32
10 BAB II KONSELING MULTIKULTURAL DAN SOCIAL JUSTICE 2.1 Konseling Multikultural Ekonomi global, kebijakan luar negeri dan dalam negeri, dan teknologi kemajuan telah memberikan kontribusi terhadap munculnya sistem di seluruh dunia. Menurut Friedman, akibat dari dampak ini, negara dan budaya semua saling mempengaruhi satu sama lain. Negara-negara yang kuat memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan sehari-hari warga yang lebih kecil, negara yang kurang kuat memiliki potensi pengaruh global melalui komunikasi canggih dan teknologi komputer. 1 Hal ini agak jelas, karena itu, bahwa model berbasis psikologi dan konseling telah sangat dipengaruhi baik secara positif maupun negatif. Seluruh bidang konseling, bagaimanapun perlu merespon terhadap peradaban manusia memasuki abad ke-21. Bagaimana perilaku manusia, lingkungan dengan kesadaran tertentu, sensitivitas, dan rasa saling menghormati tergantung konteks darimana konteks budaya muncul. Dan hal ini harus sesuai Dengan etika kepedulian, kasih sayang, tanggung jawab. profesi konseling bergantung pada strategi budaya yang tepat dan efektif untuk membantu memandu untuk memenuhi tantangan tersebut. 2 Konseling multikultural diperkenalkan di Amerika Serikat pada abad ke 20. Amerika Asosiasi Konseling ( ACA ) terbentuk pada tahun 1955 dibawah naungan Amerika Personil dan Bimbingan Konseling ( APGA ). Pada masa proses pembentukan tersebut adapun pemaparan yang disampaikan oleh Copeland mengenai tujuan dari konseling multikultural bagi masyarakat minoritas di Amerika Utara selama hampir lima puluh tahun terakhir ini 1 Friedman dalam Lawrence H. Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials of Cross- Cultural Counseling, (London: Sage Publications, 2012), 1. 2 Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials....., 2.

21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

10

BAB II

KONSELING MULTIKULTURAL DAN SOCIAL JUSTICE

2.1 Konseling Multikultural

Ekonomi global, kebijakan luar negeri dan dalam negeri, dan teknologi kemajuan

telah memberikan kontribusi terhadap munculnya sistem di seluruh dunia. Menurut

Friedman, akibat dari dampak ini, negara dan budaya semua saling mempengaruhi satu sama

lain. Negara-negara yang kuat memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan sehari-hari

warga yang lebih kecil, negara yang kurang kuat memiliki potensi pengaruh global melalui

komunikasi canggih dan teknologi komputer.1

Hal ini agak jelas, karena itu, bahwa model berbasis psikologi dan konseling telah

sangat dipengaruhi baik secara positif maupun negatif. Seluruh bidang konseling,

bagaimanapun perlu merespon terhadap peradaban manusia memasuki abad ke-21.

Bagaimana perilaku manusia, lingkungan dengan kesadaran tertentu, sensitivitas, dan rasa

saling menghormati tergantung konteks darimana konteks budaya muncul. Dan hal ini harus

sesuai Dengan etika kepedulian, kasih sayang, tanggung jawab. profesi konseling bergantung

pada strategi budaya yang tepat dan efektif untuk membantu memandu untuk memenuhi

tantangan tersebut.2

Konseling multikultural diperkenalkan di Amerika Serikat pada abad ke 20. Amerika

Asosiasi Konseling ( ACA ) terbentuk pada tahun 1955 dibawah naungan Amerika Personil

dan Bimbingan Konseling ( APGA ). Pada masa proses pembentukan tersebut adapun

pemaparan yang disampaikan oleh Copeland mengenai tujuan dari konseling multikultural

bagi masyarakat minoritas di Amerika Utara selama hampir lima puluh tahun terakhir ini

1 Friedman dalam Lawrence H. Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials of Cross- Cultural

Counseling, (London: Sage Publications, 2012), 1.

2 Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials....., 2.

Page 2: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

11

masyarakat minoritas diwajibkan untuk mengikuti tradisi yang ada dalam kebudayaan di

Amerika Utara, dari hal inilah yang membuat Copeland dalam pandangannya terhadap

masyarakat mayoritas di Amerika Utara untuk menekankan pada perbedaan-perbedan yang

terjadi pada konteks masyarakat dalam kaitannya terhadap konseling multikultural.3 Hal

ysng sama seperti multikulturalisme telah digambarkan oleh Pedersen (1991) sebagai

"kekuatan keempat" atau dimensi keempat, namun kedua istilah ini sepenuhnya tidak

memadai. Dengan menyebutnya sebagai kekuatan keempat, secara implisit dibingkai dalam

persaingan dengan humanisme, behaviorisme, dan psikodinamik, yang bukan maksudnya.

Multikulturalisme adalah sarana untuk mengatasi permasalahan budaya dan keragaman sosial

di masyarakat.4 Penulis berpendapat bahwa konseling multikultural muncul sebagai bagian

dalam menangani masalah-masalah berkaitan dengan keragaman budaya sebagai bentuk

pemahaman tentang budaya sebagai identitas kehidupan masyarakat yang kolektif.

2.1.1 Pemahaman Budaya

Dalam kehidupan sehari-hari, tiap individu akan menunjukan siapa sebenarnya

dirinya. Hal ini ditunjukan dengan memberikan pendapat dan perilaku tertentu, bagaimana

bersikap dan mungkin menunjukan beberapa keanehan tertentu. Aktualisasi ini berbeda

dengan apa yang selama ini dianut masyarakat pada umumnya. Individu dalam berperilaku

mengacu pada sesuatu yang diyakini baik dan dianggap benar oleh masyarakat yang ada

disekitarnya. Keyakinan ini menjadi panutan bagi masyarakat secara umum keyakinan ini

bisa bersumber dari agama dan kesepakatan umum. Keyakinan yang muncul di dalam

3 Copeland, E. J, “Cross-Cultural Counseling and Psychoterapy: A Historial Perspective. Implications

for Research and Training,” Counseling and Development.(1983), 10-15.

4 Manivong J. Ratts and Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice :

Integration, Theory, and Application. ( United States: American Counseling Association, 2014), 25.

Page 3: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

12

masyarakat ini diwujudkan dalam bentuk pemikiran atau ide.5 Ide ini yang selalu diterapkan

dari generasi ke generasi yang membentuk sebuah tatanan kehidupan masyarakat.

Budaya-budaya memiliki fitur-fitur atau dan makna-makna yang spesifik dan

mungkin unik, misalnya, bahasa, mitos, makna, simbol. Menurut Shweder, melalui budaya

kita berpikir, merasakan, berperilaku dan mengelola realitas kita.6 Budaya memegang

peranan penting dalam kehidupan berelasi membentuk satu komunitas hidup bahkan

mengelola lingkungan. budaya yang telah dibangun orang bagi dirinya bisa memiliki makna

yang berbeda bagi anak-anak mereka. Jika budaya yang telah diciptakan orang dewasa tidak

sesuai dengan aspirasi anak-anak mereka, maka anak-anak mereka mungkin akan

memodifikasi budaya itu. Konflik-konflik generasional muncul karena orang dewasa

menggunakan masa lalu untuk memahami masa kini dan menggunakan masa lalu untuk

membentuk masa depan.7 Menurut penulis budaya merupakan tata cara masyarakat

membangun relasi dengan yang lain yang berdampak pada kehidupan yang akan datang

dalam pengertian budaya bersifat jangka panjang.

Kebanyakan ahli antropologi juga mengklaim bahwa ada empat dasar komponen

budaya: (1) interaksi sosial ditularkan melalui enkulturalisasi; (2) pengetahuan (orang-orang

berbagi pengetahuan yang cukup bahwa mereka dapat berperilaku cara-cara yang dapat

diterima dan berarti bagi orang lain, sehingga mereka tidak terus salah paham satu sama lain);

(3) ada perilaku bersama atau pola keteraturan; dan (4) ada pengalaman kolektif dari

kelompok tertentu.8 Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

budaya merupakan sikap atau pengetahuan yang berfungsi untuk membentuk sebuah

5 Sulistyarini, Mohammad Jauhar, Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Prestasi Pustaka 2014), 262.

6 Shweder dalam Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, , Indigenous and Cultural Psyichology, Terjemahan

Helly Prajitno Soetjipto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 57.

7 Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous,... 59.

8 Tyler dalam Lawrence H. Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials....., 26.

Page 4: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

13

keteraturan perilaku bersama yang saling menguntungkan yang berfungsi sebagai

pengetahuan kolektif masyarakat.

Definisi budaya secara singkat coba di jelaskan oleh Barry adalah pandangan hidup

sekelompok orang atau secara umum cara hidup kita seperti ini, the way we are, yang

diekspresikan dengan cara (sekelompok orang) berfikir, mempresepsi, menilai, dan

bertindak.9 budaya menurut Clifford Geertz, dapat dipahami sebagai:

Pola makna yang tertanam dalam simbol dan ditransmisikan secara historis,

sebuah sistem konsepsi turunan yang diekspresikan dalam bentuk simbolik yang

digunakan (orang-orang) untuk berkomunikasi, bertahan hidup, dan

mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya.10

Suatu budaya tertentu akan mempengaruhi kehidupan masyarakat tertentu.

Dengan demikian, suatu budaya hasil kelompok masyarakat tertentu akan dianggap lebih

tinggi dan bahkan mungkin lebih diinginkan. Hal ini dilakukan agar kelompok masyarakat

tertentu memiliki derajat atau tingkatan yang lebih baik. Nilai selalu berhubungan dengan hal

yang baik dan buruk, karena nilai berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki individu, maka

hal itu akan terkait pula dengan bagaimana individu mengadopsi nilai. Dengan demikian,

antara individu yang satu dengan individu yang lain dapat mempunyai perbedaan walau

mereka berasal dari latar belakang budaya yang sama.11

Menurut Sue, Berbicara tentang

keragaman budaya berarti memfokuskan kembali dialog tentang perbedaan yang berkaitan

dengan gender, status sosial ekonomi, Atau orientasi religius Di sisi lain, banyak kelompok

sering merasa dikecualikan dari perdebatan multikultural dan menemukan diri mereka saling

bertentangan satu sama lain. Meningkatkan pemahaman multikultural dan sensitivitas budaya

berarti menyeimbangkan pemahaman tentang kekuatan sosiopolitik yang mencairkan

pentingnya ras, dan di sisi lain tentang kebutuhan kita untuk mengakui keberadaan kelompok

9 Barry dalam Dedi Supriadi, Konseling Lintas Budaya: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam

Bidang BK (FIP UPI, 2001), 5.

10

Clifford Geertz dalam John Mcleod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus (Jakarta: Kencana,

2010), 274.

11

Sulistyarini, Mohammad jauhar, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Prestasi Pustaka 2014), 265.

Page 5: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

14

lain, identitas yang terkait dengan kelas sosial, jenis kelamin, kemampuan / kecacatan, usia,

afiliasi keagamaan, Dan orientasi seksual.12

Dari pernyataan di atas maka dapat ditarik

sebuah dasar pemikiran bahwa budaya mampu memainkan peranan yang cukup besar

menyangkut predikat kesetaraan antar individu karena berkaitan dengan nilai-nilai dan norma

yang berlaku dalam kehidupan yang fungsinya mengatur kehidupan masyarakat sehingga

selalu selaras dan harmonis.

2.1.2 Aspek Kultur Dasar dalam Konseling Multikultural

1. Konsep Realitas

Memahami orang-orang dari budaya yang berbeda tentu memiliki ide yang berbeda

tentang realitas. Realitas yang dipahami misalnya dualistik atau holistik. Dalam budaya

Barat, yang memahami realitas bersifat dualistik yang membagi dunia dalam dua tipe entitas:

jiwa dan tubuh. Jiwa terdiri dari ide, konsep, dan pikiran. Sedangkan tubuh bersifat nyata,

dapat diamati, dan berkembang dalam ruang. Realitas dualisme berdampak pada peningkatan

pemisahan antara diri dan objek, atau diri dan yang lain. Diri dikaitkan dengan jiwa dan

dirancang di luar serta jauh dari dunia luar. Dunia luar yang dimaksud adalah dunia segala

sesuatu atau orang lain. orang-orang selain dunia Barat menganggap dunia sebagai sebuah

kesatuan.misalnya Buddhisme, Hinduisme, dan agama dunia lain yang memahami bentuk

fisik, mental, dan spiritual sebagai aspek atau sisi dari satu realitas tunggal, bukan sebagai

domain yang terpisah.13

Pemahaman seseorang terhadap realitas dapat ditemukan dalam ruang konseling.

Berbagai elemen kunci dalam konseling, kata yang digunakan oleh seseorang dalam

mengekspresikan dan mendeskripsikan masalah memberikan sudut pandang mendasar,

implisit, dan filosofis dari sebuah budaya terhadap apa yang dimiliki individu. Konsep

penyembuhan dengan menggunakan budaya tergantung pada realitas yang dualistik atau

12 Derald. W. Sue, Multicultural: Social Work Practice (Canada: Jhon Wiley & Son, 2006), 16.

13

Mcleod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus, … 277.

Page 6: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

15

holistik. Budaya dualis masyarakat Barat, membicarakan masalah yang ada saja akan

memasukkannya ke penanganan mental. budaya yang terdiri dari kesatuan jiwa, raga, dan

roh, praktek penyembuhannya akan menghadapkan seseorang kepada ketiga hal itu misalnya

meditasi, latihan, dan diet.14

2. Memahami Diri

Memahami diri menjadi seseorang sangat bervariasi dari satu budaya dengan budaya

yang lain berbeda. Diri menurut Landrine (1992),15

self adalah inner thing (sisi dalam diri

sesuatu) atau daerah pengalaman diri yang berdiri sendiri dan lengkap dari Budaya Barat,

diyakini sebagai peletak dasar, pembuat, dan pengontrol perilaku. Landrine menabrakan

konsep diri Budaya Barat dengan pengalaman diri indexical dalam Budaya non-Barat:

Selain itu dalam konsep memahami diri terdapat pendekatan individualis dan

pendekatan kolektif. Kedua pendekatan ini tentunya memiliki perbedaan. Pendekatan

individualis yang mendominasi Budaya Barat dan juga pendekatan kolektif merupakan bagian

dari Budaya tradisional. Orang dengan pendekatan kolektif senang menganggap dirinya

sebagai anggota dari keluarga, suku, atau kelompok sosial lain dan membuat keputusan

berdasarkan kebutuhan, nilai, dan prioritas jaringan sosial ini. Budaya individualis

menekankan pada perasaan bersalah, merujuk pada pengalaman batin, dan penyalahan diri.

Orang dengan budaya kolektif lebih senang berbicara mengenai rasa malu, merujuk pada

situasi dimana mereka tertangkap basa oleh orang yang berkuasa. Akan sangat sulit untuk

memahami orang lain yang ada dalam dua pendekatan yang berbeda.16

3. Konstruksi moral

Membuat pilihan moral, memutuskan yang benar dan salah adalah inti kehidupan.

Akan tetapi membuat pilihan moral ada dan dipengaruhi oleh budaya. Moralitas Barat yakin

dengan pilihan dan tanggung jawab individu dan kemauan untuk dibimbing oleh prinsip

14

Mcleod, Pengantar Konseling, … 277. 15

Landrine dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, … 277, 278.

16 Mcleod, Pengantar Konseling,… 278.

Page 7: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

16

moral yang abstrak seperti keadilan atau kejujuran. Sedangkan Budaya tradisional isu moral

sangat ditentukan oleh takdir misalnya karma. Ajaran dan prinsip moral tertanam dalam

cerita bukan diartikulasi dalam konsep abstrak. Perbedaan antara memilih (budaya Barat) dan

takdir (budaya tradisional) sangat berpengaruh dalam konseling. Nilai moral dalam budaya

individual cenderung menghadirkan nilai seperti pencapaian, otonomi, indenpenden, dan

rasionalitas. Sedangkan budaya kolektivis lebih menekankan pada nilai sosiabilitas,

pengorbanan, dan kesesuaian.17

4. Konsep waktu

Dari perspektif person (individu) dan kelompok sosial, waktu adalah salah satu

elemen tempat cara hidup dan hubungan terbentuk. Salah satu ciri masyarakat industrial

modern adalah berorientasi pada masa depan. Masa lalu dilupakan dan dihancurkan. Cerita

yang diterima oleh keluarga atau komunitas di masa lalu, bertahan ditingkat yang paling

rendah. Masa lalu diartikan sebagai warisan. Sebaliknya, masyarakat tradisional dan kolektif

didominasi oleh orientasi masa lalu. Terdapat kesinambungan antara cerita di masa lalu dan

sekarang dengan mengkhayalkan para nenek moyang hadir dan berkomunikasi dengan yang

masih hidup. Konsep maju dalam masyarakat modern sangat berperan penting sehingga

sesuatu yang berhubungan dengan praktek, gaya hidup oleh generasi sebelum dianggap

ketinggalan jaman dan using. Sedangkan Budaya tradisional, konsep maju dapat dianggap

sebagai satu ancaman. 18

Bentuk komunikasi dan penyimpangan informasi dalam berbagai pengaturan budaya

juga berpengaruh terhadap pengalaman menjalani waktu. Konstruksi waktu dalam pengaturan

budaya yang berbeda dapat menimbulkan konsekuensi praksis yang dominan maksudnya

dalam masyarakat dengan budaya ketepatan waktu, memberikan perjanjian dengan

menggunakan ketepatan waktu dan durasi adalah hal yang rasional sedangkan bagi budaya

17

Mcleod, Pengantar Konseling, … 279.

18

Mcleod, Pengantar Konseling, … 279.

Page 8: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

17

yang lain, hal ini tampak tidak rasional klien akan menemui konselor apabila mereka sudah

siap untuk tujuan konseling.

5. Nilai penting tempat

Dimensi budaya yang paling akhir adalah hubungan antara budaya dengan

lingkungan fisik. Dalam masyarakat modern sebagian besar ikatan antara orang dengan

tempat telah putus. Mobilisasi sosial dan geografis adalah hal yang umum. Masih ada

penghargaan terhadap tempat dalam budaya modern akan tetapi penghargaan itu terpisah dari

individu. Konselor akan menghadapi berbagai budaya dengan pemahaman yang berbeda juga

tentang makna tempat.19

Berdasarkan pemahamn di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya

memiliki sifat kelenturan dalam beradaptasi. Dalam memaknai kebudayan kita melihat ke

dalam konteks dimana budaya ini diterapkan dengan hal seperti ini, maka budaya bisa

ditanggapi dengan baik sebagai suatu identitas diri karena mengandung nilai-nilai yang

melekat dan menjadi pedoman kehidupan.

Menurut Pedersen Ada enam prinsip dasar konseling multikultural:

1. Budaya mengacu pada kelompok orang yang mengidentifikasi atau mengasosiasikan satu

sama lain. Dan merupakan dasar dari beberapa tujuan, kebutuhan, atau kesamaan latar

belakang yang umum.

2. Perbedaan budaya sangat nyata, dan mempengaruhi semua interaksi manusia.

3. Semua konseling bersifat lintas budaya.

4. Konseling multikultural memberi penekanan pada keragaman manusia dalam segala

bentuknya.

19

Mcleod, Pengantar Konseling, … 279.

Page 9: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

18

5. Konselor yang kompeten mengembangkan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan

Campur tangan secara efektif dalam kehidupan orang-orang dari latar belakang budaya

yang beragam.

6. Konselor yang kompeten secara kompeten adalah manusia yang terpelajar secara global.20

2.1.3 Aspek Budaya Diamati Secara Eksternal

Salah satu aspek perbedaan budaya yang dapat diamati adalah perilaku non-verbal.

Budaya dapat diamati dari sinyal non-verbal seseorang seperti sentuhan, kontak mata, gerak

tubuh, dan kedekatan. Misalnya, dalam budaya Barat tatap mata secara langsung dianggap

sebagai tanda kejujuran dan keterbukaan. Dalam budaya yang lain, tindakan itu dianggap

kasar dan intrusif.

Pola perilaku verbal merupakan perbedaan budaya yang dapat diamati. Orang dari

budaya Barat cenderung menyampaikan cerita yang berurutan, logis, dan linear. Sedangkan

orang dengan klutur yang lain cenderung menyampaikan cerita yang berputar dan tampak

tidak akan sampai pada titik tertentu. kuncinya adalah cara seseorang menyampaikannya,

berbicara, bahasa yang digunakan mengkomunikasikan budaya dan identitas mereka. 21

Karakteristik yang lain yang dapat diamati adalah pola hubungan darah. Cara yang

paling penting untuk menggambarkan perbedaan dalam ikatan darah adalah dengan bertanya,

hubungan mana yang paling penting bagi anda? Dalam budaya Barat, jawabannya sering kali

berhubungan dengan pasangan atau partner hidup. Sedangkan budaya yang lain hubungan

yang paling dekat adalah antara orang tua dan anak. Pengaruh gender dalam pembentukan

identitas sangat kuat. Identitas dan peran gender dibentuk dengan cara yang berbeda dalam

Budaya yang berbeda. Ekspresi emosi adalah salah satu sisi budaya yang sangat penting

dalam konseling. budaya yang berbeda menghasilkan beragam pemahaman terhadap emosi

20 Courtland C. Lee, Multicultural Issues in Counseling : New Approaches to Diversity (United States :

American Counseling Association, 2013), 5. 21

Mcleod, Pengantar Konseling, … 180-185.

Page 10: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

19

yang diterima dan ekspresi mana yang diizinkan dilakukan dalam depan publik. Caranya

adalah dengan mengamati dan memahami bahasa (verbal dan non-verbal) yang digunakan

dalam menyampaikan emosi dan perasaan. 22

Konsep identitas budaya mengacu pada dimensi budaya keluarga yang meliputi

identitas budaya seseorang, dan bagaimana orang lain memandangnya. faktor-faktor yang

penting identitas seseorang baik yang dirasakan oleh individu maupun bagaimana orang lain

memandangnya. Minta manusia untuk memahami identitas budaya dimulai dengan publikasi

coba untuk ditelaah oleh Cross. Cross mencoba memperluas pemikiran dengan menyertakan

prinsip-prinsip identitas budaya yaitu (a) identitas dipengaruhi oleh pengalaman positif atau

negatif dalam lingkungan sosial, Terutama bagi individu yang terpinggirkan, identitas bisa

difasilitasi, atau dikompromikan; (b) memungkinkan identitas berkembang ke tingkat fungsi

yang lebih tinggi pengalaman hidup yang menantang; dan (c) pembangunan sosial ras, dan

sejarah perbudakan, landasan identitas budaya di dalam diri seseorang dipengaruhi konteks

budaya, termasuk etnisitas, gender dan identitas gender, asumsi spiritual, usia dan tahap

kehidupan, status kemampuan dan kecacatan, keluarga, masyarakat, dan bangsa.23

Menurut

penulis, budaya mampu dikembangkan berkaitan dengan pembentukan identitas masyarakat

dalam pengertian budaya mampu dikondisikan sesuai dengan kehidupan masyarakat seiring

perkembangan zaman.dengan budaya masyarakat mampu untuk bisa mengenal masyarakat

yang laind alam membangun hubungan antar individu.

Menurut Bandura Dua tipe kontrol langsung terhadap lingkungan dapat diidentifikasi:

Primary control ( kontrol primer) dan colletive control ( kontrol kolektif).24

Jika seseorang

menerapkan kontrol langsung terhadap lingkungan, ini adalah kontrol primer. Jika orang-

orang bersama-sama secara serempak untuk mengelola lingkungannya, ini adalah kontrol

22 Mcleod, Pengantar Konseling, … 181.

17

Mcleod, Pengantar Konseling, … 181.

23

Cross dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, … 183.

24

Bandura dalam Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous,... 51.

Page 11: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

20

kolektif. Kemudian menurut Bandura ada dua tipe kontrol tidak langsung dapat diidentifikasi

yaitu secondary control (kontrol sekunder) dan proxy control (kontrol proxi).25

Efektifitas

masing-masing tipe kontrol tergantung konteks, individu, organisasi, dan budayanya. Dari

penjelasan diatas maka dapat di tarik landasan berfikir bahwa budaya memainkan fungsi

kontrol manusia dalam mengatur kehidupannya, konseling budaya memahami itu sebagai

jalan masuk untuk memahami manusia bahwa dengan budaya manusia memiliki kebiasaan

yang di satu sisi mampu beradaptasi dengan manusia lainnya dan membantu membangun

stigma yang baik tentang budaya yang lain. 26

Berkaitan dengan itu pula menurut J.D Engel

untuk memahami manusia maka konselor perlu mengetahui tentang kekompleksitas manusia

yang coba untuk dipetakan dalam 4 aspek, yaitu:

1. Aspek fisik

Aspek ini berkaitan erat dengan bagian yang tampak dari hidup kita. Aspek ini

terutama mengacu pada hubungan manusia dengan bagian luar dirinya. Dengan

aspek fisik ini manusia dapat dilihat, diraba, disentuh, dan diukur.

2. Aspek mental

Aspek ini berkaitan dengan pikiran, emosi, dan kepribadian manusia. Aspek

ini juga berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, motivasi, dan integrasi diri manusia.

Selanjutnya, aspek mental mengacu pada hubungan seseorang dengan bagian

dalam dirinya (batin, jiwa). Sesungguhnya aspek ini tidak tampak, sehingga tidak

dapat diraba, disentuh dan diukur. Aspek mental memampukan manusia

berhubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya secara utuh,

memberadakan, membuat jarak (distansi), membedakan diri, dan bahkan dengan

diri sendiri.

25 Bandura dalam Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous,... 51.

26

Bandura dalam Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous,... 51.

Page 12: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

21

3. Aspek spiritual

Aspek ini berhubungan dengan jati diri manusia. Manusia secara khusus dapat

berhubungan dengan sang pencipta sejati. Aspek ini mengacu pada hubungan

manusia dengan sesuatu yang berada jauh di luar jangkauannya. Inilah aspek

vertikal dari kehidupan manusia. Dalam hal ini manusia bergaul dengan sesuatu

yang agung, yang berada di luar dirinya dan mengatasi kehidupannya. Aspek ini

memungkinkan manusia berhubungan dengan dunia lain, misalnya dunia gaib.

4. Aspek sosial

Aspek ini berkaitan dengan keberadaan manusia yang tidak mungkin berdiri

sendiri. Manusia harus dilihat dalam hubungan dengan pihak luar secara

horizontal, yakni dunia sekelilingnya. Manusia selalu hidup dalam sebuah

interelasi dan interaksi yang berkesinambungan. Manusia tidak dapat tumbuh tanpa

relasi dan interaksi. Aspek ini memampukan manusia tidak hanya berelasi dan

berinteraksi dengan sesama manusia, melainkan juga dengan mahluk ciptaan lain:

udara, air, tanah, tumbuhan, binatang, dan sebagainya. 27

Manusia pada dasarnya merupakan mahluk sosial yang ingin menjalin relasi dengan

orang lain. Dalam membangun hubungan tersebut, komunikasi sangat diperlukan dalam

membangun hubungan yang harmonis. komunikasi tercipta secara emosional dan akal sehat

yang memberi kemungkinan bagi manusia untuk menikmati hubungan batin dengan orang

lain. Komunikasi memainkan peran yang penting dalam hubungan kerja manusia. Orang

akan terhubung satu sama lain kalau komunikasinya bisa berjalan dengan efektif. Dari hal ini

dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi memainkan peran penting dalam membangun

27 J.D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 25.

Page 13: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

22

kehidupan masyarakat yang kolektif dalam hubungannya dengan pemberian bantuan terhadap

orang lain. 28

2.1.4 Tujuan Konseling Multikultural

Istilah konseling dari bahasa Inggris to counsel secara harafiah berarti memberi

arahan atau nasihat. Orang yang melakukan konseling di sebut konselor. Oleh karena itu,

konseling adalah proses pertolongan antara seorang penolong( konselor) dan yang di tolong

(konseli) dengan maksud uintuk meringankan penderitaan klien.29

Dalam membangun suatu

hubungan konseling membutuhkan empati dasar. Kata empati berasal dari bahasa Yunani

yakni em dan pathos yang berarti perasaan yang mendalam untuk memahami dunia orang

lain. Seseorang harus memasuki dunia perasaan orang lain tanpa harus meninggalkan

perasaannya. Dalam hal ini seseorang harus masuk ke dalam perasaan orang lain untuk

memberikan penilaian dan memahaminya dalam persepsi orang tersebut. Empati

memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, memahami, dan merasakan orang lain

dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka.30

Empati adalah konstruksi yang sering

jumpai dalam persiapan Sebagai seorang konselor. Kemampuan untuk berempati bergantung

pada kemampuan seseorang untuk masuk dalam prespektif orang lain Dalam konteks

perbedaan budaya, sangat penting bahwa kita memiliki kesadaran diri terhadap budaya

sendiri serta kesadaran akan bagaimana budaya klien kita mungkin berbeda. Hal yang

penting adalah jangan berasumsi bahwa orang lain akan berpikir, bertindak, atau merasa

seperti yang kita lakukan.31

Sejalan dengan kehidupan berdasarkan empati, Vontress

mengidentifikasi setidaknya lima kondisi atau rangkaian pengalaman bersama yang

berkontribusi terhadap empati. Pertama, sebagai anggota masyarakat yang sama, manusia

ditempatkan dalam sistem biologis yang rapuh yang secara universal tidak berubah. Oleh

28 Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral, … 25.

29

J.D. Engel Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 67.

30

J. D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2016), 49-60.

31 Kathryn Maccluskie, Acquiring Counseling Skill: Integrating Theory, Multiculturalism, and Self-

Awarenes, ( New Jersey: Pearson Education, 2010), 37

Page 14: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

23

karena itu, untuk dapat terus bertahan kita berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi,

untuk mempertahankan dan mengabadikannya dalam kehidupan perasaan bagaimana rasanya

mencintai, menjadi tempat berlindung, merasa terancam, atau mengalami kesedihan. Kedua,

orang yang tinggal di wilayah geografis yang sama memahami bagaimana rasanya menghuni

daerah-daerah yang ada di dunia ini. Ketiga, setiap masyarakat yang mendiami suatu

lingkungan tertentu beradaptasi dengan peraturan, nilai, dan sikap yang meluas. Mereka juga

mengerti dan berempati dengan sukacita dan kesusahan dari kelompok masyarakat yang lain.

Keempat, di negara-negara besar, orang menyesuaikan diri dengan spesifik wilayah tempat

mereka tinggal. Mereka sering secara naluriah mengerti dan merasakan apa yang orang lain

rasakan dari daerah yang sama. Kelima, anggota komunitas ras dan etnis biasanya berbagi

ikatan yang dimiliki orang di luar. Komunitas mereka tentu tidak mengerti dengan kebudyaan

yang lain, tapi dengan berempati dengan mudah orang –orang dapat mengidentifikasi “ dari

mana asalnya.32

Berkaitan dengan pemahaman tersebut, menurut Cavanagh konseling harus bisa

menjadi pemahaman baru yang memberi kesempatan bagi masyarakat untuk melihat diri dan

hidup secara berbeda, mengalami dan mengekspresikan perasaan yang berbeda, serta perilaku

dan cara baru bagi mereka.33

Tiga kunci yang ditawarkan Cavanagh34

mengenai konseling

dapat memberi pengalaman baru dalam hubungannya dengan konseling yaitu:

a) Mengenai konflik Internal

Konseling membantu setiap individu menyadari bahwa sebagian besar masalah

mereka berasal dari konflik internal yang belum terpecahkan bukan dari situasi

eksternal. Sumber dari sebagain besar masalah yang membawa orang ke dalam proses

32 Vontress dalam Paul B. Pedersen, Hugh C. Crethar, Jon Carlson, Cultural Empathy : Making

Relationships Central in Counseling and Psychotherapy (United States: American Psychological Association),

44.

33

Cavanagh dalam J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, … 25.

34

Cavanagh dalam J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, … 26-27.

Page 15: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

24

konseling adalah dalam pemahaman tentang dirinya bukan dari luar diri mereka.

Langkah awal yang harus dilakukan konselor adalah membantu konseling menyadari

bahwa permasalahan ada pada diri mereka secara pribadi dan bukan pada orang lain

dalam lingkungan hidupnya.

b) Menghadapi Kenyataan

Konseling adalah kesempatan untuk menangani realitas secara lebih efektif. Konseli

yang masuk dalam proses konseling tidak hanya bersembunyi dari realitas dan

memanipulasi realitas untuk mengurangi kecemasan tetapi mereka seringkali bisa

membutuhkan dukungan orang lain untuk membantu mereka menghadapi kenyataan.

c) Mengembang Tilikan

Konseling adalah pengalaman mengundang orang untuk menemukan siapa dirinya.

Ketika dia tahu siapa dirinya, ia menyadari kebutuhan khusus, nilai-nilai, sikap, motif,

kekuatan dan kelemahan mereka. Orang tidak seharusnya tahu tentang dirinya, tetapi

juga dapat berhubungan dengan orang lain.

Dalam membangun suatu hubungan konseling membutuhkan empati dasar. Kata

empati berasal dari bahasa Yunani yakni em dan pathos yang berarti perasaan yang

mendalam untuk memahami dunia orang lain. Seseorang harus memasuki dunia perasaan

orang lain tanpa harus meninggalkan perasaannya. Dalam hal ini seseorang harus masuk ke

dalam perasaan orang lain untuk memberikan penilaian dan memahaminya dalam persepsi

orang tersebut. Empati memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, memahami, dan

merasakan orang lain dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka.35

Dalam membangun suatu hubungan konseling membutuhkan empati dasar. Kata

empati berasal dari bahasa Yunani yakni em dan pathos yang berarti perasaan yang

mendalam untuk memahami dunia orang lain. Seseorang harus memasuki dunia perasaan

35 Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, … 49-60.

Page 16: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

25

orang lain tanpa harus meninggalkan perasaannya. Dalam hal ini seseorang harus masuk ke

dalam perasaan orang lain untuk memberikan penilaian dan memahaminya dalam persepsi

orang tersebut. Empati memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, memahami, dan

merasakan orang lain dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka.36

Hal itu juga yang dipahami Kluckhon dan Murray. Di dalam memahami manusia,

tidak hanya dipahami dalam konteks ras atau budayanya saja tapi juga dari berbagai aspek

geografis, sejarah bahkan aspek sosial perlu ditelaah dengan baik. Keseimbangan prespektif

tersebut, pada akhirnya bermuara pada prinsip dasar tentang adanya kesamaan dan perbedaan

antar individu yang digambarkan Kluckhon dan Murray dengan tiga bentuk yaitu a). like all

other persons; menunjuk pada apa yang menjadi nilai keuniversalan manusia. b). like some

other persons; menunjuk pada apa yang dimiliki oleh sebagian manusia atau budaya tapi

tidak dimiliki manusia lain. c).like no other persons; menunjuk pada ciri-ciri yang unik pada

setiap individu yang tidak dimiliki orang lain.37

Agar konseling dapat berjalan efektif dan optimal, budaya harus didefinisikan secara

luas dan kompetensi bahasa harus termasuk faktor lain diluar etnisitas yang mempengaruhi

rasa identitas budaya seseorang. Kompetensi tambahan mungkin diperlukan saat bekerja

dengan kelompok budaya tertentu, dan sarana untuk mengintegrasikan kompetensi ini ke

dalam kerangka keseluruhan sangat penting. Ini kemudian menjadi tanggung jawab konselor

untuk menilai arti penting dari berbagai potensi budaya dan faktor identitas pribadi terhadap

keprihatinan klien.38

Tujuan konseling yang dijelaskan Mcleod antara lain: 39

a) Pemahaman. Mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk memilih kontrol rasional

dari pada perasaan dan tindakan.

36 Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, … 49-60.

37 Dedi Supriadi, Konseling Lintas Budaya,… 16.

38

Sandra Colins & Nancy Arthur, “Culture-Infused Counselling: A Fresh Look at a Classic Framework

of Multicultural Counseling Competencies,” Counseling Psychology Quarterly 23, no 2. 206

39

Mcleod, Pengantar Konseling, … 13,14.

Page 17: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

26

b) Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan

mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain.

c) Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini

ditahan dan ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenan dengan

bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.

d) Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri yang ditandai dengan

kemapuan menjelaskan pengalaman yang menjadi kritik diri dan penolakan.

e) Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi diri atau

penerimaan integrasi diri yang sebelumnya saling bertentangan.

f) Pencerahan. Membantu klien mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

g) Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tak bisa dipecahkan

oleh klien seorang diri.

h) Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk

memahami dan mengontrol tingkah laku.

i) Memiliki ketrampilan sosial. Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan

interpersonal. Seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif

atau pengendalian kemarahan.

j) Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau

pemikiran yang tidak dapat diadaptasi.

k) Perubahan tingkah laku. Meodifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang merusak.

l) Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial.

m) Penguatan. Berkaitan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan

membuat klien mengontrol kehidupannya.

n) Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.

Page 18: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

27

o) Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasi dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas

untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan mengkontribusi kebaikan

bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.

Sue menyikapi bahwa sikap atau keyakinan dinyatakan sebagai penyejuk sosial yang

diperlukan dalam pemeriksaan diri dari sikap dan perasaan yang terkait dengan perbedaan

budaya. Oleh karena itu pentingnya sikap atau keyakinan tidak bisa diremehkan dan hal ini

sangat relevan dalam mempertimbangkan dinamika hubungan konselor dan klien ketika

bekerja diseluruh aspek budaya. Ini juga dapat membantu konselor sadar akan diri sendiri dan

memeriksa sikap budaya orang lain. Keyakinan adalah atribut penting dalam

mengembangkan kompetensi budaya dan meningkatkan efektivitas konselor terhadap

keberagaman budaya klien.40

Berbicara mengenai nilai-nilai sama dengan berbicara tentang

dimensi spiritual yang dilakukan oleh manusia. Menurut Krauss, spiritual dilihat sebagai

energi yang menggerakan, energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas,

dan bergerak termasuk pikiran, perasaan, tindakan dan karakter kita pada tataran

konseptual.41

Menurut penulis ketika manusia mengadopsi nilai-nilai budaya, secara tidak

langsung dia sudah membentuk spiritualitas dalam dirinya berkaitan tentang pencarian jati

dirinya.

Menurut Thompson, kepribadian dan pengembangan identitas yang dipahami dengan

baik dari aspek kognitif, afektif, pengembangan moral, dan adaptasi dimaksudkan untuk

memberi informasi kesehatan mental. Konselor mengandalkan teori perilaku pengembangan

manusia untuk membimbing mereka dalam memfasilitasi kesehatan psikologis mereka. Klien

dengan "kesehatan psikologis" beragam didefinisikan sebagai penghapusan yang tidak

diinginkan, promosi aktualisasi diri, peningkatan Spiritualitas, dan sebagainya. Hal ini terkait

40 Sue, D. W and Sue, D. Counseling The Culturally Diverse: Theory and Practice (New York: John

Wiley, 2013).

41 Krauss dalam J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, … 11.

Page 19: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

28

erat dengan budaya, yaitu, norma, peraturan, peran, dan pandangan dunia yang diadopsi

masyarakat untuk memahami dan berfungsi dalam hubungannya di dunia ini.42

2.1.5 Kompetensi dan peran Konselor dalam Konseling Multikultural

Sebagai seorang konselor, perlu ada kualitas yang harus dipenuhi dalam proses konseling.

Patterson43

menyebutkan lima kualitas dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor

konselor yaitu :

1. Respect. Menghargai klien merupakan hal yang paling penting bagi konselor. Hal ini

termasuk memiliki kepercayaan kepada klien dan memiliki asumsi bahwa klien memiliki

kemampuan untuk mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri (termasuk selama proses

konseling berlangsung), klien memilki kemampuan untuk menentukan pilihan dan

memutuskan dan memecahkan masalah.

2. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata. Konselor perlu untuk

memiliki kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah sosok yang nyata.

Selain itu konselor harus sesuai dengan diri sesungguhnya (kongruensi) ini berarti bahwa

konselor betul-betul menjadi dirinya tanpa kepalsuan.

3. Emphathic understanding. Pemahaman yang empati lebih dari sekedar pengetahuan

tentang klien. Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia dan budaya klien secara

mendalam. Patterson mengemukakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati pada

budaya secara konsisten dalam hal-hal yang memiliki makna merupakan variabel penting

untuk melibatkan klien.

4. Communication of empathic, respect and genuiness to the client. Kondisi ini penting

untuk di persepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi tersebut akan mengalami

42 Thompson dalam Robert.T Carter, Handbook of Racial-Cultural Pshycology and Counseling,

taining and Practice (New Jersey: Jhon Wiley & Son, 2005), 221. 43 Patterson, CH, “Do We Need Multicultural Counseling Competencies?”, Mental Health Counseling

26, no 1 (2004), 67-73.

Page 20: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

29

kesulitan jika klien berbeda dengan konselor baik dari budaya, ras, sosial ekonomi, umur, dan

jender. Oleh karena itu penting bagi konselor untuk memahami perbedaan tersebut. Sue

(Patterson) menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara verbal

maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling.

5. Structuring. Salah satu elemen penting yang terkadang disadari oleh konselor adalah

struktur atau susunan dalam proses konseling. Vontress (Patterson) menyebutkan bahwa

hubungan dengan seorang professional yang menempatkan tanggung jawab utama kepada

individu untuk memecahkan masalahnya sangat sedikit. Pekerjaan konselor dalam proses

konseling sebaiknya menyatakan bahwa apa, bagaimana dan mengapa dia bermaksud

melakukan konseling.

Berdasarkan 5 kompetensi yang dipunyai konselor, Menurut penulis, seorang konselor

perlu untuk melihat konseling Multikultural sebagai hubungan yang tidak hanya bersifat

sementara tetapi sebagai hubungan yang memiliki dampak jangka panjang karena berkaitan

dengan bentuk pemecahan masalah sehingga proses konseling bagi seorang konselor

merupakan tanggung jawab dalam memaknai perbedaan antar individu dalam memaknai nilai

dalam kehidupannya.

Selain itu, Atkinson dkk. (1998) Mengidentifikasi ada enam peran tambahan bagi

konselor selain peran konseling konvensional atau konseling budaya yaitu :

a) Sebagai advokat (mewakili kepentingan klien atau kelompok, berbicara atas

nama mereka),

b) Sebagai agen perubahan (mengubah lingkungan sosial yang mungkin

menindas),

c) Sebagai konsultan (menyangkut masalah relasi),

d) Sebagai penasihat (memberi nasehat dan saran),

Page 21: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

30

e) Sebagai fasilitator sistem pendukung masyarakat adat (merujuk klien atau

bekerja dengan layanan dukungan masyarakat: gereja etnis, organisasi

pelayanan,), dan

f) Sebagai fasilitator dalam hal metode penyembuhan pribumi (metode khusus

budaya dan proses penyembuhan).44

Menurut penulis, konseling akan berhasil apabila konselor mampu untuk

melepaskan diri dalam hubungannnya dengan proses memahami diri baru setelah itu konselor

bisa memahami diri klien. Disini konselor bisa untuk menyesuaikan diri dengan budaya yang

di punyai klien.

2.2 Konseling Social Justice

Ratts et al. mengklasifikasikan konseling social justice sebagai kekuatan kelima

setelah multikultural dalam paradigma Konseling yang dianggap sebagai bentuk revolusioner

dari pendekatan konseling. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kondisi

lingkungan mempengaruhi perkembangan manusia.45

Menurut American Association of

Counseling ( ACA) Konseling social justice merupakan pendekatan konseling multifaset di

mana para praktisi berusaha untuk secara bersamaan mempromosikan pembangunan manusia

dan kebaikan bersama dengan mengatasi tantangan yang berkaitan dengan keadilan individu

Konseling keadilan sosial mencakup pemberdayaan individu serta menentang ketidakadilan

dan ketidaksetaraan di masyarakat karena berdampak pada klien dan juga masalah dalam

konteks sistemik mereka. Pekerjaan ini dilakukan dengan fokus pada kebutuhan budaya,

kontekstual, dan individual yang dilayani.46

.

44 Attkinson dalam Robert.T Carter, Handbook of Racial-Cultural Pshycology and Counseling,

Training and Practice (New Jersey: Jhon Wiley & Son, 2005), 13.

45

Ratts, Counseling for Multiculturalism and Social Justice, … 28.

46

https://counseling-csj.org/ di unduh pada tanggal 26 Mei 2017 pada pukul 08.00 WIB.

Page 22: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

31

Tujuan social justice adalah memberdayakan semua individu, terlepas dari latar

belakang mereka Sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan

untuk mencapai potensi penuh mereka. Konselor social justice menyadari bahwa masalah

klien dapat dikaitkan dengan struktur yang menindas. Dengan demikian, baik konselor

maupun klien secara aktif terlibat dalam proses mengeksplorasi dan mendapatkan

pengetahuan tentang bagaimana struktur sosial mempengaruhi perkembangan klien. Proses

ini menyebabkan konselor dan klien mempertimbangkan apakah intervensi harus dipusatkan

Pada perubahan individu atau perubahan tingkat sistem.47

Berdasarkan pemahaman di atas,

menurut penulis, konseling social justice sebagai bentuk pembaharuan dalam konseling

dalam kerangka membantu individu menyelesaikan masalah terkait dengan ketidakadilan

sosial yang terjadi di dalam lingkungan kehidupannya sebagai komunitas.

2.2.1 Identitas Budaya dan Social Justice

Keadilan sosial berkaitan dengan gagasan tentang masyarakat adil. Keadilan sosial

adalah gagasan untuk menantang ketidakadilan dan menghargai kemanusiaan. Marsella

mendefinisikan keadilan sosial sebagai "konteks sosial, terutama dalam masyarakat dan

kondisi budaya yang mungkin membatasi atau menghilangkan kemungkinan adanya keadilan

kolektif.48

Ada 2 hal yang menjadi dasar analisis keadilan sosial yaitu :

a) Perhatian untuk memahami kekuatan sosial dan institusi yang mendukung

ketidakadilan dalam sistem sosial dan juga perilaku interpersonal, sikap individu,

atau keyakinan yang mencerm inkan hubungan sosial yang tidak setara;

47 Ratts, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,… 28.

48 Marsella dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling

(United State of America: Springer, 2016), 99.

Page 23: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

32

b) Pengakuan terhadap keterkaitan antar fenomena dan latar belakang manusia

termasuk sejarah, politik, budaya, ekonomi, hukum, dll.49

Keadilan sosial berfokus pada tiga hal: Hak, Manfaat, dan Kebutuhan. Hak berfokus

pada apa yang dipercaya bahwa masyarakat sebagai satu komunitas harus menyediakannya

sebagai bagian dari menjadi anggota di dalam masyarakat tersebut. Manfaat berfokus pada

bagaimana masyarakat memantau siapa yang harus menerima hak tersebut. Kebutuhan adalah

basis atau kriteria yang digunakan untuk mendistribusikan sumber daya berdasarkan hak

yang dimiliki individu.50

Berdasarkan pemahaman di atas keadilan sosial selain sebagai bentuk perlawananan

terhadap ketidakadilan juga sebagai bagian bagaimana masyarakat memperoleh hak dalam

upaya mendapatkan kesetaraan dalam hubungan sebagai sebuah komunitas masyarakat yang

memiliki manfaat dalam kehidupannya.

Menurut Ibrahim, sudut pandang perlu dipahami dalam identitas budaya klien, untuk

mengerti variabel perantara yang telah menciptakan prespektif terkait dengan identitas

seseorang berkaitan dengan pengambilan keputusan terkait nilai agar lebih bermakna. Konsep

sudut pandang ini dikonseptualisasikan dari prespektif keyakinan, nilai, dan asumsi yang

berasal dari konteks budaya dan didasarkan pada model nilai eksistensial. 51

Pengembangan

identitas sosial bersifat dinamis, dalam setiap tahap perkembangan, karakteristik dan kualitas

dibagi antara individu dalam kelompok sosial tertentu. Setiap tahap perkembangan identitas

merupakan hasil refleksi bagaimana individu melihat diri mereka dalam kaitannya dengan

dunia mereka dan juga dari pengalaman di luar dunia mereka.52

49 Llewellyn J. Cornelius dan Donna Harrington, A Social Justice Approach to Survey Design and

Analysis (New York: Oxford University, 2014), 7.

50

Cornelius, A Social Justice Approach to Survey…. 8.

51

Ibrahim, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 54.

52

Ratts, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,… 61.

Page 24: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

33

Identitas manusia menurut Sue, ada pada tiga dimensi: yaitu individu, kelompok, dan

universal. Dimensi individual dari identitas mengacu pada karateristik unik masing-masing

orang, seperti kepribadian, nilai, dan sistem kepercayaan. Karakteristik dan atribut ini

membedakan orang pada tingkat individu dan membuat kita masing-masing unik. Dimensi

identitas kelompok mengacu pada pengalaman bersama yang dimiliki orang sebagai akibat

dari menjadi anggota kelompok sosial. Sebagai manusia, kita semua adalah anggota ras, jenis

kelamain, orientasi seksual, religious dan kemampuan kelompok sosial. Sebagai anggota

kelompok, kita berbagi hal-hal tertentu, seperti bahasa atau identitas kelompok, yang

membentuk pengalaman kehidupan. Dimensi identitas universal mengacu pada aspek

universal manusia. Manusia membutuhkan makanan, tempat tinggal, air, dan keamanan untuk

bertahan hidup terlepas dari latar belakang budaya.53

Orang sering berfokus pada dimensi

identitas individual dan universal lebih daripada dimensi identitas kelompok. Namun,

dimensi identitas kelompok sama pentingnya karena mereka menggambarkan pengalaman

bersama yang dimiliki individu sebagai anggota kelompok sosial.54

Berdasarkan pemahaman di atas, dimensi identitas manusia merupakan bagian

bagaimana seorang individu menempatkan dirinya sebagai bagian dalam komunitas

masyarakat. Bagaimana individu dapat beradaptasi ketika membangun hubungan dengan

keragaman budaya yang ada sebagai bentuk pengalaman bersama dalam kehidupan yang

harmonis.

53 Sue dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,

… 37.

54

Sue dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social

Justice,… 37.

Page 25: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

34

2.2.2 Model dan Proses Akulturasi Dalam Social Justice

Sebagai masyarakat kolektif, setiap individu dalam masyarakat terhubung dengan

budaya sebagai bentuk identitas. Bagi keadilan sosial, budaya merupakan merupakan salah

satu bagian rentan dalam masalah ketidakadilan. Berbicara tentang identitas budaya, menurut

Berry, identitas budaya digunakan sebagai kerangka teoritis untuk memahami akulturasi.

Pemikiran saat ini menekankan bahwa akulturasi bukanlah proses perubahan dalam

pengertian melepaskan budaya asal dan berasimilasi ke dalam budaya baru tapi lebih kepada

proses adaptasi ke budaya yang baru tanpa kehilangan budaya asli.55

Berry mengidentifikasi

ada enam dimensi fungsi psikologi yang dipengaruhi akulturasi yaitu: a) Bahasa, b) kognitif,

c)kepribadian, d) identitas, e) sikap, dan f) penekanan akulturatif. Fungsi ini dipengaruhi

tingkat dan waktu yang berbeda, semua perubahan tidak terjadi secara bersamaan.56

Dari

pemahaman di atas, identitas budaya merupakan cara individu memahami bahwa akulturasi

bukanlah sebuah proses perubahan dengan cara menghilangkan satu bagian budaya, tapi

bagaimana individu memahami bahwa akulturasi merupakan proses pengadaptasian budaya-

budaya yang ada tanpa kehilangan identitas budaya asli.

Menurut Phinney, faktor penting dalam pengembangan identitas imigran adalah usia

imigrasi. Awalnya diasumsikan bahwa pola pikir dan pola pengembangan kepribadian

masyarakat imigran akan tercampur dalam budaya tuan rumah.57

Schwartz dkk.

mengidentifikasi beberapa tantangan yang dihadapi oleh imigran, yang Dapat menghalangi

proses pengembangan identitas dan adaptasi imigran positif budaya tuan rumah, tantangan ini

meliputi: (a) kerugian sosial ekonomi. Ini mengacu pada fakta, bahwa imigran biasanya

menempati sosioekonomi rendah Tingkat daripada budaya tuan rumah, ini menurunkan

kemampuan imigran untuk berinteraksi Dengan budaya dominan, atau untuk mengakses

55 Berry dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 124.

56 Berry dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 79.

57

Phinney dalam dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,

… 126.

Page 26: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

35

peluang, bisa menimbulkan beberapa hal negatif (b) perbedaan orientasi budaya antara

Imigran dan masyarakat penerima.58

Tapi kemudian Barry melakukan penelitian menunjukan bahwa ada dua dimensi

otonom yang mendasari proses akulturasi: hubungan individu ke budaya asal mereka dan

masyarakat tempat dimana mereka masuk. Hubungan ini terwujud dalam beberapa cara,

misalnya preferensi untuk keterlibatan dalam dua budaya dan perilaku yang mereka ikuti,

misalnya bahasa, pengetahuan dan perilaku.59

Penelitian mengidentifikasi ada perbedaan

antara adaptasi psikologis dan sosikultural. Adaptasi psikologis mengacu pada hasil

psikologis internal, yaitu rasa identitas pribadi dan budaya, kesehatan mental dan pencapaian

kepuasan pribadi dalam hidup dan bekerja dalam konteks budaya yang baru; sedangkan

adaptasi sosiokultural mengacu pada hasil psikologis eksternal yang menghubungkan

individu dengan kehidupan yang baru, termasuk kemampuan mereka menghadapi masalah

sehari-hari.60

Menurut Ibrahim, Kunci untuk memahami banyak identitas dalam masyarakat

yang beragam secara budaya adalah dengan memahami tingkat akulturasi klien terhadap

budaya mainstream, seiring dengan identitas budaya, identitas etnis, dan worldview.61

Berdasarkan pemahaman di atas, dalam pengembangan identitas diri masyarakat imigran, ada

proses akulturasi yang terjadi sebagai bagian bagaimana mereka beradaptasi dengan

lingkungan yang baru dari faktor internal maupun eksternal individu dalam lingkungan

budaya tempat mereka berada.

58 Schwartz dkk. Dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,

… 136.

59

Berry dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 126.

60

Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 126.

61

Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 79.

Page 27: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

36

Menurut Adam et.al, asumsi kunci dalam memahami identitas sosial ada 5 yaitu:

a) Individu dari semua kelompok sosial dipengaruhi oleh berbagai macam penindasan dan

mungkin merespon situasi secara berbeda tergantung pada tingkat kesadaran dan

wordview.

b) Manifestasi identitas sosial merespon dengan cara berbeda terhadap interpersonal,

kelompok, maupun konteks sosial dan mempengaruhi perkembangan psikososial dan

kognitif.

c) Teori pengembangan identitas sosial menyediakan cara melacak kemajuan seseorang

dari dominasi internal terhadap identitas sosial yang terbebaskan.

d) Interaksi interpersonal dalam kelompok serta antar kelompok yang terpengaruh oleh

perbedaan perkembangan dan berbagai tingkat kesadaran sadar akan penindasan.

e) Istilah perkembangan seperti tahap, fase, atau pandangan dunia menyediakan metafora

yang mudah digunakan untuk membedakan tingkat kesadaran atau pengalaman

identitas.62

Berdasarkan pemahaman di atas ada 5 kunci dalam memahami identitas sosial yaitu

bentuk bagaimana kelompok-kelompok saling merespon dan berinteraksi tentang isu

penindasan sebagai bagian individu melakukan penilaian akan dirinya dan dalam komunitas

kelompok yang beragam.

Identitas etnis dan identitas pribadi memiliki proses yang beragam. Smith dan Silva

mengidentifikasikan tahapan-tahapan identitas etnis sebagai proses integrasi seumur hidup

dalam konteks batas-batas struktur mayoritas/ minoritas. Bagi imigran, batasnya bisa terlalu

banyak mengingat status minoritas menciptakan pikiran dan perilaku yang tidak dapat

62 Adam dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,

… 61.

Page 28: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

37

diterima atau tidak sesuai dengan konsep diri seseorang.63

Dalam menilai tingkat akulturasi,

menurut Green at.al, ada 2 pendekatan yaitu pendekatan Individualisme dan koletivisme,

dengan membandingkan sikap akulturasi klien terhadap budaya secara menyeluruh.

Individualisme dikaitkan dengan karakteristik berikut; kemandirian, otonomi, prestasi dan

persaingan. Sedangkan kolektivisme dikaitkan dengan perasaan, saling ketergantungan dan

harmonis.64

Dalam hal ini proses adaptasi menjadi bagian penting dalam akulturasi. Menurut

Berry at.al, adaptasi sosiokultural mengacu pada seberapa baik individu mengelola

kehidupannya sehari-hari dalam konteks budaya baru. Ada 4 model akulturasi yang

ditawarkan Berry at.al yaitu integrasi, pemisahan, marginalisasi, dan asimilasi. Asimilasi

adalah bagian dimana ada sedikit minat dalam pemeliharaan budaya asli dikombinasikan

dengan preferensi untuk berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas. Pemisahan terjadi

saat pemeliharaan budaya menjadi prioritas utama, sekaligus menghindari keterlibatan

dengan budaya tuan rumah. Marginalisasi ada saat tidak ada pemeliharaan budaya atau

interaksi dengan budaya tuan rumah. Integrasi hadir saat pemeliharaan dan keterlibatan

budaya dengan masyarakat yaang lebih besar sama-sama merupakan prioritas.65

Dari

pemahaman tersebut maka akulturasi merupakan bentuk pilihan bagi masyarakat dalam hal

ini minoritas bentuk perpaduan antara pemeliharaan budaya dan adaptasi dengan budaya baru

dalam hal ini budaya mayoritas.

63 Smith dan Silva dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,

… 126.

64 Green dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 88.

65

Berry dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 128.

65

Ibrahim, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 109.

Page 29: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

38

2.2.3 Aplikasi Konseling Social Justice

Konseling keadilan sosial menggabungkan responsivitas budaya dan pemahaman

kekuatan budaya klien, dan berfokus pada mengembangkan kekuatan, pemberdayaan dan

advokasi. Untuk memasukan asumsi yang disebutkan maka diusulkan beberapa strategi dasar

yang mendasari keadilan sosial yaitu :

a. Identifikasi kekuatan dan sumber daya yang dimiliki klien

b. Pengakuan terhadap tantangan budaya, sosial, dan pribadi klien

c. Mengklarifikasi fase pengembangan identitas. Hal ini berkaitan dengan jenis kelamin,

budaya, orientasi seksual, dan

d. Penggabungan informasi penilaian budaya tentang identitas, worldview, dan akulturasi.66

Dalam menghadapi klien, konselor keadilan sosial memakai penilaian budaya

(cultural assessments) dalam kenyataan ( personal, interpersonal, dan isu-isu sosiopolitik)

telah ditemui, sehingga hasil dalam konseling akan relevan dan bermakna. Oleh karena itu

seorang konselor harus memiliki kemampuan:

a. Menjadi otentik

b. Berhubungan dengan klien memakai empati

c. Membangun hubungan timbal balik, dan terlibat dalam konstruksi makna

d. Untuk mendekati klien dari prespektif “ tidak tahu”

e. Memahami dinamika hubungan diadik, seperti pertemuan saling mendukung, dimana

hubungan itu adalah kunci kesuksesan.

f. Terlibat dalam penetapan tujuan kolaboratif

g. Mengevaluasi keefektifan intervensi

h. Untuk dapat mengenali batas pengetahuan dan keterampilan sendiri berkaitan dengan

respon budaya, hak istimewa dan masalah penindasan.67

Page 30: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

39

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dilihat bahwa konselor keadilan sosial

memakai penilaian budaya dalam konseling untuk bisa melihat dan mengenali kemampuan

dalam diri konselor ketika behadapan dengan klien terkait dengan isu penindasan dalam

proses intervensi bagi klien dalam bentuk pemikiran kritis dan reflektif untuk memahami

kepentingan individu dalam proses sosialisasi dalam sebuah komunitas masyarakat.

Berkaitan dengan proses intervensi, Bemak dan Chung memberikan lima tingkat

intervensi yang komperhensif yaitu:

Tingkat 1 : Pendidikan kesehatan mental untuk membantu klien dalam memahami

proses konseling dan apa yang diharapkan dalam konseling

Tingkat 2 : Intervensi konseling individu, kelompok dan keluarga

Tingkat 3 : Pemberdayaan budaya, dalam hal ini memberikan bantuan dan dukungan

kepada klien imigran dan keluarga, untuk menguasai budaya baru,

termasuk didalamnya informasi tentang budaya tuan rumah.

Tingkat 4 : Integrasi budaya.

Tingkat 5 : masalah keadilan sosial dan hak asasi manusia ini termasuk penekanan

pada promosi perlakuan adil dan setara.68

Berdasarkan pemahaman ini maka dalam mengintervensi klien dalam konseling social

justice, di dalamnya tidak hanya bersifat sebagai pertolongan terhadap klien berkaitan dengan

ketidakadilan tapi juga bagaimana menghormati budaya klien, dan menawarkan

pemberdayaan budaya artinya konseling sebagai bentuk responsif terhadap budaya yang

dimiliki individu.

Untuk membantu konselor yang melakukan intervensi individu dan kelompok

memahami keadilan sosial, berarti mengembangkan pemikirin kritis dan refleksi untuk

67 Ibrahim, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 112.

68

Bemak dan Chung dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice

Counseling, … 136.

Page 31: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

40

memahami kepentingan mereka sendiri dalam hubungan yang tidak setara dan implikasinya,

untuk mengenali mekanisme penindasan, dan untuk mengembangkan ketrampilan dan

keberanian untuk menantang hirarki ini. Konselor di dororng untuk memahami dan

memeriksa identitas budaya, nilai, worldview, proses sosialisasi, hak, sejarah, emosional dan

psikologi, tahap kehidupan, dan kekuatan serta tantangan yang terkait Untuk semua variabel

ini, untuk memastikan bahwa mereka menyadari kekuatan yang mereka gunakan sebagai

bantuan professional. Dengan pengakuan ini, mereka bisa memberi suara yang etis secara

kultural, Responsif, dan berorientasi keadilan sosial kepada klien.69

2.3 Rangkuman

Berdasarkan teori-teori yang telah diungkapkan di atas, maka dapat di tarik kesimpulan

yaitu:

a) Konseling merupakan suatu cara pemberian bantuan secara mendalam dari konselor

kepada klien terkait permasalahan yang di hadapi klien

b) Dalam proses konseling, sangat dibutuhkan rasa empati dalam diri konselor yang

dapat menolong klien dalam hal membantu klien memberdayakan dirinya dalam

menemukan cara-cara yang logis dalam mengatasi permasalahannya sendiri.

c) Konseling multikultural merupakan salah satu kekuatan paradigma konseling yang

menekankan pada kepekaan terkait permasalahan keragaman budaya

d) Konseling social justice merupakan bentuk konseling yang menekankan pada bentuk

pemberdayaan manusia berkaitan dengan ketidakadilan dalam komunitas masyarakat

e) Dalam memahami proses akulturasi dalam social justice, ada 2 pendekatan yaitu

pendekatan individualisme dan kolektivisme, dan ada 4 model yang ditawarkan

69 Ibrahim, Cultural and Sosial Justice Counseling, … 112.

Page 32: 21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling

41

akulturasi berkaitan dengan masyarakat mayoritas dan minoritas terkait perbedaan

budaya yaitu integrasi, pemisahan, marginalisasi, dan asimilasi.