19
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA SPONDYLOSIS 1.1 Definisi Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). 1,2 Penyakit ini disebut juga spondilo-artritis, spondilo- artrosis, atau disebut juga sebagai osteoarthritis vertebra (Rasjad, 2007). 1.2 Anatomi Vertebrae Kolumna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyanggah kranium, gelang bahu, ektremitas atas, dan dinding toraks serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya terletak medula spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis. 1

3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

SPONDYLOSIS

1.1 Definisi

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis

dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi

discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti

pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral,

dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). 1,2

Penyakit ini disebut juga spondilo-artritis, spondilo-artrosis, atau disebut juga sebagai

osteoarthritis vertebra (Rasjad, 2007).

1.2 Anatomi Vertebrae

Kolumna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyanggah kranium,

gelang bahu, ektremitas atas, dan dinding toraks serta melalui gelang panggul meneruskan berat

badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya terletak medula spinalis, radix nervi spinales,

dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis.

Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebra, yaitu 7 vertebra servikalis, 12 vertebra torasikus,

5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis (yang bersatu membentuk os sakrum), dan 4 vertebra

coccygis (tiga yang di bawahnya umumnya bersatu). Struktur kolumna ini fleksibel, karena

bersegmen dan tersusun atas vertebra, sendi, dan bantalan fibrokartilago yang disebut diskus

intervertebralis. Diskus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang kolumna.

Diskus ini paling tebal di daerah servikal dan lumbal, tempat banyak terjadinya gerakan kolumna

vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai diskus semielastis, yang terletak di antara korpus

vertebra yang berdekatan dan bersifat kaku namun lentur.

Walaupun memperlihatkan berbagai perbedaan regional, semua vertebra mempunyai pola

yang sama. Vertebra tipikal terdiri atas corpus yang bulat di anterior dan arcus vertebra di

posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang disebut foramen vertebralis, yang dilalui oleh

1

Page 2: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

2

medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus vertebra terdiri atas sepasang pediculus yang

berbentuk silinder, yang membentuk sisi arcus, dan sepasang lamina gepeng yang melengkapi

arbus dari posterior. Arcus vertebra mempunyai tujuh processus, yaitu satu processus spinosus,

dua processus transversus, dan empat processus articularis.

Processus articularis superior terletak vertikal dan terdiri atas dua processus artikularius

superior dan dua processus artikularius inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara

lamina dan pediculus, dan facies articularisnya diliputi oleh cartilage hyaline. Kedua processus

articularis superior dari sebuah arcus vertebra bersendi dengan kedua processus articularis,

inferior dari arcus yang ada di atasnya, membentuk sendi synovial.

Ciri-Ciri Vertebra Lumbalis Tipikal:

1. Corpus besar dan berbentuk ginjal

2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang

3. Lamina tebal

4. Foramina vertebrale berbentuk segitiga

5. Processus transversus panjang dan langsing

6. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah ke belakang

7. Facies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan facies

articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral (Snell, 2006).

Page 3: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

3

Gambar 1. Columna Vertebralis

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal (Thompson)

1.3 Epidemiologi

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis. Di Amerika

Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis

Page 4: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

4

lumbalis, meningkat dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbal

dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat

dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit

vertebralis, yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-64

tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun

mengalami osteofit lumbalis.2

Rasio jenis kelamin pada keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara bermakna.

Spondilosis lumbalis ini sendiri muncul sebagai fenomena penuaan yang tidak spesifik.

Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara spondilosis dengan gaya

hidup, berat badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol,

atau riwayat reproduksi.2

1.4 Etiologi

Degenerasi diskus merupakan salah satu penyebab dari instabilitas, gerakan abnormal,

dan malalignment yang dapat mengakibatkan osteoarthritis facet join (Appley).

1.5 Faktor Resiko

Faktor penyebab dan predisposisi adalah:

1. adanya trauma pada sendi-sendi di vertebra.

2. adanya penyakit pada vertebra (penyakit Scheuermann) (Rasjad, 2007).

1.6 Patofisiologi

Penyakit degeneratif pada vertebra lumbal lebih sering ditemukan dimana terjadi kelainan

degenerasi pada sendi intervertebral (antara kedua badan vertebra) serta faset posterior yang

menimbulkan keadaan yang disebut osteoartritis. Pada sendi sentral terjadi degenerasi yang

menyebabkan penyempitan diskus intervertebralis dan hipertrofi pada pinggir sendi dengan

terbentukya osteofit. Akibat lain yang ditimbulkan adalah terjadinya instabilitas, hiperekstensi dan

penyempitan segmental dari vertebra. Juga dapat terjadi herniasi diskus intervertebralis. Osteofit yang

terjadi dapat memberikan tekanan pada foramen intervertebralis yang memberikan tekanan pada saraf

yang melewatinya (Rasjad, 2007).

Page 5: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

5

1.7 Klasifikasi

5 tipe:

Tipe I defisiensi faset superior S1

Tipe II isthmic, defect pada pars interartikularis atau pemanjangan pada bagian tersebut

Tipe III degenerative umumnya di L4–L5

Tipe IV traumatik, other than at the pars;

Tipe V berhubungan dengan patologi (misalnya neoplasma)

• Amount of slip is graded by percentages into 4 grades: 0–25%,

26–50%, 51–75%, and 76–100% slip

• pasien dapat asimtomatis atau mengalami nyeri punggung atau nyeri kaki. Pasien muda

Patients may be asymptomatic or have back or leg pain; young

patients may have tight hamstrings and flexed hip and knee gait

• Radiographs show slip on lateral views and “collar” on “Scotty

dog” on oblique views with pars defects present

1.8 Gambaran Klinis

Osteoartritis lumbal dapat terjadi tanpa memberikan gejala-gejala yang jelas. Gejala yang

muncul biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut. Umumnya

gejala-gejala berupa nyeri punggung bawah yang bertambah apabila penderita melakukan aktivitas,

misalnya saat berdiri atau berjalan. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah

pendek, kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Selain itu, juga

terdapat rasa kaku pada daerah punggung bawah. (Rasjad, 2007; 2)

Osteoartritis hipertrofi dari facet join dapat mengakibatkan akar saraf terjepit pada recessus

lateral atau foramen intervertebral (Appley). Apabila terdapat jepitan pada saraf akibat penyempitan

maka akan menimbulkan gejala nyeri radikuler. Gejala dan tanda yang menetap yang tidak

berhubungan dengan postur tubuh disebabkan oleh penekanan permanen pada akar saraf. Gejala

dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri pinggang bawah, nyeri

alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini berhubungan dengan penyempitan

Page 6: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

6

recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu, gejala-gejala akan dipicu atau

diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk oleh lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan

terutama menuruni tangga atau jalan menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak tinggi.

Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu yang

lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan

spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan akibat sensasi

proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan, termasuk juga nyeri alih (nyeri

pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental tulang belakang dan akan berkurang

dengan perubahan postur yang mengurangi posisi lordosis lumbalis : condong ke depan saat

berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring. Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke

daerah dermatom yang sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang lain, menandakan

terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang, yang merupakan

fenomena yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa

pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami gejala

intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek. 2

Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada beratnya

penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal tersebut adalah

defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang terdapat inkontinensia

urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang terfleksikan dapat mengurangi gejala, tapi

tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan claudicatio intermiten vaskuler. Claudicatio

intermiten neurogenik disebabkan oleh insufisiensi suplai vaskuler pada satu atau lebih akar saraf

dari cauda equina yang terjadi selama aktivitas motorik dan peningkatan kebutuhan oksigen yang

berhubungan dengan hal tersebut. Daerah fokal yang mengalami gangguan sirkulasi tersebut

muncul pada titik tempat terjadinya penekanan mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang

berkembang menjadi nyeri atau paresthesia. Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah

besar akan berkembang menjadi kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari penekanan mekanik

adalah perlekatan arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf dan menganggu sirkulasi CSF di

sekitarnya dengan akibat negatif pada metabolismenya. 2

Pada pemeriksaan hanya ditemukan kelainan yang ringan pada otot-otot punggung bawah serta

gangguan pergerakan tulang belakang.

Page 7: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

7

1.9 Pemeriksaan Payudara

1.7.1 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis

- X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.1

- Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA])

memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk pengukuran

densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa

tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan

menutupi adanya osteoporosis.1

Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk

menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis

dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis,

dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat

ditentukan dengan metode ini.2

Pada foto rontgen didapatkan adanya kelainan berupa penyempitan ruangan

intervertebralis serta adanya osteofit (Appley; Rahsjad, 2007).

Page 8: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

8

CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan tampak

struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk canalis

spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis,

lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat. 2

MRI dapat mengevaluasi isi canalis spinalis.

Gambar 3. Spinal canal stenosis-Sagittal MRI

Gambar 4. Lumbar Spondylosis

2. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada indikasi pemeriksaan laboratorium.1

Page 9: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

9

3. Pemeriksaan Lainnya

Elektromiografi (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) hanya digunakan pada

keadaan dengan komplikasi). 1

1.10 Diagnosis

1.11 Diagnosis Banding

Facet syndrome

Low back pain (muscular)

Spinal stenosis

Lumbar disk herniation

1. psikogenik

2. viserogenik

3. vaskulogenik

4. Neurogenik

1.12 Staging

1.13 Penatalaksanaan

Gejala-gejala radikuler dan claudicatio intermitten neurogenik lebih mudah berkurang

dengan pengobatan daripada nyeri punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.2 Tujuan

pengobatan adalah membantu penderita untuk mengetahui keadaan penyakitnya untuk

memberikan dukungan psikologis, mengurangi nyeri, meningkatkan fungsi tulang belakang dan

merehabiltasi penderita.

a. Pengobatan konservatif

Pengobatan ini terdiri dari pemberian obat-obatan untuk menghilangkan nyeri

(analgesik), manipulasi, pemakaian alat-alat bantu ortopedi seperti korset yang dapat mengurangi

lordosis lumbalis sehingga dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Pada

Page 10: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

10

beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup memuaskan dan jarak saat

berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari. 2

Injeksi facet join menggunakan anestesi lokal dan kortikosteroid dapat memberikan

keuntungan dalam jangka pendek dan beberapa mengurangi gejala hingga lebih dari 1 tahun.

Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest total selama

dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan untuk bedah eksisi.

b. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-gejala

permanen khususnya defisit mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa

komplikasi.1

Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan nervus

skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.1

- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin terjadi

hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.

- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen sampai

kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang diinduksi osteofit.

- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah

komplikasi yang mungkin terjadi.

- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat

menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul

kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofit-osteofit

tersebut, sehingga tidak nampak lagi.

- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.

Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena

pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi

yang dapat dilakukan anatara lain:2

Operasi dekompresi

Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil

Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil

Page 11: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

11

Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis spinalis

dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi selektif dari akar

saraf.

1) Dekompresi kanalis spinalis2

Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian tengah.

Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka kesuksesan yang

tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah ¼ pasien setelah 5 tahun. Terdapat

angka komplikasi post operatif non spesifik dan jaringan parut epidural yang relatif rendah.

Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina lumbalis,

selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula. Pada spina yang

degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan facet joint seringkali

terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya spondilolistesis post operatif setelah laminektomi

yang akan memberikan hasil yang buruk.

Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau jika

terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi dari

instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami degenerasi,

nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan inilah maka discectomy

tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana gejalanya ditimbulkan oleh protrusio

atau herniasi, kecuali diskus yang terherniasi menekan akar saraf bahkan setelah dekompresi

recessus lateralis.

Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi di

segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat nyata, hal

ini disebut dengan “membran post laminektomi”. Autotransplantasi lemak dilakukan pada

epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa telah berhasil,

pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan penekanan akar saraf.

Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan

dengan hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati.

Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur standar stenosis

laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis spinalis, sehingga biasanya digabungkan

dengan beberapa bentuk facetectomy parsial. ”Unroofing” foramen vertebralis dapat dikerjakan

Page 12: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

12

hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi diskus foramina. Kemungkinan cara yang lain

dikerjakan adalah prosedur laminoplasti dengan memindahkan dan memasukkan kembali

lengkung laminar dan processus spinosus.

2) Dekompresi selektif akar saraf 2

Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis, dekompresi selektif akar

saraf sudah cukup, khususnya jika pasien mempunyai gejala unilateral. Facetectomy medial

melalui laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint yang membungkus akar

saraf diangkat.

Komplikasi spesifik prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas yang

disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique dari pars artikularis

yang menipis.

3) Dekompesi dan stabilisasi2

Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode stabilisasi. Sistem terbaru

menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana pada sistem yang lebih lama seperti knodt rods,

harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer.

Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus dengan

atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya dapat dilakukan

penyatuan interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior. Beberapa ahli

mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal lebih baik daripada laminektomi tunggal

karena laminektomi tunggal berhubungan dengan insiden yang tinggi dari spondilolistesis

progresif.

Komplikasi prosedur stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi osteosintetik,

trauma neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel, pseudoarthrosis, ileus

paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi dan stenosis post fusi dapat muncul

pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami fusi yang disebabkan oleh

hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori ini, efek klinis dari komplikasi ini

masih belum dapat diketahui.

Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi adalah

prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan pengobatan yang

Page 13: 3. Bab 1 Tinjauan Pustaka Spondilitis 3

13

paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan dalam rangkaian operasi

yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun demikian, setelah lebih dari 40

tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi, etiologinya masih belum dapat dimengerti secara

jelas dan juga, definisi dan klasifikasi masih belum jelas karena derajat stenosis tidak selalu

berhubungan dengan gejala-gejalanya.

Sembilan puluh persen penderita dengan kelainan degeneratif pada tulang belakang lumbal akan

mengalami pemulihan tanpa tindakan operasi, sehingga tindakan operasi diakukan hanya pada indikasi

tertentu seperti:

1. Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau

menyebabkan claudicatio intermitten neurogenik dekompresi dan stabilisasi

2. Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten yang jelas

berhubungan dengan postur dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika keluhan

membaik dengan korset lumbal

3. hilangnya kontrol kandung kencing dan usus akibat herniasi diskus yang merupakan tindakan

segera.

4. terdapat kelainan neurologis yang progesif.

5. Adanya skiatika dan nyeri yang sangat mengganggu.

c. Rehabilitasi dan Fisioterapi

Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan

otot-otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik konservatif

maupun pembedahan. Memperkuat vertebra dan otot abdomen dapat memperkecil kejadian

ulang (Appley).

1.14 Prognosis

1.15 Pencegahan