3. PDT GASTRO.pdf

  • Upload
    de-joe

  • View
    30

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    1

    3

    DIVISI

    GASTROENTEROLOGI Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA, Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA

    1. Diare 2. Muntah 3. Konstipasi 4. Perdarahan Gastrointestinal 5. Amubiasis

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    2

    1. DIARE

    I. BATASAN

    Diare adalah buang air yang tidak normal, bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih sering dari biasanya. Pada keadaan normal frekuensi buang air besar tidak lebih dari 3x sehari dengan konsistensi padat berbentuk. Pada bayi (neonatus), konsistensi cair dengan frekuensi lebih sering bisa terjadi akibat pengaruh ASI

    II. ETIOLOGI

    Faktor penyebab terjadinya diare diantaranya adalah : 1. Faktor Infeksi, baik infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan) maupun infeksi

    parenteral (infeksi di luar saluran pencernaan). Infeksi enteral merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi :

    Bakteri : E. coli, Vibrio, Salmonella, Shigela, aeromonas, Yersinia, dll. Virus : Rotavirus, enterovirus, adenovirus, astrovirus, dll Parasit : Cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, dll) protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,T. hominis) Jamur : Candida albicans, Monillia, dll Infeksi parenteral biasanya adalah otitis media akut, tonsilofaringitis, bronchopneumonia, ensefalitis, infeksi saluran kemih, dll.

    2. Faktor Malabsorbsi

    Malabsorbsi Karbohidrat, yang tersering adalah malabsorbsi laktosa Malabsorbsi lemak, yaitu trigliserida rantai panjang (Long Chain Triglycerides) Malabsorbsi protein

    3. Faktor makanan, misalnya makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, dll. 4. Faktor psikologis (jarang), misalnya karena rasa takut dan cemas. Peningkatan pengeluaran cairan yang menimbulkan diare dapat terjadi karena :

    Sekresi yang meningkat pada diare infeksi Osmotik karena adanya bahan-bahan dalam lumen usus Motilitas usus yang meningkat Perubahan absorbsi dan sekresi cairan dan elektrolit yang terjadi dapat meningkatkan terjadinya dehidrasi. Bila terjadi kerusakan usus yang berkepanjangan dengan akibat terjadinya malabsorbsi, peningkatan absorpsi protein asing, berkurangnya hormon enterik dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, apalagi bila disertai dengan terjadinya sindrom post enteritis akibat faktor imultikompleks ( misalnya ntoleransi sekunder, enteropati, malnutrisi, dll), maka diare akut bisa berlanjut menjadi diare berkepanjangan atau bahkan diare kronis.

    III. GEJALA KLINIS

    Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kadang-kadang desertai peningkatan suhu badan. Frekuensi buang air besar bertambah dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair, berlendir

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    3

    atau berdarah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijauan karena tecampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan semakin asamnya tinja. Mual, muntah dan kembung dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan elektrolit. Bila kehilangan cairan makin banyak maka gejala dehidrasi mulai tampak. Pernafasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) menunjukkan telah terjadi gangguan gas darah (asidosis metabolik).

    Gejala khas diare oleh berbagai penyebab diantaranya adalah :

    Gejala klinis

    Rotavirus

    Shigella Salmo nella

    ETEC EIEC Vibrio cholerae

    Panas Muntah Nyeri perut Nyeri kepala Frekuensi Sifat tinja : - Volume - Konsistensi - Lendir - Darah - Bau - Warna

    ++

    sering tenesmus

    -

    5-10X/hari

    sedang cair

    jarang - -

    kuning kehijauan

    ++

    jarang tenesmus

    +

    >10X/hari

    sedikit lembek sering sering

    + merah

    kehijauan

    ++

    sering tenesmus/

    kolik +

    sering

    sedikit lembek

    + +

    busuk kehijauan

    - - + -

    sering

    banyak cair + - +

    tidak berwarna

    ++ -

    tenesmus -

    sering

    sedikit lembek

    + + -

    merah kehijauan

    -

    sering kramp

    -

    terus menerus banyak

    cair - -

    amis khas seperti air

    cucian beras

    ETEC = Enterotoxigenic E. coli, EIEC = Enteroinvasive E. coli,

    IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosis etiologis yang meliputi pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis, Clinitest (malabsorbsi laktosa), Floating test (malabsorbsi lemak) dan biakan tinja, kalau perlu biakan urine dan biakan darah.

    Pemeriksaan kadar elektrolit dan analisa gas darah (bila memungkinkan) dilakukan untuk memberikan terapi koreksi.

    V. DIAGNOSIS Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium

    VI. KOMPLIKASI Komplikasi awal 1. Dehidrasi

    Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang, dibagi menjadi dehidrasi ringan , sedang dan berat. Kriteria penentuan derajat dehidrasi adalah sebagai berikut :

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    4

    Dehidrasi Ringan +

    Dehidrasi Sedang + Dehidrasi Berat

    2. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalemia 3. Gangguan gas darah : terjadi asidosis metabolik. 4. Intoleransi klinik akut terhadap karbohidrat dan lemak. 5. Hipoglikemia. Komplikasi lambat

    1. Diare berkepanjangan : - Intoleransi klinik karbohidrat berkepanjangan

    - Diare persisten 2. Diare kronik : - Sindrom post enteritis

    - Diare intraktabel 3. Malnutrisi Energi dan Protein

    VII. PENATALAKSANAAN

    Resusitasi cairan dan elektrolit, sesuai dengan derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolitnya. Dehidrasi berat : Cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat 100 cc/kgBB dengan cara

    pemberian sebagai berikut : - Umur < 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 5

    jam berikutnya. - Umur > 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam

    2 jam berikutnya. Minum diberikan bila penderita sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi.

    Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang) : oralit 75 cc/kgBB/3 jam atau cairan infus Ringer Laktat/ Ringer Asetat bila ada kesulitan minum.

    Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah, dengan dosis : - Usia < 1 tahun : 100-200 cc - Usia 1-5 tahun : semaunya.

    Kalau perlu diberikan koreksi elektrolit berdasarkan defisit hasil pemeriksaan elektrolit serum :

    Koreksi hiponatremia (Na < 130 mEq/L) 0,6 x BB x defisit Na (125 kadar Natrium serum) mEq/L, dalam 24 jam

    Rasa haus dan oliguria

    Keadaan jaringan

    Turgor kulit menurun Ubun-ubun besar cekung Mata cekung

    Tanda-tanda Vital SSP : Somnolen, sopor, koma Pulmona kardiovaskuler :

    Kussmaul, syok

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    5

    Koreksi hipokalemia (K < 3,5 mEq/L) - Jika kadar K 2,5 3,5 mEq/L, berikan 75 mEq/L/kgBB per oral per hari dibagi 3

    dosis. - Jika kadar K < 2,5 mEq/L, berikan secara drip intravena dengan dosis :

    - 3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam pertama.

    - 3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam berikutnya

    Bila didapatkan asidosis metabolik, maka diberikan koreksi dengan Natrium bikarbonat 8,4 % sebesar 0,3 x BB x base excess (cc) atau 1-2 cc/kgBB bila tidak ada sarana laboratorium penunjang.

    Dietetik Anak tidak boleh dipuasakan, makanan tetap diberikan sedikit-sedikit tapi sering, ASI

    diteruskan, formula diencerkan Makanan tambahan sesuai umur dengan konsistensi yang mudah dicerna dan rendah

    serat

    Bila didapatkan intoleransi laktosa, dipilih susu rendah/ bebas laktosa dan bila didapatkan intoleransi lemak, dipilih susu dengan asam lemak rantai sedang/tidak jenuh (medium chain triglycerides).

    Anti mikrobial umumnya tidak diperlukan, kecuali dengan indikasi : a. Diare karena penyebab infeksi khusus:

    Kolera : Tetrasiklin (untuk usia 8 tahun keatas) 50 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis selama 2 hari

    Amoebiasis : - Metronidazol 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 5-10 hari - Paromomycin sulfate 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 5-10

    hari. Shigella : Kotrimoksasol 10 mg/kgBB/hari,dibagi 2 dosis, selama 5 hari. Giardiasis : Metronidazol 30 mg/kgBB/hari selama 5 hari. Salmonellosis : Kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 5-10 hari.

    b. Kasus resiko tinggi, misalnya bayi berumur < 3 bulan, malnutrisi berat dan adanya penyakit penyerta misalnya infeksi saluran kemih, bronkopneumonia, sepsis, meningitis, dan sebagainya.

    Pengobatan problem/ penyakit penyerta Vitamin A 100.000 200.000 IU injeksi IM (1X) untuk mempercepat reepitelialisasi

    mukosa usus.

    Probiotik (Lactobaccilus, Bifidobacteria,dll), mempercepat penyambuhan dengan mekanisme sebagai berikut : Berkompetisi dengan mikroba patogen untuk menmpel pada mukoda usus. Bersifat proteotilitik yang mematikan virus Menstimulasi imunitas seluler dan humoral Menyebabkan lingkungan asam saluran cerna yang dapat menghambat

    berkembangnya mikroba patogen.

    Obat antispasmolitik ( papaverin, loperamid, ekstrak belladonna, opium, dsb) tidak dianjurkan pada anak karena dapat memperpanjang transit time sehingga kuman atau toksin akan berada di usus lebih lama dan juga menyulitkan terapi cairan.

    CATATAN :

    1) Perlu dipantau pemberian cairan dan tanda-tanda dehidrasi setelah terapi cairan 2) Kebutuhan cairan maintenance sehari bisa dihitung dengan metode Holiday

    segar, yaitu berdasarkan berat badan penderita sebagai berikut : 10 kg pertama = 100 cc/kgBB/hari

    10 kg kedua = 50 cc/kgBB/hari Sisa kg berikutnya = 20 cc/kgBB/hari

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    6

    2. MUNTAH

    I. BATASAN

    Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi dari isi lambung sebagai akibat refluks gastroesofageal atau dengan menimbulkan refleks emetik yang menyebabkan mual, kontraksi dari diafragma, interkostal, dan otot abdomen anterior serta ekspulsi dengan kekuatan isi lambung. Secara klinis terdapat dua tipe muntah yaitu muntah akut dan kronis/ berulang. Dikatakan muntah kronis bila muntah berlangsung lebih dari 2 minggu. Masalah di klinik lebih banyak mengenai muntah yang kronis/ berulang atau muntah akut bila menimbulkan komplikasi.

    II. ETIOLOGI Beberapa gangguan yang berhubungan dengan muntah, diantaranya adalah :

    Kelainan gastrointestinal : 1. Fungsional dan psikogenik :

    - Muntah neonatal idiopatik (misalnya akibat iritasi lambung oleh amnion, mekonium, darah)

    - Muntah infantil idiopatik (misalnya karena pylorospasm) - Kesulitan makan atau cara memberi makan dan minum yang salah - Muntah siklik

    2. Mallformasi dan obstruksi : - Malformasi gastric outlet - Hernia hiatal dan refluks gastroesofageal - Stenosis pilorik hipertropik - Volvulus, malrotasi, atresia, ileus mekonium, invaginasi, duplikasi, dll.

    3. Intoleransi makanan (misalnya terhadap protein susu sapi atau makanan lain)

    Infeksi : - Infeksi saluran pencernaan - Keracunan makanan - Apendisitis - Infeksi saluran kemih (ISK) - Infeksi saluran pernapasan dan telinga

    Kelainan neurologis : - Meningitis dan ensefalitis - Trauma kelahiran intrakranial - Kenaikan tekanan intrakranial ( hidrosefalus, hematom subdural, kern ikterus, tumor,

    hipertensi, dll)

    Kelainan toksik/ metabolik : - Hiperplasia adrenal - Kesalahan metabolisme bawaan - Obat digoksin, sitotoksik, anti kejang, kelebihan vitamin A

    Kelainan hepatik : - Hepatitis

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    7

    Dari data epidemiologis menunjukkan bahwa muntah akut sering merupakan gejala yang mendahului diare pada anak dengan gastroenteritis. Sedangkan muntah kronis/ berulang merupakan komponen petunjuk akan adanya penyakit dasar yang perlu segera mendapatkan penanganandengan baik.

    III. PATOFISIOLOGI

    Muntah merupakan proses refleks dengan tingkat koordinasi yang tinggi dan dimulai dengan retching. Diafragma yang turun dengan kuat dan konstriksi dari otot perut dengan relaksasi dari kardia lambung secara aktif memaksa isi lambung bergerak kembali ke esofagus. Proses ini dikoordinasikan dalam pusat muntah medula yang dipengaruhi secara langsung oleh inervasi aferen dan secara tidak langsung oleh chemoreceptor trigger zone dan sistem saraf pusat.

    IV. PENDEKATAN DIAGNOSIS

    Muntah merupakan gejala yang sering timbul pada bayi dan anak dengan berbagai masalah penyakit, dari yang ringan atau tidak berarti hingga gejala dari penyakit yang berat. Pendekatan diagnosis anak dengan muntah tergantung usia dan penyakkit yang mendasari. Anamnesis a. Usia Anak

    Minggu I 1. Obstruksi usus 2. Inborn metabolic error 3. Hiperplasia adrenal kongenital (CAH) Sesudah minggu I 1. Stenosis pilorik 2. Hernia hiatur Sesudah bulan I 1. Infeksi (ISK, meningitis dan sebagainya) 2. Gangguan metabolik, intoleransi makanan 3. Hematoma sundural 4. Aerofagia Anak besar 1. Muntah siklik (migren abdominal) 2. Apendisitis, torsi testis, gastritis, keracunan makanan 3. Henoch schonlein 4. Ketoasidosis diabetik, uremi 5. tukak peptik 6. Peningkatan tekanan intra kranial 7. Iritasi faring 8. Psikogenik

    b. Sifat muntah

    Proyektil : stenosis pilorik hipertrofi Muntah nokturnal : hernia hiatal Muntah disertai nyeri : esofagitis

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    8

    Pemeriksaan Fisik a. Ikterus

    Hepatitis Malformasi traktus bilier

    b. Ubun-ubun tegang Meningitis, tumor serebral, hidrosefalus, hematom subdural Intoksikasi vitamin A

    c. Hipertensi arterial Kelainan renal/supra renal, koarktasi aorta

    d. Tumor abdomen Tumor pilorik, stenosis pilorik hipertropik

    Pemeriksaan Laboratorium a. Urine

    Protein, darah, uro/bilirubin, bahan yang mereduksi (DM) Analisa asam amino (penyebab metabolik) Kultur (ISK)

    b. Darah BUN, kreatinin (kelainan ginjal) Elektrolit (komplikasi muntah) Status asam basa (komplikasi muntah) Uji fungsi hati (penyakit hepar)

    Pemeriksaan Radiologis/Endoskopi a. Foto abdomen (terlentang dan tegak) : obstruksi b. Foto abdomen kontras : stenosis pilorik hipertrofi, invaginasi c. USG : stenosis pilorik hipertrofi, invaginasi d. IVP : kelainan ginjal/saluran kemih e. CT-scan f. Endoskopi atas : tukak, duodenitis, gastritis g. Monitor pH esofagus : refluks gastroesofageal

    IV. PENATALAKSANAAN

    Penanganan penderita dengan muntah ditujukan untuk : a. Mengatasi akibat/penyulit muntah

    - Pemberian cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi. - Kalau perlu koreksi gangguan keseimbangan elektrolit dan asam. - Mengatasi gangguan dan metabolik - Mencegah dan mengatasi terjadinya aspirasi pneumonia

    b. Simtomatik untuk mengurangi/menghilangkan gejala muntah

    Kontraindikasi untuk : gastroenteritis, anomali usus atau kedaruratan bedah. Metoklopramid : 0,1-0,2 mg/kg/dosis 3 kali sehari Domperidone : 0,3 mg/kg/dosis 3 kali sehari Ondasentron : 4 mg/8 jam selama 5 hari Sumatriptan : 0,1-1,2 mg/kg/hari Simetidin : 5-10 mg/kg/dosis 3 kali sehari Ranitidin : 1-2 mg/kg/dosis 2-3 kali sehari

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    9

    c. Secara spesifik menghilangkan penyakit penyebab yang mendasarinya :

    1. Refluks gastroesofagial : kembalinya makanan yang sudah ditelan kedalam rongga mulut. - Posisi tidur 45 derajat (setengah duduk) tengkurap dengan kepala terangkat (head

    elevated prone position) - Pemantauan pH esofagus - Dapat diberikan obat antagonis dopamin dan antagonis reseptor-H2 - kalau perlu tindakan bedah anti refluks

    2. Sindrom muntah siklik : sindrom berulang dari muntah yang membandel yang berlangsung beberapa jam dengan interval antar episode berupa keadaan klinis yang bebas dari keluhan. - Kalau perlu diberikan cairan intravena dan hisap nasogastrik berkala - Evaluasi sumber tres pada pasien dan lingkungan keluarganya.

    3. Stenosis Pilorik Hipertropik - Koreksi kehilangan cairan, elektrolit dan asam basa - Tindakan bedah (piloromiotomi dari Ramstedt)

    4. Akalasia : gangguan motorik esofagus yang menimbulkan obstruksi fungsional dari tempat hubungan esofagus- gastrik. - Penanganan simtomatik dan paliatif - Tindakan bedah untuk menghilangkan obstruksi fungsional sfingter esofagus

    bagian bawah dengan membelah serat otot pada hubungan gastroesofageal (Heller myotomy), atau melebarkan sfingter dengan kateter balon.

    V. PENYULIT

    Sindroma Mallory Weiss : robekan fundus lambung Gangguan nutrisi/metabolik Dehidrasi dan gangguan elekrolit Esofagitis Gangguan laringorespiratori

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    10

    3. KONSTIPASI I. BATASAN

    Keluarnya tinja yang sulit, keras, tidak basah dengan ukuran yang lebih besar dari biasanya atau frekwensi buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau.

    II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

    Konstipasi pada masa bayi biasanya disebabkan masalah diet atau pemberian minum. Berak yang nyeri dapat merupakan pencetus primer konstipasi pada awal masa anak. Pada masa bayi dan anak, konstipasi kronik dapat disebabkan lesi anatomis, masalah

    neurologis, disfungsi neuromuskuler otot intrinsik, obat farmakologis, faktor metabolik atau endokrin.

    Pada masa anak penyebab terbanyak adalah konstipasi fungsional yang biasanya berawal dari kurangnya makanan berserat, kurang minum atau kurangya aktifitas.

    Konstipasi dapat terjadi apabila salah satu atau lebih faktor yang terkait dengan faktor anatomi dan fisiologi dalam proses mekanisme berak terganggu. Gangguan dapat terjadi pada kekuatan propulsif, sensasi rektal ataupun suatu obstruksi fungsional pengeluaran (functional outlet).

    Konstipasi dikatakan idiopatik apabila tidak dapat dijelaskan adanya abnormalitas anatomik, fisiologik, radiologik dan histopatologik sebagai penyebabnya.

    III. GEJALA KLINIS

    Selain konstipasi sendiri, juga dapat ditemukan gejala klinis lain anoreksia ringan, tenesmus, flatus berlebihan, nyeri perut, bercak garis darah yang menempel pada tinja sebagai akibat fisura ani, prolaps rekti, masa tinja pada abdomen bagian bawah, rembesan tinja pada celana dalam (soiling)

    IV. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

    Diagnosis konstipasi fungsional ditegakkan apabila dengan anamnesis, pemeriksaan fisik

    dan pemeriksaan laboratorium serta radiologi tidak dapat ditemukan penyebab organik dari konstipasi yang terjadi.

    Diagnosis banding : Penyakit Hirschprung, Hipotiroid, Ileus V. PENATALAKSANAAN |

    1. Manipulasi diet : dengan menambahkan cairan dan banyak memberikan makanan berserat , serta dicari apakah makanan/minuman yang telah diterima anak mengandung bahan yang dapat menimbulkan konstipasi

    2. Pemberian obatan-obatan yang meliputi 3 tahapan yaitu : - Tahap Pertama untuk meniadakan pemampatan tinja (disimpaction) : Laktulosa 5-15

    ml sekali sehari atau dengan enema fosfat hipertonik 3 ml/kg, diberikan 4-6 minggu. - Tahap kedua untuk mencegah penumpukan tinja kembali, dengan diberikan laksan

    yang bersifat stimulan atau osmotik seperti laktulosa, dilakukan selama 3 bulan. - Tahap ketiga untuk menciptakan pergerakan intestinal yang teratur, dengan toilet

    training. Refleks gastrokolikdiharapkan timbul bila anak didudukkan di atas jamban (toilet) selama 5-15 menit sesudah anak mendapat makanan (biasanya makanan pagi).

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    11

    4. PERDARAHAN GASTROINTESTINAL I. BATASAN

    Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada traktus digestivus dari mulut sampai dengan anus. Darah dapat terlihat pada tinja atau muntahan atau dapat saja perdarahan tersembunyi yang hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan laboratorium.

    II. PATOFISIOLOGI

    Tergantung penyebab (seperti pada tabel 2)

    III. GEJALA KLINIS

    Dilakukan evaluasi pada : a. Perlu dikonfirmasi apakah memang benar darah yang keluar dan benar-benar keluar

    dari traktus digestivus b. Berapa banyak darah yang keluar dan karakteristiknya c. Apakah anak tampak sakit akut atau kronis. Dicari adanya tanda-tanda hipertensi

    portal, obstruksi intestinal, koagulopati, epistaksis, fisura ani dan hemoroid. Peningkatan nadi 20/menit atau penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg saat dari duduk akan berdiri, adalah tanda terjadi perdarahan yang cukup signifikan.

    d. Apakah perdarahan masih berlangsung Tabel 1. : Identifikasi asal perdarahan gastrointestinal

    Gejala klinis Lokasi perdarahan

    Darah merah segar dari mulut Lesi mulut atau nasofaring

    Varises esofagus

    Laserasi esofagus/mukosa gaster (Mallory weiss

    syndrome)

    Muntahan darah merah segar atau

    seperti kopi

    Lesi proksimal dari ligamen Treitz

    Melena Lesi proksimal dari ligamen Treitz, usus kecil

    Kehilangan darah berkisar 50-100 ml/hari

    Darah segar bercampur tinja Lesi pada ileum atau colon

    Perdarahan masif upper gastrointestinaltract

    Darah diluar tinja Lesi pada ampula rektum atau anus

    IV. CARA PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

    - Apt test untuk membedakan darah bayi dan darah ibu - Foto polos abdomen - Esofagogastrodudodenoskopi - Sigmoidoskopi dan kolonoskopi - Biopsi - Meckel scan

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    12

    V. DIAGNOSIS Tabel 2. : Diagnosa banding perdarahan gastrointestinal

    Bayi Anak

    Hematemesis Tertelan darah ibu Peptic esophagitis

    Epistaksis Peptic esophagitis Mallory weiss syndrome Varises esofagus Ulkus gaster Ulkus duodenum Henoch schonlein purpura

    Melena Ulkus duodenum Duplikasi ileum Divertikulum Meckel

    Ulkus duodenum Duplikasi ileum Divertikulum Meckel

    Melena dengan nyeri, obstruksi, peritonitis, perforasi

    Necrotizing enterocolitis Intususepsi Volvulus

    Ulkus duodenum Hemobilia Intususepsi Volvulus

    Hematochezia dengan diare, crampy abdominal pain

    Kolitis infeksiosa Kolitis pseudomembran Enterokolitis Hirschprung

    Kolitis infeksiosa Kolitis crohn Sindroma hemolitik uremi Henoch schonlein purpura

    Hematochezia tanpa diare dan nyeri perut

    Fisura ani Kolitis eosinofilik

    Fisura ani Ulkus rektum Juvenile polyp

    VI. PENYULIT

    Gangguan sirkulasi syok

    VII. PENATALAKSANAAN

    1. Resusitasi cairan 2. Kumbah lambung dengan menggunakan normal saline 3. Perdarahan dari pembuluh darah (varises, kelainan vaskuler) yang persisten:

    Vasopresin 20 unit/1,73m2 selama 20 menit atau ocreotide 25-30 g/m2/jam, keduanya dapat diberikan selama 24 jam apabila diperlukan

    Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube Skleroterapi Konsul bedah anak

    4. Perdarahan akibat ulkus : antasida, dekompresi gaster, elektrokauter, injeksi epinefrin lokal, pembedahan darurat.

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    13

    5. AMUBIASIS

    I. BATASAN

    Amubiasis merupakan suatu infeksi Entamuba histolytica pada manusia yang dapat terjadi secara akut maupun kronis.

    II. ETIOLOGI

    Entamuba histolytica merupakan satu-satunya spesies amuba yang patogen pada manusia, terdapat dalam dua bentuk yaitu sebagai kista dan trofozoid. Infeksi terjadi karena tertelannya kista dari makanan atau minuman yang terkontaminasi, sedangkan bentuk trofozoid tidak menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung.

    III. GEJALA KLINIK

    Disentri amuba merupakan bentuk tersering amubiasis invasif yang simtomatik. Gejala

    yang biasa ditemukan adalah diare, muntah dan kadang-kadang disertai demam. Tinja lembek atau cair disertai lendir dan darah.

    Pada infeksi akut kadang-kadang ditemukan kolik abdomen, kembung, tenesmus dan bising usus yang hiperaktif, berlangsung beberapa hari sampai minggu. Pada penderita yang tidak diobati sering sekali kambuh. Pada amubiasis kronis biasanya tinja berdarah, terjadi penurunan berat badan dan nyeri pada abdomen.

    Nyeri abdomen paling sering pada kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitis akut. Pada beberapa penderita dapat timbul penyulit seperti striktura usus dan ameboma, penyebaran keluar usus, perforasi lokal atau perdarahan. Ameboma merupakan tumor yang berisi jaringan granulasi yang berasal dari kolon yang paling sering terdapat didalam sekum.

    Gejala umum sering tidak ada, sering tidak didapatkan demam dan ini menolong membedakannya dengan disentri basiler yang disebabkab oleh Shigella.

    IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Pemeriksaan tinja atau spesimen jaringan untuk menemukan adanya trofosoit atau kista

    Entamuba histolytica. Pemeriksaan USG bila dicurigai ada penyulit abses amuba hati serta pemeriksaan yang

    berkaitan dengan penyulit lainnya.

    V. DIAGNOSIS

    Diagnosis pasti amubiasis ditegakkan dengan adanya trofosoit atau kista Entamuba histolytica didalam feses atau spesimen jaringan.

    Kolitis amuba invasif dapat menyerupai kolitis ulseratif, disentri basiler atau kolitis tuberkulosa.

    Abses amuba hati harus dibedakan dari abses piogenik dan neoplasma.

    VI. PENYULIT/ KOMPLIKASI

    Abses amuba hati Abses biasanya soliter dan lokasinya di lobus kanan hati. Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium disertai demam. Pada

  • Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura

    Divisi Gastroenterologi

    14

    pemeriksaan fisik teraba hepar yang lembut di kwadran kanan atas abdomen. Jumlah leukosit biasanya meningkat dengan aneosinofilia, tapi dapat juga normal. Uji fungsi hati tidak spesifik, biasanya dapat terjadi peningkatan alkali fosfatase dan transaminase. Hiperbilirubinemia dan ikterus biasanya tidak didapatkan.

    Abses amuba paru Abses paru, efusi pleura dan empiema selalu sekunder dari abses hati. Abwses amuba paru terjadi karena rupturnya abses hati. Gejala klinis dapat berupa batuk, nyeri dada, pleuritis, demam dan sesak.

    Perikarditis amuba Penyebaran infeksi ke perikardium jantung hampir selalu dari abses di lobus kiri hati, meskipun dapat juga akibat penyebaran dari abses paru. Ketika terjadi ruptur abses hati yang mendadak kedalam kantong perikardium sering timbul gejala tamponade jantung. X-foto dada menunjukkan pembesaran jantung dan EKG sesuai gambaran perikarditis.

    Peritonitis amuba Peritonitis amuba dapat berkembang melalui satu atau dua jalan, yaitu akibat abses amuba hati yang pecah kedalam rongga peritonium atau sebagai akibat dari perforasi kolitis yang berat.

    Abses amuba otak Abses amuba otak seringkali berasal dari usus, hati, paru dengan tanda-tanda neurologis yang tidak selalu mudah diketahui. Trofozoid masuk ke otak melalui sirkulasi darah pleksus venosus paravertebral.

    Amubiasis kulit Merupakan reaksi radang granulomatus pada kulit dan jaringan subkutan, kulit menjadi edematus, menonjol dengan indurasi dan batas yang ireguler.

    VII. PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan umum : - Isolasi penderita - Pemberian cairan yang adekuat - Pengobatan penyulit

    Pengobatan spesifik : 1. Infeksi usus asimtomatik - Diloksanid furoat (furamid) 7-10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau - Iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau - Paromomisin (humatin) 8 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis. Obat-obat tersebut diberikan selama 7-10 hari

    2. Infeksi usus ringan sampai sedang - Metronidazol 15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari. Efek samping

    biasanya ringan berupa ruam, kadang-kadang ataksia atau parestesia. 3. Infeksi usus berat dan abses amuba hati

    - Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral atau intravena, selama 10 hari, atau

    - Klorokuin fosfat 10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral, selama 21 hari (maksimal 600 mg/hari) efektiff untuk abses amuba hati, tetapi tidak untuk amubiasis usus. Dapat terjadi muntah, gatal dan kerusakan kornea mata, tetapi efek samping yang paling serius adalah injury retina yang reversibel.

    VIII. PROGNOSIS

    Prognosis amubiasis usus tanpa penyulit adalah baik. Angka kematian abses amuba hati sebesar 10-15%, sedangkan untuk amubiasis otak angka kematiannya 96%.