38698349 Peran Stroke Unit Dalam Penanganan Komprehensif Penderita Stroke

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini kisah tugas stroke ku

Citation preview

  • Peran Stroke Unit Dalam Penanganan Komprehensif Penderita Stroke

    Eko Arisetijono

    Pusat Penanggulangan dan Pelayanan Stroke Terpadu RSSA/FKUB &

    Stroke Unit RS Panti Nirmala

    Pendahuluan

    Stroke merupakan kumpulan gejala akibat proses patologi di otak yang didasari

    oleh berbagai factor resiko. Menurut EUSI 2003, stroke atau serangan otak (brain attack) adalah

    defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat yang disebabkan oleh peristiwa iskemik atau

    hemoragik. 4)

    Berdasarkan proses patologi, stroke terbagi dalam beberapa jenis. (1) stroke infark atau

    stroke iskemik, dan (2) stroke perdarahan yang mencakup perdarahan intra serebral dan

    perdarahan subarakhoid. Penelitian di Indonesia menunjukkan 65% stroke adalah infark serebral,

    33% perdarahan intra serebral, dan sekitar 2% disebabkan oleh perdarahan sub arakhoid.2

    Pendekatan terhadap kasus-kasus neurology belakangan mulai berkembang kearah

    penanganan yang lebih agresif dan sesegera mungkin dengan tujuan menurunkan tingkat

    kematian, menurunkan angka kesakitan, mempersingkat lama perawatan, menurunkan angka

    kecacatan dan menekan biaya perawatan. Sebagian dari kasus neurology termasuk stroke

    merupakan kasus dengan kondisi kritis yang membutuhkan penanganan intensif yang cepat, tepat

    dan cermat.

    Cerebrovascular disease atau stroke merupakan keadaan emergensi sehingga akhir-akhir

    ini muncul istilah brain attack. Istilah ini harus dikampanyekan dan dimasyarakatkan dengan

    harapan timbul kesadaran dalam masyarakat bahwa begitu mengalami/menghadapi serangan

    stroke, harus segera meminta pertolongan kepada yang berkompeten. Sehubungan dengan itu

    tentu saja dituntut kesiapan rumah sakit, terutama sumber daya manusianya (dokter) dalam

    penanggulangan emergensi stroke.Pemanfaatan waktu emas (golden period) 6-8 jam hendaklah

    semaksimal mungkin dan harus tepat serta akurat sehingga kerusakan otak lebih lanjut

    (secondary insult) dapat dicegah.

  • Paradigma stroke yang terbaru adalah stroke tidak semata mata gangguan fungsi otak saja

    tetapi merupakan satu kesatuan dengan adanya gangguan pembuluh darah otak yang

    mengakibatakan gangguan fungsi otak tersebut.

    Otak merupakan organ yang paling aktif secara metabolic dalam tubuh kita. Berat otak

    hanya 2% dari berat badan tubuh kita,tetapi otak memerlukan 15-20% dari kardiak output total

    saat beristirahat yang diperlukan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan otak terhadap

    oksigen dan glukosa sebagai satu satunya makanan otak. Kecepatan aliran darah otak yang

    normal adalah lebih dari 100mL/100mg/min. Stroke yang merupakan manifestasi dari

    menurunnya fungsi neuron terjadi apabila kecepatan aliran darah otak terjadi pada level kurang

    dari 18 mL/100 mg/min.

    Ischemic cascade

    Proses yang terjadi pada stroke pada tingkat selular adalah hal yang kita sebut sebagai

    ischemic cascade Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya kematian neuron dan factor

    tersebut mempengaruhi dalam waktu yang relative cepat. Dalam hitungan detik sampai ke menit

    akibat terganggunya suplai oksigen dan glukosa tersebut mulailah terjadinya proses yang kita

    sebut dengan ischemic cascade. Proses ini merupakan proses yang rumit dan akan terus

    berlanjut apabila tidak segera dihentikan yang akan berakibat semakin luasnya kerusakan sel

    otak tersebut bahkan pada area otak yang tidak terganggu.

    Ischemic penumbra

    Merupakan area di sekitar neuron yang mengalami kerusakan akibat stroke yang mana

    daerah ini biasanya juga sudaah mengalami penurunan kecepatan aliran darah yang apabila tidak

    segera dilakukan tindakan akan berakibat kematian sel neuron.

    Di Indonesia stroke menjadi penyebab penyebab kematian pertama di rumah sakit sejak

    tahun 1996 hingga 2005. Data insiden stroke di masyarakat hingga saat ini belum ada. Menurut

    data Depkes, jumlah penderita stroke yang dirawat di rumah sakit mengalami kenaikan dari

    waktu ke waktu; Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, sampai tahun 1995 rata-rata

    dirawat 726 penderita stroke dengan CFR (case fatality rate) rata-rata 37,2% sedangkan pada

    tahun 2000 terdapat 1000 orang penderita yang dirawat; RSUP Djamil Padang tahun 1995

  • jumlah 37 pada tahun 1999 menjadi 279; RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi pada tahun 1999

    menjadi 830 dan RSUP Sanglah Bali pada tahun 1999 748 penderita.

    Sumber data ASNA (Asean Neurological Association) melaporkan selama kurun waktu 6

    bulan (Oktober 1996-Maret 1997) terdapat 2065 pasien stroke akut yang terdaftar di 28 Rumah

    Sakit yang mewakili daerah dengan populasi padat di Indonesia. Sejumlah 13 Rumah sakit

    berlokasi di Jawa, Sumatera dan Jakarta.

    Permasalahan yang mendasari dibutuhkannya unit stroke, antara lain:

    1. Insiden stroke di Indonesia yang tinggi dan cenderung meningkat terus, seiring dengan

    meningkatnya faktor resiko, penyebab dan pencetus stroke (gaya hidup masyarakat di

    perkotaan meliputi pola makan, merokok, aktifitas dan stress; dampak urbanisasi dan

    globalisasi), serta pengaruh dari meningkatnya jumlah populasi lanjut usia sebagai akibat

    bertambahnya umur harapan hidup.

    2. Stroke dapat menyebabkan kematian dan menjadi penyebab kecacatan yang utama.

    3. Pemahaman pimpinan Rumah Sakit dan para klinisi selain neurolog tentang stroke dan

    cara penanggulangannya masih perlu ditingkatkan.

    4. Dibutuhkan manajemen/penatalaksanaan khusus dalam penatalaksanaan stroke di rumah

    sakit.

    5. Belum adanya standarisasi pelayanan yang menyeluruh dan terpadu dalam penanganan

    stroke secara menyeluruh dan terpadu.

    6. Belum adanya bentuk pelayanan multidisiplin untuk penderita stroke di Rumah Sakit.

    7. Belum ada konsep-konsep dan prosedur penanganan terpadu neurorestorasi pada stroke.

    8. Tantangan dalam pengobatan/penatalaksanaan stroke akut masih terus berkembang.

    9. Belum tersebarluasnya pedoman penatalaksanaan stroke yang melibatkan baik pasien,

    keluarga maupun masyarakat mengenai kedaruratan stroke dan upaya-uapaya

    preventifnya.

    10. Kurangnya kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan di rumah sakit dalam

    penatalaksanaan stroke akut.

    11. Kurangnya penelitian /kajian tentang data dasar stroke.

  • Menurut data AHA 2004 Stroke merupakan ranking ke 2 atau 18 % penyebab kematian

    di USA 3). Golden period managemen stroke < 3 jam (Trombolisis) sehingga diperlukan

    penatalaksanaan stroke terpadu dengan multidisipliner 4).

    Menurut data EUSI 2003 Stroke Unit Trialist Collaboration 2003 : adanya Stroke Unit

    menurunkan angka kematian 18%, penurunan kematian atau ketergantungan sebanyak 29%

    dan penurunan kematian atau kebutuhan perawatan khusus 25 % 4). Di RSCM sejak 1994

    dengan adanya stroke unit menurunkan kematian stroke 13% 4)

    Data Evidence Base Medicine dari Royal College pada buku National clinical

    guidelines for Stroke edisi kedua tahun 2004, oleh Stroke Unit Trialist Collaboration 2004

    Cohrane review meta analisis 26 RCT pada 4911 pasien , membandingkan pelayanan Stroke

    Unit dengan perawatan ruang biasa, menunjukkan menurunkan mortalitas dan morbiditas,

    sedang lama perawatan tidak memanjang secara signifikan 6)

    Data Evidence Base Medicine di Swedia 1999 dari 80 rumah sakit dengan 14308 pasien,

    membandingkan pelayanan Stroke Unit dengan perawatan ruang biasa, menunjukkan

    menurunkan mortalitas dan morbiditas, sedang lama perawatan tidak memanjang secara

    signifikan 6)

    Faktor-faktor yang mendukung didirikannya Unit Stroke.

    1. Beberapa negara maju (Inggris, Australia dan Amerika Serikat) telah menyelenggarakan

    pelayanan unit stroke yang berdasarkan evidence based medicine berhasl menurunkan

    angka kematian dan kecacatan akibat stroke.

    2. Di Indonesia khususnya RSCM dengan menyelenggarakan pelayanan unit stroke,mampu

    menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke.

    3. Penyelenggaraan pelayanan unit stroke, bukan merupakan pelayanan yang membutuhkan

    biaya operasional yang mahal, sehingga dinilai cukup feasible, atau layak untuk

    diterapkan.

  • 4. Penyelenggaraan pelayanan unit stroke membutuhkan pengorganisasian tim yang baik

    dan terpadu dengan dukungan tenaga terampil dan profesional.

    5. Evaluasi kegawatdaruratan dan terapi pada jam-jam pertama menentukan prognsis;

    penyakit dan kualitas hidup.

    6. Protocol medis yang tertulis

    D. Landasan Hukum Stroke Unit Di Indonesia

    Undang-undang Kesehatan no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

    Undang-undang no 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

    Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

    Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2000 tanggal 6 mei tentang Kewenangan Pemerintah

    dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

    Dalam Konsensus National Asosiasi Stroke di Amerika Serikat yang berjudul Stroke

    The First Hours Emergency Evaluation and Treatment menyatakan bahwa stroke membutuhkan

    pemahaman dan penanganan secara khusus baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat

    setempat dalam penatalaksanaannya. Rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan gawat

    darurat yang cepat. Tersedianya unit perawatan khusus stroke, termasuk pelayanan ICU.

    Perawatan khusus ini di banyak negara diselenggarakan dalam bentuk perawatan terpadu di Unit

    Stroke.4,5 Berdasarkan evidence based medicine di negara maju, terbukti adanya penurunan

    angka kematian dan angka kecacatan stroke sejak diterapkan perawatan di Unit Stroke.

    Di RSCM dikembangkan dua macam jenis pelayanan stroke yaitu Sroke Corner dan

    Stroke Unit dengan keuntungan dan kerugiannya sebagai berikut 4) :

    Stroke Unit Stroke Corner

    high care management moderate care management

    angka mortalitas & morbiditas turun angka mortalitas & morbiditas turun

    diperlukan spesialis multi disiplin yang tidak perlu spesialis multidisiplin

  • sarana prasarana komplit & mahal sarana prasarana sederhana& murah

    perlu paramedis mahir stroke unit cukup paramedis terlatih

    standard internasional standard lokal

    DASAR RASIONAL

    1. Insiden stroke di Indonesia yang tinggi dan cenderung meningkat terus, seiring dengan

    meningkatnya faktor resiko, penyebab dan pencetus stroke (gaya hidup masyarakat di perkotaan

    meliputi pola makan, merokok, aktifitas dan stress; dampak urbanisasi dan globalisasi), serta

    pengaruh dari meningkatnya jumlah populasi lanjut usia sebagai akibat bertambahnya umur

    harapan hidup.

    2. Sesuai dengan PERMENKES tentang: Standart Pelayanan Stroke Unit yang menyatakan

    bahwa semua rumah sakit harus mempunyai STROKE UNIT .

    3. Stroke merupakan penyakit nomer 1 dari 10 penyakit terbanyak di IRNA I RSSA (sumber

    Laporan IRNAI RSSA 2002 -2005)

    4. Stroke dapat menyebabkan kematian nomer 2 di dunia, nomer 1 di IRNA I RSSA (sumber

    Laporan Tahunan RSSA 2005) dan menjadi penyebab kecacatan nomer 1 di dunia

    5. Data Evidence Base menunjukkan adanya stroke unit menurunkan mortalitas dan morbiditas

    stroke secara signifikan.

    6. Penanganan stroke pra hospital, hospital dan post hospital masih jauh dari standar

    international.

    7. Diperlukan suatu ruangan khusus/ tersendiri untuk penanganan stroke denga pertimbangan :

    a. Dalam waktu singkat (Time window 3 jam) diperlukan kerjasama multidsiplin (Neurologi,

    Emergency Medicine, Radiology, Patologi klinik, kardiologi, Penyakit Dalam, Bedah saraf.

  • b. Perawatan khusus untuk penderita stroke dikarenakan adanya masalah yang terkait stroke

    (Gangguan kesadaran, gangguan pernafasan, gangguan menelan, kejang, stress ulcer dll).

    c. Perlu spesifikasi ruangan yang berbeda dengan ruangan lain seperti, bed khusus (anti

    dekubitus), toilet khusus, ruangan rehabilitasi khusus.

    8. Tantangan dalam pengobatan/penatalaksanaan stroke akut masih terus berkembang

    (Trombolisis terapi, Interventional neuroradiologi, Endoscopic evacuation, Radiosurgery)

    9. Belum tersebar luasnya pedoman penatalaksanaan stroke yang melibatkan baik pasien,

    keluarga maupun masyarakat mengenai kedaruratan stroke dan upaya-uapaya preventifnya.

    10. Kurangnya kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan di rumah sakit dalam

    penatalaksanaan stroke akut.

    11. Kurangnya penelitian / kajian tentang data dasar stroke.

    Sekurang-kurangnya ada 5 komponen dalam strategi penanggulangan stroke (Warlow, 1996;

    Pokdi Serebrovaskuler & Neurogeniatri, 2000) . Kelima komponen tersebut adalah:

    1. Promotif. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke dengan mencegah peningkatan faktor resiko stroke di masyarakat. Termasuk upaya ini adalah

    kampanye atau penyuluhan tentang gaya hidup sehat agar terhindar dari berbagai faktor

    resiko stroke, seperti merokok, minum alkohol, inaktivitas, dan obesitas.

    2. Prevensi primer. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke dengan mencari dan mengobati individu yang mempunyai faktor resiko tinggi terserang stroke,

    antara lain: hipertensi, diabetes melitus dan penyakit jantung.

    3. Prevensi sekunder, untuk mencegah serangan ulang pada penderita yang pernah mengalami serangan stroke atau TIA (transient ischemic attack). Upaya ini diharapkan

    dapat menurunkan angka kekambuhan (rekurensi).

    4. Terapi stroke fase akut. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kecacatan pada penderita yang mengalami serangan stroke untuk pertama kalinya

    maupun serangan ulang.

  • 5. Rehabilitasi. Di samping keempat komponen di atas, tidak kalah pentingnya adalah usaha meningkatkan kemandirian penderita melalui upaya rehabilitasi.

    Tabel 1. Beberapa Bentuk Pelayanan Stroke

    Strategi Tujuan Sasaran Bentuk Pelayanan

    Promotif Menurunkan angka

    kejadian (insidens)

    Masyarakat sehat

    tanpa faktor resiko

    Kampanye atau

    penyuluhan untuk

    menghindari

    berbagai faktor

    resiko stroke, seperti

    merokok, minum

    alkohol, inaktivitas,

    dan obesitas.

    Prevensi primer Menurunkan angka

    kejadian (insidens)

    Individu resiko

    tinggi

    Stroke Check Up

    Untuk mencari dan

    mengobati individu

    yang mempunyai

    faktor resiko tinggi

    terserang stroke,

    antara lain

    hipertensi, diabetes

    melitus, dan

    penyakit jantung.

    Terapi fase akut Menurunkan angka

    kematian dan

    kecacatan

    Penderita stroke

    akut serangan

    pertama atau ulang

    Rawat inap di

    bangsal saraf

    atau unit

    strokeRehabilitasi Meningkatkan Penderita pasca Klinik fisioterapi,

  • kemandirian stroke (yang tidak

    mandiri)

    terapi

    wicara/bahasa,

    terapi okupasi.Prevensi sekunder Menurunkan angka

    kekambuhan

    Penderika pasca

    stroke

    Klinik rawat jalan,

    neurovaskular

    invasif

    STROKE CHAIN SURVIVAL AND RECOVERY

    Salah satu komponen krusial dalam penanggulangan stroke adalah upaya terapi stroke

    fase akut. Paradigma lama memandang terapi stroke akut dengan cara pandang wait and see,

    sehingga penderita yang mengalami serangan stroke dibawa ke rumah sakit hanya jika gejala

    stroke semakin memberat. Berbagai studi klinik telah menyimpulkan bahwa serangan stroke

    merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani, sebagaimana penanganan trauma berat

    atau infark miokard akut. Dengan demikian, time is brain merupakan cara pandang yang

    lebih tepat dalam terapi stroke fase akut (Warlow, 1996; Lewandowski, 2001). Terapi

    trombolitik pada penderita stroke iskemik akut, misalnya, saat ini hanya dilakukan saat selang

    waktu 3 jam sejak terjadinya serangan stroke (Marler, 2001)..

    Keberhasilan terapi stroke akut sangat ditentukan oleh beberapa tahap yang merupakan

    mata rantai yang saling berkait (Gambar 2). Stroke chain survival and recovery tersebut

    meliputi (Kidwell, 2000; Lewandowski, 2001):

    1. Detection. Pengenalan gejala dan tanda-tanda stroke oleh penderita, keluarga atau orang di sekitar penderita.

    2. Dispatch. Sistem komunikasi yang baik antara masyarakat dan rumah sakit.3. Delivery. Fasilitas pengiriman penderita ke rumah sakit. Berdasarkan hasil pelayanan

    ambulans darurat merupakan komponen paling signifikan yang berhubungan dengan

    kecepatan penderita stroke tiba di unit pelayanan stroke

    4. Door. Bagian triage dari instansi rawat darurat.5. Data. Evaluasi penderita, termasuk pemerisaan CT scan kepala.

  • 6. Decision. Penentuan diagnosis dan rencana penanganan selanjutnya. Di sini, peran neurologist sangat menentukan keberhasilan terapi.

    7. Drug therapy. Pengobatan umum dan spesifik, termasuk tindakan bedah bila diperlukan.8. Device. Perlengkapan atau sarana perawatan akut dan rehabilitasi dini. Dari penelitian

    yang dilakukan Indredavik dkk (1999a), mobilisasi atau latihan dini merupakan faktor

    terpenting yang berkaitan dengan keberhasilan terapi.

    ORGANISASI PELAYANAN PENDERITA STROKE AKUT

    Sampai saat ini terdapat berbagai bentuk organisasi pelayanan penderita stroke akut.

    Setelah tiba di triage dan menjalani evaluasi di instalasi rawat darurat, sebagian besar

    penderita dirawat di bangsal umum (general medical/neurologist words). Sebagian yang lain

    di rawat di bangsal perawatan khusus stroke (stroke-spesific units) (Warlow,

    1996;Langhorne,1998).

    Bangsal Umum

    Di bangsal umum, penderita stroke akut dirawat bersama-sama dengan penderita lain.

    Dalam bangsal, dilakukan perawatan penderita sesuai prosedur perawatan stroke akut.

    Penderita dirawat oleh dokter dan paramedik dengan kemampuan yang baik dalam merawat

    setiap penderita darurat pada umumnya. Perawatan neurorehabilitasi dan konsultasi kepada

    bagian lain biasanya dilakukan bila dianggap perlu oleh dokter yang merawat.

    Bangsal Perawatan Khusus Stroke

    Saat ini terdapat berbagai model perawatan khusus bagi penderita stroke, antara lain unit

    perawatan intensif penderita stroke akut, unit neurorehabilitasi stroke, serta unit perawatan

    stroke akut dan rehabilitasi dini.

    Unit Perawatan Intensif

    Unit perawatan intensif penderita stroke akut (stroke intensive care unit) disediakan

    khusus untuk merawat penderita stroke akut yang berat. Mencontoh keberhasilan unit

    perawatan intensif penyakit jantung koroner (ICCU), unit ini hanya melakukan perawatan

    singkat sampai beberapa hari saja. Unit ini dilengkapi berbagai fasilitas canggih, antara lain

  • alat pemantau intensif berbagai fungsi fisiologik (jantung, rehabilitatif respiratorik, dan

    neurologik), serta kemampuan untuk melakukan tindakan intensif terhadap peningkatan

    tekanan intrakranial dan keadaan gawat lainnya. Dengan fasilitas pemeriksaan canggih,

    pemantauan ketat, dan perawatan yang sangat intensif, diharapkan accute neurovascular

    intensive care unit ini mampu menurunkan angka kematian penderita stroke akut.

    (Mansbach, 1997).

    Unit Neurorehabilitasi Penderita Stroke

    Unit ini menekankan perawatan penderita pasca stroke daripada perawatan stroke akut.

    Penderita yang dirawat di unit ini biasanya sudah selesai menjalani terapi stroke akut di

    bangsal umum atau bangsal perawatan khusus stroke akut. Fisioterapi, terapi wicara, terapi

    okupasi, dan upaya neurorehabilitatif lain yang dilakukan terutama untuk menurunkan angka

    ketergantungan, atau meningkatkan kemandirian penderita yang mengalami cacat akibat

    stroke. Perawatan di unit ini menunjukkan perbaikan fungsional yang nyata dan lebih cepat

    (Kalra, 1994a). Kalra (1994b) juga melaporkan adanya perbaikan fungsional yang lebih

    mencolok pada kelompok usia dibawah 75 tahun dibanding kelompok usia diatas 75 tahun.

    Unit Perawatan Stroke Akut dan Rehabilitasi Dini

    Unit ini melakukan perawatan penderita stroke akut sesuai prosedur terapi stroke akut

    dan komplikasinya, disertai neurorehabilitasi yang dimulai sedini mungkin. Unit semacam

    inilah yang sekarang lebih sering dikembangkan sebagai unit stroke.

    Unit Stroke

    Tidak ada satu model baku unit stroke. Unit stroke di satu negara mungkin berbeda

    dengan unit stroke di negara lain. Bahkan beberapa unit stroke di satu negara mungkin saja

    berbeda satu sama lain. Kendati demikian, dapat dijumpai beberapa karakteristik berikut ini

    pada berbagai model unit stroke (Warlow, 1996; Mansbach, 1997; Davis, 1997; Langhorne,

    1998; Adam, 1998; Caplan, 2000).

    Program pelayanan penderita stroke akut dan rehabilitasi dini.

    Perawatan penderita dikendalikan oleh tim multidisipliner (TMD).

    Perawatan dilakukan dalam bangsal khusus.

    Prosedur tetap yang terus dikembangkan sesuai tujuan perawatan.

  • Pendidikan dan pelatihan staf dilakukan secara terprogram.

    Keterlibatan keluarga penderita selama perawatan.

    Program Pelayanan Penderita Stroke dan Neurorehabilitasi Dini

    Unit stroke melakukan aktivitas diagnosis dan terapi stroke akut, termasuk upaya

    penanganan penyakit vaskular yang mendasari terjadinya stroke, serta komplikasinya. Untuk

    itu, unit stroke memerlukan fasilitas yang memungkinkan untuk mengakses secara cepat

    berbagai pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, foto thoraks, dan elektrokardiografi,

    yang tersedia dalam 24 jam. Klinik neurovaskular non-invasif (misalnya CT scan, MRI,

    Doppler transkranial, dan ekokardiografi), maupun invasif (misalnya angiografi), sangat

    mendukung keberhasilan unit stroke.

    Upaya neurorehabilitasi dilakukan secara integratif dengan pengobatan stroke akut sejak

    saat penderita dirawat di unit stroke. Dengan demikian, neurorehabilitasi merupakan unsur

    yang tak terpisahkan dari perawatan penderita stroke akut, termasuk pula dalam penentuan

    dan pemecahan masalah serta tujuan terapi.

    Tim Multidisipliner (TMD).

    Perawatan penderita di unit stroke di kendalikan oleh TMD yang terdiri dari dokter,

    perawat, fisioterapist, terapist wicara/bahasa, terapist okupasi, pekerja sosial, dan ahli gizi.

    Dokter spesialis saraf (sebagai ketua tim) mengendalikan perawatan penderita di unit stroke.

    Dokter spesialis lain (kardiolog, radiolog, penyakit dalam, psikiatrist, bedah saraf, dan

    anestesi) bertindak sebagai konsultan yang dihubungi sesuai masalah yang dihadapi. Kegiatan

    masing-masing anggota TMD dicatat dan dievaluasi. Untuk menilai dan mengatasinya

    berbagai masalah penderita yang dirawat, TMD mengadakan pertemuan berkala (biasanya

    setiap minggu).

    Bangsal Khusus

    Unit stroke menempati bangsal khusus dengan kapasitas sekitar 6 sampai 15 tempat tidur.

    Jumlah tempat tidur ini tergantung pada kemampuan perawatan dan tenaga medik maupun

    paramedik yang tersedia. Agar perawatan bisa dilakukan secara efektif, idealnya rasio tenaga

  • paramedik dan penderita adalah 1:1. Selain sarana perawatan akut, bangsal khusus ini

    dilengkapi juga dengan sarana rehabilitasi dini.

    Manfaat Unit Stroke

    Beberapa peneliti telah menunjukkan hasil (outcome ) yang lebih baik bagi penderita

    stroke yang dirawat di unit stroke dibandingkan bangsal umum. Sebagian diantaranya dapat

    dilihat pada tabel 2.

    Indredavik dkk (1991) melaporkan penurunan angka kematian dalam 6 minggu setelah

    dirawat di unit stroke. Selain itu, dijumpai pula perbaikan status fungsional dalam waktu 6

    dan 12 minggu setelah penderita yang dirawat di unit stroke. Langhorne dkk (1993)

    membuktikan pula bahwa perawatan di unit stroke mampu menurunkan angka kematian dan

    ketergantungan angka kematian dan ketergantungan penderita Stroke Unit Triallists

    Collaboration (1997) menyimpulkan bahwa menurunnya angka kematian penderita yang

    dirawat di unit stroke terutama karena berkurangnya kematian akibat komplikasi sekunder.

    Sedangkan penurunan angka ketergantungan adalah sebagai akibat penurunan disabilitas.

    Tabel 2. Manfaat Unit Stroke

    Manfaat Unit Stroke Beberapa Sumber Penelitian

    1. Menurunkan angka kematian,

    meningkatkan angka survival; saat

    dirawat, jangka pendek, jangka

    panjang

    Indredavik (1991), Langhorne (1993),

    Jorgensen (1995), Ronning (1998a),

    Jorgensen (1999), Indredavik (1999b)

    2. Menurunkan angka kekambuhan

    selama dirawat

    Ronning (1998b).

    3. Memperbaiki status fungsional:

    jangka pendek, jangka panjang

    Indredavik (1991) (1997) (1999b)

    4. Menurunkan kecacatan dan

    ketergantungan, meningkatkan

    kualitas hidup (jangka panjang)

    Indredavik (1998) (1999b), Glader (2001)

  • 5. Mempersingkat masa perawatan,

    menghemat biaya perawatan

    Jorgensen (1995) (2000)

    TUJUAN UNIT STROKE:

    1. Menurunkan angka kematian penderita stroke

    2. Menurunkan angka kecacatan fisik penderita stroke

    3. Menurunkan angka kesakitan penderita stroke

    4. Mempersiapkan penderita stroke untuk kembali pada fungsi semula di masyarakat

    5. Meningkatkan rasa percaya diri penderita stroke

    6. Mendidik, melatih sumber daya manusia dan menyebarkan metode perawatan dan pelatihan

    penderita stroke

    7. Mengintensifkan pencegahan primer dan pentingnya penanganan yang cepat pada penderita

    stroke baru

    8. Mendidik masyarakat dan menyebarkan metoda perawatan dan pelatihan bagi penderita

    pasca stroke.

    Anggota tim stroke harus mempunyai kompetensi dan pengetahuan mengenai tatalaksana

    stroke yang meliputi:

    1. Melakukan diagnosa, terapi,perawatan dan evauasi stroke akut.

    2. Membantu pemulihan penderita stroke seoptimal mungkin.

    3. Menurunkan insiden stroke melalui usaha prevensi primer dengan edukasi.

    4. Mengimplementasikan prevensi sekunder untuk menurunkan risiko stroke ulang.

    5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan riset stroke.

    B. RUANG LINGKUP

  • Berdasarkan patofisiologi dan perjalanan penyakit, penatalaksanaan terhadap penderita

    stroke dimulai sejak fase prapatogenesa,fase patogenesa dan fase pasca patogenesa, dengan

    pendekatan pelayanan paripurna dan terpadu.

    Fase prapatogenesa merupakan suatu fisik seseorang/individu yang mempunyai potensi untuk

    mendapat serangan stroke, kecenderungan ini umumnyadisebabkan oleh adanya faktor resiko

    (hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, hiperkolesterol, dll) yang sudah lama diderita

    pasien.

    Fase patogenesa umumnya terjadi pada individu yang sedang menderita serangan stroke dan

    membutuhkan terapi/tindakan klinis di rumah sakit, penatalaksanaan fase ini terdiri dari

    penatalaksanaan stadium hiperakut, stadium akut dan stadium sub akut .

    Pada fase pasca patogenesa, penatalaksanaan stroke setelah melampaui fase akut mengutamakan

    prosedur neurorestorasi. Lesi patologik dianggap sudah stabil dan perubahan yang ada hanya

    merupakan proses adaptif dari sistem saraf terhadap lesi patologik atau adaptasi sosial terhadap

    kemampuan dan kecacatan yang ada.

    1. Stadium Hiperakut

    Stadium Hiperakut adalah kumpulan gejala klinis yang terjadi pada menit/1 jam pertama

    serangan otak. Saat ini merupakan waktu yang ideal untuk melakukan tindakan

    emergency.

    2. Stadium Akut

    Stadium Akut ditandai oleh keadaan fungsi vital dan keadaan klinis yang belum stabil.

    Keadaan ini berlangsung sejak fase hiperakut sampai dengan 2 minggu pasca serangan,

    tergantung dari jenis stroke dan keparahannya.

    3. Stadium sub Akut.

  • Stadium sub akut ditandai oleh adanya pemulihan pada lesi patologik saraf

    dan reorganisasi dari seluruh sistem saraf (kondisi ini masih tidak stabil), atadium

    ini disebut juga stadium restoratif. Tergantung dari jenis dan keparahan lesi syaraf

    serta kondisi ekstraneural yang berpengaruh.

    Stadium sub akut umumnya berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan pasca

    Stroke, namun kompetensi pelayanan pelayanan di Unit Stroke berlangsung

    sampai 1 bulan pasca serangan otak yang tergantung pada keparahan klinis.

    Unsur Penyelenggaraan

    Unsur penyelenggara Unit stroke, terdiri dari 2 (dua) unsur penyelenggara yaitu

    tim inti dan tim konsultan.

    a. Tim Inti

    Adalah pelaksana yang mempunyai akses terhadap semua pasien stroke yang

    dirawat dan terhadap sumber daya (tenaga,sarana dan peralatan)yang digunakan untuk

    pengobatan, perawatan dan rehabilitasi sesuai dengan mekanisme pelayanan standar yang

    ditetapkan. Anggota tim inti dapat merupakan bagian dari Unit Stroke yang secara

    geografis terlokalisir atau merupakan tim yang mobile (bergerak yang mengelola seluruh

    pasien stroke yang dirawat secara berpencar di ruang rawat lainnya yang tidak me

    mungkinkan untuk dipindahkan ke Unit Stroke.

    Dokter spesialis neurologi yang bertindak juga sebagai pimpinan tim.

    Dokter spesialis neurologi peminatan kegawatan neurologi, neurovascular/

    stroke, neurorehabilitasi, neurobehaviour dan peminatan lain sesuai kebutuhan

    pasien.

    Perawat mahir stroke. Perawat ini merupakan pelaksana utama dalam

    perawatan pasien di Unit Stroke.

  • Tenaga keterapian fisik (fisioterapi, terapi wicara dan okupasi terapi).

    Dietisien. Perawatan stroke bekerja bekerjasama dengan dietisien mengatur

    pemberian nutrisi pada pasien.

    Pekerja sosial.

    b. Tim Konsultan

    Adalah para ahli yang ikut mengelola pasien stroke sesuai dengan probema yang

    membutuhkan pengelolahan sesuai dengan bidang keahlian yang bersangkutan.

    Tim konsultan melaksanakan pengelolaan atas dasar konsultatif.

    Disiplin Ilmu Penyakit Dalam.

    Disiplin Ilmu Penyakit Jantung

    Disiplin Ilmu Penyakit Paru

    Disiplin Ilmu Bedah Saraf.

    Disiplin Ilmu Rehabilitasi Medik

    Disiplin Ilmu Penyakit Jiwa

    Disiplin Ilmu Intensive Care Unit (ICU) / Neuro Critical Care.

    Disiplin Ilmu Radiologi/ Neuroradiologi

    Disiplin Ilmu Bedah vaskular

    Disiplin Ilmu Kesehatan Anak

    KEBUTUHAN DASAR, TUGAS DAN FUNGSI UNIT STROKE.

    1. Kebutuhan dasar

    Terdapat 2 kebutuhan dasar yang penting untuk pengembangan Unit Stroke :

    a. Komitmen manajemen Rumah Sakit dalam memfasilitasi penyelenggaraan Unit Stroke

    dan menerima sistem rujukan bagi seluruh penderita stroke yang dirawat.

    b. Dukungan fasilitas teknis lain yaitu:

    a) Tersedianya akses untuk pelayanan emergensi.

  • b) Tersedianya akses untuk perawatan di ICU

    c) Tersedianya protokol penatalaksanaannya yang yang sudah disepakati.

    d) Tersedianya akses untuk pemeriksaan imaging (minimal CT Scan)

    e) Tersedianya akses untuk pemeriksaan laboratorium klinik.

    f) Tersedianya fasilitas penunjang untuk pemulihan stroke.

    g) Tersedianya akses untuk pelayanan rehabilitasi.

    h) Tersedianya akses untuk penatalaksanaan Bedah Saraf.

    i) Tersedianya paket edukasi keluarga.

    2. Tugas dan Fungsi Tim Inti Unit Stroke

    Ketua Tim Inti mengkoordinasikan, merencanakan dan melakukan

    pertemuan tim minimal 1x/minggu atau sesuai kebutuhan, dan mengevaluasi hasil

    serta pembinaan anggota.

    Melaksanakan tatalaksana sesusai Konsensus dan Guideline (Perdossi)

    Panduan (Depkes) dan protokol yang disepakati bersama. Memfasilitasi tersedianya

    protokol meliputi standar operasional prosedur baik untuk assessment investigasi,

    diagnosis cepat, tata laksana medik, tatalaksana keperawatan, perencanaan prevensi

    primer dan sekunder, edukasi keluarga, serta prosedur rehabilitasi dini.

    Pengembangan pendidikan, pelatihan dan riset stroke.

    Tugas Dokter dan Paramedis di Unit Stroke

    Stadium hiper akut:

    Tugas dokter:

    1. Menentukan diagnosis stroke berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik

    dan CT scan otak/MRI otak.

    2. Menetukan jenis terapi sesuai patologi stroke, SOP dan guidelines.

    3. Mengatasi penyakit penyerta seperti: DM, hipertensi,ginjal, jantung,

    pneumoni dll.

  • Tugas Perawat mahir:

    1. Mempertahankan jalan napas tetap paten dan sirkulasi agar tetap adekuat

    dengan infuse cairan isotonis.

    2. Monitor tanda vital secara berkala (tekanan darah ki/ka, frekuensi nadi,

    suhu, dan frekuensi pernafasan). Laporkan bila ada kelainan atau perubahan

    signifikan.

    3. Monitor status .neurologis (GCS, pupil, fungsi motorik dan fungsi

    sensorik).

    4. Mengatur posisi dengan elevasi kepala 15-30 derajat bila tidak ada kontra

    indikasi.

    5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan atau 1-2 L/menit.

    6. Bila gelisah, periksa fundus kandung kencing, bila penuh keluarkan

    dengan kateter Neolation.

    7. Lakukan seizure pre caution.

    8. Monitor kadar gula darah dan pertahankan kadar gula darah dalam batas

    normal.

    Stadium Akut:

    Tugas dokter:

    1. Melakukan follow up terhadap perkembangan kondisi pasien dan

    mendeteksi serta menangani komplikasi (jenis komplikasi:lihat lampiran).

    2. Mengadakan konsultasi ke bidang lain sesuai dengan penyakit yang

    menyertai penderita: jantung, paru, ginjal, hipertensi, endokrinologi, hematologi

    dll.

    3. Memulai prevensi sekunder.

    Tugas dan fungsi perawat mahir

    Tugas perawat mahir:

  • 1. Melakukan assesment secara teratur: tingkat kesadaran, tanda vital dan besar pupil serta

    fungsi motorik dan sensorik.

    2. Melakukan assesment fungsi kandung kemih berupa pengukuran sisa urin sesudah

    berkemih.

    3. Melakukan assesment terhadap kemampuan menelan pasien.

    4. Memonitor keseimbangan cairan.

    5. Mengkaji kemampuan pasien untuk mobilisasi (duduk, pindah dan berdiri)

    6. Mengkaji kemampuan pasien untuk berkominikasi.

    7. Mengawasi fungsi saluran cerna.

    8. Mengkaji status gizi pasien dan mengatur kebutuhan nutrisi pasien sesuai petunjuk ahli

    gizi dan kondisi pasien.

    9. Melakukan Basic Cardiac Life support (BCLS).

    10. Melakukan Basic Neurology Life Support

    11. Membaca EKG secara sederhana.

    12. Mengantisipasi terjadinya komplikasi dengan cara mengatur dan merubah posisi secara

    berkala dan melakukan fisioterapi dada.

    13. Melakukan mobilisasi dan stimulasi dini sesuai kondisi pasien.

    14. Memonitor adanya komplikasi sedini mungkin dan melaporkan pada dokter.

    15. Memberikan rasa nyaman kepada pasien dan keluarga.

    16. Memberikan informasi/edukasi kepada pasien dan keluarga.

    17. Membimbing pasien dan keluarga untuk melakukan latihan sesuai petunjuk dokter

    rehabilitasi medik/dokter/fisioterapist/perawat yang telah dididik.

    Stadium sub akut:

    Tugas dokter:

    1. Melakukan follow up dan mengobati sesuai perkembangan penyakit.

    2. Memberikan terapi terhadap penyakit penyerta.

    Tugas perawat mahir:

  • 1. Melibatkan pasien dan keluarga dalam perawatan diri dan melakukan aktivitas sehari-

    hari.

    2. Melakukan perawatan kulit.

    3. Mempertahankan patensi jalan napas.

    4. Memonitor fungsi dan melatih keteraturan defekasi.

    5. Melakukan bladder training.

    6. Memonitor keseimbangan cairan

    7. Melakukan perawatan mata bila perlu.

    Tugas dan fungsi terapis/tim rehab:

    Terapis wicara:

    1. Melakukan assessment mengenai kemampuan dan kemajuan pemulihan kemampuan

    menelan pasien.

    2. Memberikan edukasi terhadap perawatat dan keluarga cara menolong pasien untuk

    mengatasi gangguan menelan dan menghindari aspirasi.

    3. Memberikan edukasi mengenai latihan yang dapat mendorong pemulihan gangguan

    menelan.

    4. Membuat diagnosa dan melakukan assessment gangguan komunikasi pada pasien.

    5. Memberikan informasi mengenai gejala dan penyebab gangguan komunikasi dan

    melanjutkan dengan program konseling.

    6. Memberikan edukasi mengenai cara mengatasi gangguan komunikasi (bahasa isyarat atau

    alat bantu).

    7. Memberikan terapi yang dapat menolong pemulihan kesukaran komunikasi.

    Fisioterapi:

    Mengembangkan , memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh pasien stroke.

    Berkolaborasi dengan perawat dan fisioterapi dengan melaksanakan:

    1. Latihan gerak pasif untuk memelihara range of motion sendi.

  • 2. Fisioterapi dada untuk memperbaiki fungsi pernafasan

    3. Latihan transfer ambulasi dan aktivitas hidup harian.

    4. Latihan peningkatan kemampuan gerak dan fungsi tubuh untuk persiapan kemandirian di

    rumah.

    Tenaga Okupasi:

    1. Melakukan assessment untuk mengetahui gejala yang mengakibatkan limitasi kebutuhan

    fungsional pasien. Meliputi kemampuan pasien sebelum stroke dan fasilitas yang tersedia

    di rumah.

    2. Melakukan assessment terhadap fungsi visuopasial.

    3. Melatih pasien dan keluarga untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari dalam kondisi yang

    ada.

    4. Menganjurkan pemakaian alat bantu agar pasien dapat beradaptasi untuk menjalankan

    aktifitas fisik sehari-hari secara mandiri.

    5. Mempersiapkan pemulangan pasien termasuk menganjurkan persiapan kondisi di rumah.

    Terapis Sosial:

    1. Memberikan cara-cara praktis untuk mengatasi persoalan terutama yang berhubugan

    dengan kondisi sosial yang ada.

    2. Terapis sosial mempunyai peran penting untuk mempersiapkan pemulangan pasien

    termasuk membantu pasien dan keluarga mewujudkan keinginan-keinginan mereka.

    3. Bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut ke rumah.

    4. Terapis sosial melakukan konseling sesudah pasien pulang rawat.

    Dietisien:

    1. Memberikan terapi gizi berdasarkan pengkajian status gizi yang meliputi riwayat gizi,

    pengukuran antropometri, review data laboratorium, perkiraan kebutuhan gizi, intervensi

    gizi dan hasil intervensi tersebut (hasil evaluasi).

  • 2. Bekerja sama dengan ketua tim dan anggota tim lainnya dalam menangani pasien stroke

    sesuai dengan keterbatasannya.

    3. Memberikan konsultasi gizi kepada pasien dan keluarga pada saat dirawat dan sesuadah

    pulang rawat.

    3. Tugas dan Fungsi Tim Konsultasi

    a. Memeriksa pasien dan memberi diagnosis pasien yang dikonsultasikan.

    b. Anjuran pemeriksaan tambahan yang diperlukan.

    c. Anjuran pengobatan dan tindakan.

    d. Komunikasi dengan tim inti.

    e. Tindak lanjut pada masa konsultasi.

    Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa dengan adanya stroke unit akan mampu

    memberikan kesempatan kepada pasien yang mengalami stroke bahwa mereka mempunyai

    kesempatan untuk sembuh secara maximal.

  • Kepustakaan

    1. Rieke K, Schwab S, Krieger D. Et.al. Decompressive Surgery in Space-Occupying

    Hemispheric Infarction: Results of an Open, Prospective Trial. Crit Care Med,1995;23:1576-

    87.

    2. Dunn LT. Raised intracranial pressure. J Neurol Neurosurg Pscyhiatry.2002; 73-:3-27.

    3. Williams MA. Intracranial Pressure Monitoring and Management for Neurologist AAN,

    1998.

    4. Muizelaar JP. Marmarou A. Ward JD et el. Adverse Effect of Prolonged Hyperventilation in

    Patients with Severe Head injury: a Randomized Clinical Trial.J Neurosurg.1991;75:731-9.

    5. Abrams, KJ.Airway Management and Mechanical Ventilation. New Horiz, 1995;3,479-487.

    6. Strand T. Evaluation of Long-term Outcome and Safety after Hemodilution therapy in Acute

    ischemic Stroke. Stroke, 1992;23:657-662.

    7. The Hemodilution in Stroke Study Group. Hypervolemic Hemodilution Treatment of Acute

    Stroke: Result of Randomized Multicenter Trial Using Pentastarch Stroke, 1989; 20: 317-

    323.

    8. Muizelaar, JP, Wei, EP, Kontos, HA, et al Mannitol Causes Compensatory Cerebral

    Vasoconstriction and Vasodilation in Response to Blood Viscosity Changes. J Neurosurg,

    1983: 59:822-828

    9. Hacke W, Stingele R, Steiner T, et al. Critical Care of Acute Ischemic Stroke. Intensive Care

    Med, 1995:21:856-62.

    10. Shapiro, HM, Wyte, SR, Loeser, J Barbiturate-augmented Hypothermia for Reduction of

    Persistent Intracranial Hypertension. J Neurosurg, 1974;40:90-100

    11. Schwartz,ML, Tator, CH, Rowed, DW, et al The University of Toronto Head Injury

    Traetment Study: a Prospective, Randomize Comparison of Pentobarbital and Mannitol. Can

    J Neurol Sci, 1984: 11,434-440.

    12. Kreiger DW. Therapeutic Hypothermia may Enchance Reperfusion in Acute Ischemic

    Stroke. Cleveland Clin J of Med, 2004; 71: Suplement 1.

    13. Hashimoto T. Yonetani M, Nakamura H. Selective Brain Hypothermia Protects against

    Hypoxic-ishemic injury in Newborn Rats by Reducing Hydroxyl Radical Production. Kobe J.

    Med. Sci.,2003;49:83-91.

  • 14. Busto R, Globus My, Dietrich, et al. Effect of Mild Hypothermia on Ischemic-Induced

    Release of Neurotransmitter in Rat Brain, Stroke, 1989;20:904-10.

    15.Schwab S.Schwarz, Spange M, et al. Moderate hypothermia in the Treatment of Patients with Severe Middle Cerebral Artery Infarction, Stroke, 1998;29:2461-2466.

    16. McGraw, CP. Howard, G Effect of Mannitol on Increase Intracranial Pressure, Neurosurgery,

    1983;13:269-71

    17. Bullock, MR, Chestnut, RM, Clifton, GL, et al Use of Mannitol. JNeurotrauma,

    2000;17:521-5.

    18. Vialet R, AlbaneseJ, Thomachot, L. Isovolume Hypertonic Solutes (Sodium Chloride or

    Mannitol) in the Treatment of Refractory Posttraumatic Intracranial Hypertension:2 mL/kg

    7.5% Saline is More Effective than 2 mL/kg 20% Mannitol. Critical Care Medicine,

    2003;31,6.

    19. Hacke. W. et al, Acute Treatment of Ischemic Stroke. Cerebrovasc Dis 2000; 10(supple

    3):22-33.

    20. Harold P Adam et al, Guideline for the Early Management of Patients with Ischemic

    Stroke.Stroke 2003:34:1056.

    21. Special Writing Group of Stroke Council AHA. Guidelines for The Management of Patients

    with Acute Ishemic Stroke.Circulation 1994; 90:1558-1601.

    22.Morfis L, Schwartz RS, Poulos R, et al. Blood Presure Changes in Acute Cerebral Infarction and Hemorrhage. Stroke 1997;28:1401-1405.

    23. Adams H, Aktinson R, Broderick J, et al. Basic Principles of Modern Management for Acute

    Stoke. American Academy of Neurology 1999; 2 FC.004:18-22.

    24. Lip GYH, Zarifis J, Farooqi S, et al.Ambulatory Blood Pressure Monitoring in Acute Stroke.

    Stroke 1997:28:31-35/

    25. Aboderin I, Venables G. Stroke Management in Europe. Pan Europe Consensus Meeting on

    Stroke Managemen.J Intern Med 1996: 240: 173-180.

    Stroke Check UpRawat inap di bangsal saraf atau unit strokeKlinik fisioterapi, terapi wicara/bahasa, terapi okupasi.Klinik rawat jalan, neurovaskular invasifSTROKE CHAIN SURVIVAL AND RECOVERY