5
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996 merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional, secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (Direja, 2011). Sedangkan gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental, emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal, yang menjelma dalam kelompok gejala klinis yang disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic individu. (Dalami, 2010: 6). Berdasarkan data laporan Word Health Organization (WHO) yaitu pada tahun 2004 menjelaskan bahwa gangguan jiwa termasuk dalam penyakit yang menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi, prevalensi sebesar 6,8% dari keseluruhan populasi di dunia sebesar 2.680.423.000 jiwa. Selain itu, pada tahun 2008, gangguan jiwa merupakan penyakit yang menempati urutan pertama yaitu dengan prevalensi 1 | WALET

4 BAB I BARU.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

JIWA

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996 merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional, secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (Direja, 2011). Sedangkan gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental, emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal, yang menjelma dalam kelompok gejala klinis yang disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic individu. (Dalami, 2010: 6).Berdasarkan data laporan Word Health Organization (WHO) yaitu pada tahun 2004 menjelaskan bahwa gangguan jiwa termasuk dalam penyakit yang menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi, prevalensi sebesar 6,8% dari keseluruhan populasi di dunia sebesar 2.680.423.000 jiwa. Selain itu, pada tahun 2008, gangguan jiwa merupakan penyakit yang menempati urutan pertama yaitu dengan prevalensi sebesar 0,85% dari 56.888.289.000 populasi di dunia. Data tersebut menunjukkan bahwa gangguan jiwa lebih dari 100 juta di dunia (Sari, 2011). Sebagai gambaran menurut penelitian WHO, jika prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga (Rasmun, 2009: 1-2). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.

Perasaan marah normal bagi tiap individu. Namun, pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba dkk, 2008). Berdasarkan data yang didapat mulai tanggal 15-24 September 2014, pasien yang menjalani rawat inap sejumlah 31 orang. Pasien dengan diagnosa perilaku kekerasan atau resiko perilaku kekerasan menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 67,7%.

Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk, 2008).

1.2 Tujuan

Tujuan Kelompok III mengambil kasus Tn. AS dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah :

Mempelajari kasus perilaku kekerasan disesuaikan dengan teori dan konsep yang telah diterima. Memberikan asuhan keperawatan pada klien perilaku kekerasan dengan pendekatan proses keperawatan. Mendesiminasikan asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan1.3 Proses Pembuatan Makalah

Dalam menuliskan laporan kasus ini, kelompok mahasiswa mendiskusikan kasus-kasus diruang Walet kemudian memutuskan untuk mengambil salah satu kasus untuk seminar yaitu perilaku kekerasan. Selanjutnya kelompok melakukan studi literaturyang terkait dengan kasus dan melakukan asuhan keperawatan pada klien yang dimaksud. Kelompok juga melakukan diskusi dengan pembimbing dan perawat ruangan tentang asuhan keperawatan pada Tn. AS. Asuhan keperawatan dilakukan mulai minggu ke tiga (16 September 2014) sampai dengan minggu keempat (24 September 2014) dan akhirnya disusun secara tertulis dalam bentuk makalah untuk diseminarkan.3 | WALET