19
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.39646/PP/M.XII/16/2012 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah, Pajak Pertambahan Nilai Masukan Masa Pajak Februari 2008 sebesar Rp 501.201.065,00. Koreksi Pajak Pertambahan Nilai Masukan sebesar Rp 501.201.065,00 Menurut Terbanding: bahwa berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan, Pajak Masukan yang dikoreksi Terbanding sebesar Rp 501.201.065,00 tersebut adalah Pajak Masukan antara lain atas pembelian dan pengangkutan pupuk yang digunakan untuk unit kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit, yaitu UNIT Tandan Buah Segar yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Pemohon : bahwa atas pembelian pupuk untuk perkebunan, Pemohon Banding membayar Pengusaha Kena Pajak kepada pemasok yang menyerahkan Barang Kena Pajak, karena melakukan sentralisasi maka penyerahan Barang Kena Pajak antar divisi / unit dalam Pemohon Banding tidak ada penyerahan dalam arti Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, dalam kegiatan penyerahan antar divisi / unit ini tidak ada persoalan dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah CPO sebagai Barang Kena Pajak sehingga atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka seluruh Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pembelian pupuk oleh Pemohon Banding kepada pemasok merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak, Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yg dikreditkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp 501.201.065,00 karena merupakan Pajak Masukan yang antara lain dari pembelian dan pengangkutan pupuk yang digunakan untuk unit kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit, yaitu UNIT Tandan Buah Segar yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan ketetapan Terbanding dan mengajukan keberatan dengan alasan bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjual produk akhir berupa Minyak Kelapa Sawit (CPO) dan tidak menjual Tandan Buah Segar (TBS), namun keberatan Pemohon Banding telah ditolak oleh Terbanding sehingga Pemohon Banding mengajukan banding. bahwa sama dengan saat keberatan alasan banding Pemohon Banding adalah Pemohon Banding tidak menjual Tandan Buah Segar (TBS) namun sebagai suatu perusahaan yang terintegrasi yang mana Tandan Buah Segar (TBS) hasil unit perkebunan kelapa sawit diolah lebih lanjut dalam unit pengolahan (pabrik kelapa sawit) sehingga menghasilkan Minyak Kelapa Sawit (CPO) dan Palm Kernel dengan demikian seluruh Pajak Masukan yang terkait dengan kegiatan usaha Pemohon Banding seharusnya dapat dikreditkan termasuk yang digunakan oleh unit perkebunan kelapa sawit. bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat Nomor 039/II/C/UW/2012 tanggal 17 Pebruari 2012 perihal tanggapan atas Laporan Pemeriksaan Pajak (Terbanding) Nomor: LAP-081/WPJ.19/KP.0205/2010

39646.pdf

  • Upload
    vq19

  • View
    12

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

  • Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.39646/PP/M.XII/16/2012 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah, Pajak Pertambahan Nilai

    Masukan Masa Pajak Februari 2008 sebesar Rp 501.201.065,00. Koreksi Pajak Pertambahan Nilai Masukan sebesar Rp 501.201.065,00

    Menurut Terbanding: bahwa berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan, Pajak Masukan yang dikoreksi Terbanding sebesar Rp 501.201.065,00 tersebut adalah Pajak Masukan antara lain atas pembelian dan pengangkutan pupuk yang digunakan untuk unit kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit, yaitu UNIT Tandan Buah Segar yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    Menurut Pemohon : bahwa atas pembelian pupuk untuk perkebunan, Pemohon Banding

    membayar Pengusaha Kena Pajak kepada pemasok yang menyerahkan Barang Kena Pajak, karena melakukan sentralisasi maka penyerahan Barang Kena Pajak antar divisi / unit dalam Pemohon Banding tidak ada penyerahan dalam arti Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, dalam kegiatan penyerahan antar divisi / unit ini tidak ada persoalan dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah CPO sebagai Barang Kena Pajak sehingga atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka seluruh Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pembelian pupuk oleh Pemohon Banding kepada pemasok merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

    Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak, Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yg dikreditkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp 501.201.065,00 karena merupakan Pajak Masukan yang antara lain dari pembelian dan pengangkutan pupuk yang digunakan untuk unit kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit, yaitu UNIT Tandan Buah Segar yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan ketetapan Terbanding dan mengajukan keberatan dengan alasan bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjual produk akhir berupa Minyak Kelapa Sawit (CPO) dan tidak menjual Tandan Buah Segar (TBS), namun keberatan Pemohon Banding telah ditolak oleh Terbanding sehingga Pemohon Banding mengajukan banding. bahwa sama dengan saat keberatan alasan banding Pemohon Banding adalah Pemohon Banding tidak menjual Tandan Buah Segar (TBS) namun sebagai suatu perusahaan yang terintegrasi yang mana Tandan Buah Segar (TBS) hasil unit perkebunan kelapa sawit diolah lebih lanjut dalam unit pengolahan (pabrik kelapa sawit) sehingga menghasilkan Minyak Kelapa Sawit (CPO) dan Palm Kernel dengan demikian seluruh Pajak Masukan yang terkait dengan kegiatan usaha Pemohon Banding seharusnya dapat dikreditkan termasuk yang digunakan oleh unit perkebunan kelapa sawit. bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat Nomor 039/II/C/UW/2012 tanggal 17 Pebruari 2012 perihal tanggapan atas Laporan Pemeriksaan Pajak (Terbanding) Nomor: LAP-081/WPJ.19/KP.0205/2010

  • tanggal 28 April 2010 khususnya untuk koreksi Pajak Masukan Masa Pajak Februari 2008 atas Sengketa Nomor: 16-054853-2008 Masa Pajak Februari 2008 sebagai berikut: Menurut Terbanding (Pemeriksa) dalam LAP Indeks E.6.1: Penjelasan Koreksi: bahwa koreksi PPN Masukan disebabkan karena atas pembelian bahan baku pupuk dan barang modal lainnya yang dipergunakan di usaha perkebunan tidak dapat dikreditkan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan sesuai Surat Kepala Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Nomor: S-758/WPJ.19/2009 tanggal Agustus 2009. Menurut Pembahasan Akhir: Kredit PPN; bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 merupakan pedoman penghitungan kembali pengkreditan Pajak Masukan bagi Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan integrasi yang telah mengkreditkan seluruh Pajak Masukan atas pembelian bahan baku/barang modal. Pada dasarnya, Pemohon Banding tetap melakukan kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN yaitu perkebunan sawit sehingga Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh Pemohon Banding yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan perkebunan sawit. Menurut Pembahasan tingkat UPP: Kredit PPN; bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2007 tanggal 8 Februari 2007, barang hasil perkebunan termasuk Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 1 Februari 2001 bahwa atas Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terhutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Tanggapan Pemohon Banding: bahwa sebagaimana Pemohon Banding sampaikan dalam Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan, Surat Keberatan, Surat Banding dan Surat Bantahan atas Surat Uraian Banding dari Terbanding, yaitu: bahwa sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 yang menjadi dasar bagi Terbanding dalam melakukan koreksi, telah Pemohon Banding sanggah bahwa Keputusan Menteri Keuangan yang diambil oleh Terbanding adalah Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang.

    bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjual produk akhir berupa minyak kelapa sawit dan jelas-jelas tidak melakukan penjualan/ penyerahan terutang PPN ataupun tanda buah segar (TBS) selama tahun 2008. bahwa oleh sebab itu, menurut Pemohon Banding dasar Terbanding melakukan koreksi berdasarkan KMK di atas adalah sudah sangat tidak

  • tepat, karena Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN selama tahun 2008.

    bahwa Terbanding tidak pernah memperlihatkan Surat Kepala Kantor

    Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Nomor: S-758/WPJ.19/2009 tanggal 5 Agustus 2009 kepada Pemohon Banding saat pemeriksaan. Selain tidak memperlihatkan, surat tersebut merupakan Surat Internal Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dimana persepsi/pemahaman dari Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar setempat bukan turunan peraturan dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Dirjen Pajak ataupun Surat Edaran yang mempunyai kekuatan hukum dan merupakan peraturan dan ketetapan yang berlaku sama di seluruh wilavah Kantor Pajak di Indonesia.

    bahwa adapun tanggal dari Surat Kepala Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Nomor: S-758/WPJ.19/2009 adalah tanggal 5 Agustus 2009. Oleh sebab itu sebagaimana lazimnya Undang-Undang ataupun Peraturan yang berlaku, tidak dapat berlaku mundur khususnya untuk tahun dan atau Masa Pajak Februari sampai Desember 2008. bahwa kemudian adapun jika Surat Kepala Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar tersebut merupakan penegasan atas perlakuan pengkreditan Pajak Masukan bagi Wajib Pajak dilingkungan Wilayah Wajib Pajak Besar, sudah seharusnya dan sepantasnya Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar ataupun melalui Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua memberikan Surat Himbauan kepada Wajib Pajak yang terdaftar di wilayahnya. Namun sampai saat ini dan menurut sepengetahuan Pemohon Banding, tidak ada surat himbauan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak Besar ataupun Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua.

    bahwa dalam Surat Bantahan atas Surat Urain Banding dari Terbanding

    pada analisis pokok sengketa nomor "Persepsi pengkreditan Pajak Masukan" sesuai Pasal 9 UU PPN Nomor 18 tahun 2000, definisi dan arti dari kata Penyerahan menurut Pasal 1A UU PPN Nomor 18 Tahun 2000, definisi "Pemakaian Sendiri dan "Berhubungan Langsung" sudah sangat jelas bahwa penyerahan TBS dari kebun ke pabrik bukanlah penyerahan yang terutang PPN sebagaimana dimaksud;

    bahwa sebagaimana disebutkan dalam Surat Bantahan Pemohon Banding

    atas Surat Uraian Banding dari Terbanding nomor 3, Kegiatan usaha Pemohon Banding yang ter-integrated dan adanya status Pemusatan PPN bagi Pemohon Banding sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor: 334/PJ./2002 tanggal 1 Juli 2002 jelas memperlihatkan bahwa penyerahan antar cabang atau dari divisi kebun ke pabrik bukan merupakan arti penyerahan sesuai dengan Undang-Undang PPN 1984;

    bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Surat Nomor S-1602/PJ.07/2012 tanggal 14 Maret 2012 perihal penjelasan tertulis sehubungan dengan sidang perkara banding yang diajukan oleh Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-756/WPJ.19/ BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Masa Pajak Februari 2008 Nomor 00187/207/08/092/10 tanggal 28 April 2010, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut : Pokok Sengketa bahwa pokok sengketa pada KEP-767/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 adalah koreksi Pajak Masukan atas pembelian pupuk dan barang modal lainnya yang dipergunakan di usaha perkebunan. Koreksi tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000. Di dalam Peraturan

  • Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 dinyatakan bahwa barang hasil perkebunan termasuk Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Selanjutnya di dalam KMK-575/KMK.04/2000 dinyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Menurut Pemohon Banding bahwa KMK-575/KMK.04/2000 yang dijadikan dasar koreksi oleh Terbanding adalah Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak. Pemohon Banding merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjual produk akhir berupa minyak kelapa sawit dan jelas-jelas tidak melakukan penjualan/penyerahan yang tidak terutang PPN ataupun Tandan Buah Segar (TBS) selama Tahun 2008. Oleh sebab itu, menurut Pemohon Banding dasar koreksi yang dipakai oleh Terbanding sangat tidak tepat karena Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN selama Tahun 2008. bahwa dalam Surat Bantahan atas Surat Urain Banding dari Terbanding pada analisis pokok sengketa nomor "Persepsi pengkreditan Pajak Masukan" sesuai Pasal 9 UU PPN Nomor 18 tahun 2000, definisi dan arti dari kata Penyerahan menurut Pasal 1A UU PPN Nomor 18 Tahun 2000, definisi "Pemakaian Sendiri dan "Berhubungan Langsung" sudah sangat jelas bahwa penyerahan TBS dari kebun ke pabrik bukanlah penyerahan yang terutang PPN sebagaimana dimaksud. bahwa sebagaimana disebutkan dalam Surat Bantahan Pemohon Banding atas Surat Uraian Banding dari Terbanding nomor 3, Kegiatan usaha Pemohon Banding yang ter-integrated dan adanya status Pemusatan PPN bagi Pemohon Banding sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor: 334/PJ./2002 tanggal 1 Juli 2002 jelas memperlihatkan bahwa penyerahan antar cabang atau dari divisi kebun ke pabrik bukan merupakan arti penyerahan sesuai dengan Undang-Undang PPN 1984. Data dan Fakta Persidangan bahwa pada persidangan tanggal 20 Februari 2012 Majelis Hakim memerintahkan kepada Terbanding untuk membuat penjelasan tertulis mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (PP Barang Strategis), apakah PP tersebut berlaku untuk semua perusahaan perkebunan termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated). Menurut Terbanding Dasar Hukum Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN) diatur sebagai berikut : Pasal 16B ayat (1) huruf b Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;

  • Penjelasan Pasal 16B ayat (1) Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut. Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakekatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional. Pasal 16B ayat (3) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nlla tidak dapat dikreditkan. Pasal 9 ayat (5) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak .juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang Pajak. Pasal 9 ayat (6) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (PP Barang Strategis) diatur sebagai berikut : Pasal 1 angka 1 huruf c Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian. Pasal 1 angka 2 huruf a Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbemya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses

  • lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal 2 ayat (2) huruf c Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasit pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 3 Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak (KMK-575/KMK.04/2000) diatur sebagai berikut : Pasal 2 ayat (1) huruf d Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. Tanggapan Terbanding bahwa memenuhi perintah Majelis Hakim untuk memberikan penjelasan mengenai PP Barang Strategis, apakah PP tersebut berlaku untuk semua perusahaan perkebunan termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated), dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : bahwa di dalam PP Barang Strategis, dinyatakan hal-hal sebagai berikut : Pasal 1 angka 1 huruf c Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian. Pasal 1 angka 2 huruf a Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbemya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal 2 ayat (2) huruf c Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasit pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

  • bahwa berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa PP Barang Strategis berlaku untuk semua perusahaan yang melakukan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis, dalam hal ini termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit baik yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) ataupun yang tidak terpadu (non integrated), karena dalam PP tersebut tidak menyebutkan tentang perusahaan yang melakukan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis secara limitatif;

    bahwa salah satu BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah

    Tandan Buah Segar (TBS) sebagaimana yang diatur dalam PP Barang Strategis. Dalam KMK-575/KMK.04/2000 diatur bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan atau JKP dalam rangka menghasilkan TBS, dalam hal ini adalah Pajak Masukan atas pembelian pupuk dan barang modal lainnya tidak dapat dikreditkan,

    bahwa selanjutnya, Terbanding menegaskan bahwa Pajak Masukan yang

    tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN berlaku sama terhadap semua perusahaan, baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated). Hal ini sudah sesuai dengan prinsip/filosofi/jiwa perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN yang berbunyi :

    Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut,

    bahwa prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal treatment)

    sebagaimana yang diuraikan pada angka 4 di atas sudah sesuai dengan standar yang harus dipenuhi agar sebuah sistem pajak dapat dikatakan baik (good tax). Sally M Jones dan Shelley C. Rhoades-Catanach, dalam bukunya Principles of Taxation for Business and Investment Planning 2010 Edition, McGraw-Hill/Irwin, halaman 22 menulis : a. Pajak yang baik seharusnya memadai sebagai penerimaan Pemerintah, b. Pajak yang baik seharusnya mudah untuk diadministrasikan Pemerintah

    maupun bagi rakyat untuk membayar, c. Pajak yang baik seharusnya efisien bagi perekonomian Negara, d. Pajak yang baik seharusnya adil,

    bahwa selanjutnya Sally M Jones dan Shelley C. Rhoades-Catanach, dalam bukunya Principles of Taxation for Business find Investment Planning 2010 Edition, McGraw-Hill/Irwin, halaman 32-37 menyebutkan beberapa kriteria pajak yang adil adalah sebagai berikut :

    a. Kemampuan untuk membayar, pajak yang dibayarkan seharusnya mencerminkan sumber daya ekonomis yang berada pada penguasaan Wajib Pajak tersebut,

    b. Keadilan horisontal, Wajib Pajak yang memiliki basis pajak yang sama

  • seharusnya mendapat perlakuan pajak yang sama, c. Keadilan vertikal, Wajib Pajak A yang sebelum pengenaan pajak

    memiliki kesejahteraan yang lebih baik daripada Wajib Pajak B, maka setelah pengenaan pajak tingkat kesejahteraan Wajib Pajak A seharusnya tetap lebih baik daripada Wajib Pajak B,

    d. Keadilan distributif, pajak sebagai mekanisme redistribusi kesejahteraan di dalam suatu masyarakat.

    bahwa konsep keadilan horisontal sebagaimana diuraikan di atas sudah

    sejalan dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana juga diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 :

    Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

    hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; bahwa telah diterbitkan PMK-78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010

    sebagai pengganti dari KMK-575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Meleikukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak. Pada dasarnya materi yang diatur dalam PMK-78/PMK.03/2010 tidak berbeda dengan KMK-575/KMK.04/2000, dasar diterbitkanya PMK-78/PMK.03/2010 sebagai pengganti dari KMK-575/KMK.04/2000 adalah untuk menyelaraskan terminologi yang ada dalam KMK575/KMK.04/2000 dengan UU PPN yang baru yaitu UU Nomor 42 Tahun 2009,

    bahwa atas PMK-78/PMK.03/2010 telah dilakukan uji materiil oleh

    Mahkamah Agung dan telah dikeluarkan Putusan Nomor 57 P/HUM/2010, dimana dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa PMK-78/PMK.03/2010 telah sesuai atau tidak bertentangan dengan UU Nomor 42 Tahun 2009,

    bahwa dengan adanya Putusan dari Mahkamah Agung tersebut, secara

    tidak langsung menegaskan bahwa KMK-575/KMK.04/2000 sudah tepat digunakan sebagai dasar koreksi Pajak Masukan atas perusahaan yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) dalam hal ini adalah Pemohon Banding untuk Tahun Pajak 2008,

    bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat Nomor : 076/III/C/UW/2012 Tanggal 22 Maret 2012 perihal Tanggapan Atas Surat Penjelasan Terbanding Nomor : S-1602/PJ.07/2012 tanggal 14 Maret 2012 bahwa sesuai dengan permintaan Majelis Hakim XII Pengadilan Pajak dalam sidang sebelumnya tanggal 19 Maret 2012 untuk menanggapi Surat Penjelasan Terbanding Nomor: S-1602/PJ.07/2012 tanggal 14 Maret 2012, Pemohon Banding memberikan tanggapan sebagai berikut: bahwa dasar hukum yang diambil Terbanding untuk melakukan koreksi dan disebutkan kembali oleh Terbanding dalam bagian D sub bagian I butir iii, bahwa KMK-575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak menurut Pemohon Banding sudah tidak tepat; bahwa hal ini sudah Pemohon Banding sampaikan dalam Surat Banding dan Surat Bantahan dimana Pemohon Banding merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjual produk akhir berupa minyak kelapa sawit dan jelas-jelas tidak melakukan penjualan/penyerahan yang tidak terutang PPN ataupun Tandan Buah Segar (TBS) selama tahun 2008;

  • bahwa sesuai dengan perintah Majelis Hakim untuk memberikan penjelasan mengenai PP Barang Strategis, perlu Pemohon Banding tanggapi bahwa: Menurut Pemohon Banding, salah satu filosofi dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (PP Barang Strategis) adalah untuk pemberian kemudahan perpajakan atau administrasi perpajakan; bahwa hal ini terlihat jelas pada Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 pada Bagian Umum dan Pasal 6 yang berbunyi sebagai berikut : UMUM Berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai kemudahan perpajakan dapat diberikan untuk berhasilnya sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, serta memperlancar pembangunan nasional, dengan membantu tersedianya barang-barang yang bersifat strategis. Dalam pemberian kemudahan perpajakan tersebut perlu dijaga agar dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan, dan dimaksudkan hanya bersifat sementara; Pasal 6 Terhadap petani yang hanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c dan atau huruf d, Perusahaan Air Minum yang hanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana diimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g, dan Perusahaan Listrik yang hanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana diimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h, untuk menghindari timbulnya beban administrasi yang tidak perlu maka untuk sementara tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; bahwa filosofi di atas dikarenakan masih banyaknya Petani Sawit yang menghasilkan Tandan Buah Sawit (TBS) dan tidak mungkin bagi Petani Sawit untuk melakukan administrasi Perpajakan atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Oleh sebab itu maka TBS dianggap sebagai barang yang dianggap strategis dan dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai jika yang melakukan Penyerahan adalah Petani atau Kelompok Tani. Juga tidak dimungkinkan Petani berbentuk badan; bahwa Terbanding dalam memberikan tanggapannya pada nomer 2 bagian Tanggapan Terbanding, menyebutkan bahwa "Berdasarkan uraian pada angka 1 diatas dapat diketahui bahwa PP Barang Strategis berlaku untuk semua perusahaan yang melakukan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis, dalam hal ini termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dst ", padahal dalam PP Barang Strategis tidak pernah menyebutkan kata "Perusahaan" namun yang ada adalah "Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Strategis..."; bahwa oleh sebab itu PP Nomor 31 Barang Strategis menurut Pemohon Banding tidak menjelaskan apakah PP tersebut berlaku untuk semua perusahaan perusahaan perkebunan termasuk perkebunan kelapa sawit yang terpadu (intergrated) namun lebih kepada jenis barangnya; bahwa sebagaimana Pemohon Banding sampaikan dalam sidang di depan Majelis Hakim, adapun jika permasalahannya adalah prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal treatment), Pemohon Banding setuju dilakukan koreksi atas Pajak Masukan Pembelian Pupuk dan Barang Modal lainnya apabila

  • Pemohon Bandin melakukan penjualan atau penyerahan TBS pada tahun 2008, karena hal ini selaras dengan penerapan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa di sisi lain perlu Pemohon Banding sampaikan ulang bahwa sepanjang Pemohon Banding ketahui, tidak ada Perusahaan Integrated Kelapa Sawit yang mau untuk menjual TBS hasil perkebunannya kepada Perusahaan lain, kecuali Perusahaan itu adalah Perusahaan yang hanya mempunyai perkebunan saja (tidak mempunyai pabrik pengolahan TBS menjdi CPO); bahwa berdasarkan uraian-uraian dan tanggapan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-767/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Masa Pajak Februari 2008 Nomor: 00187/207/08/092/10 tanggal 28 April 2010 tidak sesuai dengan data dan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; bahwa penelitian Majelis terhadap data dan fakta yang disampaikan oleh Pemohon Banding dan Terbanding dapat disampaikan sebagai berikut : bahwa Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp 501.201.065,00 karena berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000, Pajak Masukan dari pengeluaran yang nyata-nyata digunakan untuk Unit/Divisi perkebunan (kelapa sawit) dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan, ketentuan ini berlaku sama terhadap semua perusahaan baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated) sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment); bahwa dasar hukum yang digunakan untuk koreksi Terbanding yang digunakan pula dalam pertimbangan untuk penerbitan Keputusan Terbanding dan dinyatakan kembali dalam analisis pokok sengketa pada Surat Uraian Banding Terbanding dan pendapat Terbanding dalam persidangan yang dirangkum dalam Surat Penjelasan Tertulis Terbanding dapat disampaikan sebagai berikut : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai) Pasal 16B Ayat (1) huruf b, Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan dibebaskan dari pengenaan pajak untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu; Pasal 16B Ayat (3), Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; Pasal 9 Ayat (5), Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak

  • terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak; Penjelasan Pasal 9 Ayat (5), Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang, antara lain, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B; Pasal 9Ayat (6), Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan; Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 Pasal 1Angka 1 huruf c, Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian; Pasal 1 Angka 2 huruf a, Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini; Lampiran, Antara lain diatur bahwa jenis barang perkebunan kelapa sawit yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Tandan Buah Segar (TBS); Pasal 2 ayat (2) huruf c, Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Pasal 3, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang

  • Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak Pasal 2 ayat (1) huruf d, Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang : 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya

    dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan,

    2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya.

    bahwa selanjutnya Terbanding menjelaskan bahwa Pemohon Banding memiliki 2 (dua) unit sebagai berikut: 1. Unit Perkebunan (Kelapa Sawit) yang menghasilkan Tandan Buah Sawit

    yang dapat diserahkan kepada : Pihak Luar maupun, Pihak Dalam, yaitu unit pengolahan (kelapa sawit) Pemohon Banding; bahwa atas penyerahan Tandan Buah Segar (TBS termasuk dalam jenis barang Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007) oleh Unit Perkebunan (kelapa sawit) dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    2. Unit Pengolahan (Kelapa Sawit) yang menghasilkan CPO, PK/IKS dan

    jasa olah yang atas penyerahannya oleh unit pengolahan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;

    bahwa kesimpulan Terbanding tersebut di atas diambil setelah Terbanding membandingkan antara kegiatan usaha Pemohon Banding dengan ketentuan perpajakan berlaku serta prinsip-prinsip yang pada pokoknya dapat dituangkan sebagai berikut :

    bahwa atas penyerahan Tandan Buah Segar yang dihasilkan dari

    kegiatan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007,

    bahwa Peraturan Pemerintah a quo yang mengatur tentang Barang

    Strategis berlaku untuk semua perusahaan yang melakukan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis, dalam hal ini termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit baik yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) ataupun yang tidak terpadu (non integrated), karena dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak menyebutkan tentang perusahaan yang melakukan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis secara limitatif;

  • bahwa Pajak Masukan (misal: atas pupuk; pupuk bukan untuk CPO tapi untuk TBS) yang dibayar untuk perolehan TBS (BKP atau JKP) yang atas penyerahan Tandan Buah Segar yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa dalam proses penelitian keberatan, antara lain diketahui bahwa

    Terbanding dan Pemohon Banding dapat memisahkan atau mengetahui dengan pasti Pajak Masukan yang digunakan untuk:

    Unit/Divisi perkebunan (kelapa sawit), Unit/Divisi pengolahan (kelapa sawit).

    berkenaan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa dalam hal bagian penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan

    Pajak Pertambahan Nilai dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pemohon Banding, maka jumlah Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000

    merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 9 ayat (6) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1) Keputusan Menteri Keuangan tersebut merupakan pengaturan yang sejalan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d Keputusan Menteri

    Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000, antara lain diatur sebagai berikut: 1) Dibedakan terminologi penyerahan dan peredaran usaha; 2) Diatur terminology Unit/Divisi (bagian dari perusahaan) dan

    penyerahan oleh Unit/Divisi (bukan peredaran usaha Unit);

    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000, antara lain diatur bahwa Pajak Masukan (misal: atas pupuk; pupuk bukan untuk CPO tapi untuk TBS) yang dibayar untuk perolehan TBS (BKP atau JKP) yang atas penyerahan Tandan Buah Segar yang nyata-nyata digunakan untuk Unit/Divisi perkebunan (kelapa sawit) yang atas penyerahan Unit/Divisi tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan,

    bahwa menurut Terbanding bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat

    dikreditkan dalam rangka menghasilkan TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN berlaku sama terhadap semua perusahaan, baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated).

    bahwa hal ini sudah sesuai dengan prinsip/filosofi/jiwa perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN yang berbunyi : Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada

  • ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut; bahwa prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal treatment) sebagaimana yang diuraikan di atas sudah sesuai dengan standar yang harus dipenuhi agar sebuah sistem pajak dapat dikatakan baik (good tax), Sally M Jones dan Shelley C. Rhoades-Catanach, dalam bukunya Principles of Taxation for Business and Investment Planning 2010 Edition, McGraw-Hill/Irwin, halaman 22 menulis : a. Pajak yang baik seharusnya memadai sebagai penerimaan Pemerintah, b. Pajak yang baik seharusnya mudah untuk diadministrasikan Pemerintah

    maupun bagi rakyat untuk membayar, c. Pajak yang baik seharusnya efisien bagi perekonomian Negara, d. Pajak yang baik seharusnya adil. bahwa selanjutnya Sally M Jones dan Shelley C. Rhoades-Catanach, dalam bukunya Principles of Taxation for Business find Investment Planning 2010 Edition, McGraw-Hill/Irwin, halaman 32-37 menyebutkan beberapa kriteria pajak yang adil adalah sebagai berikut : a. Kemampuan untuk membayar, pajak yang dibayarkan seharusnya

    mencerminkan sumber daya ekonomis yang berada pada penguasaan Wajib Pajak tersebut;

    b. Keadilan horisontal, Wajib Pajak yang memiliki basis pajak yang sama seharusnya mendapat perlakuan pajak yang sama;

    c. Keadilan vertikal, Wajib Pajak A yang sebelum pengenaan pajak memiliki kesejahteraan yang lebih baik daripada Wajib Pajak B, maka setelah pengenaan pajak tingkat kesejahteraan Wajib Pajak A seharusnya tetap lebih baik daripada Wajib Pajak B;

    d. Keadilan distributif, pajak sebagai mekanisme redistribusi kesejahteraan di dalam suatu masyarakat;

    bahwa konsep keadilan horisontal sebagaimana diuraikan di atas sudah sejalan dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana juga diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; bahwa telah diterbitkan PMK-78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010

    sebagai pengganti dari KMK-575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Meleikukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak. Pada dasarnya materi yang diatur dalam PMK-78/PMK.03/2010 tidak berbeda dengan KMK-575/KMK.04/2000, dasar diterbitkanya PMK-78/PMK.03/2010 sebagai pengganti dari KMK-575/KMK.04/2000 adalah untuk menyelaraskan terminologi yang ada dalam KMK-575/KMK.04/2000 dengan UU PPN yang baru yaitu UU Nomor 42 Tahun 2009.

    bahwa atas PMK-78/PMK.03/2010 telah dilakukan uji materiil oleh Mahkamah Agung dan telah dikeluarkan Putusan Nomor 57 P/HUM/2010, dimana dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa PMK-78/PMK.03/2010 telah sesuai atau tidak bertentangan dengan UU Nomor 42 Tahun 2009; bahwa dengan adanya Putusan dari Mahkamah Agung tersebut, secara tidak

  • langsung menegaskan bahwa KMK-575/KMK.04/2000 sudah tepat digunakan sebagai dasar koreksi Pajak Masukan atas perusahaan yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) dalam hal ini adalah Pemohon Banding untuk Tahun Pajak 2008. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan kesimpulan Terbanding bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000, Pajak Masukan dari pengeluaran yang nyata-nyata digunakan untuk Unit/Divisi perkebunan (kelapa sawit) dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan yang berlaku sama terhadap semua perusahaan, baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated) sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment). bahwa alasan ketidaksetujuan yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam Surat Banding, Surat Bantahan dan Penjelasan Tertulis yang disampaikan dalam persidangan pada pokoknya adalah sebagai berikut: bahwa Pemohon Banding sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdiri dari usaha perkebunan yang menyatu dengan pabrikasi yang melakukan penyerahan minyak kelapa sawit (CPO), inti kelapa sawit (PK) dan jasa titip olah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penjualan/penyerahan Tandan Buah Segar (TBS), karena Tandan Buah Segar (TBS) hasil dari kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit (CPO) melalui pabrikasi yang dilakukan sendiri oleh Pemohon Banding sehingga tidak termasuk sebagai penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini didukung fakta bahwa Pemohon Banding telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemusatan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karenanya Pasal 2 ayat (1) huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tidak dapat diterapkan kepada Pemohon Banding. bahwa Pemohon Banding memulai penjelasannya dari Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai) mengatur perlakuan perpajakan mengenai pengkreditan Pajak Masukan bagi : 1. Pengusaha Kena Pajak yang secara umum hanya melakukan penyerahan

    Barang Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, dan 2. Pengusaha Kena Pajak yang dalam usahannya melakukan penyerahan yang

    terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau yang Pajak Pertambahan Nilainya Dibebaskan/Ditanggung Pemerintah.

    bahwa sebagai aturan pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (5) dan (6) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak yang mengatur lebih lanjut tentang bagaimana perlakuan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang dalam penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. bahwa menurut Pemohon Banding yang dimaksud pada Keputusan Menteri Keuangan a quo adalah Pengusaha Kena Pajak yang :

  • bahwa melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai,

    bahwa melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    bahwa menurut Pemohon Banding yang dimaksud pada Keputusan Menteri Keuangan a quo perlakuan Pajak Masukan atas kegiatan tersebut dibagi menjadi : bahwa nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas

    penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan,

    bahwa digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya,

    bahwa nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan.

    bahwa menurut Pemohon Banding ketentuan di atas semestinya lebih ditekankan pada pengertian "penyerahan", hal ini sejalan dengan Pasal 16B ayat (3) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang terdapat penggunaan kata penyerahan pula sebagai berikut : Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. bahwa yang termasuk dalam pengertian "Penyerahan Barang Kena Pajak" menurut Pasal 1A Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai adalah: a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian, b. pengalihan Barana Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli

    dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing), c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui

    juru lelang, d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena

    Pajak, e. persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula

    tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,

    f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang,

    g. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. bahwa dengan demikian menurut Pemohon Banding pengiriman Tandan Buah Segar dari perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku untuk diolah lebih

  • lanjut menjadi minyak kelapa sawit (CPO) pada pabrik kelapa sawit bukan merupakan penyerahan. bahwa tidak termasuk pula dalam kriteria penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang karena Pemohon Banding telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemusatan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. bahwa menurut Pemohon Banding pengiriman Tandan Buah Segar dari perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit (CPO) pada pabrik juga bukan merupakan "Pemakaian Sendiri" karena berdasarkan Pasal 2 Keputusan Dirjen Pajak Nomer KEP -87/PJ/2002 tanggal 18 Pebruari 2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. bahwa Pemohon Banding juga memberikan tanggapan atas pendapat Terbanding bahwa PP Nomor 31 Barang Strategis menurut Pemohon Banding tidak menjelaskan apakah PP tersebut berlaku untuk semua perusahaan perusahaan perkebunan termasuk perkebunan kelapa sawit yang terpadu (intergrated) namun lebih kepada jenis barangnya. bahwa Pemohon Banding juga memberikan tanggapan atas pendapat Terbanding bahwa penerapan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 berlaku sama terhadap semua perusahaan baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated) sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment), Pemohon Banding setuju dilakukan koreksi atas Pajak Masukan Pembelian Pupuk dan Barang Modal lainnya apabila Pemohon Banding melakukan penjualan atau penyerahan TBS pada tahun 2008. bahwa pendapat Majelis setelah melakukan penelitian terhadap data dan fakta yang disampaikan oleh Pemohon Banding dan Terbanding dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan atas pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidak dapat dikreditkan, berdasarkan Pasal 9 ayat (5) dan (6) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 sebagai berikut : Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang : 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya

    dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.

    bahwa menurut Majelis sesuai dengan Pasal 11 huruf a Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa terutangnya Pajak Pertambahan Nilai terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, maka hendaknya dilakukan pembuktian

  • terlebih dahulu adanya penyerahan Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang dilakukan oleh Pemohon Banding, baru kemudian dapat diberlakukan Pasal 16B Ayat (3) Undang-undang Pajak bahwa Pertambahan Nilai Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. bahwa menurut Majelis tidak terbukti adanya penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang dilakukan oleh Pemohon Banding sebagaimana dituangkan pada Surat Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Keberatan Terbanding diketahui perhitungan Dasar Pengenenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Pemohon Banding hanya terdapat Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri dan Terbanding tidak pernah melakukan koreksi positif atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. bahwa Majelis sependapat dengan Pemohon Banding bahwa pengiriman Tandan Buah Segar dari perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit (CPO) pada pabrik kelapa sawit tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak menurut Pasal 1A Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. bahwa menurut pendapat Majelis interpretasi prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) oleh Terbanding atas Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 untuk diterapkan pada perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated) adalah tidak tepat karena bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang dapat menghambat pelaksanaan undang-undang atau peraturan itu sendiri. bahwa dengan demikian Majelis berpendapat terdapat cukup bukti untuk membatalkan koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang dianggap berhubungan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN sehingga Majelis berkesimpulan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp 501.201.065,00. bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, berdasarkan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang Kurang Bayar Pemohon Banding untuk Masa Pajak Februari 2008 dihitung kembali sebagai berikut :

  • Pemohon Terbanding Majelis

    1. Dasar Pengenaan Pajak

    a. Atas Penyerahan yang terutang PPN

    a.1 Ekspor

    a.2 Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 45.298.535.750,00 45.298.535.750,00 45.298.535.750,00 0,00

    a.3 Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 0,00 0,00 0,00 0,00

    a.4 Jumlah 45.298.535.750,00 45.298.535.750,00 45.298.535.750,00 0,00

    b. Atas Penyerahan yang tidak terutang PPN 0,00 0,00 0,00 0,00

    c. Jumlah seluruh penyerahan 45.298.535.750,00 45.298.535.750,00 45.298.535.750,00 0,002. Perhitungan PPN Kurang Bayar

    a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri 4.529.853.575,00 4.529.853.575,00 4.529.853.575,00 0,00b. Dikurangi:

    b.1. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 327.077.319,00 49.521.597,00 327.077.319,00 277.555.722,00b.2. Dibayar dengan NPWP sendiri 4.195.601.139,00 4.195.601.139,00 4.195.601.139,00 0,00b.3. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan 4.522.678.458,00 4.245.122.736,00 4.522.678.458,00 277.555.722,00

    c. Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar/(Lebih Bayar) 7.175.117,00 284.730.839,00 7.175.117,00 277.555.722,003. Kelebihan Pajak yang sudah: 0,00

    a. Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 0,00 0,00 0,00 0,00b. Dikompensasikan ke masa pajak 0,00 0,00 0,00 0,00c. Jumlah 0,00 0,00 0,00 0,00

    4. PPN yang kurang dibayar 7.175.117,00 284.730.839,00 7.175.117,00 277.555.722,005. Sanksi Administrasi : 0,00

    a. Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP 3.444.056,00 136.670.803,00 3.444.056,00 133.226.747,00b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP 0,00 0,00 0,00 0,00c. Jumlah 3.444.056,00 136.670.803,00 3.444.056,00 133.226.747,00

    6. Jumlah PPN yang masih harus dibayar 10.619.173,00 421.401.642,00 10.619.173,00 410.782.469,00

    Jumlah Rupiah MenurutKoreksi

    No URAIAN

    Memperhatikan : Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis a quo.

    Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 2. Peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku

    dan yang berkaitan dengan sengketa ini.

    Memutuskan : Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-767/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2008 Nomor: 00187/207/08/092/10 tanggal 28 April 2010, dengan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang Kurang Bayar Pemohon Banding untuk Masa Pajak Februari 2008 menjadi sebagai berikut :

    1. Dasar Pengenaan Pajak Rp 44.218.383.624,00

    2. Perhitungan PPN Kurang Bayara. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri Rp 4.421.838.363,00 b. Dikurangi:

    b.1. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 602.536.036,00 b.2. Dibayar dengan NPWP sendiri Rp 3.812.127.211,00 b.3. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan Rp 4.414.663.247,00

    c. Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar/(Lebih Bayar) Rp 7.175.116,00 3. Kelebihan Pajak yang sudah:

    a. Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya Rp - b. Dikompensasikan ke masa pajak Rp - c. Jumlah Rp -

    4. PPN yang kurang dibayar Rp 7.175.116,00 5. Sanksi Administrasi :

    a. Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP Rp 3.444.056,00 b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP Rp - c. Jumlah Rp 3.444.056,00

    6. Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp 10.619.172,00