Upload
pras-andika
View
58
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 1 dari 33
Informasi & Jadwal Pelatihan Nama Peserta/ : Aditia Kaban Penyusun Laporan N.I.K : 99 ‐ 1774 Departemen/ : Administrasi / Seksi HI Tempat/Tanggal : Hotel Grand Tiga Mustika, Balikpapan / 12 – 15 Juli 2012 Instruktur : 1. Dr. Bambang Supriyanto, SH, MM 2. Syaufii Syamsudin 3. Isran Napiah Jadwal Pelatihan : Hari Kamis, 12 Juli 2012 Sesi 1 Hubungan Industrial & Sinergi Pengusaha ‐ Pekerja ( Bambang S ) Sesi 2 Pemutusan Hubungan Kerja & Skorsing ( Bambang S ) Sesi 3 Dasar Hukum Perjanjian & Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( Syaufii S ) Sesi 4 Outsourcing Pekerjaan & Studi Kasus ( Syaufii S ) Hari Jumat, 13 Juli 2012 Sesi 1 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( Syaufii S ) Sesi 2 Teknik Negosiasi ( Bambang S ) Sesi 3 Study Kasus : Hubungan Industrial ( Bambang S ) Hari Sabtu, 14 Juli 2012 Sesi 1 Pengupahan ( Isran Napiah ) Sesi 2 Perjanjian Kerja Bersama & Peraturan Perusahaan ( Isran Napiah ) Sesi 3 Mogok Kerja ( Isran Napiah ) Hari Minggu, 15 Juli 2012 Ujian‐Ujian
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 2 dari 33
Kata Pengantar Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace). Pada Undang‐Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai “Suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi dan/atau jasa yang terdiri dari unsure pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai‐nilai Pancasila dan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945” Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang terjadi di perusahaan. Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar tercapai hubungan yang harmonis antara pengusaha dan pekerja, karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara pengusaha dan pekerja adalah hubungan yangsaling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya.Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya, pekerja tidak akan mendapatkan upah/peningkatan kesejahteraan tanpa dukungan pengusaha. Yang paling mendasar dalam dalam Konsep Hubungan Indistrial adalah Kemitra – sejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu bersama‐sama ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan perusahaan. Besar harapan saya agar laporan yang masih jauh dari sempurna ini dapat memberikan informasi berguna kepada pihak yang berkepentingan guna mewujudkan harmonisasi Hubungan Industrial di lingkungan PT.Kideco Jaya Agung. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin. Batu Kajang, 18 Juli 2012 Penyusun
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 3 dari 33
Daftar isi * Informasi dan Jadwal Pelatihan 1 * Kata Pengantar 2 * Daftar Isi 3 1. Hubungan Industrial & Sinergi Pengusaha – Pekerja 4 2. Pemutusan Hubungan Kerja & Skorsing 11
3. Dasar Hukum Perjanjian & PKWT 14 4. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 19 5. Perjanjian Kerja Bersama & Peraturan Perusahaan 25
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 4 dari 33
1. HUBUNGAN INDUSTRIAL & SINERGI PENGUSAHA ‐ PEKERJA 1.1 Pengertian Hubungan Industrial Hubungan Industrial adalah: Sistem hubungan, terbentuk antara pelaku proses produksi barang dan/atau jasa: pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai‐nilai Pancasila dan UUD 1945. Hubungan Kerja adalah : Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur upah, pekerjaan dan perintah. Perselisihan Hubungan Industrial adalah : Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Didalam pelaksanaannya terdapat karakter unik dalam Hubungan Kerja antara pengusaha dan pekerja yang diibaratkan mata uang dengan 2 (dua) sisi :
o Rawan terjadinya perselisihan antara pengusaha dengan pekerja karena adanya berbagai perbedaan kepentingan yang mendasar di antara kedua pihak.Namun kedua pihak mempunyai kepentingan yang sama.
o Sinergi dari kedua pihak didasarkan pada semangat kemitraan yang akan membawa manfaat bagi kedua belah pihak.
1.2 Ruang Lingkup Hubungan Industrial
A. Ruang Lingkup Cakupan Pada dasarnya prinsip‐prinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempat‐tempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai ocial upah, perintah dan pekerjaan.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 5 dari 33
B. Ruang Lingkup Fungsi Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undang‐undang ketenagakerjaan yang berlaku. Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya. Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
C. Ruang Lingkup Masalah Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Didalamnya termasuk : Syarat‐syarat kerja Pengupahan Jam kerja Jaminan Sosial Kesehatan dan keselamatan kerja Organisasi ketenagakerjaan Iklim kerja Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan. Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb.
D. Ruang Lingkup Peraturan/Per Undang‐undangan Ketenagakerjaan a. Hukum Materiil Undang‐undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja.
b. Hukum Formal Undang‐undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006
1.3 Dasar Hukum Hubungan Industrial Adapun yang menjadi Dasar Hukum dalam pelaksanaan Hubungan Industrial antara lain :
Undang – Undang Peraturan Pemerintah Keputusan Menaker
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 6 dari 33
Peraturan Menaker Surat Edaran Menaker Konvensi – Konvensi ILO
Tiga Pilar Undang‐Undang yang mendasari pelaksanaan Hubungan Industrial adalah :
UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU No. 02 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
1.4 Sarana Hubungan Industrial Untuk mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis dan dinamis, diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 Undang‐Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Adapun sarana tersebut adalah : Serikat Pekerja / Serikat Buruh Organisasi Pengusaha Lembaga Kerjasama Bipartit Lembaga Kerjasama Tripartit Peraturan Perusahaan Perjanjian Kerja Bersama Peraturan Perundang‐undangan Ketenagakerjaan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
1.5 Tujuan Hubungan Industrial Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya Hubungan Industrial, yaitu :
Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing‐masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.
Namun demikian sikap mental dan sosial dan mental para pengusaha dan pekerja juga sangt berpengaruh dalam mencapai keberhasilan tujuan Hubungan Industrial yang kita harapkan. Sikap sosial dan mental yang dimaksud tersebut adalah :
Memperlakukan pekerja sebagai mitra dan memperlakukan pengusaha sebagai investor.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 7 dari 33
Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja secara terbuka
Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan. 1.6 Kekeliruan umum SP/SB dan Pengusaha a. Kekeliruan umum Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Terlalu berpihak kepada kepentingan anggota
Prejudice/buruk sangka terhadap perusahaan
Tidak punya program yang jelas untuk pengembangan pengetahuan pengurus/anggotanya
Tidak/kurang profesional
Kurang menyadari tujuan utama dibentuknya perusahaan
Kurang menguasai peraturan perundang‐undangan yang berlaku
Kurang biasa ber‐empati kepada perusahaan
Mengharapkan bantuan semaksimal mungkin dari perusahaan: finansial & fasilitas
Intervensi dari luar biasanya semakin memperburuk permasalahan
b. Kekeliruan umum Pengusaha
Prejudice/ buruk sangka terhadap SP
Tidak tahu bagaimana sebaiknya menghandle/menghadapi SP
Menjaga jarak dengan SP
HR/IR kurang profesional
Bersikap arogan, tidak transparan
Kurang menguasai peraturan perundang‐undangan yang berlaku
Tidak menjalin komunikasi yang efektif dengan SP
Kurang biasa ber‐empati kepada SP
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 8 dari 33
Perusahaan mempunyai posisi strategis sebagai leading agent untuk mewujudkan sinergi yang optimal dengan SP/SB :
Perusahaan mempunyai sejumlah kelebihan dibanding SP/SB: dana, resources,
fasilitas, sarana Perusahaan mempunyai kepentingan yang lebih besar daripada SP untuk
terwujudnya sinergi. Budaya masyarakat yang paternalistik
1.7 Lembaga Kerja Sama Bipartit Bipartit mempunyai dua makna, yaitu:
Sebagai Lembaga ( LKS Bipartit )
Sarana komunikasi dan konsultasi periodik antara Wakil Pekerja dan Wakil Pekerja, yang wajib dibentuk di perusahaan yang mempekerjakan karyawan 50 orang atau lebih.
Sebagai Sistem Perundingan
Perundingan tahap paling awal yang wajib dilaksanakan dalam proses penyelesaian sengketa/perselisihan antara Pengusaha dan Pekerja.
Tujuan Pembentukan LKS Bipartit adalah : Untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan di
perusahaan. (Pasal 2, Permenakertrans No. PER.32/MEN/XII/2008)
Fungsi LKS Bipartit adalah :
Sebagai Forum komunikasi dan konsultasi antara Pengusaha dan wakil Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam rangka : Pengembangan hubungan industrial untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan, termasuk kesejahteraan pekerja/buruh.
Tugas LKS Bipartit adalah :
Melaksanakan pertemuan secara periodik apabila diperlukan
Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja berkaitan dengan kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha
Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha, serikat pekerja, pekerja dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 9 dari 33
Perbedaan Peran antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan LKS Bipartit :
SERIKAT PEKERJA LKS BIPARTIT
Sebagai pihak dalam perundingan PKB Tidak berhak membuat negosiasi apapun dengan Perusahaan. Dapat memberikan rekomendasi.
Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku
Sebagai forum komunikasi dan konsultasi masalah ketenagakerjaan
Sebagai lembaga yang dapat melakukan deteksi dini terhadap hal yang potensial menjadi perselisihan/keresahan hubungan industrial
Sebagai suatu lembaga yang bertanggung jawab terhadap pemogokan
Dengan peran LKS Bipartit secara maksimal dan efektif, diharapkan tidak terjadi mogok kerja. Perundingan PKB dapat menjadi lebih lancar.
Tata Cara Pembentukan LKS Bipartit :
Apabila semua Pekerja adalah anggota SP/SB, maka perwakilan ditentukan secara proporsional.
Apabila tidak semua Pekerja merupakan anggota SP/SB, maka perwakilan dari SP/SB ditentukan secara proporsional dan perwakilan dari Pekerja Non SP/SB ditentukan secara demokratis.
LKS Bipartit yang sudah terbentuk harus dicatatkan ke Disnaker paling lambat 14 hari kerja setelah pembentukan.
Keanggotaan LKS Bipartit terdiri ari unsure pengusaha dan pekerja dengan rasio perbandingan 1:1. Total anggota minimal 6 orang dan maksimal 20 orang.
LKS Bipartit minimal harus terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan seorang anggota.
Jabatan Ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara Wakil Pengusaha dan Wakil Pekerja.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 10 dari 33
Mekanisme Kerja LKS Bipartit :
Materi pertemuan dapat berasal dari pengusaha, pekerja atau pengurus LKS Bipartit
Hubungan kerja LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif
Semua biaya yang diperlukan untuk pembentukan dan pelaksanaan kegiatan LKS Bipartit dibebankan kepada pengusaha
Manfaat LKS Bipartit terhadap Hubungan Industrial :
Elemen utama untuk terciptanya hubungan industrial yang sehat dan harmonis di perusahaan diyakini adalah adanya “komunikasi yang efektif” antara Serikat Pekerja dengan Management
Komunikasi yang kurang efektif akan menimbulkan prejudice (prasangka negatif) dan kesalahpahaman antara Serikat Pekerja dengan Management. Prejudice (prasangka negatif) dan kesalahpahaman akan berkembang menjadi perselisihan hubungan industrial yang akan memerlukan waktu dan upaya dari kedua pihak yaitu Management dan Serikat Pekerja untuk mengatasinya
Bila dilaksanakan secara baik dan efektif, LKS Bipartit akan dapat melakukan deteksi dini terhadap potensi terjadinya perselisihan hubungan industrial sebelum potensi tersebut berkembang menjadi perselisihan yang serius.
Pertemuan/diskusi LKS Bipartit secara periodik dapat pula dimanfaatkan sebagai suatu diskusi informal untuk hal‐hal yang akan dibawa ke perundingan PKB. Diskusi informal akan memudahkan perundingan formal PKB nantinya karena kedua pihak sudah terlebih dahulu melakukan penjajagan awal sebelum perundingan PKB.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 11 dari 33
2. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA & SKORSING
2.1 Dampak Pemutusan Hubungan Kerja
Terganggunya “comfort zone” seseorang Masalah ekonomis, psikologis, sosiologis Multiple effect factor Stabilitas operasional perusahaan Cost impact terhadap perusahaan Morale pekerja dan ketenangan kerja Reputasi perusahaan
Esensialia PHK :
Hubungan kerja dimulai ketika para pihak telah bersepakat untuk melakukan hubungan kerja, menandatangani Perjanjian Kerja
Hubungan kerja (harus) berakhir ketika :
Salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
Kedua pihak bersepakat untuk tidak melanjutkan hubungan kerja
Alasan lain yang secara otomatis berakibat pada berakhirnya hubungan kerja
2.2 Hak Pekerja Ketika Terjadi PHK
a. Hak Normatif
Ketentuan‐ketentuan yang tercantum dalam peraturan per‐uu‐an : upah minimum, cuti, jam lembur, komponen upah lembur, cuti haid, Jamsostek, THR, meninggalkan pekerjaan dengan upah, ketentuan penghitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, uang pisah, surat keterangan pernah bekerja (dlm hal PHK)
Ketentuan‐ketentuan yang sebelumnya non normatif yang kemudian dinyatakan dalam PK, PP, PKB
b. Hak Non Normatif
Selain Hak Normatif seperti disebut diatas
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 12 dari 33
2.3 Jenis/Kategori PHK
Jumlah TerPHK Individual atau massal
Inisiator PHK Pekerja, Kesepakatan Bersama, Perusahaan
Pekerja sbg inisiator PHK Mengundurkan diri, Sakit berkepanjangan, Meninggal dunia
Kesepakatan Bersama Pengusaha dan pekerja sepakat untuk mengakhiri hubungan kerja
Pengusaha sbg inisiator PHK
Pekerja melakukan pelanggaran terhadap PP atau PKB, kinerja rendah, efisiensi, tutup/bangkrut/pailit, merger, akuisisi
Demi hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mencapai usia pensiun sbgmn diatur dalam PP atau PKB
Spirit pelaksanaan PHK dalam Undang‐Undang No. 13 Tahun 2003 :
Apabila PHK merupakan inisiatif perusahaan, Undang‐Undang mengatur bahwa prosesnya dibuat tidak mudah
Dalam rangka melindungi Pekerja/Buruh, proses PHK dalam UU No. 02 Tahun 2004 juga tidak dibuat mudah begitu saja.
Tiga Langkah Wajib sebelum PHK ( menurut UU No. 13 Tahun 2003 ) :
Pengusaha, Pekerja, SP/SB dan Pemerintah dengan segala upaya mengusahakan agar tidak terjadi PHK
Apabila segala upaya telah dilaksanakan, namun PHK tidak dapat dihindarkan, pelaksanaannya wajib dirundingkan oleh Pengusaha dengan Pekerja atau SP/SB
Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, Pengusaha hanya dapat mem‐PHK Pekerja setelah mendapatkan penetapan dari LPPHI
2.4 PHK Yang Dilarang
Pengusaha dilarang melakukan PHK terhadap :
Pekerja tidak masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 13 dari 33
Pekerja tidak masuk kerja karena memenuhi kewajiban negara
Pekerja melakukan ibadah yang diperintahkan agamanya
Pekerja menikah
Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
Pekerja mempunyai pertalian darah atau perkawinan dengan pekerja lain di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB
Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus SP, pekerja melakukan kegiatan SP di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkan ketentuan dalam PK, PP, atau PKB
Pekerja mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha melakukan tindak pidana kejahatan
Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan
PHK yang dilakukan pengusaha melanggar semua ketentuan tersebut, batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan
2.5 PHK Yang Tidak Memerlukan Penetapan LPPHI Masa Percobaan 3 Bulan PHK karena Kesepakatan Bersama Pekerja mengundurkan diri Hubungan Kerja berakhir demi Hukum Pekerja memasuki usia Pensiun Pekerja meninggal dunia Pekerja ditahan yang berwajib selama 6 bulan karena dalam proses Pidana
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 14 dari 33
3. PENGATURAN SYARAT‐SYARAT KERJA MELALUI PK & PKWT 3.1 Perjanjian Kerja Yang dimaksud dengan Syarat‐Syarat Kerja , adalah :
Semua hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang belum diatur dalam per‐UU‐an .
Pengaturannya, melalui :
Perjanjian Kerja
Peraturan Perusahaan
Perjanjian Kerja Bersama
Isi Pengaturan yang Umum adalah:
Menjabarkan per‐UU‐an
Mengatur lebih baik dari yang diatur dalam per‐UU‐an
Mengatur hal‐hal yang belum diatur dalam per‐UU‐an
Perjanjian kerja adalah :
Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha (pemberi kerja) dalam mengikat hubungan kerja, yang memuat syarat kerja, hak , dan kewajiban para pihak.
Hubungan kerja adalah :
Hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Perjanjian Kerja dibuat atas dasar :
Kesepakatan kedua belah pihak
Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan per‐UU‐an
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 15 dari 33
Cara Pembuatan Perjanjian Kerja :
Perjanjian Kerja secara Tertulis
Sekurang‐kurangnya harus memuat :
Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha ( pemberi kerja )
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja
Jabatan atau jenis pekerjaan
Tempat pekerjaan
Besarnya upah dan cara pembayarannya
Syarat‐syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja
Mulai dan jangka waktu berlakunya Perjanjian Kerja
Tempat dan tanggal Perjanjian Kerja dibuat
Tanda tangan para pihak dalam Perjanjian Kerja
Perjanjian Kerja secara Lisan
Apabila Perjanjian Kerja dibuat secara lisan, wajib membuat surat pengangkatan yang memuat keterangan :
Nama dan alamat pekerja
Tanggal mulai bekerja
Jenis pekerjaan
Besarnya Upah
3.2 Jenis‐jenis Perjanjian Kerja
Adapun jenis‐jenis Perjanjian Kerja adalah sebagai berikut :
Perjanjian Kerja untuk waktu tidak tertentu ( PKWTT )
Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu ( PKWT )
Perjanjian Kerja harian lepas ( PKHL )
Perjanjian Kerja antar kerja antar daerah ( AKAD )
Perjanjian Kerja antar kerja antar negara ( AKAN )
Perjanjian Kerja tenaga asing ( TKA )
Perjanjian Kerja laut ( PKL )
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 16 dari 33
3.3 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pengertian Waktu Tertentu adalah :
Suatu jangka waktu yang telah pasti ditentukan, tetapi juga jangka waktu yang tidak ditentukan lebih dahulu yang digantungkan pada jangka waktu sampai pekerjaan selesai.
Ciri‐ciri PKWT adalah :
Bersifat sementara
Menunjang kegiatan pencapaian optimalisasi produksi dalam jangka pendek ( sementara) yang tidak dapat dikerjakan oleh pekerja yang ada, bukan menggantikan pekerja yang telah ada dengan pekerja PKWT.
Syarat pekerjaan yang dapat dibuat PKWT adalah pekerjaan yang :
Sekali selesai atau sementara sifatnya
Penyelesaiannnya paling lama 3 (tiga) tahun
Bersifat musiman
Yang berhubungan dengan produk/kegiatan baru, produk tambahan yang dalam percobaan/penjajakan
Jika bertentangan dengan syarat tersebut diatas, PKWT berubah menjadi PKWTT
Syarat lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan PKWT :
Tertulis, berbahasa Indonesia, dan huruf latin. Jika bertentangan, PKWT berubah menjadi PKWTT
Tidak dapat ditarik/diubah secara sepihak. Jika dilanggar, batal demi hukum
Tidak boleh mensyaratkan masa percobaan. Jika dilanggar, masa percobaan batal demi hukum
Tidak dapat diakhiri secara sepihak sebelum waktunya selesai. Jika dilanggar, pihak yang mengakhiri wajib membayar ganti rugi sebesar upah dari sisa waktu PKWT
PKWT yang didasarkan jangka waktu :
Dibuat untuk jangka waktu paling lama 2 tahun. Jika dilanggar, PKWT berubah menjadi PKWTT
Dapat diperpanjang dengan syarat hanya 1 kali, paling lama 1 tahun, dengan pemberitahuan secara tertulis 7 hari sebelumnya kepada pekerja. Jika dilanggar, PKWT berubah menjadi PKWTT
Dapat diperbaharui dengan syarat :
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 17 dari 33
Ada waktu jeda minimal 30 hari
Pembaharuan hanya 1 kali saja
Jangka waktunya maksimum 2 (dua) tahun
Jika dilanggar, maka PKWT berubah menjadi PKWTT
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu :
Dapat dibuat untuk pekerjaan yang sekali selesai / sementara sifatnya
Dibuat untuk waktu paling lama 3 (tiga) tahun
Jika selesai sebelum 3 (tiga) tahun, PKWT tersebut putus demi hukum sejak pekerjaan selesai
3.4 Macam‐macam berakhirnya Perjanjian Kerja :
1. Berakhir Demi Hukum
Berakhir karena perjanjian
Diakhiri dalam masa percobaan
Atas permintaan pekerja
Pekerja meninggal dunia
Karena usia pensiun
Atas persetujuan kedua belah pihak
Diputus oleh pengadilan
2. Keadaan yang melekat pada pribadi pekerja
Sakit selama lebih dari 1 tahun
Cacat total tetap
Karena terjadi perkawinan ( Apabila sudah diatur dalam PP atau PKB )
3. Berkenaan dengan kelakuan pekerja
Kesalahan berat
Kesalahan diluar kesalahan berat
4. Berkenaan dengan tindakan pengusaha
Pekerja dapat mengajukan permohonan PHK dengan kompensasi , apabila Pengusaha :
Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja
Membujuk dan/atau menyuruh pekerja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan per‐UU‐an
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 18 dari 33
Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) kali berturut‐turut atau lebih
Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja
Memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang diperjanjikan
Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerja, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan dalam Perjanjian Kerja
5. Berkenaan dengan jalannya perusahaan
Perusahaan tutup
Perubahan status perusahaan
Perusahaan melakukan efisiensi
Perusahaan pailit
3.5 Larangan Pengakhiran Perjanjian Kerja
Pengusaha/Pemberi kerja dilarang melakukan pengakhiran Perjanjian Kerja terhadap :
Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan / menyusui bayinya
Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 19 dari 33
4. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
4.1 Jenis‐jenis Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan Industrial adalah :
Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha/gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau SP/SB karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, PHK dan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
Jenis‐jenis Perselisihan Hubungan Industrial adalah :
Perselisihan Hak
Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan/penafsiran terhadap ketentuan per‐UU‐an, PK, PP/PKB.
Perselisihan Kepentingan
Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja, karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat kerja yang ditetapkan dalam PK, PP/PKB.
Perselisihan PHK
Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakuka oleh salah satu pihak
Perselisihan Antar SP/SB
Perselisihan antar SP/SB dengan SP/SB lainnya hanya dalam satu perusahaan akibat tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban SP/SB.
4.2 Yang dapat menjadi Pihak dalam PPHI
Pekerja
Perselisihan Hak Perselisihan kepentingan ( PK dan PP/PKB) Perselisihan PHK
Pengusaha
Perselisihan Hak Perselisihan kepentingan Perselisihan PHK
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Perselisihan Hak
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 20 dari 33
Peselisihan Antar SP/SB Kuasa Pekerja ( Hak dan PHK ) Perselisihan Kepentingan
Organisasi Pengusaha
Kuasa Pengusaha ( Hak, PHK dan Kepentingan ) 4.3 Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Perundingan Bipartit Perundingan tahap paling awal yang wajib dilaksanakan dalam proses penyelesaian sengketa/perselisihan antara Pengusaha dan Pekerja. Diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya
perundingan. Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya‐upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti tersebut tidak dilampirkan, maka instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase;
Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 21 dari 33
Mediasi Hubungan Industrial
Penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
Wajib apabila para pihak tidak memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, khususnya perselisihan hak.
Waktu kerja paling lama 30 (tiga puluh) hari
Bila tercapai kesepakatan, dibuat Perjanjian Bersama yang di‐daftar para pihak ( Akte Bukti Pendaftaran )
Bila tidak tercapai kesepakatan, dikeluarkan anjuran tertulis
Diminta jawaban tertulis para pihak, bila tidak menjawab dianggap menolak
Bila anjuran diterima, dibuatkan Perjanjian Bersama yang didafrtarkan pada Pengadilan Negeri setempat (Akte Bukti Pendaftaran)
Perjanjian Bersama yang tidak dilaksanakan dimintakan eksekusi di pengadilan setempat atau tempat pemohon untuk diteruskan
Salah satu pihak atau para pihak yang menolak, mengajukan gugatan ke Pegadilan Negeri setempat
Konsiliasi Hubungan Industrial Penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Waktu kerja paling lama 30 (tiga puluh) hari
Bila tercapai kesepakatan, dibuat Perjanjian Bersama yang di‐daftar para pihak ( Akte Bukti Pendaftaran )
Bila tidak tercapai kesepakatan, dikeluarkan anjuran tertulis
Diminta jawaban tertulis para pihak, bila tidak menjawab dianggap menolak
Bila anjuran diterima, dibuatkan Perjanjian Bersama yang didafrtarkan pada Pengadilan Negeri setempat (Akte Bukti Pendaftaran)
Perjanjian Bersama yang tidak dilaksanakan dimintakan eksekusi di pengadilan setempat atau tempat pemohon untuk diteruskan
Salah satu pihak atau para pihak yang menolak, mengajukan gugatan ke Pegadilan Negeri setempat
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 22 dari 33
Arbitrasi Hubungan Industrial Penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Waktu kerja paling lama 30 (tiga puluh) hari Bila menerima penunjukan, memberitahu secara tertulis Dibuat perjanjian penunjukan Arbiter, setelah itu tidak boleh menarik diri
kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak/ Pengadilan Negeri, dengan alasan yang sah.
Bila tidak tercapai kesepakatan, dikeluarkan Putusan Arbiter Bila putusan diterima dibuat Akte Perdamaian yang didaftarka pada PN
setempat ( Akte Bukti Pendaftaran). Akte Perdamaian atau Putusan Arbiter yang tidak dilakasanakan dimintakan
eksekusi di Pengadilan setempat atau tempat pemohon untuk diteruskan. Salah satu pihak atau para pihak yang menolak, mengajukan Permohonan
Pembatalan ke mahkamah Agung.
Pengadilan Hubungan Industrial ( Pada Pengadilan Negeri )
Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap Perselisihan Hubungan Industrial. Tugas dan Wewenang
a. Tingkat Pertama Perselisihan Hak Perselisihan PHK
b. Tingkat Pertama dan Terakhir
Perselisihan Kepentingan Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan
Majelis Hakim terdiri dari satu Hakim sebagai Ketua, masing‐masing satu
Hakim Ad‐Hoc dari unsur pengusaha dan pekerja. Kecuali ditentukan lain dalam UU‐PPHI, yang berlaku hukum acara perdata.
Tidak dikenakan biaya beracara dan eksekusi untuk perkara yang nilai
gugatannya Rp. 150.000.000
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 23 dari 33
Hakim Ad‐Hoc tidak boleh merangkap jabatan sebagai anggota lembaga tinggi negara, kepala daerah, lembaga legislatif daerah, PNS, TNI‐Polri, pengurus partai, pengacara, mediator, konsiliator, arbiter, dan pengurus SP/SB atau Organisasi Pengusaha.
Tugas Pengadilan Negeri lainnya :
Mencatat Perjanjian Bersama Mencatat Pendaftaran Akte Perdamaian Melaksanakan eksekusi Meneruskan berkas Kasasi Untuk Perselisihan Kumulatif, Perselisihan Hak dan Kepentingan,
diputus lebih dahulu dari kasus PHK Proses pengadilan dilaksanakan dengan acara cepat atau acara
biasa Dapat mengeluarkan Putusan Sela Harus mengeluarkan putusan paling lama 50 (lima puluh) hari
kerja
Pengadilan Tingkat Kasasi ( Mahkamah Agung ) Majelis Hakim sama dengan Majelis di Pengadilan Negeri Tata cara Permohonan Kasasi sesuai dengan per‐UU‐an yang berlaku Putusan telah dikeluarkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
Permohonan Kasasi diterima. Berwenang membatalkan Putusan Arbitrasi
Tabel I : Mekanisme PPHI
KEPENTINGAN HAK ANTAR SP/SB PHK
BIPARTIT
MEDIASI
KONSILIASI
ARBITRASE
P N Pertama dan Terakhir
Pertama Pertama dan Terakhir
Pertama
M A Terakhir Terakhir
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Tabel II : Pengaturan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
URAIAN MEDIATOR KONSILIA TOR
ARBITER PENGADILAN HI
M A
STATUS PNS Swasta Terdaftar Swasta Terdaftar
Hakim Karir (PNS)
Hakim Ad‐Hoc (Swasta)
Hakim Karir (PNS)
Hakim Ad‐Hoc (Swasta)
SIFAT PENYELESAIAN
Wajib bila tidak memilih
Sukarela Sukarela Wajib Wajib
PERMINTAAN PENYELESAIAN
Tertulis/ Lisan Kesepakatan Tertulis
Kesepakatan Tertulis
Gugatan Kasasi
KEWENANGAN ‐ Kepentingan
‐ Hak
‐ Antar SP/SB
‐ PHK
‐ Kepentingan
‐ Antar SP/SB
‐ PHK
‐ Kepentingan
‐ Antar SP/SB
Tingkat PERTAMA:
‐ Hak
‐ PHK
Tingkat TERAKHIR :
‐ Kepentingan
‐ Antar SP/SB
* Tingkat TERAKHIR :
‐ Hak
‐ PHK
* Penundaan Arbitrase
HASIL AKHIR Perjanjian Bersama atau Anjuran Tertulis
Perjanjian Bersama atau Anjuran Tertulis
Akta Perdamaian atau Putusan Arbitrase
Putusan Putusan
WAKTU 30 hari 30 hari 30 hari 50 hari 30 hari
JUMLAH PETUGAS
Tidak Diatur Seorang atau lebih Seorang atau lebih
3 orang 3 orang
WILAYAH KERJA Tidak Diatur Ditempat Pekerja Seluruh Indonesia
PN tempat Pekerja Seluruh Indonesia
HAK INGKAR Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada
BENTUK PERSIDANGAN
Tidak Diatur Tertutup Tertutup Terbuka Tertutup
ADANYA KUASA Tidak Diatur Tidak Diatur Dibolehkan Dibolehkan Dibolehkan
Halaman 24 dari 33
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 25 dari 33
5. PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN PERATURAN PERUSAHAAN
5.1 Latar Belakang dan Pengertian
Latar belakang pembuatan PKB dan PP adalah :
Masih terdapat perusahaan yang mempekerjakan pekerja 10 (sepuluh) orang atau lebih , belum membuat PP
Belum semua perusahaan yang telah terbentuk SP/SB membuat PKB
Sebagian besar PP/PKB mengatur Ketentuan‐Ketentuan yang sudah normative
Masih terdapat PP/PKB yang belum mengatur ketentuan yang diperintahkan oleh UU
Adanya kesulitan didalam menentukan Tim Perunding pembuatan PKB pada perusahaan yang terdapat lebih dari satu SP/SB
PP/PKB tidak disosialisasikan kepada seluruh pekerja
Peraturan Perusahaan adalah :
Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat Syarat‐Syarat Kerja dan Tata Tertib Perusahaan
Perjanjian Kerja Bersama adalah :
Hasil perundingan antara SP/SB yang tercatat di Instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan dengan Pengusaha atau beberapa Pengusaha atau Perkumpulan Pengusaha yang memuat Syarat‐Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban kedua belah Pihak.
5.2 Dasar Hukum Pembuatan PP dan PKB
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Bagian Keenam Pasal 108 – Pasal 115
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama No. 48/MEN/2004 Tanggal 8 April 2004
5.3 Tujuan Pembuatan PP dan PKB
Adapun Tujuan dibuatnya PP dan PKB di Perusahaan adalah :
Memberikan kepastian Syarat‐Syarat Kerja di perusahaan
Meningkatkan kegairahan dan ketenangan bekerja
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 26 dari 33
Meningkatkan produktivitas kerja, yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup pekerja dan keluarganya
Mengusahakan perbaikan Syarat‐Syarat Kerja
5.4 Norma Kerja dan Syarat Kerja
Norma Kerja adalah :
Hak dan Kewajiban yang sudah diatur melalui Perarturan Per‐UU‐an
Syarat Kerja adalah :
Hak dan Kewajiban yang belum diatur dalam Peraturan Per‐UU‐an
Hak dan Kewajiban yang sudah diatur dalam Norma Kerja :
Waktu Kerja dalam sehari dan seminggu
Waktu Istirahat atau Cuti :
• Antara jam kerja;
• Istirahat mingguan;
• Istirahat haid;
• Istirahat sakit;
• Cuti tahunan;
• Cuti panjang (bagi perusahaan yang wajib);
• Cuti hamil dan melahirkan;
• Cut gugur kandungan;
• Pekerja menikah/menikahkan anak;
• Mengkhitankan/membaptiskan anak, istri melahirkan/gugur kandungan atau isteri/suami, anak, orang tua, atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
• Melaksanakan kewajiban negara;
• Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
• Mogok kerja dan lock out;
• Hari libur resmi
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 27 dari 33
Hak Pekerja atas upah:
• Alasan sakit atau sakit berkepanjangan;
• Melaksanakan istirahat/cuti;
• Tidak boleh dibawah upah minimum;
• Upah lembur;
• Uang Pesangon, UPMK dan uang penggantian hak akibat PHK;
• Hak atas program jamsostek;
• THR Keagamaan;
• Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Hak dan Kewajiban yang diatur didalam Norma Kerja memiliki sifat :
Mengatur secara Minimal
Jika dilanggar ada Sanksi berupa :
• Hukuman Badan
• Denda
• Akibat Hukum
Berlaku umum untuk semua perusahaan
Hak dan Kewajiban yang belum diatur dalam Norma Kerja antar lain :
Prosedur pengambilan hak istirahat/cuti
Cuti diluar tanggungan perusahaan
Ijin meninggalkan pekerjaan dengan berupah
Sistem Kenaikan Upah
Banyuan Sukacita
Bantuan Dukacita
Tunjangan kerja shift
Bonus /Premi atau prestasi kerja
Bonus Tahunan
Tunjangan uang makan dan Uang transportasi
Fasilitas
Kewajiban dan larangan sebagai Tata Tertib Perusahaan
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 28 dari 33
Tindakan disiplin/sanksi atas pelanggaran Tata Tertib Perusahaan
Perjalanan Dinas perusahaan
Usia Pensiun
Besarnya Jaminan Pensiun
Perawatan pengobatan
Ijin Meninggalkan pekerjaan kepada Pengurus SP/B dalam menjalankan kegiatan SP/SB dalam jam kerja
Hak dan Kewajiban dalam Syarat Kerja memiliki sifat :
Belum/ tidak diatur dalam Peraturan Per‐UU‐an
Merupakan kebijakan perusahaan yang dituangkan dalam Peraturan Perusahaan
Dirundingkan dan disepakati yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama
5.5 Ketentuan dan Persyaratan Dalam Pembuatan Peraturan Perusahaan
Ketentuan Pembuatan PP adalah :
Perusahaan yang mempekerjakan pekerja sekurang‐kurangnya 10 orang wajib membuat Peraturan Perusahaan
PP mulai berlaku sejak di‐Sah kan
Masa berlakunya 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya
Selama berlakunya PP, Pengusaha wajib melayani kehendak SP/SB untuk pembuatan PKB
Selama perundingan belum mencapai kesepakatan, PP berlaku sampai habis masa berlakunya
Ketentuan dalam PP tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Per‐UU‐an yang berlaku
Perubahan PP hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan Pengusaha dan Wakil Pekerja
Perubahan PP harus mendapatkan Pengesahan
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi PP serta memberikan naskah PP atau Perubahannya kepada Pekerja
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 29 dari 33
Dalam proses mendapatkan Saran dan Pertimbangan Pekerja terhadap Rancangan Peraturan Perusahaan :
Pengusaha harus menyampaikan Naskah Rancangan Peraturan Perusahaan kepada Perwakilan Pekerja Buruh
Saran dan Pertimbangan sudah harus diterima Pengusaha dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak Naskah diterima.
Dalam waktu 14 hari kerja, Perwakilan Pekerja/Buruh tidak memberikan Saran dan Pertimbangan, Perusahaan dapat mengajukan Permohonan Pengesahan disertai bukti.
Persyaratan Permohonan Pengesahan PP
Mengajukan Permohonan secara tertulis
Melampirkan Naskah Peraturan Perusahaan rangkap 3 yang telah ditandatangani oleh pengusaha
Melampirkan bukti telah diminta Saran dan Pertimbangan dari Perwakilan Pekerja/Buruh
Proses Pengesahan Peraturan Perusahaan :
Pejabat yang berwenang dibidang Ketenagakerjaan harus meneliti kelengkapan Dokumentasi dan Materi Naskah PP
Pejabat yang berwenang dibidang Ketenagakerjaan mengembalikan Permohonan Pengusaha dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak diterimanya Permohonan untuk diperbaiki dan dilengkapi
Perusahaan wajib menyampaikan Naskah Peraturan Perusahaan dalam waktu paling lama 14 hari sejak tanggal diterimanya Pengembalian Naskah Peraturan Perusahaan
Apabila tidak dikembalikan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, dapat dianggap Perusahaan belum memiliki Peraturan Perusahaan.
Pejabat yang berwenang dibidang Ketenagakerjaan wajib menerbitkan Surat Keputusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja
Dalam hal 30 hari kerja terlampaui dan PP telah memenuhi persyaratan, PP dianggap sudah mendapatkan Pengesahan
Perubahan Peraturan Perusahaan :
Perubahan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dengan SP/SB dan atau Perwakilan Pekerja/Buruh
Perubahan harus mendapatkan Pengesahan kembali
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 30 dari 33
Perubahan dianggap tidak ada apabila belum mendapatkan Pengesahan.
Pembaharuan Peraturan Perusahaan :
Pengusaha wajib mengajukan Pembaharuan PP paling lama 30 hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku PP.
Pembaharuan dilakukan sebagaimana Pengaturan Permohonan Pengesahan PP.
Dalam Pembaharuan, apabila terdapat perubahan materi dari PP sebelumnya, perubahan tersebut harus didasarkan atas kesepakatan Pengusaha dengan wakil Pekerja/Buruh.
Ketentuan dalam PP yang telah berakhir masa berlakunya, tetap berlaku sampai ditanda tanganinya PKB atau di‐sahkannya PP yang baru.
Dalam hal perundingan pembuatan PKB telah dilakukan, belum tercapai kesepakatan, Pengusaha wajib mengajukan Permohonan Pengesahan Pembaharuan PP.
5.6 Ketentuan dan Persyaratan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Ketentuan Pembuatan PKB :
Dalam Perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB, berlaku bagi seluruh Pekerja/Buruh di Perusahaan yang bersangkutan.
Perusahaan yang memiliki Cabang, PKB Induk berlaku di semua Cabang dan dapat dibuat PKB Turunan yang berlaku di masing‐masing Cabang.
PKB Induk memuat ketentuan yang berlaku umum di seluruh Cabang perusahaan, PKB Turunan memuat pelaksanaan PKB Induk yang disesuaikan dengan kondisi Cabang Perusahaan masing‐masing.
Dalam hal PKB Turunan belum disepakati, yang berlaku adalah PKB Induk.
Persyaratan Pembuatan PKB :
Dirundingkan SP/SB atau beberapa SP/SB yang tercatat di Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan dengan Pengusaha atau beberapa Pengusaha.
Didasari itikat baik dan kemauan bebas kedua belah Pihak.
Dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
Lamanya perundingan ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan dituangkan dalam Tata Tertib Perundingan.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 31 dari 33
Perundingan Pembuatan PKB :
Tempat perundingan dilaksanakan di Kantor Perusahaan atau Kantor SP/SB atau tempat lain sesuai kesepakatan kedua belah Pihak.
Biaya perundingan menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah Pihak.
Tim Perunding sesuai dengan kebutuhan dengan ketentuan masing‐masing Pihak paling banyak 9 (sembilan) orang dengan Kuasa Penuh.
SP/SB yang tidak terwakili dalam Tim Perunding dapat menyampaikan aspirasinya secara tertulis kepada Tim Perunding sebelum dimulainya perundingan.
Syarat SP/SB untuk merundingkan PKB :
SP/SB telah tercatat berdasarkan UU No. 21 Tahun 2000
Memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 119 dan Pasal 120 UU No. 13 Tahun 2003
Mengajukan Permintaan secara tertulis.
SP/SB yang dapat membuat PKB :
Dalam hal hanya terdapat 1 SP/SB , memiliki anggota lebih dari 50 % jumlah Pekerja/Buruh.
Mendapat dukungan lebih dari 50 % jumlah Pekerja/Buruh melalui Pemungutan Suara.
Pemungutan suara dilaksanakan oleh Panitia (Wakil Pekerja dan Pengurus SP/SB), disaksikan oleh Pengusaha dan Pejabat yang berwenang dibidang Ketenagakerjaan.
Bila tidak mendapat dukungan seperti yang dimaksud diatas, SP/SB dapat mengajukan kembali Perundingan PKB setelah 6 (enam) bulan sejak dilakukannya Pemungutan Suara.
Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) SP/SB, yang berhak melakukan Perundingan PKB adalah SP/SB yang memiliki anggota lebih dari 50 % jumlah Pekerja/Buruh.
Dalam hal tidak terdapat SP/SB yang memiliki anggota lebih dari 50 % jumlah Pekerja/Buruh, SP/SB dapat melakukan Koalisi .
Koalisi SP/SB tersebut membentuk Tim Perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional.
Keanggotaan SP/SB dibuktikan dengan Kartu Anggota.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 32 dari 33
Tata Tertib Perundingan PKB sekurang‐kurangnya harus memuat :
Tujuan pembuatan Tata Tertib
Susunan Tim Perunding
Lamanya Masa Perundingan
Materi Perundingan
Tempat Perundingan
Tata cara perundingan
Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan Perundingan
Sah‐nya Perundingan
Biaya Perundingan
Pendaftaran PKB :
Pengusaha mendaftarkan kepada Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan
Pengajuan Pendaftaran, melampirkan Naskah PKB dalam rangkap 3 (tiga) ber‐materai cukup yang telah dibubuhkan tanda tangan Pengusaha dan SP/SB
Pejabat yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan melakukan penelitian dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Permohonan, meliputi kelengkapan Syarat formal dan Materi
Apabila Persyaratan dan Materi telah terpenuhi, maka Pejabat yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan harus menerbitkan Surat Keputusan Pendaftaran dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal selesainya Penelitian.
Apabila Persyaratan dan atau Materi bertentangan dengan Peraturan Per‐UU‐an , Pejabat yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan memberi Catatan pada Surat Keputusan Pendaftaran.
Catatan tersebut memuat pasal‐pasal yang bertentangan dengan Peraturan Per‐UU‐an.
Laporan Pelatihan Certified Industrial Relations Professional
Halaman 33 dari 33
Masa Berlaku PKB :
PKB berlaku selama 2 (dua) tahun
Dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan Kesepakatan secara tertulis
Perundingan Pembuatan PKB dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya berakhir.
Dalam hal Perundingan tidak tercapai Kesepakatan, PKB lama tetap berlaku untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun
Dapat dilakukan Perubahan dengan Kesepakatan kedua belah Pihak
Perpanjangan atau Pembaharuan PKB :
Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) SP/SB, tidak mempersyaratkan jumlah anggota
Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) SP/SB, SP/SB yang memiliki anggota lebih dari 50 %, bersama‐sama dengan SP/SB yang membuat PKB terdahulu.
Dalam hal tidak ada SP/SB yang anggotanya lebih dari 50 %, SP/SB dapat membentuk Koalisi.
Dalam hal Koalisi tidak mencapai 50 % jumlah Pekerja/Buruh, SP/SB membentuk Tim Perunding yang keanggotaannya ditentukan secara Proporsional.
Perubahan PKB :
Perubahan PKB yang sedang berlaku harus berdasarkan kesepakatan kedua belah Pihak.
Perubahan tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.
Kewajiban Para Pihak :
Para Pihak wajib melaksanakan Ketentuan dalam PKB
Para Pihak wajib memberitahukan atau Perubahan kepada Pekerja/Buruh
Pengusaha harus mencetak dan membagikan PKB kepada seluruh Pekerja/Buruh atas biaya Perusahaan.
Pengusaha wajib mendaftarkan PKB kepada Instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan.