21
  7 BAB II KAJIAN TEORITIS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SKALA BESAR 2.1 Definisi Rumah Menurut Pliddington yang dikutip Morris dan Winter dalam Hutapea (2001), memandang peran dan fungsi rumah dari sisi kebutuhan dasar manusia, terdapat tiga macam kebutuhan dasar manusia yang bersifat universal dan harus dapat dipenuhi agar manusia dapat melangsungkan hidupnya, yaitu: 1. Kebutuhan utama atau primer, kebutuhan terse but bersumber pada a spek biologis tubuh manusia, seperti kebutuhan akan: (a) makan/ minum/ air, (b) istirahat,(c) buang air besar/kecil,(d) perlindungan terhadap iklim/cuaca/suhu, (e) pelepasan dorongan seksual dan reproduksi, (f) kesehatan yang baik. 2. Kebutuhan sosi al atau sekunde r, kebutuhan terse but terwujud seba gai hasil akibat dari usaha-usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan primer, yaitu (a) berkomunikasi dengan sesama, (b) melakukan kegiatan bersama dengan orang lain, (c) keteraturan sosial dan kontrol sosial, (d) kepuasan akan benda material dan kekayaan, (e) sistem pendidikan. 3. Kebutuhan integrati f, kebutuhan tersebut terpancar dari hakekat manus ia sebagai makhluk pemikir dan bermoral, seperti kebutuhan-kebutuhan akan: (a) adanya perasaan benar/ salah, adil/ tidak adil, (b) mengungkapkan perasaan-perasaan kolektif, (c) perasaan keyakinan dari keberadaannya, (d) ekspresi estetika dan keindahan, (e) rekreasi dan hiburan. Kebutuhan di atas harus dapat terpenuhi melalui berbagai kegiatan yang dilakukan manusia. Setiap kegiatan pemenuhan kebutuhan membutuhkan ruang menurut Suparlan dalam Hutapea (2001), ruang diklasifikasikan dan diseleksi untuk terlaksananya kegiatan-kegiatan. kebutuhan manusia pada dasarnya dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu kebutuhan fisik dan non fisik. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia membutuhkan ruang dalam hal ini adalah rumah. Rumah, sebagai suatu lingkungan binaan, mempunyai bermacam-macam kegunaan seperti: melindungi manusia (dan aktivitas serta segala miliknya) dari musuh (alam, manusia, hewan, dan kekuatan adi kodrati), menyediakan tempat, menciptakan suatu kawasan aman, sampai untuk menekankan identitas sosial dan menunjukkan status Rapoport dalam Uguy. (1996: 34)

36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda

Embed Size (px)

Citation preview

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  7

BAB IIKAJIAN TEORITIS

PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SKALA BESAR 

2.1 Definisi Rumah

Menurut Pliddington yang dikutip Morris dan Winter dalam Hutapea (2001),

memandang peran dan fungsi rumah dari sisi kebutuhan dasar manusia, terdapat

tiga macam kebutuhan dasar manusia yang bersifat universal dan harus dapat

dipenuhi agar manusia dapat melangsungkan hidupnya, yaitu:

1. Kebutuhan utama atau primer, kebutuhan tersebut bersumber pada aspek

biologis tubuh manusia, seperti kebutuhan akan: (a) makan/ minum/ air, (b)istirahat,(c) buang air besar/kecil,(d) perlindungan terhadap iklim/cuaca/suhu,

(e) pelepasan dorongan seksual dan reproduksi, (f) kesehatan yang baik.

2. Kebutuhan sosial atau sekunder, kebutuhan tersebut terwujud sebagai hasil

akibat dari usaha-usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan primer, yaitu (a)

berkomunikasi dengan sesama, (b) melakukan kegiatan bersama dengan

orang lain, (c) keteraturan sosial dan kontrol sosial, (d) kepuasan akan benda

material dan kekayaan, (e) sistem pendidikan.

3. Kebutuhan integratif, kebutuhan tersebut terpancar dari hakekat manusia

sebagai makhluk pemikir dan bermoral, seperti kebutuhan-kebutuhan akan:

(a) adanya perasaan benar/ salah, adil/ tidak adil, (b) mengungkapkan

perasaan-perasaan kolektif, (c) perasaan keyakinan dari keberadaannya, (d)

ekspresi estetika dan keindahan, (e) rekreasi dan hiburan.

Kebutuhan di atas harus dapat terpenuhi melalui berbagai kegiatan yang

dilakukan manusia. Setiap kegiatan pemenuhan kebutuhan membutuhkan ruang

menurut Suparlan dalam Hutapea (2001), ruang diklasifikasikan dan diseleksi

untuk terlaksananya kegiatan-kegiatan. kebutuhan manusia pada dasarnya dapat

dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu kebutuhan fisik dan non fisik. Untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia membutuhkan ruang dalam

hal ini adalah rumah.

Rumah, sebagai suatu lingkungan binaan, mempunyai bermacam-macam

kegunaan seperti: melindungi manusia (dan aktivitas serta segala miliknya) dari

musuh (alam, manusia, hewan, dan kekuatan adi kodrati), menyediakan tempat,

menciptakan suatu kawasan aman, sampai untuk menekankan identitas sosial

dan menunjukkan status Rapoport dalam Uguy. (1996: 34)

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  8

Boedhisantoso dalam Hutapea (2001) dalam menyikapi peran dan fungsi

rumah, sebagai berikut:

a) Sebagai tempat berlindung, perumahan sebagai penjamin rasa aman

penghuninya dari ancaman fisik maupun spriritual. Rumah bukan sekedar

merupakan tempat berteduh dan beristirahat di malam hari, melainkan untuk

memenuhi kebutuhan akan tempat dimana seseorang bisa memenuhi

kewajiban melindungi diri dan keluarga yang menjadi tanggungannya dengan

memperhatikan struktur bangunan serta jarak penyangga dengan tetangga.

b) Sebagai sumber pencaharian, perumahan dapat menjamin kemudahan

penghuninya melakukan kegiatan mencari nafkah sehari-hari baik di tempatkerja yang terjangkau secara fisik maupun kemampuan biaya.

c) Sebagai wahana pengembangan keturunan, lingkungan perumahan sebagai

pemenuhan kebutuhan penduduk akan tempat membesarkan dan mendidik

anak-anak.

d) Sebagai sarana aktualisasi diri, perumahan penting artinya bagi penduduk

dalam mengembangkan kepribadian dan kreativitas masing-masing.

e) Sebagai sarana integrasi sosial, perumahan membuka peluang bagi

terselenggaranya interaksi sosial dan komunikasi antar penduduk tanpahambatan.

Memperhatikan berbagai pandangan tersebut di atas, terlihat sangat

pentingnya arti dari peran dan fungsi rumah dalam menunjang kehidupan

manusia untuk memenuhi kebutuhan dari kehidupan sosial. Dari gambaran

tersebut, peran dan fungsi rumah meliputi:

1. Rumah dapat memberikan pengaruh pada perbaikan tingkah laku manusia,

kesehatan, kebiasaan hidup, dan kesejahteraan manusia. Asumsi tersebut

dapat mendorong kehidupan ekonomi masyarakat atau penghuninya.

2. Rumah akan berpengaruh pada pembinaan watak dan kepribadian serta

merupakan faktor penting terhadap produktivitas dan kreativitas penghuninya

3. Rumah sebagai wadah fisik bagi perkembangan sosial dan ekonomi

penghuninya.

Dari berbagai peran dan fungsi rumah sebagaimana pandangan tersebut di atas,

maka selayaknya setiap individu memiliki rumah yang sehat dan layak.

UNHCS (United Nation Centre for Human Settlements ) pada tahun 1989

menekankan pentingnya rumah sehat bagikeluarga. Ditegaskan bahwa paling

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  9

sedikit ada tiga fungsi rumah, yaitu: tempat berlindung, tempat pembinaan

keluarga, dan tempat kegiatan keluarga. Untuk mencapai rumah yang sehat

perlu diperhatikan sebelas pernyataan, yaitu: (1) proteksi terhadap penyakit

menular, (2) proteksi terhadap kecelakaan dan gangguan pencemaran pada

peralatan rumah tangga, polusi udara, zat kimiawi, dan bangunan untuk tempat

kerja, (3) promosi kesehatan mental, (4) penciptaan kesehatan lingkungan

perumahan dan permukiman, (5) promosi kebersihan rumah dan lingkungan

yang mendorong penghuni untuk selalu menjaga kesehatan keluarga, (6)

penciptaan keamanan lingkungan dan upaya peniadaan gangguan terhadap ibu,

wanita, pemuda, dan anak, (7) penciptaan kesehatan sejalan dengan kebijakanpemerintah dan swasta, (8) penciptaan kesehatan yang dikaitkan dengan daya

dukung tanah, ruang terbuka hijau, dan lingkungan, (9) rumah sebagai wadah

proses sosial-ekonomi, (10) rumah sebagai tempat pendidikan kesehatan umum,

dan (11) tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam proses (Uguy, 1996: 35).

Selanjutnya Dinas Perumahan menyatakan empat faktor rumah sehat yaitu:

fisiologis, psikologis, terhindar dari penyakit menular dan kecelakaan, serta

aspek administrasi. Aspek fisiologis meliputi unsur-unsur ventilasi, penerangan,

kondisi rumah, kelengkapan bangunan, dan perencanaan ruang. Aspekpsikologis berkaitan dengan kondisi penghuni dan lingkungan sekitarnya,

menyangkut hubungan intern keluarga dengan keluarga lain serta kelestarian

lingkungan. Aspek perlindungan terhadap penyakit dan kecelakaan berhubungan

erat dengan kesehatan lingkungan. Sedangkan aspek administrasi meliputi

kesesuaian dengan penataan ruang, izin mendirikan bangunan, dan sebagainya.

Kedua pendapat di atas yang menyiratkan tentang syarat sebuah rumah,

selanjutnya dapat digeneralisasikan sesuai dengan pendapat dari Gold dalam

Hutapea (2001), yaitu:

1. Memenuhi persyaratan kesehatan dan keamanan, yaitu terhindar dari

ancaman bahaya lingkungan alam dan kriminalitas, serta memperoleh sinar

matahari, udara, dan air bersih.

2. Memenuhi persyaratan bagi kebutuhan hidup, yaitu cukup ruang bagi

berbagai kegiatan, terhindar dari kebisingan.

3. Memenuhi kebutuhan akan pencapaian, sehingga fasilitas pelayanan sosial

dapat dicapai dengan mudah, serta memberikan kemudahan untuk

mendapatkan petunjuk yang jelas mencapai tempat yang diinginkan.

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  10

4. Memenuhi kebutuhan akan identitas, dimana rumah berada di lingkungan

yang dikenal dan penghuninya mempunyai rasa tanggung jawab untuk

memelihara lingkungannya, walaupun rumah yang dihuni bukan miliknya,

sehingga mendorong terciptanya hubungan sosial yang bersifat kekeluargaan

5. Memenuhi kebutuhan estetis dan simbolis yang dapat diperoleh di lingkungan

yang teratur dan menarik, dengan strukur sederhana, bersih dan terpelihara.

6. Memenuhi kebutuhan komunitas, dimana terdapat keadilan, keragaman cara

hidup dan cita rasa, ekonomis dalam pemeliharaannya serta membantu

konservasi sumberdaya alam.

2.2 Pengembangan Perumahan dan Permukiman

Perumahan merupakan suatu kesatuan yang kompleks karena melibatkan

berbagai unsur-unsur kebudayaan yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan,

seperti kegiatan biologis, sosial, ekonomi, politik, agama, dan sebagainya

(Suparlan, 1984: 32 dalam Hutapea, 2001).

Perumahan juga dapat dipandang sebagi suatu wadah tersendiri tempat

para warganya menemukan identitas mereka, merasa aman, merasa sebagai

makhluk sosial, dan tempat ia menyalurkan naluri untuk berkembang biakmenyambung keturunannya (Suparlan, 1967: 17 dalam Hutapea, 2001).

Dari definisi tentang perumahan tersebut, maka dapat diidentifikasi pula

beberapa persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan

perumahan dan permukiman, yaitu: (Justin, dkk dalam Hutapea, 2001: 22)

1. Segi Lokasi, meliputi: (a) berada di kawasan permukiman yang sesuai

dengan tata ruang kota yang ditentukan, sehingga memperoleh jaminan

keamanan dari peraturan zoning yang berlaku; (b) dekat dengan tempat

kerja, peribadatan, sekolah, dan pusat perbelanjaan; (c) dekat dengan

transportasi yang murah dengan frekuensi yang banyak; (d) jauh dari jalan

kereta api, lapangan terbang, terminal dan industri; (e) terbebas dari polusi

suara, debu, udara, dan lalu lintas berat; (f) untuk rumah bertingkat penting

diperhatikan tersedianya udara, sinar matahari, dan pemandangan.

2. Tipe atau ukuran dan penampilan sebuah rumah tergantung pada besar serta

umur para anggota keluarga. Meskipun demikian, pada kenyataannya

pemilihan tipe, ukuran dan penampilan dibatasi oleh tersedianya dana atau

biaya, kebutuhan dan minat masing-masing keluarga dan anggota keluarga.

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  11

3. Kenyamanan dan kesehatan rumah, meliputi: (a) pengaturan ruang yang

harus menjamin terjadinya privasi dan territorialitas; (b) kecukupan akan

ruang, cahaya, ventilasi untuk sirkulasi udara dan air bersih.

Idealnya pembangunan perumahan dapat membantu memecahkan salah

satu permasalahan kota, bukannya malah menambah beban/ masalah kota yang

bersangkutan. Dari pandangan itu, maka selalu diharapkan dalam pembangunan

suatu kawasan perumahan baru terutama yang berada di daerah pinggiran kota

dikembangkan dalam bentuk atau berfungsi sebagai sebuah kota baru.

Berdasarkan beberapa teoritisi kota baru F,J Osborn dan Whittick; Gideon

Golany: H.S. Perloff dan N.C. sanberg; E.Y. Galanty; Phillips dan Yehdikemukakan batasan kota baru atau new town sebagai (Sujarto, 1993: 3):

1. Kota yang direncanakan, dibangun, dan dikembangkan pada saat satu atau

beberapa kota lainnya telah tumbuh dan berkembang.

2. Kota yang direncanakan, dibangun, dan dikembangkan di suatu wilayah

dimana belum terdapat konsentrasi penduduk

3. Suatu kota yang dibangun di atas lahan kosong yang luasnya mampu

menyediakan unsur-unsur perkotaan yang lengkap mencakup perumahan,

berbagai sarana pelayanan, utilitas umum dan kegiatan kerja4. Kota yang direncanakan dan dibangun dalam rangka meningkatkan

kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil yang telah ada di sekitar

kota induk untuk membantu mengembangkan wilayah sekitar kota dan

mengurangi beban kota induk

Kota yang mampu berfungsi sebagai kota yang mandiri dalam arti dapat

memenuhi kebutuhan pelayanan serta kegiatan usahanya sendiri atau

permukiman berskala besar yang dalam beberapa hal secara fungsional masih

punya ketergantungan dengan kota induknya sebagai kota satelit.

Secara tipologis (E.Y. Galanty, 1980) Kota Baru dapat dibagi dalam dua

 jenis yaitu kota baru mandiri (self sustained new town ) dan kota baru penunjang

(dependent new town atau supporting new town ). Kota baru mandiri merupakan

kota baru yang direncanakan tumbuh dan berkembang secara mandiri. Kota baru

mandiri menyediakan berbagai kegiatan usaha dan pemenuhan kebutuhannya

sendiri seperti lapangan kerja, prasarana dan sarana pelayanan kebutuhannya

sendiri serta fungsi kotanya yang spesifik sehingga secara sosial dan ekonomis

dapat hidup dan berkembang dengan kekuatan sendiri. Termasuk dalam kota

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  12

baru mandiri adalah kota baru di wilayah frontir, ibukota suatu provinsi, kota baru

perusahaan (company town ).

Kota baru penunjang adalah kota baru yang dikembangkan dalam

kaitannya dengan perkembangan suatu kota besar sebagai kota induknya. Kota

baru penunjang direncanakan dan dibangun pada lahan baru di suatu bagian

wilayah yang masih mempunyai ketergantungan fungsional erat dengan kota

induk tersebut. Kota baru penunjang dapat berkembang dari suatu permukiman

berskala besar yang berkembang di wilayah metropolitan dari suatu kota induk.

Kota baru penunjang disebut juga sebagai kota baru satelit. Yang termasuk

dalam jenis kota baru penunjang ini adalah kota baru dalam kota atau new town in town  (Perloff, 1980); kota baru satelit di pinggiran kota yang berbatasan

langsung dengan kota induk; kota satelit yang berada di wilayah pengaruh suatu

kota besar. Kota baru penunjang pada umumnya masih mempunyai

ketergantungan fungsional kepada kota induknya dalam hal tempat bekerja,

sarana failitas sosial dan fasilitas umum atau bahkan beberapa kota penunjang

mempunyai kaitan jaringan utilitas umum dengan kota induknya (Sujarto,

1993:4).

Menurut Gallion dan Eisner (1994: 48) dalam Hutapea (2001: 18) dilingkungan permukiman terdapat 3 (tiga) sarana dan prasarana untuk

mendukung peri kehidupan dan penghidupan penghuninya, yaitu:

1. Sarana dasar, di dalamnya tercakup: (a) jeringan jalan untuk mobilitas

manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta

untuk menciptakan ruang dan bangunan yang teratur; (b) jaringan saluran

pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan;

(c) jeringan saluran air hujan atau drainase dan pencegah banjir setempat.

2. Fasilitas penunjang, meliputi: (a) aspek ekonomi, antara lain berupa

bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan;

(b) aspek social berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintahan,

pendidikan dankesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman

dan pertamanan.

3. Utilitas umum, antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon,

 jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran.

Mangunwijaya dalam Uguy (1996: 34) menambahkan bahwa dalam

membangun rumah sebagai bagian dari pembangunan perumahan/ permukiman

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  13

harus selalu memperhatikan dua hal, yaitu: guna dan citra. Guna menunjuk pada

keuntungan/ pemanfaatan dan pelayanan yang diperoleh baik secara material

maupun adanya daya yang menyebabkan tingkat hidup lebih baik.

Pembangunan suatu kawasan perumahan baru harus dilakukan dengan

mempertimbangkan beberapa hal, yaitu (Sastra M, dan Marlina, 2006: 58):

1. Penyediaan infrastruktur, seperti jeringan jalan, saluran sanitasi dan

drainase, jeringan air bersih, dan jaringan listrik

2. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,

social kemasyarakatan, serta fasilitas umum lainnya

3. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiataninformal penghuninya, serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan

air bersih dalam jangka panjang.

Pengembangan suatu lingkungan perumahan umumnya diukur dengan

ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan untuk memberikan kemudahan

dan memenuhi kebutuhan penghuninya. Berikut ini prasarana dasar yang harus

tersedia di lingkungan perumahan dan permukiman, yaitu (Sastra M, dan

Marlina, 2006:145-146):

1. Jalan, berfungsi sebagai alat penghubung antar lingkungan dalam kawasan,maupun dengan lingkungan di luar kawasan.

2. Air minum, sumber air bersih ini dapat disediakan per unit ataupun secara

sentral untuk seluruh area permukiman

3. Air limbah, dimana sebagian besar merupakan air limbah rumah tangga bisa

dikelola dengang penyediaan septic tank dan sumur resapan

4. Pembuangan air hujan, dapat disediakan sumur resapan di area-area terbuka

di dalam kawasan perumahan ataupun berupa selokan (drainase)

5. Pembuangan sampah, sebaiknya disediakan pada setiap unit hunian, yang

nantinya diangkut ke TPS dengan gerobak atau mobil sampah dan dikirim ke

TPA dengan menggunakan dumb truck .

6. Jaringan listrik, pasokan listrik harus diperhitungkan dengan standar minimal

450 VA per keluarga ataupun 90 VA per individu.

Kelengkapan fasilitas dalam suatu lingkungan perumahan/ permukiman

biasa menggunakan standar kebutuhan fasilitas yang berlaku, seperti di bawah:

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  14

Tabel 2.1Standar Kebutuhan Fasiitas Perkotaan

No. Jenis FasilitasMinimumPenduduk

(Jiwa)Besaran Luas

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Pendidikan:a. TKb. SDc. SMPd. SMAKesehatan:a. Balai Pengobatan (BP)b. BKIA Dan Rumah Bersalinc. Puskesmasd. Puskesmas dan BPe. Rumah Sakitf. ApotekPerdagangan:a. Warungb. Tokoc. Pasar Lingkungand. Pasar WilayahPeribadatan:a. Langgarb. Masjid Lingkunganc. Masjid WilayahTaman dan Lapangan Olahragaa. Taman Bermainb. Taman Wargac. Taman Lingkungan& Lap. ORd. Taman Kota dan Lap ORe. Jalur HijauPelayanan Umum:a. Pos Hansip, Balai Pertemuanb. Pos Polisic. Kantor Polisid. Kantor Pos Pembantue. Kantor Pos Cabangf. Kantor Telepon

g. Pos Pemadam Kebakaranh. Aulai. Gedung Serba Guna (GSG)  j. BioskopParkir Umum

1.0001.6004.8004.800

3.00010.00030.000

120.000240.00010.000

2502.500

30.000120.000

2.50030.000

120.000

2502.500

30.000120.000

2.50030.000

120.00030.000

120.000120.000

120.00030.000120.00030.000

120.000

1.2003.6002.7002.700

3001.6001.2002.400

86.400350

1001.200

13.50036.000

3001.7504.000

2501.2509.000

24.00015

2.000200300100500300

5001.0003.0002.0005.000

m2 

m2 

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m2 / jw

m2

m2

m2

m2

m2

m2

m

2

m2

m2

m2

m2 

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, dalam Hutapea, 2001 

2.3 Definisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Dari beberapa literatur maupun penelitian, terdapat perbedaan tentang

definisi masyarakat berpendapatan rendah antara lain sebagai berikut :

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  15

a. Menurut Asian Development Bank (ADB), masyarakat berpenghasilan rendah

adalah masyarakat yang secara politik tidak mempunyai akses ke proses

pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka, secara sosial

mereka tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, secara ekonomi

terlihat dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia termasuk pendidikan,

dan keterampilan yang berdampak pada penghasilan, dilihat dari budaya dan

tata nilai mereka terperangkap pada rendahnya etos kerja, pola pikir pendek

dan fatalisme dan aset lingkungan seperti air bersih dan penerangan rendah.

b. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat

yang dari penghasilannya tidak dapat mencukupi kebutuhan primer, termasukdalam kelompok ini adalah kelompok masyarakat miskin, yaitu

• Golongan fakir, yang tidak punya penghasilan tetap dantidak mampu

penuhi kebutuhan pokok hidupnya

• Golongan miskin produktif, yang punya penghasilan tetap, tetapi belum

mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

c. Menurut BPS tahun 2001, kemiskinan adalah, sebagai berikut:

• Kondisi bangunan rumah dan lingkungan yang tidak layak huni, di

antaranya adalah bahan bangunan terbuat daru kayu atau bambu

• Tingkat pendapatan rendah dan jenis pekerjaan tidak tetap atau tidak

layak karena tingkat pendidikan danketerampilan rendah

• Sumber air minum tidak layak

• Status kepemilikan tanah dan rumah tanpa IMB dan luas lantai rumah

yang tidak layak

d. Menurut penelitian BKKBN 2001, kriteria kemiskinan penduduk perkotaan

dinilai dengan indikator ekonomi, yaitu pangan, sandang, dan papan, yang

terbagi menjadi dua, yaitu:

• Pra KS (Keluarga Sejahtera) dengan ciri-ciri bahan bangunan rumah dari

kayu atau bambu, pada umumnya makan 2 (dua) kali sehari, tidak

memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, serta

bagian lantai rumah yang terluas dari tanah.

• KS-1 (Keluarga Sejahtera-1), dengan ciri-ciri semingggu sekali makan

daging/ telur, setahun terakhir memperoleh minimal satu stel pakaian

baru, dan luas lantai rumah paling kurang 0,8-2 m untuk tiap penghuni

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  16

e. Menurut Cipta Karya pada Pelita IV, yang dimaksud dengan masyarakat

berpendapatan rendah adalah kelompok masyarakat yang penghasilannya

antara 20% – 70% terbawah dari seluruh penduduk tanpa menyebutkan

besaran pendapatannya.

f. Menurut Dr. Sahat Tobing (1992) dari Lembaga Manajemen FE UI, struktur

pasar perumahan adalah sebagai berikut : 3% adalah masyarakat

berpenghasilan tinggi, 17% adalah masyarakat berpenghasilan rendah

menengah, dan 80% adalah berpenghasilan rendah, tanpa menyebutkan

angka yang pasti tentang batas maksimal pendapatan masyarakat

berpendapatan rendah. Dr. Tobing dalam hal ini tidak menjelaskan secarakonkrit batas maksimal pendapatan keluarga perbulan untuk golongan MBR.

g. Menurut data Perumnas, sampai dengan akhir tahun 1992, rumah yang

termurah adalah tipe RI – T.15 dengan harga Rp 4.560.00,00 yang

diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan Rp 151.000,00/ bulan.

h. Menurut Biro Statistik Bappenas, yang disebut masyarakat berpendapatan

rendah di perkotaan adalah yang pengeluarannya Rp 30.206 per bulan per

orang. Dengan asumsi bahwa bagi kelompok ini antara pendapatan dan

pengeluaran dapat dikatakan sama dan jumlah orang dalam satu keluargaadalah 5, maka pendapatan maksimal MBR adalah sebesar 5 X Rp

30.206,00 atau sekitar Rp 151.030,00 per bulan.

i. Menurut Menpera pada tahun kedua Repelita V (Komarudin, 1997),

penetapan tipe rumah dan batas penghasilan untuk pemberian KPR bagi

masyarakat berpendapatan rendah ditetapkan sebagai berikut : rumah yang

lebih kecil atau sama dengan T21 dibatasi kepada golongan MBR yang

berpenghasilan Rp 450.000,00, sedangkan rumah di atas T21 sampai

dengan T70 diperuntukan bagi golongan MBR yang berpenghasilan

maksimum Rp 900.000,00 per bulan.

  j. Menurut Dinas Kimpraswil (2003) ditinjau dari segmentasi pendapatan

masyarakat, maka masyarakat berpenghasilan rendah dapat dibagi menjadi

4 (empat), yaitu:

• Rumah tangga berpenghasilan rendah (low income ) adalah rumah tangga

yang memiliki pendapatan sebesar Rp. 850.000 – Rp. 1,3 juta per bulan

• Rumah tangga rawan miskin (vulnerable poor ) adalah rumah tangga yang

memiliki pendapatan sebesar Rp.500.000 – Rp. 850.000 per bulan

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  17

• Rumah tangga miskin (The poor ) adalah rumah tangga yang memiliki

pendapatan sebesar Rp. 350.000 – Rp. 500.000 per bulan

• Rumah tangga di bawah miskin (The poorest ) adalah kelompok dengan

pendapatan informal atau tidak tetap, dengan rata-rata pendapatan ≤ Rp.

350.000 per bulan

k. Berdasarkan Permenpera No. 01/PERMEN/M/2005, tentang Pengadaan

Perumahan dan permukiman dengan dukungan fasilitas subsidi perumahan

melalui KPR, KPRS bersubsidi, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah

dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok I adalah kelompok yang

berpenghasilan antara Rp. 300.000- Rp. 500.000 per bulan; kelompok IIadalah kelompok yang berpenghasilan antara Rp. 500.000-Rp 900.000 per

bulan, dan kelompok III adalah kelompok yang berpenghasilan antara Rp.

900.000-Rp. 1.500.000 per bulan.

Jadi untuk kondisi saat ini definisi kelompok masyarakat berpenghasilan

rendah adalah berdasar pada peraturan Kementerian Negara Perumahan Rakyat

yaitu semua masyarakat dengan tingkat penghasilan ≤ Rp. 1.500.000 per bulan.

2.4 Persyaratan Teknis Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Perumahan dan permukiman sederhana dibangun dengan tujuan untuk

menyediakan perumahan yang murah dan terjangkau bagi susunan masyarakat

yang berpenghasilan rendah Frick. Sedangkan bentuk dan konstruksi bangunan

dari rumah-rumah sederhana tersebut seharusnya mengadopsi dari bangunan

tradisional setempat dan bahan bangunannya seharusnya juga mudah diperoleh

di daerah setempat (2005: 85-86).

Pembuatan prioritas tentang rumah sangat ditentukan oleh kondisi

perekonomian keluarga. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan sangat

rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah yang

berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja.

Kesempatan kerja menjadi penting artinya bagi mereka karena merupakan salah

satu andalan bagi mereka untuk bisa mempertahankan hidup di kota besar

seperti Kota Jakarta. Prioritas selanjutnya yang dibuat kelompok ini adalah status

pemilikan rumah dan lahan, kemudian yang terakhir adalah bentuk maupun

kualitas rumah hunian. Bentuk permukiman pada kelompok ini kebanyakan

berupa perkampungan, permukiman kumuh maupun permukiman liar dengan

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  18

bercirikan pada tingkat kepadatan yang tinggi, terbatasnya ketersediaan

prasarana, fasilitas, dan utilitas lingkungan, serta berada di pusat-pusat

pengembangan aktivitas-aktivitas kota. Bagi kelompok ini, arti penting dari

sebuah rumah adalah hanya sebagai tempat berlindung dan istirahat dalam

upaya mempertahankan kehidupannya.

Fakta tersebut ternyata sinkron dengan teori yang dirumuskan oleh

Turner yang dikutip oleh Panudju, 1999:12 dalam Mahyudin, 2005 tentang

penyusunan kriteria perumahan yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin

(berpenghasilan rendah) yaitu :

1. Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat memberikanpekerjaan bagi buruh-buruh kasar atau tenaga tidak terampil.

2. Status kepemilikan lahan dan rumah jelas sehingga tidak ada rasa ketakutan

penghuni untuk digusur.

3. Bentuk dan kualitas bangunan tidak perlu terlalu baik, tetapi cukup

menemukan fungsi dasar yang diperlukan penghuninya

4. Harga atau biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan tingkat

pendapatan mereka.

Frick, 2005 menuangkan aturan logis penggunaan tanah untuk rumahsederhana sebagai batasan karakteristik llingkungan fisik perumahan sederhana,

dimana penggunaan tanah per orang harus sekecil mungkin. Penggunaan tanah

per orang untuk perumahan tergantung pada bentuk gedung yang dipilih.

Gambar 2.1Penggunaan Tanah per Orang untuk Rumah Sederhana

Sumber: Frick, 2005: 96 

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  19

Organisasi ruang-ruang untuk rumah sederhana dapat dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu (Frick, 2005: 109):

1. Bagian untuk beristirahat (kamar-kamar tidur)

2. Bagian untuk bersama, bersama antara keluarga dan dengan tamu berupa

kamar tamu/ duduk/ makan yang dapat saja dijadikan satu kamar saja

3. Bagian ekonomi, tergantung pada luasnya rumah yang direncanakan, dimana

cukup terdiri dari dapur dan ruang jemur.

2.5 Pembangunan Rumah Susun Skala Besar

2.5.1. Definisi Pembangunan Perumahan Skala BesarDefinisi pembangunan skala besar bila ditinjau dari luasan lahan yang

digunakan untuk pembangunan dapat mengadopsi dari standar-standar yang

digunakan oleh pemerintah pembuat kebijakan aturan maupun pelaksana

pembangunan perumahan dan pihak swasta pengembang perumahan. Menurut

Dinas Tata Kota DKI Jakarta adalah pembangunan permukiman dan non-

permukiman dengan menggunakan minimal luas lahan 5.000 m2 baik yang

dilakukan pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Dalam pandangan para pengembang perumahan, pembangunanperumahan dapat dikategorikan sebagai perumahan skala besar (dalam

Simanungkalit, 2004) adalah jika bisa diarahkan menjadi sebuah kota baru yang

mandiri dimana harus memiliki luas lahan perencanaan minimal 200 Ha untuk

perumahan horisontal atau minimal setara dengan 2,4 Ha untuk rumah susun

(dengan asumsi perhitungan rata-rata ketinggian rumah susun adalah 5 lantai,

KDB yang berlaku untuk kawasan perumahan adalah 60%, dan standar rumah

sederhana adalah 1 / 10 berdasar pada standar ideal 1:3:6). Ditambahkan lagi

dalam versi pengembang perumahan bila ditinjau dari segi pembangunan maka

proyek skala besar ini bisa mempunyai nilai outstanding kredit antara 20 Milyar

sampai dengan 5 Trilyun rupiah, dan jangka waktu pembiayaan pembangunan

adalah jangka panjang yang dapat menghabiskan waktu pelaksanaan

pembangunan ± 5 tahun.

Permukiman skala besar ideal, dengan ciri mampu memenuhi kebutuhan

penduduknya, dapat diwujudkan jika telah menerapkan lima acuan dasar dalam

pengembangan lingkungan perumahan, yaitu:

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  20

Jaringan Infrastruktur

• Listrik

• Air bersih

• Drainase

• Transportasi

Kepedulian social dan lingkungan

•  Sanitasi

•  Peraturan/ organisasi

•  Perawatan

•  Zoning

Lapangan kerja

•  Lantai dasar

•  Ruang terbuka

•  Los lantai hunian

Penyediaan fasilitas

•  Pendidikan

•  Kesehatan

•  Peribadatan

•  Perdagangan/niaga

•  Olah raga dan hiburan

Pembentukan

populasiWISMA

PENYEMPURNAKARYA SUKA

MARGA

1. Wisma : Pembentukan populasi

2. Marga : Penyediaan infrastruktur (transportasi, telekomunikasi,

listrik, dll.)

3. Suka : Penyediaan fasilitas untuk kehidupan perkotaan yang

berkualitas

4. Karya : Penyediaan lapangan kerja

5. Penyempurna : Sarana penunjang kesadaran lingkungan dan sosial

Gambar 2.2Realisasi Fisik Kawasan Permukiman Skala Besar

Sumber: Diadopsi dari BSD City dalam Soegijoko, et.al, 2005 

2.5.2. Landasan Normatif Pembangunan Rumah Susun

Rumah susun, dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang

Rumah Susun, diartikan sebagai bangunan bertingkat yang distrukturkan secara

fungsional dalam arah horisontal dan vertikal, terdiri atas satuan (unit) dengan

batasan yang jelas, baik ukuran maupun luasnya. Bagian tersebut dapat dihuni

atau dimilki secara terpisah. Selain satuan-satuan yang digunakan secara

terpisah, terdapat pula bagian-bagian bersama dari bagian tersebut, benda dan

tanah bersama dari rumah susun.

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  21

Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 16 Tahun

1985, bahwa tujuan dari pembangunan rumah susun adalah untuk: (1)

memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan

masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum dalam

pemanfaatannya; (2) meningkatkan daya guna dan hasil guna di daerah

perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan

menciptakan lingkungan perumahan yang lengkap, serasi, dan seimbang; (3)

memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kebutuhan

masyarakat, dengan tetap mengutamakan masyarakat berpenghasilan rendah.

Menindaklanjuti Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985, PemerintahPropinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun

1991 tentang Rumah Susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam Perda

tersebut terdapat pengaturan tentang pembinaan, wewenang dan tanggung

  jawab, jenis persyaratan administratif, teknis dan perizinan pembangunan,

kepemilikan, penghunian dan pengelolaan satuan rumah susun, pengawasan,

dan penertiban. Di dalam Perda tersebut juga ditegaskan, bahwa dalam rangka

usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman secara

fungsional bagi kepentingan rakyat, maka sasaran pembangunan perumahanadalah: (a) untuk mendorong pembangunan permukiman dengan daya tampung

yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan perumahan; (b) untuk mendukung

konsep tata ruang Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang dikaitkan dengan

pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk

meremajakan daerah-daerah kumuh; (c) untuk meningkatkan optimalisasi

penggunaan sumberdaya tanah perkotaan.

Kota Jakarta dengan fungsinya sebagai ibukota negara yang selalu

menjadi tujuan utama kegiatan urbanisasi di Indonesia tidak bisa menghindar

dari masalah kurangnya penyediaan rumah sehat yang layak bagi warganya

(khususnya masyarakat berpenghasilan rendah). Akhirnya pemerintah daerah

setempat-pun menggunakan strategi pembangunan rumah susun untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini diperkuat dengan Keputusan Gubernur

Propinsi DKI Jakarta Nomor 811 Tahun 1993 tentang Rencana Strategis

(Renstra) 1992-1997 Pembangunan di Propinsi DKI Jakarta, dimana juga

memuat alasan dibuatnya kebijakan oleh pemerintah daerah dalam penyediaan

perumahan melalui pembangunan rumah susun, yang antara lain:

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  22

1. Lahan Kota Jakarta sangat terbatas, sementara jumlah penduduk yang

membutuhkan perumahan terus meningkat. Dengan perkiraan jumlah

penduduk sebesar 12 juta jiwa apda tahun 2005 kebutuhan luas lantai rumah

rata-rata per rumah tangga 75 m2, secara kasar dapat diperhitungkan bahwa

rata-rata jumlah lantai bangunan rumah di Jakarta adalah 1,52 lantai.

2. Keterbatasan lahan Kota Jakarta dapat diatasi dengan sebagian penduduk

membangun/ membeli rumah di Botabek, akibatnya menimbulkan masalah

lain yaitu commuter . Tingginya mobilitas penduduk Botabek ke Kota Jakarta

menambah beban infrastruktur menuju dan di dalam Kota Jakarta sendiri.

3. Lahan kota yang terbatas menyebabkan harga tanah sangat tinggi, karenapertimbangan ekonomi. Akibatnya perkembangan pembangunan bangunan-

bangunan di Kota Jakarta termasuk perumahan cenderung vertikal.

4. Menekan biaya penyediaan rumah agar dapat dijangkau oleh masyarakat

berpenghasilan rendah. Akibat harga lahan yang tinggi, jumlah lantai yang

harus dibangun pada satu satuan lahan harus lebih banyak. Sementara

ketinggian bangunan untuk Rumah Susun Sederhana (RSS) memiliki

keterbatasan, yaitu sekiktar sepuluh lantai, maka bangunan lebih dari

sepuluh lantai harus tertutup dengan harga jual dan biaya pemeliharaan yangcukup tinggi, menyebabkan harga menjadi mahal dan hanya kelompok warga

masyarakat yang berpenghasilan menengah atas yang dapat memilikinya.

Tipe rumah susun ini dikenal dengan apartemen, flat atau kondominium.

5. Kawasan perumahan kumuh dengan kepadatan penduduk lebih dari 400 jiwa

per Ha, sulit untuk ditata secara layak dan sehat melalui perbaikan

lingkungan. Kepadatan bangunan tidak memungkinkan lagi bagi perluasan

prasarana sirkulasi atau pergerakan, drainase dan sarana sanitasi. Hampir

semua kawasan perumahan kumuh belum terlayani air bersih. Di samping

itu, kawasan tersebut rawan terhadap bahaya kebakaran. Selain itu

parasarana drainase sangat buruk, permukaan tanah kawasan kumuh relatif

lebih rendah terutama dari jalan, sehingga sangat rawan pula terhadap

genangan atau banjir terutama pada saat musim hujan. Dengan demikian,

penataan yang dapat dilakukan adalah peremajaan total termasuk

pengerukan untuk mempertinggi permukaan tanah.

6. Sebagian besar kawasan perumahan di kawasan kumuh berada di lokasi

straregis. Bila pemanfaatan lahan diserahkan sepenuhnya melalui

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  23

mekanisme pasar, maka dalam jangka waktu tertentu, penghuni kawasan

permukiman kumuh yang ada di Kota Jakarta akan tergeser ke pinggir atau

luar Kota Jakarta.

7. Pertimbangan aspek lingkungan, karena kepadatan bangunan di kawasan

permukiman kumuh mengakibatkan tidak adanya lahan yang terisi untuk

penghijauan yang berfungsi sebagai paru-paru kota. Di samping itu suasana

berdesak-desakan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat

baik fisik maupun rohani. Melalui peremajaan dengan peningkatan intensitas

(ketinggian) bangunan akan diperoleh ruang terbuka yang dapat

dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) sebagai paru-paru kota,lahan resapan air hujan, dan sarana tempat bermain bagi anak-anak. Jadi

peningkatan daya tampung kota diimbangi upaya pelestarian lingkungan.

8. Peremajaan kawasan-kawasan permukiman kumuh menjadi blok-blok

bangunan rumah susun sederhana yang dilengkapi dengan penghijauan

akan memberikan nilai tambah bagi tata ruang dan estetika lingkungan kota.

Kota Jakarta yang sedang dikembangkan sebagai service city sebagaimana

kota-kota besar negara-negara maju, maka diperlukan perbaikan estetika

yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia.9. Peremajaan kawasan-kawasan permukiman kumuh menjadi rumah susun

yang sebagian besar berlokasi di kawasan pusat kota menjadikan

produktivitas pemanfaatan ruang kota secara keseluruahan akan lebih tinggi.

Dengan tetap adanya permukiman, kawasan pusat kota tidak akan sepi pada

malam hari, karena berbagai kegiatan sosial dan ekonomi tetap ada, seperti

pendidikan, hiburan/ rekreasi yang berkembang dan membuka peluang kerja.

Oleh karena itu, untuk daerah perkotaan terutama Kota Jakarta, sistem

yang dikembangkan sekarang ini dalam pembangunan perumahan adalah

membangun perumahan yang dapat dihuni bersama-sama dalam bangunan

yang bertingkat yang dibangun di atas tanah milik/ hak bersama, yang dibagi-

bagi atas bagian-bagian secara terpisah, secara vertikal atau horisontal untuk

masing-masing penghuni atau keluarga.

Pemikiran tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi

Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh di Atas

Tanah Negara dengan Pembangunan Rumah Susun yang bertujuan:

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  24

1. Meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat, dan

martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan

masyarakat berpenghasilan rendah dengan memperoleh perumahan yang

layak dalam lingkungan permukiman yang sehat dan teratur

2. Mewujudkan kawasan kota yang ditata secara baik sesuai dengan fungsinya

sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan.

3. Mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien dengan pembangunan

rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan

prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman yang diperlukan serta

mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan didaerah perkotaan.

Sistem pembangunan perumahan yang fungsional dalam pembangunan

rumah susun ini sangat diperlukan karena dapat mendukung berbagai

kebijaksanaan (Yudhohusodo, 1991: 351), yaitu:

a. Konsep tata ruang, yang dikaitkan dengan pengembangan/ pembangunan

daerah perkotaan ke arah vertikal

b. Peremajaan kota (urban renewal ), yang dikaitkan dengan usaha

meningkatkan efisiensi dan efektivitas bagian wilayah kota denganmengubah struktur fisik lingkungan permukiman

c. Pengelolaan perkotaan (urban management ), yang dikaitkan dengan usaha

peningkatan dan pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada

d. Efisiensi penggunaan tanah perkotaan, yang dikaitkan dengan land 

readjustment , land consolidation , land banking  

e. Permukiman dengan kepadatan tinggi, yang dikaitkan dengan pertambahan

penduduk dan pelaksanaan program industrialisasi di masa akan datang.

2.5.3. Rumah Susun Skala Besar 

Menurut Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta: dalam rangka percepatan

penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah,

Pemerintah Propinsi DKI Jakarta mencanangkan program pembangunan Rumah

Susun Sederhana Sewa Skala Besar yaitu dengan membebaskan lahan yang

ditawarkan/ diusulkan oleh masyarakat pemilik lahan dengan luas di atas 5 Ha

sehingga dapat dibangun unit-unit rumah susun sederhana sewa lengkap

dengan fasilitasnya di atas area tersebut.

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  25

Salah saru tujuan terpenting pembangunan rumah susun adalah untuk

meningkatkan daya dukung lahan perkotaan. Rumah susun diharapkan

meningkatkan kepadatan populasi manusia sehingga lahan untuk hunian yang

digunakan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan rumah datar. Namun, sama

dengan pendayagunaan sumberdaya lainnya, secara ekologis peningkatan daya

dukung ada batasnya, yaitu harus berada pada batas optimum sehingga dicapai

hasil maksimum yang berlanjut.

Kriteria indeks pengendalian lingkungan yang umum dipakai untuk

menentukan banyaknya unit rumah yang dapat diakomodasi adalah:

a. Kepadatan populasib. Kepadatan unit rumah

c. Jarak antar bangunan

d. Koefisien Lantai Bangunan

e. Koefisien Dasar Bangunan

Dengan ketentuan adanya area parkir mobil dan area fasilitas sosial

ketetanggaan (JICA, 1989:A-1 dalam Uguy, 1996: 62).

Berdasar fakta dalam pembangunan rumah susun sederhana yang telah

dilakukan di wilayah DKI Jakarta selama kurun waktu lebih dari dua dekadedapat diformulasikan besaran skala pembangunan rumah susun sederhana.

Dimana besarannya lebih banyak ditentukan oleh jumlah unit rumah susun yang

diwadahi dalam satu areal lokasi rumah susun sederhana, serta jumlah populasi

yang dapat ditampung.

Tabel 2.2Besaran Skala Pembangunan Rumah Susun Sederhana

Besaran Pembangunan

Rusun Sederhana Jumlah Unit Daya Tampung

Skala Kecil 1 - 100 unit 4 - 400 jiwa

Skala Menengah - Kecil 101 - 500 unit 404 - 2.000 jiwa

Skala Menengah - Besar 501 - 1.000 unit 2.004 4.000 jiwa

Skala Besar 1 - 3.000 unit 4.004 - 12.000 jiwa

Skala Sangat Besar > 3.000 unit Minimal 12.001 jiwa

Sumber: Diadopsi dan diolah dari Hasil Analisis CV. Galuh dalam Laporan Pendahuluan Studi Pembangunan Rusun Skala Besar, 2006 

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  26

Dengan demikian definisi rumah susun skala besar adalah perumahan

vertikal dengan luas lahan minimal 2,4 Ha, dan terdapat ribuan (minimal 1.001)

unit hunian di dalamnya yang dilengkapi dengan fasilitas, sarana dan prasarana

permukiman yang menunjang kebutuhan dari minimal 4.000 jiwa pada kawasan

tersebut, sehingga dalam perkembangannya kawasan permukiman berupa

rumah susun skala besar ini bisa menjadi kawasan permukiman yang mandiri.

2.6 Stakeholder Pembangunan 

Dalam setiap usaha pembangunan sudah pasti melibatkan berbagai pihak

yang akan mendukung terwujudnya usaha pembangunan tersebut. Dalam sistempembangunan di DKI Jakarta, pihak-pihak yang terlibat tersebut atau yang lebih

sering disebut sebagai stakeholder dalam pembangunan (bagian kota), dapat

dikelompokkan menjadi (PT. Arun Prakasa Inforindo dalam Dinas Perumahan,

2004):

1. Pemerintah sebagai:

a. wasit dalam pemanfaatan sumberdaya propinsi atas dasar kepentingan

umum;

b. pengarah, pengatur, pengendali proses-prose pemanfaatan sumberdayac. pengayom, pencipta iklim, pemprakarsa proses-proses perubahan, yang

secara konstitusional diberikan legitimasinya berdasarkan atas

pelimpahan tanggung jawab dan kewenangan oleh lembaga perwakilan

rakyat dan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.

2. Swasta, yang terdiri dari komunitas usaha dan swasta perorangan sebagai:

a. Mencari keuntungan melalui pemanfaatan sumberdaya yang mereka

kuasai atau dapat dipengaruhi

b. Melayani masyarakat yang menguntungkan kedua belah pihak

c. Mengembangkan kekayaan (assets) untuk meningkatkan usahanya

berdasarkan atas peraturan perundangan yang berlaku dan etika dalam

usaha

3. Masyarakat, yang terdiri dari komunitas kebersamaan (komunitas perumahan

dan permukiman) dan perorangan, sebagai:

a. Kelompok masyarakat yang mengutamakan kepentingan bersama

5/13/2018 36919360 Kajian Teoritis Pembangunan Rumah Susun Skala Besar Marunda - slidepdf...

http://slidepdf.com/reader/full/36919360-kajian-teoritis-pembangunan-rumah-susun-skala-besa

  27

b. Kesejahteraan bersama, kebutuhan bersama, keadilan dan pemerataan,

berdasarkan nilai dan norma sosial yang dijunjung tinggi dan peraturan

perundangan yang berlaku

c. Yang mempunyai nilai dan norma pribadi yang beraneka ragam

d. Mempunyai harapan dan aspirasi sesuai dengan kepentingan masing-

masing dalam batas-batas etika, dan peraturan perundangan yang

berlaku.

Hubungan ketiga pelaku tersebut di atas dapat digambarkan dalam

diagram seperti di bawah, dimana di antara masing-masing pelaku, idealnya

adalah mempunyai hubungan (peran dan kontribusi) yang seimbang satu denganyang lain, sehingga tidak terdapat kelompok dominan yang dapat memberi

distorsi pada perilaku dan hubungan antar perilaku.

Gambar 2.3Diagram Keterkaitan antar Stakeholder Pembangunan

Sumber: Diadopsi dari  PT. Arun Prakasa Inforindo dalam Dinas Perumahan, 2004  

PEMERINTAH

SWASTA MASYARAKAT