43
Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia” Anneke Susilo D - 102007031 EUTHANASIA PASIF A. Pendahuluan Seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma kolon yang terminal. Pasien masih cukup sadar beroendidikan tinggi. Ia memahami benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga memiliki pengalaman pahit sewaktu kakanya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu ia meminta kepada odkter apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia menerima obat0obatnan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan. Kasus di atas merupakan salah satu contoh kasus yang berhubungan erat dengan etika profesi kedokteran. Dalam hal ini, diungkit adanya prosedur medis yang biasa dikenal dengan sebutan euthanasia. Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani: eu (= baik) dan thanatos (= kematian). Jadi euthanasia artinya “kematian yang baik” atau “mati dengan baik”. 1 Euthanasia adalah pengakhiran kehidupan seseorang yang sedang dalam keadaaan sangat sakit untuk membebaskannya dari penderitaan. Euthanasia diklaim tidak 1 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

3 Part 5 Euthanasia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

EUTHANASIA PASIF

A. Pendahuluan

Seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma

kolon yang terminal. Pasien masih cukup sadar beroendidikan tinggi. Ia memahami

benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia

juga memiliki pengalaman pahit sewaktu kakanya menjelang ajalnya dirawat di ICU

dengan peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut

tampaknya hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu ia meminta

kepada odkter apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja

(tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan

wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia menerima obat0obatnan penghilang rasa sakit

bila memang dibutuhkan.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh kasus yang berhubungan erat

dengan etika profesi kedokteran. Dalam hal ini, diungkit adanya prosedur medis yang

biasa dikenal dengan sebutan euthanasia.

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani: eu (= baik) dan thanatos (=

kematian). Jadi euthanasia artinya “kematian yang baik” atau “mati dengan baik”. 1

Euthanasia adalah pengakhiran kehidupan seseorang yang sedang dalam

keadaaan sangat sakit untuk membebaskannya dari penderitaan. Euthanasia diklaim

tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal. 2

Seseorang yang mengalami euthanasia biasanya memiliki kondisi penyakit

yang tidak dapat disembuhkan. Tapi ada kasus lain yang mana beberapa orang ingin

hidupnya berakhir.

Dalam banyak kasus, hal itu dilakukan atas permintaan pasien sendiri, tetapi

ada saat-saat ketika pasien mungkin terlalu sakit keputusan dibuat oleh saudara,

tenaga medis atau dalam beberapa kasus oleh pengadilan.

Euthanasia ini hanya terjadi di beberapa negara saja seperti Belanda, Swiss atau

Amerika. Tapi lebih banyak negara yang melarang pelaksanaan euthanasia.

Euthanasia terbagi dalam berbagai bentuk, yang masing-masing membawa

yang berbeda kebenaran dan kesalahan masing-masing, antara lain:2

1 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 2: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

1. Eutanasia aktif dan pasif

Dalam euthanasia aktif, dokter atau tenaga langsung dan sengaja

menyebabkan kematian pasien, misalnya dengan memberikan pasien obat secara

overdosis, memberikan tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke

dalam tubuh pasien.

Euthanasia pasif terjadi ketika pasien meninggal karena para profesional

medis tidak melakukan sesuatu yang diperlukan untuk menjaga pasien tetap hidup

atau menghentikan melakukan sesuatu yang menjaga agar pasien tetap hidup.

Contoh euthanasia pasif antara lain mematikan mesin penunjang hidup,

melepas sebuah tabung makan, tidak melakukan operasi memperpanjang hidup atau

tidak memberikan obat memperpanjang hidup.

2. Euthanasia sukarela dan non-sukarela

Eutanasia sukarela terjadi atas permintaan dari pasien atau orang yang akan

meninggal, misalnya dengan menolak perawatan medis, meminta perawatannya

dihentikan atau mesin pendukung kehidupannya dimatikan atau menolak untuk

makan.

Sedangkan euthanasia non-sukarela terjadi ketika pasien sadar atau tidak,

sehingga ada orang lain yang mengambil keputusan atas namanya.

Euthanasia non-sukarela bisa terjadi pada kasus-kasus seperti pasien sedang

koma, pasien terlalu muda (misalnya bayi), orang pikun, mengalami keterbelakangan

mental yang sangat parah atau gangguan otak parah.

3. Euthanasia langsung

Euthanasia langsung berarti memberikan perlakuan (biasanya untuk

mengurangi rasa sakit) yang memiliki efek samping mempercepat kematian pasien.

4. Bantuan bunuh diri

Hal ini biasanya mengacu pada kasus-kasus yang mana orang yang akan mati

membutuhkan bantuan untuk membunuh dirinya sendiri dan meminta tenaga medis

untuk melakukannya.

2 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 3: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

B. Mind Mapping

C. Rekam Medis

Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai

identitas pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang

diterima pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. (Definisi

Rekam Medis Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989) 4

1. Riwayat Pasien:

a. Usia. Resiko meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus

terjadi pada usia 60 – 70 an, dan jarang di bawah usia 50 kecuali dalam

sejarah keluarga ada yang terkena kanker kolon ini.

b. Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa. Dengan

dihilangkannya polip pada saat ditemukan turut mengurangi resiko

terjadinya kanker kolon di kemudian hari.

c. Riwayat kanker. Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap atau

pernah dirawat untuk kanker kolon beresiko untuk mengidap kanker kolon

di kemudian hari. Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium (indung

telur), kanker uterus, dan kanker payudara memiliki resiko yang lebih

besar untuk terkena kanker kolorektal.

3 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 4: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

d. Penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak diobati.

e. Kebiasaan merokok. Perokok memiliki resiko jauh lebih besar untuk

terkena kanker kolorektal dibandingkan bukan perokok.

f. Kebiasaan makan. Pernah di teliti bahwa kebiasaan makan banyak daging

dan sedikit buah, sayuran, serta ikan turut meningkatkan resiko terjadinya

kanker kolorektal.

g. Sedikit beraktivitas. Orang yang beraktivitas fisik lebih banyak memiliki

resiko lebih rendah untuk terbentuk kanker kolorektal.

h. Inveksi Virus. Virus tertentu seperti HPV (Human Papilloma Virus) turut

andil dalam terjadinya kanker kolorektal.

2. Riwayat Penyakit:

a. Perubahan kebiasaan buang air

b. Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah

(diare)

c. Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin  tapi sudah tidak bisa

keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya

adalah ciri khas dari kanker kolorektal

d. Perubahan wujud fisik kotoran/feses

i. Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan

saat buang air besar

ii. Feses bercampur lendir

iii. Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan

terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas

e. Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi

akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor

f. Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita

4 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 5: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

g. Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat

tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti

kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll),

vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejala-

gejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar tumor dan

semakin luas penyebarannya

h. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling

umum di semua jenis keganasan)

i. Hilangnya nafsu makan

j. Anemia, pasien tampak pucat

k. Sering merasa lelah

l. Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang

m. Penyebaran ke Hati, menimbulkan gejala :

i. Penderita tampak kuning

ii. Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar

lokasi hati

iii. Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik oleh dokter

n. Timbul suatu gejala lain yang disebut paraneoplastik, berhubungan dengan

peningkatan kekentalan darah akibat penyebaran kanker.

3. Riwayat Keluarga:

i. Sejarah adanya kanker kolon khususnya pada keluarga dekat.

ii. Penyakit FAP (Familial Adenomatous Polyposis) – Polip

adenomatosa familial (terjadi dalam keluarga); memiliki resiko

100% untuk terjadi kanker kolorektal sebelum usia 40 tahun, bila

tidak diobati.

5 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 6: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

iii. Penyakit lain dalam keluarga, seperti HNPCC (Hereditary Non

Polyposis Colorectal Cancer) – penyakit kanker kolorektal non

polip yang menurun dalam keluarga, atau sindroma Lynch

4. Riwayat Pengobatan:

Metotrexat

Interferon

5. Riwayat Tindakan Medis

Bedah Paliatif

Kemoterapi

6. Hasil Laboratorium:

a. Pemeriksaan DNA Tinja.

b. Pemeriksaan kadar CEA (Carcino Embryonic Antigent) darah.

c. Pemeriksaan darah dalam tinja.

d. Pemeriksaan darah lengkap

7. Hasil Radiologi:

a. Pemeriksaan rektal dengan jari (Digital Rectal Exam), di mana dokter

memeriksa keadaan dinding rektum sejauh mungkin dengan jari;

pemeriksaan ini tidak selalu menemukan adanya kelainan, khususnya

kanker yang terjadi di kolon saja dan belum menyebar hingga rektum.

b. Endoskopi. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat karena selain melihat

keadaan dalam kolon juga bisa bertindak, misalnya ketika menemukan

polip endoskopi ini dapat sekaligus mengambilnya untuk kemudian

dilakukan biopsi.

c. Pemeriksaan barium enema dengan double contrast.

d. Virtual Colonoscopy.

6 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 7: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

e. CAT Scan.

f. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan

diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren

(yang timbul kembali).

D. Tujuan Pengobatan Minimal (Paliatif) 5

meringankan nyeri dan penderitaan lain yang dirasakan oleh pasien akibat

alat-alat medis yang berlebih

memberi waktu bagi pasien kanker stadium terminal untuk menghabiskan sisa

hidupnya dengan keluarga, teman dan orang-orang yang dia cintai

membuat anggapan bagi pasien bahwa kematian sebagai proses yang normal,

tidak mempercepat atau menunda kemauan 5

meningkatkan kualitas hidup pasien

menjaga keseimbangan psikolgis dan spiritual.

E. Prosedur Tindakan Medis

7 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 8: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Tingkatan / Staging / Stadium Kanker Kolon

Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi

TNM, klasifikasi Dukes, namun yang akan saya jabarkan klasifikasinya adalah sebagai

berikut (mirip dengan klasifikasi Dukes) :

Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon

Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon

Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa

Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain

Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan

jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan

kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada

stadium yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka

kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit.

Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat

pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan).

Pembedahan

Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-

and-close. Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang

terlokalisir. Intinya adalah membuang bagian yang terkena tumor dan sekelilingnya.

Pada keadaan ini mungkin diperlukan suatu tindakan yang disebut TME (Total

Mesorectal Excision), yaitu suatu tindakan yang membuang usus dalam jumlah yang

signifikan. Akibatnya kedua ujung usus yang tersisa harus dijahit kembali. Biasanya

pada keadaan ini diperlukan suatu kantong kolostomi, sehingga kotoran yang melalui

usus besar dapat dibuang melalui jalur lain. Pilihan ini bukanlah suatu pilihan yang

enak akan tetapi merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap hidup, mengingat

8 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 9: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

pasien tidak mungkin tidak makan sehingga usus juga tidak mungkin tidak terisi

makanan / kotoran; sementara ada bagian yang sedang memerlukan penyembuhan.

Apa dan bagaimana kelanjutan dari kolostomi ini adalah kondisional dan individual,

tiap pasien memiliki keadaan yang berbeda-beda sehingga penanganannya tidak sama.

Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan

tujuan membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat ulah

tumor primer tersebut. Terkadang tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat

menyelamatkan jiwa. Bila penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka

pembedahan pun secara teknis menjadi sulit, sehingga dokter mungkin memilih

teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja) melalui lubang. Pilihan

terakhir pada kondisi terburuk adalah  open-and-close, di mana dokter membuka

daerah operasinya, kemudian secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian rupa

sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan

tidak memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. Tindakan

ini sepertinya sudah tidak pernah dilakukan lagi mengingat sekarang sudah banyak

tersedia laparoskopi dan radiografi canggih untuk mendeteksi keberadaan dan kondisi

kanker jauh sebelum diperlukan operasi.

F. Prosedur Terapi

Terapi Non Bedah 4

Kemoterapi dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya

metastasis (penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya, atau

memperlambat pertumbuhannya. Radioterapi jarang digunakan untuk kanker kolon

karena memiliki efek samping dan sulit untuk ditembakkan ke bagian yang spesifik

pada kolon. Radioterapi lebih sering pada kanker rektal saja. Imunoterapi sedang

dikembangkan sebagai terapi tambahan untuk kanker kolorektal. Terapi lain yang

telah diujicoba dan memberikan hasil yang sangat menjanjikan adalah terapi Vaksin.

Ditemukan pada November 2006 lalu sebuah vaksin bermerek TroVax yang terbukti

secara efektif mengatasi berbagai macam kanker. Vaksin ini bekerja dengan cara

meningkatkan sistem imun penderita untuk melawan penyakitnya. Fase ujicobanya

saat ini sedang ditujukan bagi kanker ginjal dan direncanakan untuk kanker kolon.

Terapi lainnya adalah pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi metastasisnya

(penyebaran tumornya).

9 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 10: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Terapi Suportif. Diagnosis kanker sangat sering menimbulkan pengaruh yang sangat

besar pada kejiwaan penderitanya. Karenanya dorongan dari rumah sakit, dokter,

suami/istri, kerabat, keluarga, social support group sangat penting bagi penderitanya.

G. Etika Kedokteran

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah

penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat

dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi

berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan

mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil

Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat,

menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar

moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie

dalam penerapan praktiknya secara skematis dalam gambar berikut: 7

BeneficenceAutonomy

Non maleficenceJustice

Gambar. empat kaidah dasar etika praktik kedokteran, dengan prima facie sebagai judge;

penentu kaidah dasar mana yang dipilih ketika berada dalam konteks tertentu yang relevan.

1. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati

martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai

manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan

kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan

perlindungan. Menurut pandangan Kant, otonomi kehendak sama dengan otonomi

moral yakni kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri

sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,

paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam

berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia. Sedangkan menurut

pandangan J. Stuart Mill, otonomi tindakan/pemikiran adalah otonomi individu, yakni

kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan

10 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 11: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.

a. Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan

pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).

b. Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.

c. Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi

informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila

ditanya, bantulah membuat keputusan penting.

d. Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk

kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang

dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects),

letting die.

2. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus

mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient

welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih

dari sekedar memenuhi kewajiban. Beneficence dibagi menjadi 2 bagian yaitu general

beneficence dan specific beneficence.

a. General beneficence :

i. melindungi & mempertahankan hak yang lain.

ii. mencegah terjadi kerugian pada yang lain.

iii. menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.

b. Specific beneficence :

i. menolong orang cacat.

ii. menyelamatkan orang dari bahaya.

Prinsip ini mengutamakan kepentingan pasien, memandang pasien/keluarga/sesuatu

tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain, memaksimalisasi

akibat baik (termasuk jumlahnya yang lebih banyak daripada akibat-buruk), dan

menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik

terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).

3. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah

memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.

Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Sisi

komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti:

a. Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien.

11 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 12: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

b. Minimalisasi akibat buruk

c. Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :

i. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu

yang penting

ii. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

iii. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

iv. Manfaat bagi pasien lebih besar daripada kerugian dokter (hanya

mengalami risiko minimal).

d. Norma tunggal, isinya larangan.

4. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik,

agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan,

serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap

pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi

perhatian utama dokter. Prinsip ini bertujuan untuk menjamin nilai tak berhingga

setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan

yang-baik.

a. Treat similar cases in a similar way = justice within morality.

b. Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni:

i. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari

kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien

yang memerlukan/membahagiakannya)

ii. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan

mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).

c. Jenis keadilan:

i. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)

ii. Distributif (membagi sumber): kebajikan membagikan sumber-sumber

kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai

keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material

kepada setiap orang andil yang sama; pada setiap orang sesuai dengan

kebutuhannya; pada setiap orang sesuai upayanya; pada setiap orang

sesuai kontribusinya; pada setiap orang sesuai jasanya; pada setiap

orang sesuai bursa pasar bebas.

iii. Sosial, yaitu kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran

12 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 13: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

dan kesejahteraan bersama:

1. Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan

strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan

nikmat/keuntungan bagi pasien.

2. Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi

(mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).

3. Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu

4. Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup

yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering

menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

iv. Hukum (umum) yaitu:

1. Tukar menukar, yaitu kebajikan untuk

memberikan/mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.

2. Pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian

hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.

Prima Facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan

pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau

situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ’ilat yang sesuai). Inilah yang disebut

pemilihan berdasarkan asas prima facie.

Etika profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan

dokter gigi dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat

dan mitra kerja. Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi

profesi bersama-sama pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan.

Etik ini sendiri memuat prinsip-prinsip, yaitu: beneficence, non maleficence,

autonomy dan justice. Tiap-tiap jenis tenaga kesehatan telah memiliki Kode Etiknya,

namun Kode Etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etik Kedokteran

Indonesia (KODEKI).

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA 6

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

13 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 14: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi

oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupunn

fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh

persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan

setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-

hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan medis

yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih

sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7 b

14 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 15: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki

kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk

insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta

berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk

pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.

15 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 16: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran/kesehatan.

Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) 7,8

PTM adalah terjemahan yang dipakai untuk istilah informed consent. Sesungguhnya

terjemahan ini tidaklah begitu tepat. Informed artinya telah diberitahukan, telah disampaikan,

atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang

untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, informed consent adalah persetujuan yang

diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. 7,8

Bentuk PTM

Ada dua bentuk PTM, yaitu:

1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent)

Keadaan normal

Keadaan darurat

16 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 17: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

2. Dinyatakan (Expressed consent)

Lisan

Tulisan

Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa

pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.

Umumnya tindakan dokter di sini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau diketahui secara

umum. Misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan

pada pasien, dan melakukan suntikan pada pasien.

Implied consent bentuk lain adalh bila pasien dalam keadaan gawat darurat

(emergency) sedang dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan

tidak bisa memberikan persetujuan dn keluarganya pun tidak di tempat, dokter dapat

melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 1).

Jenis persetujuan ini disebut sebagai Presumed consent. Artinya, bila pasien dalam keadaan

sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang dilakukan dokter.

Expersed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila

yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan

demikian, sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan

dilakukan supaya tidak terjadi salah pengertian. Misalnya, pemeriksaan dalam rektal atau

pemeriksaan dalam vaginal, mencabut kuku dan tindakan lain yang melebihi prosedur

pemeriksaan dan tindakan umum.

Persetujuan

Inti dari persetujuan adalah haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang

adekuat.

Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah

pasien yang sudah dewasa (di atas 21 tahun atau sudah menikah)dan dalam keadaan sehat

mental.

Dalam banyak PTM yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan lebih sering

dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap

kesiapan mental pasien sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien atau atas

alasan lain.

Untuk pasien di bawah umur 21 tahun, dan pasien gangguan jiwa yang

menandatangani adalah otang tua/wali/keluarga terdekat atau induk semang. Untuk pasien

17 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 18: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan

secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera,

tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun (pasal 11 bab IV Permenkes No. 585).

Sama dengan yang diatur dalam Permenkes tentang PTM ini, The Medical Defense

Union dalam bukunya Medicolegal Issues in Clinicall Practice menyatakan bahwa ada lima

syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya PTM, yaitu:

1. Diberikan secara bebas

2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian

3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat

memahami tindakan itu perlu dilakukan

4. Mengenai sesuatu hal yang khas

5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama

Hal-hal yang perlu disampaikan dalam informed consent ialah:

Maksud dan tujuan tindak medik tersebut

Risiko yang melekat pada tindak medik itu

Kemungkianan timbulnya efek samping

Alternatif lain tindak medik itu

Kemungkinan-kemungkinan (sebagai konsekuensi) yang terjadi bila tindak medik itu

tidak dilakukan

18 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Hak Dasar

Sosial Individu

Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Medik

Menentukan Nasib Sendiri

“Privacy” Hak Atas Badan

Rahasia Kedoteran “Informed

Consent”Memilih Dokter/RS

Menolak Tindak Medik

Page 19: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Skema Hak Pasien dalam Profesi Kedokteran

Contoh Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS

 

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :                       (L/P)

Umur :

Alamat :

Telp :

 

Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang

tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari :

Nama  :                        (L/P)

Umur :

 

Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis

berupa…………………………………………………………………………….

Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan

penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca

tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.

                                                                                    Jakarta,………………….20……

Dokter/Pelaksana,                                                        Yang membuat pernyataan,

19 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 20: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

                       

 

Ttd                                                                                           Ttd

 

(……………………)                                                  (…………………………..)

*Coret yang tidak  perlu

 

H. Peraturan Yang Terkait

Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter

sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif & dianggap sebagai

pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.

Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam

tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut,

tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau

keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa

sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak, hakim

dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya

masih ingin hidup, & tidak menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat

menderita tersebut, tanpa dijerat pasal-pasal dalam undang-undang dalam KUHP. 9, 10

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebenarnya telah cukup antisipasif dalam

menghadapi perkembangan iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat lunak

berupa SK PB IDI no.319/PB/4/88 mengenai “Pernyataan Dokter Indonesia tentang

Informed Consent”. Disebutkan di sana, manusia dewasa & sehat rohani berhak

sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak

berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walau

untuk kepentingan pasien itu sendiri.

Kemudian SK PB IDI no.336/PB/4/88 mengenai “Pernyataan Dokter

Indonesia tentang Mati”. Sayangnya SKPB IDI ini tidak atau belum tersosialisasikan

dengan baik di kalangan IDI sendiri maupun di kalangan pengelola rumah sakit.

20 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 21: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Sehingga, tiap dokter & rumah sakit masih memiliki pandangan & kebijakan yang

berlainan.

Apabila diperhatikan lebih lanjut, pasal 338, 340, & 344 KUHP, ketiganya

mengandung makna larangan untuk membunuh. Pasal 340 KUHP sebagai aturan

khususnya, dengan dimasukkannya unsur “dengan rencana lebih dahulu”, karenanya

biasa dikatakan sebagai pasal pembunuhan yang direncanakan atau pembunuhan

berencana. Masalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338

& 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut ‘concursus idealis’ yang diatur

dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa:

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang

dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang

dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum

diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah

yang dikenakan.

Pasal 63 (2) KUHP ini mengandung asas ‘lex specialis derogat legi generalis’,

yaitu peraturan yang khusus akan mengalahkan peraturan yang sifatnya umum.

Hak Pasien

Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di perbaharui

dengan UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Kedokteran Gigi mengatur

dan menyebutkan tentang hak-hak pasien, yang antara lain adalah : 3

1. Hak Atas Informasi

Dalam segala bidang sebuah informasi menduduki peringkat yang

sangat tinggi. Informasi ini menjadi penting karena menuntut kejujuran dan

mengharapkan kebenaran.

Jika informasi yang kita dapatkan dari dokter atau pihak pemberi

layanan medis yang berkaitan sangat minim, sudah saatnya kita mengingatkan

atau bahkan menegaskan kepada mereka bahwa salah satu kewajiban mereka

21 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 22: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

adalah sebagai sumber informasi bagi pasien, karenanya sangat tidak beralasan

jika mereka tidak bersedia menjelaskan segala sesuatu terkait dengan penyakit

yang diderita oleh pasien yang mendatangi mereka.

2. Hak Atas Second Opinion

Hak atas second opinion (pendapat kedua) adalah hak pasien yang

dapat digunakan jika si pasien ingin meyakinkan dirinya akan kebenaran

diagnosa dan tindakan dokter pertama yang telah ditemuinya. Jika ternyata

second opinion dari dokter lain ini berbeda, pasien bisa membicarakannya

kembali dengan dokter pertama atau mencari pendapat ketiga.

3. Hak Memilih Dokter

Pasien kanker akan dihadapkan pada banyak pilihan untuk menentukan

dokter yang akan menangani. Mulai dari dokter ahli bedah onkologi, ahli

radiologi, medical onkologi, ahli patologi, dan lain-lainnya. Ini tidak mudah

karenanya pasien dituntut untuk sedikit kritis sebelum menjatuhkan pilihan

untuk ditangani oleh (dokter) siapa.

4. Hak Memilih Rumah Sakit/Layanan Medis Lain

Tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas yang memadai dan sama

antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada salahnya keluarga pasien

membantu mencari informasi rumah sakit untuk mencukupi kebutuhan pasien

itu sendiri.

Sebagai pasien kanker kita cenderung berobat ke rumah sakit besar

dengan fasilitas tercanggih dan terlengkap, walau terpaksa harus antre

seharian. Ini sangat menyiksa. Kenyataannya tidak semua fasilitas itu kita

butuhkan. Lebih baik kita memilih rumah sakit yang memiliki layanan medis

sesuai kebutuhan dan mudah dijangkau sehingga mencegah bertambahnya

penderitaan.

5. Hak Mendapatkan Pelayanan Sesuai Dengan Kebutuhan Medis

22 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 23: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

Ada hal-hal yang terkadang membuat pasien tidak nyaman selama

menjalani pengobatan. Salah satunya adalah kondisi dimana pasien sendiri

merasa bahwa pengobatan yang dijalani masih kurang/belum cukup. Hal ini

didukung oleh banyaknya perusahaan farmasi yang menyodorkan obat-obatan

terbaru yang promosinya dilakukan antara lain oleh marketing representative

langsung kepada dokter-dokter.

6. Hak Memberikan Persetujuan

Setelah mengetahui secara lengkap informasi tentang sakit yang kita

derita sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki hak untuk memberikan

persetujuan baik secara lisan dan/atau tertulis (sebaiknya tertulis) tentang

pengobatan yang akan kita tempuh. Dengan kata lain tindakan apapun yang

akan dilakukan harus disetujui oleh pasien dan/atau minimal keluarganya.

7. Hak Menolak Pengobatan & Menolak Tindakan Medis Tertentu serta

Hak Untuk Menghentikan Pengobatan

Setiap pasien berhak menolak semua/sebagian pengobatan atau

tindakan medis, setelah pasien tersebut tahu akan manfaat/resiko pengobatan

yang seharusnya dilakukan, tetapi secara sadar memilih untuk tidak

melakukannya. Hal ini banyak terjadi pada pasien kanker, mengingat untuk

stadium lanjut memang disarankan agar pasien memilih penanganan medis

yang lebih nyaman bagi dirinya sendiri.

8. Hak Atas Rahasia Kedokteran

Banyak ditemui kejadian dimana tim medis membicarakan penyakit

pasien A kepada pasien B atau kepada orang lain. Ini melanggar hak pasien

atas rahasia kedokteran.

9. Hak Melihat Rekam Medis (medical record)

Rekam medis wajib dibuat oleh seorang dokter, di mana setiap isi dari

rekam medis tersebut adalah hak pasien, yang meliputi : hasil laboratorium,

23 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 24: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

gambar/foto beserta keterangannya, serta tindakan pengobatan apa saja yang

dilakukan.

Kewajiban pasien

Jika ada hak, tentu ada kewajiban. Dalam kontak terapeutik antara pasien dan dokter,

memang dokter mendahulukan hak pasien karena tugasnya merupakan panggilan

perikemanusiaan. Namun, pasien yang telah mengikatkan dirinya dengan dokter, perlu pula

memperhatikan kewajiban-kewajibannya sehingga hubungan dokter dan pasien yang sifatnya

saling hormat-menghormati dan saling percaya-mempercayai terpelihara baik.

Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

1. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter

2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya

3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter

4. Menandatangani surat-surat PTM, surat jaminan dirawat di rumah sakit, dan lain-

lainnya

5. Yakin pada dokternya dan yakin akan sembuh

6. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan pengobatan serta

honorarium dokter

Kewajiban Dokter

Dokter yang membuktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentulah akan selalu

lebih mengutamakan kewajiban di atas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya.

Dalam menjalankan tugasnya, bagi dokter berlaku “Aegroti Lex Suprema”, yamg

berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (yang utama). Kewajiban dokter

yang terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman

sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri telah dibahas secara terinci dalam Bab 3 tentang

Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51

dinyatakan bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur

operasional serta kebutuhan medis pasien

24 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 25: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau

kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksan atau

pengobatan

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah

pasien itu meninggal dunia

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin pada

orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, dan

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keokteran atau

kedokteran gigi

Hak Dokter

Sebagai manusia biasa dokter memiliki tanggung jawab terhadap pribadi dan

keluarga, di samping tanggung jawab profesinya terhadap masyarakat sekitarnya.

Hak-hak dokter adalah sebagai berikut:

1. Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID) dan Surat Izin

Praktik (SIP).

2. Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga tentang

penyakitnya.

3. Bekerja sesuai standar profesi.

4. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum, agama,

dan hati nuraninya.

5. Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya kerja sama

pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam keadaan gawat darurat.

6. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat

atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya.

7. Hak atas kebebasan pribadi (privacy) dokter.

8. Ketenteraman bekerja.

9. Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.

10. Menerima imbalan jasa.

11. Menjadi anggota perrhimpunan profesi.

12. Hak membela diri.

25 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 26: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

I. Dampak Hukum Bagi Dokter

Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun

pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif

dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut: 9, 10

Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena

pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas

tahun.”

Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan

jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan

pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya

duapuluh tahun.”

Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara

selama-lamanya duabelas tahun.”

Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam

dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”

Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan

selama-lamanya satu tahun”

Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang

tidak ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien kanker terminal yang ingin

mengakhiri hidupnya, secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Tindakan

di luar batas ilmu kedokteran dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut

untuk melakukan perawatan medis. Dengan kata lain, apabila suatu tindakan medis

dianggap tidak ada manfaatnya, maka dokter tidak lagi berkompeten melakukan

perawatan medis, & dapat dijerat hukum sesuai KUHP pasal 351 tentang

penganiayaan,yang berbunyi:

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

26 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 27: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

(2)Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Hubungan hukum  dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata, yaitu pasal

1313, 1314, 1315, & 1319 KUHPer tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari

kontrak atau perjanjian. Pasal 1320 KUHPer menyebutkan bahwa untuk mengadakan

perjanjian dituntut izin berdasarkan kemauan bebas dari kedua belah pihak. Sehingga

bila seorang dokter melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien, secara

hukum dapat dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Tindakan menghentikan perawatan medis yang dianggap tidak ada gunanya

lagi, sebaiknya dimaksudkan untuk mencegah tindakan medis yang tidak lagi

merupakan kompetensinya, & bukan maksud untuk memperpendek atau mengakhiri

hidup pasien.

Dengan kata lain, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah

memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien & bukan mengakhiri hidup

pasien.

Kesimpulan

HAM yang terutama adalah “hak untuk hidup”, yang dimaksudkan untuk melindungi

nyawa seseorang terhadap tindakan sewenang-wenang dari orang lain. Oleh karena itu

masalah euthanasia yang didefinisikan sebagai kematian yang terjadi karena pertolongan

dokter atas permintaan sendiri atau keluarganya, atau tindakan dokter yang membiarkan saja

pasien yang sedang sakit tanpa menentu, dianggap pelanggaran terhadap hak untuk hidup

milik pasien.

Di Indonesia, masalah euthanasia ini dilarang. Oleh karenanya, dikatakan bahwa

masalah HAM bukanlah merupakan masalah yuridis semata-mata, tetapi juga bersangkutan

dengan masalah nilai-nilai etis & moral yang ada di suatu masyarakat tertentu.

Perlu dipertimbangkan dengan seksama oleh penegak hukum tentang hal-hal yang

mempengaruhi emosi seorang dokter yang secara langsung berhadapan dengan pasien, antara

27 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 28: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

lain penderitaan pasien mengatasi penyakitnya, kondisi penyakit yang sudah stadium terminal

& tidak mungkin lagi diobati.

Larangan euthanasia di Indonesia terdapat dalam pasal 344 KUHP yang masih

berlaku hingga saat ini. Akan tetapi perumusannya dapat menimbulkan kesulitan bagi para

penegak hukum untuk menerapkannya atau mengadakan penuntutan berdasarkan ketentuan

tersebut.

Agar pasal 344 KUHP dapat diterapkan dalam praktik, maka sebaiknya dalam rangka

‘ius constituendum’ hukum pidana, bunyi pasal itu hendaknya dirumuskan kembali, berdasar

kenyataan yang yang terjadi & disesuaikan perkembangan di bidang medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Euthanasia. 2010. Diunduh dari: http://www.forumbebas.com/thread-135792.html

2. Seperti Apa Proses Suntik Mati Euthanasia?. 2010. Diunduh dari:

http://health.detik.com/read/2010/10/11/181510/1461531/763/seperti-apa-proses-

suntik-mati-euthanasia

3. Hak-Hak Pasien Kanker. 2010. Diunduh dari: http://rumahkanker.com/

pengobatan/medis/60-hak-hak-pasien-kanker

4. Mengenal Kanker Kolon. 2009. Diunduh dari: http://jarumsuntik.com/mengenal-

kanker-kolon/

5. Persiapkan Kematian dengan Paliatif. 2010. Diunduh dari:

http://bataviase.co.id/node/431280

6. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Diunduh dari:

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02898.html

28 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011

Page 29: 3 Part 5 Euthanasia

Makalah PBL 30 – 5 “Euthanasia”

Anneke Susilo D - 102007031

7. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: Pengantar bagi

mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 2007.

8. Sidiq A, dkk. Informed consent: Anda berhak tahu semuanya. Diunduh dari

http://www.freewebs.com/informedconsent_a1/informedconsent.htm. April 2006.

9. Aspek Hukum dalam Pelaksanaan Euthanasia di   Indonesia . 2008. Diunduh dari:

http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-dalam-pelaksanaan-

euthanasia-di-indonesia/#more-14

10. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. 1994. Jakarta: FKUI.

29 | Fakultas Kedokteran UKRIDA,Jakarta, 2011