9
p S wasembada jagung tahun 2007 yang dicanangkan oleh pemerintah me- rupakan suatu tantangan untuk menjawab permasalahan pangan dan kemiskinan. Selain sebagai bahan pangan kedua setelah padi, jagung merupakan bahan baku industri, terutama pakan ternak, sehingga kebutuhan jagung terus me- ningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas produksi jagung mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meningkat- kan kesejahteraan petani. Salah satu upaya pencapaian peningkatan kapasitas produksi jagung nasional adalah meng- intensifkan kegiatan pemuliaan untuk mendapatkan benih unggul yang ber- potensi hasil tinggi. Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik untuk mendapatkan kultivar unggul baru yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi pada kondisi lingkungan tertentu (Mayo 1980; Guzhov 1989; Stoskopf et al. 1993; Shivanna dan Sawhney 1997). Kegiatan eksploitasi potensi genetik tanaman semakin gencar setelah dicetuskannya Revolusi Hijau. Sejak itu, dengan teknik pemuliaan konvensional, pemulia tanam- an termasuk pemulia jagung telah berhasil memperbaiki sifat kualitatif maupun kuantitatif tanaman. Walaupun teknologi pemuliaan konvensional terbukti berhasil SINERGI TEKNOLOGI MARKA MOLEKULER DALAM PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG Muhammad Azrai Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514, Kotak Pos 1173 Makassar ABSTRAK Penggunaan marka molekuler yang saat ini telah meluas terbukti dapat membantu introgresi gen mayor ke dalam kultivar elit dengan metode silang balik. Jika suatu gen tunggal atau lokus karakter kuantitatif berpengaruh nyata terhadap suatu karakter target dan dapat diidentifikasi berdasarkan keterpautannya dengan marka molekuler maka pemilihan karakter yang dituju pada plasma nutfah elit akan lebih efisien. Dengan mengombinasikan pendekatan analisis quantitative trait loci (QTL) metode silang balik, gen-gen pengendali karakter kuantitatif dapat diidentifikasi baik pada plasma nutfah tanaman liar maupun tanaman budi daya, dan telah berhasil dipindahkan ke galur-galur elit pemulia. Di Indonesia, pemanfaatan marka molekuler pada tanaman jagung dimulai sejak program pemuliaan jagung Indonesia bergabung dalam jalinan kerja sama bioteknologi jagung Asia (AMBIONET). Sasaran strategis dari jaringan kerja sama tersebut adalah meningkatkan dan mendukung kemampuan program pemuliaan untuk mengadopsi alat bantu bioteknologi dalam perbaikan genetik jagung. Fokus utama kegiatan penelitian dari masing-masing negara peserta AMBIONET adalah pebaikan sifat ketahanan jagung terhadap penyakit bulai, identifikasi dan karakterisasi keragaman genetik galur-galur elit pemulia, serta perbaikan kualitas protein jagung dan ketahanan terhadap kekeringan. Saat ini, peneliti Balai Penelitian Tanaman Serealia mulai mensinergikan pemanfaatan marka SSR dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung. Kata kunci: Jagung, marka molekuler, pemuliaan tanaman ABSTRACT Sinergy of molecular marker technology in corn breeding in Indonesia The most widespread use of marker assisted selection (MAS) to date is to assist backcrossing of major gene to elite cultivars. If an individual gene or quantitative trait loci (QTL) significantly influenced specific target traits and can be identified based on their linkage to molecular markers, the efficiency of incorporating the desired traits in elite germplasm could be greatly enhanced. By combining the QTL analysis approach with backcross breeding method, useful genes that control quantitative traits have been identified in the germplasm of plant not adapted to agriculture and have successfully been transferred to danced breeding lines. Application of MAS in Indonesian maize crop breeding was started when Indonesian maize breeding program joined in the Asian Maize Biotechnology Network (AMBIONET). The strategic objective of the network was to enhance and support the capacity of the breeding program to adopt biotechnology tools for maize improvement. The focus of the country research activities included improvement of maize for downy mildew resistance, genetic diversity, quality protein maize, and drought tolerance. In this time, researchers of the Indonesian Cereals Research Institute are starting to apply SSR markers in maize breeding. Keywords: Maize, molecular markers, plant breeding

27-23006621

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Page 1: 27-23006621

p

Swasembada jagung tahun 2007 yangdicanangkan oleh pemerintah me-

rupakan suatu tantangan untuk menjawabpermasalahan pangan dan kemiskinan.Selain sebagai bahan pangan keduasetelah padi, jagung merupakan bahanbaku industri, terutama pakan ternak,sehingga kebutuhan jagung terus me-ningkat dari tahun ke tahun. Oleh karenaitu, peningkatan kapasitas produksijagung mutlak dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri dan meningkat-kan kesejahteraan petani. Salah satuupaya pencapaian peningkatan kapasitasproduksi jagung nasional adalah meng-intensifkan kegiatan pemuliaan untukmendapatkan benih unggul yang ber-potensi hasil tinggi.

Pemuliaan tanaman merupakan suatumetode eksploitasi potensi genetik untukmendapatkan kultivar unggul baru yangberdaya hasil dan berkualitas tinggi pada

kondisi lingkungan tertentu (Mayo 1980;Guzhov 1989; Stoskopf et al. 1993;Shivanna dan Sawhney 1997). Kegiataneksploitasi potensi genetik tanamansemakin gencar setelah dicetuskannyaRevolusi Hijau. Sejak itu, dengan teknikpemuliaan konvensional, pemulia tanam-an termasuk pemulia jagung telah berhasilmemperbaiki sifat kualitatif maupunkuantitatif tanaman. Walaupun teknologipemuliaan konvensional terbukti berhasil

SINERGI TEKNOLOGI MARKA MOLEKULERDALAM PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG

Muhammad Azrai

Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514, Kotak Pos 1173 Makassar

ABSTRAK

Penggunaan marka molekuler yang saat ini telah meluas terbukti dapat membantu introgresi gen mayor ke dalamkultivar elit dengan metode silang balik. Jika suatu gen tunggal atau lokus karakter kuantitatif berpengaruh nyataterhadap suatu karakter target dan dapat diidentifikasi berdasarkan keterpautannya dengan marka molekuler makapemilihan karakter yang dituju pada plasma nutfah elit akan lebih efisien. Dengan mengombinasikan pendekatananalisis quantitative trait loci (QTL) metode silang balik, gen-gen pengendali karakter kuantitatif dapat diidentifikasibaik pada plasma nutfah tanaman liar maupun tanaman budi daya, dan telah berhasil dipindahkan ke galur-galur elitpemulia. Di Indonesia, pemanfaatan marka molekuler pada tanaman jagung dimulai sejak program pemuliaanjagung Indonesia bergabung dalam jalinan kerja sama bioteknologi jagung Asia (AMBIONET). Sasaran strategis darijaringan kerja sama tersebut adalah meningkatkan dan mendukung kemampuan program pemuliaan untuk mengadopsialat bantu bioteknologi dalam perbaikan genetik jagung. Fokus utama kegiatan penelitian dari masing-masingnegara peserta AMBIONET adalah pebaikan sifat ketahanan jagung terhadap penyakit bulai, identifikasi dankarakterisasi keragaman genetik galur-galur elit pemulia, serta perbaikan kualitas protein jagung dan ketahananterhadap kekeringan. Saat ini, peneliti Balai Penelitian Tanaman Serealia mulai mensinergikan pemanfaatanmarka SSR dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung.

Kata kunci: Jagung, marka molekuler, pemuliaan tanaman

ABSTRACT

Sinergy of molecular marker technology in corn breeding in Indonesia

The most widespread use of marker assisted selection (MAS) to date is to assist backcrossing of major gene to elitecultivars. If an individual gene or quantitative trait loci (QTL) significantly influenced specific target traits and canbe identified based on their linkage to molecular markers, the efficiency of incorporating the desired traits in elitegermplasm could be greatly enhanced. By combining the QTL analysis approach with backcross breeding method,useful genes that control quantitative traits have been identified in the germplasm of plant not adapted toagriculture and have successfully been transferred to danced breeding lines. Application of MAS in Indonesianmaize crop breeding was started when Indonesian maize breeding program joined in the Asian Maize BiotechnologyNetwork (AMBIONET). The strategic objective of the network was to enhance and support the capacity of thebreeding program to adopt biotechnology tools for maize improvement. The focus of the country researchactivities included improvement of maize for downy mildew resistance, genetic diversity, quality protein maize,and drought tolerance. In this time, researchers of the Indonesian Cereals Research Institute are starting to applySSR markers in maize breeding.

Keywords: Maize, molecular markers, plant breeding

Page 2: 27-23006621

meningkatkan produksi tanaman danmampu memenuhi pangan penduduk bumisampai saat ini, teknologi tersebut memilikiketerbatasan seiring dengan bertambah-nya jumlah penduduk, berkurangnya luaslahan produktif, dan semakin melandai-nya produktivitas hasil pertanian.

Kegiatan seleksi dalam pemuliaansecara konvensional hanya didasarkanpada pengamatan fenotipe yang dibantudengan pendugaan menggunakan meto-de statistik yang tepat. Beberapa masalahyang sering muncul dalam pemuliaansecara konvensional, seperti yang di-sarikan oleh Lamadji et al. (1999), adalah:1) memerlukan waktu yang cukup lama, 2)sulit memilih dengan tepat gen-gen yangmenjadi target seleksi untuk diekspresi-kan pada sifat-sifat morfologi atauagronomi, karena penampilan fenotipetanaman bukan hanya ditentukan olehkomposisi genetik, tetapi juga olehlingkungan tempat tanaman tersebuttumbuh, 3) rendahnya frekuensi individuberkenan yang berada dalam suatupopulasi yang besar sehingga menyu-litkan kegiatan seleksi untuk mendapat-kan hasil yang valid secara statistik, dan4) pautan gen antara sifat yang diinginkandengan yang tidak diinginkan sulitdipisahkan saat melakukan persilangan.

Dengan berkembangnya ilmu pe-ngetahuan dan teknologi molekuler padaawal tahun 1980-an, ditemukan teknologimolekuler yang berbasis pada DNA.Marka molekuler merupakan alat yangsangat baik bagi pemulia dan ahli genetikuntuk menganalisis genom tanaman.Sistem ini telah merevolusi bidang pe-metaan genetik dan dapat digunakan un-tuk menjawab pertanyaan-pertanyaanyang berkaitan dengan keragaman genetik,klasifikasi dan filogeni dalam pengelolaanplasma nutfah, dan sebagai alat bantudalam pemuliaan dan seleksi melaluipenandaan gen. Marka molekuler jugadapat digunakan untuk pengklonan genyang difasilitasi oleh peta marka molekuler.

Kegiatan seleksi pada pemuliaansecara konvensional dapat dipercepat jikadapat disinergikan dengan teknologi markamolekuler yang dikenal dengan namamarker assisted selection (MAS). DenganMAS, kegiatan seleksi menjadi lebihefektif dan efisien karena seleksi hanyadidasarkan pada sifat genetik tanaman,tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.Tulisan ini membahas secara ringkasbeberapa strategi sinergi teknologi markamolekuler dalam pemuliaan jagung.

MARKA MOLEKULERSEBAGAI ALAT BANTUSELEKSI

Teknologi marka molekuler pada tanamanjagung berkembang sejalan dengan makinbanyaknya pilihan marka DNA yaitu: 1)marka yang berdasarkan pada hibridisasiDNA seperti restriction fragment lengthpolymorphism (RFLP), 2) marka yangberdasarkan pada reaksi rantai polimeraseyaitu polymerase chain reaction (PCR)dengan menggunakan sekuen-sekuennukleotida sebagai primer, sepertirandomly amplified polymorphic DNA(RAPD) dan amplified fragment lengthpolymorphism (AFLP), 3) marka yangberdasarkan pada PCR dengan meng-gunakan primer yang menggabungkansekuen komplementer spesifik dalam DNAtarget, seperti sequence tagged sites(STS), sequence characterized amplifiedregions (SCARs), simple sequencerepeats (SSRs) atau mikrosatelit, dansingle nucleotide polymorphisms (SNPs).

Pemilihan marka yang akan di-gunakan dalam analisis genetik perlumempertimbangkan tujuan yang di-inginkan, sumber dana yang dimiliki,fasilitas yang tersedia, serta kelebihan dankekurangan masing-masing tipe marka.Keberhasilan penggunaan suatu markapenyeleksi dalam kegiatan pemuliaanbergantung pada tiga syarat utama yangharus dipenuhi (AMBIONET 1998) yaitu:1) tersedianya peta genetik dengan jumlahmarka polimorfis yang cukup memadaisehingga dapat mengidentifikasi QTLatau gen-gen mayor target secara akurat,2) marka terkait erat dengan QTL atau genmayor target pada peta genetik yangsudah dikonstruksi, dan 3) kemampuanmenganalisis sejumlah besar tanamansecara efektif. Karakteristik beberapa tipemarka untuk analisis genetik disajikanpada Tabel 1. Pada makalah ini hanyaditampilkan marka isozim dan beberapamarka DNA yaitu RFLP, RAPD, mikro-satelit (SSR), dan AFLPs, karena markaDNA tersebut paling banyak digunakandi laboratorium dan marka yang lain padaumumnya merupakan varian dari markatersebut.

Tabel 1 memperlihatkan bahwatingkat kemampuan deteksi marka isozimdan DNA dibagi menjadi dua, yaitumarka yang memiliki kemampuan men-deteksi keragaman di tingkat alel, yaituisozim, RFLP dan mikrosatelit, serta mar-

ka yang mampu mendeteksi keragamandi tingkat lokus yaitu RAPD dan AFLPs.AFLPs merupakan marka DNA denganprinsip kerja menggabungkan kelebihandari RFLP dan RAPD sehingga sangatbaik digunakan dalam penelitian genetik.Namun demikian, penggunaan markaAFLPs di Indonesia belum meluas karenamemerlukan investasi yang besar danketerampilan khusus.

Dalam konteks MAS, marka berbasisDNA dapat lebih efektif jika digunakanuntuk tiga tujuan dasar, yaitu: 1) identifi-kasi galur-galur tetua untuk perbaikansuatu karakter untuk tujuan khusus, 2)penelusuran alel-alel dominan atau resesifpada tiap generasi persilangan, dan 3)identifikasi individu-individu target sesuaidengan karakter yang diinginkan di antaraturunan yang bersegregasi, berdasarkankomposisi alel persilangan sebagian atauseluruh genom.

Identifikasi Galur-Galur Tetuauntuk Tujuan Khusus

Marka DNA dapat digunakan untukmengidentifikasi plasma nutfah yangmemiliki karakter khusus jika marka DNAtersebut berasosiasi kuat dengan genyang mengendalikan karakter yangdiinginkan. Salah satu contoh adalahresistensi penyakit bulai pada tanamanjagung yang dapat dikarakterisasi secaramolekuler pada alel tertentu dengan markaRFLP dan SSR (George et al. 2003).Dengan pendekatan ini, tetua yangmemiliki komposisi alel pengatur karakterketahanan terhadap penyakit bulaidengan mudah dapat diidentifikasi.

Identifikasi galur-galur denganbantuan marka molekuler juga sangatbermanfaat dalam analisis sidik jari (fingerprinting), karena dapat memberikaninformasi untuk perencanaan programpemuliaan, terutama dalam pembentukansegregasi baru, varietas hibrida dansintetik unggul baru, serta dalam menentu-kan tetua yang digunakan untuk memilihpasangan persilangan baru. Walaupuninformasi dari kelompok heterosis tidakselalu mampu menghasilkan kombinasipersilangan terbaik, pendekatan ini dapatmengurangi jumlah persilangan maupunketurunan bersegregasi yang diperlukanuntuk evaluasi lebih lanjut. Selain itu, sidikjari DNA sangat diperlukan dalam per-lindungan galur elit pemulia dari pen-curian (klaim) oleh pihak yang tidak

Page 3: 27-23006621

bertanggung jawab. Dengan demikian,efisiensi pemuliaan dapat ditingkatkanmelalui seleksi secara terarah berdasarkandata molekuler dan ekspresi genetik secarafenotipik di lapangan.

Penelusuran Alel yangDiinginkan pada SetiapGenerasi Persilangan

Marka DNA dapat digunakan untukmenelusuri keberadaan gen target(foreground selection) dan mempercepatpemulihan genom tetua recurrent(background selection) pada pemuliaansilang balik. Keberhasilan metode markerassisted backcrossing (MAB) dalammeningkatkan efisiensi pemuliaan secarakonvensional telah dilaporkan olehHolland (2005) sebagai berikut: 1) jikafenotipe tetua yang mengandung gentarget tidak mudah diamati maka turunansilang balik yang mengandung gen dari

tetua donor dapat diseleksi denganmenggunakan marka yang lokasinyaberdekatan atau di dalam gen targetsehingga memiliki peluang keberhasilanyang lebih besar (Gambar 1), 2) marka dapatdigunakan untuk mempercepat danmengefisienkan seleksi progeni silangbalik yang memiliki porsi genom terbesar(99%) dan gen target 1% (Gambar 2), dan3) marka dapat digunakan untuk me-nyeleksi turunan silang balik, sehingga

gen yang tidak diinginkan tidak terbawameskipun terpaut dengan gen target(linkage drag) (Gambar 3).

Individu tanaman yang mengan-dung gen homozigot resesif mutantopaque-2 ditandai dengan pita tunggal,sedangkan individu tanaman yang masihheterozigot ditandai dengan pita ganda(Gambar 1). Introgresi alel resesif mutantopaque-2 ke jagung normal dengan meng-gunakan marka SSR hanya membutuhkan

Tabel 1. Karakteristik dan kegunaan beberapa tipe marka untuk aplikasi genetika molekuler.

Uraian Isozim RFLPs RAPDs SSRs AFLPs

Sidik jari + ++ −/+ ++ +++Keragaman genetik + ++ − + +Penandaan gen − ++ ++ + ++Pemetaan QTL − ++ −/+ + ++MAS − ++ − ++ +/++Prinsip kerja Alat bantu Pemotongan Amplifikasi DNA PCR dengan Pemotongan

enzim Endonuklease, dengan primer ulangan sekuen endonukleasehybridisasi acak pendek menggunakansouthern blot adaptor dan

primer khusus

Tipe polimorfis Perubahan beban Perubahan basa Perubahan basa Perubahan pada Perubahan basaelekroforesis tunggal tunggal panjang ulangannya tunggal

Insersi dan delesi Insersi dan delesi Insersi dan delesi

Kelimpahan genom Rendah Tinggi Sangat tinggi Sedang/tinggi Sangat tinggiTingkat polimorfis Sedang/rendah Sedang Sedang Tinggi TinggiSifat pewarisan Ko-dominan Ko-dominan Dominan Ko-dominan Dominan/ko-dominanDeteksi varian alelik Ya Ya Tidak Ya TidakJumlah lokus terdeteksi 1−5 1−5 1−10 1 30−100Kebutuhan untuk informasi Tidak Tidak Tidak Ya Tidak sekuenTingkat kesulitan Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang/tinggiReliabilitas Tinggi Tinggi Sedang Tinggi TinggiJumlah DNA yang diperlukan − 2−15 µg 10−50 µg 50−100 µg 1 µgPenggunaan radioisotop Tidak Ya/tidak Tidak Ya/tidak Ya/tidakTipe primer − gDNA/cDNA Random 9-atau Primer khusus Adapter dan

10-meroligo 16−30 mer primer khususnucletida

Biaya awal Rendah Sedang Rendah Sedang TinggiBiaya pengembangan Rendah Sedang Rendah Tinggi Sedang/tinggi

Sumber: AMBIONET (1998).

Gambar 1. Identifikasi individu tanaman jagung resesif homozigot untuk alel opaque-2pada populasi BC2S2 dengan menggunakan marka umc 1066. Pita DNApertama adalah galur tetua non-QPM (P1) dan pita DNA kedua adalahgalur tetua QPM (P2). Individu tanaman bertanda * adalah homozigot untukalel mutan resesif opaque-2 recessive (Babu 2005).

Page 4: 27-23006621

dua generasi silang balik (Babu 2005). Halini karena introgresi gen target ke tetuadonor dipadukan dengan penggunaanmarka DNA sebagai sidik jari terhadapkedua galur tetua persilangan, sehinggapersentase genom nontarget dapatdideteksi. Metode ini didasari oleh metodeyang diperkenalkan oleh Young danTanskley (1989) seperti disajikan padaGambar 2.

Introgresi gen target dengan meng-gunakan marka molekuler dalam pemulia-an silang balik dapat meningkatkanefisiensi seleksi dan mengurangi jumlahgenerasi silang balik menjadi separuhnyadibandingkan dengan seleksi secarakonvensional. Hal ini karena pemuliaansecara konvensional memerlukan tambah-an beberapa generasi silang dalam secara

berulang-ulang serta materi genetik dantenaga yang lebih banyak. Pemanfaatanmarka molekuler untuk menelusuri gentarget telah dilaporkan oleh Melchinger(1990) yang memindahkan gen ketahananoligenik terhadap penyakit melaluipendekatan estimasi jumlah individuminimum dan ukuran famili yang diperlu-kan dalam ulangan silang balik. Namundemikian, jika marka-marka alel spesifikbelum ditemukan, penggunaan pendekat-an ini dalam pemuliaan tanaman masihterbatas.

Untuk menghindari linkage dragpada seleksi secara konvensional, di-butuhkan 100 generasi silang balik,sedangkan dengan menggunakan markasebagai alat bantu seleksi hanya dibutuh-kan dua generasi (Gambar 3). Marka DNA

sudah dipergunakan secara meluas, ter-utama untuk menyeleksi galur-galurjagung transgenik yang memiliki ketahan-an terhadap herbisida dan resistenterhadap hama (Ragot et al. 1995).Beberapa parameter diperlukan untukmengoptimalkan penerapan backgroundselection, antara lain flanking markadengan alel target untuk memindahkanpautan yang tidak diinginkan, optimali-sasi jarak antara gen target dan flankingmarka melalui seleksi yang intensif danjumlah tanaman silang balik yang diperlu-kan untuk diregenerasi dan diaklimatisasidengan set khusus flanking marka(Hospital dan Charcosset 1997).

MAS untuk Perbaikan KarakterKualitatif

Pemuliaan tanaman untuk karakterkualitatif berhasil dikembangkan melaluipemuliaan secara konvensional denganmetode silang balik. Seperti dijelaskansebelumnya, metode ini memiliki bebera-pa kelemahan, yaitu selain membutuhkanwaktu yang lama, juga terdapat masalahbesarnya linkage drag pada saat di-lakukan introgresi gen donor dari plasmanutfah liar ke plasma nutfah komersial.Young dan Tanskley (1989) melaporkanadanya linkage drag pada saat introgresigen ketahanan Tm2 yang berasal dariLycopersicum peruvianum ke dalamkultivar tomat komersial melalui pemuliaansilang balik. Mereka menemukan bahwakultivar yang dikembangkan melalui 20generasi silang balik memiliki segmen yangdiintrogresikan sebesar 4 cM, sedangkankultivar yang dikembangkan melalui 11generasi silang balik masih mengandungseluruh lengan kromosom yang membawagen dari tetua donor.

Pemuliaan silang balik dengan me-manfaatkan marka DNA dapat memfasilitasiintrogresi gen pengendali karakter kualitatifsecara efektif dan efisien. Salah satu contohkeberhasilan MAS untuk pengembangankarakter kualitatif adalah pemanfaatan markaSSR sat309 untuk menyeleksi genotipeyang memiliki gen rhg1 sebagai genpengendali ketahanan terhadap soybeancyst nematode (SCN) yang disebabkan olehHeterodera glycinae (Mudge et al. 1997;Cregan et al. 2000). Marka SSR sat309diketahui berlokasi 1−2 cM dari rhg1sehingga dapat diprediksi tingkat aku-rasinya sekitar 99% genotipe rentan SCN.

Gambar 2. Perbandingan penerapan metode seleksi secara konvensional (atas)dan dengan menggunakan marka RFLP (bawah) pada pemuliaan silangbalik (Young dan Tanskley 1989).

Gambar 3. Perbandingan kekuatan seleksi untuk introgresi gen dari kerabat liarke plasma nutfah komersial dengan metode seleksi silang balik secarakonvensional (atas) dan dengan menggunakan marka RFLP (bawah)(Young dan Tanskley 1989).

% genom tetua silang balik:

75%BC1

87%BC2

94%BC3

99%BC6

% genom tetua silang balik:

75% 87% 99%

F1 BC1 BC2 BC3 BC20 BC100

F1 BC1 BC2

Page 5: 27-23006621

Keberhasilan juga dilaporkan padapemuliaan untuk quality protein maize(QPM). Pemuliaan yang bertujuan untukmemperbaiki mutu protein jagung telahdilakukan secara intensif setelah Mertz etal. (1964) menemukan mutan jagung padabiji opak yang mengandung lisin tinggi:gen opaque-2. Gen opaque-2 (o-2)mampu meningkatkan kadar lisin dantriptofan pada endosperm jagung. Namunpada awal kegiatan pemuliaan tersebut,jagung yang mengandung gen opaque-2memiliki endosperm yang lunak sehinggamenyulitkan dalam proses pengeringanserta peka terhadap penyakit. Setelahmelalui serangkaian penelitian yangcukup panjang, pemuliaan dengan metodesilang balik secara konvensional berhasilmengkonversi gen opaque-2 ke dalamjagung biasa dengan kandungan lisin dantriptofan meningkat dua kali lipat danendosperm keras (Vasal 2001).

Meskipun pemuliaan secara konven-sional telah berhasil mengubah kultivar-kultivar komersial ke dalam bentukvarietas QPM sintetis, introgresi opaque-2 bersama dengan modifiers endospermke dalam galur-galur elit cukup rumitkarena adanya tiga faktor pembatas utamayaitu: 1) setiap generasi persilanganmemerlukan enam generasi silang balikdan setiap generasi silang balik memerlu-kan silang diri untuk mengidentifikasi genresesif opaque-2, 2) selain memerlukanpemeliharaan gen opaque-2 homozigot,jumlah modifiers yang harus diseleksicukup banyak, dan 3) pengujian secarabiokimia diperlukan untuk memastikankadar lisin dan triptofan dalam materi-materi yang terseleksi pada setiapgenerasi pemuliaan. Untuk mengatasikendala tersebut, CIMMYT berhasilmengembangkan teknologi inovatifberdasarkan marka SSR terhadap alelopaque-2, sehingga konversi galur-galurjagung normal ke dalam QPM lebih efisiendari segi waktu dan biaya.

Ada tiga marka SSR yang telahdiidentifikasi pada kromosom 7, bin 7.01yang memiliki hubungan erat dengan genopaque-2, yaitu phi 057, phi 112, danumc1066 (CIMMYT 2002). Dengan meman-faatkan marka SSR, waktu yang diperlu-kan untuk memulihkan genom tetua silangbalik hanya dua atau tiga generasi, yangsetara dengan enam generasi silang balikpada seleksi secara konvensional. Selainitu, tingkat kesalahan dalam merekombi-nasikan gen-gen target dan pautan markadapat berkurang selama marka SSR dapat

mendeteksi gen target itu sendiri. Pengu-jian biokimia yang secara rutin dilakukanuntuk mendeteksi keberadaan genopaque-2 pada setiap generasi padapemuliaan secara konvensional murnitidak diperlukan lagi. Dengan demikianpenggunaan marka SSR untuk mengon-versi galur jagung normal ke dalam QPMcukup sederhana, cepat, akurat, sertaefisien dari segi biaya dan waktu (Dreheret al. 2000).

Pengembangan karakter kualitatifdengan MAS juga dapat berupa gentagging dan piramiding. Gen taggingmerupakan cara cepat dan tepat untukmenyeleksi individu tanaman denganmenggunakan marka yang terpaut kuatuntuk suatu karakter, seperti genresistensi terhadap penyakit blas danhawar daun bakteri pada padi dan karatdaun pada gandum, melalui pendekatananalisis segregasi bulk (bulk segregationanalysis = BSA), tanpa memerlukan ujilapangan. Metode gen tagging danpiramiding berpeluang besar diaplikasi-kan untuk mempercepat perbaikan sifattanaman jagung komersial.

MAS untuk PengembanganKarakter Kuantitatif

Masalah yang sering muncul dalamperakitan kultivar unggul baru adalahumumnya karakter agronomi pentingtanaman sangat kompleks dan dikendali-kan oleh banyak gen. Ketidakterpautankarakter sederhana yang dikendalikanoleh satu atau beberapa gen mayor me-nyebabkan perbaikan karakter poligenikmelalui MAS menjadi sangat rumit.Kesulitan memanipulasi karakter kuan-titatif yang berhubungan dengankompleksitas genetik disebabkan olehbanyaknya gen yang terlibat dalamekspresinya, namun efek dari setiap gentersebut terhadap penampilan fenotipetanaman hanya kecil. Adanya interaksiantargen (epistasis) juga menjadi faktorpenghambat dalam memanipulasi karakterkuantitatif. Dengan demikian, diperlukanbeberapa lokasi genom yang harusdimanipulasi pada waktu yang sama untukmendapatkan pengaruh yang nyata,meskipun untuk menghasilkan efek yangnyata pada suatu lokasi genom padaindividu tanaman cukup sulit. Untukkasus ini, reposisi pengujian lapangandiperlukan untuk mengkarakterisasi efekQTL secara akurat dan menguji stabi-

litasnya pada lingkungan yang berbeda.Evaluasi interaksi QTL dengan ling-kungan (Q x E) secara kontinu merupakanpembatas utama terhadap efisiensi MAS(Beavis dan Keim 1996). Adanya interaksiepistasis di daerah yang berbeda padagenom dapat mempengaruhi pengujianarah efek QTL. Jika semua lokasi genomyang terlibat dalam interaksi tidak menyatudalam skema seleksi maka efek QTL akanmenjadi bias.

Penghambat utama dalam penerapanMAS pada karakter kuantitatif menurutTanskley dan Nelson (1996) antara lainadalah: 1) identifikasi jumlah terbatas padaplayers mayor (QTLs) pengendalikarakter spesifik, 2) defisiensi percobaandalam analisis QTL terutama dalamestimasi yang berlebihan atau estimasiyang sangat rendah pada jumlah dan efekQTL, 3) ketiadaan dalam validasi QTL(marka) yang berhubungan denganpenerapan materi pemuliaan yangberbeda, 4) kekuatan interaksi antar QTLx E, dan 5) kesulitan dalam mengevaluasiefek epistasis dengan tepat.

Meskipun sulit, tidak berarti pe-ningkatan efisiensi MAS untuk karakterkuantitatif tidak dapat dilakukan. Melaluiperbaikan rancangan percobaan, pe-nyempurnaan model matematika, danpenggunaan pendekatan metode statistikyang tepat, efisiensi MAS pada karakterkuantitatif dapat ditingkatkan. Dengancomposite interval mapping (CIM), datadari lingkungan yang berbeda dapatdiintegrasikan dalam analisis gabunganuntuk mengevaluasi Q x E, dan selanjut-nya memungkinkan identifikasi QTL yangstabil dari lingkungan yang berbeda(Jiang dan Zeng 1995). Selain itu, denganpeta pautan yang rinci, CIM mampumengidentifikasi presisi QTL dalam genomdan pautan QTL (gabungan) yang berasaldari beberapa galur tetua.

Pengetahuan tentang lokasi dan efekQTL dapat dimanfaatkan untuk percepat-an program pemuliaan. Aplikasi markasebagai alat bantu seleksi karakterkuantitatif yang menggunakan metodeadvanced back-crossing (AB) QTLantara lain telah dilakukan oleh Tanskleydan Nelson (1996) untuk perbaikanketahanan buah tomat terhadap patogenpenyebab blackmold dan Stuber et al.(1999) untuk peningkatan hasil hibridasilang tunggal B73 x Mo17. Prospekpengembangan karakter kuantitatif padatanaman jagung cukup besar dengankeberhasilan identifikasi lokasi QTL

Page 6: 27-23006621

mayor untuk karakter toleransi terhadapkekeringan oleh Ribaut et al. (2002),karakter ketahanan terhadap southwesterncorn borer (SWBC) oleh Khairallah et al.(1997), karakter ketahanan terhadapCercospora zeae-maydis oleh Gordon etal. (2004), dan karakter ketahanan pe-nyakit bulai oleh George et al. (2003).

MARKA MOLEKULERDALAM LITBANG JAGUNGDI INDONESIA

Penelitian dan pengembangan biologimolekuler dalam pemuliaan jagung diIndonesia belum berkembang luas danbaru berupa penelitian dasar. Kegiatantersebut dimulai sejak Indonesia ber-gabung dalam jaringan kerja regional Asiapada tahun 1998, yakni Asian MaizeBiotechnology Network (AMBIONET).Jaringan tersebut beranggotakan limanegara pada fase I yakni Cina, Filipina,Indonesia, Thailand, dan India dan menjadienam negara pada fase II dengan ber-gabungnya Vietnam. Kegiatan pada fase I(tahun 1998−2002) meliputi peningkatansumber daya manusia, karakterisasi danidentifikasi ketahanan terhadap penyakitbulai serta keragaman genetik galur-galurjagung. Karena laboratorium biologimolekuler terdapat di Balai Besar Peneliti-an dan Pengembangan SumberdayaGenetik Pertanian (BB Biogen), makakegiatan molekuler dilakukan oleh timAMBIONET di Bogor, sedangkan kegiat-an lapangan dilaksanakan oleh timAMBIONET di Balai Penelitian TanamanSerealia (Balitsereal), Maros. Pembagiantugas tersebut ternyata tidak efektifsehingga pada fase I, Indonesia belumberhasil menyelesaikan aktivitas dalamkegiatan molekuler, sedangkan kegiatanlapangan telah berhasil mengidentifikasiketahanan penyakit bulai pada 40 galurjagung di lima lokasi pada dua musimtanam, serta karakterisasi fenotipe untukpemetaan QTL ketahanan penyakit bulaidi Maros, Sulawesi Selatan.

Belajar dari pengalaman pada fase Iserta keberhasilan Cina dan India,kegiatan molekuler pada fase II dilakukanoleh Tim AMBIONET dari Balitsereal yangdimagangkan di laboratorium BB Biogen,Bogor. Pada fase II, berhasil diidentifikasiQTL ketahanan penyakit bulai padajagung dengan menggunakan marka byRFLP dan SSR (Gambar 4), identifikasi QTLketahanan kekeringan pada populasi F3

dan RIL, introgresi gen homozigot resesifopaque-2 pada galur jagung tahan bulai,dan pemanfaatan marka SSR untukmengidentifikasi diversitas genetik galur-galur jagung untuk membentuk kelompokheterosis yang sangat bermanfaat dalampembentukan hibrida.

QTL mayor yang teridentifikasidengan marka RFLP, yaitu bnl5.47,bnl8.23, dan csu95d, berasosiasi kuatdengan ketahanan penyakit bulai padajagung (Gambar 4). Setelah dilakukanpemetaan dengan marka SSR, ternyata diantara flanking marka tersebut ter-identifikasi satu marka SRR yang beradapada posisi antara bnl5.47 dan bnl8.23yaitu bnlg1154, serta empat marka SSRyang berada pada posisi antara bnl8.23dan csu95d yaitu mmc0241, phi078,bnlg1702, dan nc013. Marka-marka ter-sebut juga berasosiasi kuat denganketahanan penyakit bulai di empat lokasipada tiga negara, yakni Mandya danUdaipur (India), Filipina dan Thailand(George et al. 2003). Marka-marka SSRyang secara konsisten berasosiasi kuatdengan gen ketahanan penyakit bulaipada jagung dapat digunakan untukmeningkatkan efisiensi seleksi danmempercepat introgresi gen tahan bulaidengan metode AB-QTL.

QTL ketahanan kekeringan padajagung juga telah dianalisis denganmenggunakan data marka RFLP sebagaidata genotipe dan hasil penyaringankekeringan di Probolinggo tahun 2004.Beberapa marka RFLP berasosiasi dengankarakter agronomis untuk toleransiterhadap kekeringan, yaitu parameterdaya kapasitas akar dan bobot 100 bijiuntuk genotipe F3 dan untuk genotipe RILadalah tinggi tanaman, letak tongkol,selang berbunga jantan dan betina, dayakapasitas akar, dan umur berbunga betina.Namun demikian, marka yang mendeteksikarakter ketahanan tersebut tidakkonsisten antara populasi F3 dan RILsehingga diperlukan pemetaan untukmenentukan posisi QTL mayor secaratepat. Tidak semua marka yang terdeteksiberasosiasi dengan QTL suatu karakterdapat digunakan sebagai MAS. Hanyamarka yang berasosiasi dengan QTLmayor yang memiliki efek yang sangatkuat mengendalikan karakter pentingtersebut yang dapat digunakan sebagaiMAS. Kekuatan efek suatu QTLditentukan oleh kerapatan pautan genpada suatu lokus, tingkat konsistensiinformasi mengenai jumlah QTL, lokasi

dan efek genetiknya, serta stabilitasnyadari pengaruh lingkungan (Babu et al.2002).

Introgresi gen opaque-2 dari galurQPM ke galur normal tahan bulai denganmenggunakan MAB sedang dilakukan.Pemilihan galur tahan bulai didasarkanpada hasil penyaringan Kasim et al. (2002)dari 40 galur dengan metode inokulasisemibuatan di lima lokasi dan dua musimdi Indonesia. Saat ini, kegiatan MAS telahberhasil mengintrogresikan gen resesifopaque-2 pada galur Nei9008 dan Mr10.Galur-galur hasil introgresi tersebut salingdisilangkan dan sedang diuji daya hasil-nya di Bone dan Gowa, Sulawesi Selatan.Dengan demikian, diharapkan 2–3 tahunmendatang dapat dilepas kultivar ungguljagung baru bermutu protein tinggi dantahan terhadap penyakit bulai.

Pada kegiatan AMBIONET fase II,10 galur elit jagung Indonesia dariBalitsereal bersama-sama dengan galur-galur yang berasal dari CIMMYT, Eropa,dan Amerika Serikat serta negara pesertaAMBIONET telah diambil sidik jarinyadengan menggunakan marka SSR danditemukan 409 alel dalam 102 galur jagung.Sebanyak 19% alel unik ditemukan pada

Gambar 4. Posisi QTL mayor untukketahanan tanaman jagungterhadap penyakit bulai yangdiidentifikasi dengan markaRFLP dan SSR (Azrai et al.2003).

Mayor QTL

unc85 (6,01)

brl6.29 (6,01)

unc65a (6,04)

csu95d (6,04)

10,4

41,3

54,1

69,9 bnlg1154

82,1

91,592,092,495,298,599,8

102,4115,3130,3

bnl8.23 (6,05)

unc132a (6,07)unc140c (6,56)unc33a (6,06)bnl9.03 (6,05)

mmc0241

bnl5.47a (6,05)

bnlg1702nc013

Ch6

phi078

Page 7: 27-23006621

galur-galur jagung Asia dan tidakditemukan pada galur-galur CIMMYT,Amerika Serikat maupun Eropa, yaitu Cina3 alel, India 3 alel, Indonesia 11 alel,Filipina 10 alel, Thailand 6 alel, Vietnam 1alel, dan program jagung Asia 11 alel(George et al. 2004).

Untuk pembentukan pola heterosisberdasarkan analisis marka molekuler,telah dilakukan analisis klaster terhadapdelapan galur elit Balitsereal mengguna-kan 26 marka SSR (Pabendon et al. 2005).Kekerabatan atau kemiripan genetik dapatdilihat pada visualisasi dendrogram(Gambar 5). Dari dendrogram tersebut,galur Mr11 dan Mr12 mempunyai tingkatkemiripan genetik yang paling tinggisebesar 0,76 (1 = paling mirip), dengantingkat kepercayaan pengelompokan85%. Kedua galur tersebut berasal daripopulasi Suwan2C7 (Mejaya et al. 2005)sehingga masih memiliki hubungankekerabatan yang dekat. Galur Mr4mempunyai kemiripan genetik yangrendah dengan galur Mr14 yaitu sekitar0,27, yang berarti kedua galur tersebutmemiliki hubungan yang jauh. Galur Mr4berasal dari J1, sedangkan Mr14 daripopulasi Suwan3C7 (Mejaya et al. 2005).

Untuk mendapatkan informasihubungan kekerabatan galur-galurpenyusun hibrida tersebut, selanjutnyadilakukan analisis klaster terhadapdelapan galur dengan menggunakan 26marka SSR (Pabendon et al. 2005).Kekerabatan atau kemiripan genetik dapatdilihat pada visualisasi dendrogram(Gambar 5). Dari dendrogram tersebut,galur Mr11 dan Mr12 mempunyai tingkatkemiripan genetik yang paling tinggiyaitu 0,76, dengan tingkat kepercayaanpengelompokan 85%. Hal ini sesuaidengan silsilahnya, yaitu kedua galurberasal dari populasi Suwan2C7 sehinggamemiliki hubungan yang dekat. Galurinbrida Mr4 mempunyai kemiripan genetikyang rendah dengan inbrida Mr14 yaitusekitar 0,27, yang berarti kedua galurmemiliki hubungan yang jauh. Hal inisesuai dengan silsilahnya yaitu galur Mr4berasal dari J1, sedangkan Mr14 dari po-pulasi Suwan3C7 (Mejaya et al. 2005).

Jarak genetik antarpasangan galurtetua hibrida disajikan pada Tabel 2.Hibrida Semar-8 merupakan hasilpersilangan tiga jalur (Mr9 x Mr10)//GM15). Jarak genetik Mr9 dengan Mr10sebesar 0,50, sedangkan antara GM15dengan Mr9 dan Mr10 masing-masing0,51 dan 0,54. Semar-9 merupakan hasil

persilangan tiga jalur (Mr11 x Mr12)//GM15. Jarak genetik antara Mr11 danMr12 sebesar 0,25, sedangkan GM15dengan genotipe Mr11 dan Mr12 masing-masing 0,46 dan 0,49. Semar-8 dan Semar-9tersusun dari galur-galur yang memilikihubungan kekerabatan yang dekat sampaisedang (nilai 0,25–0,54). SelanjutnyaSemar-10 adalah hasil silang tiga jalur(Mr13 x Mr04)// Mr14. Jarak genetik antaraMr13 dan Mr4 sebesar 0,62, sedangkanantara Mr14 dengan Mr13 dan Mr4masing-masing 0,60 dan 0,71. Jadi, Semar-10 tersusun dari galur-galur yang memilikihubungan kekerabatan cukup jauh (nilai0,60–0,71).

Varietas Bima-1 merupakan hasilsilang tunggal antara Mr4 dan Mr14dengan nilai jarak genetik 0,71. Nilai jarakgenetik terbesar (0,85) diperoleh padapasangan Mr14 x GM15, sedangkanpasangan persilangan Mr11 dan Mr12memiliki nilai jarak genetik terendah (Tabel2). Nilai jarak genetik galur-galur di atassesuai dengan silsilahnya (Mejaya et al.2005).

Tabel 2 memperlihatkan terdapatbeberapa pasangan persilangan yangmempunyai peluang sebagai kandidattetua berdasarkan nilai jarak genetik yangtinggi. Dengan memilih pasangan per-

Tabel 2. Matriks jarak genetik inbrida-inbrida jagung pembentuk kultivarSemar-8, Semar-9, Semar-10, dan Bima-1.

Mr4 Mr9 Mr10 Mr11 Mr12 Mr13 Mr14 GM15

Mr4 0,00Mr9 0,65 0,00Mr10 0,60 0,50 0,00Mr11 0,55 0,38 0,56 0,00Mr12 0,53 0,34 0,48 0,25 0,00Mr13 0,62 0,71 0,63 0,78 0,68 0,00Mr14 0,71 0,75 0,76 0,74 0,74 0,60 0,00GM15 0,60 0,51 0,54 0,46 0,49 0,73 0,83 0,00

Sumber: Pabendon et al. (2005).

Gambar 5. Dendrogram delapan inbrida jagung berdasarkan kemiripan genetik yangdikonstruksi dengan menggunakan koefisien Jaccard pada 26 lokus SSR.Nilai di atas garis menunjukkan tingkat kepercayaan pengelompokan yangdiperoleh melalui analisis boot strapping (Pabendon et al. 2005).

0,27 0,39 0,52 0,64 0,76

60,60

57,80

56,30

47,20

75,2085

Mr4

Mr9

Mr11

Mr12

GM15

Mr10

Mr13

Mr14

Koefisien kemiripan genetik

Page 8: 27-23006621

DAFTAR PUSTAKA

AMBIONET. 1998. Molecular marker appli-cations to plant breeding. AMBIONET’s FirstTraining Workshop, 9 November – 4December 1998. CIMMYT Headquarters,El Batan, Mexico.

Azrai, M., F. Kasim, Sutrisno, dan S. Moeljopawiro.2003. Identifikasi lokus karakter kuantitatifketahanan penyaki bulai pada jagungmenggunakan marka RFLP. Jurnal Biotekno-logi Pertanian 8(1): 8−14.

Babu, R. 2005. Two-generation marker-aidedbackcrossing for rapid conversion of normalmaize lines to quality protein maize (QPM).Presented in the 9th Asian Maize ResearchWorkshop, 05−09 September 2005, CAAS-CIMMYT, Beijing.

Babu, R., S.K. Nair, and B.M. Prasanna. 2002.Integrating marker assisted selection in cropbreeding: prospect and challenges. ManualMolecular Marker Applications in PlantBreeding. ICAR Short-Term TrainingCourse, 26 September−5 October 2002.Division of Indian Agricultural ResearchInstitute, New Delhi, India.

Beavis, N.D. and P. Keim. 1996. Identificationof QTL that are affected by environment. p.123−149. In M.S. Kang and H.G. Gauch (Eds.).Genotype-by-Environment Interaction. CRCPress, Florida.

CIMMYT. 2002. SSR Markers for Opaque-2.Service Lab Protocols. Applied Biotech-nology Laboratory, CIMMYT, Mexico.

Cregan, P.B., J. Mudge, J.P. Kenworthy, W.J.Kenworthy, J.H. Orf, and N.D. Young. 2000.Two simple sequence repeat markers to selectfor soybean cys nematode resistance condi-tioned by rghl locus. Theor. Appl. Genet.99: 172−181.

Dreher, K. Morris, M. Khairallah, J.M. Ribaut,S. Pandey, and G. Sinivasan. 2000. Is markerassisted selection cost-effective comparedto conventional plant breeding methods?The case of quality protein maize. Paperpresented at the Fourth Annual Conference

of the International Consortium on Agri-cultural Biotechnology Research (ICBR),Economics of Agricultural Biotechnology,held in Ravello, Italy, 24–28 August 2000.

George, M.L.C., B.M. Prasanna, R.S. Rathore,T.A.S. Setty, N.N. Singh, F. Kasim, M. Azrai,S. Vasal, O. Balla, E. Regalado, M. Vargas.M. Khairallah, D. Jeffers, and D. Hoisington.2003. Identification of QTL conferringresistance to downy mildews of maize in Asia.Theor. Appl. Genet. 107: 544–551.

George, M.L., E. Regalado, M. Warburton, S.Vasal, and D.A. Hoisington. 2004. Geneticdiversity of maize inbred lines in relation todowny mildew. Euphytica 135: 145–155.

Gordon, S.G., M. Bartsch, I. Matthies, H.O.Gevers, P.E. Lipps, and R.C. Pratt. 2004.Linkage of molecular markers to Cercosporazeae-maydis resistance in maize. Crop Sci.44: 628–636.

Guzhov, Y. 1989. Genetics and Plant Breedingfor Agriculture. Mir Publisher, Moscow.

Holland, J.B. 2005. Implementation of molecularmarker for quantitative traits in breedingprograms: challenges and opportunities.Manual Training of Advances in Marker-Assisted Selection Workshop, 21−24 February2005. IRRI, Laos Banos, Philippines.

Hospital, F. and A. Charcosset. 1997. Markerassisted introgression of quantitative traitloci (QTL). Genetics 132: 1.199−1.210.

Jiang, C. and Z.B. Zeng. 1995. Multiple traitanalysis of genetic mapping for quantitativetrait loci. Genetics 140: 1.111−1.127.

Kasim, F., M. Azrai, Sutrisno, and D. Ruswandi,2002. Preliminary marker assisted selectionbreeding program for downy mildewresistance in Indonesia. Proceedings of the8th Asian Regional Maize Workshop,Bangkok, Thailand, 5 August 2002.Kasetsart University: 82−90.

Khairallah, M., M. Bohn, C. Jiang, J.A. Deutsch,D.C. Jewell, J.A. Mihm, A.E. Melchinger,

D. Gonzales-de-Leon, and D.A. Hoisington.1997. Moleculer mapping of QTL forsouthwestern corn borer resistance, plantheight and flowering in tropical maize. PlantBreed. 117: 309−318.

Lamadji, S., L. Hakim, dan Rustidja. 1999.Akselerasi pertanian tangguh melalui pe-muliaan nonkonvensional. ProsidingSimposium V Pemuliaan Tanaman PERIPIKomda Jawa Timur. hlm. 28−32.

Lee, M. 1995. DNA markers and plant breedingprograms. Adv. Agron. 55: 265–344.

Mayo, O. 1980. The Theory of Plant Breeding.Clarendon Press, Oxford.

Mejaya, M.J., M.M. Dahlan, dan M.B. Pabendon.2005. Pola Heterosis dalam PembentukanVarietas Unggul Jagung Bersari Bebas danHibrida. Seminar Bulanan Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Pangan,Bogor, 12 Mei 2005. hlm. 13.

Melchinger, A.E. 1990. Use of molecular markersin breeding for oligogenic disease resistance.Plant Breed. 104: 1−19.

Mertz, E.T., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964.Mutant gene that changes protein com-position and increases lysine content ofmaize endosperm. Science 145: 279−280.

Mudge, J., P.B. Cregan, J.P. Kenworthy, W.J.Kenworthy, J.H. Orf, and N.D. Young. 1997.Two microsatellite markers that flank themajor soybean cys nematode resistance locus.Crop Sci. 37: 1.611−1.615.

Pabendon, M.B., M.J. Mejaya, O. Superman,M.M. Dahlan, dan Subandi. 2005. Karakteri-sasi molekuler plasma nutfah jagung varietasSemar-8, Semar-9, Semar-10, dan Bima-1.Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanam-an Serealia, Maros. hlm.12.

Ragot, M., A. Beeville, and M. Tarsac. 1995.Marker Assisted Back Crossing: A practicalexample in techniques et utilizations desmarquees molecularies. Les Colloques,

silangan dengan nilai di atas 0,70, terdapatdelapan persilangan lain di luar Mr4 xMr14 yang mempunyai peluang untukmendapatkan heterosis tinggi dan di-gunakan sebagai bahan percobaan,misalnya Mr14 dengan GM15. Dengandemikian penampilan dan kelebihan lainsecara fenotipik perlu diperhitungkansehingga akan memberi peluang keber-hasilan yang lebih besar dan lebih akuratdalam melakukan seleksi tetua. Estimasijarak genetik sejumlah inbrida jagungyang dilakukan oleh Lee (1995) berdasar-kan Modified Rogers’ Distance menun-jukkan bahwa hasil dan kemampuan daya

gabung khusus (DGK) mempunyaikorelasi yang nyata.

KESIMPULAN

Teknologi marka DNA telah banyakdimanfaatkan oleh peneliti jagung dibeberapa negara dan cukup prospektifdikembangkan untuk mempercepat danmeningkatkan efisiensi seleksi dalampemuliaan jagung di Indonesia. Melaluijalinan kerja sama AMBIONET, telahberhasil diidentifikasi lokus karakterkuantitatif (QTL) ketahanan jagung

terhadap penyakit bulai dan karakterisasikeragaman genetik dan homozigositasgalur-galur elit pemulia yang berguna bagipengembangan varietas jagung hibrida.

Perbaikan kualitas protein jagungdengan mengintrogresikan gen resesifopaque-2 ke galur jagung elit tahan bulaijuga telah dilakukan. Lokus karakterkuantitatif dari beberapa parameteragronomis yang terpaut dengan karakterketahanan terhadap kekeringan juga ber-hasil diidentifikasi, namun masih memerlu-kan studi lebih lanjut sebelum dilakukanfine mapping dalam rangka MAS.

Page 9: 27-23006621

Institute National de la Recherché Agro-nomique 72: 45−56.

Ribaut, J.M., C. Jiang, and D.A. Hoisington. 2002.Simulation experiments on efficiencies ofgene introgression by backcrossing. Crop Sci.42: 557–565.

Shivanna, K.R. and Sawhney. 1997. Pollen biologyand pollen biotechnology: an introduction.In Shivanna and Sawhney (Eds.). PollenBiotechnology for Crop Production andImprovement. Cambridge University Press.hlm. 253−265.

Stoskopf, N.C., D.T. Thomes, and B.R. Christie.1993. Plant Breeding, Theory and Practice.Westview Press, Oxford.

Stuber, C.W., M.D. Edwards, and J.F. Wendel.1999. Synergy of empirical breeding, marker-assisted selection, and genomics to increaseyield potential. Crop Sci. 39: 1.571−1.583.

Tanskley, S.D. and J.C. Nelson. 1996. Advancedbackcross QTL analysis, a method for thesimultaneous discovery and transfer ofvaluable QTLs from unadapted germplasm

into elite breeding lines. Theor. Appl. Genet.92: 191−203.

Vasal, S.K. 2001. High quality protein corn. p.85−129. In A.R. Hallauer (Ed.). SpecialtyCorns. Second Ed. CRC Press LLC, BocaRaton, Florida.

Young, N.D. and S.D. Tanskley. 1989. RFLPanalysis of the size of the chromosomalsegments retained around the tm-2 locus oftomato during backcross breeding. Theor.Appl. Genet. 77: 353−359.