Upload
volien
View
231
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan
tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu
hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian
kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja. Dengan
banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya
konflik sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi
mengandung konflik yang cukup tinggi (Ervianto, 2005).
2.1.1 Pengertian Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya
pembangunan suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan
pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Bangunan-
bangunan tersebut meliputi aspek kepentingan masyarakat yang sangat luas sejak
berupa perumahan untuk tempat tinggal, apartement dan gedung perkantoran
berlantai banyak, pabrik dan bangunan industri, jembatan, jalan raya termasuk
jalan layang, jalan kereta api, pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir, bendungan
dan terowongan PLTA, saluran pengairan, sistem sanitasi dan drainase, bandar
udara dan hanggar pesawat terbang, pelabuhan laut dan bangunan lepas pantai,
jaringan kelistrikan dan telekomunikasi, kilang minyak dan jaringan plambing,
dan lain sebagainya (Dipohusodo, 1996)
2.1.2 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan,
yaitu (Ervianto, 2005) :
5
1. Bangunan gedung: rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri
kelompok bangunan ini adalah :
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi
pondasi pada umumnya sudah diketahui.
c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.
2. Bangunan sipil: jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya.
Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah :
a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar
berguna bagi kepentingan manusia.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan
kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.
c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.1.3 Kontrak Konstruksi
Kontrak merupakan dokumen yang penting dalam proyek. Segala hal terkait
hak dan kewajiban antar pihak serta alokasi resiko diatur dalam kontrak. Setelah
proses penunjukan langsung atau tender selesai dibuatlah kontrak kerja konstruksi
yang bertujuan sebagai dasar hukum dan pedoman pelaksanaan bagi kontraktor
yang diberikan oleh pemilik proyek, kontrak kerja juga dapat berfungsi sebagai
rambu-rambu bagi kontraktor maupun pemilik proyek mengenai hal-hal yang
menjadi kewajiban dan haknya dalam sebuah hubungan kerja pelaksanaan kontrak
kerja konstruksi.
Adapun macam-macam jenis kontrak konstruksi, antara lain : (Yasin, 2006)
1. Aspek perhitungan biaya
a. Fixed Lumpsum Price :
Secara umum, kontrak Fixed Lumpsum Price adalah suatu kontrak
dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh
diukur ulang .
b. Unit Price (Harga Satuan) :
Secara umum, kontrak Unit Price adalah kontrak dimana volume
pekerjaan yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan
6
dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang
benar-benar dilaksanakan.
2. Aspek Perhitungan Jasa
a. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)
b. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost plus Fee)
3. Aspek Cara Pembayaran
a. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)
b. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)
c. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Pre-
financed)
4. Aspek Pembagian Tugas
a. Bentuk Kontrak konvensional
b. Bentuk Kontrak Spesialis
c. Bentuk Kontrak Rancang Bangun
d. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC)
e. Bentuk Kontrak BOT/BLT
f. Bentuk Swakelola
2.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah besarnya biaya yang diperkirakan
akan digunakan dalam pekerjaan suatu proyek konstruksi yang disusun
berdasarkan gambar atau bestek. RAB bukan merupakan biaya yang sebenarnya,
melainkan biaya yang dipakai kontraktor untuk menetapkan harga penawaran,
sehingga dalam pelaksanaan nantinya tidak menghabiskan biaya yang lebih tinggi
dari penawaran dan bila memungkinkan biaya kurang dari penawaran yang
ditetapkan. Kegiatan estimasi dalam proyek konstruksi dilakukan dengan tujuan
tertentu tergantung dari pihak yang membuatnya. Pihak owner membuat estimasi
dengan bantuan konsultan, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang jelas
tentang biaya yang harus disediakan untuk merealisasikan proyeknya. Hasil
estimasi ini disebut dengan Owner Estimate (OE). Pihak kontraktor membuat
estimasi dengan tujuan untuk melangsungkan penawaran terhadap proyek
konstruksi. Kontraktor akan memenangkan lelang jika penawaran yang diajukan
7
mendekati Owner Estimate (OE). Tahap yang dilakukan untuk menyusun RAB
adalah sebagai berikut (Ervianto, 2005) :
- Melakukan pengumpulan data tentang jenis, harga serta kemampuan
pasar untuk menyediakan bahan atau material konstruksi secara kontinu.
- Melakukan pengumpulan data tentang upah para pekerja yang berlaku di
daerah lokasi proyek atau upah pada umumnya jika pekerja didatangkan
dari luar daerah ke lokasi proyek.
- Melakukan analisis perhitungan bahan dan upah dengan menggunakan
analisis yang diyakini baik dalam pembuatan anggaran. Dipasaran
terdapat buku SNI analisa upah dan bahan.
Data-data yang diperlukan untuk penyusunan RAB sebagai berikut :
a. Peraturan dan syarat-syarat (RKS atau kontrak).
b. Gambar rencana.
c. Berita acara atau risalah penjelasan pekerjaan (untuk bangunan yang
dilelang).
d. Buku analisa upah dan bahan (SNI analisa upah dan bahan).
e. Daftar analisa harga upah dan bahan.
f. Peraturan-peraturan normalisasi yang bersangkutan.
g. Peraturan-peraturan bangunan negara dan bangunan setempat.
2.3 Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP)
Pengertian rencana anggaran pelaksanaan adalah suatu perencanaan tentang
besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Maksud
dan tujuan pembuatan RAP adalah membuat rincian anggaran biaya dan petunjuk-
petunjuk pelaksanaan agar pekerjaan yang akan dilaksanakan dapat diselesaikan
tepat pada waktunya, memenuhi mutu yang disyaratkan dengan biaya yang efisien
dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan menghitung volume pekerjaan dengan
teliti dan dengan mengetahui jumlah kebutuhan material serta harga secara rinci,
upah tenaga kerja untuk suatu pekerjaan. Disamping itu juga harus diperhitungkan
peralatan yang harus dipergunakan dengan semua rincian biayanya, baik biaya
pengadaannya maupun biaya operasionalnya, dengan memperhitungkan hal-hal
tersebut sehingga dapat disusun menjadi rencana anggaran pelaksanaan.
8
Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) pada dasarnya menjabarkan RAB
hasil pelelangan ke dalam biaya-biaya realitas dilapangan/di pelaksanaan (DPKK,
1998).
1. Pengelompokan atau penggolongan biaya :
a. Biaya langsung di proyek : bahan, upah, sub kontraktor, peralatan,
administrasi proyek, bank.
b. Biaya tidak langsung di proyek : biaya administrasi dan umum,
penyusutan, pajak-pajak, laba.
2. Pengelompokan dan susunan tersebut seiring dengan sistem pelaksanaan
dan pengendalian (administratif) proyek.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membuat Rencana Anggaran
Pelaksanaan (RAP) adalah :
a. Analisis suatu pekerjaan (upah dan bahan).
b. Rencana waktu pelaksanaan (time schedule).
c. Persediaan alat, jumlah dan waktu pemakaian.
d. Biaya administrasi proyek baik di lapangan maupun di kontraktor yang
terjadi selama pelaksanaan proyek.
e. Biaya administrasi proyek tak terduga.
Dalam Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) tercantum pembiayaan
sebagai berikut :
a. Biaya bahan harga yang sesungguhnya sesuai dengan harga di tempat
proyek dilaksanakan.
b. Biaya upah tenaga kerja.
c. Biaya penggunaan peralatan.
2.3.1 Fungsi RAP
RAP mempunyai fungsi sebagai berikut (DPKK, 1998) :
1. Sebagai anggaran/alokasi biaya untuk setiap kegiatan. Hal ini berarti
bahwa setiap kegiatan telah ditentukan alokasi biayanya dan dilengkapi
dengan perhitungan anggaran biaya berdasarkan analisa yang cermat
dan kompetitif dari data sumber daya yang up to date.
9
2. Merupakan Pedoman Kerja Pelaksanaan berarti bahwa berdasarkan
metode kerja dan analisa dalam RAP dapat merencanakan program kerja
yang baik. RAP ini akan layak dipakai pakai bila penyusunannya
dilandasi pedoman berikut :
a. Strategi pelaksanaan
b. Metode pelaksanaan yang efisien
c. Organisasi pelaksanaan sesuai dengan kegiatannya, dilengkapi
pembagian tugas dan prosedur
d. Anggaran biaya yang jelas
e. Mutu dan volume setiap item kegiatan
f. Cash flow yang lengkap
3. Dapat digunakan untuk standar pengendalian
4. Sebagai tolak ukur keberhasilan
5. Diperlukan feed back (arus balik) data, sehingga data tersebut dapat
dijadikan standar untuk pembuatan RAP selanjutnya.
2.4 Pengendalian Biaya / Cost Control
Dalam suatu kegiatan proyek konstruksi harus selalu ada pengendalian
biaya, waktu, dan kualitas agar kegiatan dalam proyek tersebut dapat berjalan
lancar sesuai dengan rencana (Asiyanto, 2003).
Pengendalian biaya meliputi pengurangan biaya. Pengendalian biaya
dipandang sebagai usaha untuk mencapai sasaran biaya dalam lingkup kegiatan
tertentu.
2.4.1 Pengertian Pengendalian / control
Pengendalian/control adalah usaha yang sistematis untuk menentukan
standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi,
membandingkan pelaksanaan standar, menganalisa kemungkinan adanya
penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan
pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan
efisien dalam rangka mencapai sasaran (Soeharto, 1997)
10
Pengendalian bertujuan memantau dan membimbing pelaksanaan pekerjaan
agar sesuai dengan perencanaan. Ini berarti macam kegiatan dan aspek yang
dikendalikan identik dengan yang direncanakan. Garis besar area/obyek
pengendalian proyek adalah sebagai berikut (Soeharto,1997) :
1. Organisasi dan personil
Memantau apakah organisasi pelaksana proyek dibentuk sesuai rencana,
apakah pengisian personil telah memenuhi kualifikasi, dan apakah
jumlahnya telah mencukupi.
2. Waktu atau jadwal
Dalam aspek ini objek pengendalian amat ekstensif dan berlangsung
sepanjang siklus proyek. Untuk proyek E-MK obyek utama adalah
kegiatan engineering, pengadaan, pabrikasi, dan konstruksi.
3. Anggaran biaya dan jam-orang
Seperti halnya aspek waktu (jadwal) maka pengendalian anggaran dan
pemakaian jam-orang berlangsung sepanjang siklus proyek, dengan
potensi paling mungkin keberhasilan yang besar berada di awal proyek
sewaktu merumuskan definisi lingkup kerja.
4. Pengendalian pengadaan
Penekanan pengendalian pengadaan di samping aspek biaya, jadwal, dan
mutu juga termasuk masalah-masalah prosedur dan peraturan yang
diberlakukan.
5. Pengendalian lingkup kerja
Pengendalian lingkup kerja erat hubungannya dengan aspek biaya. Ini
penting dilakukan pada tahap engineering, karena disini banyak sekali
alternatif yang bisa dipilih.
6. Pengendalian mutu
Mencakup masalah yang cukup luas, dengan tujuan pokok produk
proyek harus dalam keadaan fitness for use (sesuai untuk digunakan)
mulai dari menyusun program sampai kepada inspeksi dan uji coba
operasi.
7. Pengendalian kinerja
11
Memantau serta mengendalikan aspek biaya dan jadwal secara terpisah
tidak memberikan penjelasan perihal kinerja pada saat pelaporan.
Misalnya walaupun suatu pekerjaan berlangsung dengan cepat dari
jadwal belum tentu hal ini merupakan tanda yang menggembirakan,
sebab ada kemungkinan biaya yang dikeluarkan per unitnya melebihi
anggaran. Ini berarti pemakaian biaya tidak efisien dan dapat berakibat
proyek secara keseluruhan tidak dapat diselesaikan karena kekurangan
dana. Untuk mengkaji kemungkinan terjadinya hal-hal demikian
diperlukan pemantauan dan pengendalian kinerja.
Suatu pengendalian proyek yang efektif ditandai oleh hal – hal berikut
(Soeharto,1997) :
1. Tepat waktu dan peka terhadap penyimpangan.
2. Bentuk tindakan yang diadakan tepat dan benar, untuk itu diperlukan
kemampuan dan kecakapan dalam menganalisis indikator secara akurat
obyektif.
3. Penggunaan waktu dan tenaga yang efisien.
4. Komunikasi yang baik dari pelaksana proyek sehingga tindakan koreksi
terhadap permasalahan dapat segera terlaksana.
5. Pengendalian biaya proyek.
6. Dapat memberikan petunjuk berupa perkiraan hasil pekerjaan yang akan
datang.
2.4.2 Pengertian Pengendalian Biaya / Cost Control
Rencana keuangan atau anggaran proyek merupakan salah satu hal yang
harus diperhatikan dalam pengendalian proyek konstruksi, oleh karena itu
diperlukan pengendalian biaya pada proyek konstruksi. Pengendalian biaya adalah
suatu kegiatan proyek mengenai biaya yang akan dikeluarkan agar tidak melebihi
anggaran keuangan proyek (Dipohusodo, 1996).
Pengendalian biaya sebenarnya merupakan bagian dari manajemen biaya
dan manajemen kontrol dari suatu kegiatan konstruksi. Hal – hal yang harus
terdapat pada manajemen biaya yang baik untuk pengendalian biaya, antara lain
12
adalah adanya estimasi biaya, laporan keuangan proyek, cash flow proyek,
perhitungan biaya pengeluaran tambahan (Asiyanto, 2003).
Filosofi secara luas untuk pengendalian biaya adalah didasarkan atas tiga
hal (Asiyanto, 2003), yaitu :
1. Adanya dorongan dari kesadaran atas biaya pada semua tahapan
pelaksanaan konstruksi.
2. Adanya persyaratan data, tentang biaya yang akurat dan tepat waktu serta
ramalan ke depan, dengan memperhatikan keadaan atau trend dari biaya
yang tidak diinginkan.
3. Adanya tindakan yang efektif dan cepat, untuk menghadapi persoalan
dan memberikan umpan balik untuk evaluasi selanjutnya.
Dalam kegiatan usaha jasa konstruksi, pengendalian biaya sangat penting
artinya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan oleh
sifat usaha jasa konstruksi yang selalu menghadapi dilema (Asiyanto, 2003),
yaitu :
1. Harga jual (nilai kontrak) yang bersifat konservatif (relatif tetap
nilainya)
2. Biaya produksi (biaya pelaksanaan proyek), yang bersifat fluktuatif
selama proses pelaksanaan, dan cenderung membesar bila tidak
dikendalikan.
Untuk menghadapi kondisi yang dilematis tersebut, diperlukan dua
kemampuan yang sangat mendasar agar perusahaan dapat bertahan hidup dan
dapat berkembang, yaitu :
1. Kemampuan tentang biaya konstruksi (contruction cost), untuk
memenangkan persaingan harga secara aman (cost estimate).
2. Kemampuan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya (cost
control).
Akibat dari kurangnya kedua kemampuan tersebut, dapat menyebabkan
kerugian proyek, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut (Asiyanto, 2003) :
1. Penawaran yang terlalu rendah (Low bid), yaitu salah dalam cost
estimating.
2. Informasi/pengetahuan yang kurang tentang keadaan/kondisi pekerjaan.
13
3. Naiknya harga dari sumber daya yang digunakan di proyek selama
proses konstruksi, yang tidak diamankan dalam kontrak konstruksi
(respon terhadap resiko).
4. Keadaan lapangan/cuaca yang buruk yang tidak dapat diperkirakan.
5. Pemilihan metode konstruksi yang keliru atau kurang tepat.
6. Pengawasan dan manajemen yang tidak efektif.
Pengendalian biaya yang utama bertujuan menjamin agar biaya akhir proyek
tidak melampaui rencana anggaran pelaksanaannya, selain itu menurut Sutjipto
(1986), dalam pengendalian biaya juga mengandung tujuan lainnya, yaitu :
1. Menekan biaya/pengeluaran serendah mungkin.
2. Dapat mendatangkan keuntungan dari pengerjaan proyek.
3. Agar perencanaan yang diinginkan sesuai kenyataan.
4. Memberikan informasi sehingga bila ada penyimpangan dapat segera
dilakukan tindakan perbaikan semestinya.
2.5 Penambahan Biaya / Cost Overruns
Dengan kurangnya pengontrolan dalam proyek konstruksi dapat
menimbulkan berbagai macam kerugian yang dapat menghambat pekerjaan
proyek tersebut antara lain, penambahan biaya, keterlambatan penyelesaian
proyek dan penyimpangan mutu hasil (Dipohusodo, 1996).
2.5.1 Penambahan Biaya Proyek
Suatu proyek dikatakan mengalami penambahan biaya apabila pengeluaran
biaya proyek melebihi anggaran biaya proyek yang direncanakan sesuai dengan
nilai kontrak (Soeharto, 1997).
Penambahan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada setiap
bagian dari tahapan kegiatan konstruksi. Hal – hal yang menjadi permasalahan,
antara lain (Dipohusodo,1996) :
1. Tahap pengembangan konsep
a. Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di
bidang konstruksi.
14
b. Ketidakmampuan mengungkap fakta – fakta keadaan di lokasi
proyek seperti lokasi proyek dan cuaca daerah setempat.
c. Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam
menyusun konsep dan kriteria rencana pelaksanaan proyek.
2. Tahap perencanaan
a. Kelalaian dalam perencanaan
b. Menggunakan teknik estimasi yang buruk
c. Kegagalan mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya
d. Kegagalan menafsir resiko – resiko yang dapat terjadi
e. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja
f. Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan
3. Tahap pelelangan
a. Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan
b. Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran
c. Persetujuan penawaran yang terlalu cepat
d. Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat
4. Tahap pelaksanaan konstruksi
a. Harga material yang terlalu tinggi
b. Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan
c. Produktivitas tenaga kerja yang rendah
d. Kesalahan dalam memilih jenis alat
e. Spesifikasi bahan yang tidak cocok
f. Pengiriman bahan yang terlambat
2.5.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penambahan Biaya Pelaksanaan
Pada Proyek Konstruksi
Pada penelitian sebelumnya dijabarkan mengenai permasalahan –
permasalahan yang dapat terjadi pada penyelanggaraan proyek konstruksi, maka
permalasahan tersebut digolongkan menjadi beberapa faktor penyebab terjadinya
penambahan biaya pelaksanaan pada proyek konstruksi, yaitu (Darmawan, 2004) :
1. Perencanaan
2. Estimasi biaya
15
3. Aspek keuangan proyek
4. Material
5. Tenaga kerja
6. Waktu pelaksanaan
7. Peralatan
8. Hubungan kerja
Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan
sebagai berikut :
1. Perencanaan, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan
biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam
perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam
mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam
mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
2. Estimasi biaya, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya
penambahan biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang
kurang lengkap, ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya
tidak terduga, dan tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi, serta
tidak memperhitungkan kondisi ekonomi umum.
3. Aspek keuangan proyek, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya
penambahan biaya antara lain cara pembayaran yang tidak sesuai
dengan kontrak pengendalian/kontrol keuangan yang tidak baik, dan
tingginya suku bunga pinjaman bank.
4. Material, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan
biaya antara lain adanya kenaikan harga material,
keterlambatan/kekurangan bahan, dan kontrol kualitas bahan yang
buruk.
5. Tenaga kerja, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan
biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga
kerja, dan produktivitas tenaga kerja yang buruk.
6. Waktu pelaksanaan, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya
penambahan biaya antara lain adalah keterlambatan jadwal karena
16
pengaruh cuaca, jangka waktu kontrak dan sering terjadinya penundaan
pekerjaan.
7. Peralatan, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan
biaya antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat
yang produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat,
kesalahan dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya
transportasi peralatan.
8. Hubungan kerja, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya
penambahan biaya antara lain adalah tingginya frekuensi perubahan
pelaksanaan, terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek, kurangnya
koordinasi antara pengawas, perencana dan kontraktor.
2.6 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi (kontraktor)
Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat atau kedalaman kompetensi
dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan
pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko, kriteria penggunaan teknologi,
kriteri besaran biaya (nilai proyek atau nilai pekerjaan)
( http://www.sertifikasi.biz/kualifikasikontraktor.htm ).
2.6.1 Penetapan Kualifikasi
Penetapan kualifikasi ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian :
1. Golongan Kecil
a. Kualifikasi Gred 2
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek
Kualifikasi Gred 2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 300 juta
2. Bentuk Badan Usaha
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 2 dapat berbentuk Perseroan
Komanditer (CV), Firma, Kopereasi atau Perseroan Terbatas (PT),
tidak termasuk badan usaha PT-PMA
b. Kualifikasi Gred 3
17
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek
Kualifikasi Gred 3 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 600 juta
2. Bentuk Badan Usaha
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 2 dapat berbentuk Perseroan
Komanditer (CV), Firma, Kopereasi atau Perseroan Terbatas (PT),
tidak termasuk badan usaha PT-PMA
c. Kualifikasi Gred 4
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek
Kualifikasi Gred 4 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar
2. Bentuk Badan Usaha
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 4 dapat berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), Firma, Koperasi atau Perseroan Komanditer (CV)),
tidak termasuk badan usaha PT-PMA
2. Golongan Menengah
a. Kualifikasi Gred 5
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek
Kualifikasi Gred 5 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan Rp.
10 milyar
2. Bentuk Badan Usaha
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 5 harus berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA
3. Golongan Besar
a. Kualifikasi Gred 6
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek
Kualifikasi Gred 6 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai Rp. 25
milyar
2. Bentuk Badan Usaha
18
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 6 harus berbentuk Perseroan
Terbaras (PT)
b. Kualifikasi Gred 7
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek
Kualifikasi Gred 7 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan
tidak terbatas
2. Bentuk Badan Usaha
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 7 harus berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), termasuk badan usaha PT-PMA
Tabel 2.1 Batas Kompetensi Melakukan Pekerjaan
No. Golongan Kualifikasi Pekerjaan
1. Kecil Gred 2 s/d 300.000.000
Gred 3 s/d 600.000.000
Gred 4 s/d 1.000.000.000
2. Menengah Gred 5 1 milyar s/d 10 milyar
3. Besar Gred 6 1 milyar s/d 25 milyar
Gred 7 1 milyar s/d tak terbatas
Sumber : (Gapensi Bali, 2012)
2.7 Data dan Pengukuran
Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan
fakta. Sedangkan pengukuran ialah proses atau cara mengukur. Pengukuran dapat
berupa skala pengukuran yang dimaksudkan untuk mengklasifikasikan variabel
yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data
dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2008).
19
2.7.1 Pendahuluan
Menurut Webser (1983), research (penelitian) adalah berhati-hati, sabar,
sistematis, tekun, penyelidikan atau pemeriksaan pada beberapa bidang ilmu
pengetahuan, berusaha untuk pembakuan fakta atau prinsip.
Secara ringkas penelitian harus memenuhi :
1. Ada hal yang ingin diselidiki
2. Ada metode penelitian
3. Ada hasil penelitian berupa fakta/hukum/rumusan
Pengertian research (penelitian) yang paling sederhana adalah penelitian
dimulai apabila seseorang peneliti mempunyai suatu persoalan (pertanyaan)
dimana untuk menjawab persoalan tersebut peneliti bersangkutan tidak memiliki
cukup informasi.
2.7.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber
pertama, baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti terhadap responden. Sedangkan
data sekunder merupakan data primer yang diperoleh pihak lain atau data primer
yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau
diagram-diagram (Sugiarto, 2003).
Pengambilan atau pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara
penyebaran kuesioner untuk diisi oleh responden atau dengan cara interview atau
wawancara antara responden dengan peneliti. Untuk data yang hasilnya diperoleh
melalui kuesioner, maka aspek yang penting adalah mendesain kuesioner sebelum
melakukan penelitian. Sebelum mendesain kuesioner, hal yang perlu dilakukan
adalah menentukan berapa jumlah proyek konstruksi yang akan diteliti.
Mengingat keterbatasan tenaga dan waktu, penulis menggunakan sampel dalam
pelaksanaan penelitian. Menurut Sugiarto (2003), sampel adalah sebagian anggota
dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga dapat
mewakili populasinya, dimana populasi adalah keseluruhan unit atau individu
dalam ruang lingkup yang ingin diteliti.
20
Data yang didapatkan dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif.
Data kualitatif adalah data yang bukan berupa angka atau secara praktis bermakna
tidak dapat dijadikan dalam operasi matematika seperti penambahan, pengurangan
maupun perkalian dan pembagian. Termasuk dalam klasifikasi data kualitatif
adalah data yang berskala ukur nominal dan ordinal. Sedangkan data kuantitatif
adalah data berupa angka dalam arti sebenarnya jadi berbagai operasi matematika
dapat dilakukan pada data kuantitatif. Termasuk dalam klasifikasi data kuantitatif
adalah data yang berskala ukur interval dan rasio. (Santoso, 2001)
2.7.3 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi mencakup segala hal,
termasuk benda-benda alam, dan bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek
(Sugiyono, 2011).
2.7.4 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Bila populasi besar, tidak mungkin meneliti
semua populasi yang ada (misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu),
maka dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang
dipelajari dari sampel tersebut, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi
tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif
(mewakili). Bila sampel tidak representatif, maka dapat mengakibatkan
kesimpulan yang diambil tidak akan sesuai dengan kenyataan atau kesimpulan
yang diambil salah.
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Makin
besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi
semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi,
maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum) (Usman dan
Akbar, 2006). Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30-500.
Bila sampel dibagikan dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-
21
swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30
(Sugiyono,2011).
2.7.5 Teknik Sampling
Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan diproses, serta
tidak semua orang atau benda akan diteliti, melainkan cukup dengan
menggunakan sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi
yang mempunyai ciri – ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun
keuntungan dari pengguna sampel adalah sebagai berikut :
1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan
dengan menggunakan populasi, dan apabila populasinya terlalu besar
dikhawatirkan akan terlewati.
2. Penelitian akan lebih efisien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu,
dan tenaga.
3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data. Artinya, jika subyeknya
banyak, maka dikhawatirkan adanya bias dari orang yang mengumpulkan
data. Misalnya, staf pengumpul data mengalami kelelahan sehingga
pencatatan data tidak akurat.
4. Penelitian akan lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif (merusak)
yang menggunakan spesimen akan hemat dan dapat terjangkau tanpa
merusak semua bahan yang ada, serta dapat digunakan untuk menjaring
populasi yang jumlahnya banyak.
Tenik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah cara mengambil
sampel yang representatif (mewakili) dari populasi. Pengambilan sampel ini harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar – benar dapat
mewakili atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Secara umum ada dua macam tenik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ( Sugiyono, 2011 ), yaitu :
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling yang digunakan untuk
memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Yang tergolong teknik probability sampling yaitu :
22
a. Simple random sampling
Simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota
populasi secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam
anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi
dianggap homogen (sejenis).
b. Proportionate stratified random sampling
Proportionate stratified random sampling adalah pengambilan sampel
dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Hal
ini dilakukan apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis).
c. Disproportionate stratified random sample
Disproportionate stratified random sample adalah pengambilan sampel
dari anggota populasi secara acak dan berstrata, tetapi sebagian ada yang
kurang proporsional pembagiannya dan dilakukan apabila anggota
populasinya heterogen.
d. Area sampling ( sampling daerah / area )
sampling daerah / area adalah teknik sampling yang dilakukan dengan
cara mengambil wakil dari setiap daerah / wilayah geografis yang ada.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan
kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota
sampel. Yang tergolong teknik ini yaitu:
a. Sampling Sistematis
Sampling Sistemastis adalah pengambilan sampel yang didasarkan atas
urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel
diambil dari populasi pada jarak interval waktu, ruang dengan urutan
yang seragam.
b. Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang
diinginkan.
c. Sampling Insidental
23
Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data.
d. Purposive Sampling
Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu.
e. Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar.
2.7.6 Skala Pengukuran
Skala pengukuran ini adalah untuk mengklasifikasikan variabel yang akan
diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah
penelitian selanjutnya. Jenis skala penngukuran tersebut antara lain skala nominal,
skala ordinal, skala interval, dan skala ratio. Selain keempat jenis skala
pengukuran tersebut, ternyata skala interval yang sering digunakan untuk
mengukur gejala dalam penelitian sosial. Para ahli sosiologi membedakan dua tipe
skala pengukuran menurut gejala sosial yang diukur, yaitu :
a. Skala pengukuran untuk mengukur prilaku susila dan kepribadian.
Termasuk tipe ini adalah : skala sikap, skala moral, test karakter, skala
partisipasi sosial.
b. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek budaya lain dan
lingkungan sosial. Termasuk tipe ini adalah skala mengukur status sosial
ekonomi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat (sosial),
kemasyarakatan, kondisi rumah tangga, dan lain sebagainya.
Dari tipe – tipe skala pengukuran tersebut, yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala sikap. Bentuk – bentuk skala sikap yang sering digunakan ada
lima macam yaitu skala Likert, skala Guttman, Skala Simantict defferensial,
24
Rating Scale, dan Skala Thurstone. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian
gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya
disebut dengan variabel penelitian.
Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian
sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.
Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk
membuat item instrument yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu
dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan
atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata – kata (Riduwan, 2008).
Dengan menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan
tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu
dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format
seperti:
1. Sangat setuju = 5
2. Setuju = 4
3. Ragu – ragu = 3
4. Tidak setuju = 2
5. Sangat tidak setuju = 1
2.7.7 Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh
data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang
perlu diketahui.
Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan
daftar pertanyaan/angket atau daftar isian terhadap objek yang diteliti (populasi
atau sampel) (Sugiyono,2011).
25
2.8 Metode Analisis
Pada tugas akhir ini menggunakan metode analisis korelasi dengan bantuan
program SPSS dan korelasi secara manual.
2.8.1 Statistik dan Komputer Statistik
Statistik adalah kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun
dalam tabel atau diagram yang melukiskan suatu persoalan.
( http://risamasu.files.wordpress.com/2008/05/statistik-lengkap1.pdf )
Secara etimologis kata "statistik" berasal dari kata status (bahasa latin) yang
mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat
(bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi
negara. Pada mulanya, kata "statistik" diartika sebagai "kumpulan bahan
keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak
berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan
yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata
statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka
(data kuantitatif)" saja; bahan keterangan yang tidak berwujud angka (data
kualitatif) tidak lagi disebut statistik. (http://matematika.nice-forum.net/t1-
pengertian-statistik )
2.8.2 Prinsip Statistik
Pada prinsipnya statistik bisa diartikan sebagai kegiatan – kegiatan
(Santoso, 2000) :
1. Mengumpulkan data
2. Meringkas/menyajikan data
3. Menganalisis data dengan metode tertentu
4. Menginterprestasikan data
2.8.3 Komputer Statistik
Perhitungan statistik dengan komputer mempunyai keunggulan dibanding
secara manual, dimana komputer akan memiliki kecepatan, dan kecermatan. Saat
ini banyak software statistik yang beredar, seperti SAS, SPSS, MINITAB,
26
MICRO TSP, STATISTICA, EXECUSTAT dan sebagainya. Penggunaan
program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) karena merupakan
program statistik yang paling populer di Indonesia maupun dunia. Dimana dalam
program SPSS mampu diterapkan pada banyak bidang seperti ekonomi,
manajemen, psikologi, manufaktur, farmasi, industri dan sebagainya. SPSS juga
dilengkapi dengan program untuk ilmu tertentu seperti pada Riset
Pemasaran/Marketing Reseacrh (Santoso, 2000).
2.8.4 Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas instrumen adalah mengukur instrumen terhadap ketepatan
(konsisten). Reliabilitas disebut juga keterandalan, keajegan, consistency,
stability, dan dependability. Ada empat jenis uji reliabilitas, yaitu : tes ulang tes,
tes paralel, tes belah dua, dan tes konsistensi internal. Dalam penelitian ini
digunakan tes konsistensi internal.
Tes konsistensi internal yaitu suatu instrumen diujicobakan kepada
kelompok tertentu, kemudian dihitung skor-skornya dan akhirnya diuji konsistensi
inter item-itemnya. Tes konsistensi internal terdapat tiga jenis, antara lain; Kuder-
Richardson KR20 (1937), KR21, dan Cronbach Alpha (α) (1951). Pada penelitian
ini digunakan jenis Cronbach Alpha (α). Cronbach Alpha (α) dapat digunakan
untuk menguji reliabilitas instrumen skala likert (1 sampai 5) atau instrumen yang
ietm-itemnya dalam bentuk esai. Rumusnya adalah (Usman dan Akbar, 2006) :α = 1 − ²∑ ² ............................................................ (2.1)
Dimana : k = jumlah item
s2t = jumlah varians skor total
s2i = varians responden untuk item ke i
s²i = jumlah varians sampel seluruh item
Sebuah instrument dikatakan reliabel dan dapat diberlakukan ke semua
sampel penelitian apabila nilai α-nya lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2005)
Untuk mendapatkan nilai s²t digunakan rumus :Σs²t = ( .... ) ²............................................................. (2.2)
27
Dimana : 1..... 30 = jumlah seluruh skor item sampel 1 sampai 30
tot = total jumlah seluruh skor item sampel
N = jumlah sampel
Untuk mendapatkan nilai s²i digunakan rumus :s²i = ( .... ) ₁²............................................................. (2.3)
Dimana : s1.....s30 = skor item soal ke 1, dari jawaban responden 1 sampai 30
item1 = jumlah skor item ke-1 seluruh sampel
N = jumlah sampel
2.8.5 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
(Ghozali, 2013).
Untuk menghitung validitas digunakan rumus sebagai berikut := .Σ (Σ )(Σ ){( .Σ (Σ ) ).( .Σ (Σ ) )} .................................................. (2.4)
Dimana : rix = koefisien korelasi item-total
i = skor item
x = skor total
n = banyaknya subjek
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. dan hasil
dibandingkan dengan r-tabel Product Moment dengan N = jumlah responden – 2.
Kriteria pengujian adalah
Jika r-hitung > r-tabel, maka instrument atau item-item pertanyaan
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jika r-hitung < r-tabel, maka instrument atau item-item pertanyaan tidak
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
28
2.8.6 Korelasi dengan Program SPSS
Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linier
antara dua variabel atau lebih. Korelasi merupakan salah satu teknik analisis
statistik yang paling banyak digunakan oleh para peneliti karena peneliti
umumnya tertarik terhadap peristiwa – peristiwa yang terjadi dan mencoba untuk
menghubungkannya (Usman dan Akbar, 2000).
Metode perhitungan korelasi yang dipakai adalah dengan menggunakan
software komputer yaitu program SPSS dan dibandingkan dengan perhitungan
secara manual. Dengan SPSS akan dicari hubungan signifikansi antara faktor –
faktor penyebab penambahan biaya pelaksanaan yaitu : faktor perencanaan, faktor
estimasi biaya, faktor aspek keuangan, faktor material, faktor tenaga kerja, faktor
peralatan, faktor waktu pelaksanaan, faktor hubungan kerja sebagai variabel bebas
terhadap biaya pelaksanaan proyek sebagai variabel terikat. Langkah kerja SPSS
pada tugas akhir ini adalah :
1. Masukkan data hasil kuisioner.
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu analyze kemudian pilih submenu
correlate, pilih bivariate karena akan dicari hubungan korelasi tunggal.
3. Pilih variabel yang akan dikorelasikan, dalam hal ini adalah variabel
biaya pelaksanaan proyek dan faktor – faktor penyebab penambahan
biaya.
4. Correlation Coefficient atau alat hitung koefisien korelasi yang dipakai
adalah pearson karena data sampel berupa data interval.
5. Test of Significance, pilih two-tailed untuk uji dua sisi karena ada dua
kemungkinan jawaban :
a. Faktor – faktor yang diteliti bertanda (+) yaitu semakin besar
kesalahan yang terjadi pada faktor tersebut maka biaya pelaksanaan
proyek akan meningkat.
b. Faktor – faktor yang diteliti bertanda (-) yaitu semakin besar
kesalahan yang terjadi pada faktor tersebut maka biaya pelaksanaan
proyek tidak meningkat tapi menurun.
6. Kemudian tekan ok untuk mengakhiri pengisian prosedur analisis.
Selanjutnya SPSS melakukan pekerjaan analisis dan terlihat output
29
SPSS. Hasil dari output data tersebut kemudian dianalisa lagi dengan
tabel koefisien korelasi.
2.8.7 Korelasi secara Manual
Korelasi yang digunakan untuk perhitungan secara manual adalah korelasi
pearson product moment karena data sampel berupa data interval. Perhitungan
korelasi yang digunakan adalah metode korelasi tunggal dimana hanya satu faktor
penyebab penambahan biaya yang mempengaruhi biaya pelaksanaan proyek
sedangkan faktor lain diabaikan. Korelasi tunggal digunakan karena ingin dicari
hubungan signifikansi dari masing-masing faktor penyebab penambahan biaya
terhadap biaya proyek sehingga nantinya dapat ditentukan hubungan dari yang
terbesar sampai terkecil. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung koesifien
korelasi, yaitu rumus 2.5 (Sugiyono, 2011)= .Σ (Σ .Σ ){( .Σ (Σ ) ).( .Σ (Σ ) )} .................................................. (2.5)
Dimana :
Variabel X = skor jawaban responden terhadap kuisioner tentang faktor – faktor
penyebab penambahan biaya pelaksanaan proyek.
Variabel Y = skor nilai biaya pelaksanaan proyek
n = jumlah data
r = nilai koefisien korelasi
Korelasi PPM (Pearson Product Moment) dilambangkan (r) dengan ketentuan
nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasi
negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya
sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan Tabel
Interpretasi Nilai r sebagai berikut :
30
Tabel 2.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien (r) Tingkat Hubungan0,80 – 1,000
0,60 – 0,799
0,40 – 0,599
0,20 – 0,399
0,00 – 0,199
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah
Sumber : (Riduwan, 2008)
Setelah didapat nilai r (koefisien korelasi), maka dicari nilai koefisien determinasi
( r² ) yaitu nilai pengaruh faktor – faktor penyebab penambahan biaya terhadap
biaya pelaksanaan proyek.
Pengujian signifikansi koefisien korelasi dapat dihitung dengan uji t yang
rumusnya sebagai berikut (Sugiyono, 2011) :
t hitung =²
......................................................................................... (2.6)
dimana :
t hitung = nilai t
r = nilai koefisien korelasi
n = jumlah sampel
Kriteria pengujian signifikan korelasi yaitu :
H0 = tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel
Ha = ada hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel
Kaidah pengujian :
Jika t hitung ≥ t tabel, maka H0 ditolak artinya ada hubungan yang positif dan
signifikan antara dua variabel
Jika t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima artinya tidak ada hubungan yang positif dan
signifikan antara dua variabel