7
291 PA10 PENERAPAN OPTIMISASI PROTEKSI RADIASI DALAM KEGIATAN PRAKTIKUM PELATIHAN: KAJIAN PEMBATAS DOSIS BAGI PESERTA PELATIHAN Indragini 1 , S. Wiyuniati 2 Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta 12440 e-mail: [email protected] , [email protected] ABSTRAK Dalam upaya menerapkan prinsip optimisasi proteksi radiasi yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Sumber Radiasi Pengiondan Keamanan Sumber Radioaktif serta Peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir pada kegiatan Pelatihan, Pusdiklat BATAN telah melakukan kajian pembatas dosis bagi peserta pelatihan. Pembatas dosis berlaku untuk kegiatan praktikum yang memanfaatkan sumber radiasi pengion. Kajian pembatas dosis didasarkan pada hasil evaluasi dosis menggunakan dosimeter saku terkalibrasi yang diterima peserta pada periode pelatihan tahun 2011-2018 dengan jumlah populasi 2188 peserta. Dosis maksimum yang diperoleh peserta pelatihan adalah 26,0 Sv dengan rerata 3,3 Sv dan simpangan baku 2,5 Sv. Dengan menggunakan nilai 2 kali simpangan baku, untuk kegiatan praktikum selama13 Jam Pelajaran, pembatas dosis bagi peserta pelatihan sebesar 31,0 Sv. Kata kunci: pembatas dosis peserta pelatihan, prinsip proteksi radiasi, penerapan optimisasi proteksi radiasi. ABSTRACT To implement radiation protection optimization mandated in Government Regulation No. 33/2007:Safety of Ionizing Radiation and Security of Radioactive Sources and BAPETEN Chairman Regulation No. 4/ 2013: Radiation Protection and Safetyof Nuclear Energy Utilization, Center for Education and Training of Indonesia National Nuclear Energy Agency (Pusdiklat BATAN) assessed radiation dose constraint for trainees. Dose constraint will be implemented during activities that utilize ionizing radiation sources. The radiation dose constraint assessment was based on dose evaluation using a calibrated pocket dosimeter received by trainees during training period from 2011 to 2018 and number of population covered 2188 trainees. The maximum radiation dose obtained by trainees was 26.0 Sv with mean radiation dose of 3.3 Sv and standard deviation of 2.5 Sv. Using standard deviation of 2, it is proposed, for practical exercise durationof 13 learning hours, dose constraint for trainees is 31.0 Sv. Keywords: dose constraint for trainees, radiation protection principles, radiation protection optimization implementation.

291 - digilib.batan.go.iddigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding... · disesuaikan dengan kegiatan dan sumber radiasi pengion yang tertulis dalam izin pemanfaatan. Oleh karena

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

291

PA10 PENERAPAN OPTIMISASI PROTEKSI RADIASI DALAM KEGIATAN PRAKTIKUM PELATIHAN:

KAJIAN PEMBATAS DOSIS BAGI PESERTA PELATIHAN Indragini1, S. Wiyuniati2

Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta 12440 e-mail: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Dalam upaya menerapkan prinsip optimisasi proteksi radiasi yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 33

Tahun 2007 tentang Keselamatan Sumber Radiasi Pengiondan Keamanan Sumber Radioaktif serta Peraturan

Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir

pada kegiatan Pelatihan, Pusdiklat BATAN telah melakukan kajian pembatas dosis bagi peserta pelatihan. Pembatas

dosis berlaku untuk kegiatan praktikum yang memanfaatkan sumber radiasi pengion. Kajian pembatas dosis

didasarkan pada hasil evaluasi dosis menggunakan dosimeter saku terkalibrasi yang diterima peserta pada periode

pelatihan tahun 2011-2018 dengan jumlah populasi 2188 peserta. Dosis maksimum yang diperoleh peserta pelatihan

adalah 26,0 Sv dengan rerata 3,3 Sv dan simpangan baku 2,5 Sv. Dengan menggunakan nilai 2 kali simpangan

baku, untuk kegiatan praktikum selama13 Jam Pelajaran, pembatas dosis bagi peserta pelatihan sebesar 31,0 Sv.

Kata kunci: pembatas dosis peserta pelatihan, prinsip proteksi radiasi, penerapan optimisasi proteksi radiasi.

ABSTRACT

To implement radiation protection optimization mandated in Government Regulation No. 33/2007:Safety of

Ionizing Radiation and Security of Radioactive Sources and BAPETEN Chairman Regulation No. 4/ 2013:

Radiation Protection and Safetyof Nuclear Energy Utilization, Center for Education and Training of Indonesia

National Nuclear Energy Agency (Pusdiklat BATAN) assessed radiation dose constraint for trainees. Dose constraint

will be implemented during activities that utilize ionizing radiation sources. The radiation dose constraint

assessment was based on dose evaluation using a calibrated pocket dosimeter received by trainees during training

period from 2011 to 2018 and number of population covered 2188 trainees. The maximum radiation dose obtained

by trainees was 26.0 Sv with mean radiation dose of 3.3 Sv and standard deviation of 2.5 Sv. Using standard

deviation of 2, it is proposed, for practical exercise durationof 13 learning hours, dose constraint for trainees is 31.0

Sv.

Keywords: dose constraint for trainees, radiation protection principles, radiation protection optimization

implementation.

292

PENDAHULUAN

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan

Tenaga Nuklir Nasional (Pusdiklat BATAN)

merupakan salah satu lembaga penyelenggara

pelatihan kenukliran yang telah mendapat

penunjukkan dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir

(BAPETEN) berdasarkan SK BAPETEN No.

1238/K/XII/2015.Pelatihan yang diselenggarakan oleh

Pusdiklat BATAN mencakup Pelatihan Kenukliran

untuk Pegawai BATAN dan Pelatihan Kenukliran

untuk kalangan industri, medik, universitas dan

instansi lain baik dari pemerintahan, BUMN maupun

swasta. Jenis Pelatihan berulang yang dominan

diselenggarakan oleh Pusdiklat BATAN adalah

Pelatihan Keselamatan Radiasi bagi Calon Petugas

Proteksi Radiasi Bidang Industri dan Medik, Pelatihan

Radiografer Tingkat I dan Pelatihan Radiografer

Tingkat II.

Sebagai institusi yang menyelenggarakan

pelatihan dengan memanfaatkan sumber radiasi

pengion dalam kegiatannya, Pusdiklat BATAN

memiliki kewajiban untuk menjalankan amanat

Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang

Ketenaganukliran. Dalam pasal 16 ayat 1 dinyatakan

bahwa setiap kegiatan yang berkaitan dengan

pemanfaatan tenaga nuklir wajib memperhatikan

keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan

pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan

terhadap lingkungan hidup [1]. Untuk menjamin

terlaksananya keselamatan radiasi bagi pekerja,

masyarakat dan lingkungan hidup maka setiap orang

atau badan yang akan memanfaatkan Tenaga Nuklir

wajib memenuhi persyaratan Keselamatan Radiasi dan

memiliki izin Pemanfatan Tenaga Nuklir, seperti

tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 33 Tahun

2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan

Keamanan Sumber Radioaktif [2].

Persyaratan keselamatan radiasi meliputi

persyaratan manajemen, persyaratan proteksi radiasi,

persyaratan teknik dan verifikasi keselamatan yang

harus didokumentasikan dalam dokumen jaminan

mutu. Dalam upaya menjamin pelaksanaan kegiatan

proteksi dan keselamatan radiasi yangmemenuhi

persyaratan dalam Peraturan Perundangan dan Badan

Pengawas, maka Pemegang Izinbertanggung jawab

untuk mengatur dan menerapkan semua tindakan yang

diperlukan, baik secara teknis maupun

organisasi[3].Sumber daya yang disediakan

disesuaikan dengan kegiatan dan sumber radiasi

pengion yang tertulis dalam izin pemanfaatan. Oleh

karena itu Pusdiklat BATAN menerapkan Sistem

Manajemen Mutu (SMM) yang mengacu ISO

9001:2015 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) dalam seluruh kegiatan

pelatihannya.

Lebih lanjut, dalam menerapkan persyaratan

proteksi radiasi, Pemegang Izin harus memperhatikan

prinsip proteksi radiasi, yaitu justifikasi, optimisasi

dan limitasi. Justifikasi didasarkan pada asas bahwa

dalam kegiatan pemanfaatan sumber radiasi pengion,

manfaat yang akan diperoleh harus lebih besar

daripada risiko yang ditimbulkan. Agar optimisasi

proteksi radiasi terlaksana, Pemegang Izin harus

meyakinkan semua faktor yang terkait pada

penyinaran telah dipertimbangkan [1]. Sedangkan

limitasi dosis wajib ditetapkan oleh Pemerintah melaui

Badan Pengawas dan Pemegang Izin wajib

menerapkan limitasi dosis melalui penerapan Nilai

Batas Dosis (NBD).

Salah satu penerapan prinsip optimisasi

proteksi radiasi oleh Pemegang Izin adalah

penetapanpembatasdosis radiasi yang selanjutnya

disebut sebagai pembatas dosis. Pembatas

dosisditerapkan berdasarkan prinsip ALARA (As Low

As Reasonably Achieveable), bahwa dosis yang

diterima oleh pekerja dan masyarakat harus serendah

mungkin yang dapat dicapai dengan memperhitungkan

faktor ekonomi dan sosial [2]. Hal ini sesuai dengan

pernyataan pada pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 33

Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan

Keamanan Sumber Radioaktif. Penetapan pembatas

dosis dilaksanakan oleh Pemegang Izin dan disetujui

oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

Dalam upaya menerapkan prinsip optimisasi

untuk pekerja radiasi, Pusdiklat BATAN telah

menetapkan pembatas dosis sejak tahun 2008 sebesar

10 mSv per tahun dengan asumsi beban kerja

pengoperasian sumber radiasi pengion di Pusdiklat

BATAN adalah 1000 jam. Pusdiklat BATAN juga

telah melakukan kaji ulang terhadap pembatas

dosisnya pada tahun 2015 berdasarkan kajian evaluasi

dosis pekerja periode 2007-2015ditetapkan pembatas

dosis sebesar 4 mSv dengan beban kerja tetap 1000

jam [4]. Selanjutnya pembatas dosis untuk pekerja

radiasi dapat digunakan untuk menetapkan pembatas

dosis bagi peserta pelatihan selama mengikuti

kegiatan praktikum di Pusdiklat BATAN.

Agar prinsip ALARA dalam penerapan

optimisasi proteksi radiasi tetap terpenuhi, maka perlu

dilakukan kaji ulang secara periodik. Oleh karena itu

penting dilakukan kajian pembatas dosis untuk peserta

pelatihan di Pusdiklat BATAN, yang sebelumnya

diturunkan dari pembatas dosis pekerja radiasi diubah

menjadi berdasarkan pada data penerimaan dosis

peserta pelatihanyang dipantau selama praktikum.

Kajian ini penting dilakukan untuk memverifikasi

nilai pembatas dosis dengan kondisi yang sebenarnya.

METODE / METODOLOGI

Alat ukur radiasi yang digunakan untuk

pemantauan dosis peserta pelatihan adalah dosimeter

saku merk Aloka Tipe PDM 112 atau PDM 122.

Kedua tipe dosimeter saku tersebutmenggunakan

detektor semi konduktor dan dapat mengukur radiasi

gamma dan X-ray mulai dari energi 40 keV. Rentang

dosis yang dapat diukur 1µSv – 10 mSv.

antara kedua dosimeter tersebut adalah dosimeter saku

Tipe PDM 122 dapat digunakan untuk mengukur laju

dosis. Fasilitas tersebut tidak dimiliki oleh Tipe PDM

112 [5]. Gambar 1. Berikut memperlihatkan tipe

dosimeter saku yang digunakan oleh pese

Gambar 1. Dosimeter saku tipe PDM 112 (a) dan

PDM 122 (b)[5]

Dosimeter saku yang digunakan untuk

memantau dosis peserta pelatihan selama praktikum,

merupakan dosimeter yang telah dikalibrasi oleh

Laboratorium Dosimetri Pusat Teknologi

dan Metrologi Radiasi (PTKMR) BATAN. Kalibrasi

dilakukan secara periodik satu tahun sekali. Dalam

kegiatan praktikum, pemantauan dan pencatatan dosis

peserta pelatihan dilakukan oleh seorang Petugas

Proteksi Radiasi (PPR). Selanjutnya PPR

menginformasikan penerimaan dosis tersebut kepada

peserta pelatihan dan melaporkan kepada Kepala

Subbidang Sarana dan Prasarana Diklat selaku

pengelola kegiatan pemanfaatan sumber radiasi

pengion di Pusdiklat BATAN.

Kajiulangpembatasdosisbagipesertapelatihan

dilaksanakanberdasarkanhasilpenerimaan

umpesertapelatihanselamaperiodepelatihan tahun

2010-2018 dengan jumlah populasi sebanyak 2188

a b

ata penerimaan dosis

peserta pelatihanyang dipantau selama praktikum.

Kajian ini penting dilakukan untuk memverifikasi

nilai pembatas dosis dengan kondisi yang sebenarnya.

Alat ukur radiasi yang digunakan untuk

pelatihan adalah dosimeter

saku merk Aloka Tipe PDM 112 atau PDM 122.

Kedua tipe dosimeter saku tersebutmenggunakan

detektor semi konduktor dan dapat mengukur radiasi

ray mulai dari energi 40 keV. Rentang

10 mSv. Perbedaan

antara kedua dosimeter tersebut adalah dosimeter saku

Tipe PDM 122 dapat digunakan untuk mengukur laju

dosis. Fasilitas tersebut tidak dimiliki oleh Tipe PDM

112 [5]. Gambar 1. Berikut memperlihatkan tipe

dosimeter saku yang digunakan oleh peserta pelatihan:

Dosimeter saku tipe PDM 112 (a) dan

Dosimeter saku yang digunakan untuk

memantau dosis peserta pelatihan selama praktikum,

merupakan dosimeter yang telah dikalibrasi oleh

Laboratorium Dosimetri Pusat Teknologi Keselamatan

dan Metrologi Radiasi (PTKMR) BATAN. Kalibrasi

dilakukan secara periodik satu tahun sekali. Dalam

kegiatan praktikum, pemantauan dan pencatatan dosis

peserta pelatihan dilakukan oleh seorang Petugas

Proteksi Radiasi (PPR). Selanjutnya PPR

nformasikan penerimaan dosis tersebut kepada

peserta pelatihan dan melaporkan kepada Kepala

Subbidang Sarana dan Prasarana Diklat selaku

pengelola kegiatan pemanfaatan sumber radiasi

Kajiulangpembatasdosisbagipesertapelatihan

penerimaandosismaksim

pelatihan tahun

2018 dengan jumlah populasi sebanyak 2188

peserta.Peserta Pelatihan merupakan peserta yang

mengikuti kegiatan Pelatihan yang dikelompokkan

menjadi 6 kelompok besar berdasarkan durasi

kegiatan praktikum, dan distribusi populasi

berdasarkan jenis pelatihan tercantum dalam Tabel 1

berikut:

Tabel 1. Distribusi populasi berdasarkan pelatihan

No. Nama Pelatihan

1 Pelatihan Calon

PPR Bidang

Industri Tk 1, Tk

2 dan Medik Tk 1

2 Pelatihan Calon

PPR Bidang

Industri Tk 3

3 Pelatihan Calon

PPR Bidang

Medik Tk 2

4 Pelatihan

Radiografer

Tingkat I

5 Pelatihan

Radiografer

Tingkat II

6 Pelatihan lainnya

(KBR Brimob)

Total

Simpangan baku Populasi dihitung

menggunakan Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari seluruh data penerimaan dosis peserta

pelatihan pada 6 kelompok pelatihan, diperoleh dosis

total sebesar 7.284 Sv dengan populasi sebanyak

293

Peserta Pelatihan merupakan peserta yang

mengikuti kegiatan Pelatihan yang dikelompokkan

besar berdasarkan durasi

kegiatan praktikum, dan distribusi populasi

berdasarkan jenis pelatihan tercantum dalam Tabel 1

Tabel 1. Distribusi populasi berdasarkan pelatihan

Durasi

Praktikum

(JP)

Jumlah

Populasi

(Peserta)

22 601

15 305

9 284

12 449

20 248

13 301

2188

Simpangan baku Populasi dihitung

menggunakan Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari seluruh data penerimaan dosis peserta

pelatihan pada 6 kelompok pelatihan, diperoleh dosis

Sv dengan populasi sebanyak

2188 peserta. Dengan demikian, maka dosis rerata

penerimaan dosis peserta pelatihan adalah 3,3

dengan simpangan baku sebesar 2,5

untuk penerimaan dosismaksimum peserta dapat

dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 2. Dosis maksimum Peserta Pelatihan Calon

PPR Industri Tk 1, Tk 2 dan Medik Tk 1 tahun 2014

2018

Gambar 3. Dosis maksimum Peserta

PPR Industri Tk 3 tahun 2011

2188 peserta. Dengan demikian, maka dosis rerata

penerimaan dosis peserta pelatihan adalah 3,3 Sv

ngan baku sebesar 2,5 Sv. Sedangkan

untuk penerimaan dosismaksimum peserta dapat

Dosis maksimum Peserta Pelatihan Calon

PPR Industri Tk 1, Tk 2 dan Medik Tk 1 tahun 2014-

Dosis maksimum Peserta Pelatihan Calon

PPR Industri Tk 3 tahun 2011-2018

Gambar 4. Dosis maksimum Peserta Pelatihan Calon

PPR Medik Tk 2 tahun 2013

Gambar 5. Dosis maksimum Peserta Pelatihan

Radiografer Tk 1 tahun 2013

Gambar 6. Dosis maksimum Peserta Pelatiha

Radiografer Tk 2 tahun 2010

294

Dosis maksimum Peserta Pelatihan Calon

PPR Medik Tk 2 tahun 2013-2017

Dosis maksimum Peserta Pelatihan

Radiografer Tk 1 tahun 2013-2018

Dosis maksimum Peserta Pelatihan

Radiografer Tk 2 tahun 2010-2017

Gambar 7. Dosis maksimum Peserta Pelatihan

Lainnya tahun 2014-2018

Dari data di atas, maka dapat diketahui

penerimaan dosis maksimum pada masing

kelompok peletihan, seperti tercantum dalam Tabel 2

dan Gambar 8 berikut ini:

Tabel 2. Penerimaan dosis maksimum peserta

pelatihan pada masing-masing kelompok pelatihan

No. Nama Pelatihan

Penerimaan Dosis

1 Pelatihan Calon PPR

Bidang Industri Tk 1,

Tk 2 dan Medik Tk 1

2 Pelatihan Calon PPR

Bidang Industri Tk 3

3 Pelatihan Calon PPR

Bidang Medik Tk 2

4 Pelatihan Radiografer

Tingkat I

5 Pelatihan Radiografer

Tingkat II

6 Pelatihan lainnya

(KBR Brimob)

Dosis maksimum Peserta Pelatihan

2018

Dari data di atas, maka dapat diketahui

penerimaan dosis maksimum pada masing-masing

kelompok peletihan, seperti tercantum dalam Tabel 2

Tabel 2. Penerimaan dosis maksimum peserta

masing kelompok pelatihan

Penerimaan Dosis

Maksimum

(mikro Sievert)

17

13

6

10

7

26

Gambar 8. Penerimaan Dosis maksimum Peserta

Pelatihan tahun

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa

penerimaan dosis maksimum peserta adalah 26

yang diperoleh pada Pelatihan Proteksi Radiasi bagi

Personel KBR Brimob dengan durasi Praktikum 13 JP

(1 JP setara dengan 60 menit). Data juga menunjukkan

bahwa besarnya dosis maksimum yang diterima

peserta pelatihan tidak hanya dipengaruhi oleh durasi

kegiatan praktikum saja, tetapi ada faktor lain yang

harus diperhatikan. Oleh karena itu perlu dikaji lebih

mendalam, dengan melihat kurikulum pelatihan dan

skenario pelaksanaan praktikum yang terangkum

dalam rencana pembelajaran.Dari hasil kajian

kurikulum dapat diketahui bahwa jenis praktikum

pada setiap pelatihan tidak sama dan memberikan

andil terhadap penerimaan dosis peserta. Dari Tabel 2

dapat dilihat bahwa penerimaan dosis peserta

Pelatihan Calon PPR Bidang Medik Tk 2 dan

Pelatihan Radiografer Tingkat II relatif lebih rendah

dibanding dengan jenis pelatihan lainnya, hal ini

disebabkan karena pada kurikulum kedua pelatihan

tersebut tidak terdapat Praktikum

Keadaan Darurat (PKD). Praktikum PKD memberikan

kontribusi terbesar dalam penerimaan dosis peserta

pelatihan. Hal ini sesuai dengan dokumen rencana

pembelajaran yang menyatakan bahwa peserta

pelatihan melakukan simulasi kegiatan PKD. Skenar

PKD disesuaikan dengan potensi kedaruratan yang

mungkin terjadi sesuai dengan bidang kerjanya di

bawah pengawasan Pembimbing, Asisten dan

PPR.Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penerimaan

dosis terbesar adalah peserta pelatihan bagi Personel

Kimia, Biologi dan Radioaktif Brigade Mobil

Kepolisian Repubilik Indonesia (KBR Brimob

POLRI), sesuai dengan skenario PKD pada pelatihan

yaitu penanganan penyalahgunaan zat radioaktif

berupa Radioactive Dispersal Device

Radiation Exposure Device

PKD bagi KBR Brimob POLRI menggunakan

295

Penerimaan Dosis maksimum Peserta

Pelatihan tahun 2010-2018

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa

penerimaan dosis maksimum peserta adalah 26 Sv,

yang diperoleh pada Pelatihan Proteksi Radiasi bagi

Personel KBR Brimob dengan durasi Praktikum 13 JP

(1 JP setara dengan 60 menit). Data juga menunjukkan

ahwa besarnya dosis maksimum yang diterima

peserta pelatihan tidak hanya dipengaruhi oleh durasi

kegiatan praktikum saja, tetapi ada faktor lain yang

harus diperhatikan. Oleh karena itu perlu dikaji lebih

mendalam, dengan melihat kurikulum pelatihan dan

enario pelaksanaan praktikum yang terangkum

dalam rencana pembelajaran.Dari hasil kajian

kurikulum dapat diketahui bahwa jenis praktikum

pada setiap pelatihan tidak sama dan memberikan

andil terhadap penerimaan dosis peserta. Dari Tabel 2

wa penerimaan dosis peserta

Pelatihan Calon PPR Bidang Medik Tk 2 dan

Pelatihan Radiografer Tingkat II relatif lebih rendah

dibanding dengan jenis pelatihan lainnya, hal ini

disebabkan karena pada kurikulum kedua pelatihan

tersebut tidak terdapat Praktikum Penanggulangan

Keadaan Darurat (PKD). Praktikum PKD memberikan

kontribusi terbesar dalam penerimaan dosis peserta

pelatihan. Hal ini sesuai dengan dokumen rencana

pembelajaran yang menyatakan bahwa peserta

pelatihan melakukan simulasi kegiatan PKD. Skenario

PKD disesuaikan dengan potensi kedaruratan yang

mungkin terjadi sesuai dengan bidang kerjanya di

bawah pengawasan Pembimbing, Asisten dan

PPR.Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penerimaan

dosis terbesar adalah peserta pelatihan bagi Personel

i dan Radioaktif Brigade Mobil

Kepolisian Repubilik Indonesia (KBR Brimob

POLRI), sesuai dengan skenario PKD pada pelatihan

yaitu penanganan penyalahgunaan zat radioaktif

Radioactive Dispersal Device (RDD) dan

Radiation Exposure Device (RED). Pada Praktikum

PKD bagi KBR Brimob POLRI menggunakan

296

skenario yang lebih kompleks dibandingkan dengan

praktikum PKD pada pelatihan yang lain.Oleh karena

itu dokumen rencana pembelajaran untuk praktikum

yang menggunakan sumber radiasi pengion harus

memperhitungkan pembatas dosis bagi peserta

pelatihan, sehingga penetapan pembatas dosis menjadi

sangat penting.

Dari kajian hasil pemantauan dosis peserta

pelatihan selama kegiatan praktikum, penetapan

pembatas dosis dengan mempertimbangkan

penerimaan dosis maksimum ditambah dengan 2 kali

nilai simpangan baku populasi. Faktor yang

diperhatikan dalam penggunaan 2 kali simpangan

baku adalah adanya ketidakpastian pengukuran yang

berasal dari dosimeter saku yang digunakan dan

variasi data penerimaan dosis peserta pelatihan.Dari

pengolahan data diperoleh penerimaan dosis

maksimum peserta sebesar 26,0 Sv dengan

simpangan baku 2,5 Sv. Oleh karena itu dihasilkan

nilai pembatas dosis untuk peserta pelatihan sebesar

31 Sv untuk durasi praktikum 13 JP. Sedangkan

pembatas dosis untuk peserta pelatihan yang

diturunkan dari dosis pekerja radiasi di Pusdiklat

BATAN sebesar 4 mSv dengan beban kerja 1000 jam

per tahun, diperoleh pembatas dosis untuk 13 JP

sebesar 52 Sv.Jika dibandingkan nilai pembatas dosis

dari kedua metode tersebut, hasil pemantauan dosis

dan penurunan dari pembatas dosis pekerja radiasi,

maka pembatas dosis berdasarkan pemantauan dosis

peserta pelatihan menghasilkan nilai yang lebih kecil.

Oleh karena itu Pusdiklat BATAN dapat menurunkan

nilai pembatas dosis bagi peserta pelatihan menjadi 31

Sv sebagai upaya peningkatan penerapan prinsip

optimisasi proteksi radiasi dalam kegiatan

pelatihannya.

KESIMPULAN

Nilai pembatas dosis merupakan cerminan

dari komitmen Pemegang Izin untuk menerapkan

pengendalian bahaya dan menurunkan risiko dalam

pemanfaatan sumber radiasi pengion melalui program

proteksi dan keselamatan radiasi di fasilitas.

Berdasarkan kajian dosis maksimum yang diterima

peserta pelatihan dalam kegiatan praktikum di

Pusdiklat BATAN, diperoleh nilai pembatas dosis bagi

peserta pelatihan sebesar 31 µSv yang berlaku untuk

durasi praktikum 13 JP.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapanterimakasihditujukan kepada Kepala

Pusdiklat BATAN dan KPTF Pusdiklat yang telah

mendukung dalam penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran

[2] PeraturanPemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan-Sumber Radioaktif

[3] IAEA Safety Standard Series No. GSR Part 3. (2014). Radiation Protection and Safety of Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: 34 dan 37, Vienna.

[4] S. Wiyuniati dan Indragini (2015).Kajian Nilai Pembatas Dosis bagi Pekerja Radiasi di Pusdiklat BATAN. Widyanuklida No.1: 46-51.Jakarta

[5] Manual alat dosimeter saku merk Aloka Tipe PDM 112 dan PDM 122.

297

NO Nama penanya Kode Maka-

lah

Nama Pe-

nyaji

Pertanyaan dan Jawaban

1. M. Yusuf San-

toso (Politeknik

Perkapalan Ne-

geri Surabaya,

PPNS)

PA10 Indragini

(PDL-

BATAN)

1. Apakah metode penetapan pembatas dosis pada pe-latihan dapat diterapkan untuk kegiatan lain, misal-nya kerja praktek?

Jawab:

1. Metode penetapan pembatas dosis beragam. Salah satunya dengan mengevaluasi hasil penerimaan do-sis maksimum. Penetapan pembatas dosis juga ha-rus memperhatikan NBD, misalnya utk kerja prak-tek usia 16 th dg 18 th berbeda. Pembatas dosis ha-rus lebih kecil dari NBD dan mengacu pada dura-si/waktu/beban kerja dan dilakukan kaji ulang seca-ra berkala.