34
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Contoh kasus: Pasien bernama nona “M” berumur 23 tahun mengetahui dirinya mengidap HIV AIDS lebih kurang 7 tahun yang lalu, berbagai pengobatan untuk menghadapi tanda gejala penyakit tersebut telah dilakukan. Nona “M” mengikuti rehabilitasi sejak mengetahui dirinya mengidap HIV AIDS, namun sekitar 5-6 bulan belakangan nona “M” jarang datang dan kondisi penyakitnya memburuk. Nona “M” pasien mengatakkan bahwa dirinya tidak ada daya upaya lagi, nona “M” merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu melakukan aktivitas secara normal, ingin mengakhiri hidupnya, mengeluh bahwa dirinya, terkadang ia merasa cemas dan terancam bahwa dirinya akan mengalami sakit berkepanjangan tak berkesudahan, nona “M” juga mengatakan malu terhadap dirinya dan penyakitnya, ia mengeluh bahwa selalu bergantung pada orang lain dan merasa bahwa dirinya dan tidak mampu melakukan aktivitas secara normal. Nona “M” juga terlihat sangat frustasi, ia mengatakan ingin mengakhiri hidupnya melalui euthanasia yang ia pernah dengar dari teman- temannya yang ada di luar negeri melalui chat online. 1

3. Makalah Euthanasia

  • Upload
    lutfi

  • View
    28

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ydjy

Citation preview

Page 1: 3. Makalah Euthanasia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Contoh kasus:

Pasien bernama nona “M” berumur 23 tahun mengetahui dirinya

mengidap HIV AIDS lebih kurang 7 tahun yang lalu, berbagai pengobatan untuk

menghadapi tanda gejala penyakit tersebut telah dilakukan. Nona “M” mengikuti

rehabilitasi sejak mengetahui dirinya mengidap HIV AIDS, namun sekitar 5-6

bulan belakangan nona “M” jarang datang dan kondisi penyakitnya memburuk.

Nona “M” pasien mengatakkan bahwa dirinya tidak ada daya upaya lagi, nona

“M” merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu melakukan aktivitas

secara normal, ingin mengakhiri hidupnya, mengeluh bahwa dirinya, terkadang ia

merasa cemas dan terancam bahwa dirinya akan mengalami sakit berkepanjangan

tak berkesudahan, nona “M” juga mengatakan malu terhadap dirinya dan

penyakitnya, ia mengeluh bahwa selalu bergantung pada orang lain dan merasa

bahwa dirinya dan tidak mampu melakukan aktivitas secara normal. Nona “M”

juga terlihat sangat frustasi, ia mengatakan ingin mengakhiri hidupnya melalui

euthanasia yang ia pernah dengar dari teman-temannya yang ada di luar negeri

melalui chat online. Nona “M” juga tampak gelisah saat ditanya dan terlihat

apatis. Nona “M” beragama Islam dan tetap dengan keputusannya ingin

euthanasia. Keluarga mengatakan tidak tahu jika nona “M” ingin melakukan

euthanasia. Keluarga mengatakan prihatin dengan kehilangan kontrol dalam

keputusan yang diambil nona “M”.

1

Page 2: 3. Makalah Euthanasia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Identifikasi Masalah

DS = Data subjektif (data yang didapat dari keluarga pasien atau keluhan pasien)

1) Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak ada upaya lagi

2) Pasien merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu melakukan

aktivitas secara normal

3) Pasien ingin mengakhiri hidupnya

4) Pasien mengeluh bahwa dirinya terkadang ia merasa cemas dan terancam

bahwa dirinya akan mengalami sakit berkepanjangan tak berkesudahan

5) Pasien mengatakan malu terhadap terhadap dirinya dan penyakitnya

6) Pasien mengeluh bahwa selalu bergantung kepada orang lain dan merasa

bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu melakukan aktivitas secara

normal

DO = Data objektif (data yang dilihat/diamati dari pasien)

1) Pasien terlihat sangat frustasi

2) Pasien tampak gelisah

3) Pasien terlihat apatis

2.2. Hipotesis

Hipotesis adalah mencari diagnosa, apa yang dibutuhkan pasien.

1) Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan berhubungan dengan regimen terkait penyakit

ditandai dengan :

DS :

3. Pasien ingin mengakhiri hidupnya

4. Pasien mengeluh bahwa dirinya terkadang ia merasa cemas

dan terancam bahwa dirinya akan mengalami sakit

berkepanjangan tak berkesudahan

2

Page 3: 3. Makalah Euthanasia

5. Pasien mengatakan malu terhadap terhadap dirinya dan

penyakitnya

6. Pasien mengeluh bahwa selalu bergantung kepada orang lain

dan merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu

melakukan aktivitas secara normal

DO :

1. Pasien terlihat sangat frustasi

2. Pasien tampak gelisah

3. Pasien terlihat apatis

2.3. Mekanisme

Pengkajian (assisment)

Analisis dan Diagnose

Intervensi Keperawatan (Perencanaan)

Tindakan (Implementasi)

Evaluasi

2.4. More Info

Adalah isu terkait yang tidak diketahui mahasiswa Isu tentang euthanasia:

Euthanasia berasal dari kata Yunani eu : baik dan thanatos : mati. Maksudnya

adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Euthanasia

sering disebut : mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa muncul dari

keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien

3

Page 4: 3. Makalah Euthanasia

(bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak

sadar).

2.5. Don’t Know

Pertanyaan :

1. Apakah ada hak moral alasan seseorang melakukan euthanasia?

2. Apakah boleh euthanasia dilakukan di Indonesia?

3. Bagaimana peran perawat pada pasien euthanasia?

4. Dari segi agama islam euthanasia dilarang, ayat al-quran surah apa yang

menunjukan euthanasia dilarang?

Jawaban :

1. Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat, maka seseorang

mempunyai hak memilih cara kematiannya  Tindakan belas kasihan pada

seseorang yang sakit, meringankan penderitaan sesama adalah tindakan

kebajikan  Tindakan belas kasihan pada keluarga pasien 

Mengurangi beban ekonomi.

2. Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan : “Barang siapa menghilangkan

jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya

dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-

lamanya 12 tahun” Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bisa dituntut oleh

penegak hukum, apabila ia melakukan euthanasia, walaupun atas

permintaan pasien dan keluarga yang bersangkutan, karena perbuatan

tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Mungkin saja dokter atau

keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344 ini, tetapi ia tidak bisa

melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi : “Barang siapa

dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar

mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”. Dokter bisa

diberhentikan dari jabatannya, karena melanggar kode etik kedokteran.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 434/Men.Kes/SK/X/1983 pasal 10

menyebutkan : “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan

kewajibannya untuk melindungi ‘hidup’ makhluk insani”. Di sini jelas

4

Page 5: 3. Makalah Euthanasia

sekali bahwa dari segi pandang hukum di Indonesia tindakan euthanasia

tidak diperkenankan.

3. Peran Perawat seharusnya:

1) Sebagai Conselor, yaitu perawat memberikan pertimbangan-

pertimbangan kepada pihak keluarga bahwa eutanasia bukanlah

jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah. Perawat bisa

memberikan saran-saran lain kepada keluarga. Dan jika eutanasia

tetap dilakukan, maka perawat tersebut melanggar perannya.

2) Sebagai Advocat, yaitu perawat memberikan pembelaan terhadap

hak-hak pasien untuk hidup dan meneruskan kehidupannya itu.

Dalam hal ini kita dapat memberikan pendapat kepada dokter yang

memutuskan tindakan itu agar dokter mempertimbangkan lagi

keputusan itu bukan sebagai keputusan terakhir yang harus

dilakukan.

4. Surat Al-Hijr ayat 23 :

Artinya : “Dan sesungguhnya benar-benar kami-lah yang menghidupkan dan mematikan, dan kami (pulalah) yang mewarisi”.

Surat Al-Najm ayat 44 :Artinya :“Dan bahwasanya Dia-lah (Allah) yang mematikan dan menghidupkan”.

Ayat al-qur’an yang terkait euthanasia yaitu :1. Surat Al-Hijr ayat 23 :

Artinya :

“Dan sesungguhnya benar-benar kami-lah yang menghidupkan dan

mematikan, dan kami (pulalah) yang mewarisi”.

·        2. Surat Al-Najm ayat 44 :

Artinya :

“Dan bahwasanya Dia-lah (Allah) yang mematikan dan

menghidupkan”.

5

Page 6: 3. Makalah Euthanasia

TEORI TENTANG EUTHANASIA :

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi

penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Di sisi lain, pasien sudah dalam keadaan

kritis sehingga takjarang pasien atau keluarganya meminta dokter untuk

menghentikan pengobatan terhadap yang bersangkutan. Dari sinilah dilema

muncul dan menempatkan dokter atau perawat pada posisi yang serba sulit.

Dokter dan perawat merupakan suatu profesi yang mempunyai kode etik sendiri

sehingga mereka dituntut untuk bertindak secara profesional. Pada satu pihak ilmu

dan teknologi kedokteran telah sedemikian maju sehingga mampu

mempertahankan hidup seseorang (walaupun istilahnya hidup secara vegetatif).

Dokter dan perawar merasa mempunyai tanggung jawab untuk membantu

menyembuhkan penyakit pasien, sedangkan di pihak lain pengetahuan dan

kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah sangat berubah.

Masyarakat mempunyai hak untuk memilih yang harus dihormati, dan saat ini

masyarakat sadar bahwa mereka mempunyai hak untuk memilih hidup atau mati.

Dengan demikian, konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini

dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral, hukum dan kemampuan serta

teknologi kedokteran yang sedemikian maju.

I.       Pengertian EUTHANASIA

        Euthanasia (eu = baik, thanatos = mati) atau good death / easy death sering

pula disebut “mercy killing” pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan

kasihan, sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan

nasib sendiri (the right self of determination) pada diri pasien. Hak ini menjadi

unsur utama hak asasi manusia dan seiring dengan kesadaran baru mengenai hak-

hak tersebut. Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi

(khususnya dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang

dramatis atas pemahaman mengenai euthanasia. Namun, uniknya, kemajuan dan

perkembangan yang pesat ini rupanya tidak diikuti oleh perkembangan di bidang

hukum dan etika. Pakar hukum kedokteran Prof. Separovic menyatakan bahwa

6

Page 7: 3. Makalah Euthanasia

konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan pada kontradiksi

antara etika, moral, dan hukum di satu pihak, dengan kemampuan serta teknologi

kedokteran yang sedemikian maju di pihak lain.

Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa

penderitaan” (mercy killing). Tindakan ini biasanya dilakukan terhadap penderita

penyakit yang secara medis sudah tidak mungkin lagi untuk bisa sembuh. Di

dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan memiliki arti

“mati baik”. Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama Suetonius

menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”. Euthanasia Studi

Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda) menyatakan: “Euthanasia

adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan sesuatu untuk

memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk

memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan

khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri”. Dilihat dari cara melakukannya

dikenal dua macam, yaitu euthanasia aktif jika dokter melakukan positive act yang

secara langsung menyebabkan kematian dan euthanasia pasif jika dokter

melakukan negative act tidak melakukan tindakan apa-apa yang secara tidak

langsung menyebabkan kematian.

II.    Klasifikasi euthanasia

a.    Dilihat dari orang yang membuat keputusan euthanasia dibagi

menjadi:

Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang

sakit dan

Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain

seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.

b.   Menurut Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., ahli hukum

kedokteran dan staf pengajar pada Fakultas Hukum UNPAD dalam

7

Page 8: 3. Makalah Euthanasia

artikel harian Pikiran Rakyat mengatakan bahwa euthanasia dapat

dibedakan menjadi:

Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau

tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.

Misalnya, memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh

pasien.

Euthanasia pasif. Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi)

memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya

tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam

pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat,

dan melakukan kasus malpraktik. Disebabkan ketidaktahuan pasien dan keluarga

pasien, secara tidak langsung medis melakukan euthanasia dengan mencabut

peralatan yang membantunya untuk bertahan hidup, Autoeuthanasia. Seorang

pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan

ia mengetahui bahwa itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan

penolakan tersebut, ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan).

Autoeuthanasia pada dasarnya adalah euthanasia atas permintaas sendiri (APS).

c.  Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya

Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga

kategori: Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan

secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk

mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat

dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral

maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah

tablet sianida.

Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis

(autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana

seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan

8

Page 9: 3. Makalah Euthanasia

medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau

mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat

sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya

adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.

Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia

negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk

mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan

memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup

pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan

bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak

memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan

operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun

pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan

mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara

terselubung oleh kebanyakan rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa

dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian

seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan

menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang

tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak

rumah sakit untuk membuat “pernyataan pulang paksa”. Meskipun akhirnya

meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif

medis.

d.   Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin

Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan

menjadi tiga yaitu : Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan

eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup.

Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan. 

Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali

menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh

9

Page 10: 3. Makalah Euthanasia

siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak

berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang

wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat

kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil

keputusan bagi si pasien. Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si

pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal controversial

e.    Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :

Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) Eutanasia hewan

Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia

agresif secara sukarela.

f.   Frans Magnis Suseno membedakan 4 arti euthanasia mengikuti

J.Wundeli yaitu:

Euthanasia murni : usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa

memperpendek kehidupannya.Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan dan

pastoral agar yang bersangkutan dapat mati dengan baik.Euthanasia ini tidak

menimbulkan masalah apapun

 Euthanasia pasif :tidak dipergunakannya semua kemungkinan teknik

kedokteran yang sebenarnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan

  Euthanasia tidak langsung: usaha memperingan kematian dengan efek

sampingan bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat.Di sini kedalamnya

termasuk pemberian segala macam obat narkotik,hipnotik dan analgetika yang

mungkin de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak

disengaja.

   Euthanasia aktif: proses kematian diperingan dengan memperpendek

kehidupan secara terarah dan langsung.Ini yang disebut sebagai “mercy killing”.

10

Page 11: 3. Makalah Euthanasia

Dalam euthanasia aktif masih perlu dibedakan pasien menginginkannya atau tidak

berada dalam keadaan dimana keinginanya dapat di ketahui.

III.  Hak pasien dan pembatasannya

Penghormatan hak pasien untuk penentuan nasib sendiri masih

memerlukan pertimbangan dari seorang dokter terhadap pengobatannya.Hal ini

berarti para dokter harus mendahulukan proses pembuatan keputusan yang normal

dan berusaha bertindak sesuai dengan kemauan pasien sehingga keputusan dapat

diambil berdasarkan pertimbangan yang matang.Pasien harus diberi kesempatan

yang luas untuk memutuskan nasibnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun

setelah diberikan informasi yang cukup sehingga keputusannya diambil melalui

pertimbangan yang jelas.Beberapa pasien tidak dapat menentukan pilihan

pengobatan sehingga harus orang lain yang memutuskan apa tindakan yang

terbaik bagi pasien itu.Orang lain disni tentu dimaksudkan orang yang paling

dekat dengan pasien dan dokter harus menghargai pendapat-pendapat tersebut.

IV.   Kewajiban perawat dalam kasus euthanasia

a. memfasilitasi klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

b. membantu proses adaptasi klien terhadap penyakit / masalah yang sedang

dihadapinya

c. mengoptimalkan system dukungan

d. membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif

terhadap masalah yang telah dihadapi

e.  membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan yang maha

esa sesuai dengan keyakinannya.

11

Page 12: 3. Makalah Euthanasia

V. Beberapa aspek euthanasia.

A.  Aspek Hukum.

Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari

dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap

sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa

seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang

dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang

dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas

permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan

pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum

diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati

bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan

bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut,

tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP

Pidana.

B. Aspek Hak Asasi.

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan

sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati.

Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal

ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga

medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan

sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati,

apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih

tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat.

C. Aspek Ilmu Pengetahuan.

Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan

upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan

12

Page 13: 3. Makalah Euthanasia

pasien. Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk

mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang

tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala

upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu

kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga

yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.

D. Aspek Agama.

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada

seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau

memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara

tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan

melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur.

Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan

kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus

asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada

seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam

penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama

yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila

dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang

harus kedokter dan berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur

mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang

berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya

memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun dapat

dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal hal seperti ini

manusia sering menggunakan standar ganda. Hal hal yang menurutnya baik, tidak

perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain

yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal

tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk

menopangnya.

13

Page 14: 3. Makalah Euthanasia

VI.  Euthanasia dipandang dari aspek hukum di Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu

perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-

undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-

undang Hukum Pidana. Dari ketentuan tersebut, ketentuan yang berkaitna

langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.

Pasal 344 KUHP

Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara

selama-lamanya dua belas tahun. Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa

permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.

Pasal 338 KUHP

Barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum

karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP

Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain, di        hukum, karena pembunuhan direncanakan

(moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau

penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Pasal 359

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum

penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu

tahun.Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang

mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus

euthanasia.

Pasal 345

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri,

14

Page 15: 3. Makalah Euthanasia

menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh

diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara. Berdasarkan

penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini,

maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan

tersebut dapat dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-

lamanya empat tahun penjara.

VII. KODE ETIK INDONESIA

1. Berpindah ke alam baka dengan tenang daN aman tanpa penderitaan dan

bagi  Mereka yang beriman dengan menyebutkan nama Allah di bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan

memberinya obat penenang

3. Mengakhiri penderitaan hidup orang sakit dengan sengaja atas permintaan

pasien sendiri dan keluarganya

Euthanasia Menurut Hukum Diberbagai Negara

Sejauh ini euthanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta

ditoleransi di Negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan

dibeberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan

Denmark termasuk di Indonesia.

Euthanasia di Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang

mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak

tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di dunia

yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit

menahun dan tidak dapat disembuhkan lagi, diberi hak untuk mengakhiri

penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam KItab Hukum Pidana

Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan

sebagai perbuatan kriminal.

15

Page 16: 3. Makalah Euthanasia

Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para

dokter untuk melapor semua kasus euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi

kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun

2002,sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-

undang Belanda, dimana seorang dokter yang melakukan euthanasia pada suatu

kasus tertentu tidak akan dihukum.

Euthanasia di Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika.

Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit

mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan)

mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997

melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan

UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act)[8].

Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan,

bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien

terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika

mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus

diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang

waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana

salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter

kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta

memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam

keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan

pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap

asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan

ataupun juga simpanan hari tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon

ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk

meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU

16

Page 17: 3. Makalah Euthanasia

Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang

pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.

Euthanasia di Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan

Britania Raya (Britain’s Royal College of Obstetricians and Gynaecologists)

mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council

on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap

bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah

ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna

memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor “kemungkinan

hidup si bayi” sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran. Namun hingga saat ini

eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris

demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda). Demikian pula kebijakan resmi

dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara

tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.

2.6. Learning Isue

Learning Issue berada di Lampiran

17

Page 18: 3. Makalah Euthanasia

2.7. Problem Solving

1. PENGKAJIAN (ASSISMENT)

1) Identifikasi Pasien

a. Nama                                       : Ny M

b. Umur                                       : 23 tahun

c. Jenis Kelamin                          : Perempuan

d. Agama/Suku                           : Islam

e. Warga Negara                         : Indonesia

f. Bahasa yang digunakan          : Indonesia

g. Dx. Medik                               : HIV AIDS

h. Penanggung Jawab

a. Nama                                       : Ny H

b. Hubungan dgn pasien             : Keluarga

i. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama     : pasien mengatakkan bahwa dirinya

tidak ada daya upaya lagi

b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien bernama nona

“M” berumur 23 tahun mengetahui dirinya mengidap

HIV AIDS lebih kurang 7 tahun yang lalu, berbagai

pengobatan untuk menghadapi tanda gejala penyakit

tersebut telah dilakukan. Pasien mengatakan ingin

mengakhiri hidupnya melalui euthanasia

c. Riwayat Kesehatan Lalu : Keluarga mengatakan tidak

tahu jika nona “M” ingin melakukan euthanasia.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga mengatakan

prihatin dengan kehilangan kontrol dalam keputusan

yang diambil nona “M

18

Page 19: 3. Makalah Euthanasia

2. Pengumpulan data

Jenis data antara lain:

Data Objektif :

1. Pasien terlihat sangat frustasi

2. Pasien tampak gelisah

3. Pasien terlihat apatis

Data subjekif :

1. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak ada upaya lagi

2. Pasien merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu

melakukan aktivitas secara normal

3. Pasien ingin mengakhiri hidupnya

4. Pasien mengeluh bahwa dirinya terkadang ia merasa cemas dan

terancam bahwa dirinya akan mengalami sakit berkepanjangan tak

berkesudahan

5. Pasien mengatakan malu terhadap terhadap dirinya dan penyakitnya

6. Pasien mengeluh bahwa selalu bergantung kepada orang lain dan

merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu melakukan

aktivitas secara normal

3. Perencanaan (Intervensi)

Dx Keperawatan:

Ketidakberdayaan

DS:

a. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak ada upaya lagi

b. Pasien merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak

mampu melakukan aktivitas secara normal

c. Pasien ingin mengakhiri hidupnya

19

Page 20: 3. Makalah Euthanasia

d. Pasien mengeluh bahwa dirinya terkadang ia merasa

cemas dan terancam bahwa dirinya akan mengalami sakit

berkepanjangan tak berkesudahan

e. Pasien mengatakan malu terhadap terhadap dirinya dan

penyakitnya

f. Pasien mengeluh bahwa selalu bergantung kepada orang

lain dan merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak

mampu melakukan aktivitas secara normal.

DO:

a.Pasien terlihat sangat frustasi

b. Pasien tampak gelisah

c.Pasien terlihat apatis

Tujuan:

a. Jangka Panjang: Berdaya

b. Jangka Pendek:

A. DS:

a. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak ada upaya lagi

b. Pasien merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak

mampu melakukan aktivitas secara normal

c. Pasien ingin mengakhiri hidupnya

d. Pasien mengeluh bahwa dirinya terkadang ia merasa

cemas dan terancam bahwa dirinya akan mengalami sakit

berkepanjangan tak berkesudahan

e. Pasien mengatakan malu terhadap terhadap dirinya dan

penyakitnya

f. Pasien mengeluh bahwa selalu bergantung kepada orang

lain dan merasa bahwa dirinya tidak berguna dan tidak

mampu melakukan aktivitas secara normal

20

Page 21: 3. Makalah Euthanasia

B. DO:

a.Pasien terlihat sangat frustasi

b. Pasien tampak gelisah

c.Pasien terlihat apatis

Intervensi:

a.Kolaborasi dengan dokter untuk memutuskan melakukan

atau tidak melakukan euthanasia.

b. Musyawarah dengan keluarga untuk menyetujui euthanasia

atau tidak melakukan euthanasia.

Rasionalisasi:

Yang berhak menentukan euthanasia adalah dokter

3. Tindakan (Implementasi)

1) Tindakan yang diusulkan :

Sebagai conselor, perawat melakukan pendekatan pada

keluarga dengan menjelaskan kemungkinan bahaya pada

pasien jika pasien tetap ingin melakukan euthanasia

Maksud dari tindakan tersebut adalah agar tidak

membahayakan kehidupan pasien

2) Tindakan Alternatif

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan

yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir /

konsekuensi tindakan tersebut dengan tidak menuruti

keinginan pasien untuk melakukan euthanasia.

Konsekuensi :

1)Tidak mempercepat kematian klien

2)Keadaan pasien akan tetap berlangsung

3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan

nasibnya sendiri

21

Page 22: 3. Makalah Euthanasia

4)Keluarga dan orang tua cemas dengan situasi

tersebut

4. Evaluasi

Dalam kasus ini terdapat tindakan yang memiliki resiko dan

konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat memberikan

pertimbangan-pertimbangan kepada pasien bahwa eutanasia bukanlah

jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah.

22