Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
1
Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013
Asesmen Ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk tahun
2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun 2013. Penetapan angka final PDRB tersebut
menyebabkan perubahan angka pertumbuhan PDRB 2012 yang cukup besar yaitu dari angka
sementara sebesar 8,21% (yoy) menjadi 6,82% (yoy). Perubahan angka pertumbuhan terjadi
pada seluruh sektor ekonomi. Demikian juga terdapat perubahan angka sementara PDRB
triwulan I-2013 sampai dengan triwulan III-2013 menyebabkan perubahan pertumbuhan
ekonomi triwulan I-2013 dari 7,96% (yoy) menjadi 7,91% (yoy), perubahan pertumbuhan
ekonomi triwulan II-2013 dari 5,17% (yoy) menjadi 5,99% (yoy), dan perubahan
pertumbuhan ekonomi triwulan III-2013 dari 3,48% (yoy) menjadi 5,72% (yoy).
Perekonomian Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 maupun secara kumulatif tahun
2013 mengalami perlambatan. Pada triwulan IV-2013, ekonomi Kepulauan Riau tercatat
tumbuh sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar 5,72% (yoy), juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-
2012 sebesar 8,06% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2013 tercatat
sebesar 6,13%, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat
sebesar 6,82% (yoy).
Tabel
Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Sisi Permintaan (yoy)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
Konsumsi Rumah Tangga 4.30% 5.38% 7.85% 10.90% 7.14% 9.59% 7.37% 5.97% 4.85% 6.88%Konsumsi Lembaga Swasta 5.27% 5.66% 5.38% 6.53% 5.72% 5.72% 5.74% 3.01% 3.29% 4.16%
Konsumsi Pemerintah 6.54% 6.70% 7.19% 7.23% 6.92% 8.65% 5.96% 4.98% 4.60% 5.99%Pembentukan Modal Tetap Bruto 13.05% 11.74% 10.73% 11.21% 11.65% 12.38% 11.43% 11.64% 9.99% 11.33%
Ekspor Barang dan Jasa 6.80% 6.06% 3.37% 0.98% 4.26% 4.24% -0.32% -0.41% 3.58% 1.76%Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan 11.06% 11.44% 5.96% 2.47% 7.63% 2.02% -2.43% -1.99% 1.21% -0.32%Net Ekspor -1.87% -4.89% -2.24% -2.35% -2.85% 9.36% 4.69% 3.29% 9.12% 6.61%
PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%
Sumber: BPS Kepulauan Riau
* angka sementara
KOMPONEN PENGGUNAAN2012
20122013
2013*
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
2
Tabel
Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Sisi Penawaran (yoy)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*Pertanian 2.45% 1.36% 1.75% 1.88% 1.86% 2.55% 1.63% 1.30% 1.92% 1.85%Pertambangan & Penggalian 3.58% 5.35% 6.14% 6.48% 5.40% 6.52% 4.11% 2.16% 1.39% 3.50%Industri Pengolahan 5.93% 3.50% 6.06% 7.23% 5.68% 7.13% 5.62% 5.48% 4.54% 5.67%
Listrik, Gas & Air Bersih 9.60% 5.76% 4.21% 3.42% 5.68% 4.35% 4.53% 4.64% 4.32% 4.46%Bangunan 9.15% 10.67% 9.14% 11.46% 10.12% 10.91% 8.57% 12.60% 13.57% 11.45%Perdagangan, Hotel & Restoran 7.52% 9.58% 10.63% 11.14% 9.75% 10.56% 7.90% 6.98% 6.28% 7.87%Pengangkutan & Komunikasi 8.08% 7.30% 6.48% 6.28% 7.02% 6.59% 5.42% 4.43% 3.54% 4.97%Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5.19% 8.32% 7.36% 8.10% 7.26% 8.65% 4.98% 4.57% 3.53% 5.38%Jasa-Jasa 6.43% 7.47% 6.10% 6.85% 6.71% 6.57% 4.16% 3.70% 2.52% 4.21%
PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%Sumber: BPS Kepulauan Riau* angka sementara
20122012
SEKTOR EKONOMI2013
2013*
Dari sisi permintaan, perlambatan perekonomian pada triwulan IV-2013 terutama
disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga, yang tumbuh melambat menjadi
sebesar 4,85% (yoy) dari sebesar 5,97% (yoy) pada triwulan III-2013, juga melambat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, yang tercatat sebesar 10,90% (yoy).
Secara kumulatif tahun 2013, perlambatan ekonomi dari sisi permintaan terutama
disebabkan oleh inflasi yang meningkat signifikan, berdampak pada penurunan daya beli
masyarakat.
Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama
disebabkan oleh perlambatan pada dua sektor utama perekonomian Kepulauan Riau yaitu
sektor industri pengolahan yang tumbuh melambat menjadi sebesar 4,54% (yoy) serta sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang juga tumbuh melambat menjadi sebesar 6,28% (yoy),
atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2013, masing-masing sebesar 5,48%
(yoy) dan 6,98% (yoy). Kedua sektor utama tersebut juga tumbuh melambat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2012, yang masing-masing tercatat 7,23%
(yoy) dan 11,14% (yoy). Perlambatan investasi diprakirakan menjadi penyebab perlambatan
pertumbuhan sektor industri pengolahan, sementara penurunan konsumsi masyarakat
berdampak pada perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Asesmen Inflasi
Pada tahun 2013, tekanan inflasi di Provinsi Kepri melonjak tiga kali lipat dibanding
inflasi tahun 2012 dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sampai
dengan akhir Desember 2013, inflasi di Provinsi Kepri tercatat sebesar 8,24% (yoy) jauh lebih
tinggi dibanding inflasi tahun 2012 yang tercatat sebesar 2,38% (yoy). Lonjakan inflasi akibat
kenaikan BBM mulai terjadi pada bulan Juni 2013 dengan tingkat inflasi 0,72% (mtm) dan
mencapai puncaknya pada bulan Juli 2013 dengan tingkat inflasi sebesar 2,45% (mtm).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
3
Selain mendorong lonjakan inflasi pada kelompok administered price, kenaikan harga
BBM juga memicu kenaikan harga kelompok bahan makanan (volatile food). Tingkat inflasi
kelompok volatile food merupakan yang tertinggi dibanding kelompok lainnya. Laju inflasi
kelompok volatile food tercatat sebesar 15,04% (yoy), kelompok administered price 13,88%
(yoy), dan kelompok inti sebesar 3,95% (yoy). Selain kenaikan harga BBM, laju inflasi
kelompok bahan makanan yang tinggi juga didorong oleh pembatasan impor produk
hortikultura dan penurunan pasokan karena penurunan produksi di Jawa dan Sumatera
Utara.
Kenaikan inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Kota Batam
yang mencapai 7,81% (yoy). Sementara itu, inflasi yang lebih tinggi di Kota Tanjungpinang
sebesar 10,09% (yoy) memberikan tekanan ke atas sehingga realisasi inflasi Kepri mencapai
8,24% (yoy). Bobot Kota Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai daerah sampel inflasi
Provinsi Kepri masing-masing adalah 82% dan 18%.
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2010 2011 2012 2013
Nasional Kepulauan Riau Batam Tanjung Pinang
Inflasi, % yoy
Sumber: BPS, diolah
(2,0)
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2010 2011 2012 2013
Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Triwulanan (qtq)
%
Sumber: BPS, diolah
Grafik Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional
Grafik Perkembangan Inflasi Kepri
Meskipun sampai dengan akhir tahun tingkat inflasi tahunan Provinsi Kepri berada
pada tingkat tertinggi, namun secara triwulanan inflasi Kepri telah berangsur-angsur turun.
Inflasi triwulanan Kepri tercatat sebesar 1,34% (qtq), mereda dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 4,20% (qtq).
Asesmen Perbankan dan Sistem Pembayaran
Di tengah perlambatan perekonomian Kepulauan Riau yang masih berlanjut pada
triwulan IV-2013, kinerja perbankan Kepulauan Riau masih pada trend tumbuh menguat
dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja
perbankan antara lain ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor, peningkatan realisasi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
4
anggaran belanja pemerintah daerah serta peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat
menyambut Natal dan Tahun Baru.
Pada triwulan IV-2013, bank umum di Provinsi Kepulauan Riau mencatatkan kinerja
yang baik tercermin dari pertumbuhan tahunan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang
lebih baik dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya. Total aset tercatat
sebesar Rp44,06 triliun atau meningkat 28,03% (yoy), demikian juga DPK sebesar Rp38,39
triliun meningkat 33,29% (yoy) serta kredit yang tercatat sebesar Rp28,24 triliun meningkat
22,18% (yoy).
Tabel Indikator Utama Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau
2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Total Aset 28.685 30.251 31.794 33.799 34.415 35.661 37.857 41.632 44.062
Total Dana 24.069 25.551 26.721 28.003 28.804 30.406 32.289 35.589 38.392
Total Kredit 18.216 19.211 20.977 22.304 23.109 23.233 24.662 26.504 28.235
NPL 2,36% 2,04% 2,74% 2,42% 1,77% 2,04% 1,56% 1,61% 1,39%
LDR 75,68% 75,19% 78,50% 79,65% 80,23% 76,41% 76,38% 74,47% 73,54%
Sumber: Bank Indonesia
2013
dalam Rp miliar
2012
Berbeda dengan bank umum yang mengalami peningkatan kinerja pada triwulan IV-
2013, kinerja BPR menurun pada triwulan laporan. Kondisi tersebut tercermin dari aset, DPK
maupun kredit yang tumbuh melambat. Total aset sebesar Rp3,97 triliun atau tumbuh
melambat 12,95% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar
14,30% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 21,05% (yoy). Demikian juga DPK sebesar
Rp3,05 triliun, tumbuh 9,98% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 12,20% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 18,49% (yoy). Kredit
sebesar Rp2,97 triliun juga tumbuh melambat sebesar 13,21% (yoy), lebih rendah dibanding
pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012 yang masing-masing sebesar
14,19% (yoy) dan 33,76% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
5
Tabel Indikator Utama BPR di Provinsi Kepulauan Riau
2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Total Aset 2.903 3.054 3.267 3.419 3.514 3.480 3.557 3.908 3.969
Total Dana 2.339 2.488 2.629 2.737 2.775 2.785 2.809 3.071 3.052
Total Kredit 1.959 2.106 2.326 2.499 2.620 2.655 2.786 2.854 2.966
NPL 5,21% 2,26% 2,71% 2,56% 2,72% 3,52% 3,24% 3,07% 2,46%
LDR 83,8% 84,6% 88,5% 91,3% 94,4% 95,3% 99,2% 92,94% 97,17%
Sumber: Bank Indonesia
dalam Rp miliar
2012 2013
Sementara kinerja perbankan Syariah juga tumbuh melambat bila dibanding triwulan
sebelumnya, tercermin dari perlambatan pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan. Aset
tercatat sebesar Rp2,72 triliun atau tumbuh 18,01% (yoy), melambat cukup dalam bila
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 24,34% (yoy), namun masih lebih
tinggi bila dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 17,01% (yoy). Adapun DPK
sebesar Rp1,99 triliun, tumbuh 29,41% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 30,25% (yoy), namun masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan
triwulan IV-2012 sebesar 20,28% (yoy). Sementara itu, total nilai pembiayaan syariah sebesar
Rp2,32 triliun, tumbuh melambat 20,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya dan juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012,
masing-masing sebesar 27,52% (yoy) dan 34,44% (yoy).
Tabel Indikator Perbankan Syariah di Provinsi Kepulauan Riau
2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Total Aset 1.968 1.987 2.276 2.25 2.303 2.410 2.586 2.798 2.718
Total Dana 1.276 1.298 1.587 1.559 1.535 1.753 1.884 2.031 2.321
Total Kredit 1.436 1.538 1.667 1.766 1.931 2.001 2.133 2.252 1.986
NPF 5,82% 1,55% 2,35% 2,43% 3,07% 3,12% 2,37% 2,95% 2,08%
FDR 112,56% 118,49% 105,10% 113,25% 125,81% 114,15% 113,21% 110,87% 132,07%
Sumber: Bank Indonesia
2013
dalam Rp miliar
2012
Seiring dengan penguatan kinerja perbankan, transaksi tunai maupun non tunai juga
meningkat di triwulan laporan tercermin dari peningkatan inflow dan outflow, serta
peningkatan transaksi kliring maupun RTGS (Real Time Gross Settlement System)
Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau dapat terlihat dari
pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan,
inflow mengalami penurunan, yaitu sebesar Rp381 miliar atau menurun 5,22% (yoy).
Sebaliknya, outflow mencapai Rp3,56 triliun atau meningkat signifikan sebesar 52,22% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
6
Kondisi tersebut menyebabkan Kepulauan Riau kembali mengalami net outflow pada
triwulan IV-2013 sebesar Rp3.181 miliar.
Adapun secara total tahun 2013, total inflow sebesar Rp2,3 triliun, atau tumbuh
61,46% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 90,67% (yoy),
sementara outflow sebesar Rp9,36 triliun, menguat signifikan sebesar 60,78% (yoy), lebih
tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 23,24% (yoy). Total net outflow tahun
2013 sebesar Rp7,05 triliun, juga menguat signifikan sebesar 60,56% (yoy), lebih tinggi
dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 10,55% (yoy).
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013
Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net
Sumber: Bank Indonesia
(50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013
Pertumbuhan inflow Pertumbuhan outflow%, yoy
Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau
Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau
Jumlah warkat transaksi non tunai secara kliring menurun dibanding triwulan III-
2013, namun sebaliknya nominal kliring meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Jumlah
warkat kliring sebanyak 138.144 lembar, menurun 0,93% dibanding triwulan sebelumnya
dengan jumlah warkat kliring sebanyak 139.436 lembar. Sementara itu nominal kliring pada
triwulan laporan sebesar Rp4,83 triliun meningkat 0,32% dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar Rp4,81 triliun. Secara tahunan, jumlah warkat maupun nominal transaksi
meningkat masing-masing sebesar 6,01% (yoy) dan 17,58% (yoy) dibanding triwulan yang
sama tahun lalu.
Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank
Indonesia (Real Time Gross Settlement System) RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada
Triwulan IV-2013 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total
nilai transaksi tercatat sebesar Rp26,86 triliun atau meningkat 22,09% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan III-2013 yang sebesar 26,36% (yoy).
Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, volume transaksi juga meningkat dari 29.142
lembar pada triwulan III-2013 menjadi 30.902 lembar pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
7
Asesmen Perkembangan Keuangan Daerah
Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sampai
dengan akhir triwulan IV-2013 mencapai 89,88% dari anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Sementara realisasi pendapatan telah mencapai 97,36% ditopang oleh realisasi
transfer dana dari pemerintah pusat yang tepat waktu kepada pemerintah kota / kabupaten.
Dengan penyerapan belanja yang lebih rendah dibanding realisasi pendapatan
menyebabkan posisi dana Pemda yang tersimpan di perbankan masih cukup besar yaitu
sebesar Rp1,24 triliun. Namun dibanding posisi akhir triwulan III-2013, jumlah simpanan
Pemda di perbankan pada akhir triwulan IV-2013 turun sebesar 56,26%.
Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota
di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)
Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab/Kota (diolah) Keterangan : *) Mencakup Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
8
Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)
Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab / Kota di Kepulauan Riau (diolah) Keterangan : *) Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun
Asesmen Ketenagakerjaan Dan Kesejahteraan Masyarakat
Perkembangan penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha relatif tidak
berubah, masih didominasi oleh sektor perdagangan dan industri. Penduduk yang bekerja
dengan usia 15 tahun ke atas di wilayah Kepri untuk bulan Agustus 2013 mayoritas bekerja
pada lapangan usaha sektor perdagangan sebanyak 239.587 orang dengan porsi mencapai
28% terhadap total penduduk bekerja, diikuti sektor industri sebesar 27% dengan jumlah
penduduk bekerja 229.114 orang dan porsi terkecil bekerja di sektor keuangan sebesar 2%
dengan jumlah 20.415 orang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
9
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan,
Februari 2012 - Agustus 2013
Februari Agustus Februari Agustus
1 Pertanian 126.345 98.336 117.122 86.155
15% 12% 13% 10%
2 Industri 122.267 194.223 131.348 229.114
15% 24% 15% 27%
3 Konstruksi 43.039 61.981 63.425 68.499
5% 8% 7% 8%
4 Perdagangan 248.001 226.134 196.135 239.587
30% 27% 22% 28%
5 Angkutan 57.789 59.428 68.103 57.979
7% 7% 8% 7%
6 Keuangan 23.571 28.421 36.740 20.415
3% 3% 4% 2%
7 Jasa 182.003 135.358 226.972 124.604
22% 16% 26% 15%
8 Lainnya 35.919 20.686 48.576 22.307
4% 3% 5% 3%
Penduduk Bekerja 838.934 824.567 888.421 848.660
2012 2013No Lapangan Usaha
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Kemampuan daya beli petani dapat dilihat melalui indikator Nilai Tukar Petani (NTP)
yang menggambarkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi
maupun untuk biaya produksi. Peningkatan NTP menunjukkan membaiknya kemampuan
daya beli petani. Pada triwulan IV-2013 rata-rata NTP tercatat sebesar 102,37 mengalami
peningkatan 0,02 atau naik 0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 102,35 yang
menunjukkan kenaikan daya beli petani.
Grafik
NTP Menurut Subsektor
Grafik
Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Asesmen Prospek Perekonomian Dan Inflasi Regional
Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diprakirakan tumbuh sedikit menguat pada triwulan
I-2014, terutama ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
10
pemerintah antara lain didukung oleh inflasi yang semakin mereda, perayaan hari raya Imlek
serta peningkatan konsumsi dalam rangka pelaksanaan Pemilu 2014. Berdasarkan data
historis dan perkembangan beberapa indikator terkini, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Kepulauan Riau triwulan I-2014 diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,4% (yoy).
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
10.0%
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2010* 2011 2012 2013 2014
PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDRB
(Rp triliun) (%, yoy)
*) Proyeksi Bank Indonesia
Grafik
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Kepulauan Riau
Sementara itu, meskipun inflasi masih tinggi pada Januari 2014, namun diprakirakan
akan semakin mereda pada Februari dan Maret 2014. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
kondisi cuaca yang semakin kondusif pada bulan Februari dan Maret, akan berdampak pada
kelancaran distribusi barang dan jasa dari Jawa maupun Sumatera ke Kepulauan Riau. Panen
raya sejumlah komoditas bahan makanan, diantaranya yaitu cabe merah dan bawang merah
pada awal tahun juga diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi di triwulan I-2014. Di sisi
lain, dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi maupun gas elpiji, juga akan semakin
menurun di Februari dan Maret 2013.
Dengan memperhatikan asumsi-asumsi tersebut, laju inflasi Kepulauan Riau pada
triwulan I-2014 diprakirakan berada pada kisaran 7,10% 7,30% (yoy), mengalami
peningkatan yang signifikan bila dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
sebesar 3,41% (yoy).
Tabel Proyeksi Inflasi Tahunan Provinsi Kepulauan Riau
2012 2014
Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (Proyeksi)
IHK,% 2,38% 3,41% 4,07% 7,29% 8,24% 7,1% - 7,3%
2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
11
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1. KONDISI UMUM
Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk
tahun 2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun 2013. Penetapan angka final PDRB
tersebut menyebabkan perubahan angka pertumbuhan PDRB 2012 yang cukup besar yaitu
dari angka sementara sebesar 8,21% (yoy) menjadi 6,82% (yoy). Perubahan angka
pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Demikian juga terdapat perubahan angka
sementara PDRB triwulan I-2013 sampai dengan triwulan III-2013 menyebabkan perubahan
pertumbuhan ekonomi triwulan I-2013 dari 7,96% (yoy) menjadi 7,91% (yoy), perubahan
pertumbuhan ekonomi triwulan II-2013 dari 5,17% (yoy) menjadi 5,99% (yoy), dan
perubahan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2013 dari 3,48% (yoy) menjadi 5,72% (yoy).
Perekonomian Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 maupun secara kumulatif tahun
2013 mengalami perlambatan. Pada triwulan IV-2013, ekonomi Kepulauan Riau tercatat
tumbuh sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar 5,72% (yoy), juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-
2012 sebesar 8,06% (yoy). Adapun pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2013 tercatat
sebesar 6,13%, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat
sebesar 6,82% (yoy).
Dari sisi permintaan, perlambatan perekonomian pada triwulan IV-2013 terutama
disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga, yang tumbuh melambat menjadi
sebesar 4,85% (yoy) dari sebesar 5,97% (yoy) pada triwulan III-2013, juga melambat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, yang tercatat sebesar 10,90% (yoy).
Secara kumulatif tahun 2013, perlambatan ekonomi dari sisi permintaan terutama
disebabkan oleh inflasi yang meningkat signifikan, berdampak pada penurunan daya beli
masyarakat.
Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama
disebabkan oleh perlambatan pada dua sektor utama perekonomian Kepulauan Riau yaitu
sektor industri pengolahan yang tumbuh melambat menjadi sebesar 4,54% (yoy) serta sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang juga tumbuh melambat menjadi sebesar 6,28% (yoy),
atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2013, masing-masing sebesar 5,48%
(yoy) dan 6,98% (yoy). Kedua sektor utama tersebut juga tumbuh melambat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2012, yang masing-masing tercatat 7,23%
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
12
(yoy) dan 11,14% (yoy). Perlambatan investasi diprakirakan menjadi penyebab perlambatan
pertumbuhan sektor industri pengolahan, sementara penurunan konsumsi masyarakat
berdampak pada perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Secara keseluruhan tahun 2013, dari sisi penawaran, sektor yang signifikan melambat
dibanding tahun 2012 yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.
1.2. SISI PERMINTAAN
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
Konsumsi Rumah Tangga 4.30% 5.38% 7.85% 10.90% 7.14% 9.59% 7.37% 5.97% 4.85% 6.88%Konsumsi Lembaga Swasta 5.27% 5.66% 5.38% 6.53% 5.72% 5.72% 5.74% 3.01% 3.29% 4.16%Konsumsi Pemerintah 6.54% 6.70% 7.19% 7.23% 6.92% 8.65% 5.96% 4.98% 4.60% 5.99%
Pembentukan Modal Tetap Bruto 13.05% 11.74% 10.73% 11.21% 11.65% 12.38% 11.43% 11.64% 9.99% 11.33%Ekspor Barang dan Jasa 6.80% 6.06% 3.37% 0.98% 4.26% 4.24% -0.32% -0.41% 3.58% 1.76%Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan 11.06% 11.44% 5.96% 2.47% 7.63% 2.02% -2.43% -1.99% 1.21% -0.32%Net Ekspor -1.87% -4.89% -2.24% -2.35% -2.85% 9.36% 4.69% 3.29% 9.12% 6.61%
PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%Sumber: BPS Kepulauan Riau
* angka sementara
2012RKOMPONEN PENGGUNAANyear on year
20122013R
2013*
Konsumsi RT, 50.5%
Konsumsi Lembaga Swasta
Nirlaba, 0.9%
Konsumsi Pemerintah, 4.4%
Investasi, 16.9%
Net Ekspor, 27.4%
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.1
Kontribusi terhadap PDRB dari Sisi Penawaran
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga masih pada trend perlambatan pertumbuhan di
triwulan IV-2013, demikian juga pertumbuhan kumulatif tahun 2013, lebih rendah
dibanding pertumbuhan tahun 2012. Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan
tercatat tumbuh 4,85% (yoy), jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
13
sebesar 5,97% (yoy). Secara kumulatif tahun 2013, konsumsi rumah tangga juga melambat
dari 7,14% (yoy) tahun 2012 menjadi 6,88% (yoy) pada tahun 2013.
Sementara itu, inflasi yang masih tetap tinggi pada triwulan IV-2013 diprakirakan
masih menjadi penyebab utama perlambatan konsumsi rumah tangga. Adapun penyumbang
utama inflasi yaitu komoditas bahan makanan dengan angka inflasi pada posisi Desember
2013 sebesar 14,09% (yoy) meningkat dibanding inflasi pada triwulan sebelumnya (posisi
September 2013) sebesar 11,09% (yoy). Lonjakan harga pada komoditas makanan
menyebabkan masyarakat terpaksa mengurangi konsumsi non makanan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi makanan. Bahkan, perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun juga
belum dapat mendongkrak konsumsi rumah tangga Kepulauan Riau.
Kondisi tersebut juga terkonfirmasi dari hasil survei indeks tendensi konsumen (ITK)
oleh BPS Kepulauan Riau, yang menunjukkan adanya penurunan indeks pendapatan rumah
tangga serta penurunan tingkat konsumsi makanan dan non makanan. Indeks pendapatan
rumah tangga menurun dari 112,36 pada triwulan sebelumnya menjadi 109,45 pada
triwulan laporan yang diikuti juga oleh penurunan indeks konsumsi makanan dan non
makanan sebesar115,72 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,87 pada triwulan laporan.
Perlambatan konsumsi juga tercermin dari perlambatan beberapa jenis kredit
konsumsi, diantaranya kredit pemilikan rumah (KPR) serta kredit kendaraan bermotor (KKB).
KPR dan KKB masing-masing tumbuh sebesar 14,08% (yoy) dan 4,69% (yoy), atau lebih
rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar (15,67% (yoy) dan
7,57% (yoy) maupun triwulan IV-2012 yang sebesar 19,64% (yoy) dan 47,29% (yoy).
Pengaturan loan to value oleh Bank Indonesia diyakini menjadi pendorong utama
perlambatan KPR maupun KKB.
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
KPR KKB
Sumber: Bank Indonesia
%, yoy
90.00
95.00
100.00
105.00
110.00
115.00
120.00
125.00
130.00
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV
2011 2012 2013
ITK Pendapatan Rumah Tangga
Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi Tingkat Konsumsi makanan dan non makanan
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 1.2.
Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
Grafik 1.3.
Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
14
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Porsi belanja Pemerintah juga tumbuh melambat pada triwulan laporan,
dengan angka pertumbuhan 4,60% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan
triwulan sebelumnya sebesar 4,98% (yoy). Secara kumulatif pada 2013, belanja
pemerintah tumbuh sebesar 5,99% (yoy), juga lebih rendah dibanding angka pertumbuhan
tahun 2012 sebesar 6,92% (yoy). Adapun kontribusi konsumsi pemerintah terhadap total
PDRB sebesar 4,4%.
Realisasi belanja Pemda Kepulauan Riau tahun 2013 sebesar 90,64% dari total
anggaran belanja atau senilai Rp2,71 triliun, dengan realisasi belanja terendah terutama
untuk belanja tanah. Dalam rangka memberikan rangsangan terhadap pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi, Pemda perlu mengalokasikan belanja modal khususnya untuk
keperluan infrastruktur dengan porsi yang lebih besar sehingga dapat memberikan manfaat
jangka panjang dan mempercepat realisasi belanja anggaran.
1.2.3. Investasi
Investasi tumbuh melambat, dengan angka pertumbuhan 9,99% (yoy) lebih rendah
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 11,64% (yoy). Secara kumulatif tahun
2013, pertumbuhan investasi tercatat sebesar 11,33% (yoy), juga lebih rendah dibanding
pertumbuhan tahun 2012 sebesar 11,65% (yoy).
Perlambatan investasi Kepulauan Riau terutama disebabkan penurunan yang
signifikan pada penanaman modal asing (PMA). Berdasarkan data dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), pada triwulan IV-2013 nilai PMA Kepulauan Riau sebesar 4,5 juta
USD, atau tumbuh negatif 81,03% (yoy) atau semakin menurun setelah pada triwulan
sebelumnya PMA juga tercatat menurun 40,65% (yoy). Secara kumulatif tahunan, PMA
tahun 2013 senilai 316 juta USD atau tumbuh negatif 41,22% (yoy), jauh lebih rendah
dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 144,43% (yoy). Beberapa faktor penghambat
investasi di Kepulauan Riau diantaranya yaitu kenaikan upah minimum kota (UMK) yang
berubah-ubah setiap tahun dinilai investor memberikan ketidakpastian berusaha, serta
industri elektronik yang sebagian besar menghasilkan produk yang sudah kurang sesuai lagi
dengan permintaan pasar.
Di sisi lain, penanaman modal dalam negeri (PMDN) menguat signifikan, namun nilai
PMDN yang jauh lebih kecil dibanding PMA menyebabkan total nilai investasi Kepulauan Riau
tetap menurun. Nilai PMDN pada triwulan laporan sebesar Rp52,6 miliar atau tumbuh
2.411,74%. Secara kumulatif tahun 2013, pertumbuhan PMDN sebesar 860,76% (yoy), jauh
lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar negatif 96,83% (yoy). Penguatan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
15
investasi dalam negeri, antara lain dipengaruhi oleh berbagai pembangunan sarana fisik oleh
Pemerintah Kota Batam maupun Pemerintah Provinsi Kepri sebagai persiapan MTQ Nasional
di Kota Batam pada bulan Juni 2014.
-100
-50
0
50
100
150
200
-100
-
100
200
300
400
500
600
2010 2011 2012 2013 Q1 2013 Q2 2013 Q3 2013 Q4 2013
Jumlah Proyek Nilai Investasi
Pertumbuhan jumlah proyek Pertumbuhan nilai investasi
Sumber: BKPM
(%, yoy)(Juta USD)
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
2010 2011 2012 2013 Q1 2013 Q2 2013 Q3 2013 Q4 2013
Jumlah Proyek Nilai Investasi
Pertumbuhan jumlah proyek Pertumbuhan nilai investasi
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
Grafik 1.4.
Perkembangan Investasi PMA di Provinsi Kepri
Grafik 1.5.
Perkembangan investasi PMDN di Provinsi Kepri
1.2.4. Ekspor
Pada triwulan IV-2013, ekspor meningkat signifikan, dengan angka
pertumbuhan 3,58% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar negatif 0,41% (yoy). Meskipun demikian, secara kumulatif tahunan,
pertumbuhan ekspor tahun 2013 sebesar 1,76% (yoy), masih lebih rendah dibanding
pertumbuhan tahun 2012 sebesar 4,26% (yoy).
Penguatan pertumbuhan ekspor terutama ditopang oleh ekspor luar negeri, dengan
porsi 97,33% dari total ekspor, tumbuh menguat pada triwulan laporan sebesar 3,58% (yoy),
jauh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 0,54% (yoy).
Pertumbuhan ekspor terutama terjadi pada sektor industri pengolahan subsektor
industri logam dasar besi dan baja. Sejumlah aktivitas pengeboran minyak dan gas di
Australia maupun di Timur Tengah turut berdampak terhadap peningkatan ekspor Kepri.
Ekspor komoditas produk dari besi dan baja serta kapal dan konstruksi terapung lainnya pada
periode triwulan IV-2013 tumbuh masing-masing 50,44% (yoy) dan 174,36% (yoy), lebih
tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 13,90%
(yoy) dan 150,42% (yoy). Pipa besi dan baja terutama diekspor ke Australia, sementara
kapal/konstruksi terapung diekspor ke Irak. Berdasarkan hasil liaison ke sejumlah perusahaan
besi dan baja maupun perusahaan pembuat kapal, diketahui bahwa pipa besi dan baja
maupun kapal/konstruksi terapung tersebut dibuat berdasarkan pesanan sejumlah
perusahaan untuk keperluan pengeboran minyak dan gas di Australia dan Timur Tengah.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
16
Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah juga mendorong sejumlah perusahaan untuk
memaksimalkan ekspor, terutama untuk produk yang menggunakan bahan baku lokal,
diantaranya yang berkontribusi cukup signifikan terhadap total ekspor Kepulauan Riau yaitu
produk turunan CPO. Kondisi tersebut tercermin dari peningkatan ekspor komoditas
lemak/minyak nabati Kepulauan Riau sebesar pada 41,66% (yoy), jauh lebih tinggi
dibanding pertumbuhan periode sebelumnya sebesar negatif 39,33% (yoy).
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013
Net Ekspor Ekspor Impor(yoy)
Sumber: BPS
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013
Ekspor Luar Negeri Ekspor Antar Daerah
Sumber: BPS
(yoy)
Sumber: BPS
Grafik 1.6.
Pertumbuhan Ekspor Impor
Grafik 1.7.
Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah
25.52%
19.05%
11.38%
9.04%
5.45%
5.00%
3.99%
Mesin Elektronik, Perekan Suara, TV, dll
Produk dari Besi dan Baja
Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll
Lemak dan Minyak Nabati dan Hewani
Berbagai Produk Kimia
Perahu, Kapal, dan Struktur TerapungLainnya
Ores, slag and ash
Sumber: Bank Indonesia
-100.00
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2012 2013
Lemak dan Minyak Nabati dan Hewani
Produk dari Besi dan Baja
Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll
Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV, dll
Perahu, Kapal, dan Struktur Terapung Lainnya(%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.8.
Porsi Ekspor Berdasarkan Komoditas
Grafik 1.9.
Perkembangan Ekspor pada Komoditas Utama
1.2.5. Impor
Seiring dengan penguatan ekspor, nilai impor juga turut menguat pada
triwulan laporan karena ketergantungan industri pengolahan terhadap bahan baku
impor yang masih tinggi. Meskipun demikian, pertumbuhan ekspor yang lebih besar
dibanding impor menyebabkan Kepulauan Riau masih mencatatkan pertumbuhan positif net
ekspor pada triwulan laporan. Impor tumbuh 1,21% (yoy), lebih tinggi dibanding
pertumbuhan impor pada triwulan sebelumnya sebesar negatif 1,99% (yoy). Meskipun
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
17
demikian, secara kumulatif tahun 2013, impor tumbuh negatif 0,32% (yoy), atau menurun
sangat dalam bila dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 7,63% (yoy).
Seperti halnya ekspor, impor juga didominasi oleh impor luar negeri sebesar 98,83%
dari total impor, sementara porsi impor antar daerah hanya sebesar 1,17%. Adapun Impor
luar negeri tumbuh 1,25% (yoy) lebih tinggi dibanding pertumbuhan impor triwulan
sebelumnya sebesar negatif 1,96% (yoy). Penguatan impor tersebut terjadi karena kebutuhan
bahan baku yang meningkat sejalan dengan penguatan ekspor, tercermin dari komoditas
utama impor yang tidak jauh berbeda dengan komoditas ekspor, antara lain mesin elektronik,
mesin-mesin, produk dari besi dan baja serta besi dan baja.
Di sisi lain, nilai impor antar daerah, yang antara lain terdiri atas bahan makanan,
sandang, bahan baku konstruksi, dan lain-lain, menurun 2,21% (yoy) dibanding triwulan
sebelumnya. Kondisi tersebut menandakan gangguan pasokan ke Kepulauan Riau karena
faktor cuaca (curah hujan tinggi dan gelombang tinggi) serta faktor keterbatasan armada
pengangkutan, sehingga berdampak pada inflasi yang tetap tinggi pada triwulan laporan.
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013
Impor Luar Negeri Impor Antar Daerah(yoy)
Sumber: BPS
28.43%
20.86%
13.83%
6.92%
5.62%
2.66%
Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV,dll
Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll
Produk dari Besi dan Baja
Besi dan Baja
Plastik dan Produk dari Plastik
Peralatan Optik, Fotografi danInstrumen Medis
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.10.
Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Antar Daerah
Grafik 1.11.
Porsi Impor pada Komoditas Utama
-100.00
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2012 2013
Besi dan Baja
Produk dari Besi dan Baja
Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll
Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV, dll
Plastik dan Produk dari Plastik
Sumber: Bank Indonesia
(%, yoy)
Grafik 1.12.
Pertumbuhan Impor pada Komoditas Utama
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
18
1.3. SISI PENAWARAN
Pada sisi sektoral, seluruh sektor ekonomi masih cenderung melambat.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disumbang oleh perlambatan pada sektor-
sektor kontributor utama PDRB yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar
dan eceran serta sektor konstruksi.
Tabel 1.2.
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*Pertanian 2.45% 1.36% 1.75% 1.88% 1.86% 2.55% 1.63% 1.30% 1.92% 1.85%Pertambangan & Penggalian 3.58% 5.35% 6.14% 6.48% 5.40% 6.52% 4.11% 2.16% 1.39% 3.50%Industri Pengolahan 5.93% 3.50% 6.06% 7.23% 5.68% 7.13% 5.62% 5.48% 4.54% 5.67%Listrik, Gas & Air Bersih 9.60% 5.76% 4.21% 3.42% 5.68% 4.35% 4.53% 4.64% 4.32% 4.46%Bangunan 9.15% 10.67% 9.14% 11.46% 10.12% 10.91% 8.57% 12.60% 13.57% 11.45%Perdagangan, Hotel & Restoran 7.52% 9.58% 10.63% 11.14% 9.75% 10.56% 7.90% 6.98% 6.28% 7.87%Pengangkutan & Komunikasi 8.08% 7.30% 6.48% 6.28% 7.02% 6.59% 5.42% 4.43% 3.54% 4.97%Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5.19% 8.32% 7.36% 8.10% 7.26% 8.65% 4.98% 4.57% 3.53% 5.38%Jasa-Jasa 6.43% 7.47% 6.10% 6.85% 6.71% 6.57% 4.16% 3.70% 2.52% 4.21%PDRB 6.28% 5.73% 7.16% 8.06% 6.82% 7.91% 5.99% 5.72% 5.02% 6.13%Sumber: BPS Kepulauan Riau* angka sementara
20132013*
year on yearSEKTOR EKONOMI
20122012
Pertanian, 4.2%
Pertambangan & Penggalian, 7.2%
Industri Pengolahan,
47.5%
Listrik, Gas dan Air Bersih, 0.6%
Bangunan, 8.7%
Perdagangan, Hotel dan
Restoran, 20.3%
Pengangkutan dan Komunikasi,
4.4%
Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan, 4.9%
Jasa-jasa, 2.6%
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.13.
Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap PDRB
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan
Di tengah penguatan pertumbuhan ekspor, sektor industri pengolahan
tercatat masih pada trend melambat. Pada triwulan laporan, sektor industri pengolahan
tumbuh 4,54% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar
5,48% (yoy). Meskipun demikian, secara kumulatif tahun 2013 pertumbuhan sektor industri
pengolahan sebesar 5,67% (yoy), relatif stabil dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar
5,68% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
19
Perlambatan sektor industri pengolahan pada triwulan laporan sangat dipengaruhi
oleh perlambatan investasi, terlihat dari penurunan jumlah penanaman modal asing (PMA),
pada triwulan IV-2013 tumbuh negatif 81,03% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan
triwulan sebelumnya sebesar negatif 40,65% (yoy). Beberapa faktor pendorong penurunan
investasi antara lain trend produk elektronik yang mulai berubah mengikuti perkembangan
teknologi sementara sebagian besar industri elektronik di Kepulauan Riau masih
memproduksi produk lama, menyebabkan perusahaan cenderung menahan investasi baru
untuk produk lama tersebut sebagai antisipasi terhadap kemungkinan penurunan
permintaan. Di sisi lain, ketidakpastian kenaikan upah minimum kota (UMK) setiap tahunnya
dinilai cukup berisiko oleh investor, sehingga beberapa investor memilih untuk melakukan
ekspansi usaha di kawasan industri negara tetangga seperti di Vietnam atau Malaysia.
Berdasarkan sub sektor, perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh sub sektor
industri pengolahan termasuk sub sektor utama yaitu sub sektor alat angkut, mesin dan
peralatan dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai 26,23% dari total PDRB, tumbuh
melambat dari 6,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,76% (yoy) pada triwulan
laporan. Demikian juga sub sektor logam dasar, besi dan baja dengan kontribusi terhadap
PDRB mencapai 8,15% juga tumbuh melambat dari 6,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 5,89% (yoy).
26.23%
8.15%
3.47%
3.44%
3.08%
1.66%
0.68%
0.60%
0.15%
Alat Angk., Mesin & Peralatannya
Logam Dasar Besi & Baja
Semen & Brg. Galian bukan logam
Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya
Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet
Barang lainnya
Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki
Kertas dan Barang Cetakan
Makanan, Minuman dan Tembakau
Sumber: Bank Indonesia
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Barang Kayu dan hasil Hutan lainnya Semen & Barang Galian Bukan Logam
Logam Dasar Besi dan Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannyayoy
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.14.
Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau
Grafik 1.15.
Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Penurunan konsumsi masyarakat karena faktor inflasi yang masih tinggi pada
triwulan laporan, berdampak pada perlambatan sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Sektor PHR tumbuh sedikit melambat dari 6,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan laporan. Secara kumulatif tahun 2013, sektor PHR
tumbuh 7,87% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 7,95% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
20
Meskipun tumbuh melambat, sektor PHR masih menjadi salah satu kontributor utama PDRB
dengan kontribusi mencapai 20,3%, atau terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan.
Perlambatan pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran terutama
disebabkan oleh perlambatan pada sub sektor perdagangan besar dan eceran dengan angka
pertumbuhan sebesar 6,08% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 6,88% (yoy). Penurunan daya beli masyarakat karena laju
inflasi yang tetap tinggi pada triwulan IV 2013, masih menjadi faktor utama penghambat
pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran. Hambatan dari sisi pasokan yang
menyebabkan inflasi antara lain tercermin dari data bongkar muat pelabuhan Batam yang
menunjukkan trend penurunan volume bongkar muat barang sepanjang bulan Oktober
hingga November 2013. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan sarana transportasi
laut (keterbatasan jumlah armada kapal Pelni) serta faktor cuaca (curah hujan dan gelombang
tinggi) menyebabkan terjadi hambatan pasokan ke Kota Batam dan semakin memberikan
tekanan terhadap harga.
Sementara itu, peningkatan jumlah wisatawan pada triwulan laporan sebesar 7,3%
(yoy) lebih tinggi dibanding peningkatan pada triwulan III-2013 sebesar 5,3% (yoy), belum
mampu mendorong laju pertumbuhan sub sektor hotel maupun sub sektor restoran. Sub
sektor hotel melambat dari 7,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,04% (yoy) pada
triwulan laporan. Perlambatan juga terjadi pada sub sektor restoran, yang tumbuh melambat
dari 7,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,04% (yoy) pada triwulan laporan. Laju
pertumbuhan sektor hotel tertahan antara lain karena penurunan lama menginap tamu hotel,
pada triwulan sebelumnya sebesar 1,93 hari (rata-rata bulanan) menjadi 1,83 hari (rata-rata
bulanan) pada triwulan laporan.
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
I II III IV I II III IV
2012 2013
Inflasi (yoy) Pertumbuhan PHR (yoy)
Sumber: BPS, diolah.
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OKT NOV DES
2013
Dalam Negeri Bongkar Dalam Negeri Muat
Luar Negeri Impor Luar Negeri EksporTon
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Batam
Grafik 1.16.
Pengaruh Inflasi terhadap Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
Grafik 1.17.
Volume Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Kota Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
21
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Jumlah Wisman (orang - LHS) Pertumbuhan (%, yoy - RHS)
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, diolah.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0
10
20
30
40
50
60
70
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May
Jun
e
July
Au
gust
Sep
tem
be
r
Oct
ob
er
No
vem
be
r
De
sem
be
r
2012 2013
TPK (% - LHS) Rata-Rata Lama Menginap (hari - RHS)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.18.
Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Provinsi kepulauan Riau
Grafik 1.19.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan Rata-Rata Lama Menginap Hotel Berbintang di Kepulauan Riau
1.3.3. Sektor Bangunan
Berbeda dengan sektor lainnya, sektor bangunan justru tumbuh menguat
pada triwulan laporan. Sektor bangunan tumbuh 13,57% (yoy), lebih tinggi dibanding
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 12,60% (yoy). Sementara itu, secara kumulatif
tahun 2013, pertumbuhan sektor bangunan tercatat sebesar 11,45% (yoy), lebih tinggi
dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 10,12% (yoy).
Di tengah berbagai faktor penghambat pertumbuhan sektor konstruksi antara lain
kebijakan pengetatan loan to value (LTV) oleh Bank Indonesia, peningkatan suku bunga
kredit serta inflasi yang sangat tinggi pada sejumlah komoditas bahan bangunan, namun
sektor konstruksi tetap mampu tumbuh menguat diprakirakan karena masih ditopang oleh
industri perumahan yang tetap marak di Kepulauan Riau didukung pula oleh realisasi
sejumlah proyek pemerintah yang meningkat pada triwulan IV-2013.
Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa di tengah berbagai tekanan pada industri
properti, sejumlah pengembang properti tetap melakukan investasi besar proyek perumahan
pada tahun 2013 untuk dipasarkan di tahun 2014. Selain itu, hadirnya 2 (dua) developer
besar berskala nasional di Kota Batam, dengan target pasar kalangan menengah ke atas dan
pengerjaan proyek perumahan dimulai pada triwulan IV-2013, turut menopang
pertumbuhan sektor konstruksi di Kepulauan Riau.
1.3.4. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian juga tumbuh melambat pada triwulan laporan,
dengan angka pertumbuhan 1,39% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 2,16% (yoy). Demikian juga secara kumulatif tahunan, pertumbuhan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
22
sektor pertambangan dan penggalian tahun 2013 sebesar 3,50% (yoy) lebih rendah
dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 5,40% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di Kepulauan Riau
terutama disebabkan oleh penurunan lifting gas. Volume lifting gas pada triwulan IV-2013
sebesar 41,8 juta barel, atau menurun 9,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Secara total tahun 2013, volume lifting gas tercatat sebesar 183,27 juta barel atau hanya
82,04% dari target yang ditetapkan. Kondisi tersebut terutama disebabkan sumur-sumur gas
yang sudah mulai menua sehingga produksinya terus turun.
Sementara itu, meskipun volume lifting minyak meningkat cukup tinggi pada triwulan
laporan, namun pertumbuhan tahunan pada triwulan IV-2013 tercatat masih negatif yaitu
sebesar negatif 19,3% (yoy). Adapun total realisasi lifting minyak Kepulauan Riau tahun
2013 sebesar 19,5 juta barel atau mencapai 92,93% dari target yang ditetapkan.
Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV
2011 2012 2013
Lifting Minyak (LHS) 4.4 4.8 4.4 3.6 5.6 4.4 5.1 6.2 3.7 3.9 3.4 5
growth (RHS) (19.6) (26.9) (20.1) (41.1) 27.1 (9.3) 15.4 69.8 (35.2) (11.7) (32.8) (19.3)
(60.0)
(40.0)
(20.0)
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
%Juta Barel
Sumber: Kementerian ESDM , diolah.
Tw-I Tw-IITw-III
Tw-IV
Tw-I Tw-IITw-III
Tw-IV
Tw-I Tw-IITw-III
Tw-IV
2011 2012 2013
Lifting Gas (LHS) 59.3 52.1 46.1 45.4 50.0 119.3 69.8 46.1 65.3 60.5 57.5 41.8
growth (RHS) -0.1 -16.8 -11.4 -7.8 -15.7 128.9 51.5 1.6 30.6 -49.3 -17.6 -9.3
-60.0
-40.0
-20.0
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
juta MMBTU %
Sumber: Kementerian ESDM, diolah.
Grafik 1.20.
Perkembangan Lifting Minyak Kepulauan Riau
Grafik 1.21.
Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
23
SEKTOR PERIKANAN:
POTENSI TERPENDAM, DILUPAKAN JANGAN
Sebagai upaya untuk mendorong keterlibatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)
dalam memberikan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, KPwBI Provinsi
Kepri, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Institut Pertanian Bogor (IPBI), mengadakan proyek penelitian mengenai
Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM pada tahun 2013. Penelitian ini
secara garis besar berupaya untuk menemukan komoditas, produk mau pun jenis usaha
yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya
saing produk, termasuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah dan
perbankan daerah sehubungan dengan hal tersebut.
Penelitian dilakukan terhadap 59 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Karimun (9),
Kabupaten Bintan (10), Kabupaten Natuna (12), Kabupaten Lingga (5), Kabupaten Kep.
Anambas (7), Kota Batam (12) dan Kota Tanjungpinang (4). Kriteria untuk tingkat
kecamatan adalah jumlah unit usaha/rumah tangga usaha atau volume produksi,
jangkauan pemasaran dan ketersediaan bahan baku/sarana produksi dan kontribusi KPJU
terhadap perekonomian wilayah kecamatan dan kabupaten/kota. Sementara itu kriteria
tingkat kota/kabupaten adalah tenaga kerja terampil, bahan baku, modal, sarana
produksi, teknologi, sosial budaya, manajemen usaha, ketersediaan pasar, harga,
penyerapan tenaga kerja dan sumbangan perekonomian.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan usaha masyarakat di wilayah
Kepri masih didominasi oleh 3 (tiga) sektor utama, yaitu perikanan, perdagangan, dan
jasa. Namun, jika dilihat secara wilayah, maka potensi yang tinggi untuk perikanan
terdapat di Kabupaten Natuna-Anambas-Lingga. Sementara itu, Kota Batam dan
Tanjungpinang serta Kabupaten Bintan dan Karimun diorientasikan kepada
pengembangan sektor perdagangan, jasa dan perindustrian. Bila merujuk kepada skor
terbobot dari masing-masing sektor, maka sektor perikanan masih menempati posisi
tertinggi diantara 3 (tiga) sektor utama seperti tersebut di atas, dengan penangkapan
ikan/biota laut sebagai subsektor tertinggi, disusul berturut-turut kemudian oleh subsektor
budidaya ikan laut, budidaya ikan air tawar, budidaya keramba dan budidaya rumput
laut.
Fakta hasil penelitian tersebut kiranya cukup sesuai dengan kondisi wilayah alam Provinsi
Kepri yang 95,79% wilayahnya terdiri dari lautan dengan luas sebesar 241.215,30 km2.
Namun, bila melihat kontribusi terhadap PDRB pada tahun 2012 dan 2013, maka kontribusi
terbesar PDRB tahunan Kepri masih disumbang oleh sektor industri pengolahan (sekitar 40%)
dan belum terdapat kontribusi yang signifikan dari sektor perikanan dalam perhitungan
PDRB tahunan tersebut. Beberapa faktor yang menjadi kendala terkait dengan hal ini
antara lain cara penangkapan ikan yang masih tradisional/konvensional dengan
menggunakan kapal kecil (one day fishing), serta belum adanya mekanisme pencatatan
yang memadai dari instansi pemerintah terkait terhadap besarnya transaksi yang dilakukan
oleh para nelayan di Kepri di tengah lautan. Sementara itu, penangkapan ikan oleh
nelayan asing di wilayah Kepri menjadi satu tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah
untuk mengamankan potensi hasil kelautan di wilayahnya.
BOKS - 1
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
24
LPPM IPB, melalui hasil penelitian yang didiseminasikan pada akhir 2013 di hadapan dinas
terkait dan pelaku usaha perbankan di Kepri, mengungkapkan perlu adanya perhatian
khusus dari pemerintah daerah terhadap pengembangan sektor perikanan di Kepri, antara
lain yakni dengan melakukan pelatihan untuk nelayan pembudidaya ikan, memberikan
bantuan/subsidi kredit untuk pengadaan sarana alat tangkap maupun alat budidaya,
pengembangan klaster/industri penanganan rantai dingin/industri pengolahan lanjut
melalui program minapolitan yang dapat menjangkau seluruh area Kepri dengan lebih
luas dan penguatan armada pengawasan terhadap nelayan asing agar potensi
perikanan lokal milik Kepri dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan
masyarakat daerah.
Lebih lanjut, pada awal 2014, KPwBI Provinsi Kepri mengadakan Seminar Blue Economy
yang menghadirkan Dr. Rokhimin Dauri dan Dr. Faisal Basri sebagai narasumber. Dalam
seminar tersebut para narasumber memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah
dan pelaku perbankan di Kepri untuk menjadikan sektor kelautan (khususnya perikanan)
sebagai jati diri Provinsi Kepri, melakukan sinergi secara lintas sektoral antar instansi guna
mendukung pelaksanaan program ekonomi biru, meningkatkan akses pembiayaan melalui
pengembangan UMKM terutama yang terkait dengan program ekonomi biru, serta
menerapkan prinsip zero waste dan kelestarian lingkungan dalam mengoptimalkan potensi
kelautan demi pertumbuhan ekonomi daerah maupun ekonomi nasional.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
25
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Pada tahun 2013, tekanan inflasi di Provinsi Kepri melonjak tiga kali lipat
dibanding inflasi tahun 2012 dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi. Sampai dengan akhir Desember 2013, inflasi di Provinsi Kepri tercatat sebesar
8,24% (yoy) jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahun 2012 yang tercatat sebesar 2,38% (yoy).
Lonjakan inflasi akibat kenaikan BBM mulai terjadi pada bulan Juni 2013 dengan tingkat
inflasi 0,72% (mtm) dan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2013 dengan tingkat inflasi
sebesar 2,45% (mtm).
Selain mendorong lonjakan inflasi pada kelompok administered price,
kenaikan harga BBM juga memicu kenaikan harga kelompok bahan makanan
(volatile food). Tingkat inflasi kelompok volatile food merupakan yang tertinggi dibanding
kelompok lainnya. Laju inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 15,04% (yoy),
kelompok administered price 13,88% (yoy), dan kelompok inti sebesar 3,95% (yoy). Selain
kenaikan harga BBM, laju inflasi kelompok bahan makanan yang tinggi juga didorong oleh
pembatasan impor produk hortikultura dan penurunan pasokan karena penurunan produksi
di Jawa dan Sumatera Utara.
Kenaikan inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Kota
Batam yang mencapai 7,81% (yoy). Sementara itu, inflasi yang lebih tinggi di Kota
Tanjungpinang sebesar 10,09% (yoy) memberikan tekanan ke atas sehingga realisasi inflasi
Kepri mencapai 8,24% (yoy). Bobot Kota Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai daerah
sampel inflasi Provinsi Kepri masing-masing adalah 82% dan 18%.
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2010 2011 2012 2013
Nasional Kepulauan Riau Batam Tanjung Pinang
Inflasi, % yoy
Sumber: BPS, diolah
(2,0)
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2010 2011 2012 2013
Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Triwulanan (qtq)
%
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kepri
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
26
Meskipun sampai dengan akhir tahun tingkat inflasi tahunan Provinsi Kepri
berada pada tingkat tertinggi, namun secara triwulanan inflasi Kepri telah
berangsur-angsur turun. Inflasi triwulanan Kepri tercatat sebesar 1,34% (qtq), mereda
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,20% (qtq).
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA
2.2.1. Inflasi Tahunan
Sampai dengan akhir triwulan IV-2013, sebagian besar kelompok barang dan jasa di
Provinsi Kepulauan Riau mengalami kenaikan harga yang tinggi. Tekanan paling kuat dialami
oleh kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 14,09% (yoy) yang memberikan andil
terhadap inflasi sebesar 3,69% atau 45% dari total angka inflasi tahunan sebesar 8,24%.
Laju inflasi yang tinggi pada kelompok bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM), pembatasan impor produk hortikultura, serta penurunan produksi
bumbu-bumbuan di Jawa akibat faktor cuaca dan di Sumatera akibat bencana Gunung
Sinabung.
Selama tahun 2013 harga cabe merah telah naik hingga 121,36% sementara harga
bawang merah naik hingga 86,43%. Faktor cuaca berupa curah hujan yang tinggi
menyebabkan produksi cabe merah dan bawang merah turun. Hal ini diperparah dengan
adanya pembatasan impor hortikultura yang semakin mendorong kenaikan harga kedua
komoditas tersebut karena alternatif pasokan dari impor menjadi lebih ketat.
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy,%)
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil
UMUM 2,38 2,38 3,41 3,41 4,07 4,07 7,29 7,29 8,24 8,24
Bahan Makanan 2,75 0,68 6,04 1,55 6,37 1,63 11,09 2,89 14,09 3,69
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3,25 0,60 4,53 0,83 5,04 0,93 6,47 1,17 6,52 1,18
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,13 0,26 2,11 0,49 2,52 0,59 3,57 0,81 4,78 1,08
Sandang 3,62 0,27 1,26 0,09 (0,16) (0,01) 1,19 0,08 (0,09) (0,01)
Kesehatan 1,91 0,07 2,55 0,10 2,77 0,11 3,24 0,12 3,56 0,13
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,12 0,18 3,09 0,17 2,76 0,15 2,59 0,14 3,41 0,18
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,64 0,27 1,09 0,18 4,07 0,66 12,61 2,18 12,35 2,13
Sumber: BPS, diolah
2013
Tw IVKELOMPOK PENGELUARAN Tw IV Tw I Tw II
2012
Tw III
Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbang inflasi terbesar
kedua dengan kenaikan harga tahunan sebesar 12,35% dan andil sebesar 2,13% atau 26%
dari total angka inflasi tahunan. Laju inflasi kelompok ini juga didorong oleh kenaikan harga
BBM yang diikuti kenaikan tarif transportasi dan tarif listrik.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
27
Kenaikan harga bensin sebesar 44% dan solar sebesar 22% pada akhir Juni 2013
mendorong kenaikan tarif angkutan dalam kota sebesar 12,62% dan tarif taksi sebesar
38,88%. Selain pengaruh kenaikan harga BBM, laju inflasi subkelompok transportasi,
komunikasi, dan keuangan juga dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika sepanjang paruh kedua tahun 2013. Beberapa komoditas yang terkena
imbasnya antara lain adalah mobil dan pelumas.
Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan
Provinsi Kepulauan Riau Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Keuangan Provinsi Kepulauan Riau
NO KOMODITASINFLASI
(% YoY)
ANDIL
(% YoY)
1 Cabe Merah 121,36 1,72
2 Bawang Merah 86,43 0,56
3 Beras 6,39 0,27
4 Udang Basah 24,72 0,19
5 Daging Sapi 16,52 0,18
6 Tongkol 26,29 0,16
7 Daging Ayam Ras 9,63 0,16
8 Selar 16,67 0,16
9 Kentang 40,59 0,14
10 Kelapa 22,86 0,13
NO KOMODITASINFLASI
(% YoY)
ANDIL
(% YoY)
1 Bensin 43,18 1,89
2 Angkutan Dalam Kota 12,62 0,27
3 Mobil 6,38 0,11
4 Tarip Taksi 38,88 0,09
5 Bahan Pelumas/Oli 14,55 0,06
6 Solar 22,22 0,06
2.2.2. Inflasi Triwulanan
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi pada triwulan IV-2013 tercatat
telah mereda. Sejak awal tahun 2012 sampai dengan triwulan II-2013, inflasi triwulanan
bergerak di bawah angka 2%, sementara pada triwulan III-2013, inflasi melonjak dan
mencapai angka 4,2% (qtq) didorong oleh kenaikan BBM dan kenaikan permintaan
menjelang hari raya Idhul Fitri.
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq,%)
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil
UMUM 1,33 1,33 1,15 1,15 4,20 4,20 1,34 1,34
Bahan Makanan 2,47 0,64 1,51 0,38 6,71 1,75 2,79 0,73
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,95 0,36 1,24 0,23 2,05 0,37 1,14 0,21
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,73 0,40 0,60 0,14 1,15 0,26 1,22 0,28
Sandang (1,14) (0,08) (2,22) (0,16) 3,77 0,26 (0,40) (0,03)
Kesehatan 1,32 0,05 1,02 0,04 0,65 0,02 0,52 0,02
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,09 0,00 0,28 0,02 2,21 0,12 0,82 0,04
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (0,11) (0,02) 3,21 0,52 8,28 1,43 0,64 0,11
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN Tw IV
2013
Tw IIITw IITw I
Penyumbang terbesar inflasi triwulan IV-2013 adalah kelompok bahan makanan
dengan angka inflasi sebesar 2,79% (qtq) dan andil sebesar 0,73% atau 55% dari total
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
28
angka inflasi triwulanan. Jika ditelisik lebih dalam, subkelompok bumbu-bumbuan
merupakan pendorong utama kenaikan inflasi triwulanan dengan laju sebesar 18,58%.
Komoditas utama penyumbang inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan adalah cabe
merah dan bawang merah.
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq,%)
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air, dan Gas (qtq,%)
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Bahan Makanan 2,47 1,51 6,71 2,79
Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya 2,13 0,86 2,99 0,75
Daging dan hasil-hasilnya 0,93 1,36 8,80 0,55
Ikan segar 6,90 (3,01) 15,06 0,05
Ikan diawetkan 3,05 2,55 1,90 1,00
Telur, susu dan hasil-hasilnya 2,66 (0,31) 1,82 1,21
Sayur-sayuran (9,97) (2,28) 12,72 3,91
Kacang-kacangan 0,58 0,28 5,12 0,97
Buah-buahan 3,86 4,11 3,47 1,17
Bumbu-bumbuan 12,71 17,80 2,93 18,58
Lemak dan minyak (0,93) (0,87) 6,76 0,09
Bahan makanan lainnya 1,41 0,46 0,63 0,65Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,74 0,59 1,15 1,22
Biaya tempat tinggal 1,73 0,58 0,47 1,49
Bahan bakar, penerangan dan air 1,16 0,53 2,85 0,96
Perlengkapan rumah tangga 0,30 0,36 1,13 1,92
Penyelenggaraan rumah tangga 3,55 0,92 0,27 0,34
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Kelompok dengan laju inflasi triwulanan terbesar kedua pada triwulan IV-2013 adalah
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan laju inflasi sebesar 1,22%
(qtq) dan andil inflasi sebesar 0,28% atau 21% dari total angka inflasi. Pembentuk utama
inflasi kelompok ini adalah subkelompok perlengkapan rumah tangga karena kenaikan harga
peralatan memasak dan elektronik. Pelemahan nilai tukar rupiah telah mendorong kenaikan
harga perlengkapan rumah tangga yang mengandung komponen impor tinggi atau yang
diimpor secara langsung.
Penyumbang andil inflasi triwulanan terbesar ketiga adalah kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau dengan laju inflasi 1,14% (qtq) dan andil inflasi sebesar 0,21
atau 16% dari total angka inflasi. Tekanan inflasi bersumber dari subkelompok tembakau
karena kenaikan harga rokok kretek filter dan subkelompok makanan jadi terutama karena
kenaikan beberapa makanan jadi berbahan baku impor seperti roti tawar dan donat yang
berbahan terigu serta sate yang berbahan daging sapi.
Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (qtq,%)
Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq,%)
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,95 1,23 2,05 1,14
Makanan jadi 0,80 1,04 2,78 1,12
Minuman tidak beralkohol 0,84 1,60 0,61 0,13
Tembakau dan mikol 5,18 1,37 1,48 1,82
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keu. (0,10) 3,21 8,28 0,64
Transpor (0,18) 4,31 11,75 0,87
Komunikasi 0,00 1,29 0,08 0,00
Sarana dan penunjang transpor 0,00 0,10 1,93 0,25
Jasa keuangan 1,00 0,00 0,00 0,00
Sumber : BPS (diolah)
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan merupakan penyumbang
inflasi terbesar keempat dengan inflasi triwulanan sebesar 1,14% (qtq) dan andil sebesar
0,11% atau 8% dari total angka inflasi triwulan IV-2013. Subkelompok transpor merupakan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
29
penyumbang utama inflasi di kelompok ini yang disumbang oleh kenaikan tarif taxi sebesar
13,62%, harga bahan pelumas/oli sebesar 7,81%, dan kenaikan tarif angkutan
penyeberangan sebesar 6,87%. Kenaikan tarif taksi dan angkutan penyeberangan
merupakan imbas dari kenaikan BBM. Sementara kenaikan harga bahan pelumas merupakan
imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah.
Kenaikan harga BBM pada pertengahan tahun 2013 tidak hanya berimbas pada
kelompok transportasi dan makanan tetapi juga berimbas pada kelompok pendidikan. Harga-
harga buku pelajaran dan buku tulis rata-rata naik di atas 10% dan mendorong inflasi pada
kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,82% (qtq). Andil yang disumbangkan
kelompok ini tercatat sebesar 0,04% atau 3% dari total angka inflasi.
Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (qtq,%)
Tabel 2.10. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq,%)
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,08 0,28 2,21 0,82
Pendidikan 0,03 0,00 4,54 0,06
Kursus-kursus/pelatihan 0,00 0,00 0,32 0,00
Perlengkapan/peralatan pendidikan 0,00 1,89 0,63 5,08
Rekreasi 0,21 0,06 0,35 0,30
Olahraga 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Kesehatan 1,32 1,01 0,65 0,52
Jasa kesehatan 2,22 0,00 0,00 0,00
Obat-obatan 1,58 2,18 0,50 0,33
Jasa perawatan jasmani 0,00 0,00 1,21 2,59
Perawatan jasmani dan kosmetika 0,85 1,50 1,01 0,49 Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Kelompok kesehatan menyumbangkan andil inflasi sebesar 0,02% atau 1,40% dari
total angka inflasi triwulanan. Laju inflasi kelompok ini mencapai 0,52% (qtq) dengan
subkelompok jasa perawatan jasmani merupakan penyumbang utama inflasi kelompok.
Tabel 2.11. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq,%)
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Sandang (1,13) (2,22) 3,77 (0,40)
Sandang laki-laki 0,13 0,94 2,68 0,91
Sandang wanita 0,36 0,23 0,67 0,19
Sandang anak-anak 0,00 0,04 1,02 0,08
Barang pribadi dan sandang lain (3,34) (6,84) 7,89 (1,94)
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2013
Satu-satunya kelompok yang mencatatkan deflasi pada triwulan IV-2013 adalah kelompok
sandang. Deflasi pada kelompok ini disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan
sebesar 2,41% dibanding triwulan sebelumnya. Emas perhiasan merupakan komoditas yang
digolongkan dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lain.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
30
2.3. INFLASI MENURUT KOTA
Inflasi Provinsi Kepulauan Riau dibentuk oleh inflasi Kota Batam dan inflasi Kota
Tanjungpinang dengan bobot masing-masing kota 82% dan 18%. Sampai dengan akhir
triwulan IV-2013, inflasi Kota Batam tercatat sebesar 7,81% (yoy), lebih rendah dibanding
inflasi nasional yang mencapai 8,38% (yoy). Namun inflasi Kota Tanjungpinang yang
mencapai 10,09% (yoy), mendorong inflasi Kepri bergerak ke atas hingga mencapai angka
8,24% (yoy). Secara tahunan inflasi Kepri ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional.
Inflasi Kota Batam dan Kota Tanjungpinang yang tinggi pada tahun 2013 dipicu oleh
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terutama bensin sebesar 44% pada
bulan akhir Juni 2013. Kenaikan harga BBM ini mendorong laju inflasi kelompok transpor,
komunikasi, dan keuangan. Namun kelompok komoditas yang mengalami kenaikan harga
tertinggi adalah kelompok bahan makanan. Kenaikan harga BBM jelas memberikan andil
tinggi dalam mendorong harga bahan makanan. Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi
kelompok ini adalah faktor cuaca khususnya curah hujan dan gelombang laut yang tinggi.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan produksi bahan makanan dari sentra produksi
di Jawa khususnya bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran turun dan memicu kenaikan harga
cabe merah dan bawang merah. Sementara itu, letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara
juga menyebabkan produksi sayur-sayuran seperti tomat buah, kacang panjang, kentang,
dan sayuran lainnya turun.
Tabel 2.12.
Perkembangan Inflasi Kota Menurut Kel. Barang dan Jasa Triwulan IV-2013 di Kepri (yoy,%)
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil
UMUM 7,29 7,29 8,24 8,24 6,66 6,66 7,81 7,81 9,96 9,96 10,09 10,09
Bahan Makanan 11,09 2,89 14,09 3,69 10,44 2,65 14,29 3,66 13,76 4,09 13,30 3,94
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 6,47 1,17 6,52 1,18 5,37 0,92 11,89 2,11 11,06 2,49 11,29 2,59
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 3,57 0,81 4,78 1,08 3,20 0,73 4,40 1,00 5,24 1,11 6,51 1,37
Sandang 1,19 0,08 (0,09) (0,01) 0,79 0,06 5,38 0,92 3,27 0,18 0,26 0,01
Kesehatan 3,24 0,12 3,56 0,13 3,15 0,12 3,51 0,20 3,61 0,12 5,34 0,17
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 2,59 0,14 3,41 0,18 2,60 0,15 3,17 0,12 2,51 0,09 2,97 0,10
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 12,61 2,18 12,35 2,13 12,27 2,19 (0,16) (0,01) 14,03 2,01 14,26 2,03
Sumber: BPS, diolah
TANJUNGPINANG
Tw.IVTw.IIITw.IVKELOMPOK PENGELUARAN Tw.III Tw.IIITw.IV
KEPULAUAN RIAU BATAM
Tekanan inflasi di Kota Batam dan Tanjungpinang juga bersumber dari kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok perumahan, listrik, gas dan
bahan bakar. Rokok kretek filter merupakan penyumbang andil inflasi di subkelompok
tembakau dan minuman beralkohol dengan kenaikan harga tahunan mencapai 10,11%
selama tahun 2013. Sementara sumber tekanan pada kelompok perumahan, listrik, dan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
31
tembakau terutama berasal dari tarif listrik yang naik 8,10% (yoy), sewa rumah yang naik
2,2% (yoy), dan pasir yang naik 32,99% (yoy).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, laju inflasi di Kota Batam lebih rendah dibanding
inflasi Kota Tanjungpinang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor konektivitas Batam dengan
daerah-daerah sumber pasokan yang lebih baik dibanding Tanjungpinang.
2.4. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan kelompok komoditas, kenaikan laju inflasi Provinsi Kepulauan Riau tahun
2013 terutama didorong oleh kelompok bahan makanan dengan harga bergejolak (volatile
food). Kenaikan harga BBM dan faktor cuaca memberikan tekanan yang kuat pada kelompok
ini sehingga harga komoditas pada kelompok volatile food secara umum naik hingga 15,04%
(yoy) dan memberikan andil inflasi sebesar 3,35% atau 41% dari total angka inflasi Kepri
tahun 2013 sebesar 8,24% (yoy).
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
16
Jun
Agu
st
Okt
Des 2 4 6 8
10
12 2 4 6 8
10
12 2 4 6 8
10
12 2 4 6 8
10
12
2009 2010 2011 2012 2013
IHK Inti Adm. Price Vol. Foods
%,yoy
Sumber: BPS, diolah
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2009 2010 2011 2012 2013
Inti Vol. Foods Adm. Price
%,yoy
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi Grafik 2.4. Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi terhadap IHK
Laju inflasi di Provinsi Kepulauan Riau untuk kelompok komoditas yang diatur
pemerintah (administered price) pada akhir triwulan IV-2013 mencapai 13,88% atau tertinggi
kedua setelah kelompok volatile food. Kontribusi kelompok ini terhadap pembentukan inflasi
Kepri tercatat sebesar 2,73% atau 33% dari angka inflasi tahunan sebesar 8,24%.
Komoditas yang menjadi pendorong laju inflasi pada kelompok ini adalah bensin, tarif listrik,
tarif taxi, angkutan dalam kota, dan rokok kretek filter. Kenaikan tarif listrik, tarif taxi, dan
tarif angkutan dalam kota mengikuti kenaikan harga bensin.
Sementara itu, kelompok inti juga menghadapi tekanan kenaikan harga yang cukup
besar. Pada triwulan IV-2013, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 3,95% atau menyumbang
27,91% dari angka inflasi tahunan Desember 2013. Pelemahan nilai tukar rupiah dan isu
pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat memicu fluktuasi komoditas termasuk
emas perhiasan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
32
2.5. PERSEPSI HARGA DAN KONSUMSI DI TINGKAT KONSUMEN
Berdasarkan Survei Konsumen yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia secara
triwulanan, indeks keyakinan konsumen (IKK) pada triwulan IV-2013 turun dibanding indeks
triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2013, IKK mencapai 117,2 sementara pada triwulan
IV-2013 tercatat sebesar 108,5. IKK menunjukkan indeks yang dibentuk oleh indeks kondisi
ekonomi (IKE) dan indeks ekspektasi ekonomi (IEK). IKE mencerminkan persepsi konsumen
atas kondisi ekonomi pada saat survei, sementara IEK mencerminkan ekspektasi konsumen
atas kondisi ekonomi yang akan datang. Indeks yang dihasilkan dari Survei Konsumen ini
selaras dengan teori Permanent Income Hyphotesis (PIH), yang meyakini bahwa perilaku
konsumsi masyarakat akan berubah jika ekspektasi atas pendapatan tetap di masa depan
berubah. Jika konsumen meyakini bahwa pendapatan tetap mereka akan naik di masa depan
maka konsumsi diperkirakan akan naik. Tingkat keyakinan dan ekspektasi konsumen ini
dinyatakan dalam angka indeks. Indeks sebesar di atas 100 menunjukkan bahwa konsumen
optimis sementara indeks di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimis.
106,7
115,5 117,2
108,5
80,0
90,0
100,0
110,0
120,0
130,0
Tw I Tw II Tw III Tw IV
2013
IKE IEK IKK
0
1
2
3
4
5
170,0
175,0
180,0
185,0
190,0
195,0
Tw I Tw II Tw III Tw IVInflasi Triwulanan
Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu
Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
Grafik 2.5.
Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Grafik 2.6.
Pergerakan Persepsi Pengeluaran di Tingkat Konsumen
Terkait dengan inflasi di masa depan, pergerakan IKK tersebut akan memproyeksikan
pergerakan tingkat permintaan konsumen. Kenaikan tingkat permintaan akan berpotensi
menimbulkan kenaikan harga jika tidak diimbangi dengan kecukupan pasokan. Hal ini
tercermin pada pergerakan IKK pada tahun 2013. Pada triwulan IV-2013, tingkat optimisme
konsumen menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Angka realisasi inflasi
triwulanan juga menunjukkan bahwa tekanan inflasi mulai mereda pada akhir tahun.
Sementara itu, ke depan konsumen menyatakan bahwa perkirakaan pengeluaran 3 bulan ke
depan akan naik. Hal ini mengindikasikan akan ada potensi kenaikan permintaan dan
tekanan harga pada triwulan I-2014.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
33
INTEGRATED FARMING:
SOLUSI UNTUK MENGATASI INFLASI
Dalam rangka tindak lanjut rekomendasi TPID Kota Batam selama tahun 2013 yang
memberikan informasi mengenai harga sayuran yang berfluktuasi serta pasokan lele impor
ilegal yang merajai pasar di Batam, KPwBI Provinsi Kepri bekerja sama dengan Dinas
Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam pada akhir Desember
2013 mengadakan kunjungan ke salah satu sentra sayuran dan perikanan di daerah
Tembesi di Kota Batam. Hal ini dimaksudkan untuk menjajaki kemungkinan dibentuknya
integrated farming di wilayah tersebut yang akan dimulai pada awal tahun 2014.
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, Dinas KP2K Kota Batam telah melakukan
pembinaan terhadap 10 kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di wilayah Tembesi
tersebut. Selain pembudidaya lele, di lokasi yang berdekatan juga terdapat beberapa
petani yang secara intensif melakukan penanaman terhadap varietas berbagai jenis
sayuran dan buah-buahan. Selain itu, ditemukan juga peternak sapi, kambing dan ayam
dalam skala kecil, yang jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari.
Melihat potensi yang cukup besar dari aktivitas pertanian dan peternakan di wilayah
Tembesi, KPwBI Provinsi Kepri dan KP2K bermaksud untuk mengembangkan skala usaha
pertanian dan peternakan di wilayah Tembesi tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan
Kota Batam yang juga sekaligus dapat mengatasi masalah fluktuasi harga sayuran serta
tingginya impor lele dari Johor, Malaysia. Tentunya hal ini juga membutuhkan perhatian
khusus dari pihak dinas terkait maupun KPwBI Provinsi Kepri untuk senantiasa memberikan
bantuan teknis dalam meningkatkan produktivitas, termasuk bantuan teknis untuk
memenuhi kebutuhan pakan ternak dan pupuk penyubur tanah.
Hanya saja, cukup disadari bahwa perlu adanya upaya yang cukup besar untuk
mengatasi beberapa hambatan dalam mewujudkan integrated farming di wilayah
Tembesi, antara lain seperti status lahan yang belum jelas peruntukannya, jenis tanah di
wilayah tersebut yang masih memiliki kandungan bauksit yang tinggi, sulitnya melakukan
inovasi teknologi untuk menciptakan metode pertanian dan pembudidayaan yang lebih
efisien sehingga dapat meningkatkan kuantitas produk agar mengimbangi kuantitas impor
yang cukup marak, serta mengupayakan harga produk lokal yang lebih kompetitif bila
dibandingkan dengan produk impor dimaksud.
Tahapan yang direncanakan oleh KPwBI Provinsi Kepri dan KP2K Kota Batam dalam
mewujudkan integrated farming di wilayah Tembesi tersebut adalah melakukan identifikasi
klaster/sentra yang akan dikembangkan, termasuk penyusunan nota kesepahaman dan
penguatan lembaga kelompok serta memberikan bantuan pelatihan dalam bentuk teknis
maupun kewirausahaan pada tahun 2014. Selanjutnya, akan diikuti oleh pembentukan
packaging house, pendirian koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM), serta
pemantapan jalur distribusi ke retailer untuk memenuhi kebutuhan lokal di Kota Batam dan
wilayah Kepri lainnya pada tahun 2015. Dan, diharapkan pada tahun 2016 akan dapat
tercipta produk olahan, dengan bantuan dukungan teknologi informasi, yang bernilai
tambah dengan orientasi ekspor.
BOKS - 2
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
34
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH
Di tengah perlambatan perekonomian Kepulauan Riau yang masih berlanjut pada
triwulan IV-2013, kinerja perbankan Kepulauan Riau masih pada trend tumbuh menguat
dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja
perbankan antara lain ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor, peningkatan realisasi
anggaran belanja pemerintah daerah serta peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat
menyambut Natal dan Tahun Baru
Seiring dengan penguatan kinerja perbankan, transaksi tunai maupun non tunai juga
meningkat di triwulan laporan tercermin dari peningkatan inflow dan outflow, serta
peningkatan transaksi kliring maupun RTGS (Real Time Gross Settlement System)
3.1. PERKEMBANGAN PERBANKAN
3.1.1 BANK UMUM
Pada triwulan IV-2013, bank umum mencatatkan kinerja yang baik tercermin dari
pertumbuhan tahunan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang lebih baik dibandingkan
pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya. Total aset tercatat sebesar Rp44,06 triliun
atau meningkat 28,03% (yoy), demikian juga DPK sebesar Rp38,39 triliun meningkat 33,29%
(yoy) serta kredit yang tercatat sebesar Rp28,24 triliun meningkat 22,18% (yoy).
Sementara itu, dibandingkan posisi triwulan IV-2012, aset dan DPK bank umum juga
menguat, dengan angka pertumbuhan tahun 2012 masing-masing sebesar 19,98% (yoy) dan
19,67% (yoy), sementara kredit tumbuh melambat dibanding angka pertumbuhan tahun
2012 yang sebesar 26,86% (yoy).
Tabel 3.1. Indikator Utama Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau
2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Total Aset 28.685 30.251 31.794 33.799 34.415 35.661 37.857 41.632 44.062
Total Dana 24.069 25.551 26.721 28.003 28.804 30.406 32.289 35.589 38.392
Total Kredit 18.216 19.211 20.977 22.304 23.109 23.233 24.662 26.504 28.235
NPL 2,36% 2,04% 2,74% 2,42% 1,77% 2,04% 1,56% 1,61% 1,39%
LDR 75,68% 75,19% 78,50% 79,65% 80,23% 76,41% 76,38% 74,47% 73,54%
Sumber: Bank Indonesia
2013
dalam Rp miliar
2012
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
35
3.1.1.1 Aset
Aset bank umum pada triwulan IV-2013 tumbuh menguat. Total aset tecatat sebesar
Rp44,06 triliun, meningkat 28,03% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
tahunan pada triwulan sebelumnya yang tercatat hanya sebesar 19,07% (yoy), juga lebih
tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 19,98% (yoy). Dari total aset
tersebut, komposisi aset produktif mencapai 64,12% sementara komposisi aset tetap hanya
sebesar 1,03%, dan aset lainnya sebesar 34,85%.
Berdasarkan kelompok bank, bank pemerintah, bank swasta serta bank asing dan
campuran mencatatkan penguatan pertumbuhan pada sisi aset masing-masing sebesar
26,73% (yoy), 29,25% (yoy), dan 26,07% (yoy). Sementara itu, porsi terbesar aset terdapat
pada bank swasta nasional (52,61%), kemudian bank pemerintah (45,39%), dan porsi
terkecil aset pada bank asing dan campuran (2.00%).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
Aset (LHS) growth - Aset (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
(80.00)
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing & Campuran
(%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum
Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok
Bank
3.1.1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK Bank Umum pada triwulan laporan masih pada trend menguat. DPK tercatat
sebesar Rp38,39 triliun atau tumbuh 33,23% (yoy), lebih tinggi dibanding sementara
pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya sebesar 27,09% (yoy). Angka
pertumbuhan pada triwulan laporan juga jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada
triwulan IV-2012 yang sebesar 19,67% (yoy). Peningkatan BI Rate sepanjang bulan Juni
hingga November 2013 yang kemudian mendorong peningkatan suku bunga DPK, menjadi
salah satu faktor pendorong pertumbuhan DPK. Pada triwulan IV-2013 suku bunga DPK
(rata-rata tertimbang) untuk tabungan, giro dan deposito masing-masing sebesar 1,68%;
1,54%; dan 6,04%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
36
Berdasarkan komposisi DPK, tabungan memiliki porsi terbesar yaitu mencapai
42,30% dari total DPK atau senilai Rp16,24 triliun, adapun porsi Giro dan Deposito masing-
masing sebesar 36,54%(Rp14,03 triliun) dan 21,16% (Rp8,12 triliun). Besarnya porsi
tabungan menunjukkan bahwa tabungan masih merupakan cara penyimpanan dana yang
paling dikenal dan diminati masyarakat, juga didukung oleh kemudahan berbagai transaksi
perbankan melalui ATM maupun mobile banking serta inovasi layanan lainnya yang terus
diciptakan oleh perbankan, yang terutama menggunakan tabungan sebagai sumber dana
berbagai transaksi tersebut.
Penguatan pertumbuhan DPK terutama ditopang oleh deposito yang mencatatkan
pertumbuhan yang signifikan pada triwulan IV-2013 sebesar 44,49% (yoy), merupakan
angka pertumbuhan tertinggi deposito setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Adapun giro
dan tabungan juga tumbuh menguat masing-masing 30,45% (yoy) dan 30,67% (yoy).
Khusus untuk deposito, porsi terbesar deposito masih pada tenor pendek, terlihat dari
komposisi deposito pada tenor 1 bulan yang mencapai 47,39% dari total deposito, diikuti
dengan tenor 3 bulan (23,87%) dan tenor 6 bulan (13,32%).
Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, porsi terbesar DPK diserap oleh bank
swasta nasional (52,49%), kemudian bank pemerintah (43,63%), dan porsi terkecil diserap
oleh bank asing dan campuran (3,97%). Adapun pertumbuhan DPK tertinggi dicatatkan oleh
bank pemerintah sebesar 41,69% (yoy), kemudian bank swasta 33,48% (yoy), serta bank
asing dan campuran 30,72% (yoy). Sebaliknya, DPK pada BPD menurun 8,59% (yoy).
Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar DPK masih di Kota Batam yaitu mencapai
77,01% dari total DPK, diikuti oleh Kota Tanjungpinang (19,66%), Kabupaten Karimun
(2,79%) dan kabupaten Natuna (0,53%).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
DPK (LHS) growth-DPK (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
Giro (LHS) Tabungan (LHS) Deposito (LHS)
growth - Giro (RHS) growth - Tabungan (RHS) growth - Deposito (RHS)
(Rp miliar) (%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum
Grafik 3.4. Perkembangan Komposisi DPK
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
37
3.1.1.3 Kredit
Peningkatan BI Rate yang mendorong peningkatan suku bunga kredit (rata-rata
tertimbang) dari 9,89% pada triwulan sebelumnya menjadi 10,06% pada triwulan laporan,
belum mampu meredam pertumbuhan kredit di Kepulauan Riau. Total kredit sebesar
Rp28,23 triliun, atau tumbuh menguat 22,18% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut lebih
tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 18,83% (yoy), namun
masih lebih rendah dibanding angka pertumbuhan pada triwulan IV-2012 sebesar 28,86%
(yoy).
Kinerja ekspor industri pengolahan yang menguat signifikan pada triwulan laporan,
diyakini turut mempengaruhi penguatan pertumbuhan kredit Kepulauan Riau. Hal ini
terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit pada sektor industri pengolahan dengan porsi terbesar
kedua terhadap total kredit (18,62%), tumbuh signifikan sebesar 40,89% (yoy), jauh lebih
tinggi dibanding pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012,
masing-masing sebesar 33,49% (yoy) dan 17,48% (yoy). Porsi terbesar kredit industri
pengolahan berupa kredit valas sebesar 89,42% dari total kredit, sementara porsi kredit
dalam rupiah hanya sebesar 10,58%.
Sementara itu, kredit pada sektor bukan lapangan usaha (konsumsi) yang menyerap
porsi terbesar kredit (34,10%) tumbuh 17,36% (yoy), cenderung stabil bila dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012, masing-masing sebesar
17,05% (yoy) dan 17,44% (yoy).
Berdasarkan penggunaan, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh pertumbuhan
pada kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja tumbuh sebesar 19,74%
(yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,76% (yoy),
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing & Campuran
(%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.5
Perkembangan DPK Berdasarkan Jenis Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
38
namun jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 26,62% (yoy).
Kredit modal kerja terutama diserap oleh sektor industri pengolahan (39,48%), sektor
perdagangan besar dan eceran (28,03%) serta sektor konstruksi (11,61%).
Sementara itu, meskipun porsi kredit investasi terhadap total kredit merupakan yang
terkecil, namun mencatatkan angka pertumbuhan tertinggi sebesar 32,55% (yoy), lebih
tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 29,08% (yoy), namun
masih jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 yang mencapai 43,19%
(yoy). Adapun penyaluran terbesar kredit investasi pada sektor transportasi, perdagangan dan
komunikasi (31,59%), sektor perdagangan besar dan eceran (15,66%), serta sektor industri
pengolahan (12,84%).
Kredit konsumsi tumbuh menguat 17,35% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 17,05% (yoy) namun sedikit lebih rendah bila dibanding pertumbuhan pada triwulan
IV-2012 yang sebesar 17,45% (yoy). Trend peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi pada
triwulan laporan terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit multiguna dengan porsi
30,00% dari total kredit, tumbuh 12,94% (yoy). Namun, laju pertumbuhan kredit konsumsi
tertahan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor
(KKB) yang masih berlanjut setelah Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan pengetatan LTV
(loan to value), dan juga dipengaruhi oleh permasalahan lahan (hutan lindung) di Batam. KPR
dan KKB dengan porsi terhadap total kredit masing-masing sebesar 54,42% dan 4,06%
tumbuh melambat masing-masing sebesar 14,08% (yoy) dan 4,69% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, porsi kredit terbesar disalurkan oleh bank swasta
nasional (45,89%), kemudian bank pemerintah (52,78%), dan porsi terkecil kredit disalurkan
oleh bank asing dan campuran (1,34%). Adapun kredit oleh bank pemerintah, bank swasta
nasional serta tumbuh menguat masing-masing dengan angka pertumbuhan sebesar 22,32%
(yoy), 21,86% (yoy), dan 23,21% (yoy)., sementara kredit pada bank asing dan campuran
masih pada trend melambat, sebesar 27,75% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
39
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4
2011 2012 2013
Total Kredit (LHS) growth - Total Kredit (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4
2011 2012 2013
MODAL KERJA (LHS) INVESTASI (LHS) KONSUMSI (LHS)
growth - MK (RHS) growth - INVESTASI (RHS) growth - KONSUMSI (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Bank Umum
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
I II III IV I II III IV
2012 2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing & Campuran
(%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
KPR KKB Multiguna
Sumber: Bank Indonesia
%, yoy
Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 3.9. Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB)
34.10%
18.61%
15.03%
10.68%
6.80%
5.76%
2.90%
2.01%
1.57%
1.22%
Bukan Lapangan Usaha
Industri Pengolahan
Perdagangan Besar Dan Eceran
Trans, Gudang Dan Komunikasi
Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT
Konstruksi
Akomodasi Dan Makan Minum
Listrik, Gas Dan Air
Pertambangan Dan Penggalian
Jasa Msy, SosBud, Hiburan
Sumber: Bank Indonesia
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
I II III IV I II III IV
2012 2013
Bukan Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Perdagangan Besar Dan Eceran Trans, Gudang Dan Komunikasi
Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT Konstruksi(%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.10. Porsi Kredit Bank Umum Secara Sektoral
Grafik 3.11.
Pertumbuhan Kredit Bank Umum Secara Sektoral
Berdasarkan golongan debitur, sebanyak 99,73% porsi kredit tersalurkan ke sektor
swasta yaitu sebesar 51,17% kepada bukan lembaga keuangan, dan 47,00% kepada
perseorangan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
40
Berdasarkan kabupaten dan kota, porsi terbesar kredit masih terserap di Kota Batam
seiring dengan kegiatan perekonomian yang sangat dominan di kota tersebut. Kota Batam
menyerap 80,58% dari total kredit, diikuti oleh Kota Tanjungpinang (16,51%), Kabupaten
Karimun (1,94%) serta Kabupaten Natuna (0,97%).
Penyaluran kredit oleh bank umum pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
mengalami perlambatan dibanding triwulan III-2013. Nilai kredit UMKM oleh bank umum
mencapai Rp7,61 triliun, tumbuh 37,11% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan
tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 41,84% (yoy) namun masih lebih tinggi
dibanding pertumbuhan tahunan triwulan IV-2012 yang sebesar 15,57% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM yang cukup tinggi di tahun 2013 menunjukkan kepercayaan
perbankan yang semakin meningkat untuk menyalurkan kreditnya kepada UMKM, dan
diharapkan dapat semakin memajukan kegiatan usaha skala mikro, kecil dan menengah
sebagai salah satu penopang perekonomian Kepulauan Riau.
Di sisi lain, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) oleh bank umum tumbuh melambat.
KUR tercatat sebesar Rp380 miliar, atau tumbuh 28,75% (yoy), lebih rendah dibanding
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 36,42% (yoy) juga lebih rendah dibanding
pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 44,90% (yoy). Porsi terbesar KUR terserap oleh sektor
perdagangan besar dan eceran (63,0%); sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi
(7,8%), serta sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, dan hiburan (5,5%).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
UMKM - LHS Bukan UMKM - LHS Pertumbuhan (yoy,%) - RHS
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (yoy,%)
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
KUR (LHS) Pertumbuhan (RHS)
Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM
(Rp miliar) (%, yoy)
Grafik 3.12. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum
Grafik 3.13. Perkembangan KUR Bank Umum
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
41
3.1.1.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan kredit menyebabkan LDR bank
umum mengalami penurunan yaitu sebesar 73,54%, lebih rendah dibanding LDR triwulan
sebelumnya yang sebesar 74,47%. Angka LDR tersebut lebih rendah dibandingkan standar
LDR sebesar 85% - 100%, hal ini menunjukkan kegiatan intermediasi oleh bank umum di
Provinsi Kepulauan Riau yang masih belum optimal meskipun sebagian wilayah Kepulauan
Riau, khususnya Kota Batam yang ditetapkan sebagai daerah Free Trade Zone.
LDR tertinggi tercatat di Kota Batam sebesar 76,95%, Kota Tanjungpinang sebesar
61,76% dan gabungan Dati II lainnya sebesar 66,10%.
3.1.1.5 Risiko Kredit
Jumlah kredit bermasalah pada bank umum menurun meskipun kredit tumbuh
menguat serta suku bunga kredit mengalami peningkatan. Angka non performing loan (NPL)
pada triwulan laporan sebesar 1,39% menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
1,61%. Angka tersebut relatif rendah serta masih dalam batas aman yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia yaitu maksimal sebesar 5%.
Berdasarkan penggunaan, NPL tertinggi terjadi pada kredit konsumsi sebesar 1,78%,
selanjutnya kredit investasi sebesar 1,44% dan kredit modal kerja sebesar 1,01%.
Secara sektoral, sektor pertanian, perburuan dan kehutanan mencatakan NPL
tertinggi sebesar 51,17%, jauh lebih tinggi dibanding NPL pada sektor-sektor lainnya.
Sementara itu, sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan mencatatkan NPL
terbesar kedua sebesar 2,00%, diikuti oleh sektor penerima kredit bukan lapangan usaha
dengan NPL sebesar 1,78%. Berbagai kendala yang dihadapi sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan di Kepulauan Riau antara lain kondisi sebagian besar tanah yang tidak terlalu
sesuai untuk bercocok tanam, sementara ketersediaan bantuan pupuk terbatas,
menyebabkan pengelolaan lahan pertanian membutuhkan biaya yang cukup besar dan
akhirnya berdampak pada NPL yang sangat tinggi pada sektor tersebut.
Adapun sektor ekonomi utama mencatatkan NPL yang relatif rendah yaitu sektor
industri pengolahan tercatat sebesar 0,39%; sektor perdagangan besar dan eceran sebesar
1,68%; serta sektor konstruksi sebesar 1,28%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
42
3.1.2 BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Berbeda dengan bank umum yang mengalami peningkatan kinerja pada triwulan IV-
2013, kinerja BPR menurun pada triwulan laporan. Kondisi tersebut tercermin dari aset, DPK
maupun kredit yang tumbuh melambat. Total aset sebesar Rp3,97 triliun atau tumbuh
melambat 12,95% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar
14,30% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 21,05% (yoy). Demikian juga DPK sebesar
Rp3,05 triliun, tumbuh 9,98% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 12,20% (yoy) maupun triwulan IV-2012 sebesar 18,49% (yoy). Kredit
sebesar Rp2,97 triliun juga tumbuh melambat sebesar 13,21% (yoy), lebih rendah dibanding
pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012 yang masing-masing sebesar
14,19% (yoy) dan 33,76% (yoy).
Tabel 3.2. Indikator Utama BPR di Provinsi Kepulauan Riau
2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Total Aset 2.903 3.054 3.267 3.419 3.514 3.480 3.557 3.908 3.969
Total Dana 2.339 2.488 2.629 2.737 2.775 2.785 2.809 3.071 3.052
Total Kredit 1.959 2.106 2.326 2.499 2.620 2.655 2.786 2.854 2.966
NPL 5,21% 2,26% 2,71% 2,56% 2,72% 3,52% 3,24% 3,07% 2,46%
LDR 83,8% 84,6% 88,5% 91,3% 94,4% 95,3% 99,2% 92,94% 97,17%
Sumber: Bank Indonesia
dalam Rp miliar
2012 2013
3.1.2.1 ASET
Aset BPR pada triwulan IV-2014 tumbuh melambat setelah sempat menguat pada
triwulan sebelumnya. Total aset sebesar Rp3,97 triliun atau tumbuh 12,95% (yoy) lebih
rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 14,30% (yoy) mapun triwulan
IV-2012 sebesar 21,05% (yoy).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
Aset (LHS) growth-Aset (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
Grafik 3.14. Perkembangan Aset BPR
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
43
3.1.2.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK BPR juga melambat cukup dalam pada triwulan laporan. Total DPK BPR sebesar
Rp3,05 triliun atau tumbuh 9,98% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahunan
triwulan sebelumnya maupun pertumbuhan pada triwulan IV-2012 yang masing-masing
sebesar 12,20% (yoy) dan 18,64% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan DPK BPR terutama disebabkan oleh pertumbuhan negatif
pada tabungan. Meskipun hanya mengambil porsi 10,52% dari total DPK BPR, namun
tabungan menurun cukup dalam, dengan angka pertumbuhan negatif 18,94% (yoy).
Namun, laju perlambatan DPK BPR masih ditopang oleh deposito dengan porsi 89,48% dari
total DPK, mampu tumbuh positif 14,80% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan
triwulan sebelumnya sebesar 11,60% (yoy) namun masih lebih rendah dibanding triwulan IV-
2012 sebesar 17,95% (yoy). Porsi tabungan pada BPR yang sangat rendah terutama
disebabkan oleh bunga tabungan yang jauh lebih rendah dibandingkan deposito serta jumlah
ATM yang masih minim sehingga fleksibilitas transaksi oleh nasabah sangat terbatas.
Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar DPK BPR terkonsentrasi di Kota Batam
mencapai 72,93%, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 13,72%, dan Kabupaten Karimun
sebesar 9,40%
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
DPK (LHS) growth-DPK (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
(30.00)
(20.00)
(10.00)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
Deposito (LHS) Tabungan (LHS)
growth - Deposito (RHS) growth - Tabungan (RHS)(Rp miliar) (%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.15.
Perkembangan DPK BPR Grafik 3.16.
Perkembangan DPK Berdasarkan Jenisnya
3.1.2.3 Kredit
Trend perlambatan pertumbuhan kredit BPR masih terus berlanjut di triwulan IV-2013.
Total kredit BPR tercatat sebesar Rp2,97 triliun atau tumbuh melambat 13,21% (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya maupun pertumbuhan
triwulan IV-2012, masing-masing sebesar 14,19% (yoy) dan 33,74% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
44
Perlambatan kredit BPR terjadi baik pada kredit modal kerja, investasi maupun kredit
konsumsi. Kredit modal kerja dengan porsi 30,25% dari total kredit, tumbuh 3,94% (yoy),
lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy) bahkan
melambat sangat dalam bila dibandingkan triwulan IV-2012 dengan angka pertumbuhan
mencapai 34,01% (yoy). Demikian juga kredit konsumsi dengan porsi 59,97% dari total
kredit, tumbuh 15,60%, lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun
triwulan IV-2012, dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 15,60% (yoy) dan
27,63% (yoy). Sementara kredit investasi dengan porsi 9,78% tumbuh sebesar 13,21% (yoy),
juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2012,
dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 14,16% (yoy) dan 31,02% (yoy).
Secara sektoral, perlambatan kredit terutama disebabkan oleh penurunan kredit pada
beberapa sektor utama antara lain kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran, dengan
porsi terbesar kedua (18,52%), tumbuh negatif 5,45% (yoy); kredit pada sektor bukan
lapangan usaha (rumah tangga) dengan porsi 9,09%, juga tumbuh negatif sebesar 0,80%
(yoy) dan kredit pada sektor yang belum jelas batasannya dengan porsi 5,09%, tumbuh
negatif sebesar 10,95%. Meskipun demikian, pertumbuhan total kredit BPR masih ditopang
oleh kredit pada sektor bukan lapangan usaha dengan porsi 53,37% dari total kredit, mampu
tumbuh menguat 24,96% (yoy).
Sementara itu, kredit UMKM sebesar Rp978 miliar tumbuh 13,05% (yoy), lebih tinggi
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 11,30%( yoy) namun masih lebih
rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan IV-2012 sebesar 28,23% (yoy). Adapun porsi
penyaluran kredit UMKM terbesar di Kota Batam mencapai 77,04%, kemudian Kota
Tanjungpinang sebesar 11,40%, dan yang terkecil di Kabupaten Lingga yaitu hanya sebesar
0,70% dari total kredit UMKM.
0
10
20
30
40
50
60
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
Total Kredit growth - Total Kredit (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar)
Sumber: Bank Indonesia
(%, yoy)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
Modal Kerja Konsumsi Investasi
growth - MK (RHS) growth - INVESTASI (RHS) growth - KONSUMSI (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
Grafik 3.17.
Perkemb angan Kredit BPR Grafik 3.18.
Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Jenisnya
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
45
53.37%
18.52%
9.09%
5.09%
3.39%
3.05%
2.10%
1.12%
1.08%
0.76%
Bukan Lap. Usaha - Lainnya
Perdagangan Besar Dan Eceran
Bukan Lap. Usaha - RT
Keg Usaha Belum Jelas Batasnya
Trans, Gudang Dan Komunikasi
Konstruksi
Jasa Msy, SosBud, Hiburan
Industri Pengolahan
Akomodasi Dan Makan Minum
Pertanian, Buru Dan Hutan
Sumber: Bank Indonesia
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
1 2 3 4 1 2 3 4
2012 2013
UMKM - kiri Bukan UMKM Pertumbuhan (yoy,%) - kanan
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
Grafik 3.19.
Porsi Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.20.
Perkembangan Kredit UMKM oleh BPR
(20.00)
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
1 2 3 4 1 2 3 4
2012 2013
Bukan Lap. Usaha - Lainnya
Perdagangan Besar Dan Eceran
Bukan Lap. Usaha - RT
Keg Usaha belum Jelas Batasnya
Trans, Gudang Dan Komunikasi(%, yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.21. Perkembangan Kredit BPR pada Sektor-Sektor Utama
3.1.2.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi bila dibanding pertumbuhan DPK,
menyebabkan LDR pada BPR meningkat dari 92,93% pada triwulan sebelumnya menjadi
97,18% pada triwulan laporan. Angka LDR tersebut masih lebih tinggi dibandingkan LDR
bank umum serta masih dalam batas aman pada kisaran 85%-100%, menunjukkan bahwa
fungsi intermediasi pada BPR berjalan dengan baik.
Berdasarkan kabupaten/kota, LDR tertinggi tercatat di Kabupaten Lingga sebesar
123,73%, diikuti oleh Kabupaten Bintan sebesar 99,61% dan Kota Batam sebesar 99,06%.
Adapun LDR terendah tercatat di Kota Tanjungpinang sebesar 86,75%.
3.1.2.5 Risiko Kredit
Perlambatan kredit BPR berdampak pula pada penurunan angka kredit bermasalah
yang tercermin dari penurunan NPL (Non Performing Loan) BPR dari 3,07% pada triwulan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
46
sebelumnya menjadi 2,46% pada triwulan laporan. Angka NPL masih dalam batas aman
yaitu maksimal sebesar 5%.
3.1.3 PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH (BANK UMUM DAN BPR)
Pada triwulan IV-2013, kinerja perbankan Syariah juga tumbuh melambat bila
dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari perlambatan pertumbuhan aset, DPK dan
pembiayaan.
Tabel 3.3. Indikator Perbankan Syariah di Provinsi Kepulauan Riau
2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Total Aset 1.968 1.987 2.276 2.25 2.303 2.410 2.586 2.798 2.718
Total Dana 1.276 1.298 1.587 1.559 1.535 1.753 1.884 2.031 2.321
Total Kredit 1.436 1.538 1.667 1.766 1.931 2.001 2.133 2.252 1.986
NPF 5,82% 1,55% 2,35% 2,43% 3,07% 3,12% 2,37% 2,95% 2,08%
FDR 112,56% 118,49% 105,10% 113,25% 125,81% 114,15% 113,21% 110,87% 132,07%
Sumber: Bank Indonesia
2013
dalam Rp miliar
2012
3.1.3.1 Aset
Pada akhir triwulan laporan, aset tercatat sebesar Rp2,72 triliun atau tumbuh
18,01% (yoy), melambat cukup dalam bila dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya
sebesar 24,34% (yoy), namun masih lebih tinggi bila dibanding pertumbuhan triwulan IV-
2012 sebesar 17,01% (yoy). Sebesar 95,35% atau senilai Rp2,72 triliun dari total aset
tersebut dimiliki oleh bank umum syariah dan 4,65% atau senilai Rp126,27 miliar dimiliki
oleh BPR syariah.
3.1.3.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK perbankan syariah sebesar Rp1,99 triliun, tumbuh 29,41% (yoy), lebih rendah
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 30,25% (yoy), namun masih lebih
tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 20,28% (yoy).
Porsi terbesar DPK perbankan syariah berupa tabungan (46,54%) dengan total nilai
pada akhir triwulan laporan sebesar Rp1.924,34 miliar, kemudian giro (29,67%) senilai
Rp589,36 miliar serta deposito (23,79%) senilai Rp472,42 miliar.
Berdasarkan kabupaten/kota, sebanyak 64,58% DPK terdapat di Kota Batam dan
35,42% lainnya terdapat di Kota Tanjungpinang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
47
3.1.3.3 Pembiayaan
Pembiayaan perbankan syariah masih pada trend melambat di triwulan laporan. Total
nilai pembiayaan syariah sebesar Rp2,32 triliun, tumbuh melambat 20,20% (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya dan juga lebih rendah dibanding
pertumbuhan triwulan IV-2012, masing-masing sebesar 27,52% (yoy) dan 34,44% (yoy).
Seperti halnya pada bank konvensional, porsi terbesar pembiayaan syariah juga
berupa pembiayaan konsumsi mencapai 55,12% dari total kredit, diikuti oleh pembiayaan
modal kerja (26,36%) dan porsi terkecil pada pembiayaan investasi sebesar 18,53%.
Di sisi lain, pertumbuhan pembiayaan UMKM tumbuh menguat sebesar 26,49%
(yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 26,08% (yoy)
juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar 18,32% (yoy).
Secara sektoral, pembiayaan pada perbankan syariah sebagian besar diserap oleh
sektor bukan lapangan usaha (konsumsi) dan sektor real estate, sewaan dan jasa perusahaan,
yaitu masing-masing sebesar 55,07% dan 38,90%. Sementara berdasarkan persebaran
pembiayaan menurut kabupaten/kota, sebanyak 72,98% di Kota Batam dan sisanya sebesar
27,02% di Kota Tanjungpinang.
3.1.3.4 Finance to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing (NPF)
Angka FDR syraiah tercatat meningkat pada triwulan laporan, yaitu sebesar 116,86%,
lebih tinggi dibanding FDR triwulan sebelumnya sebesar 110,87%.
Meskipun FDR meningkat, namun jumlah pembiayaan bermasalah mengalami
penurunan, tercermin dari angka NPF yang menurun dari 2,52% pada triwulan sebelumnya
menjadi 2,12% pda triwulan laporan.
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
180.00
200.00
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Aset (LHS) Pembiayaan (LHS) DPK (LHS)
growth - Aset (RHS) growth - Pembiayaan (RHS) growth - DPK (RHS)
Rp miliar %, yoy
Sumber: Bank Indonesia
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
140.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013
FDR (LHS) NPF (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.22. Perkembangan Aset, DPK dan Pembiayaan Syariah
Grafik 3.23. FDR dan NPF Perbankan Syariah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
48
3.2. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
3.2.1 TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
3.2.1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)
Perkembangan peredaran uang kartal dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk
(inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan, inflow mengalami
penurunan, menjadi sebesar Rp381 miliar atau menurun 5,22% (yoy). Sebaliknya, outflow
mencapai Rp3.562 triliun atau meningkat signifikan sebesar 52,22% (yoy). Kondisi tersebut
menyebabkan pada triwulan IV-2013 kembali terjadi net outflow sebesar Rp3.181 miliar.
Adapun secara keseluruhan tahun 2013, total inflow sebesar Rp2,3 triliun, atau
tumbuh 61,46% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 90,67%
(yoy), sementara outflow sebesar Rp9,36 triliun, menguat signifikan sebesar 60,78% (yoy),
lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 23,24% (yoy). Total net outflow
tahun 2013 sebesar Rp7,05 triliun, juga menguat signifikan sebesar 60,56% (yoy), jauh lebih
tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 10,55% (yoy).
Kecenderungan net outflow Kepulauan Riau antara lain dipengaruhi oleh
kecenderungan masyarakat yang masih cukup besar untuk melakukan transaksi
menggunakan uang kartal dibanding transaksi elektronik. Persebaran perbankan yang masih
sangat terbatas pada beberapa kabupaten, juga menyebabkan terbatasnya transaksi
menggunakan ATM maupun transaksi elektronik lainnya, sehingga transaksi akan lebih
banyak menggunakan uang kartal. Di sisi lain, posisi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan
Singapura maupun Malaysia dengan jumlah kunjungan turis asing dari kedua negara tersebut
cukup tinggi, menyebabkan terdapat kebutuhan uang rupiah pada money changer.
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013
Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net
Sumber: Bank Indonesia (50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013
Pertumbuhan inflow Pertumbuhan outflow%, yoy
Grafik 3.24. Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau
Grafik 3.25. Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
49
3.2.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan
dalam kondisi layak edar (clean money policy) bagi masyarakat, Bank Indonesia, secara berkala
melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). UTLE tersebut berasal dari
setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, yang selanjutnya ditukar dengan
uang yang layak edar (fit for circulation).
Pada triwulan laporan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau telah
memusnahkan UTLE dengan jumlah nominal mencapai Rp384 miliar atau meningkat
683,67% (yoy). Untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap pada level yang
rendah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Kepri tetap giat melakukan sosialisasi prinsip
3D (Didapat, Disimpan, Disayang) kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat
memahami cara-cara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat memperpanjang
usia manfaat fisik uang.
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2010 2011 2012 2013
Pemusnahan Uang (Rp miliar)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.26. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
3.2.1.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan IV-2013 mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah nominal uang rupiah tidak asli sebanyak 68
lembar, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya dengan jumlah uang rupiah tidak asli
sebanyak 104 lembar.
Secara total tahun 2013, jumlah temuan uang rupiah tidak asli meningkat dibanding
tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 360 lembar atau meningkat 94 lembar dibanding tahun
2012, dengan jumlah temuan 266 lembar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
50
Temuan uang rupiah tidak asli tersebut didasarkan atas permintaan klarifikasi
perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Kepulauan Riau. Upaya mengatasi peredaran uang rupiah tidak asli, Bank Indonesia
melakukan berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan security features uang yang
dicetak dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah, melalui penerapan prinsip
3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2012 2013
Nominal Rp juta (kiri) Lembar (kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.27 Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli di Kepulauan Riau
3.2.2 TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
3.2.2.1. Kliring Lokal
Pada triwulan laporan, jumlah warkat transaksi non tunai secara kliring menurun
dibanding triwulan III-2013, namun sebaliknya nominal kliring meningkat dibanding triwulan
sebelumnya.
Jumlah warkat kliring sebanyak 138.144 lembar, menurun 0,93% dibanding triwulan
sebelumnya dengan jumlah warkat kliring sebanyak 139.436 lembar. Sementara itu nominal
kliring pada triwulan laporan sebesar Rp4,83 triliun meningkat 0,32% dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp4,81 triliun. Secara tahunan, jumlah warkat maupun nominal
transaksi meningkat masing-masing sebesar 6,01% (yoy) dan 17,58% (yoy) dibanding
triwulan yang sama tahun lalu.
Secara keseluruhan tahun 2013, nilai transaksi kliring sebesar Rp16,99 triliun atau
tumbuh 7,18% (yoy), jauh lebih rendah dibanding angka pertumbuhan tahun 2012 sebesar
33,78% (yoy). Adapun jumlah warkat kliring sebanyak 533.968 lembar atau tumbuh 7,34%
(yoy), juga lebih rendah dibanding angka pertumbuhan tahun 2012 sebesar 11,89% (yoy).
Perlambatan pada nilai transaksi maupun jumlah warkat kliring sepanjang tahun 2013,
antara lain dipengaruhi oleh kinerja perbankan yang sempat mengalami perlambatan yang
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
51
cukup dalam pada periode triwulan I dan triwulan II-2013 (perlambatan pertumbuhan aset,
DPK, dan kredit).
Tabel 3.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Kepulauan Riau
Warkat Nominal Warkat Nominal Warkat Nominal
Tw III 124,027 4,008,726 2,431 109,062 121,596 3,899,664
Tw-IV 133,121 4,211,201 2,807 107,275 130,314 4,103,926
Tw-I 133,438 3,436,971 2,841 107,715 130,597 3,329,256
Tw-II 128,482 4,141,005 2,691 114,670 125,791 4,026,335
Tw III 142,552 4,918,425 3,116 108,595 139,436 4,809,830
Tw-IV 140,475 4,936,337 2,331 111,072 138,144 4,825,265Sumber: Bank Indonesia
Warkat (lembar), Nominal (Rp juta)
BulanKliring Pengembalian Jumlah
Perputaran Jumlah Tolakan Net Kliring
Kliring Penyerahan
2013
2012
Tahun
3.2.2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) adalah proses
penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi
(individually processed gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed)
dimana rekening peserta dapat didebit/kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank
Indonesia RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada Triwulan IV-2013 meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total nilai transaksi tercatat sebesar Rp26,86
triliun atau meningkat 22,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan pada
triwulan III-2013 yang sebesar 26,36% (yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi,
volume transaksi juga meningkat dari 29.142 lembar pada triwulan III-2013 menjadi 30.902
lembar pada triwulan laporan.
Untuk keseluruhan tahun 2013, nilai transaksi RTGS sebesar Rp93,67 triliun dengan
jumlah warkat sebanyak 115.645 warkat, atau meningkat masing-masing 21,81% (yoy) dan
32,87% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun 2012 yang masing-masing tercatat sebesar
10,06% (yoy) dan 19,69% (yoy).
Jika dilihat dari sebaran transaksi berdasarkan kabupaten/kota, sebagian besar
transaksi BI-RGTS Provinsi Kepulauan Riau terjadi di Kota Batam, yaitu mencapai 87,35% dari
total transaksi, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 8,48% dikarenakan jumlah bank dan
aktivitas bisnis yang terkonsentrasi di kedua kota tersebut, terutama di Kota Batam.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
52
Tabel 3.5.
Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Kepulauan Riau
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV
Batam Batam ke Luar Batam 5,736 6,895 7,504 8,141 7,819 7,958 8,730 9,333
Luar Batam ke Batam 11,113 13,617 13,963 15,521 13,035 16,383 17,769 18,140
Batam ke Batam 3,103 3,567 3,676 4,269 4,244 4,120 4,382 4,013
Karimun Karimun ke Luar Karimun 351 419 319 313 348 455 564 605
Luar Karimun ke Karimun 159 188 199 126 123 175 227 285
Karimun ke Karimun 46 66 59 38 42 73 79 85
Natuna Natuna ke Luar Natuna 0 0 0 0 0 0 0 0
Luar Natuna ke Natuna 342 301 665 641 477 212 127 305
Natuna ke Natuna 0 0 0 0 0 0 0 0
Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 186 198 160 298 348 345 304 382
Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1,041 1,156 1,159 1,410 1,102 1,376 2,345 2,051
Tg. Pinang ke Tg. Pinang 102 110 80 149 194 160 140 155
Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0 0 0 0 2 1 1 0
Luar Kepri ke Kepri 24 6 5 3 4 8 5 9
Kepri ke Kepri 0 0 0 0 0 0 0 0
15,701 19,036 20,159 21,998 18,777 22,559 25,473 26,857
Batam Batam ke Luar Batam 11,657 13,451 13,936 15,412 13,970 14,891 14,374 15,260
Luar Batam ke Batam 15,279 16,315 16,309 17,950 16,113 17,327 16,846 16,972
Batam ke Batam 5,236 5,947 6,127 6,750 6,513 6,719 6,272 6,110
Karimun Karimun ke Luar Karimun 893 981 803 818 854 1,066 1288 1,405
Luar Karimun ke Karimun 427 431 484 451 350 380 519 631
Karimun ke Karimun 85 117 110 79 87 125 144 163
Natuna Natuna ke Luar Natuna 7 0 0 0 0 0 0 0
Luar Natuna ke Natuna 236 134 144 326 117 86 56 170
Natuna ke Natuna 1 0 0 0 0 0 0 0
Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 462 462 432 572 738 803 651 639
Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1,518 1,713 1,715 2,248 1,393 1,484 1990 2,289
Tg. Pinang ke Tg. Pinang 227 240 228 259 311 312 220 233
Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0 0 0 7 15 20 25 8
Luar Kepri ke Kepri 39 32 27 29 26 35 29 34
Kepri ke Kepri 0 0 0 0 0 0 0 0
24,969 27,215 27,385 30,725 26,665 28,936 29,142 30,902
Sumber: Bank Indonesia
RTGS Volume
Kumulatif
Kumulatif
2012Wilayah
2013
RTGS Nilai (Rp Miliar)
3.3. Perkembangan Transaksi PVA (Pedagang Valuta Asing) dan PTD (Penyelenggara Transfer Dana)
3.3.1 Perkembangan Transaksi PVA Transaksi PVA mengalami penurunan pada triwulan IV-2013, baik untuk penjualan
maupun pembelian uang kertas asing (UKA). Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Singapura yang masih berlanjut hingga triwulan IV-2013 relatif tidak berpengaruh terhadap
peningkatan transaksi PVA. Transaksi pembelian senilai Rp2,3 triliun, tumbuh melambat 4,81%
(yoy) bila dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 17,19% (yoy), namun
masih lebih tinggi bila dibanding pertumbuhan triwulan IV-2012 sebesar negatif 11,12% (yoy).
Sepanjang tahun 2013, total pembelian sebesar Rp9,53 triliun atau meningkat 0,86%
(yoy), jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2012 sebesar 30,37% (yoy). Adapun
total penjualan sebesar Rp9,6 triliun atau meningkat 1,87% (yoy), juga menurun dibanding
pertumbuhan tahun 2012 sebesar 30,22% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
53
Dari sisi jumlah mata uang, transaksi PVA dengan mata uang SGD masih
mendominasi, mencapai 80,92% dari total transaksi, kemudian ringgit Malaysia (MYR) sebesar
7,78%, dan dollar Amerika (USD) sebesar 5,25%. Lokasi Kepulauan Riau khususnya Batam
yang berbatasan dengan Singapura menyebabkan kebutuhan jual dan beli mata uang dollar
Singapura (SGD) jauh lebih tinggi dibandingkan mata uang lainnya.
Berdasarkan kabupaten/kota, persebaran PVA terbanyak di Kota Batam (93 PVA),
kemudian Tanjungpinang (17 PVA), Bintan (5 PVA) dan Tanjung Balai Karimun (15 PVA).
Jumlah PVA yang sangat dominan di Kota Batam menyebabkan pembelian dan penjualan
(rata-rata) terbesar juga terjadi di Kota Batam mencapai 90,44% dari total nilai transaksi,
kemudian Kota Tanjungpinang (5,02%), lalu Kabupaten Tanjung Balai Karimun (3,64%), dan
Kabupaten Bintan (0,90%).
-20
0
20
40
60
80
100
120
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Pembelian Penjualan
growth Pembelian (yoy) growth Penjualan (yoy)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
SGD, 80.92%
MYR, 7.78%
USD, 5.25%
Mata Uang Lainnya, 6.05%
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.28.
Perkembangan Transasi PVA di Kepulauan Riau Grafik 3.29.
Porsi Mata Uang dalam Transaksi PVA
3.3.1 Perkembangan Transaksi Penyelenggara Transfer Dana (PTD)
Searah dengan transaksi PVA, pertumbuhan transaksi PTD juga melambat
pada triwulan laporan. Nilai transaksi PTD pada triwulan IV-2013 sebesar Rp522 miliar atau
tumbuh 5,51% (yoy), jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya
sebesar 23,2% (yoy), namun masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan IV-2012
sebesar negatif 20,00% (yoy). Dari total nilai transaksi PTD tersebut, sebanyak 32,18%
merupakan transaksi antar wilayah RI, kemudian 31,90% merupakan transaksi ke luar wilayah
Ri dan 35,77% merupakan transaksi dari luar wilayah RI.
Untuk keseluruhan tahun 2013, jumlah transaksi PTD sebesar Rp1,9 triliun
atau meningkat 11,73% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan nilai transaksi
tahun 2012 sebesar negatif 10,95% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
54
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Total Transaksi KUPU (LHS) Pertumbuhan Total Transaksi KUPU (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
(Rp miliar) (%, yoy)
Antar Wilayah RI (LHS), 32.18%
Ke Luar Wilayah RI (LHS), 31.90%
Dari Luar Wilayah RI (LHS), 35.77%
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.30 Perkembangan Transasi PTD di Kepulauan Riau
Grafik 3.31 Jenis Transasi PTD
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
55
GRES!:
MENUJU MASYARAKAT SYARIAH YANG MANDIRI
Dalam blue print Perbankan Syariah Indonesia, fokus kebijakan pengembangan
perbankan syariah pada tahun 2013-2015 akan diarahkan kepada integrasi perbankan
syariah dengan sistem keuangan syariah lainnya, yang selanjutnya akan berkolaborasi
lebih luas dengan pelaku ekonomi (termasuk pelaku wirausaha) yang ada guna
memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Atas
dasar blue print tersebut, Bank Indonesia bersama dengan para stakeholder ekonomi
syariah melakukan pencanangan program Gerakan Ekonomi Syariah (Gres!), yang secara
seremonial telah dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Lapangan Monas,
Jakarta, pada tanggal 17 November 2013.
Sejalan dengan program tersebut di atas, KPwBI Provinsi Kepri bersama dengan
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Kepri juga melakukan pencanangan program
Gres! di Batam. Program Gres! di Batam diadakan pada tanggal 28 November sampai
dengan 1 Desember 2013, dimulai dengan pameran yang diikuti oleh 90 peserta yang
terdiri dari perbankan syariah, lembaga keuangan syariah non bank, peserta pelatihan
wirausaha yang merupakan binaan Bank Indonesia dan Batam Pos Entrepreneur School
serta pelaku UMKM lainnya. Puncak dari rangkaian acara tersebut adalah pencanangan
program Gres! secara simbolis oleh Kepala KPwBI Provinsi Kepri bersama dengan Ketua
MES Provinsi Kepri dan tokoh masyarakat Kepri lainnya.
Untuk menambah wawasan mengenai akses keuangan syariah kepada masyarakat yang
sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif, sekaligus membuka akses informasi
bagi masyarakat umum dan pelaku usaha yang selama ini belum memahami produk
keuangan syariah dan cara-cara melakukan bisnis maupun bertransaksi secara komersial
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, Bank Indonesia juga melaksanakan kegiatan seminar,
yang juga masih merupakan rangkaian acara Gres! di Batam, dengan tema ‘Entrepreneur
yang Syariah’ pada tanggal 30 November 2013. Seminar tersebut menghadirkan pakar
wirausaha syariah, Adiwarman A. Karim, dan pengusaha muda, Abbi Angkasa, sebagai
narasumber.
Perbankan syariah merupakan sistem yang mengutamakan kejujuran dan keikhlasan
antara kedua belah pihak (nasabah dan lembaga keuangan), di mana nasabah memiliki
ruang untuk bernegosiasi dengan bank mengenai bagi hasil yang bila sudah disepakati
kedua pihak, bila terjadi beberapa risiko di luar dugaan dan sulit untuk dihindari. Melalui
program Gres! ini diharapkan publik dapat memiliki persepsi yang lebih memadai
mengenai perbedaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional, terutama
sekali mengenai istilah hasil, akad, dan prinsip utama dalam praktik perbankan syariah,
sehingga publik secara mandiri dapat memilih media perbankan yang tepat sesuai
dengan preferensinya masing-masing.
BOKS - 3
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
56
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sampai
dengan akhir triwulan IV-2013 mencapai 89,88% dari anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Sementara realisasi pendapatan telah mencapai 97,36% ditopang oleh realisasi
transfer dana dari pemerintah pusat yang tepat waktu kepada pemerintah kota/kabupaten.
Dengan penyerapan belanja yang lebih rendah dibanding realisasi pendapatan
menyebabkan posisi dana Pemda yang tersimpan di perbankan masih cukup besar yaitu
sebesar Rp1,24 triliun. Namun dibanding posisi akhir triwulan III-2013, jumlah simpanan
Pemda di perbankan pada akhir triwulan IV-2013 turun sebesar 56,26%.
4.1. REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU
4.1.1. Realisasi Penerimaan
Realisasi pendapatan pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepri yang mencakup
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Kota
Tanjungpinang, dan Pemerintah Kabupaten Karimun sampai dengan akhir triwulan IV-2013
mencapai Rp 6,07 triliun atau 97,36% dari pendapatan yang dianggarkan sebesar Rp 6,23
triliun.
Sebagian besar pendapatan Pemda di wilayah Provinsi Kepri berasal dari dana
perimbangan yang mencapai Rp 4,39 triliun atau 69,86% dari total pendapatan. Sampai
dengan akhir Desember 2013, realisasi dana perimbangan telah mencapai 100,78% dari
total yang dianggarkan sebesar Rp 4,35 triliun. Realisasi dana perimbangan yang mencakup
dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, transfer
pemerintah pusat lainnya baik kepada Pemerintah Provinsi Kepri dan Pemerintah Kota Batam
telah mencapai lebih 100%. Sementara itu, realisasi transfer dana perimbangan kepada
Pemerintah Kota Tanjungpinang dan Pemerintah Kabupaten Karimun masing-masing
mencapai 97,60% dan 99,36%.
Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah di wilayah
Provinsi Kepulauan Riau yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan
lainnya mencapai Rp 1,43 triliun atau 89,94% dari rencana PAD yang ditetapkan sebesar
Rp1,59 triliun. Proporsi PAD Pemda di wilayah Provinsi Kepri mencapai 25,576% dari total
pendapatan daerah. Realisasi terbesar PAD bersumber dari pajak daerah yang mencapai
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
57
Rp1,17 triliun atau 81,37% dari total PAD. Di Pemda Provinsi Kepri, pajak daerah terutama
berasal dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak
bahan bakar kendaraan bermotor. Sementara di Pemda tingkat II khususnya Pemda Kota
Batam dan Kota Tanjungpinang, sumber pajak daerah bersumber dari pajak restoran, pajak
hotel, dan pajak penerangan jalan.
Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota
di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)
RP JUTA STRUKTUR (%) RP JUTA %
Pendapatan Asli Daerah 1.593.211 25,57 1.432.975 89,94
Pajak daerah 1.365.026 21,91 1.166.493 85,46
Retribusi daerah 75.223 1,21 86.688 115,24
Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan 6.739 0,11 6.534 96,96
Lain-lain PAD yang sah 146.223 2,35 173.260 118,49
Dana Perimbangan 4.353.033 69,86 4.387.000 100,78
Dana bagi hasil pajak/bukan pajak 2.099.228 33,69 2.131.901 101,56
- Pajak 421.224 6,76 432.337 102,64
- Bukan Pajak (SDA) 1.678.004 26,93 1.699.564 101,28
Dana alokasi umum 1.839.906 29,53 1.839.905 100,00
Dana alokasi khusus 108.698 1,74 108.698 100,00
Transfer pemerintah pusat lainnya 44.217 0,71 44.217 100,00
Transfer pemerintah provinsi 260.986 4,19 262.280 100,50
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 284.458 4,57 246.397 86,62
TOTAL PENDAPATAN 6.230.703 100,00 6.066.372 97,36
ANGGARAN REALISASI SD TW IV-2013JENIS ANGGARAN
Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab/Kota (diolah)
Keterangan : *) Mencakup Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun
4.1.2. Realisasi Belanja
Realisasi belanja pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di wilayah
Provinsi Kepri sampai dengan akhir triwulan IV-2013 mencapai Rp6,28 triliun atau 89,88%
dari anggaran sebesar Rp6,99 triliun. Realisasi belanja pada masing-masing pos rata-rata telah
mencapai lebih dari 80% kecuali pos biaya tidak terduga. Pos belanja modal yang ditujukan
untuk kepentingan publik termasuk infrastruktur juga telah terealisasi sebesar 85,38%
meskipun proporsi belanja modal masih di bawah angka 20% jika dibandingkan dengan total
belanja. Angka ideal untuk belanja modal untuk pemerintah daerah diarahkan mencapai
30% dari total belanja.
Porsi belanja terbesar pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau adalah untuk
belanja pegawai dengan porsi rata-rata sebesar 29% dari total belanja. Porsi belanja pegawai
ini bahkan mencapai 45% atau hampir setengah dari belanja pemerintah di kabupaten
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
58
tertentu. Porsi terbesar kedua belanja pemda adalah untuk belanja barang yang secara rata-
rata mencapai 23,67% dari total belanja. Penyerapan kedua pos belanja tersebut secara
umum telah mencapai angka di atas 90% sampai dengan akhir tahun.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau*)
RP JUTA STRUKTUR (%) RP JUTA %
Belanja tidak langsung 4.964.136 71,03 4.501.931 90,69
Belanja pegawai 2.020.287 28,91 1.854.787 91,81
Belanja barang 1.654.256 23,67 1.486.370 89,85
Belanja subsidi 0 0 0 0
Belanja hibah 505.512 7,23 439.858 87,01
Belanja bantuan sosial 261.538 3,74 221.490 84,69
Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota/Desa 295.674 4,23 283.495 95,88
Belanja bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota/Desa 219.220 3,14 211.714 96,58
Belanja tidak terduga 7.650 0,11 4.216 55,11
Belanja langsung 2.024.458 28,97 1.779.440 87,90
Belanja pegawai 242.854 3,48 234.411 96,52
Belanja barang dan jasa 502.743 7,19 453.087 90,12
Belanja modal 1.278.861 18,30 1.091.943 85,38
TOTAL BELANJA 6.988.594 100,00 6.281.371 89,88
SURPLUS/(DEFISIT) -757.892 -214.999 28,37
- Penerimaan Pembiayaan Daerah 1.004.832 648.025 64,49
- Pengeluaran Pembiayaan Daerah 246.940 203.549 82,43
SILPA 0 229.478
ANGGARAN REALISASI SD TW IV-2013JENIS ANGGARAN
Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi dan Kab / Kota di Kepulauan Riau (diolah)
Keterangan : *) Pemprov. Kepri, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kab. Karimun
Sementara itu, realisasi kelompok belanja langsung sampai dengan akhir triwulan IV-
2013 mencapai Rp1,78 triliun atau 87,90% dari anggaran belanja langsung yang telah
ditetapkan sebesar Rp2,02 triliun. Persentase penyerapan terbesar adalah pada pos belanja
pegawai yang telah mencapai 96,52%.
Dengan realisasi pendapatan dan anggaran belanja sampai dengan triwulan IV-2013,
surplus atau sisa anggaran yang belum dipakai oleh Pemda di wilayah Provinsi Kepri mencapai
Rp229 miliar. Dengan asumsi bahwa surplus keempat pemkab lainnya di Provinsi Kepri
berada pada kisaran angka yang sama, maka surplus belanja pemerintah daerah akan
mencapai lebih dari Rp500 miliar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
59
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan
Grafik 4.1. Perkiraan Realisasi APBD Pemda Seluruh Indonesia November 2013
Berdasarkan estimasi Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan RI, rata-
rata realisasi belanja Pemda baik provinsi maupun kabupaten / kota di seluruh Indonesia
sampai dengan akhir November 2013 mencapai 75,5%. Estimasi ini dihitung dengan
menggunakan pergerakan dana Pemda di perbankan dan realisasi Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Dengan menggunakan angka ini dan membandingkan dengan realisasi pada akhir
tahun dapat disimpulkan bahwa realisasi APBD pada bulan Desember 2013 mencapai hampir
15%.l
4.2. Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan
Pada akhir bulan Desember 2013, dana simpanan pemerintah daerah yang meliputi
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kepri mencapai Rp1,24
triliun. Jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun lalu, dana simpanan Pemda ini
turun sebesar 25,13% dari angka Rp1,66 triliun. Sementara secara triwulanan posisi dana
Pemda tersebut turun sebesar 56,26% dari angka Rp 2,84 triliun pada akhir September 2013.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
60
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
2013 2012
Rp miliar
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2.
Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
Penurunan dana simpanan Pemda di perbankan ini mengindikasikan realisasi APBD
yang dilakukan pada triwulan IV-2014. Dengan indikator dana simpanan Pemda di perbankan
ini, diperkirakan anggaran yang tidak terserap di 7 Pemerintah Kaupaten / Kota ditambah
Pemerintah Provinsi mencapai Rp 155 miliar per pemerintah. Angka ini turun dibanding tahun
sebelumnya yang mencapai Rp207,5 miliar per pemerintah.
89%
0% 11%
Giro Tabungan Deposito
Sumber: Bank Indonesia
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2012 2013
Giro Tabungan Deposito
Rp miliar
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.3. Komposisi Simpanan Pemda di Perbankan Kepri Per
Desember 2013
Grafik 4.4. Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
Berdasarkan Jenis Simpanan Pada akhir Desember 2013, jenis simpanan Pemda terbesar adalah giro dengan
pangsa mencapai 89%, yang diikuti oleh deposito sebesar 11% dan tabungan sebesar
0,23%. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, komposisi ini berubah cukup
signifikan sesuai mengikuti pola penyerapan anggaran yang banyak terealisasi pada kahir
tahun. Pada akhir September 2013, pangsa giro mencapai 72%, deposito mencapai 23%,
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
61
dan tabungan mencapai 4%. Pada akhir tahun pangsa tabungan Pemda menurun drastis
sementara giro dan deposito naik.
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2012 2013
Rp
mil
iar
Giro dapat ditarik sewaktu-waktu Tabungan dapat ditarik sewaktu-waktu
Giro yang diblokir Tabungan berjangka
Deposito Berjangka
Sumber : Bank Indonesia
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
JAN MAR MEI JUL SEP NOV JAN MAR MEI JUL SEP NOV
2012 2013
Rp
mil
iar
Simpanan Likuid Simpanan Kurang Likuid
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.5. Jenis Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
Berdasar Tingkat Likuiditas
Grafik 4.6. Pergerakan Simpanan Pemda
Jika dipilah berdasarkan tingkat likuiditas, simpanan Pemda lebih banyak ditempatkan
pada dana yang likuid (dapat ditarik sewaktu-waktu) untuk motif berjaga-jaga atas
pembayaran yang akan dilakukan. Meskipun ditempatkan dalam simpanan yang likuid seperti
giro dan tabungan, simpanan Pemda secara umum mendapatkan suku bunga yang lebih
tinggi dibandingkan rata-rata suku bunga yang diberikan kepada deposan lainnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
62
MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH MELALUI
RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING (IMTA)
Pada awal 2014, Komisi IV DPRD Kota Batam menilai realisasi perpanjangan Izin
Mempekerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA) tahun 2013 ini terlalu minim. Realisasi
penerimaan dari IMTA pada tahun 2013 hanya terkumpul sebesar Rp24 miliar dari potensi
IMTA tahunan yang diperkirakan dapat dihimpun sebesar Rp 60 miliar, atau hanya
terkumpul sekitar 40% dari potensi yang ada. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 5.500
orang Tenaga Kerja Asing (TKA) atau ekspatriat di Batam. Berdasarkan ketentuan, setiap
TKA itu dipungut retribusi sekitar USD 100 per bulan.
Minimnya realisasi dari potensi IMTA yang ada di Batam antara lain diakibatkan lemahnya
fungsi pengawas Pemerintah Kota (Pemko) Batam dalam mengawasi alur keluar masuk
TKA dari dan keluar Batam. Untuk itu, perlu adanya koordinasi yang memadai antara
Pemko Batam dan Imigrasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap alur keluar masuk
TKA tersebut. Dalam hal ini perlu ada kejelian dari pihak berwenang untuk membedakan
apakah orang asing yang keluar/masuk dari/ke Batam merupakan turis, tenaga kerja
temporer atau tenaga kerja yang layak menjadi obyek IMTA.
Kewenangan pemungutan retribusi IMTA telah diserahkan kepada masing-masing daerah
(secara otonomi) berdasarkan Peraturan Menteri No. 97 tahun 2012 tentang Retribusi
Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA. Berdasarkan peraturan
tersebut, pemerintah daerah berhak untuk menarik retribusi IMTA kepada perusahaan
asing yang mempekerjakan TKA di perusahaannya masing-masing. Sesuai dengan Perda
Batam Nomor 4 Tahun 2013 tentang Retribusi Perpanjangan IMTA, sekitar 70% dari dana
retribusi IMTA yang terkumpul akan dialokasikan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas keahlian dan ketrampilan SDM pekerja yang ada di Batam.
Kedatangan TKA ke Batam merupakan potensi ekonomi tersendiri yang dapat
dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Batam. Untuk itu, Pemerintah Kota Batam berupaya
untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi para TKA untuk tinggal di
Kota Batam, antara lain dengan menerbitkan smart card atau paspor elektronik yang
hanya berbiaya sekitar Rp1 juta rupiah per tahun guna mempersingkat waktu pemeriksaan
di imigrasi serta menyediakan hunian tempat tinggal yang sesuai dengan standar hidup
bagi para TKA tersebut.
Upaya Batam dalam menggali potensi penerimaan daerah melalui retribusi IMTA ini
menjadi contoh bagi daerah lain dengan jumlah TKA yang cukup banyak di wilayahnya
masing-masing untuk melakukan hal yang sama. Sebagai contoh, Balikpapan, wilayah
yang banyak memiliki perusahaan minyak asing juga sedang berupaya untuk menggali
potensi tersebut melalui penetapan peraturan daerah sehubungan dengan retribusi IMTA
tersebut.
Sumber: berbagai Sumber
BOKS - 4
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
63
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
5.1. KETENAGAKERJAAN
Perkembangan penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha relatif tidak
berubah masih didominasi oleh sektor perdagangan dan industri. Penduduk yang bekerja
dengan usia 15 tahun ke atas di wilayah Kepri untuk bulan Agustus 2013 mayoritas bekerja
pada lapangan usaha sektor perdagangan sebanyak 239.587 orang dengan porsi mencapai
28% terhadap total penduduk bekerja, diikuti sektor industri sebesar 27% dengan jumlah
penduduk bekerja 229.114 orang dan porsi terkecil bekerja di sektor keuangan sebesar 2%
dengan jumlah 20.415 orang.
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan,
Februari 2012 - Agustus 2013
Februari Agustus Februari Agustus
1 Pertanian 126.345 98.336 117.122 86.155
15% 12% 13% 10%
2 Industri 122.267 194.223 131.348 229.114
15% 24% 15% 27%
3 Konstruksi 43.039 61.981 63.425 68.499
5% 8% 7% 8%
4 Perdagangan 248.001 226.134 196.135 239.587
30% 27% 22% 28%
5 Angkutan 57.789 59.428 68.103 57.979
7% 7% 8% 7%
6 Keuangan 23.571 28.421 36.740 20.415
3% 3% 4% 2%
7 Jasa 182.003 135.358 226.972 124.604
22% 16% 26% 15%
8 Lainnya 35.919 20.686 48.576 22.307
4% 3% 5% 3%
Penduduk Bekerja 838.934 824.567 888.421 848.660
2012 2013No Lapangan Usaha
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Agustus 2013 sebanyak 848.660 orang
atau meningkat sebesar 3% dibandingkan tahun lalu untuk periode yang sama sebanyak
824.567 orang. Peningkatan tertinggi untuk jumlah penduduk yang bekerja terjadi pada
sektor industri sebesar 18% (yoy) dan sektor konstruksi 11% (yoy) sedangkan penurunan
terbesar terjadi pada sektor keuangan sebesar 28% dan sektor pertanian sebesar 12%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
64
5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
5.2.1. Pendapatan Rumah Tangga
Perkembangan kesejahteraan dapat dilihat diantaranya dengan menggunakan
indikator pendapatan rumah tangga sebagai variabel pembentuk Indeks Tendensi Konsumen
(ITK). Indeks Tendensi Konsumen dibentuk oleh tiga variabel yaitu pendapatan rumah tangga,
pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi dan tingkat konsumsi makanan dan non
makanan. ITK pada triwulan IV-2013 tercatat sebesar 112,03 menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 112,36 menunjukkan optimisme konsumen mengalami
penurunan atas kondisi ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tabel 5.2. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan IV-2013
IV I II III IVPendapatan Rumah Tangga 103,69 103,32 111 112,49 114,12
Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi 126,76 118,07 108,84 109,5 109,06
Tingkat Konsumsi makanan dan non makanan 102,73 102,56 106,54 115,72 110,87
Indeks Tendensi Konsumen 109,7 107,16 109,44 112,36 112,03
2013Variabel Pembentuk
2012
Sumber: BPS (diolah)
Pendapatan konsumen di triwulan IV-2013 lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya, terlihat dari perubahan nilai indeks pendapatan rumah tangga yang meningkat
sebesar 1,63 atau 1,43% dari 112,49 menjadi 114,12. Pada triwulan I-2014 tingkat
optimisme konsumen akan pendapatan rumah tangga menurun terlihat dari nilai indeks
perkiraan pendapatan rumah tangga sebesar 109,26.
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 5.1.
Indeks tendensi Konsumen
Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya ialah
tingkat inflasi. Hasil indeks pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi pada triwulan IV-2013
mengalami penurunan sebesar 0,44 menjadi 109,06 yang menunjukkan dampak inflasi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
65
terhadap konsumsi masyarakat memiliki dampak lebih kecil dibandingkan triwulan
sebelumnya.
5.2.2. Nilai Tukar Petani
Kemampuan daya beli petani dapat dilihat melalui indikator Nilai Tukar Petani (NTP)
yang menggambarkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi
maupun untuk biaya produksi. Peningkatan NTP menunjukkan membaiknya kemampuan
daya beli petani.
Pada triwulan IV-2013 rata-rata NTP tercatat sebesar 102,37 mengalami peningkatan
0,02 atau naik 0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 102,35 yang menunjukkan
kenaikan daya beli petani.
Berdasarkan subsektor, rata-rata NTP pada triwulan IV-2013 terbesar pada subsektor
perikanan sebesar 106,54 dan NTP terendah pada subsektor hortikultura sebesar 99,60.
Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan dan perikanan masing-
masing sebesar 0,56% dan 0,56%.
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 5.2. NTP Menurut Subsektor
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 5.3. Nilai Tukar Petani (NTP)
Rata-rata NTP secara nasional pada triwulan IV-2013 tercatat sebesar 101,91 lebih
rendah dibandingkan NTP Kepri sebesar 102,37, sehingga secara umum kondisi daya beli
petani di Kepri lebih baik dibandingkan nasional. Sedangkan bila dilihat secara subsektor, NTP
di Kepri lebih tinggi dibandingkan nasional hanya untuk subsektor perikanan, perkebunan
rakyat dan tanaman pangan.
Tabel 5.3. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor Triwulan IV-2013
NO SEKTOR NASIONAL KEPRI 1 Tanaman Pangan 100.41 106.72 2 Hortikultura 101.89 99.60 3 Perkebunan Rakyat 99.89 99.91 4 Peternakan 106.12 106.07 5 Perikanan 102.05 106.54 6 Umum 101.91 102.37
Sumber: BPS (diolah)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
66
Tabel 5.4. Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kepri,
Tw 4 Tw 1 TW 2 Tw 3 Tw 4
Konsumsi Rumah Tangga 101,66 103,01 103,35 105,62 106,20
Bahan Makanan 101,48 103,64 104,09 107,08 107,35
Makanan jadi 99,88 100,77 101,44 102,86 103,63
Perumahan 100,85 101,53 101,74 103,60 104,41
Sandang 102,20 102,47 101,74 102,03 103,71
Kesehatan 101,43 102,61 103,31 103,31 103,79
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 103,78 103,84 104,01 104,15 104,88
Trasnportasi dan Komunikasi 105,74 106,58 106,46 110,35 110,96
Sub Kelompok2012 2013
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah tangga Petani naik sebesar 0,58 atau 0,55% bila
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada subkelompok sandang
sebesar 1,24% dan subkelompok perumahan sebesar 0,78%.
5.2.3. Tingkat Kemiskinan
Periode September 2013 jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sebesar
125.021 orang, mengalami penurunan sebesar 6.194 orang atau turun 5% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 131.215 orang. Penduduk miskin di perkotaan
memiliki porsi 76% terhadap total penduduk miskin dengan jumlah 95.344 orang sedangkan
penduduk miskin di pedesaan sebanyak 29.677 orang atau 24% dari total penduduk miskin.
Penduduk miskin di perkotaan pada bulan September 2013 menurun 12% (yoy) atau
13.182 orang dibandingkan tahun sebelumnya dari 108.526 orang menjadi 95.344 orang
sedangkan di pedesaan terjadi penambahan penduduk miskin pada bulan September 2013
sebesar 20% dari 24.638 orang menjadi 29.677 orang dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 5.5. Garis Kemiskinan, Jumlah Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau
Bukan
MakananPerkotaan
Sep-12 245.563 128.163 373.726 108.526 7,15%Sep-13 264.851 140.727 405.578 95.344 5,79%
PerdesaanSep-12 240.288 76.676 316.964 24.638 6,94%Sep-13 276.638 88.135 364.773 29.677 9,21%
Kota + DesaSep-12 244.608 118.842 363.450 131.215 6,83%Sep-13 266.779 132.124 398.903 125.021 6,35%
Daerah/tahun
Garis Kemiskinan
(Rp/kapita/bln)Jumlah
Penduduk
Miskin
Persentase
Penduduk
MiskinMakanan Total
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
67
Pengaruh komoditas makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan
komoditas bukan makanan. Pada Bulan September 2013, sumbangan garis kemiskinan
makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 67% sedangkan sumbangan garis kemiskinan
non makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 33%. Garis kemiskinan pada September
2013 mengalami peningkatan sebesar Rp35.453 atau 10%(yoy) dari Rp.363.450 menjadi
Rp.398.903
Tabel 5.6.
Garis Kemiskinan, Jumlah Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau
Perkotaan (%) Perdesaan (%)
Makanan Beras 26,44 33,86
Rokok Kretek Filter 11,53 13,83
Daging Ayam Ras 6,32 0,75
Telur Ayam Ras 5,45 4,33
Gula Pasir 4,67 5,62
Mie Instant 5,37 3,81
Non Makanan Perumahan 26,24 30,03
Listrik 13,83 6,2
Bensin 10,13 10,59
Pakaian Jadi Laki-laki Dewasa 6,66 4,13
Pakaian Jadi Perempuan Dewasa 5,55 5,03
Pakaian Jadi Anak-anak 6,39 8,76
Komoditi
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Komoditas makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di daerah
perkotaan yaitu beras, rokok kretek filter, daging ayam ras dan telur ayam ras sedangkan di
daerah pedesaan komoditas makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan ialah
beras, rokok kretek filter dan gula pasir.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
68
MENINGKATKAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA MELALUI
PEMBERDAYAAN ISTRI NELAYAN
Pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau selama tahun 2013 lalu telah mengadakan
beberapa program untuk memberdayakan istri nelayan guna meningkatkan pendapatan
rumah tangga. Disadari bahwa profesi suami mereka sebagai nelayan merupakan profesi
yang sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Bila kondisi cuaca sedang tidak bersahabat
untuk melaut, maka para nelayan ini akan kehilangan mata pencaharian mereka untuk
sementara waktu. Pada saat seperti ini, peran istri nelayan untuk mengambil alih
pemasukan rumah tangga sangatlah diperlukan.
Salah satu program yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten
Bintan dalam hal ini adalah pembekalan pengetahuan kepada istri nelayan untuk mencari
penghasilan alternatif melalui peternakan unggas dan pelatihan olah produk perikanan
lainnya. Para istri nelayan tersebut juga dibekali pengetahuan untuk berperan sebagai
komplemen aktivitas rumah tangga yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas,
produk, dan daya saing produk hasil diversifikasi usaha penangkapan ikan.
Sementara itu, menyadari pentingnya peranan istri dalam melakukan manajemen
keuangan rumah tangga, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga
Berencana (BPM-PKB) Kabupaten Bintan kembali menggalakkan Program Gerakan
Menabung untuk para istri nelayan. Bekerjasama dengan beberapa bank perkreditan
rakyat (BPR) yang tersebar di wilayah Kepri, istri para nelayan tersebut dipersilahkan untuk
menabung dengan setoran awal sebesar Rp25.000, dan selanjutnya dapat menabung
sesuai dengan keinginannya.
Untuk memudahkan para istri nelayan tersebut untuk menabung, BPM-PKB Kabupaten
Bintan meminta bantuan kepada BPR yang terlibat untuk berkeliling di setiap kecamatan,
sehingga masyarakat tidak akan kebingungan untuk menabung uang yang diinginkannya,
terlebih bagi mereka yang berada di pesisir dan sulit terjangkau oleh transportasi umum.
Para istri nelayan tersebut diberikan pengarahan bahwa tabungan tetap diperlukan
dalam suatu rumah tangga untuk keperluan yang mendadak seperti biaya berobat, biaya
sekolah anak dan keperluan lainnya.
Selain itu, selaku manajer di rumah tangga, istri nelayan diharapkan dapat menjadi
penatausaha dokumen yang dibutuhkan oleh suaminya untuk berprofesi sebagai nelayan.
DKP Kabupaten Bintan juga menghimbau agar para istri nelayan selalu mengingatkan
suaminya untuk memiliki kartu nelayan. Kartu tersebut dapat digunakan untuk
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari dinas terkait bila diperlukan, termasuk juga
mendapatkan perlindungan yang memadai dari risiko yang mungkin terjadi pada saat
suaminya menjalankan profesinya sebagai nelayan.
Sumber: Berbagai Sumber
BOKS - 5
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
69
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
6.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diprakirakan tumbuh sedikit menguat pada
triwulan I-2014, terutama ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga serta
konsumsi pemerintah antara lain didukung oleh inflasi yang semakin mereda,
perayaan hari raya Imlek serta peningkatan konsumsi dalam rangka pelaksanaan
Pemilu 2014. Berdasarkan data historis dan perkembangan beberapa indikator terkini,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau triwulan I-2014 diprakirakan berada pada
kisaran 5,2% - 5,4% (yoy).
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
10.0%
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2010* 2011 2012 2013 2014
PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDRB
(Rp triliun) (%, yoy)
*) Proyeksi Bank Indonesia
Grafik 6.1.
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau
Dari sisi eksternal, ekonomi dunia tahun 2014 diprakirakan lebih baik
dibanding tahun 2013, seiring dengan pemulihan resesi global khususnya di Amerika
Serikat dan kawasan Eropa. Bank Indonesia memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh
dari 2,9% pada tahun 2013 menjadi 3,5% pada tahun 2014. Peningkatan ekonomi terjadi
baik negara-negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, China, India maupun
oleh negara-negara ASEAN. Pemulihan ekonomi negara-negara maju, akan berdampak
terhadap peningkatan permintaan ekspor ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Secara khusus, struktur ekonomi Kepulauan Riau yang hampir 50% ditopang oleh industri
pengolahan terutama yang berorientasi ekspor, sehingga sangat tergantung pada permintaan
dunia.
Dari sisi internal, penguatan ekonomi Kepulauan Riau antara lain akan
dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah
menjelang Pemilu. Prakiraan inflasi yang semakin mereda pada triwulan I-2014 serta
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
70
peningkatan UMK, diharapkan dapat mendorong kembali daya beli masyarakat. Meskipun
inflasi pada Januari masih tinggi, namun diyakini akan menurun pada Februari dan Maret
seiring dengan kondisi cuaca yang semakin kondusif, sehingga pasokan bahan makanan ke
Kepulauan Riau menjadi lebih lancar. Di sisi lain, persiapan Pemilu juga akan mendorong
peningkatan konsumsi melalui peningkatan belanja keperluan logistik kampanye partai
politik. Belanja pemerintah juga akan meningkat di awal tahun melalui biaya hibah kepada
partai partai politik.
Searah dengan prakiraan tersebut, hasil survei konsumen Bank Indonesia Provinsi
Kepulauan Riau pada Januari 2014 juga menunjukkan bahwa konsumen memprakirakan
peningkatan penghasilan serta peningkatan konsumsi pada 3 (tiga) bulan yang akan datang,
tercermin dari indeks perkiraan pengeluaran 3 (tiga) bulan mendatang yang meningkat dari
188,5 pada triwulan sebelumnya menjadi 192 pada triwulan laporan.
Sementara itu, investasi diprakirakan masih akan melambat. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang cenderung menahan investasi hingga kondisi sosial
politik kembali stabil pasca pemilu. Peningkatan suku bunga kredit sebagai dampak
penyesuaian BI Rate oleh perbankan turut memberi andil terhadap perlambatan investasi.
Setelah tumbuh cukup tinggi pada triwulan sebelumnya, net ekspor juga
diprakirakan akan melambat pada triwulan I-2014. Peningkatan ekspor pada akhir tahun
2013 terutama ditopang oleh peningkatan yang cukup signifikan komoditas besi dan baja
serta kapal/konstruksi terapung yang sebagian besar masa kontraknya berakhir pada 2013.
Seiring berakhirnya masa kontrak pada 2013, maka nilai ekspor cenderung akan menurun
pada triwulan I-2014. Prakiraan tersebut juga sesuai dengan hasil survei kegiatan dunia usaha
(SKDU) Bank Indonesia pada triwulan IV-2013, menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku
usaha memperkirakan penurunan kegiatan usaha 3 (tiga) bulan yang akan datang. Meskipun
demikian, memasuki triwulan II hingga triwulan IV 2014, ekspor diprakirakan akan kembali
menguat.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
71
Tw I Tw II Tw III Tw IV
2013
Perkiraan Pengeluaran 3 bulanmendatang dibandingkan saat ini
184 187.5 188.5 192
180
182
184
186
188
190
192
194
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Tw I Tw IITwIII
TwIV
2013
Perkiraan Kegiatan Usaha 3 bulan yang akan datang 22.86 16.25 16.09 15.38
0
5
10
15
20
25
Perkiraan Kegiatan Usaha 3 bulan yang akan datang
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 6.2.
Perkiraan Pengeluaran Konsumen 3 Bulan Mendatang (Survei Konsumen BI)
Grafik 6.3.
Perkiraan kegiatan Usaha dan Bisnis Perusahaan
(SKDU BI)
6.2 PROSPEK INFLASI
Meskipun inflasi masih tinggi pada Januari 2014, namun diprakirakan akan
semakin mereda pada Februari dan Maret 2014. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
kondisi cuaca yang semakin kondusif pada bulan Februari dan Maret, akan berdampak pada
kelancaran distribusi barang dan jasa dari Jawa maupun Sumatera ke Kepulauan Riau. Panen
raya sejumlah komoditas bahan makanan, diantaranya yaitu cabe merah dan bawang merah
pada awal tahun juga diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi di triwulan I-2014. Di sisi
lain, dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi maupun gas elpiji, juga akan semakin
menurun di Februari dan Maret 2013.
Sementara itu, dari sisi ekspektasi konsumen, survei konsumen oleh Bank Indonesia
Kepulauan Riau pada Januari 2014 menunjukkan bahwa konsumen memprakirakan harga
bahan makanan, yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi, akan menurun pada tiga
bulan yang akan datang, tercermin dari indeks perubahan harga bahan makanan untuk tiga
bulan yang akan datang, menurun dari 187,4 menjadi 183.
Dengan memperhatikan asumsi-asumsi tersebut, laju inflasi Kepulauan Riau pada
triwulan I-2014 diprakirakan berada pada kisaran 7,10% 7,30% (yoy), mengalami
peningkatan yang signifikan bila dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
sebesar 3,41% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan IV - 2013
72
0
5
10
15
20
25
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
350.0
400.0
Jan Feb Mar Apr May June July Agst Sept Okt Nov Des
Curah hujan (mm) - kiri Banyaknya Hari - kanan
Sumber: BMKG, diolahData rata-rata tahun 2011 - 2013
190.9190.4
187.4
183
178
180
182
184
186
188
190
192
Tw I Tw II Tw III Tw IV
2013
Perubahan hargabahan makanan 3bulan mendatang
Grafik 6.4.
Rata-Rata (2011 2013) Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan di Kepulauan Riau
Grafik 6.5.
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Tabel 6.1.
Proyeksi Inflasi Tahunan Provinsi Kepulauan Riau
2012 2014
Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (Proyeksi)
IHK,% 2,38% 3,41% 4,07% 7,29% 8,24% 7,1% - 7,3%
2013