Upload
ongko-setunggal
View
15
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
3
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benda asing jalan napas merupakan masalah klinis yang memiliki tantangan tersendiri,
meskipun belakangan ini telah terjadi kemajuan besar dalam teknik anestesi dan instrumentasi,
ekstraksi benda asing jalan napas bukanlah merupakan suatu prosedur yang mudah dan tetap
memerlukan keterampilan serta pengalaman dari dokter yang melakukannya.1
Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing ek- sogen (dari luar tubuh)
dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda tersebut tidak
ada.2
Secara statistik, persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masing-masing
adalah; hipofaring 5%, laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus
aspirasi benda asing terjadi pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing ter- jadi
pada anak usia 1–3 tahun. Rasio laki-laki banding wanita adalah 1,4 : 1,3. 4
Pada benda asing laring, dapat dipergunakan kateter insuflasi yang dipasang melalui
hidung dengan bagian ujung di dalam hipofa- ring untuk mempertahankan keadaan anestesia dan
oksigenasi. Ujung laringoskop kemudian ditempatkan pada vallecula untuk melihat se- luruh
struktur laring dan untuk melihat benda asing di dalam laring, sehingga dapat dikeluarkan
dengan menggunakan forceps yang sesuai. Setelah tindakan ekstraksi benda asing, laring
dievaluasi kembali un- tuk mencari kemungkinan adanya benda asing lainnya.3
2
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Setelah menyelesaikan tinjauan pustaka ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti, memahami dan menjelaskan mengenai benda asing teraspirasi.
1.2.2. Tujuan khusus
Setelah mempelajari tinjauan pustaka ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Memahami dan menjelaskan definisi dari kasus benda asing teraspirasi.
2. Memahami dan menjelaskan etiologi dari kasus benda asing teraspirasi.
3. Memahami dan menjelaskan patofisiologi dari kasus benda asing teraspirasi.
4. Memahami dan menjelaskan faktor resiko dari kasus benda asing teraspirasi.
5. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan pada kasus benda asing
teraspirasi.
1.3 Manfaat
1.1.1. Bagi penulis.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan karya tulis ilmiah
ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang keadaan
dimana teraspirasinya benda asing pada saluran pernafasan terutama
mengenai penatalaksanaan pada kasus tersebut.
1.1.2. Bagi pembaca.
Membantu memberikan informasi tambahan dan meningkatkan
pengetahuan tentang bagaimana penatalaksanaan pada kasus benda asing
yang teraspirasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan
meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel
mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan vili
arachnoid. Tumbuhnya meningioma kebanyakan di tempat ditemukan banyak vili arachnoid.
Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penifield (1923) didapatkan suatu
konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya
arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblast. Meningioma berasal dari leptomening yang
biasanya berkembang jinak. Chusing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang
berdekatan dengan meningen.
Ahli patologi pada umumnya lebih menyukai label histology dari pada label anatomi
untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Cushing (1922) ternyata dapat
diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931).
Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest,
sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bermula dari
unsure ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor mesodermal.
Gambar 2.1. lokasi meningioma.
4
2.2. ANATOMI MENINGEN
Meningea adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla
spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superfisial
ke profunda. Bersama-sama arachnoid dan piamater disebut leptomening.
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina
meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada
dinding canalis vertebralis, menjadi endosteum (=periosteum), sehingga di antara lamina
meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extradualis (spatium epiduralis) yang berisi
jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara duramater dan arachnoid terdapat
spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat
pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital
magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan
sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu :
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diaphragma sellae
Gambar 2.2.1 : Lapisan Meningen
5
Gambar 2.2.3 : Kavitas Kranium
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeninges. Kedua lapisan ini
dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoidae. Arachnoid adalah suatu selubung tipis,
membentuk spatium subdurale dengan duramater. Antara arachnoid dan piamater terdapat
spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis
serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam
sinus venosus, terutama sinus sagitalis superior.
Lapisan disebelah profunda meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri,
membentuk tela choridea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi
oleh pembuluh–pembuluh darah cerebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis
seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini menutupi semua permukaan
otak dan medulla spinalis.
6
Gambar 2.2.4 : kulit kepala, kalvaria dan meningen
2.3. EPIDEMIOLOGI
Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak dijumpai pada usia
pertengahan. Meningioma dapat terjadi pada semua usia namun jarang didapatkan pada bayi dan
anak-anak.Angka tertinggi penderita meningioma adalah pada usia 50-60 tahun. Meningioma
omogenyial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di region ini. Meningioma juga omo
timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya omogeny lebih tinggi dibandingkan tumor
lain yang tumbuh di region ini. Di omogenyial, meningioma banyak ditemukan pada wanita
omogenyi pria (2:1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4:1). Meningioma pada
bayi lebih banyak pada pria.
2.4. ETIOLOGI
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan
virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa
kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor.
Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa
penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara
meningioma dengan trauma.
Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering pada akhir kehamilan, mungkin hal ini
dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.
Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan
dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma.
Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron microscope inclusion
bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam omogeny inti.
Pada sisi lain, radiasi juga merupakan penyebab yang berperan.
Pasien yang mendapatkan radiasi dosis kecil untuk linea kapitis dapat
berkembang menjadi meningioma.
7
Radiasi kepala dengan dosis yang besar, dapat menimbulkan meningioma dalam
waktu singkat.
Umumnya abnormalitas kromosom juga menjadi penyebab.
2.5. FAKTOR RESIKO
Selain peningkatan usia, omoge lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko
terjadinya meningioma yaitu, sinar radiasi pengion; omoge lingkungan berupa gaya hidup dan
omogen telah dipelajari namun perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti
yaitu penggunaan omogen endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan variasi
omogen atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang
sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan omogeny; pajanan timbale, pemakaian
pewarna rambut, pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan
alergi. Sebagian omoge risiko diatas dinilai tidak signifikan atau tidak konsisten bila
dihubungkan dengan risiko yang ditemukan pada pasien meningioma, hal ini dpat disebabkan
jumlah sampel penelitian yang sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan
omogeny dan pajanan.
Radiasi Pengion
Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam meningkatkan risiko kejadian
meningioma adalah pajanan radiasi pengion. Penelitian mengenai radiasi pengion sebagai omoge
risiko dilakukan pada cohort tinea capitis di Israel, korban bom atom yang masih hidup, dan
pasien pajanan radiasi terapeutik atau diagnostic. Bukti terkuat radiasi pengion dosis tinggi
mempengaruhi insidensi meningioma ditemukan pada individu yang mendapatkan pajanan
radiasi dosis tinggi dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi pengion
dosis rendah sebagai factor risiko meningioma dapat diketahui dalam penelitian cohort tinea
capitis.
8
Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi pengion bergantung pada
dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis rendah, 26,1 tahun untuk dosis menengah, dan 19,5
tahun umtuk dosis radiasi pengion tinggi. Dengan kata lain, usia saat dietemukannya
meningioma pada seseorang semakin rendah bila dosis pajanan radiasi pengion semakin besar,
selain itu dosis radiasi yang semakin tinggi memiliki kecenderungan akan munculnya tumor
multiple atau sifat meningioma yang atipikal atau malignant.
Hormon
Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita omogenyi pria, adanya
ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu, kemungkinan adanya hubungan dengan kanker
payudara dan laporan perubahan ukuran tumor saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan
menopause; beberapa peneleti menyatakan adanya hubungan antara hormone sebagai omoge
risiko meningioma.
Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara pemakaian kontrasepsi
oral dan terapi pengganti hormone pada wanita pre-menopause dan post-menopause untuk
melihat risiko kemungkinan meningioma secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti
yang kuat bahwa kontrasepsioral sebagai omoge risiko meningioma namun sebaliknya
pemakaian terapi pengganti hormone mengindikasikan kemungkinan hubungan sebagai
omoge risiko. Wigertz dan kawan-kawan menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan
risiko meningioma pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah menggunakan terapi
pengganti hormone (OR [95%CI] 1.7 [1.0-2.8]), hasil ini mengkonfirmasi penemuan Jhawar dan
kawan-kawan dalam penelitian Nurse health study. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua
penelitian menunjukkan hubungan antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan
meningioma.
Pemakaian telepon genggam
Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat menyebabkan meningioma
sangat marak di masyarakat namun sampai sekarang bukti yang menunjukkan hal tersebut masih
sedikit. Berbagai penelitian kasus omogen sudah dilakukan di populasi Amerika Serikat, Eropa,
dan Israel untuk mencari hubungan pemakaian telepon genggam dengan risiko tumor otak;
semua penelitian di atas tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun demikian
9
beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang
(>10tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe glioma high grade.
Genetik
Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadic; pasien dengan lesi sporadic
tidak memiliki riwayat tumor otak pada keluarganya. Sindrom omogen yang diketahui menjadi
omoge risiko pertumbuhan meningioma hanya sedikit dan jarang. Meningioma dapat ditemukan
pada pasien dengan NF2, sebuah kelainan autosom dominan yang disebabkan oleh mutasi pada
gen NF2 di 22q12; kelainan ini memiliki insidensi 1 per 30.000 – 40.000 di Amerika Serikat.
Namun demikian, terdapat kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam
meningioma familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia tanpa
ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis meningioma dengan
riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06 [1.84– 4.79]). Penelitian cohort tinea capitis,
pasien meningioma yang sebelumnya mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada
pasien yang memiliki orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion; hal ini menggambarkan
kerentanan omogen. Selain itu, sekitar 50% pasien meningioma sporadic juga memiliki mutasi
pada gen NF2 atau mutasi gen lain yang melibatkan lengan kromosom 22q12.
2.6. PATOFISIOLOGI
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini
masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan
perkembangan edema peritumoral.
10
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada
tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh
tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau
invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai
kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler
primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista
yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist
fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan
intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk
menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim,
kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul
bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa
dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
11
2.7. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Meningioma omogenyial banyak ditemukan di omoge parasagital, selanjutnya di daerah
permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lebih sering
menempati region torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan
sekitarnya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan focus-fokus
kalsifikasi kecil-kecil yang berasal dari psammona bodies, bahkan dapat ditemukan
pembentukan jaringan tulang yang baru.
Secara histologist, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara
luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan omogeny serta
dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan
pandang electron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nuclei sitoplasma
yang tinggi, uninterrupted patternless dan sheel-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan
ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuclear pleomorphism, abnormalitas pola
pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia adanya epithelial membrane
antigen (EMA) yang positif. Stain negative untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada
Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).
gammbar 2.7. :gambaran histopatologi meningioma.
2.8. KLASIFIKASI
12
Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu:
1. Meningioma meningiotheliomatosa (syncytial, endothclimatous).
2. Meningioma fibroblastic
3. Meningioma angioblastik
Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangioperisitoma tipe transisional
atau tipe campuran digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningiotheliomatosa.
Meningioma meningotheliomatosa
Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, mengandung satu atau dua nuklcoii
nyata, sedangkan membrane sel tidak jelas, sebagian dari kelompok-kelompok sel tersebut
tersusun dalam lobules-lobulus membentuk massa yang solid. Jaringan ikat pada batas-batas
lobules. Whorls dan psammona bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini.
Meningioma fibroblastic
Terdiri atas sel-sel yang pipih yang membentuk berkas-berkas yang saling beranyaman,
kadang-kadang dengan bagian-bagian menyerupai struktur palisade. Sel-sel tersebut mirip
dengan fibroblast, namun inti sel identik dengan inti sel meningioma meningiomatosa. Adanya
serabut retikulin yang berlebihan dan serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada
meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas.
Meningioma angioblastik
Terdiri atas sel-sel yang tersusun padat, batas-batas sitoplasma tidak jelas, inti sel
tersusun rapat. Sel-sel tersebut umunya menempel pada dinding kapiler, namun kapiler-kapiler
tersebut sebagian mengalami dilatasi, sebagian lagi kompresi, sehingga sukar untuk di
identifikasi. Bailey dkk. (1928) beranggapan bahwa sel-sel tumor ini berasal dari elemen
dinding pembuluh darah. Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik lebih
sering kambuh.
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil
biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda- beda di tiap
derajatnya.
a. Grade I (Tipikal / Meningioma benign 90%)
13
Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin
berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi
dengan tindakan bedah dan observasi secara berterusan.
b. Grade II (Atipikal meningioma 6-7%)
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau
meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1% dari seluruh kejadian
meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti
dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor :
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan
kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital
meningioma terdapat di sekitar falx.
2. Meningioma convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
3. Menigioma sphenoid (20%) daerah sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.
Banyak terjadi pada wanita.
4. Meningioma olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi dibagian belakang sella tursica, sebuah kotak
pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
14
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara
40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis dapat menyebabkan gejala
seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar
mata cavum orbita.
9. Meningioma intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh
bagian otak.
Gambar 2.8.2 :Lokasi umum meningioma
Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital, yang terletak
di krista sphenoid, parellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana
meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati dan di samping medial os petrosum di
dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih
15
tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada
tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.
Meningioma dapat tumbuh dimana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%
meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti
impulsif, apati, disorganisasi, deficit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan
ketidakmampuan mengatur mood.
2.9. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema
otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat
destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,
kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental , gangguan visual dan sebagainya.
Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit
kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,
kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang
bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.
Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala Minis lain yang
paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut:
1) kejang-kejang (±48%)
2) gangguan visus (± 29%)
3) gangguan mental (± 13%)
4) gangguan fokal (± 10%)
Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan
tingginya tekanan intrakranial, Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-
gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat
16
perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa
dini. Gejala-gejala ini tirnbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer
atau dari otak kedalam tumor.
Gejala umumnya seperti :
a. Sakit kepala
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi
hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan
interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering
dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk,
bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepala juga
bertambah beratwaktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.
Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure
seperti dura, serabut saraf atau pembuluh darah.
b. Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang
korteksmotorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat
lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang
karena epilepsy. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus
diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
c. Mual muntah
17
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot)
tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.
d. Edema papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop.
Gambarannya berupa kaburnya batas pupil, warna pupil berubah menjadi kemerahan dan pucat,
pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui
gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlebih
dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap
vena sentralis retinae.
e. Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumor-tumor
intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kehimpuhan fokal, Crose dkk
mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V.
f. Gangguan Mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi
dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengangangguan mental. Gejala mental
seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling sering.
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak
(nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse yaitu N II, V, VI, IXdan
X. Gejala yang raenarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita
dengan meningioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak
intermitten dan sementara dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa
afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi
(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral berulang-
ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan dengan suatu
infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler, migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya
C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak
18
dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam
gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :
a) Meningioma falx dan parasagital
- Nyeri tungkai
b) Meningioma convexitas
- Kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental
c) Meningioma sphenoid
- Kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan dan penglihatan
ganda
d) Meningioma olfaktorius
- Kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus
e) Meningioma fossa posterior
- Nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya
pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan
f) Meningioma suprasellar
- Pembengkakan duktus optikus, masalah visus
g) Spinal meningioma
- Nyeri pungggung, myeri dada dan lengan
h) Meningioma intraorbital
- Penurunan visus, penonjolan bola mata
19
i) Meningioma intraventrikular
- Perubahan mental, sakit kepala, pusing.
Gambar 2.9.1 : posisi klasik pada meningioma.
20
2.10. DIAGNOSA
2.10.1. Anamnesa
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. MJ
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Kristen
Alamat : Jorong
MRS : 12 Februari 2011
RMK : 92 01 22
1. Keluhan Utama : benjolan di kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku timbul benjolan di kepala bagian belakang sejak kurang lebih
tiga tahun yang lalu, pada awalnya diameter benjolan sebesar dua sentimeter, semakin
lama semakin membesar hingga sekarang sebesar lima sentimeter. Benjolan terasa
keras dan kadang-kadang sakit bila ditekan. Pasien mengaku, pernah mengalami trauma
pada kepala tepat di tempat benjolan tersebut muncul kurang lebih satu tahun sebelum
munculnya benjolan, tapi setelah kurang lebih satu minggu setelahnya pembengkakan
yang ditimbulkan hilang.
Pasien juga mengeluhkan terjadi penurunan ketajaman penglihatan sejak kurang
lebih tiga tahun yang lalu. Keluhan mengenai kedua mata tetapi dirasakan lebih berat
21
pada mata sebelah kanan dan tidak berkurang walaupun dikoreksi dengan kacamata.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering sakit kepala, pada awalnya terasa di bawah
benjolan yang semakin lama semakin menyebar dan lebih dominant pada kepala
sebelah kanan. Pasien juga mengeluh sering mengalami nyeri kepala hebat, terutama
pada saat pagi hari, disertai rasa mual. Pasien kadang-kadang mendengar suara
gemuruh pada telinga kanannya. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada
pengecapan dan penciumannya.
Sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien beberapa kali
mengalami kejang. Setiap kejang berlangsung selama kurang lebih lima menit berupa
kekakuan seluruh tubuh dengan kedua tangan bergerak secara ritmik. Tiga bulan
sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan rasa kebal pada wajah kanan yang
berlangsung sampai sekarang. Pasien juga mengaku mengalami penurunan daya ingat
dalam beberapa bulan terakhir ini.Pasien mengaku telah menggunakan KB suntik
selama 6 tahun
Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak ada riwayat kejang, hipertensi ataupun kencing manis.Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa.
22
2.10.2. Pemeriksaan Fisik
STATUS INTERNE SINGKAT
Berat Badan : 48 kg
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu Badan : 36,5 oC
Nadi : 88 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 21 kali/menit, reguler
Pulmo : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler
Hepar : Dalam batas normal
Limpa : Dalam batas normal
Ren : Dalam batas normal
STATUS LOKALIS
Kepala : terdapat massa di regio oksipitalis (midline) dengan diameter 5
cm, soliter, konsistensi keras, immobile, permukaan licin,
hiperemis (-), nyeri tekan (-)
23
STATUS NEUROLOGIK
Kesan Umum
Kesadaran : GCS 4 – 5 – 6
Pembicara: Disarti :(-)
Monoton :(-)
Scanning :(-)
Afasia :Motorik :(-)
Sensorik :(-)
Amnestik (Anomik) :(-)
Kepala : Besar : normal
Asimetri : (-)
Sikap Paksa : (-)
Tortikolis : (-)
Muka : Mask : (-)
Mypathik : (-)
Fullmoon : (-)
Lain-lain : tidak ada
Pemeriksaan Khusus
1. Rangsang Selaput Otak
Kaku tengkuk : (-) Brudzinski I : (-)
Laseque : (-/-) Brudzinski II : (-)
24
Kernig : (-/-)
2. Saraf Otak
N. I Hyp/Anosmi : (-/-) N. II Visus (OD/OS): 1/~ / 2/5
Parosmi : (-/-) Yojana penglihatan : N
Hallusinasi : (-/-) Melihat warna : N
Funduscopi : -
N. III, IV, VIKedudukan bola mata : normal
Pergerakan bola mata : ke nasal : normal
ke temporal : normal
ke atas : normal
ke bawah : normal
ke temporal bawah : normal
Exophthalmus : (-/-)
Celah mata (ptosis) : (-)
PUPIL :
Bentuk : bulat
Lebar : 5 mm/ 3 mm
Perbedaan lebar : anisokor
Rekasi cahaya langsung : </N
Reaksi cahaya konsensuil : </N
N. V Cabang Motorik
- Otot maseter : N/N
- Otot temporal : N/N
25
- Otot pterygoideus : N/N
Cabang Sensorik
- Oftalmikus : N/N
- Maksilaris : </N
- Mandibularis : </N
Refleks Kornea langsung : N/N
Reflleks kornea konsensuil : N/N
N. VII
Waktu diam
- Kerutan dahi : N/N
- Tinggi alis : N/N
- Sudut mata : N/N
- Lipatan nasolabial : N/N
Waktu gerak
- Mengerutkan dahi :
- Menutup mata :
- Bersiul :
- Memperlihatkan gigi :
Pengecapan 2/3 depan lidah :tdl
Hiperakusis : (-/-)
Sekresi air mata : N/N
26
N. VIII
Vestibular
- Vertigo : (-)
- Nistagmus : (-)
- Tinitus Aureum : N/N
- Tes kalori : tde
Cochlearis
- Rinne : tdl
- Weber : tdl
- Schwabah : tdl
- Tuli Konduktif : tdl
- Tuli perseptif : tdl
N. IX, X
Bagian Motorik
- Suara : N
- Menelan : N
- Kedudukan arcus pharinx : N/N
- Kedudukan uvula : sentral
- Pergerakan arcus pharinx / uvula : N
- Detak jantung : N
- Bising Usus : N
Bagian Sensorik
- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tdl
Reflek muntah : tdl
Reflek palatum Mole : tdl
27
N. XI
Mengangkat bahu : N/N
Memalingkan wajah : N/N
N. XII
Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah
Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah
Atrofi : (-/-)
Fascikulasi / Tremor : (-/-)
Kekeuatan lidah menekan pipi : N/N
Sistem Motorik
5 5 5 5
3. Refleks-Refleks
Reflex fisiologis
Refleks biseps : +/+
Refleks triceps : +/+
Refleks patella : +/+
Refleks Achiles : +/+
Refleks patologis
Tungkai
Refleks babinsky : (-/-)
Refleks Chaddock : (-/-)
Lengan
Refleks Hoffman tromer : (-/-)
dalam batas normal
28
4. Susunan Saraf Otonom
Miksi : N
Defekasi : N
Sekresi keringat : N
Salivasi : N
Gangguan vasomotor : (-)
Ortostatik hipotensi : (-)
5. Pemeriksaan radiologic
CT Scan :
- Tampak Lesi massa hyperdens, semisolid dengan central necrosis pada left
occipital lobe. Strong contrast enhancment 55x40x70mm
- Mass Effect (+) Midline Shift (+) ke kiri 1,76 cm
- System Cysterm menyempit dan ventrikel menyempit
- Sulci dan Gyri Hemisphere Dextra et Sinistra tampak menyempit
- Orbita et retroorbita normal
- Lain lain tak tampak kelainan, regio nasopharynx tak tampak kelainan
- Kesimpulan : Mendukung Meningioma pada Right Occipital Lobe
55x45x70mm
6. Pemeriksaan Tambahan
Laboratorium Darah Rutin
Hb : 15,4 g/dl
Leukosit : 11.100 mg/ul
Eritrosit : 5,43 juta/ul
29
Hematokrit : 42 %
Trombosit : 342.000/ul
Laboratorium Kimia Darah
Ureum : 21 mg/dL
Kreatinin : 0,9 mg/dL
Albumin : 5,1 g/dl
SGOT : 30
SGPT : 59
PT : 12,7
APTT : 26,8
7. Diagnosis Kerja
1. Meningioma
30
2.10.3. Pemeriksaan Labor dan Penunjang
Pemeriksaan labor
Pembiakan jaringan (Tissue Culture)
Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak
didapatkan bentuk-bentuk pertumbuhan, sampai COSTERO dkk pada tahun 1955 mendapatkan
pertumbuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selalu didapatkan pada
semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini merupakan tanda khas adanya
meningioma dan tidak pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun
ekstraserebral.
Pemeriksaan Penunjang
Dahulu mendiagnosa suatu tumor otak, selain klinis peranan radiologi sangat besar.
Dahulu angiografi, kemudian CT Scan dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah
fossa posterior, Karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak,
sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di
potongan 3 dimensi sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik
operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat di operasi mengingat risiko atau komplikasi
yang akan timbul.
1. Foto polos
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Di
indikasikan untuk tumor pada meningen. Tampak erosi tulang dan dekstr uksi sinus
sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah
mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor.
Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.
31
2. CT Scan
Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila
diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting
untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya dan untuk menilai efek di sekitar
struktur arteri dan venanya.
CT tanpa kontras
Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau berbintik-
bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan
gambaran psammomatus calcifications. Kadang-kadang meningioma memperlihatkan
komponen hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen kistik, nekrosis,
degenerasi lipomatous atau rongga-rongga.
Gambar 2.10 : Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media.
Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk
cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.
32
CSF yang loculated
Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat
dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini
menyebabkan efek masa yang bermakna.
CT dengan kontras
Semua meningioma memperlihatkan enchancement kontras yang nyata kecuali lesi-lesi
dengan perkapuran. Pola echancement biasanya homogeny tajam (intense) dan berbatas tegas.
Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relative sspesifik karena bias
tampak juga pada glioma dan metastasis.
Disekitar lesi yang menunjukkan enchancement, bisa disertai gambaran hypodense
semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan enchancement
heterogen yang kompleks.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,dengan gejala tergantung pada
lokasi tumor berada.
4. Angiografi
Umunya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran “spoke
wheel appearance”. Selanjutnya arteridan kap i l e r memper l i h a tkan gamba r an
va s cu l a r yan g hom oge n dan prominen yang disebut dengan mother and law
phenomenon.
Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS)
FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak semuanya berhubungan
dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari
tempat-tempat yang jauh dari tumor dimana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan
lokalisasi tumor tersebut. Seperti biasanya diagnosa klinik dutegakkan dari kumpulan atau tanda-
tanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahn-kesalahan pada diagnosa,
apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma
intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah karena gejala-gejala yang
33
tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena
adanya silent area dimana tumor-tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala. Yang
termasuk silent area; parasagital anterior, convexitas frontal dan intraventrikular.
2.11. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenarnya dan usia penderita. Telah
dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan. Kira-kira separo dari kasus-kasus
dengan insuffisiensia serebral sepintas dan berulang-ulang pada penderita yang tua menyerupai
infark otak atau insuffisiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural
hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa.
2.12. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa factor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan factor risiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.
Rencana Preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera
diberikan, dekametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum
operasi dilaksanakan. Pembe r i an an t i b io t i k perioperatif digunakan sebagai
profilaksis pada semua pasien untuk organism stafilokokkus, dan pemberian
cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisme
pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organism anaerob) ditambahkan
apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga,
atau mastoid.
Klasifikasi symptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :
- Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
34
- Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dan perlekatan dura
- Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura,
atau mungkin perlekatan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulsng ysng
hiperostotik)
- Grade IV : Reseksi parsial tumor
- Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
Operasi
Meningioma yang terletak di vault biasanya dapat dioperasi seluruhnya. Pada basis otak
terdapat kesukaran teknis untuk diambil seluruhnya.
Drainage Ventrikel
Cara ini digunakan umpamanya pada neoplasma dari fossa posterior dengan obstruksi
akut dari system ventrikel, tekanan intrakranial meningkat secara massif dan oedema otak yang
ikut menyertainya.
Terapi Adjuvan
Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin
banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan
efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi
baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus
meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien
yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam
irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan
terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atypical, malignant), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum
banyak dikemukakan.
35
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan perti mbangan
komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat
rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yan g dapa t
d i t imb u lkan be r upa i n su f i s i e ns i p i t u i t a r i a t au pun nek ros i s ak iba t radioterapi.
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik
radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang
digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan
adalah sinar foton yang berasal dari Cogamma (gamma knife) atau linear
accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua
teknik radioterapi stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi
dengandiameter kurang dari 2.5 cm.
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan
untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada
pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-
platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (De
monte dan De yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan
lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapanhidup dengan rata-rata sekitar
5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam
penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan
menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada
satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi
dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat
memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan
juga terapi ini kurang menimbulkan toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.
36
Pemberian hormon antagonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti
progesterone). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari)
telah digunakan oleh kelompok onkologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang
sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi
sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari
selama 2 minggu hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien
menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat
pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat
pengurangan massa tumor, terdapat pertumbuhan tulang pada salah satu pasien tersebut. Pada
studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan
pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan
ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian
dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada
terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.
2.13. PROGNOSIS
37
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya
relative lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor
dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari
10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada :
- Invasi dan kerusakan tulang
- Tumor tidak berkapsul pada saat operasi
- Invasi pada jaringan otak
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi karang dilaporkan, dengan kemajuan
teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.
Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan
(1957-1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yaitu perdarahan dan
oedema otak.
BAB III
38
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Meningioma adalah tumor pada meningen yang berasal dari jaringan
duramater dan arakhnoid. Dengan insiden paling banyak pada usia pertengahan.
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Diduga penyebab
meningioma ini adalah trauma, kehamilan dan virus. Lokalisasi tersering didaerah supratentorial.
Factor resiko selain usia yaitu dipengaruhi oleh genetic, hormone, radiasi pengion dan pemakain
telepon genggam.
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema
otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat
destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,
kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental , gangguan visual dan sebagainya.
Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.
Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang sering digunakan termasuk CT Scan, MRI dan angiografi. Diagnose banding
seringkali menyerupai insufisiensi serebral sementara dan berulang seperti, infark otak, chronic
subdural hematoma, perdarahan subarakhnoid dan meningitis serosa.
Penatalaksaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor sendiri. Terapi
meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan utama, drainage ventrikel,
radioterapi dan kemoterapi. Prognosa meningioma pada umumnya adalah baik, dengan angka
harapan hidup lima tahun sebesar 75%.
b. Saran
Dari karya tulis ilmiah yang berjudul “ meningioma “ ini diharapkan para pembaca dapat
mengambil manfaat dari karya tulis ini. Apabila ada kesalahan dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar dilain kesempatan tim
penulis dapat menyempurnakan karya tulis ini sehingga dapat dijadikan sumber tambahan untuk
menambah ilmu pengetahuan.
BAB IV
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Merchant SN, Kirtane MV, Shah KL, Karnk PP. Foreign bodies in the bron- chi (a 10 years review of 132 cases). Journal of Postgraduate Medicine 1984; 30(4):219-23 or Available at http://www.jpgmonline.com/article. asp?issn=0022-3859;year=1984;volume=30;issue=4;spage=219;epage=23; aulast=Merchant;type=0
2. Junizaf MH. Benda asing di saluran napas. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT–KL. Jakarta:FKUI, 2004.h.213–31
3. Murray AD. Foreign bodies of airway. 2006. Available at http://emedicine. medscape.com/article/872498-overview
4. Giannoni CM. Foreign bodies aspiration. 1994. Available at http://www.bcm. edu/oto/grand/31094.html