang tersimpan di perbankan masih cukup besar yaitu

sebesar Rp1,24 triliun. Namun dibanding posisi akhir triwulan III-2013, jumlah simpanan

Pemda di perbankan pada akhir triwulan IV-2013 turun sebesar 56,26%.

4.1. REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU

4.1.1. Realisasi Penerimaan

Realisasi pendapatan pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepri yang mencakup

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Kota

Tanjungpinang, dan Pemerintah Kabupaten Karimun sampai dengan akhir triwulan IV-2013

mencapai Rp 6,07 triliun atau 97,36% dari pendapatan yang dianggarkan sebesar Rp 6,23

triliun.

Sebagian besar pendapatan Pemda di wilayah Provinsi Kepri berasal dari dana

perimbangan yang mencapai Rp 4,39 triliun atau 69,86% dari total pendapatan. Sampai

dengan akhir Desember 2013, realisasi dana perimbangan telah mencapai 100,78% dari

total yang dianggarkan sebesar Rp 4,35 triliun. Realisasi dana perimbangan yang mencakup

dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, transfer

pemerintah pusat lainnya baik kepada Pemerintah Provinsi Kepri dan Pemerintah Kota Batam

telah mencapai lebih 100%. Sementara itu, realisasi transfer dana perimbangan kepada

Pemerintah Kota Tanjungpinang dan Pemerintah Kabupaten Karimun masing-masing

mencapai 97,60% dan 99,36%.

Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah di wilayah

Provinsi Kepulauan Riau yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan

lainnya mencapai Rp 1,43 triliun atau 89,94% dari rencana PAD yang ditetapkan sebesar

Rp1,59 triliun. Proporsi PAD Pemda di wilayah Provinsi Kepri mencapai 25,576% dari total

pendapatan daerah. Realisasi terbesar PAD bersumber dari pajak daerah yang mencapai

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

57

Rp1,17 triliun atau 81,37% dari total PAD. Di Pemda Provinsi Kepri, pajak daerah terutama

berasal dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak

bahan bakar kendaraan bermotor. Sementara di Pemda tingkat II khususnya Pemda Kota

Batam dan Kota Tanjungpinang, sumber pajak daerah bersumber dari pajak restoran, pajak

hotel, dan pajak penerangan jalan.

Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota

di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)

RP JUTA STRUKTUR (%) RP JUTA %

Pendapatan Asli Daerah 1.593.211 25,57 1.432.975 89,94

Pajak daerah 1.365.026 21,91 1.166.493 85,46

Retribusi daerah  75.223 1,21 86.688 115,24

Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan 6.739 0,11 6.534 96,96

Lain-lain PAD yang sah 146.223 2,35 173.260 118,49

Dana Perimbangan 4.353.033 69,86 4.387.000 100,78

Dana bagi hasil pajak/bukan pajak 2.099.228 33,69 2.131.901 101,56

- Pajak 421.224 6,76 432.337 102,64

- Bukan Pajak (SDA) 1.678.004 26,93 1.699.564 101,28

Dana alokasi umum 1.839.906 29,53 1.839.905 100,00

Dana alokasi khusus 108.698 1,74 108.698 100,00

Transfer pemerintah pusat lainnya 44.217 0,71 44.217 100,00

Transfer pemerintah provinsi 260.986 4,19 262.280 100,50

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 284.458 4,57 246.397 86,62

TOTAL PENDAPATAN 6.230.703 100,00 6.066.372 97,36

ANGGARAN REALISASI SD TW IV-2013JENIS ANGGARAN

Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab/Kota (diolah)

Keterangan : *) Mencakup Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun

4.1.2. Realisasi Belanja

Realisasi belanja pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di wilayah

Provinsi Kepri sampai dengan akhir triwulan IV-2013 mencapai Rp6,28 triliun atau 89,88%

dari anggaran sebesar Rp6,99 triliun. Realisasi belanja pada masing-masing pos rata-rata telah

mencapai lebih dari 80% kecuali pos biaya tidak terduga. Pos belanja modal yang ditujukan

untuk kepentingan publik termasuk infrastruktur juga telah terealisasi sebesar 85,38%

meskipun proporsi belanja modal masih di bawah angka 20% jika dibandingkan dengan total

belanja. Angka ideal untuk belanja modal untuk pemerintah daerah diarahkan mencapai

30% dari total belanja.

Porsi belanja terbesar pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau adalah untuk

belanja pegawai dengan porsi rata-rata sebesar 29% dari total belanja. Porsi belanja pegawai

ini bahkan mencapai 45% atau hampir setengah dari belanja pemerintah di kabupaten

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

58

tertentu. Porsi terbesar kedua belanja pemda adalah untuk belanja barang yang secara rata-

rata mencapai 23,67% dari total belanja. Penyerapan kedua pos belanja tersebut secara

umum telah mencapai angka di atas 90% sampai dengan akhir tahun.

Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota

di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)

RP JUTA STRUKTUR (%) RP JUTA %

Belanja tidak langsung 4.964.136 71,03 4.501.931 90,69

Belanja pegawai 2.020.287 28,91 1.854.787 91,81

Belanja barang 1.654.256 23,67 1.486.370 89,85

Belanja subsidi 0 0 0 0

Belanja hibah 505.512 7,23 439.858 87,01

Belanja bantuan sosial 261.538 3,74 221.490 84,69

Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota/Desa 295.674 4,23 283.495 95,88

Belanja bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota/Desa 219.220 3,14 211.714 96,58

Belanja tidak terduga 7.650 0,11 4.216 55,11

Belanja langsung 2.024.458 28,97 1.779.440 87,90

Belanja pegawai 242.854 3,48 234.411 96,52

Belanja barang dan jasa 502.743 7,19 453.087 90,12

Belanja modal 1.278.861 18,30 1.091.943 85,38

TOTAL BELANJA 6.988.594 100,00 6.281.371 89,88

SURPLUS/(DEFISIT) -757.892 -214.999 28,37

- Penerimaan Pembiayaan Daerah 1.004.832 648.025 64,49

- Pengeluaran Pembiayaan Daerah 246.940 203.549 82,43

SILPA 0 229.478

ANGGARAN REALISASI SD TW IV-2013JENIS ANGGARAN

Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab / Kota di Kepulauan Riau (diolah)

Keterangan : *) Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun

Sementara itu, realisasi kelompok belanja langsung sampai dengan akhir triwulan IV-

2013 mencapai Rp1,78 triliun atau 87,90% dari anggaran belanja langsung yang telah

ditetapkan sebesar Rp2,02 triliun. Persentase penyerapan terbesar adalah pada pos belanja

pegawai yang telah mencapai 96,52%.

Dengan realisasi pendapatan dan anggaran belanja sampai dengan triwulan IV-2013,

surplus atau sisa anggaran yang belum dipakai oleh Pemda di wilayah Provinsi Kepri mencapai

Rp229 miliar. Dengan asumsi bahwa surplus keempat pemkab lainnya di Provinsi Kepri

berada pada kisaran angka yang sama, maka surplus belanja pemerintah daerah akan

mencapai lebih dari Rp500 miliar.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

59

Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan

Grafik 4.1. Perkiraan Realisasi APBD Pemda Seluruh Indonesia November 2013

Berdasarkan estimasi Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan RI, rata-

rata realisasi belanja Pemda baik provinsi maupun kabupaten / kota di seluruh Indonesia

sampai dengan akhir November 2013 mencapai 75,5%. Estimasi ini dihitung dengan

menggunakan pergerakan dana Pemda di perbankan dan realisasi Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Dengan menggunakan angka ini dan membandingkan dengan realisasi pada akhir

tahun dapat disimpulkan bahwa realisasi APBD pada bulan Desember 2013 mencapai hampir

15%.l

4.2. Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan

Pada akhir bulan Desember 2013, dana simpanan pemerintah daerah yang meliputi

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kepri mencapai Rp1,24

triliun. Jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun lalu, dana simpanan Pemda ini

turun sebesar 25,13% dari angka Rp1,66 triliun. Sementara secara triwulanan posisi dana

Pemda tersebut turun sebesar 56,26% dari angka Rp 2,84 triliun pada akhir September 2013.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

60

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

2013 2012

Rp miliar

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.2.

Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri

Penurunan dana simpanan Pemda di perbankan ini mengindikasikan realisasi APBD

yang dilakukan pada triwulan IV-2014. Dengan indikator dana simpanan Pemda di perbankan

ini, diperkirakan anggaran yang tidak terserap di 7 Pemerintah Kaupaten / Kota ditambah

Pemerintah Provinsi mencapai Rp 155 miliar per pemerintah. Angka ini turun dibanding tahun

sebelumnya yang mencapai Rp207,5 miliar per pemerintah.

89%

0% 11%

Giro Tabungan Deposito

Sumber: Bank Indonesia

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2012 2013

Giro Tabungan Deposito

Rp miliar

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.3. Komposisi Simpanan Pemda di Perbankan Kepri Per

Desember 2013

Grafik 4.4. Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri

Berdasarkan Jenis Simpanan Pada akhir Desember 2013, jenis simpanan Pemda terbesar adalah giro dengan

pangsa mencapai 89%, yang diikuti oleh deposito sebesar 11% dan tabungan sebesar

0,23%. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, komposisi ini berubah cukup

signifikan sesuai mengikuti pola penyerapan anggaran yang banyak terealisasi pada kahir

tahun. Pada akhir September 2013, pangsa giro mencapai 72%, deposito mencapai 23%,

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

61

dan tabungan mencapai 4%. Pada akhir tahun pangsa tabungan Pemda menurun drastis

sementara giro dan deposito naik.

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Rp

mil

iar

Giro dapat ditarik sewaktu-waktu Tabungan dapat ditarik sewaktu-waktu

Giro yang diblokir Tabungan berjangka

Deposito Berjangka

Sumber : Bank Indonesia

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

JAN MAR MEI JUL SEP NOV JAN MAR MEI JUL SEP NOV

2012 2013

Rp

mil

iar

Simpanan Likuid Simpanan Kurang Likuid

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.5. Jenis Simpanan Pemda di Perbankan Kepri

Berdasar Tingkat Likuiditas

Grafik 4.6. Pergerakan Simpanan Pemda

Jika dipilah berdasarkan tingkat likuiditas, simpanan Pemda lebih banyak ditempatkan

pada dana yang likuid (dapat ditarik sewaktu-waktu) untuk motif berjaga-jaga atas

pembayaran yang akan dilakukan. Meskipun ditempatkan dalam simpanan yang likuid seperti

giro dan tabungan, simpanan Pemda secara umum mendapatkan suku bunga yang lebih

tinggi dibandingkan rata-rata suku bunga yang diberikan kepada deposan lainnya.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

62

MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH MELALUI

RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING (IMTA)

Pada awal 2014, Komisi IV DPRD Kota Batam menilai realisasi perpanjangan Izin

Mempekerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA) tahun 2013 ini terlalu minim. Realisasi

penerimaan dari IMTA pada tahun 2013 hanya terkumpul sebesar Rp24 miliar dari potensi

IMTA tahunan yang diperkirakan dapat dihimpun sebesar Rp 60 miliar, atau hanya

terkumpul sekitar 40% dari potensi yang ada. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 5.500

orang Tenaga Kerja Asing (TKA) atau ekspatriat di Batam. Berdasarkan ketentuan, setiap

TKA itu dipungut retribusi sekitar USD 100 per bulan.

Minimnya realisasi dari potensi IMTA yang ada di Batam antara lain diakibatkan lemahnya

fungsi pengawas Pemerintah Kota (Pemko) Batam dalam mengawasi alur keluar masuk

TKA dari dan keluar Batam. Untuk itu, perlu adanya koordinasi yang memadai antara

Pemko Batam dan Imigrasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap alur keluar masuk

TKA tersebut. Dalam hal ini perlu ada kejelian dari pihak berwenang untuk membedakan

apakah orang asing yang keluar/masuk dari/ke Batam merupakan turis, tenaga kerja

temporer atau tenaga kerja yang layak menjadi obyek IMTA.

Kewenangan pemungutan retribusi IMTA telah diserahkan kepada masing-masing daerah

(secara otonomi) berdasarkan Peraturan Menteri No. 97 tahun 2012 tentang Retribusi

Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA. Berdasarkan peraturan

tersebut, pemerintah daerah berhak untuk menarik retribusi IMTA kepada perusahaan

asing yang mempekerjakan TKA di perusahaannya masing-masing. Sesuai dengan Perda

Batam Nomor 4 Tahun 2013 tentang Retribusi Perpanjangan IMTA, sekitar 70% dari dana

retribusi IMTA yang terkumpul akan dialokasikan untuk mengembangkan dan

meningkatkan kualitas keahlian dan ketrampilan SDM pekerja yang ada di Batam.

Kedatangan TKA ke Batam merupakan potensi ekonomi tersendiri yang dapat

dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Batam. Untuk itu, Pemerintah Kota Batam berupaya

untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi para TKA untuk tinggal di

Kota Batam, antara lain dengan menerbitkan smart card atau paspor elektronik yang

hanya berbiaya sekitar Rp1 juta rupiah per tahun guna mempersingkat waktu pemeriksaan

di imigrasi serta menyediakan hunian tempat tinggal yang sesuai dengan standar hidup

bagi para TKA tersebut.

Upaya Batam dalam menggali potensi penerimaan daerah melalui retribusi IMTA ini

menjadi contoh bagi daerah lain dengan jumlah TKA yang cukup banyak di wilayahnya

masing-masing untuk melakukan hal yang sama. Sebagai contoh, Balikpapan, wilayah

yang banyak memiliki perusahaan minyak asing juga sedang berupaya untuk menggali

potensi tersebut melalui penetapan peraturan daerah sehubungan dengan retribusi IMTA

tersebut.

Sumber: berbagai Sumber

BOKS - 4

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

63

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

5.1. KETENAGAKERJAAN

Perkembangan penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha relatif tidak

berubah masih didominasi oleh sektor perdagangan dan industri. Penduduk yang bekerja

dengan usia 15 tahun ke atas di wilayah Kepri untuk bulan Agustus 2013 mayoritas bekerja

pada lapangan usaha sektor perdagangan sebanyak 239.587 orang dengan porsi mencapai

28% terhadap total penduduk bekerja, diikuti sektor industri sebesar 27% dengan jumlah

penduduk bekerja 229.114 orang dan porsi terkecil bekerja di sektor keuangan sebesar 2%

dengan jumlah 20.415 orang.

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan,

Februari 2012 - Agustus 2013

Februari Agustus Februari Agustus

1 Pertanian 126.345 98.336 117.122 86.155

15% 12% 13% 10%

2 Industri 122.267 194.223 131.348 229.114

15% 24% 15% 27%

3 Konstruksi 43.039 61.981 63.425 68.499

5% 8% 7% 8%

4 Perdagangan 248.001 226.134 196.135 239.587

30% 27% 22% 28%

5 Angkutan 57.789 59.428 68.103 57.979

7% 7% 8% 7%

6 Keuangan 23.571 28.421 36.740 20.415

3% 3% 4% 2%

7 Jasa 182.003 135.358 226.972 124.604

22% 16% 26% 15%

8 Lainnya 35.919 20.686 48.576 22.307

4% 3% 5% 3%

Penduduk Bekerja 838.934 824.567 888.421 848.660

2012 2013No Lapangan Usaha

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Agustus 2013 sebanyak 848.660 orang

atau meningkat sebesar 3% dibandingkan tahun lalu untuk periode yang sama sebanyak

824.567 orang. Peningkatan tertinggi untuk jumlah penduduk yang bekerja terjadi pada

sektor industri sebesar 18% (yoy) dan sektor konstruksi 11% (yoy) sedangkan penurunan

terbesar terjadi pada sektor keuangan sebesar 28% dan sektor pertanian sebesar 12%.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

64

5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

5.2.1. Pendapatan Rumah Tangga

Perkembangan kesejahteraan dapat dilihat diantaranya dengan menggunakan

indikator pendapatan rumah tangga sebagai variabel pembentuk Indeks Tendensi Konsumen

(ITK). Indeks Tendensi Konsumen dibentuk oleh tiga variabel yaitu pendapatan rumah tangga,

pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi dan tingkat konsumsi makanan dan non

makanan. ITK pada triwulan IV-2013 tercatat sebesar 112,03 menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 112,36 menunjukkan optimisme konsumen mengalami

penurunan atas kondisi ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tabel 5.2. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan IV-2013

IV I II III IVPendapatan Rumah Tangga 103,69 103,32 111 112,49 114,12

Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi 126,76 118,07 108,84 109,5 109,06

Tingkat Konsumsi makanan dan non makanan 102,73 102,56 106,54 115,72 110,87

Indeks Tendensi Konsumen 109,7 107,16 109,44 112,36 112,03

2013Variabel Pembentuk

2012

Sumber: BPS (diolah)

Pendapatan konsumen di triwulan IV-2013 lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya, terlihat dari perubahan nilai indeks pendapatan rumah tangga yang meningkat

sebesar 1,63 atau 1,43% dari 112,49 menjadi 114,12. Pada triwulan I-2014 tingkat

optimisme konsumen akan pendapatan rumah tangga menurun terlihat dari nilai indeks

perkiraan pendapatan rumah tangga sebesar 109,26.

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Grafik 5.1.

Indeks tendensi Konsumen

Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya ialah

tingkat inflasi. Hasil indeks pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi pada triwulan IV-2013

mengalami penurunan sebesar 0,44 menjadi 109,06 yang menunjukkan dampak inflasi

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

65

terhadap konsumsi masyarakat memiliki dampak lebih kecil dibandingkan triwulan

sebelumnya.

5.2.2. Nilai Tukar Petani

Kemampuan daya beli petani dapat dilihat melalui indikator Nilai Tukar Petani (NTP)

yang menggambarkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi

maupun untuk biaya produksi. Peningkatan NTP menunjukkan membaiknya kemampuan

daya beli petani.

Pada triwulan IV-2013 rata-rata NTP tercatat sebesar 102,37 mengalami peningkatan

0,02 atau naik 0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 102,35 yang menunjukkan

kenaikan daya beli petani.

Berdasarkan subsektor, rata-rata NTP pada triwulan IV-2013 terbesar pada subsektor

perikanan sebesar 106,54 dan NTP terendah pada subsektor hortikultura sebesar 99,60.

Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan dan perikanan masing-

masing sebesar 0,56% dan 0,56%.

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Grafik 5.2. NTP Menurut Subsektor

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Grafik 5.3. Nilai Tukar Petani (NTP)

Rata-rata NTP secara nasional pada triwulan IV-2013 tercatat sebesar 101,91 lebih

rendah dibandingkan NTP Kepri sebesar 102,37, sehingga secara umum kondisi daya beli

petani di Kepri lebih baik dibandingkan nasional. Sedangkan bila dilihat secara subsektor, NTP

di Kepri lebih tinggi dibandingkan nasional hanya untuk subsektor perikanan, perkebunan

rakyat dan tanaman pangan.

Tabel 5.3. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor Triwulan IV-2013

NO SEKTOR NASIONAL KEPRI 1 Tanaman Pangan 100.41 106.72 2 Hortikultura 101.89 99.60 3 Perkebunan Rakyat 99.89 99.91 4 Peternakan 106.12 106.07 5 Perikanan 102.05 106.54 6 Umum 101.91 102.37

Sumber: BPS (diolah)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

66

Tabel 5.4. Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kepri,

Tw 4 Tw 1 TW 2 Tw 3 Tw 4

Konsumsi Rumah Tangga 101,66 103,01 103,35 105,62 106,20

Bahan Makanan 101,48 103,64 104,09 107,08 107,35

Makanan jadi 99,88 100,77 101,44 102,86 103,63

Perumahan 100,85 101,53 101,74 103,60 104,41

Sandang 102,20 102,47 101,74 102,03 103,71

Kesehatan 101,43 102,61 103,31 103,31 103,79

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 103,78 103,84 104,01 104,15 104,88

Trasnportasi dan Komunikasi 105,74 106,58 106,46 110,35 110,96

Sub Kelompok2012 2013

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah tangga Petani naik sebesar 0,58 atau 0,55% bila

dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada subkelompok sandang

sebesar 1,24% dan subkelompok perumahan sebesar 0,78%.

5.2.3. Tingkat Kemiskinan

Periode September 2013 jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sebesar

125.021 orang, mengalami penurunan sebesar 6.194 orang atau turun 5% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 131.215 orang. Penduduk miskin di perkotaan

memiliki porsi 76% terhadap total penduduk miskin dengan jumlah 95.344 orang sedangkan

penduduk miskin di pedesaan sebanyak 29.677 orang atau 24% dari total penduduk miskin.

Penduduk miskin di perkotaan pada bulan September 2013 menurun 12% (yoy) atau

13.182 orang dibandingkan tahun sebelumnya dari 108.526 orang menjadi 95.344 orang

sedangkan di pedesaan terjadi penambahan penduduk miskin pada bulan September 2013

sebesar 20% dari 24.638 orang menjadi 29.677 orang dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 5.5. Garis Kemiskinan, Jumlah Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau

Bukan

MakananPerkotaan

Sep-12 245.563 128.163 373.726 108.526 7,15%Sep-13 264.851 140.727 405.578 95.344 5,79%

PerdesaanSep-12 240.288 76.676 316.964 24.638 6,94%Sep-13 276.638 88.135 364.773 29.677 9,21%

Kota + DesaSep-12 244.608 118.842 363.450 131.215 6,83%Sep-13 266.779 132.124 398.903 125.021 6,35%

Daerah/tahun

Garis Kemiskinan

(Rp/kapita/bln)Jumlah

Penduduk

Miskin

Persentase

Penduduk

MiskinMakanan Total

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

67

Pengaruh komoditas makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan

komoditas bukan makanan. Pada Bulan September 2013, sumbangan garis kemiskinan

makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 67% sedangkan sumbangan garis kemiskinan

non makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 33%. Garis kemiskinan pada September

2013 mengalami peningkatan sebesar Rp35.453 atau 10%(yoy) dari Rp.363.450 menjadi

Rp.398.903

Tabel 5.6.

Garis Kemiskinan, Jumlah Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau

Perkotaan (%) Perdesaan (%)

Makanan Beras 26,44 33,86

Rokok Kretek Filter 11,53 13,83

Daging Ayam Ras 6,32 0,75

Telur Ayam Ras 5,45 4,33

Gula Pasir 4,67 5,62

Mie Instant 5,37 3,81

Non Makanan Perumahan 26,24 30,03

Listrik 13,83 6,2

Bensin 10,13 10,59

Pakaian Jadi Laki-laki Dewasa 6,66 4,13

Pakaian Jadi Perempuan Dewasa 5,55 5,03

Pakaian Jadi Anak-anak 6,39 8,76

Komoditi

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Komoditas makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di daerah

perkotaan yaitu beras, rokok kretek filter, daging ayam ras dan telur ayam ras sedangkan di

daerah pedesaan komoditas makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan ialah

beras, rokok kretek filter dan gula pasir.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

68

MENINGKATKAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA MELALUI

PEMBERDAYAAN ISTRI NELAYAN

Pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau selama tahun 2013 lalu telah mengadakan

beberapa program untuk memberdayakan istri nelayan guna meningkatkan pendapatan

rumah tangga. Disadari bahwa profesi suami mereka sebagai nelayan merupakan profesi

yang sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Bila kondisi cuaca sedang tidak bersahabat

untuk melaut, maka para nelayan ini akan kehilangan mata pencaharian mereka untuk

sementara waktu. Pada saat seperti ini, peran istri nelayan untuk mengambil alih

pemasukan rumah tangga sangatlah diperlukan.

Salah satu program yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten

Bintan dalam hal ini adalah pembekalan pengetahuan kepada istri nelayan untuk mencari

penghasilan alternatif melalui peternakan unggas dan pelatihan olah produk perikanan

lainnya. Para istri nelayan tersebut juga dibekali pengetahuan untuk berperan sebagai

komplemen aktivitas rumah tangga yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas,

produk, dan daya saing produk hasil diversifikasi usaha penangkapan ikan.

Sementara itu, menyadari pentingnya peranan istri dalam melakukan manajemen

keuangan rumah tangga, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga

Berencana (BPM-PKB) Kabupaten Bintan kembali menggalakkan Program Gerakan

Menabung untuk para istri nelayan. Bekerjasama dengan beberapa bank perkreditan

rakyat (BPR) yang tersebar di wilayah Kepri, istri para nelayan tersebut dipersilahkan untuk

menabung dengan setoran awal sebesar Rp25.000, dan selanjutnya dapat menabung

sesuai dengan keinginannya.

Untuk memudahkan para istri nelayan tersebut untuk menabung, BPM-PKB Kabupaten

Bintan meminta bantuan kepada BPR yang terlibat untuk berkeliling di setiap kecamatan,

sehingga masyarakat tidak akan kebingungan untuk menabung uang yang diinginkannya,

terlebih bagi mereka yang berada di pesisir dan sulit terjangkau oleh transportasi umum.

Para istri nelayan tersebut diberikan pengarahan bahwa tabungan tetap diperlukan

dalam suatu rumah tangga untuk keperluan yang mendadak seperti biaya berobat, biaya

sekolah anak dan keperluan lainnya.

Selain itu, selaku manajer di rumah tangga, istri nelayan diharapkan dapat menjadi

penatausaha dokumen yang dibutuhkan oleh suaminya untuk berprofesi sebagai nelayan.

DKP Kabupaten Bintan juga menghimbau agar para istri nelayan selalu mengingatkan

suaminya untuk memiliki kartu nelayan. Kartu tersebut dapat digunakan untuk

mendapatkan bimbingan dan bantuan dari dinas terkait bila diperlukan, termasuk juga

mendapatkan perlindungan yang memadai dari risiko yang mungkin terjadi pada saat

suaminya menjalankan profesinya sebagai nelayan.

Sumber: Berbagai Sumber

BOKS - 5

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

69

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL

6.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diprakirakan tumbuh sedikit menguat pada

triwulan I-2014, terutama ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga serta

konsumsi pemerintah antara lain didukung oleh inflasi yang semakin mereda,

perayaan hari raya Imlek serta peningkatan konsumsi dalam rangka pelaksanaan

Pemilu 2014. Berdasarkan data historis dan perkembangan beberapa indikator terkini,

pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau triwulan I-2014 diprakirakan berada pada

kisaran 5,2% - 5,4% (yoy).

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

8.0%

9.0%

10.0%

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2010* 2011 2012 2013 2014

PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDRB

(Rp triliun) (%, yoy)

*) Proyeksi Bank Indonesia

Grafik 6.1.

Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau

Dari sisi eksternal, ekonomi dunia tahun 2014 diprakirakan lebih baik

dibanding tahun 2013, seiring dengan pemulihan resesi global khususnya di Amerika

Serikat dan kawasan Eropa. Bank Indonesia memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh

dari 2,9% pada tahun 2013 menjadi 3,5% pada tahun 2014. Peningkatan ekonomi terjadi

baik negara-negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, China, India maupun

oleh negara-negara ASEAN. Pemulihan ekonomi negara-negara maju, akan berdampak

terhadap peningkatan permintaan ekspor ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.

Secara khusus, struktur ekonomi Kepulauan Riau yang hampir 50% ditopang oleh industri

pengolahan terutama yang berorientasi ekspor, sehingga sangat tergantung pada permintaan

dunia.

Dari sisi internal, penguatan ekonomi Kepulauan Riau antara lain akan

dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah

menjelang Pemilu. Prakiraan inflasi yang semakin mereda pada triwulan I-2014 serta

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

70

peningkatan UMK, diharapkan dapat mendorong kembali daya beli masyarakat. Meskipun

inflasi pada Januari masih tinggi, namun diyakini akan menurun pada Februari dan Maret

seiring dengan kondisi cuaca yang semakin kondusif, sehingga pasokan bahan makanan ke

Kepulauan Riau menjadi lebih lancar. Di sisi lain, persiapan Pemilu juga akan mendorong

peningkatan konsumsi melalui peningkatan belanja keperluan logistik kampanye partai

politik. Belanja pemerintah juga akan meningkat di awal tahun melalui biaya hibah kepada

partai partai politik.

Searah dengan prakiraan tersebut, hasil survei konsumen Bank Indonesia Provinsi

Kepulauan Riau pada Januari 2014 juga menunjukkan bahwa konsumen memprakirakan

peningkatan penghasilan serta peningkatan konsumsi pada 3 (tiga) bulan yang akan datang,

tercermin dari indeks perkiraan pengeluaran 3 (tiga) bulan mendatang yang meningkat dari

188,5 pada triwulan sebelumnya menjadi 192 pada triwulan laporan.

Sementara itu, investasi diprakirakan masih akan melambat. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang cenderung menahan investasi hingga kondisi sosial

politik kembali stabil pasca pemilu. Peningkatan suku bunga kredit sebagai dampak

penyesuaian BI Rate oleh perbankan turut memberi andil terhadap perlambatan investasi.

Setelah tumbuh cukup tinggi pada triwulan sebelumnya, net ekspor juga

diprakirakan akan melambat pada triwulan I-2014. Peningkatan ekspor pada akhir tahun

2013 terutama ditopang oleh peningkatan yang cukup signifikan komoditas besi dan baja

serta kapal/konstruksi terapung yang sebagian besar masa kontraknya berakhir pada 2013.

Seiring berakhirnya masa kontrak pada 2013, maka nilai ekspor cenderung akan menurun

pada triwulan I-2014. Prakiraan tersebut juga sesuai dengan hasil survei kegiatan dunia usaha

(SKDU) Bank Indonesia pada triwulan IV-2013, menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku

usaha memperkirakan penurunan kegiatan usaha 3 (tiga) bulan yang akan datang. Meskipun

demikian, memasuki triwulan II hingga triwulan IV 2014, ekspor diprakirakan akan kembali

menguat.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

71

Tw I Tw II Tw III Tw IV

2013

Perkiraan Pengeluaran 3 bulanmendatang dibandingkan saat ini

184 187.5 188.5 192

180

182

184

186

188

190

192

194

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Tw I Tw IITwIII

TwIV

2013

Perkiraan Kegiatan Usaha 3 bulan yang akan datang 22.86 16.25 16.09 15.38

0

5

10

15

20

25

Perkiraan Kegiatan Usaha 3 bulan yang akan datang

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 6.2.

Perkiraan Pengeluaran Konsumen 3 Bulan Mendatang (Survei Konsumen BI)

Grafik 6.3.

Perkiraan kegiatan Usaha dan Bisnis Perusahaan

(SKDU BI)

6.2 PROSPEK INFLASI

Meskipun inflasi masih tinggi pada Januari 2014, namun diprakirakan akan

semakin mereda pada Februari dan Maret 2014. Seperti telah disebutkan sebelumnya,

kondisi cuaca yang semakin kondusif pada bulan Februari dan Maret, akan berdampak pada

kelancaran distribusi barang dan jasa dari Jawa maupun Sumatera ke Kepulauan Riau. Panen

raya sejumlah komoditas bahan makanan, diantaranya yaitu cabe merah dan bawang merah

pada awal tahun juga diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi di triwulan I-2014. Di sisi

lain, dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi maupun gas elpiji, juga akan semakin

menurun di Februari dan Maret 2013.

Sementara itu, dari sisi ekspektasi konsumen, survei konsumen oleh Bank Indonesia

Kepulauan Riau pada Januari 2014 menunjukkan bahwa konsumen memprakirakan harga

bahan makanan, yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi, akan menurun pada tiga

bulan yang akan datang, tercermin dari indeks perubahan harga bahan makanan untuk tiga

bulan yang akan datang, menurun dari 187,4 menjadi 183.

Dengan memperhatikan asumsi-asumsi tersebut, laju inflasi Kepulauan Riau pada

triwulan I-2014 diprakirakan berada pada kisaran 7,10% 7,30% (yoy), mengalami

peningkatan yang signifikan bila dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya

sebesar 3,41% (yoy).

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013

72

0

5

10

15

20

25

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

Jan Feb Mar Apr May June July Agst Sept Okt Nov Des

Curah hujan (mm) - kiri Banyaknya Hari - kanan

Sumber: BMKG, diolahData rata-rata tahun 2011 - 2013

190.9190.4

187.4

183

178

180

182

184

186

188

190

192

Tw I Tw II Tw III Tw IV

2013

Perubahan hargabahan makanan 3bulan mendatang

Grafik 6.4.

Rata-Rata (2011 2013) Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan di Kepulauan Riau

Grafik 6.5.

Ekspektasi Inflasi Konsumen

Tabel 6.1.

Proyeksi Inflasi Tahunan Provinsi Kepulauan Riau

2012 2014

Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (Proyeksi)

IHK,% 2,38% 3,41% 4,07% 7,29% 8,24% 7,1% - 7,3%

2013