Upload
roro-ernia
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 1/13
Transesterifikasi dengan Co-solvent Sebagai Salah Satu Alternatif
Peningkatan Yield Metil Ester pada Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil
(CPO)
Ahmad Baidawi, Iqbal Latif dan Orchidea Rachmaniah
Laboratorium Biomassa dan Energi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Kampus ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya – 60111.
Telp. (031) 5946240; Fax. (031) 5999282; Email: [email protected],
[email protected], dan [email protected]
AbstrakPengembangan teknologi pembuatan biodiesel perlu ditingkatkan khususnya dalampeningkatan konversi metil ester. Metode transesterifikasi selama ini banyakdigunakan dalam proses pembuatan biodiesel. Reaksi ini merupakan reaksi yanglambat karena berlangsung dalam sistem dua fase. Permasalahan tersebut dapatdiatasi dengan penambahan co-solvent yang tidak reaktif. Penambahan co-solvent bertujuan untuk membentuk sistem larutan yang semula dua fase menjadi satu fase.Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan mempelajari pengaruhpenambahan co-solvent THF terhadap metil ester yang dihasilkan pada reaksitransesterifikasi pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO). Adapun variabel
yang dipelajari adalah: molar ratio (minyak:metanol = 1:6, 1:10, 1:15, dan 1:20), jumlah katalis (0,5% dan 1,3%-berat minyak) dan waktu reaksi (2, 6, 10, 15, dan 60menit). Selain itu, dilakukan pula reaksi transesterifikasi tanpa penambahan co- solvent (metode konvensional) untuk mengetahui pengaruh nyata penambahan co- solvent terhadap peningkatan metil ester yang dihasilkan. Reaksi transesterifikasidilakukan skala laboratorium menggunakan labu alas bulat berleher tiga dilengkapipendingin balik, termometer dan pengaduk magnetik. Suhu reaksi dijaga pada 30oCmenggunakan penangas air dan tekanan atmosferik.
Hasil penelitian menunjukkan transesterifikasi dengan penambahan co- solvent menghasilkan kadar metil ester lebih tinggi dibandingkan metodekonvensional. Kadar metil ester tertinggi (98,42%) dicapai pada penambahan
THF:metanol = 2:1, molar ratio CPO:metanol = 1:6 dan katalis NaOH 0,5%-berat.Penggunaan katalis NaOH 1,3%-berat memberi kadar metil ester lebih tinggidibanding penggunaan katalis NaOH 0,5%-berat dengan kenaikan kadar metil estersebesar 3%-4%. Reaksi transeterifikasi dengan penambahan co-solvent berlangsung lebih cepat dibandingkan reaksi konvensional. Untuk metode denganpenambahan co-solvent kadar metil ester telah mencapai 87,25%-berat dalam 2menit reaksi sedangkan pada metode konvensional konversi metil ester hanyamencapai 43,30% untuk waktu reaksi yang sama.
Kata Kunci : Biodiesel, Co-solvent, Crude Palm Oil, Metil Ester, Transesterifikasi
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 2/13
Pendahuluan
Pada umumnya proses produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini dapat
dibuat dari minyak tumbuhan (minyak kedelai, canola oil, rapeseed oil, crude palm
oil ), lemak hewani (beef tallow, lard , lemak ayam, lemak babi) dan bahkan dari
minyak goreng bekas (yellow grease/rendered greases ) (Davies, 2005 ). Proses
reaksi yang digunakan pun bervariasi: transesterifikasi berkatalis basa (NaOH,
KOH), esterifikasi berkatalis asam (H2SO4, HCl), dan metode supercritical (Zhang
et.all., 2003 ). Produksi biodiesel dengan metode transesterifikasi berkatalis basa,
baik natrium hidroksida/NaOH maupun natrium metoksida, banyak digunakan
secara komersial namun metode ini memiliki laju reaksi yang lamban dan
adakalanya reaksi berhenti sebelum 100% sempurna terkonversi menjadi produk
berupa biodiesel (Boocock, et. all., 1998 ).
Penelitian mengenai transesterifikasi minyak tumbuhan untuk menghasilkan
fatty acid methyl ester /biodiesel kususnya dalam bidang kinetika sangatlah kurang,
hal ini dimungkinkan bahwa proses reaksi transesterifikasi dengan katalis basa telah
diketahui dan dipahami dengan baik. Hingga tahun 1984, Freedman et. all , dalam
penelitiannya mendapatkan perbandingan ratio optimal transesterifikasi berkatalis
basa antara metanol/minyak sebesar 6:1. Kondisi reaksi ini menghasilkan 95%-w
metil ester sebagai produk dengan menggunakan katalis 1%-w NaOH terhadap
minyak. Kondisi operasi ini juga mempermudah proses pemisahan di akhir reaksi,
dimana gliserol akan terpisah dengan sendirinya ke bagian bawah reaktor. Akan
tetapi jika digunakan terlalu banyak metanol, gliserol tidak akan terikut ke fase
metanol (Freedman et. all., 1984 ).
Freedman et. all. (1986), melakukan penelitian terhadap minyak kedelai
menggunakan metode transesterifikasi dengan metanol/metanolisis dan
butanol/butanolisis untuk jenis alkohol yang dipilih dengan molar ratio alkohol/minyak
6:1, kataalis natrium butoksida 1%-w dan natrium metoksida 0,5%-w. Hasil yang
didapatkan menunjukkan empat perbedaan mendasar antara metanolisis dan
butanolisis: (1) butanolisis mengikuti reaksi orde dua sedangkan metanolisis tidak
karena adanya reaksi intermediate membentuk digliserida dan monogliserida yang
tidak memenuhi syarat reaksi orde dua; (2) konstanta kecepatan reaksi digliserida
membentuk mongliserida hingga membentuk gliserol jauh lebih kecil dibandingkan
konstanta kecepatan reaksi trigliserida membentuk digliserida; (3) reaksi metanolisis
memiliki lag time (4 menit pertama setelah reaksi berlangsung) sebelum terbentuk
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 3/13
metil ester dalam jumlah yang cukup signifikan; dan (4) pembentukan butil ester
berjalan sangat cepat kemudian tiba-tiba melambat. Sebaliknya pada metanolsis,
setelah melewati fase lag , pembentukan metil ester berjalan lebih lambat.
Boocock, et. all. (1996), menduga keanehan fenomena yang terjadi pada
hasil penelitian Freedman et. all. (1986), diakibatkan adanya perbedaan kelarutan
antara minyak kedelai dengan metanol dan butanol. Pada butanolisis, campuran
reaktan membentuk single-phase sedangkan pada metanolisis campuran reaktan
membentuk dua lapisan/ two phases . Di sisi lain, kelarutan minyak dalam metanol
rendah sedangkan katalis berada di fase metanol dan reaksi juga terjadi difase yang
sama. Selain itu, diperlukan waktu beberapa saat agar minyak dapat terlarut dalam
metanol. Adanya masalah keterbatasan transfer massa inilah yang menyebabkan
adanya lag time pada transesetrifikasi dengan metanol/metanolisis (Freedman et.
all., 1986 ).
Salah satu strategi untuk mengatasi masalah keterbatasan transfer massa
tersebut adalah reaksi satu fase. Reaksi satu fase dapat dibentuk dengan
menambahkan solvent yang dapat meningkatkan kelarutan minyak, solvent tersebut
selanjutnya disebut sebagai co-solvent (Mahajan et. all., 2006). Co-solvent sangat
larut dengan alkohol, asam lemak dan trigliserida. Co-solvent yang digunakan
sebaiknya tidak mengandung air dan semakin banyak jumlah co-solvent yang
ditambahkan semakin baik karena akan meningkatkan kelarutan minyak. Co-solvent
yang dipilih memilliki titik didih dekat dengan metanol yang dapat mempermudah
proses pemisahan di akhir reaksi. Co-solvent yang baik adalah eter siklis seperti
tetrahidrofuran (THF), 1,4-dioxane, dietil eter, metil tersier butil ester (MTBE) dan
diisopropyl ether. Co-solvent ditambahkan secukupnya agar alkohol, asam lemak,
triglirserida dan co-solvent membentuk larutan single phase (www.fapc.biz).
Dari berbagai studi literatur tersebut memberikan kemungkinan alternatif
pengurangan keterbatasan transfer massa pada reaksi metanolisis. Berdasarkan
sifat dan nilai ekonomi, THF merupakan co-solvent yang paling baik, yaitu murah,
tidak beracun, tidak reaktif dan bertitik didih rendah (67oC), dekat dengan metanol
(65oC) dapat dipisahkan secara co-distilasi dan direcycle pada akhir reaksi.
(Boocock, et. all., 1996 ). Jumlah co-solvent yang dibutuhkan bergantung pada jenis
dan jumlah asam lemak dan trigliserida. Asam lemak jenuh, tak jenuh dan sifat
polaritas dari jenis lemak yang ada turut menentukan jumlah co-solvent yang
dibutuhkan (Boocock et. all., 1998 ). Untuk minyak kedelai, dengan 6:1 molar ratio
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 4/13
metanol/minyak kedelai diperlukan 1,25 v/v THF sedangkan untuk minyak
kelapa/ coconut oil dengan nilai molar ratio yang sama, hanya diperlukan 0,87 v/v
THF.
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas untuk meningkatkan
produktivitas biodiesel disertai dengan kualitasnya, dilakukan penelitian dengan
menggunakan jenis alkohol metanol dan THF untuk mengatasi masalah
keterbatasan transfer massa. Tetrahidrofuran berpotensi dipilih sebagai co-solvent
karena bersifat hirofilik dan hidrofobik sehingga dapat mengikat air dan alkohol pada
bagian hidrofiliknya dan melarutkan senyawa-senyawa organik pada bagian
hidrofobiknya. Sedangkan rencana pemakaian crude palm oil sebagai bahan baku
proses pembuatan biodiesel dikarenakan sebagian besar pabrik produksi biodiesel
di Indonesia berbahan baku crude palm oil (Rekayasa Industri, 2006). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan parameter proses transesterifikasi
mengunakan co-solvent (molar ratio minyak:metanol, jumlah katalis NaOH dan
waktu reaksi) terhadap kadar metil ester yang dihasilkan.
Metodologi Penelitian
Bahan penelitian utama, crude palm oil (CPO) diperoleh dari Riau, Sumatera.
Reagen yang digunakan dalam penelitian adalah pure analit, meliputi: metanol,
tetrahidrofuran (THF), NaOH pellet, H2SO4 dan HCl.
Penelitian dilakukan dengan mempelajari pengaruh variabel proses berikut :
molar ratio minyak:metanol (1:6, 1:10, 1:15, dan 1:20), jumlah katalis yang
digunakan (0,5% dan 1,3%-berat) dan waktu reaksi (2, 6, 10, 15, dan 60 menit).
Pengaruh penambahan co-solvent (THF) dipelajari dengan perbandingan
THF:metanol = 1:1 dan 1:2 v/v. Reaksi transesterifikasi dilakukan skala laboratorium
menggunakan labu alas bulat berleher tiga dilengkapi pendingin balik, termometer
dan pengaduk magnetik. Suhu reaksi dijaga pada 30oC menggunakan penangas air
dan tekanan atmosferik. Diagram alir penelitian secara lengkap ditunjukkan Gambar
1.
Pengambilan sampel untuk keperluan analisa dilakukan pada menit ke 2, 6,
10, 15, dan 60. Masing-masing diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam
botol sampel yang berisi 1 ml HCl 1 N (Boocock, et. all., 1998). Lapisan organik
(bagian atas) diambil dan dipindahkan ke dalam botol sampel yang lain untuk
selanjutnya dinalisa menggunakan Gas Chromatography HP 5890A Series II.
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 5/13
Analisa kuantitatif produk hasil reaksi (FAME, TG, DG, MG, dan wax)
dilakukan menggunakan gas kromatografi suhu tinggi. Komposisi tersebut dianalisa
menggunakan GC HP 5890A Series II gas kromatografi dilengkapi FID. Kolom yang
digunakan DB-5HT (5%-phenyl)-methylpolysiloxane (6 meter X 0,32 mm). Suhu
injektor dan detektor diset pada 365 dan 370 oC. Suhu kolom 80 oC pada kondisi
awal, meningkat hingga 370 oC dengan laju 15 oC/min serta dijaga tetap pada 370
oC selama 10 menit. Split ratio yang digunakan 1:50 dengan gas pembawa: nitrogen
dan tekanan 60 kPa (British Standard International, BSEN 14105:2003).
Gambar 1. Diagram alir penelitian
CPO
MeOH :THF = 1:1 dan 1:2 (v/v)
Transesterifikasi dengan Co-solvent1 atm, 30oC, molar ratio minyak:metanol(1:6, 1:10, 1:15, dan 1:20) dan jumlah
katalis NaOH 0 5 dan 1 3%-berat
Analisa kadar FFA
ESTERIFIKASI(MeOH 2,25 g/g FFA; 0,05 g H2SO4 /g FFA,
60oC, 2 am reaksi, 1 atm
Transesterifikasi Tanpa Co-solvent(konvensional)1 atm, 30oC, molar ratio
min ak:metanol=1:6, dan 0,5% NaOH
Lapisan bawah/organik Lapisan atas/metanol
Analisa kadar metil ester
(HTGC)
Pengambilan 1 mL Sampel2, 6, 10, 15, 60 menit
Treatment Sampel(+ 1mL HCl 1 N)
Lapisan
atas/organik
Lapisan aqueous
Analisa kadar metil ester
(HTGC)
Pengambilan 1 mL Sampel2, 6, 10, 15, 60 menit
Treatment Sampel+ 1mL HCl 1 N
Lapisan
atas/organik
Lapisan aqueous
Analisa kadar FFA
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 6/13
Hasil dan Pembahasan
Reaksi transesterifikasi memerlukan minyak berkemurnian tinggi (kandungan
%FFA <2%). Kandungan FFA yang tinggi pada minyak akan mengakibatkan reaksi
transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis
dengan FFA. Reaksi penyabunan ini terjadi seiring dengan berjalannya reaksi
transesterifikasi, apabila kandungan FFA kecil (<2%) maka kecepatan reaksi
penyabunan relatif lebih lambat dibandingkan reaksi transesterifikasi begitu juga
sebaliknya reaksi penyabunan akan berjalan jauh lebih cepat ketika kandungan
FFA-nya tinggi sehingga yang terjadi bukanlah reaksi pembentukan metil ester
(biodiesel) melainkan reaksi pembentukan sabun (Gerpen et. all., 2004). Oleh sebab
itu, perlu dilakukan perlakuan awal untuk bahan baku minyak dengan kandungan
asam lemak tinggi. Perlakuan awal untuk menurunkan kadar FFA dapat dilakukan
dengan berbagai macam metode antara lain esterifikasi, reaksi penyabunan, reaksi
dengan gliserol membentuk trigliserida dan lain-lain (Gerpen et. all., 2004).
Crude palm oil yang digunakan dalam penelitian ini memilki %FFA awal
sebesar 5,2%-berat sehingga perlu dilakukan treatment untuk menurunkan
kandungan asam lemaknya. Metode yang dipilih adalah esterifikasi dengan kondisi
reaksi: jumlah katalis H2SO4 0,5%- berat terhadap minyak, waktu reaksi 2 jam, 60oC
dan tekanan atmosferik. Setelah dilakukan reaksi esterifikasi, kandungan asam
lemak dalam minyak mencapai 1,7% sehingga telah memenuhi syarat untuk
dilakukan reaksi transesterifikasi.
Transeterifikasi dilakukan pada suhu kamar (30oC) dan tekanan atmosferik
dengan variable molar ratio minyak:metanol (1:6, 1:10, 1:15, dan 1:20), jumlah
katalis NaOH (0,5% dan 1,3%-berat) dan volume ratio THF:metanol (1:1 dan 1:2 v/v)
dan waktu reaksi 60 menit. Sampel sebanyak 1 mL diambil selama proses
transesterifikasi berlangsung (2, 6, 10, 15 dan 60 menit). Pengambilan sampel
ditekanan pada menit-menit awal reaksi (antara 0-15 menit) untuk mengetahui
pengaruh penambahan co-solvent (THF) terhadap kecepatan pembentukan metil
ester. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke botol sampel yang telah berisi 1 mL HCl 1
N yang bertujuan untuk menghentikan reaksi transesterifikasi (Boocock, et. all.,
1998). Sampel akan terpisah menjadi dua bagian yaitu lapisan organik di bagian
atas dan lapisan air di bagian bawah. Mengingat air dan minyak tidak saling larut
sehingga terpisah menjadi dua lapisan, sedangkan HCl 1 N bereaksi dengan katalis
basa NaOH yang memicu terjadinya reaksi transesterifikasi membentuk garam NaCl
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 7/13
yang selanjutnya larut dalam lapisan air. Reaksi penggaraman antara HCl dan
NaOH secara spontan akan menghentikan reaksi transesterifikasi. Lapisan organik
kemudian dipisahkan dari lapisan air untuk selanjutnya disimpan dan dianalisa
dengan Gas kromatografi HP 5890A series II untuk mengetahui kadar metil ester
yang terbentuk. Hasil analisa GC terhadap kandungan metil ester pada berbagai
variabel penelitian ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kadar metil ester (%-berat) hasil reaksi transesterifikasi dengan co-
solvent pada berbagai variabel jumlah katalis dan molar ratio minyak:metanol. (A)
molar ratio = 1:6, (B) molar ratio = 1:10, (C) molar ratio = 1:15, dan (D) molar ratio =
1:20 (kondisi operasi: penambahan co-solvent THF:minyak = 1:1 v/v, suhu reaksi
30o
C dan tekanan 1 atm).
A B
C D
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 8/13
Molar ratio minyak terhadap metanol, jumlah katalis, dan penambahan co-solvent
merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan metil ester
pada reaksi transesterifikasi (Boocock et. all.,1996). Gambar 2 (A, B, C dan D)
memperlihatkan bahwa pada menit ke-6, kadar metil ester yang terbentuk pada
penambahan THF:minyak = 1:1 v/v dengan berbagai kondisi reaksi (baik untuk
variabel molar ratio minyak:metanol dan variabel jumlah katalis NaOH) telah
mencapai kadar metil ester >90%-berat. Setelah menit ke-15, besar kadar metil
ester yang terbentuk relatif konstan hingga akhir reaksi (menit ke-60) (Tabel 1).
Tabel 1. Prosentase kenaikan konversi metil ester (menit ke-15 dan menit ke-60)
pada berbagai variabel molar ratio dan jumlah katalis untuk penambahan co-solvent
THF:minyak = 1:1 v/v
VariabelKadar Metil
Ester (%-berat) KenaikanMetil Ester
(%)Molar ratio
minyak:metanolNaOH
(%-berat)15
menit60
menit
1:60,5% 85,96 88,86 3.371,3% 96,39 97,32 0.97
1:100,5% 95,07 96,53 1.541,3% 96,57 96,63 0.07
1:150,5% 93,50 96,56 3.271,3% 93,36 96,01 2.84
1:200,5% 93,19 95,46 2.441,3% 93,36 96,01 2.84
Selain itu, Gambar 2 dan Tabel 1 juga menunjukkan pada berbagai variabel
molar ratio, kenaikan jumlah katalis NaOH (0,5% ke 1,3%) tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kadar metil ester yang diperoleh.
Penggunaan katalis 0,5 dan 1,3%-berat, kurva kadar metil ester yang diperoleh
berimpit, hanya memberikan kenaikan antara 2-4%. Terlihat pula bahwa
peningkatan molar ratio tidak memberikan peningkatan yang berarti terhadap
perolehan kadar metil ester di akhir reaksi. Perolehan kadar metil ester berkisar 96-
97%-berat (Tabel 1). Sehingga dapat dikatakan, dari ketiga variabel tersebut waktu
reaksi (antara 0-15 menit) merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap
peningkatan kadar metil ester pada reaksi transesterifikasi CPO dengan
penambahan co-solvent .
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 9/13
Gambar 3. Perbandingan kadar metil ester (%-berat) hasil reaksi transesterifikasi
dengan co-solvent (THF:metanol = 2:1 v/v) dan tanpa penambahan co-solvent
(kondisi operasi: molar ratio minyak:MeOH = 1:6, suhu reaksi 30oC dan tekanan 1
atm).
Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan co-solvent THF mengakibatkan
reaksi transesterifikasi CPO membentuk metil ester berjalan relatif lebih cepat pada
awal reaksi, tercapai kadar metil ester >80% pada 2 menit pertama reaksi. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan co-solvent THF sangat berpengaruh terhadap
kecepatan reaksi transesterifikasi CPO menjadi metil ester. Kadar metil ester hasil
reaksi transesterifiksi konvensional (tanpa penambahan co-solvent ) hanya 43,30%
pada menit ke-2. Sedangkan pada reaksi dengan penambahan co-solvent 2:1 v/v
(THF:metanol), untuk waktu reaksi yang sama, telah tercapai kadar metil ester
87,25%.
Peningkatan kadar metil ester yang sangat signifikan pada reaksi
transesterifikasi dengan penambahan co-solvent menunjukkan bahwa penambahan
co-solvent akan mempercepat reaksi transesterifikasi. Peningkatan ini disebabkan
co-solvent THF dapat meningkatkan kelarutan TG (trigliserida) dalam metanol
sehingga sistem menjadi satu fase. Sedangkan keterbatasan kelarutan TG dalam
metanol menyebabkan reaksi transesterifikasi konvensional berjalan lambat di awal
reaksi.
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 10/13
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh penambahan THF terhadap
peningkatan kadar metil ester, dilakukan eksperimen dengan penambahan
THF:metanol = 2:1 v/v. Kadar metil ester tertinggi 98.42% dengan waktu reaksi 60
menit dicapai pada molar ratio minyak:metanol = 1:6 dan penambahan THF/Metanol
2:1 (v/v). Sedangkan untuk penambahan THF/Metanol 1:1 (v/v), kadar metil ester
tertinggi sebesar 97,32% tercapai pada kondisi reaksi : molar ratio minyak:metanol =
1:6 dan katalis NaOH 1,3%-berat (Tabel 2).
Tabel 2. Kadar metil ester yang tercapai untuk waktu reaksi 60 menit
VariabelKadar Metil
Ester
(%-berat)
Molar ratio
minyak:metanol
NaOH
(%-berat)
THF:MeOH
(v/v)
1:60,5%
- 93.401:1 88.862:1 98.42
1,3% 1:1 97.32
1:100,5% 1:1 96.531,3% 1:1 96.63
1:150,5% 1:1 96.561,3% 1:1 96.01
1:200,5% 1:1 95.46
1,3% 1:1 96.01
Gambar 4 memperlihatkan dengan jelas pengaruh peningkatan penambahan
ratio volum co-solvent terhadap kadar metil ester yang diperoleh diakhir reaksi
transesterifikasi. Penambahan co-solvent THF jauh lebih berpengaruh terhadap
kadar metil ester yang diperoleh dibandingkan waktu reaksi. Terlihat pada Gambar
4, kadar metil ester tertinggi terjadi saat ratio volum THF:metanol 2:1 (bandingkan
dengan reaksi tanpa co-solvent dan saat ratio THF:metanol = 1:1 v/v). Untukpenambahan ratio volum THF:metanol 2:1, kadar metil ester telah mencapai 87,25%
dengan waktu reaksi 2 menit. Perolehan kadar tersebut jauh lebih tinggi
dibandingkan perolehan kadar metil ester saat penambahan ratio volum co-solvent
1:1. Untuk waktu reaksi yang sama, hanya tercapai 66,81%.
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 11/13
Gambar 4. Kadar metil ester yang dicapai pada reaksi transesterifikasi dengan co-
solvent dan tanpa co-solvent (kondisi reaksi: molar ratio minyak:MeOH = 1:6, 30oC,
dan tekanan 1 atm)
Reaksi transesterifikasi konvensional (tanpa penambahan THF) berjalan lebih
lambat. Saat reaksi berjalan dua menit, kadar metil ester hanya mencapai 43,30%
dan 66,05% pada dua menit reaksi berikutnya. Perolehan tersebut bernilai jauh lebih
kecil dibandingkan dengan transesterifikasi dengan penambahan co-solvent .
Fenomena ini terjadi mengingat trigliserida sedikit larut dalam metanol
sehingga pada reaksi transesterifikasi kovensional, menit-menit awal terjadinya
reaksi (0–10 menit) reaksi berjalan relatif lebih lambat akibat adanya sistem dua
fase antara trigliserida dan metanol. Penambahan co-solvent THF mengakibatkanreaksi berjalan cepat (0–15 menit) pertama, perolehan kadar metil ester telah
mencapai 93,33%. Semakin banyak THF yang ditambahkan maka akan
meningkatkan kelarutan TG terhadap metanol (Boocock et. all., 1998). CPO memiliki
TG dengan rantai alkil yang panjang (C14 – C18), akibatnya TG akan semakin
bersifat nonpolar. Sehingga membutuhkan lebih banyak THF untuk bisa larut
dengan baik dalam metonol yang bersifat polar. Semakin pendek rantai alkil pada
TG maka sifat kepolarannya semakin tinggi sehingga THF yang dibutuhkan semakin
sedikit begitu juga sebaliknya semakin panjang rantai alkil pada TG maka semakin
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 12/13
nonpolar dan semakin banyak THF yang dibutuhkan. Minyak kelapa dengan TG
berrantai alkil lebih pendek dari minyak kedelai hanya membutuhkan 0,87 ratio
volum THF: metanol. Sedangkan untuk minyak kedelai sendiri, membutuhkan 1,25
ratio volum THF:metanol (Boocock et. all., 1998).
Kesimpulan
1. Transesterifikasi dengan penambahan co-solvent THF memberi kadar metil
ester lebih tinggi daripada metode konvensional dengan prosentase kenaikan
sebesar 5% .
2. Kadar metil esteri tertinggi sebesar 98,42% dicapai pada penambahan
THF:metanol = 2:1 v/v, molar ratio CPO:metanol = 1:6 dan katalis NaOH 0,5%-berat.
Jumlah katalis NaOH 1,3%-berat memberi kadar metil ester lebih tinggi
dibandingkan 0,5% untuk semua variabel, dengan kenaikan rata-rata sebesar 3-4%.
Kadar metil ester tertinggi untuk THF:metanol = 1:1 (v/v) dicapai pada molar ratio
CPO:metanol = 1:6 sebesar 97,32%. Capaian kadar metil ester dengan
penambahan THF: metanol = 2:1 (v/v) lebih tinggi daripada saat penambahan 1:1
v/v dengan prosentase kenaikan sebesar 1,47%.
3. Reaksi transeterifikasi dengan penambahan co-solvent berlangsung jauh lebih
cepat dibandingkan reaksi transesterifikasi konvensional (tanpa penambahan co-
solvent ). Pada waktu reaksi yangsama, dua menit, perolehan kadar metil ester
hanya 43,30%. Sedangkan untuk reaksi dengan penambahan co-solvent
THF:metanol = 2:1 (v/v) perolehan kadar metil ester mencapai 87,25%.
DAFTAR PUSTAKA
1. British Standard International. The European Standard. Determination of FAME,
mono-, di-, tri-glyceride for Oils and Fats. BSEN 14105:2003.
2. Davies, Wayne, 2005. Biodiesel Technologies and Plant Design . Lecture Note.
University of Sdyney.
3. Freedman, B., E.H. Pyryde, and T.H. Mounts, 1984. Variables affecting The
Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils . J.Am.Oil Chem.Soc.
61:1638-1643.
4. Freedman, B., R.O. Butterfield, and E.H. Pryde, 1986. Transesterification
Kinetics of Soyben Oil . J.Am.Oil Chem.Soc. 63:1375 – 1380.
5/14/2018 2291 Orchidea Chem Eng Transesterifikasi Dengan Co Solvent - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/2291-orchidea-chem-eng-transesterifikasi-dengan-co-solvent 13/13
5. Boocock, D.G.B., S.K. Konar, V. Mao, and H. Sidi. 1996. Fast One-Phase Oil-
Rich Process for The Preparation of Vegetable Oil Methyl Esters . Biomass
Bioenergy 11:43 – 50.
6. Boocock, D.G.B., S.K. Konar, V. Mao, C.Lee, and Sonia Buligan 1998. Fast
Formation Of High-Purity Methyl Esters From Vegetable Oils. J.Am.Oil
Chem.Soc. 75: 1167 – 1172 .
7. Mahajan, Sonam, S.K. Konar, and David G.B. Boocock, 2006. Standard
Biodiesel from Soybean Oil by a Single Chemical Reaction. J.Am.Oil
Chem.Soc. 83:641– 645.
8. Swern, Daniel. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 4th Edition, Vol
1. John Willey and Sons Ltd : New York.
9. Rekayasa Industri, PT, 2006. Status Perkembangan Biodiesel di Indonesia:
Informasi dan Pengamatan PT. Rekayasa Industri . Simposium Biodiesel
Indonesia. Bandung.
10. Van Gerpen, J., 2004., Biodiesel Production Technology , National Renewable
Energy Laboratory, U.S. Department of Energy, Research Report .
11. Zhang, Y., M.A. Dube, D.D. McLean, M.Kates, 2003. Biodiesel Production from
Waste Cooking Oil: Process Design and Technological Assesment .
Bioresource Technol. 89:1-16.
12. Biodiesel technologies production. www.fapc.biz