58
III. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK dan LOKASI MAGANG A. Hutan Pendidikan Bengo-bengo Universitas Hasanuddin 1. Keadaan Biofisik a. Letak dan Luas Kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin terletak di Kabupaten Maros. Dari pusat ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, kawasan hutan pendidikan tersebut berjarak sekitar 65 km, sedangkan dari pusat ibukota Kabupaten Maros berjarak sekitar 34 km. Kawasan ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam 30 menit dari Kota Makassar. Luas kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin berdasarkan SK.86/MENHUT-II/2005 seluas 1300 ha. Secara administratif pemerintahan, sebagian besar kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin berada di wilayah Desa Limapocoe, Kecamatan Cenrana (sebelumnya Kecamatan Camba), Kabupaten Maros. Berdasarkan kedudukan geografis, kawasan Hutan

3. keadaan umum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3. keadaan umum

III. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK dan LOKASI

MAGANG

A. Hutan Pendidikan Bengo-bengo Universitas

Hasanuddin

1. Keadaan Biofisik

a. Letak dan Luas

Kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin terletak

di Kabupaten Maros. Dari pusat ibukota Propinsi Sulawesi

Selatan, kawasan hutan pendidikan tersebut berjarak sekitar 65

km, sedangkan dari pusat ibukota Kabupaten Maros berjarak

sekitar 34 km. Kawasan ini dapat dicapai dengan menggunakan

kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat dengan

waktu tempuh kurang lebih 1 jam 30 menit dari Kota Makassar.

Luas kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin

berdasarkan SK.86/MENHUT-II/2005 seluas 1300 ha. Secara

administratif pemerintahan, sebagian besar kawasan Hutan

Pendidikan Universitas Hasanuddin berada di wilayah Desa

Limapocoe, Kecamatan Cenrana (sebelumnya Kecamatan

Camba), Kabupaten Maros. Berdasarkan kedudukan geografis,

kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin terletak pada

119 44’34” - 119 46’17” Bujur Timur dan 04 58’7” - 05 00’30”

Lintang Selatan.

Page 2: 3. keadaan umum

Adapun batas-batas Hutan Pendidikan Universitas

Hasanuddin, adalah sebagai berikut:

(1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Timpuseng

(2) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Laiya

(3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kappang

(4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ballocci

Kabupaten Pangkep

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang

dilakukan oleh Fakultas Kehutanan, luas Hutan Pendidikan Unhas

Bengo-Bengo adalah ± 1300 ha dengan pembagian wilayah

kedalam tiga blok yaitu blok I 397 ha, Blok II seluas 457 ha, dan

Blok III seluas 466 ha. Antara blok yang satu dengan blok yang

lain dibatasi oleh jalan setapak yang kelak akan direncanakan

menjadi jalan induk dan batas alam.

Status hukum hutan pendidikan berdasarkan Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor SK 86/Menhut–II/2005 tentang

perubahan keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor

063/Kpts/BS/1/1980 tanggal 31 maret 1980 tentang Penunjukan

Areal Hutan di Sekitar Sungai Camba Seluas 1.300 ha sebagai

Hutan Pendidikan, menjadi penunjukan kawasan hutan lindung

dan kawasan hutan produksi tetap seluas 1.300 ha di Kabupaten

Maros, Provinsi Sulawesi Selatan sebagai kawasan hutan dengan

Page 3: 3. keadaan umum

tujuan khusus untuk menjadi hutan pendidikan Universitas

Hasanuddin, ditetapkan di Jakarta,tanggal 4 Maret 2005.

b. Topografi

Pada umumnya kawasan Hutan Pendidikan Unhas Bengo-

Bengo merupakan daerah bergelombang sampai bergunung.

Berdasarkan peta topografi dengan skala 1 : 100.000 keadaan

lapangan dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Daerah datar dengan kemiringan < 3 % terdapat pada

sekitar jalan raya dan kampung disebelah Timur.

b. Daerah landai sampai berombak dengan kemiringan 3 % -

8 % terdapat di bagian tengah.

c. Daerah berbukit dengan kemiringan 8 % - 25 % terdapat

pada sebelah Timur Laut, Timur dan Selatan.

d. Daerah bergunung dengan kemiringan > 25% terdapat di

sebelah Barat dan Utara.

c. Tanah dan Geologi

Menurut Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1967)

keadaan tanah di Kawasan Hutan Pendidikan Universitas

Hasanuddin sebagian besar terdiri dari bahan induk tuff dan

batuan vulkan alkali dan hanya pada bagian Selatan dijumpai

bahan induk dari batu gamping. Penyebaran jenis tanahnya

adalah sebagai berikut:

Page 4: 3. keadaan umum

(1) Alluvial dengan batuan induk endapan liat dan pasir pada

daerah berombak.

(2) Grumusol dengan batuan induk gamping dan tuff pada

daerah bergelombang.

(3) Regosol dengan batuan induk tuff vulkan pada daerah

berbukit dan bergelombang.

(4) Mediteran dengan batuan induk serpih tuff vulkan pada

daerah berombak dan bergelombang.

(5) Podsolik dengan endapan liat ber-tuff pada topografi

berombak.

(6) Kompleks mediteran, litosol, regosol, dengan batuan induk

tuff vulkan alkali pada daerah berbukit dan bergunung.

d. Iklim

Umumnya tipe iklim di Indonesia ditetapkan menurut

klasifikasi Schmit dan Ferguson yang berdasarkan atas

perbandingan rata- rata bulan kering, bulan basah dan bulan

lembab dengan pengklasifikasian sebagai berikut :

(1) Bulan kering (bk) dengan curah hujan setiap bulan di

bawah 60 mm

(2) Bulan lembab (bl) dengancurah hujan setiap bulan antara

60-100 mm

Page 5: 3. keadaan umum

(3) Bulan basah (bb) dengan curah hujan setiap bulan lebih

besar dari 100 mm

Untuk mengetahui tipe iklim lokasi praktek maka terlebih

dahulu dilakukan penghitungan jumlah bulan basah dan kering,

seperti terlihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah bulan basah, bulan kering dan bulan lembab

selama 10 tahun terakhir di Kecamatan Cenrana,

Kabupaten Maros

Tahun

Jumlah

Bulan

Basah

Jumlah

Bulan

Kering

Jumlah

Bulan

Lembab

2001 4 4 -

2002 8 3 1

2003 8 4 -

2004 2 7 2

2005 5 2 1

2006 6 3 2

2007 1 6 1

2008 2 1 2

2009 6 4 1

2010 4 3 2

Jumlah 46 37 12

Rata-Rata 4,6 3,7 1,2

Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Maros, 2011

Pada Tabel 1 terlihat bahwa, jumlah curah hujan perbulan

di Kecamatan Cenrana menyebar setiap bulannya. Bulan Januari

merupakan bulan terbasah sedangkan bulan September

merupakan bulan terkering. Pada bulan November curah hujan

Page 6: 3. keadaan umum

menanjak terus hingga mencapai puncak tertinggi pada bulan

Januari. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir jumlah bulan

basah 46 dengan rata- rata 4.6 kemudian bulan kering 37

dengan rata-rata 3,7 dan bulan lembab sebanyak 12 dengan

rata- rata 1,2. Sehingga dari data tersebut dapat ditentukan nilai

Q untuk mengetahui tipe iklim di Kecamatan Cenrana, Kabupaten

Maros yaitu dengan rumus:

Q = rata−rata bulankeringrata−ratabulan basah

×100 %

Q = 3,74,6×100 %

= 80,43 %

Makin kecil nilai Q maka makin basah suatu tempat dan

makin besar nilai Q ratio maka makin kering suatu tempat.

Berdasarkan penggolongan iklim dari Schmidt dan Ferguson,

maka tipe iklim di Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros

termasuk dalam tipe iklim D yaitu iklim sedang, dengan nilai Q

ratio berkisar antara 60 % - 100 %. Klasifikasi tipe iklim

menurut Schmidt dan Ferguson dapat dilihat pada Tabel 2

dibawah ini.

Tabel 2. Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt dan

Ferguson

Kondisi Iklim Tipe Iklim Nilai Q (%)Sangat Basah A 0 – 14,3

Basah B 14,3 – 33,3

Page 7: 3. keadaan umum

Agak Basah C 33,3 – 60Sedang D 60 – 100

Agak Kering E 100 – 160Kering F 160 – 300

Sangat Kering G 300 – 700Luar Biasa Kering H > 700

e. Keadaan Biotis

Vegetasi yang terdapat di Hutan Pendidikan Universitas

Hasanuddin dahulunya sebagian besar berupa vegetasi padang

rumput. Namun, pada tahun 1970/1971 dilakukan kegiatan

reboisasi sehingga kawasan hutan ini menjadi hijau.Jenis

tanaman yang ditanam pada kegiatan reboisasi yaitu pinus,

akasia dan mahoni.

Tanaman pinus di Hutan Pendidikan Universitas

Hasanuddin menyebar dari bagian Selatan hingga ke bagian

Utara dengan jumlah yang lebih sedikit di bagian Utara hutan

pendidikan. Tanaman akasia terdapat pada bagian Utara

hutan sedangkan tanaman Mahoni terdapat pada bagian

Selatan yang berbatasan dengan jalan provinsi.

Hutan alam di kawasan ini memiliki luas 512 ha atau

sekitar 39% dari luas hutan pendidikan tersebut.Jenis-jenis yang

paling banyak dijumpai di hutan alam adalah lento-lento

(Arthrophyllum sp.), kemiri (Aleurites moluccana), mangga hutan

(Buchanania arborescens), jabon (Anthocephalus cadamba),

Page 8: 3. keadaan umum

jambu-jambu (Eugenia sp.) dan beberapa jenis dari famili

Moraceae seperti jenis Ficus sp.

Kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat didominasi

oleh tanaman jangka panjang seperti kemiri (Aleurites

moluccana), aren (Arenga pinnata), bambu (Gigantochloa sp.),

melinjo (Gnetum gnemon), pangi (Pangium sp.), cokelat

(Theobroma cacao), kopi (Coffea sp.), mangga (Mangifera

indica), dan bahkan terdapat tegakan eboni (Diospyros celebica

Bakh.) seluas + 21 ha yang dikelola oleh masyarakat di kawasan

hutan Pallanro, Desa Rompegading.

2. Keadaan Sosial Ekonomi

a. Penduduk

Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin yang terletak di

Kecamatan Cendrana memiliki 7 desa/kelurahan yang memiliki

tingkat jumlah kependudukan/kepadatan penduduk dengan

luasan wilayah yang berbeda-beda. Adapun data kependudukan

Kecamatan Cendrana dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Data Kependudukan desa di sekitar Hutan

Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kecamaatan

Cendrana Kabupaten Maros

Desa Luas

(K

m2)

Rum

ah

tang

Pendud

uk

Kepadatan

Penduduk

Page 9: 3. keadaan umum

ga (Jiwa/Km2)

Labuaja

21,4

5 496 1690 79

Lebbotengae

15,6

7 323 1202 77

Laiya

63,8

3 702 3137 49

Cendrana

Baru

31,1

3 734 1754 56

Limampocco

e

23,3

7 498 3136 134

Rompegadin

g

17,9

7 437 1947 108

Baji Pa'mai 7,55 498 1638 217

Jumlah

180,

97 3688 14504 723

Sumber : Data Statistik, 2009

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa di Kecamatan Cendrana

terdiri dari 7 desa/kelurahan dengan luas wilayah 180,97 Km2,

jumlah rumah tangga 3.688, jumlah penduduk 14.504 jiwa yang

berarti setiap kepala keluarga menanggung rata-rata 3 orang

anggota keluarga dan kepadatan penduduknya 723 Jiwa/Km2.

Dilihat dari segi luas wilayah, Desa Laiya memiliki luas

wilayah yang terbesar dengan luas sebesar 63,83 km2.

Page 10: 3. keadaan umum

Sedangkan desa yang memiliki luas wilyah terkecil adalah Desa

Baji Pa’mai dengan luas wilyah sebesar 7,55 Km2.Dilihat dari

segi jumlah penduduk, Desa Limapoccoe memiliki jumlah

penduduk terbesar dengan jumlah penduduk 1.336 jiwa.

Sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk yang terendah

adalah desa Labbotange 1.202 jiwa. Dilihat dari segi kepadatan

penduduk, Desa Baji Pa’mai memiliki tingkat kepadatan

penduduk yang tinggi sebesar 217 jiwa/km2 sedangkan desa

Laiya yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang

terendah sebesar 49 jiwa /km2.

Data kependudukan Kecamatan Cendrana berdasarkan

sebaran agamanya diperlihatkan pada tabel 4 dibawah ini

Tabel 4. Data Penduduk Kecamatan Cendrana Berdasarkan

Agama tahun 2009

DesaIsla

mKatholik

Protest

anHindu

Labuaja

155

8 - 86 -

Lebbotengae

120

2 - - -

Laiya

313

7 - - -

Cendrana

Baru

175

4 - - -

Limampoccoe

313

6 - - -

Page 11: 3. keadaan umum

Rompegading

194

7 - - -

Baji Pa'mai

163

8 - - -

Sumber : Data Statistik, 2009

Menunjukkan bahwa dari ke tujuh desa/kelurahan yang

terdapat pada Kecamatan Cendrana dengan sebaran jumlah

penduduk yang berneda-beda.Sebagian besar penduduk di

Kecamatan Cendranaadalah mayoritas agama Islam.Dimana

Desa Laiya memiliki jumlah penduduk yang paling banyak

beragama Islam. Sedangkan pada Desa Labuaja merupakan

satu-satunya desa yang memiliki penduduk beragama

Protestan.

b. Mata Pencaharian Masyarakat

Sebagian besar penduduk pada desa-desa disekitar

Hutan Pendidikan Bengo-bengobermata pencaharian pada

sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan.

Adapun jenis-jenis usaha yang di kembangkan pada bidang

peternakan seperti kegiatan beternak sapi, kerbau, kuda,

kambing,domba, babi, ayam, dan itik. Kegiatan pertanian/

perkebunan seperti tanaman padi, ubi jalar, ubi kayu, kacang

tanah, kedelai, kopi, cengkeh, lada, cokelat, kemiri,jambu,

jerul, mangga, pisang, rambutan, alpukat, jambu mente, dan

belimbing. Selain itu masyarakat mengembangkan juga

Page 12: 3. keadaan umum

kegiatan industri rumah tangga dan hanya sedikit yang

bergerak di bidang sektor jasa.Keadaan mengenai mata

pencaharian penduduk pada desa-desa disekitar Kawasan

Hutan Pendidikan Unhas dapat dilihat pada tabel 5 dibawah

ini.

Tabel 5. Keadaan Kepala Keluarga di Desa-Desa Sekitar

Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Menurut Mata Pencaharian

Utama

NoDesa/

Kelurahan

Jumlah Keluarga Menurut Mata pencaharian

Utama

Peta

ni

Industri

/

Kerajina

n

Daga

ng

Angkut

anJasa

Lainny

a

1 Labuaja 331 14 27 4 6 13

2Labbo

Tengae178 12 16 7 7 4

3 Laiya 525 23 25 5 7 10

4Limampocco

e549 26 22 15 24 7

5Rompe

Gading326 25 2 6 9 5

6 Baji Pa’mai 273 20 22 11 13 10

7 Cenrana - - - - - -

Page 13: 3. keadaan umum

Baru

Jumlah2.18

2120 132 48 66 49

Sumber : Kantor Statistik, 2010

Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa pada umunya mata

pencaharian penduduk di sekitar Kawasan Hutan Pendidikan

adalah sebagian besar bekerja sebagai petani, yaitu sebanyak

2.182 orang, sedangkan yang lainnya sebagai pengusaha

industri atau kerajinan sebanyak 120 orang, pedagang sebanyak

132 orang, di bidang angkutan sebanyak 48 orang dan di bidang

jasa sebanyak 66 orang.

c. Pendidikan dan Kesehatan

Fasilitas pendidikan di Kawasan Hutan Pendidikan

Universitas Hasanuddin dinilai sudah cukup memadai, karena

sudah tersedia SD, SMP, bahkan tingkat SMU.Hanya saja fasilitas

belum menjangkau dusun-dusun yang jauh di sekitar Hutan

Pendidikan. Selain itu, bagi mereka yang ingin melanjutkan ke

tingkat yang lebih tinggi harus melanjutkan di Ibukota Propinsi

(Makassar) yang jaraknya kurang lebih 65 km (1,5 jam

perjalanan) dengan menggunakan kendaraan.

Sarana kesehatan yang ada boleh dikatakan belum

memenuhi jumlah yang diharapkan bila dibandingkan dengan

jumlah penduduknya. Saran kesehatan terdiri atas 2 puskesmas

di Kecamatan Cenrana.

Page 14: 3. keadaan umum

Lembaga Pendukung(Wali Amanat)

Ketua Jurusan Kehutanan

Tata Usaha

Hutan Pendidikan LaboratoriumProgram Studi

Badan Pengembang Badan Pengelola

3. Kelembagaan Pengelolaan Hutan Pendidikan Unhas

Hutan pendidikan Unhas Bengo-bengo ditetapkan

berdasarkan SK. Direktur Jenderal Kehutanan No.

063/Kpts/B5/1/1980 tanggal 31 Maret 1980. Kawasan hutan

pendidikan dalam status peruntukannya adalah kawasan hutan

dengan tujuan khusus.

Hutan Pendidikan Unhas dikelola bersama-sama oleh

pihak-pihak terkait baik itu masyarakat maupun organisasi-

organisasi profesi kehutanan. Struktur organisasi pengelolaan

hutan pendidikan unhas dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Organisasi Hutan Pendidikan Universitas

Hasanuddin

Keterangan : _______ = Garis Komando

----------- = Garis Koordinasi

Tugas dan wewenang dari unsur-unsur sruktur tersebut adalah:

Page 15: 3. keadaan umum

1. Badan Pengembangan Hutan Pendidikan merupakan lembaga

yang mempunyai fungsi sebagai litbang dengan tugas

menyusun dan merumuskan konsep-konsep strategis yang

diperlukan untuk pengembangan hutan pendidikan. Badan

pengembangan hutan pendidikan mempunyai wewenang

untuk memberikan saran dan masukan kepada badan

pengelola hutan pendidikan secara aktif.

2. Badan Pengelola Hutan Pendidikan merupakan lembaga

operasional yang mempunyai tugas dan wewenang

melakukan perencanaan, pengelolaan dan pengamanan hutan

pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Hubungan antara badan pengelola hutan pendidikan dan

badan pengembangan hutan pendidikan adalah hubungan

koordinasi.

3. Laboratorium Dan Program Studi. hutan pendidikan

diharapkan berfungsi sebagai laboratorium lapangan untuk

mendukung pengembangan pengetahuan teori dan praktek

secara berimbang. Dalam pelaksanaan dilapangan harus

melakukan koordinasi dengan badan pengelola hutan

pendidikan dan mengikuti peraturan perencanaan yang telah

ditetapkan oleh pengelola. Dengan demikian seluruh kegiatan

laboratorium dan program studi dapat berlangsung secara

sinergis.

Page 16: 3. keadaan umum

4. Lembaga Pendukung (Wali Amanat) merupakan lembaga

fungsional yang diharapkan dapat membantu mempercepat

pencapaian tujuan pengelolaan hutan pendidikan. Wali

Amanat mempunyai tugas dan fungsi memberikan bantuan

pemikiran dan finansial serta memfasilitasi kerjasama dengan

pihak lain yang dapat mendukung pengembangan hutan

pendidikan.

B. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

1. Kondisi Fisik

a. Geologi dan Tanah

Formasi geologi kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung dikelompokkan menurut jenis batuan, yang

didasarkan pada ciri-ciri litologi dan dominasi dari setiap satuan

batuan. Formasi-formasi tersebut sebagai berikut :

Formasi Balang Baru. Formasi balang baru terdiri dari

perselingan serpih dengan batu pasir, batu lanau dan batu

lempung, dengan struktur batuan berlapis, menyerpih dan

turbidit. Bentuk formasi ini menyebar di bagian Utara yaitu

di Kecamatan Mallawa. Satuan batuan ini adalah batuan

sedimen.

Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Batuan ini terdiri dari

breksi dan lava, menyebar pada bagian Selatan, yaitu

Page 17: 3. keadaan umum

Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros. Lava umumnya

bersifat andesitik, sebagian trakit dan basal.

Formasi Mallawa. Formasi ini terdiri atas batu pasir kuarsa,

batu lanau, batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan

atau lensa batubara. Penyebarannya berada di Kecamatan

Watang Mallawa, di daerah Ammasangeng, dan Kecamatan

Bantimurung. Batu pasir kuarsa umumnya bersifat rapuh

dan kurang kompak, berlapis tipis. Batubara pada satuan

batuan ini mempunyai ketebalan antara 0,5 - 1,5 meter.

Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal,

bioklastik, kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik. Di daerah

Kecamatan Watang Mallawa batu gamping formasi tonasa

ditemukan mengandung mineral glauconit dan napal

dengan sisipan breksi batu gamping.

Formasi Camba. Formasi ini terdiri dari perselingan batuan

sedimen laut dan batuan gunung api, yaitu batu pasir

tufaan berselingan dengan tufa, batu pasir, batu lanau dan

batu lempung. Di beberapa tempat dijumpai sisipan napal,

batu gamping dan batu bara.

Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri dari

breksi, lava dan konglomerat. Breksi dan konglomerat

terdiri dari pragment andesit dan basal, matriks dan semen

tufa halus hingga pasiran.

Page 18: 3. keadaan umum

Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Batuan ini terdiri dari

lava dan breksi gunung api, bersisipan tufa dan

konglomerat. Breksi gunung api umumnya berkomponen

kasar berupa basal dan sedikit andesit dengan ukuran

fragment 15 - 60 cm, tersemen oleh tufa berbutir kasar

hingga lapilli dan banyak mengandung firoksin.

Batuan Terobosan. Batuan ini terdiri dari granodiorit,

andesit, diorit, trakit dan basal piroksin. Batuan ini

menyebar setempat-setempat dan menerobos batuan yang

lebih tua di sekitarnya berupa retas, sill dan stok.

Endapan aluvium. Batuan ini terdiri dari endapan aluvium

sungai. Endapan aluvium sungai berupa bongkah, kerakal,

kerikil, pasir dan lempung.

Ada dua jenis tanah yang umum ditemukan pada kawasan

karst Maros-Pangkep, dimana keduanya kaya akan kalsium dan

magnesium. Tanah jenis Rendolls mempunyai warna kehitaman

karena tingginya kandungan bahan organik, ditemukan pada

dasar lembah lereng yang landai, terutama di bagian Selatan

dari karst Maros. Eutropepts merupakan jenis tanah turunan dari

inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang mempunyai

kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat

dangkal dan berwarna terang.

Page 19: 3. keadaan umum

b. Topografi

Sebagaimana pada umumnya kawasan dengan landskap

karst, bentuk permukaan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit

sampai dengan bergunung. Bagian kawasan yang bergunung

terletak pada sisi Timur Laut kawasan atau terletak pada blok

Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa Kabupaten

Maros dan Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan Balocci

Kabupaten Pangkep. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian

1.565 m.dpl di sebelah Utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak

Gunung Bulusaraung sendiri terletak pada ketinggian 1.353

m.dpl. Sisi ini dicirikan oleh kenampakan topografi relief tinggi,

bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar.

Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur

topografi halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai

rendah, bentuk bukit yang tumpul dengan lembah yang sempit

sampai melebar. Daerah perbukitan ini dapat dikelompokkan ke

dalam perbukitan intrusi, perbukitan sedimen dan perbukitan

karst. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan oleh bentuk

permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit

bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus. Bentuk

permukaan seperti ini banyak dijumpai di antara perbukitan karst

yang berbentuk menara.

Page 20: 3. keadaan umum

c. Iklim dan Hidrologi

Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang

dikumpulkan dari beberapa stasiun yang ada disekitar kawasan

Taman Nasional, ditemukan bahwa pada wilayah bagian Selatan

terutama bagian yang berdekatan ibukota Kabupaten Maros,

seperti Bantimurung termasuk ke dalam iklim D (Schmidt dan

Ferguson) sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta, Biseang Labboro,

Tonasa dan Minasa Te’ne termasuk kedalam iklim tipe C,

sementara pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan

Camba dan Mallawa termasuk kedalam tipe B. Peta curah hujan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung memperlihatkan

adanya empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250 mm,

2.750 mm, 3.250 mm dan 3.750 mm. Curah hujan 2.250 mm

sampai 2.750 mm berada dibagian timur kawasan taman

nasional, dimana di wilayah inilah masyarakat banyak

memanfaatkan kawasan hutan. Sebaliknya, curah hujan yang

lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai 3.750 mm, berada di bagian

barat taman nasional dimana sekitar 75 % wilayah cakupannya

merupakan arael karst. Di wilayah ini, pemanfaatan lahan oleh

masyarakat dalam kawasan hutan relatif kecil karena kondisi

tanah yang tidak memungkinkan. Sisanya 25 % yang berupa

ekosistem non karst dan menyebar di bagian selatan, juga

banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian.

Page 21: 3. keadaan umum

Tingginya pemanfaatan lahan areal taman nasional oleh

masyarakat pada wilayah yang mempunyai curah hujan tinggi,

adalah merupakan ancaman terhadap sumberdaya lahan di

wilayah taman nasional, terutama kaitannya dengan erosi tanah.

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

merupakan bagian dari hulu beberapa sungai besar di Sulawesi

Selatan. Sisi sebelah Timur antara lain merupakan hulu Sungai

Walanae yang merupakan salah satu sungai yang mempengaruhi

sistem Danau Tempe. Pada bagian Barat terdapat Sungai

Pangkep dan Sungai Bone di Kabupaten Pangkep, Sungai Pute

dan Sungai Bantimurung di Kabupaten Maros. Sungai

Bantimurung adalah merupakan sumber pengairan persawahan

di Kabupaten Maros serta dimanfaatkan untuk pemenuhan air

bersih bagi masyarakat Kota Maros. Disamping itu, juga

ditemukan beberapa mata air dan sungai-sungai kecil, terutama

di wilayah karst, serta aliran air bawah tanah/danau bawah tanah

pada sistem perguaan. Mata air berdebit besar dijumpai pada

batu gamping pejal dengan debit 50 - 250 l/dtk, sedang mata air

yang muncul di batuan sedimen terlipat dan batuan gunung api

umumnya kurang dari 10 l/dtk. Fluktuasi debit air sungai-sungai

besar dari dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung sampai saat ini masih relatif stabil sepanjang tahun,

namun berbeda dengan debit pada sungai di permukaan karst.

Page 22: 3. keadaan umum

2. Kondisi Biotis

a. Ekosistem

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dibagi

ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di

atas batuan karst (forest over limestone/ hutan di atas batu

gamping) atau lebih dikenal dengan nama ekosistem karst,

ekosistem hutan dataran rendah, serta ekosistem hutan

pegunungan bawah. Batas ketiga tipe ekosistem ini sangat jelas

karena hamparan batuan karst yang berdinding terjal dengan

puncak menaranya yang relatif datar, sangat berbeda dengan

topografi dataran rendah yang mempunyai topografi datar

sampai berbukit, serta kondisi ekosistem hutan pegunungan

yang ditandai oleh bentuk relief yang terjal atau terkadang

bergelombang.

Pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,

terdapat dua lokasi ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di

wilayah Maros-Pangkep pada bagian barat taman nasional, dan

di ujung Utara, yakni di wilayah Mallawa. Para ahli geologi

membedakan kedua kelompok karst ini, yakni yang pertama

dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua disebut

kelompok pegunungan bagian Timur. Kedua lokasi ini merupakan

wilayah penyebaran vegetasi bukit karst (vegetasi bukit kapur)

dan lainnya merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran

Page 23: 3. keadaan umum

rendah. Geomorfologi karst Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung berbentuk karst menara (pada beberapa referensi

disebut sebagai The Spectacular Tower Karst), yang merupakan

satu-satunya di Indonesia dan berbeda dengan tempat-tempat

lain yang pada umumnya berbentuk karst kerucut (conicall hill

karst) atau peralihan antara karst menara dan kerucut. Seperti

pada umumnya kawasan karst, ekosistem karst Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung memiliki sangat banyak gua dengan

ornament stalagtit dan stalagmit serta ornamen endokarst

lainnya.

b. Kondisi Flora

Jenis flora yang terdapat di dalam Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sangat beraneka ragam dan di

antaranya terdapat jenis-jenis dominan seperti palem wanga

(Piqafetta filaris dan Arenga sp.) yang tidak dijumpai lagi pada

ketinggian di atas 1.000 m.dpl. Jenis kayu-kayuan antara lain

terdiri dari uru (Elmerillia sp.), cemara (Casuarina sp.), ares

(Duabanga moluccana),kluwak (Pangium edule), termasuk

dijumpai tegakan murni karet (Eucalyptus deglupta). Pada hutan

pegunungan bawah dijumpai damar (Agathis philippinensis),

berbagai jenis bambu dan rambong beringin (Ficus sumatrana).

Page 24: 3. keadaan umum

Batuan kapur ditemukan pada kompleks Pegunungan

Bulusaraung, hutan pendidikan Bengo-Bengo dan formasi hutan

di Kecamatan Camba dan Mallawa, serta sedikit di bagian

Selatan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Berdasarkan hasil eksplorasi, diketahui bahwa pada hutan

dataran rendah tersebut dihuni oleh jenis-jenis bitti (Vitex

cofassus), nyatoh (Palaquium obtusifolium), cendrana

(Pterocarpus indicus), beringin (Ficus spp), kepuh (Sterculia

foetida), dao (Dracontomelon dao), kemiri (Aleurites

moluccana),bayur(Pterospermum celebicum), dahu

(Dracontomelum mangiferum, aren (Arenga pinnata), sono

(Colona sp.), kenanga (Cananga odoratum), ares (Duabanga

moluccana), jambul(Zizigium cumini), sukun, nangka,

GenusArtocarpus spp., kayu hitam (Diospyros celebica),

gooseberry (Buchanania arborescens), jabon (Anthocephalus

cadamba), pala (Myristica sp.), darah-darah (Knema

sp.),dannyamplung (Calophyllum inophyllum). Masih sangat

banyak potensi fauna yang belum berhasil diidentifikasi dengan

baik di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Kegiatan eksplorasi, identifikasi dan inventarisasi masih perlu

lebih sering dilakukan, baik oleh pengelola, peneliti maupun

pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

Page 25: 3. keadaan umum

Dihimpun dari berbagai sumber yang dapat dipercaya serta

hasil dari kegiatan identifikasi jenis yang dilakukan oleh Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sendiri pada tahun

2008. Terdapat juga 302 species tumbuhan alam telah terdaftar

pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang

terdiri dari 2 family kelas Monocotyledonae dan 43 family kelas

Dicotyledonae. Dari 302 species tumbuhan alam yang telah

terdaftar pada Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 1

species diantaranya adalah species tumbuhan alam yang

dilindungi undang-undang, 1 species diantaranya adalah species

tumbuhan alam yang termasuk dalam Appendix II CITES, dan 1

species diantaranya adalah species tumbuhan alam yang

termasuk dalam Appendix III CITES. Suatu hal yang cukup unik

dari keberadaan tumbuhan alam tersebut adalah adanya 43

species/ sub species tumbuhan alam dari marga Ficus. Jenis-jenis

Ficus ini adalah makanan utama bagi banyak jenis satwa liar

termasuk pula yang paling umum Kera Hitam Sulawesi/ Dare

(Macaca maura).

c. Kondisi Fauna

Jenis mamalia yang telah berhasil diidentifikasi di dalam

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung antara lain

beberapa jenis kelelawar, Kera Hitam Sulawesi, Tarsius, Kuskus

Page 26: 3. keadaan umum

Beruang, Kuskus Sulawesi, Musang Sulawesi, Babi Hutan dan

Rusa. Kelelawar adalah jenis penting yang karena kedudukannya

dalam ekosistem, satwa ini digolongkan sebagai “Key stone

species” (Primarck, 1993). Menjelaskan bahwa keluarga

kelelawar terdiri dari hampir 200 jenis, dimana 25% diantaranya

adalah genus Pteropus. Jenis-jenis dari genus ini mempunyai

peranan yang penting, dan mungkin hanya mereka yang

melakukan penyerbukan dan penyebaran biji dari kurang lebih

100 jenis tumbuhan di daerah tropis. Di samping itu, kelelawar

membawa sisa-sisa makanan ke dalam gua yang sangat

dibutuhkan oleh organism penghuni gua lainnya. Kuskus

merupakan satu-satunya komponen mamalia Irian-Australia yang

sebarannya sampai ke kawasan Sulawesi (batas bagian Barat).

Wirawan (1993) menginformasikan bahwa kuskus yang

berada di Karaenta adalah jenis endemik Sulawesi, yakni Kuskus

Sulawesi (Strigocuscuscelebencis) dan Kuskus Beruang (Ailurops

ursinus). Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii)

adalah satwa yang terdiri dari satu genera dengan satu species,

dan merupakan satwa endemik Sulawesi. Wirawan (1993)

melaporkan bahwa Mastura (1993) telah menemukan satwa ini di

wilayah Karaenta. Panjang kepala dan badannya kira-kira 1

meter, dengan panjang ekor 0,6 meter. Bagian tubuh atas

(punggung) berwarna coklat muda sampai coklat tua, bagian

Page 27: 3. keadaan umum

bawah putih dengan dada kemerah-merahan dan bercak-bercak

coklat di sisi kiri dan kanan badannya. Strip coklat dan coklat

muda melingkari ekor. Musang ini memakan mamalia kecil dan

buah-buahan.

Tarsius adalah merupakan primata terkecil di dunia.

Wirawan (1993) melaporkan bahwa ia pernah melihat Tarsius di

wilayah Karaenta. Walaupun hanya melihat 1 ekor, namun

berdasarkan suara-suaranya ia yakin jika populasinya lebih dari

satu. Hal ini diperkuat oleh seorang pegawai PPA di Karaenta

yang pernah mengantar ahli Tarsius ke lokasi di mana satwa ini

berada. Ada 2 species Tarsius yang hidup di Sulawesi, namun

belum ada informasi tentang jenis apa yang ada di wilayah

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada saat itu. Panjang

kepala dan badan satwa ini berkisar antara 8,5-16,0 cm,

sedangkan ekornya bervariasi antara 13,5-27,0 cm. Kera mungil

ini memiliki mata bulat yang besar, serta jari-jari yang panjang

untuk berpegangan. Mereka hidup di pohon dan mencari makan

(serangga dan binatang kecil lainnya) di malam hari.

Dalam beberapa eksplorasi antara tahun 2007 hingga

2008, jenis ini banyak didokumentasikan dengan menggunakan

kamera. Tim eksplorasi kawasan karst IPB untuk kelompok

Mamalia yang dipimpin oleh A. Haris Mustari pada bulan Agustus

2007 untuk pertama kali berhasil mendokumentasikan

Page 28: 3. keadaan umum

keberadaan Tarsius di dalam Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Cahyo Alkantana dalam sebuah seminar kegiatan

speleologi yang di selenggarakan oleh HIKESPI bekerja sama

dengan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada

tanggal 16 Agustus 2007, menginformasikan bahwa menemukan

Tarsius di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

sangat mudah dan tidak sesulit di wilayah Sulawesi Utara dan

Tengah. Pada bulan Maret tahun 2008, beberapa orang staf Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berhasil menemukan

salah satu sarangnya dan berhasil membuat dokumentasi yang

menarik.

Meskipun belum ada laporan tentang species tikus yang

ada di wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,

namun Whitten et al (1987) menginformasikan adanya sebaran

tikus yang cukup luas di Sulawesi. Ada 18 jenis tikus endemik di

Sulawesi, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa ada diantara

jenis-jenis tersebut yang juga hidup dalam wilayah Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Berbagai jenis burung dapat ditemukan di dalam kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Achmad (2000)

pernah melaporkan jenis-jenis burung yang ada dalam kawasan

Taman Nasional BantimurungBulusaraung. Jenis-jenis yang

ditemukan di kawasan ini antara lainRangkong Sulawesi

Page 29: 3. keadaan umum

(Rhyticeros cassidix), Kangkareng Sulawesi (Penelopides

exarhatus), Elang, Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Kurcica

(Saxicola caprata), Raja Udang (Halcyon chloris), Punai (Treron

sp.), Pelatuk (Dendrocarpus teiminkii), Srigunting (Dicrurus

hottentotus), Walet (Collocalia spp.), Burung hantu (Otus

manadensis), Burung pipit 3 jenis (Loncura molucca, Loncura

malacca, dan Loncura vallida), Burung tekukur (Micropaga

amboinensis), Capili (Turacaena manadensis), Kakaktua Putih

Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Kakaktua Hijau “Danga”

(Tanignatus sumatranus), serta Ayam Hutan (Ghallus gallus).

Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) “Phyton”

HIMAKOVA Institut Pertanian Bogor melakukan survey

keanekaragaman herpetofauna sebagai bagian dari program

Konservasi Herpetofauna di Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Survei ini dilakukan selama 2 bulan, yakni pada

bulan Juli sampai Agustus 2007. Berdasarkan hasil survei

ditemukan 37 jenis herpetofauna, yang terdiri dari 24 jenis reptil

dan 13 jenis katak, termasuk 3 jenis yang belum teridentifikasi.

Di antara jenis yang dijumpai, termasuk jenis-jenis endemik

Sulawesi seperti Kodok Bufo celebensis dan Rana celebensis,

serta reptil endemik seperti Ular Kepala Dua (Cylindrophis

melanotus), Calamaria muelleri dan Cicak Hutan (Cyrtodactylus

jellesmae). Kadal akuatik yang disebut Soa-soa (Hydrosaurus

Page 30: 3. keadaan umum

amboinensis) dapat dijumpai berjemur di batu-batu besar

sepanjang sungai di Pattunuang. Di Bontosiri (Pegunungan

Bulusaraung), katak jenis Limnonectes modestus meletakkan

telurnya di daun-daun pada tumbuhan bawah sepanjang sungai,

dan terkadang terdapat jantan yang sedang menjaga telurnya.

Jenis lain yang dapat dijumpai adalah kadal terbang (Draco sp.)

yang sering diawetkan dan dijual sebagai souvenir.

Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-

kupu yang ia temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan

jenis endemik antara lain adalahPapilio blumei, P. polites,

P.sataspes, Troides haliphron, T. helena,T. hypolitus, dan

Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara

khusus habitat dan pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di

hutan wisata Bantimurung selama satu tahun. Ia juga

menginformasikan bahwa kupu-kupu jenis Troides haliphron dan

Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang mempunyai

sebaran yang sangat sempit, yakni hanya pada habitat berhutan

di pinggiran sungai.

Sampai dengan tahun 2008, pada kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung telah terdaftar sebanyak 356

species satwa liar. Daftar jenis satwa liar tersebut dihimpun dari

berbagai sumber yang dapat dipercaya serta hasil dari kegiatan

identifikasi jenis yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional

Page 31: 3. keadaan umum

Bantimurung Bulusaraung sendiri. Jenis-jenis satwa liar tersebut

terdiri dari 6 species Mamalia, 73 species Aves, 7 species

Amphibi, 19 species Reptilia, 224 species Insecta, serta 27

species Collembola, Pisces, Moluska dan lain sebagainya. Dari

356 species satwa liar yang telah terdaftar pada Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung, 30 species diantaranya adalah

species satwa liar yang dilindungi undang-undang, 1 species

diantaranya adalah species satwa liar yang termasuk dalam

Appendix I CITES, 9 species diantaranya adalah species satwa

liar yang termasuk dalam Appendix II CITES, dan 1 species

diantaranya adalah species satwa liar yang termasuk dalam

Appendix III CITES.

3. Keadaan Sosial Ekonomi

a. Penduduk

Kawasan Taman NasionalBantimurung Bulusaraung berada

di dalam tiga wilayah administrasi kabupaten.Kawasan taman

nasional ini terletak di dalam 10 wilayah administrasi kecamatan

dan40 wilayah administrasi kelurahan/desa. Secara keseluruhan

di tiap kecamatan yangberbatasan dengan kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung terdapatpopulasi penduduk

sebanyak 171.785 jiwa yang terdiri dari 83.286 jiwa pria

dan88.499 jiwa wanita. Kepadatan populasi penduduk rata-rata

di seluruh wilayahkecamatan sebanyak 97 jiwa/Km2. Dari setiap

Page 32: 3. keadaan umum

kecamatan, kepadatan populasipenduduk tertinggi berada di

Kecamatan Minasa Te’ne Kabupaten Pangkep danKecamatan

Simbang Kabupaten Maros, sedangkan kepadatan populasi

pendudukterendah berada di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten

Bone dan KecamatanTompobulu Kabupaten Maros.Kecamatan

Minasa Te’ne Kabupaten Pangkep dihuni oleh banyak

populasimanusia karena di wilayah ini terdapat pusat-pusat

perindustrian dan perdagangan.Sebagian wilayah Kecamatan

Minasa Ten’e juga sangat dekat dengan wilayahIbukota

Kabupaten Pangkep. Di kecamatan ini terdapat pusat

pemukiman perusahaan pertambangan milik PT. Semen Tonasa

yang berkapasitas cukup besar.

Berbeda dengan Kecamatan Minasa Te’ne, Kecamatan

Simbang Kabupaten Marosjuga memiliki kepadatan populasi

penduduk yang cukup tinggi karena di wilayah initelah lama

berkembang kegiatan-kegiatan pariwisata, kegiatan pertanian

yangintensif serta kegiatan-kegiatanpelayanan jasa. Pada

kecamatan inijuga terdapat markas sebuah batalyoninfanteri

milik TNI Angkatan Darat.Kantor Balai Taman

NasionalBantimurung Bulusaraung juga beradadi dalam wilayah

administrasiKecamatan Simbang.

Adapun kondisi kependudukan di Kecamatan Tellu Limpoe

Kabupaten Bonedan Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros

Page 33: 3. keadaan umum

yang cukup rendah, diasumsikankarena bentuk topografi yang

berbukit dan bergunung, fasilitas infrastruktur yangminim, serta

tingkat aksesibilitasnya yang rendah. Kondisi kependudukan

diuraikan pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Kondisi Kependudukan pada Wilayah-wilayah di

sekitar Taman NasionalBantimurung Bulusaraung

Tahun 2006

No

.

Kabupaten/

Kecamatan

PendudukLuas

Wilaya

h (Km2)

Kepadata

n

(Jiwa/K

m2)

Pria

(Jiwa)

Wanita

(Jiwa)

Jumlah

(Jiwa)

Sex

Ratio

A.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

B.

1.

2.

3.

C.

1.

MAROS

Bantimurung

Simbang

Cendrana

Camba

Mallawa

Tompobulu

PANGKEP

Balocci

Minasa Te’ne

Tondong

Tallasa

BONE

Tellu limpoe

13.64

0

10.66

7

6.57

6

6.85

8

5.68

7

7.12

1

14.333

11.251

7.570

7.283

6.043

6.572

8.286

15.589

4.966

6.626

27.97

3

21.91

8

14.14

6

14.12

1

11.73

0

13.69

3

95

95

87

94

94

108

97

89

92

95

173.7

0

105.3

1

180.9

7

145.3

6

235.9

2

287.6

6

161

208

78

97

50

48

114

385

86

41

Page 34: 3. keadaan umum

8.008

13.83

5

4.56

7

6.32

7

16.294

29.42

4

9.53

3

12.95

3

143.48

76.4

8

111.2

0

318.1

0

Jumlah 83.28

6

88.499 171.78

5

94 1.778.1

8

97

NasSumber : BPS, 2007Bulusaraung 44

Kondisi pendidikan masyarakat pada wilayah-wilayah di

sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

sampai dengan tahun 2006 dapat dianggap masih cukup rendah.

Prosentase jumlah pelajar dari total populasi penduduk hanya

sebesar 19,07%. Sebagai bahan perbandingan, jumlah populasi

masyarakat seluruh Kabupaten Maros yang berada dalam usia

sekolah (dengan asumsi usia 5 hingga 19 tahun) sebanyak

102.836 jiwa atau ± 34,56% dari total populasi 297.618 jiwa.

Dengan menggunakan angka prosentase populasi penduduk

seluruh Kabupaten Maros yang berada dalam usia sekolah,

dibandingkan dengan prosentase jumlahpelajar dari total

populasi penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung yang hanya sebanyak 19,07%, maka

terdapat sekitar 55% atau lebih dari separuh penduduk usia

Page 35: 3. keadaan umum

sekolah yang tidak bersekolah di sekitar kawasan taman

nasional. Kenyataan yang demikian ini dapat digunakan sebagai

salah satuperingatan atau indikasi bahwa tekanan terhadap

kawasan taman nasional masihakan tetap tinggi hingga dua atau

tiga dekade yang akan datang. Populasi penduduk ini sebagian

besar masih akan menggantungkan kebutuhan ekonominya dari

bidang-bidang pertanian (yang membutuhkan lahan), yang

disebabkan oleh lemahnya dayasaing untuk memperoleh jenis

pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan.

Tabel 7. Kondisi Pendidikan Masyarakat pada Wilayah-wilayah

di sekitar TamanNasional Bantimurung Bulusaraung

Tahun 2006

No

.

Kabupaten

/

Kecamatan

Populasi

Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Pelajar (Orang) Prosenta

se

Pelajar

dari

Populasi

TK SD SLTP SMA Juml.

A.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

B.

MAROS

Bantimuru

ng

Simbang

Cendrana

Camba

Mallawa

Tompobulu

27.973

21.918

14.146

14.121

11.730

13.683

270

210

157

269

92

0

3666

2985

1880

1673

1577

1637

1.60

6

687

380

530

375

353

808

62

0

487

147

0

6.350

3.944

2.397

2.959

2.191

1.990

22.70

17.99

16.94

20.95

18.68

14.53

Page 36: 3. keadaan umum

1.

2.

3.

C.

1.

PANGKEP

Balocci

Minasa

Te’ne

Tondong

Tallasa

BONE

Tellu

limpoe

16.294

29.424

9.533

12.953

162

186

191

20

2443

3610

1083

1813

973

1.13

7

307

130

523

263

91

0

4.101

5.196

1.672

1.963

25.17

17.66

17.54

15.15

Jumlah 171.7851.55

7

22.34

7

6.47

8

2.38

1

32.76

319.07

Sumber : BPS, 2007

Masyarakat Kabupaten Maros, Pangkep dan Bone yang

bermukim di sekitarTaman Nasional Bantimurung Bulusaraung

pada umumnya merupakan Etnis Bugis-Makassar yang

menganut agama Islam. Kabupaten Maros dan Pangkep

merupakandaerah peralihan antara wilayah etnis Bugis

dengan wilayah etnis Makassar,sehingga masyarakat yang

berada di wilayah tersebut umumnya mampu berbahasaBugis

dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di Kabupaten Maros

dan Pangkep,terdapat komunitas yang menggunakan bahasa

Dentong dan bahasa Makassarberdialek Konjo. Sistem

kepercayaan dan budaya masyarakat Maros, Pangkep

danBone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Bugis-

Page 37: 3. keadaan umum

Makassar dan Islam. Nilai-nilaibudaya yang berlaku masih

dijunjung tinggi oleh masyarakat di wilayah tersebut.

4. Aksesibilitas

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

dapat dicapai melaluidua arah, yaitu dari arah Selatan

(Bantimurung) dan dari arah Barat (Balocci). Sisi Selatan atau

tepatnya obyek wisata Air Terjun Bantimurung berjarak ± 42

Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.

Jarak ini dapat ditempuh selama ± 60 menit. Untuk

pengunjung yang berasal dari luar provinsi atau pengunjung

manca negara, kawasan Bantimurung berjarak ± 21 Km dari

Bandar Udara Internasional Hasanuddin atau dapat dicapai

dalam waktu ± 30 menit. Tersedia banyak fasilitas angkutan

umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.

5. Manajemen Pengelolaan

a. Tugas dan Fungsi

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.

03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 Kelembagaan

Balai Taman Nasional Bali Barat tentang Organisasi dan Tata

Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional yang dipimpin

oleh seorang Kepala Balai. Dalam melaksanakan tugasnya

Kepala Balai dibantu oleh :

Page 38: 3. keadaan umum

1. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Mempunyai tugas : melaukan urusan tata persuratan,

ketatalaksanaan, keuangan, perlengkapan, kearsipan,

rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data, pemantauan

dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

2. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional

Mempunyai tugas : melakukan penyusunan rencana dan

anggaran, evaluasi dan pelaporan. Bimbingan teknis,

pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat, pengelolaan

kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan lestari,

pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan,

pemberantasan penebangan dan peredaran kayu,

tumbuhan dan satwaliar secara illegal serta pengelolaan

sarana prasarana, promosi, binawisata alam dan bina cinta

alam, penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya serta kerjasama di bidang pengelolaan

kawasan TN

3. Kelompok Kerja (Pokja) terdiri dari :

- Kepegawaian dan Umum

- Perlengkapan dan Rumah Tangga

- Keuangan

- Perencanaan dan pemolaan

- Pemanfaatan dan keanekaragaman Hayati (Kehati)

Page 39: 3. keadaan umum

- Penyidikan dan Perlindungan

4. Kelompok Jabatan Fungsional konservasi terdiri dari:

- Polisi Kehutan (Polhut)

- Pengendali Ekosistem Hutan (PEH

- Penyuluh Kehutanan

b. Struktur Organisasi Pengelolaan TN Babul

KEPALA BALAI

KEPALA SUBBAGIAN TU

KEPALA SPTN WIL II

KEPALA SPTN WIL I

RESORT BANTIMURUNG BULUSARAUNG

RESORT MALLAWA

RESORT PATTUNUANG - KARAENGTA

RESORT CAMBA

RESORT

TONDUNG

RESORT BALLOCCI

RESORT MINASA TE’NE

PEJABAT FUNGSIONAL

POKJA KEPEGAWAIAN DAN UMUM

POKJA PERLENGKAPANDAN RT

POKJA KEUANGAN

POKJA PERENCANAAN DAN PEMOLAAN

POKJA PEMANFAATAN DAN KEHATI

POKJA PENYIDIKAN DAN PERLINDUNGAN

Page 40: 3. keadaan umum

Gambar 2. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung

6. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia adalah satu hal yang sangat

penting dalam menjalankan kegiatan atau rencana yang

dilaksanakan oleh sebuah instansi. Banyak tidaknya sumberdaya

manusia dalam sebuah instansi akan sangat mendukung rencana

yang akan dilaksanakan oleh instansi tersebut.adapun data

rekapitulasi sebaran pegawai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung berdasarkan jabatan diperlihatkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rekapitulasi Sebaran PNS/CPNS Berdasarkan

Jabatan Pada Balai TN Babul

N

oUraian

Tingkat Pendidikan

Jumla

h

S

3

S

2

Sarjan

a

Sarmu

d SLTA

SLT

P SD

K NK K NK K NK

1 PNS / CPNS  - 1 2 2 1 2 - - - 1 12

2

Pegawai

Funsional

a. Polhut

b. Penyuluh

c. PEH

-

-

-

-

-

-

1

1

2

2

-

2

 2

-

-

1

-

8

-

1

14

-

-

-

-

-

-

-

-

27

1

15

3 Pegawai  - - - - - - - - - - 16

Page 41: 3. keadaan umum

harian

a. Honor

b. Upah/

Magang - - - - - - - 12 2 2

Jumlah 0 1

1

5 6 3 3 9 29 2 3 71

Sumber : Data Statistik TN Babul, 2011

Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa dari segi status

kepegawaian, tingkat pendidikan dan golongan (ruang). Jumlah

pegawai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebanyak 64

orang. Untuk jabatan struktural 4 oang, non struktural 11 orang,

dan 49 orang fungsional.

Berdasarkan tingkat pendidikannya, data pegawai Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung disajikan pada tabel 9.

NoUnit

Kerja

Jabatan

Struktural Fungsional

Non

Struktur

al

Ju

mlahIIIA IVAPolh

ut

Calo

n

Polh

ut

PE

H

Calo

n

PEH

Calon

Penyul

uh

Calon

Analisis

Kepegawa

ian

Calon

Pranata

Komput

er

1Kanto

r Balai1 1 5 - 10 1 1 1 1 10 33

2

Seksi

PTN

Wil.I

- 1 8 1 1 1 - - - - 12

3 Seksi

PTN

- 1 15 1 3 - - - - 1 21

Page 42: 3. keadaan umum

Wil.II

Jumlah1 3 28 2 14 2 1 1 1 11 64

Tabel 9. Data Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada TN

Babul

Sumber : Data Statistik TN Babul, 2011

Berdasarkan golongan, pegawai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung terdiri dari berbagai golongan. Adapun

data rekapitulasi pegawai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung diperlihatkan pada Tabel 11 dibawah ini.

Tabel 10. Rekapitulasi Sebaran PNS/CPNS Berdasarkan Golongan

Pada Balai TN Babul

N

o

Unit

Kerja

GOLONGAN IVGOLONGAN

III

GOLONGAN

II

GOLONGAN

IJu

mE D C B A D C B A D C B A D C B A

1

Kant

or

Balai

- - - 1 - 2 7 31

3- 3 2 3 - - - - 34

2

SPTN

Wil.I- - - - - - 1 2 2 1 1 - 3 - - - - 10

3

SPTN

Wil.II- - - - - - 1 2 5 2 3 2 5 - - - - 20

Jumlah 0 0 0 1 0 2 9 7 2 3 7 4 1 0 0 0 0 64

Page 43: 3. keadaan umum

0 1

Sumber : Data Statistik TN Babul, 2011

Tabel 10 menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat

golongannya, jumlah pegawai yang terdapat pada kantor Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebanyak 34 orang

dengan tingkat golongan terbanyak yaitu golongan IIIA dengan

jumlah 23 orang, pada kantor SPTN Wilayah I dengan jumlah

pegawai 10 orang didominasi oleh golongan IIA dengan jumlah 3

orang, sedangkan kantor SPTN Wilayah II dengan jumlah pegawai

20 orang didominasi oleh golongan IIIB dan IIA sebanyak 4 orang.

Dengan demikina rata-rata tingkat golongan pegawai pada

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah golongan A.

7. Perundang – undangan

Perangkat lunak sebagai kebijakan dasar yang merupakan

landasan hukum pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terdiri dari berbagai

peraturan perundang-undangan yaitu :

1. Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya

2. Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 441 tahun 1990

tentang Pengenaan iuran dan pungutan usaha di hutan

wisata, taman nasional, taman hutan raya dan taman

wisata laut

Page 44: 3. keadaan umum

3. Surat keputusan Menteri kehutanan Nomor 878 tahun 1992

tentang tariff pungutan ke hutan wisata, taman nasional,

taman hutan raya dan taman wisata laut

4. Undang-undang nomor 5 tahun 1994 tenatng konservasi

sumberdaya hayati

5. Peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1994 tentang

pengusahaan pariwisata alam di zona pemenfaatan taman

nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

6. Syarat keputusan menteri kehutanan nomor 167 tahun

1996 tentang saran dan prasarana pengusahaan pariwisata

alam di kawasan pelestarian alam

7. Keputusan menteri kehutanan nomor 446/KPTS-II/1996

tentang tata cara permohonan, pemberian dan pencabutan

izin pengusaha pariwisata alam

8. Surat keputusan menteri kehutanan nomor 447 tahun 1996

tentang pembinaan dan pengawasan pengusahaan

pariwisata alam

9. Peraturan pemerintah nomor 68 tahun 1998 tentang

kawasan suaka alam dan kawasan pelstarian alam

10. Peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang

pengawetan jenis tumbuhan dan satwa

11. Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang

kehutanan

Page 45: 3. keadaan umum

12. Peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2002 tentang

tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

pemanfaatan hutan dan penggunaan kawsan hutan

13. Surat keputusan menteri kehutanan nomor SK

398/menhut-II/2008 tanggal 18 Oktober 2004 tentang

penetapan taman nasional bantimurung bulusaraung

14. Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang

15. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

16. Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang

kepariwisataan

8. Visi, Misi dan Prinsip Pengelolaan

Visi

Terwujudnya pengelolaan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung yang mantap, serasi dan seimbang dengan

dukungan kelembagaan yang efektif

Misi

1. Memantapkan status kawasan dan pengelolaan

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

2. Mengoptimalkan perlindungan hutan dan penegakan

hokum

Page 46: 3. keadaan umum

3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati

dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian

4. Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam

rangka pengelolaan sumberdaya alam hayati dn

ekosistemnya

Prinsip

- Prinsip utama : konservasi, partisipasi masyarakat dan

ekonomi

- Prinsip penunjang : edukasi dan wisata