6
2024 Perang merenggut segalanya. Semua orang mengangkat senjata hanya karena rasa haus dan lapar. Apa itu kebebasan? Itu hanyalah sebuah omong kosong dari orang putus asa. Dunia begitu pekat saat orang-orang mulai egois dan rakus. Ya, inilah aku yang sudah 2 tahun 8 bulan hidup di tengah peperangan, di sebuah bulatan globe dunia dimana hanya dipenuhi suara tajamnya pedangdan ledakan peluru. Tahun ini adalah tepat perayaan tahun baru 2024, sebuah hari dimana aku sewaktu kecil sering merayakan dengan tawa, senyum dan canda, tapi sudah 2 tahun ini keadaan berbeda 360 derajat hanya karena keegoisan negara besar untuk menghidupi dirinya sendiri. Sungguh sebuah alasan konyol. Dunia seperti kembali ke jaman sebelum dinosaurus muncul. Semua barang canggih seperti tank, pesawat, mobil, motor, tv, dan semua yang berbau mahal di jamannya telah tiada karena stok bahan bakar yang telah sirna. Perang dunia ketiga sudah dimulai. Namaku Didit umur 19 tahun dan aku hidup di sebuah gua bersama kakakku. Gua kumuh, kecil, beralaskan daun, ditemani ulat dan kecoa. Mungkin terdengar aneh bila aku mengatakan ini adalah hidup karena aku merasa aku hanyalah sesosok boneka yang hanyut di sungai dan terus melakukan perjalanan karena aliran sungai, bukan kehendak boneka itu sendiri. Kakak terus-terusan menceramahiku tentang masih adanya dunia yang penuh warna di ujung sana, aku merasa kalau kakak sudah putus asa dengan keadaan ini. Sering saya diajak kakak untuk meninggalkan gua dan melakukan perjalanan untuk mencari sebuah tempat dimana hanya ada sebuah kebebasan. Namun aku selalu menjawab dengan tegas “Tidak kak, kita belum pernah merasakan bagaimana sakitnya hidup diluar sana, hanya ada darah dan air mata disana. Coba ingat lagi siapa yang membunuh orang tua kita? Orang tua kita dibunuh oleh keserakahan manusia hanya karena beliau ingin menghidupi kita, karena rasa lapar kitalah beliau rela mencuri makanan, tapi kenapa harus dibalas dengan nyawa? COBA INGAT ITU LAGI KAK !. Maaf aku membentakmu”. Kakak selalu tersenyum setelah mendengar aku berkata seperti itu, dan senyum itu diakhiri tanpa kata sembari kakak keluar ke hutan untuk mencari makan demi kelangsungan hidup kita. Matahari bersinar sangat indah pagi ini, Aaaah aku meraasa tidurku sangat nyenyak, sudah lama aku tak merasa seperti ini. Alangkah kagetnya aku melihat kakak sedang mengobati kepalanya yang bersimbah darah. “Apa yang terjadi kak?” kataku dengan cemas. “Gua ini mulai rapuh dik, sewaktu aku tidur ada batu dari atas menimpa kepalaku, untung aku keras kepala hahaha, lekas sarapan sana makanan

2024-bulan bahasa UGM.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2024-bulan bahasa UGM.docx

2024

Perang merenggut segalanya. Semua orang mengangkat senjata hanya karena rasa haus dan lapar. Apa itu kebebasan? Itu hanyalah sebuah omong kosong dari orang putus asa. Dunia begitu pekat saat orang-orang mulai egois dan rakus. Ya, inilah aku yang sudah 2 tahun 8 bulan hidup di tengah peperangan, di sebuah bulatan globe dunia dimana hanya dipenuhi suara tajamnya pedangdan ledakan peluru. Tahun ini adalah tepat perayaan tahun baru 2024, sebuah hari dimana aku sewaktu kecil sering merayakan dengan tawa, senyum dan canda, tapi sudah 2 tahun ini keadaan berbeda 360 derajat hanya karena keegoisan negara besar untuk menghidupi dirinya sendiri. Sungguh sebuah alasan konyol. Dunia seperti kembali ke jaman sebelum dinosaurus muncul. Semua barang canggih seperti tank, pesawat, mobil, motor, tv, dan semua yang berbau mahal di jamannya telah tiada karena stok bahan bakar yang telah sirna. Perang dunia ketiga sudah dimulai.

Namaku Didit umur 19 tahun dan aku hidup di sebuah gua bersama kakakku. Gua kumuh, kecil, beralaskan daun, ditemani ulat dan kecoa. Mungkin terdengar aneh bila aku mengatakan ini adalah hidup karena aku merasa aku hanyalah sesosok boneka yang hanyut di sungai dan terus melakukan perjalanan karena aliran sungai, bukan kehendak boneka itu sendiri. Kakak terus-terusan menceramahiku tentang masih adanya dunia yang penuh warna di ujung sana, aku merasa kalau kakak sudah putus asa dengan keadaan ini. Sering saya diajak kakak untuk meninggalkan gua dan melakukan perjalanan untuk mencari sebuah tempat dimana hanya ada sebuah kebebasan. Namun aku selalu menjawab dengan tegas “Tidak kak, kita belum pernah merasakan bagaimana sakitnya hidup diluar sana, hanya ada darah dan air mata disana. Coba ingat lagi siapa yang membunuh orang tua kita? Orang tua kita dibunuh oleh keserakahan manusia hanya karena beliau ingin menghidupi kita, karena rasa lapar kitalah beliau rela mencuri makanan, tapi kenapa harus dibalas dengan nyawa? COBA INGAT ITU LAGI KAK !. Maaf aku membentakmu”. Kakak selalu tersenyum setelah mendengar aku berkata seperti itu, dan senyum itu diakhiri tanpa kata sembari kakak keluar ke hutan untuk mencari makan demi kelangsungan hidup kita.

Matahari bersinar sangat indah pagi ini, Aaaah aku meraasa tidurku sangat nyenyak, sudah lama aku tak merasa seperti ini. Alangkah kagetnya aku melihat kakak sedang mengobati kepalanya yang bersimbah darah. “Apa yang terjadi kak?” kataku dengan cemas. “Gua ini mulai rapuh dik, sewaktu aku tidur ada batu dari atas menimpa kepalaku, untung aku keras kepala hahaha, lekas sarapan sana makanan sudah aku siapkan di tempat biasa. Aku sudah makan duluan tadi hehehehe kamu tidurnya kaya sapi sih perutku sudah tak bisa berkompromi tadi” Balasnya dengan sebuah candaan. Aku terdiam dan hanya memperhatikan diatas, aku berpikir memang gua ini sudah kelihatan sangat rapuh, memang inilah saatnya mencari dunia bebas yang diimpikan kakak. Wow bau makanan ini sudah berhasil membuat setiap sel sarafku bergoyang dan sekilas aku mengingat akan masakan ibu sewaktu aku masih kecil. Iya ini bau ikan gurami yang telah dihidangkan kakak, Waaaaah..... ini adalah makanan kesukaanku. Dengan lahap karena selera tiada banding dari ikan gurami membuatku rakus menyantap ikan itu. Ternyata Tuhan memang masih menyayangi makhluk nya, aku masih diberikan rasa kenyang sampai saat ini, aku juga masih diberikan nafas sampai sekarang, dan yang terpenting aku masih bisa melihat senyuman kakak sejak aku lahir.

Selepas makan aku merelaksasikan tubuhku dan merebahkan tubuh di atas dedaunan. Tiba-tiba saja kakak lari dari luar gua dan membangunkanku dari istirahatku ku. “Apa yang terjadi, kak? Kenapa kau terlihat cemas? Kenapa? ada apa ini?”. “Aku tak ada waktu untuk menjelaskan yang penting sekarang ayo kita keluar gua dan memulai perjalanan kita” kakak menjawab dengan cepat dengan nafas terengah-engah. “Bagaimana dengan gua ini? Jika memang kakak ingin meninggalkan gua, biarkan aku mengemasi pakaian ku dulu” Jawabku dengan agak bingung. “Aku bilang kita sudah

Page 2: 2024-bulan bahasa UGM.docx

tak ada waktu lagi” Kata kakak sambil menyeretku keluar gua. Aku bingung melihat tindakan kakak kali ini, untuk saat ini lebih baik aku ikuti dia... Dor dor dor, terdengar suara tembakan dari kejauhan di arah belakang tempat dimana aku dan kakak sedang berlari. “Kenapa orang tua itu kelihatan marah?”. Kakak diam tidak menjawab pertanyaanku dia seperti fokus akan pijakan yang akan dilangkahi, karena memang hutan ini penuh duri yang tajam dan beracun.

Hampir satu jam kita berlarian, tepat di sebuah pinggir sungai yang jernih berteman suara genangan air yang tenang aku tetap penasaran dengan apa yang barusan terjadi. Mata kakak tampak berkaca-kaca, nafas tak beraturan, keringat membasahi tubuhnya, dan nampak ekspresi cemas lah yang tergambar di wajah kakak. Memang aku kenal kakak sudah berpuluh tahun, tapi aku seperti menghadapi orang yang asing. “Maaf, aku hampir mencelakaimu” Katanya. “haaa?” aku masih sangat bingung. “Gurami yang kamu makan adalah hasil curian dari orang tua kikir yang mengejar kita tadi”. Aku tak percaya dengan apa yang kakak katakan “Apa maksud nya? Bukankah gurami itu dari sungai di sebelah gua? Bukankah gurami itu hasil tangkapan kakak?”. Kakak menjelaskan peristiwa yang terjadi “Semalaman aku mencari ikan di sungai dan hasilnya nihil, baru kuketahui kalau ternyata sungai disebelah gua sudah terkena dampak limbah dari nuklir, sial, benar –benar sial perang ini telah merenggut makhluk indah ciptaan Tuhan, aku yang tak tahu harus mencari makan kemana lagi karena matahari sudah hampir terbit, sekilas terlintas di pikiranku untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan di kota sebelah, tak ada harapan lagi untukku mengenyangkan perutmu tanpa adanya satu koin pun sehingga terpaksa aku harus ke kota sebelah dan mencuri seekor ikan”. “Bodoh, kenapa kakak lakukan itu hanya untukku? mengapa kakak sampai harus mengotori tangan kakak demi aku yang hanya tidur-tiduran? lebih baik aku mati kelapar....”. Dengan cepat kakak memotong pembicaraan “Hentikaaaaan....! hentikan bicaramu, ini sudah terjadi, berhenti menyesali hal yang sudah terjadi, aku punya alasan tersendiri untuk melakukan itu”. Seketika kakak bersandar di sebuah pohon tampak kesakitan dan kelelahan. Tanpa kusadari aku memeluk kakak dengan erat aku luapkan semua emosiku dengan air mata dipelukan kakak “Terima kasih, terima kasih, terima kasih kakak tak kusangka aku yang seperti ini masih kau cintai, mari kita lakukan perjalanan panjang kita mencari suatu tempat bebas yang kakak inginkan, tempat indah seperti tempat di dongeng yang pernah ibu ceritakan pada kita waktu kita masih kecil dan polos” Kataku sambil bergegas mencari air sungai untuk mengobati luka kakak.

Sudah 367 hari semenjak perjalanan kita dimulai dari Iran tempat kita sudah lama tinggal. Tibalah kita di China, tempat busuk dimana banyak mayat berserakan. Aku merasa sangat beruntung karena masih diberi kehidupan di tengah perang ini. Aku dan kakak telah melewati banyak hal yang terjadi, kita pernah lolos dari kejaran seorang veteran perang, kita juga pernah menginap beberapa hari di suatu toilet sebuah rumah kecil tak berpenghuni hanya untuk melindungi diri dari perang saudara di suatu kota, bahkan kita pernah masuk penjara di sebuah negara karena kita dianggap melakukan pemberontakan di negara itu namun lagi-lagi kita selamat karena serangan negara lain ke penjara untuk membebaskan warga negaranya yang ditahan disitu, kita manfaatkan kekacauan itu untuk kabur. Sewaktu di penjara kita berada satu sel dengan seorang anak kecil bernama Taro yang kira-kira berumur 14 tahun, wajahnya selalu terlihat pucat, aku dan kakak berusaha mendekati dia secara personal yang ternyata dia sudah tidak memiliki seseorang lagi yang bisa memberi dia kasih sayang, orang tua dan saudara-saudaranya telah hilang entah kemana pasca perang berlangsung. Alasan mengapa Taro dipenjara terbilang sangat unik, yakni karena dia sendiri yang meminta opsir untuk memenjarakannya, dia merasa sudah tak ada tempat baginya untuk hidup di dunia luar dimana baku tembak bernuansa darah terjadi. Jadi sewaktu aku dan kakak kabur, kita juga mengajak Taro untuk melakukan perjalanan bersama kita dengan menjajikan padanya sebuah tempat dimana sayap burung berkembang, bunga bermekaran, manusia dihiasi senyuman. Aku selalu menceritakan dongeng ibu tentang sebuah tempat indah kepada Taro di waktu dia akan tidur. Aku berharap

Page 3: 2024-bulan bahasa UGM.docx

semoga otak-otak dangkal yang hanya memprioritaskan perang tanpa melihat apa yang telah dia injak selama ini dapat melihat apa dampak nyata yang mereka timbulkan.

Setiap hari mulai gelap dan rasa kantuk menyelimuti raga ini terpaksa salah satu dari kita harus berjaga dan terus memantau keadaan. Ini kita lakukan secara bergiliran. Setiap 2 jam sekali setiap orang harus tetap membuka matanya di tengah malam. Terkadang hanya kakak seorang yang berjaga semalaman, alasannya sih dia tidak mengantuk, cih aku pikir itu alasan yang sangat kuno. Tujuan perjalanan kita sangat tidak jelas harus kemana. Tapi aku percaya jika kita tetap jalan pasti suatu belokan yang akan merubah nasib itu pasti ada

14 Februari 2026 tibalah kita di negara yang dulu di sebut Rusia. Keadaan disini sudah mengenaskan seperti tempat tanpa penghuni. Ini tempat kelahiran Taro tepatnya di Siberia, disini juga Taro kehilangan kedua orang tua nya. Tapi keadaan di kota ini sudah benar-benar hancur. Kakak heran padahal dulu ini adalah kota yang sangat kaya tapi sekarang sudah seperti kandang sapi yang sangat lebar, kumuh dan bau. Meski disini bau tapi aku merasa sangat senang karena disini sedang turun salju, aku pertama kali merasakan indahnya salju semenjak aku melihat dunia ini. Saat aku tengah menikmati nikmat dari Tuhan ini tiba-tiba Taro berkata “Aku ingin melihat gunung salju yang ada di ujung utara kota ini, aku merasa tempat itu adalah tempat terbebas yang pernah aku rasakan saat aku dulu pergi liburan kesana bersama ayah, memang lokasinya agak jauh tapi itu aku kembalikan pada komitmen kalian sendiri untuk ikut denganku atau kita akan berpisah sampai disini”. Aku bertanya-tanya dalam hati kecilku kenapa tiba-tiba Taro berkata demikian dan kenapa Taro tiba-tiba ingin pergi kesana, aku tak tau apa langkah yang akan diambil kakak selanjutnya apakah harus mengikutinya atau meninggalkannya. Seketika kakak menggendong Taro yang sudah kelihatan lelah sembari berkata “Hey kau masih kecil tidak mungkin kau kuat berjalan di udara dingin itu, biar aku dan adik ku menemanimu lagipula kau sudah harus mengganti popokmu hehehehe”. Itulah kakak, dia selalu bisa mencairkan suasana dengan candaan nya yang khas “hahahaha, kami akan menemanimu Taro lagian kita juga ingin mencari tempat yang bebas”. Taro yang sejenak mengingat akan tempat yang membuat dia trauma ini bisa tersenyum.

Malam bersalju tiba ini tiba saatnya bagi kita untuk makan malam. Kami beruntung karena kami mendapat sangat banyak makanan dari beberapa toko makanan yang sudah tidak berpenghuni. Saat yang sangat indah karena kita masih bisa bersenda gurau mengelilingi api unggun beratapkan salju putih. “Cahaya apa itu dari kejauhan?” terdengar suara anak muda teriak dari kejauhan. Terlihat Taro sangat ketakutan dan wajahnya terlihat pucat. Kakak menenangkan Taro “Tenang jangan takut, semua orang di dunia ini tidak jahat kok, siapa tau dia hanyalah seorang anak yang butuh kasih sayang juga, tetap disini aku akan mencari tau siapa itu” kata kakak sembari menghampiri sumber suara itu. Aku hanya bisa berharap semoga tidak terjadi hal yang buruk. 10 menit telah berlalu semenjak kakak pergi meninggalkan kami, dan saat itu pula terlihat bayangan kakak dari kejauhan sedang memapah seorang anak laki-laki kurus bertelanjang dada. “Berikan aku makananmu tolong, aku sudah 2 hari tidak makan” kata anak itu. Taro dengan senyum kecilnya langsung mendekat ke anak kurus itu dan memberikan rotinya. Kakak yang berjalan mendekati api unggun berkata “Hahaha Taro begitu menggemaskan, teruslah hidup di dunia kotor ini nak dan makan lah roti itu”. Aku terheran kenapa anak ini bisa bertahan di kota yang sangat sunyi dan dingin ini tanpa kaos ataupun pakaian di badannya, tanpa pikir panjang aku juga memberikan minuman kita padanya “Minumlah kau kelihatan lemas, kita bisa berbagi makanan dan minuman kita denganmu” kataku. Anak itu membisu dan memakan roti pemberian Taro. Taro terus menatap wajah anak itu dan terus mendekat. Melihat tingkah nya aku hanya bisa menahan tawa karena tingkahnya benar-benar menggemaskan

Page 4: 2024-bulan bahasa UGM.docx

Anak kurus itu dengan rakus dia menghabiskan roti Taro, seketika mata anak itu terlihat sangat mengerikan, anak kelaparan itu mengeluarkan pisau dari saku celananya dan menodong leher Taro. Kakak langsung menarikku dengan kencang di belakang “Apa maumu bocah? Jangan macam-macam dengan kami, katakan apa maumu?” Bentak kakak dengan sangat kencang. “Aku iri mendengar candaan kalian dari kejauhan, kau tak pernah bisa membayangkan aku yang dulu diagungkan karena aku adalah anak seorang konglomerat kini hanya bisa terus berjalan dengan perut membuncit, dan kalian bersenang-senang di dunia ini? Ingin kubunuh kalian semua dan kalian berkata ingin membagi makanan dan minuman itu? Jangan konyol, sekarang itu milikku, tidak ada kata membagi di dunia ini” katanya. “Bila makanan yang kau mau silahkan kau ambil semuanya, ada apa denganmu bocah ? kau terlihat sangat suram” suara kakak yang mulai terlihat pelan. “Apa? Kau benar-benar ingin memberikan semua makanan itu padaku?” terlihat jelas dia sangat kaget dengan jawaban kakak. Aku hanya bisa membisu karena melihat wajah Taro yang terlihat tenang padahal nyawanya saat ini sedang terancam. Tanpa diduga ada sebuah peluru melejit ke arah kepala Taro dan darah pun bercucuran, aku syok berharap ini semua hanya mimpi segera tengok sebelah kanan dan terlihat ada seorang anak dengan jarak hanya beberapa meter dari kami yang sedang mengarahkan pistol nya pada Taro, aku tidak menyadari ada anak itu di samping karena daritadi aku hanya menatap fokus ke Taro yang nyawanya sedang terancam. “Hey kenapa kau bunuh dia? Orang itu sudah bersedia menyerahkan makanannya” Anak kurus yang menodong Taro berkata begitu pada anak berpistol itu. “Jangan mempercayai omongan orang itu, siapa yang tahu kalau dia sedang memperdayaimu” jawab si anak berpistol. Ditengah-tengah omongan antara kedua anak itu kakak terdiam dan bergegas lari menuju anak berpistol dengan gesit kakak menghindari tembakan anak itu, aku menduga dia mungkin saja panik terlihat di bidikannya yang terlihat asal-asalan.