Upload
agungzukhruf
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asa
Citation preview
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. OBAT ANTIDEPRESAN
1. Sindrom Depresi
Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM DEPRESI
Kriteria diagnostik Sindrom Depresi
Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari
mengalami :
1. Gejala Utama
a. Afek depresif.
b. Kehilangan minat dan kegembiraan.
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah
kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
2. Gelaja Lainnya
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri.
f. Tidur terganggu.
g. Nafsu makan berkurang.2
Sindrom deperesi dapat terjadi pada:
1. Sindrom Depresi Psikotik
a. Gangguan Afektif Bipolar dan Unipolar (Major Depression)
b. Gangguan Distimik
3
c. Gangguan Siklotimik
d. Dll.3
2. Sindrom Depresi Organik
a. Hypothyroid Induced Depression
b. Brain Injury Depression
c. Obat Reserpin
d. Dll.3
3. Sindrom Depresi Situasional
a. Gangguan Penyesuaian dengan Depresi
b. Grief Reaction
c. Dll.3
4. Sindrom Depresi Penyerta
a. Gangguan Jiwa dengan Depresi (contohnya : Gangguan Obsesif
Kompulsi, Gangguan Panik, Dementia)
b. Gangguan Fisik dengan Depresi (contohnya : Stroke, Miocard
Infark, Kanker, dll)3
2. Prinsip Titrasi Dosis (Tailoring The Dose of Drug)
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer : sekitar 2-4 minggu
- Onset efek sekunder : sekitar 12-24 jam
- Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali/hari
Ada 5 proses dalam pengaturan dosis obat antidepresi:
1. Initial Dosage (Test Dose)
Untuk mencapai dosis anjuran selama minggu ke-1.
2. Titrating Dosage (Optimal Dose)
Dimulai dari dosis anjuran sampai mencapai dosis efektif dosis
optimal.
3. Stabilizing Dosage (Stabilization Dose)
Dosis optimal yang dipertahankan selama 2-3 bulan.
4
4. Maintaining Dosage (Maintenance Dose)
Dipertahankan selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan sama
dengan ½ dosis optimal.
5. Tapering Dosage (Tapering Dose)
Dipertahankan selama 1 bulan. Yaitu dosis diturunkan secara gradual
sampai berhenti pemberian obat.3
B. PENGGOLONGAN OBAT ANTIDEPRESAN
1. Golongan Obat Antidepresan Trisiklik
Anti-depresan trisiklik dan polisiklik menghambat
ambilan norepinefrin dan serotonin ke neuron. Terapi
jangka panjang kemungkinan menyebabkan perubahan
dalam reseptor-reseptor SPP tertentu. Obat penting dalam
golongan ini adalah imipramine, amitriptiline,
clomipramine, tianeptine, desipramine, nortriptiline,
protriptiline dan doksepine. Amoxapine dan maprolitine
disebut “generasi kedua” untuk membedakannya dengan
antidepresan trisiklik yang lama. Obat anti-depresan
generasi kedua ini memiliki efek kerja yang sama dengan
imipramine, meskipun memperlihatkan farmakokinetik
yang berbeda. Semua anti-depresan trisiklik efek terapinya
sama dan pilihan tergantung toleransi efek samping yang
lama. Pasien yang responsif dengan salah satu anti-
depresan trisiklik dapat mengambil manfaat dengan obat
lain dalam golongan ini.4
1.1. Cara Kerja
1.1.1.Menghambat ambilan neurotransmiter:
Anti-depresan trisiklik menghambat ambilan
norepinefrin dan serotonin neuron masuk ke terminal
saraf prasinaptik. Dengan menghambat jalan utama
5
pengeluaran neurotransmiter, anti-depresan trisiklik
akan meningkatkan konsentrasi monoamine dalam
celah sinaptik, menimbulkan efek antidepresan. Teori ini
dibantah karena beberapa pengamatan, umpamanya
anti-depresan trisiklik mengeluarkan beberapa waktu
setelah pengobatan terus-menerus. Hal ini menunjukan
ambilan neurotransmiter yang menurun hanyalah suatu
peristiwa awal yang tidak ada hubungannya dengan
efek antidepresan. Diperkirakan bahwa densitas
reseptor monoamine dalam otak dapat berubah setelah
2-4 minggu penggunaan obat dan mungkin penting
dalam mulainya kerja obat.4
1.1.2.Menghambat reseptor
Anti-depresan trisiklik juga menghambat reseptor
serotonik, α-adrenergik, histamine, muskarinik. Tidak
tahu yang mana yang ada berperan dalam terapi. 4
1.2. Kerja
Anti-depresan trisiklik meningkatkan pikiran,
memperbaiki kewaspadaan mental, meningkatkan
aktivitas fisik dan mengurangi angka kesakitan depresi
utama sampai 50-70% pasien. Peningkatan perbaikan
alam pikiran lambat, memerlukan waktu 2 minggu atau
lebih. Obat-obat ini tidak menyebabkan stimulus SSP
atau peningkatan pikiran pada orang normal. Toleransi
terhadap sifat antikolinergik anti-depresan trisiklik
berkembang dalam waktu singkat. Beberapa toleransi
terhadap efek autonom anti-depresan trisiklik juga
terjadi. Ketergantungan fisik dan psikologik telah
dilaporkan. Obat dapat digunakan untuk
6
memperpanjang pengobatan depresi tanpa kehilangan
efektivitas. 4
1.3. Penggunaan dalam terapi
Anti-depresan trisiklik efektif mengobati depresi mayor.
Beberapa gangguan panik juga responsif dengan anti-
depresan trisiklik. Imipramine telah digunakan untuk
mengontrol “ngompol” pada anak-anak yang usianya
lebih tua dari 6 tahun karena obat menyebabkan
kontraksi springter interna kandung kemih. Penggunaan
obat ini harus digunakan secara hati-hati kerena dapat
menyebabkan aritmia jantung dan masalah
kardiovaskular lainnya yang berbahaya. 4
1.4. Farmakokinetik
Umunya, trisiklik tidak diabsobsi sempurna dan
mengalami metabolisme first-pass yang signifikan.
Karena banyak terikat dengan protein dan relatif sangat
larut dalam lipid, volume distribusi obat ini sangat
besar. Trisiklik dimetabolisme melalui dua cara, yaitu
transformasi inti trisiklik dan perubahan pada rantai
samping alifatik. 1
Anti-depresan trisiklik mudah diabsobsi peroral dan
karena bersifat lipolitik, tersebar luas dan masuk ke
SSP. Palarutan lipid ini juga menyebabkan obat
mempunyai waktu paruh terhadap jantung, misalnya 4-
17 jam untuk imipramine. Akibat berbagai vasiari
metabolisme first pass pada hati, anti-depresan trisiklik
mempunyai ketersediaan hayati yang tendah dan tidak
tetap. Karena itu, respons pasien digunakan untuk
7
menerapkan dosis. Periode pengobatan awal biasanya
4-8 minggu. Dosis dapat dikurangi perlahan kecuali bila
terjadi relaps. 4
Nasib obat-obat ini dimetabolisme oleh system
mikrosomal hati dan dikonjugasi dengan asam
glukuronat, yang akhirnya anti-depresan trisiklik akan
dikeluarkan sebagai metabolit non-aktif melalui ginjal. 4
1.5. Efek Samping Obat
1.5.1.Efek antimuskarinik
Penghambatan reseptor asetilkoline menyebabkan
penglihatan kabur, xerostomi (mulut kering), retensi
urine, konstipasi dan memperberat glaukoma dan
epilepsy. 4
1.5.2.Efek kardiovascular
Peningkatan aktivitas katekolamine menyebabkan stimulasi jantung berlebihan yang dapat membahayakan bila dosis berlebihan. perlambatan konduksi atrioventrikular diantara pesien tua yang depresi perlu mendapat perhatian4.
1.5.3.Efek hipotensi ortostatik
Anti-depresan trisiklik menghambat reseptor α-
andrenergik sehingga terjadi hipotensi ortostatik dan
takikardia yang refleks. Pada praktek klinik, masalah ini
sangat penting terutama untuk orang tua atau usia
lanjut. 4
1.5.4.Efek Sedasi
Sedasi dapat menonjol, terutama selama beberapa
minggu pertama pemberian pengobatan. 4
8
1.5.5.Efek perhatian
Anti-depresan trisiklik harus digunakan hati-hati pada
pasien mania depresi, karena dapat menutupi tingkah
manik. Anti-depresan trisiklik memiliki indeks terapi
yang sempit; misalnya 5-6 kali dosis maksimal harian
imipramine dapat letal. Pasien depresi yang ingin bunuh
diri harus diberikan obat secara terbatas dan perlu
monitoring. 4
2. Golongan Obat Antidepresan Generasi Kedua dan Generasi
Berukutnya.
Struktur amoxapine dan maprotiline menyerupai struktur trisiklik,
sedangkan trazodone dan bupropion berbeda dengan trisiklik. Obat
generasi ketiga yang lebih baru meliputi venlafaxine, mirtazapine,
nefazodone dan trazodone. 1
2.1. Farmakokinetik
Farmakokinetik serupa dengan antidepresan trisiklik. Beberapa memiliki
metabolit aktif. Trazodone dan venlafaxine memiliki waktu paruh plasma
yang singkat sehingga harus diberikan dalam dosis terbagi, walaupun dosis
tunggal sehari mungkin digunakan. Bupropion dan venlafaxine bentuk
lepas lambat memungkinkan pemberian dosis tunggual tiap harinya mulai
dari awal pengobatan pada beberapa pasien. 1
2.2. Efek Golongan Antidepressan Generasi kedua
Amoxapine merupakan metabolit antipsikotik loxapine sehingga masih
mempunyai beberapa sifat antipsikotik dan antagonisme reseptor
dopamine dari loxapine. Kombinasi antidepresan dengan antipsikotik
mungkin saja sesuai untuk mengobati depresi pada pasien psikotik.
Namun, sifat antagonisme dopamine antidepresan generasi kedua ini dapat
9
menumbulkan akatisia, parkinsonisme, sindrom amenorer-galaktorea, dan
mungkin diskinesia tardif. 1
Maprolitine (obat tetrasiklik) hamper menyerupai desipramin dalam hal
potensinya menghambat uptake norepinefrine. Seperti desipramin,
maprotilin lebih sedikit memiliki efek sedasi dan antimuskarinik dari pada
trisiklik. 1
Pengalaman klinis dengan trazodone telah menunjukan bahwa efektivitas
obat ini pada depresi tidak dapat diperkirakan, meskipun trazodone
terbukti bermanfaat sebagai hipnotik, kadang digabung dengan MAOI,
yang mengganggu tidur. 1
3. Golonga Obat Antidepressan Reversible Inhibitor Monoamine
Oxydase- A (RIMA)
Monoamine oksidase (MAO) adalah enzim
motokondria yang ditemukan dalam jaringan saraf dan
jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO
berfungsi sebagai “katup penyelamat”, memberikan
deaminasi oksidatif dan meng-nonaktifkan setiap molekul
neurotransmiter (norepinefrin, dopamine dan serotonin)
yang berlebihan dan bocor keluar vesikel sinaptik ketika
neuron istirahat. Inhibitor MAO dapat mengnon-aktifkan
enzim secara irreversibel atau reversibel, sehingga molekul
neurotransmitter tidak mengalami degradasi dan
karenanya keduanya menumpuk dalam neuron presinaptik
dan masuk ke ruang sinaptik. Hal ini menyebabkan aktivasi
reseptor norepinefrin dan serotonin. 4
3.1. Cara Kerja
Senagian besar inhibitor MAO, seperti isokarboksazid
membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim,
menyebabkan inaktivasi yang ireversibel. Ini
10
mengakibatkan peningkatan norepinefrin, serotonin dan
dopamine dalam neuron dan difusi selanjutnya sebagai
neurotransmitter yang berlebih kedalam ruangan sinaptik.
Obat ini menghambat bukan hanya MAO dalam otot, tetapi
oksidase yang mengkatalisis deaminasi oksidatif obat dan
substansi yang mungkin toksik seperti tiramin yang
ditemukan pada makanan tertentu. Karena itu, inhibitor
MAO banyak berinteraksi dengan obat ataupun obat-
makanan. 4
3.2. Kerja
Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari
pengobatan, kerja antidepresan MAO inhibitor seperti
antidepresan trisiklik terlambat beberapa minggu. Fenelzin
dan tranilsipromin mempunyai efek stimulan ringan seperti
amfetamin. 4
3.3. Penggunaan dalam terapi
MAOI digunakan untuk pasien depresi yang tidak responsif
atau alergi dengan antidepresan trisiklik atau yang
menderita ansietas hebat. Pasien dengan aktivita
prikomotor lemah dapat memperoleh keuntungan dari sifat
stimulasi MAOI ini. Obat ini juga digunakan dalam
pengobatan fobia. Demikian pula subkategori depresi yang
disebut depresi atipikal. Depresi atipikal ditandai dengan
pikiran yang labil, menolak kebenaran dan ganggan
makan. 4
3.4. Farmakokinetik
11
Obat-obat ini mudah diabsorbsi pada pemberian oral tetapi
efek antidepresan memerlukan 2-4 minggu pengobatan.
Regenerasi enzim jika dinonaktifkan secara irreversibel,
berbeda tatapi biasanya terjadi beberapa minggu setelah
penghentian pengobatan. Dengan demikian jika merubah
obat antidepresan, mesti disediakan waktu minimum 2
minggu setalah pengehentian terapi MAOI. Obat ini
dimetabolisme dan diekskresikan dengan cepat dalam
urine. 4
3.5. Efek Samping
Efek samping yang hebat dan sering tidak diramalkan
membatasi penggunaan MAOI. Misalnya, tiramin, terdapat
pada makanan tertentu, seperti keju tua, hati ayam, bir
dan anggur merah biasanya diinaktif oleh MAO dalam usus.
Orang-orang yang menerima MAOI tidak dapat
menguraikan tiramin yang diperoleh dalam makanan ini.
Tiramin menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah
besar, yang tersimpan dalam ujung terminal saraf,
sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual, hipertensi,
aritmia jantung dan stroke. Karena itu, pasien harus
diberitahu menghindari makanan yang mengandung
tiramin. Fentolamin atau prazosin berguna dalam
pengobatan hipertensi akibat tiramin. MAOI dan SSRI
jangan diberikan bersamaan karena bahaya “sindrom
serotonin” yang dapat mematikan. Kedua obat
memerlukan waktu pencucian 6 minggu sebelum
memberikan yang lain. 4
4. Golongan Obat Antidepressan Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors
(SSRI)
12
Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI)
merupakan golongan kimia antidepresan baru yang khas,
hanya menghambat ambilan serotonin secara spesifik.
Berbeda dengan antidepresan trisiklik yang menghambat
tanpa seleksi ambilan-ambilan norepinefrin, serotonin,
reseptor muskarinik, H1-histaminik dan α1-adrenergik.
Dibandingkan dengan antidepresan trisiklik, SSRI
menyebabkan efek antikolinergik lebih kecil dan
kardiotoksisitas lebih rendah. Namun demikian, inhibitor
ambilan kembali serotonin (SSRI) yang baru harus
digunakan secara seksama sampai nanti setelah efek
jangka panjang diketahui. 4
A. Fluoksetin
a. Efek
Fluoksetin merupakan contoh antidepresan yang
selektif menghambat ambilan serotonin. Fluoksetin
sama manfaatnya degan antidepresan trisiklik dalam
pengobatan depresi major. Obat ini bebas dari efek
samping antidepresan trisiklik, termasuk efek
antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan
berat badan. Dokter umum yang banyak menlis
resep antodepresan lebih menyukai fluoksetin
dibanding antidepresan trisiklik. Dengan demikian,
fluoksetin sekarang paling banyak diresepkan di
Amerika Serikat sebagai antidepresan. 4
b. Penggunaan dalam terapi
Inkikasi utama fluoksetin, yang lebih unggul dari
pada antidepresan trisiklik adalah depresi.
Digunakan pula digunakan untuk mengobati bulimia
13
nervosa dan gangguan obsesi kompulsif. Untuk
berbagai indikasi lain, termasuk anoreksia nervosa,
gangguan panik, nyeri neurotic diabetic dan sindrom
premenstruasi. 4
c. Farmakokinetik
Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R
dan enantiomer S yang lebih aktif. Kedua senyawa
mengalami demetilasi menjadi metabolit aktif,
norfluoksetin. Fluoksetin dan norfluoksetin
dikeluarkan secara lamabat dari tubuh dengan paruh
1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dan 3-30 hari
untuk metabolit aktif. Dosis terapi fluoksetin
diberikan oral dan konsentrasi plasma yang mantap
merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-
450 hati yang berfungsi untk eliminasi obat
antidepresan trisiklik, obat neuroletika dan beberapa
obat antiaritmia dan antagonis β-adrenergik. Kira-kira
7% orang kulit putih tidak memiliki enzim P-450 dan
karenanya metabolism fluoksetin sangat lambat. 4
d. Efek Samping
Efek samping yang sering diakibatkan fluoksetin
adalah hilangnya libido, ejakulasi terlambat dan
anorgasme berangkali sedikit dilaporkan sebagai
efek samping yang sering ditemukan dokter, dan
tidak ditonjolkan dalam daftar standar efek samping.
Dosis sesuai anjuran fluoksetin tida menyebabkan
aritmia jantung tetapi dapat menimbulkan kejang.
Misalnya, laporan pasien yang meminum overdosis
fluosetin (sampai 1200 mg dibandingkan dengan 20
14
mg/hari sebagai dosis terapi) kira-kira separuh
diantaranya tidak memperlihatkan gejala. 4
B. SSRI tipe lain
Antidepresan lain yang mempengaruhi ambilan
serotonin adalah trazodon, fluvoksamin, nefazodon,
paroksetin, sertralin dan venlafaksin. Obat-obat SSRI ini
berbeda dengan fluoksetin dalam efek relatif pada ambilan
serotonin dan norepinefrin. Obat-obat ini tidak lebih efektif
dari fluoksetin tetapi bentuk efek samping agak berbeda.
Eliminasi obat antara pasien berbeda. Kegagalan dalam
toleransi dalah satu obat tidak perlu mengalangi percobaan
SSRI lain. 4
C. Sediaan Obat Antidepresan dan Dosis Anjuran
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006) 3
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Amitripthyline Amitripthyline Drag 25 mg 75 – 100 mg/h
2. Amoxapine Asendin Tab 100 mg 200– 300mg/h
3. Tianeptine Stablon Tab 12.5 mg 25 – 50 mg/h
4. Clomipramine Anafranil Tab 25 mg 75 – 150 mg/h
5. Imipramine Trofranil Tab 25 mg 75 – 150 mg/h
6. Meclobomide Aurorix Tab 150 mg 300 – 600 mg/h
7. Maprotiline Ludiomil
Tilsan
Sandepril -50
Tab 10-25 mg
Tab 25 mg
Tab 50 mg
75 – 150 mg/h
8 Mainserine Tolvon Tab 10 mg 60 mg/h
9 Sertraline Zolopt
Fatral
Nudep
Tab 50 mg
Tab 50 mg
Tab 50 mg
50 – 100 mg/h
15
Antipres
Deptral
Serlof
Zerline
Tab 50 mg
Tab 50 mg
Tab 50 mg
Tab 50 mg
10 Trazodone Trazone Tab 50 – 150
mg
100 – 200 mg/h
11 Paroxetine Seroxat Tab 20 mg 20 – 40 mg/h
12 Fluvoxamine Luvox Tab 50 mg 50 – 100 mg/h
13 Fluoxetine Prozag
Nopres
Ansi
Cap 20 mg
Tablet 20 mg
Cap 10 – 20
mg
20 – 40 mg/h
14 Citalopram Cipram Tab 20 mg 20 – 60 mg/h
15 Mirtazopine Remeron Tab 30 mg 15 – 45 mg/h
16 Duloxetine Cymbalta Caplet 30-60
mg
30 – 60 mg/h
17 Venlafaxine Efexor-XR Cap 75 mg 75 – 150 mg/h
D. Sindrom Serotonin
Sindrom serotonin, lebih tepat disebut toksisitas serotonin
adalah satu set diprediksi tipe A dosis efek samping
tergantung disebabkan oleh peningkatan serotonin intra-
synaptik/ekstraseluller.5
Sindrom serotonin adalah reaksi obat yang merugikan yang
berpotensi mengancam nyawa yang dihasilkan dari
penggunaan terapi obat, keracunan, atau interaksi antara
obat yang tidak disengaja. Sindrom serotonin sering
digambarkan sebagai trias klinis yaitu perubahan status
mental, hiperaktivitas otonom, dan kelainan neuromuskular.
16
Tetapi, tidak semua temuan ini ada pada semua pasien
dengan gangguan tersebut. Tanda-tanda kelainan serotonin
terdiri dari tremor, dan diare pada kasus-kasus ringan sampai
delirium, kekakuan neuromuskular, dan hipertermia pada
kasus-kasus yang mengancam nyawa. Kesulitan untuk dokter
adalah bahwa gejala ringan dapat dengan mudah diabaikan,
dan peningkatan sengaja dalam dosis agen penyebab atau
penambahan obat dengan efek proserotonergik dapat memicu
perubahan klinis yang drastis. 5
Isidensi dari sindrom serotonin diduga mencerminkan
peningkatannya jumlah agen proserotonergik yang digunakan
dalam praktek klinis. Tahun 2002, Toxic Exposure Surveillance
System, yang menerima deskripsi dari beberapa instansi
melaporkan 26.733 insidens paparan selective re-uptake
inhibitor (SSRI) yang menyebabkan efek toksik yang signifikan
pada 7349 orang dan mengakibatkan 93 kematian. Penilaian
dari sindrom serotonin dalam dosis obat terapeutik telah
mengandalkan pada studi pasca-pemasaran pengawasan,
salah satunya mengindentifikasi kejadian 0.4 kasus per 1.000
pasien/bulan untuk pasien yang memakai nefazodone.
Melakukan penilaian epidemiologi secara ketat dari sindrom
serotonin, bagaimanapun adalah hal yang sulit karena lebih
dari 85 persen dari dokter tidak menyadari sindrom serotonin
sebagai diagnosis klinis. Sindrom ini terjadi sekitar 14 sampai
16 persen dari orang-orang yang overdosis obat SSRI. 5
a. Manifestasi Klinis
Sindrom serotonin mencakup berbagai temuan klinis. Pasien
dengan kasus ringan mungkin demam tetapi memiliki
takikardia, dengan pemeriksaan fisik yang penting untuk
temuan otonom seperti menggigil, diaphoresis, atau midriasis.
17
Pemeriksaan neurogolis dapat mengungkapkan tremor
intermiten atau mioklonus serta hyperrefleks. 5
Sebagai contoh dari kasus moderat sindrom serotonin
melibatkan seperti kelainan penting yaitu tanda takikardi,
hipertensi dan hipertermia. Suhu inti hingga mencapai 40 0 C
adalah umum pada intokasikasi moderat. Gambaran umum
pemeriksaan fisik pupil midriasis, suara peristaltik usus
meningkat, diaphoresis dan warna kulit tetap normal.
Menariknya, hyperrefleks dan klonus terlihat dalam kasus
moderat mungkin jauh lebih besar di ekstremitas bawah dari
pada di ekstremitas atas, refleks patella sering menunjukan
sedikit peningkatan. Pasien mungkin menunjukka klonus
okular horizontal. Perubahan status mental termasuk agitasi
ringan atau hypervigilansi. Sebaliknya, pasien dengan kasus
yang parah dari sindrom serotonin mungkin terjadi hipertensi
berat dan takikardi yang mungkin tiba-tiba membutuk
menjadi syok. Pasien tersebut mungkin telah gelisah, delirium,
serta kekauan otot dan hypertonisitas. Sekali lagi,
peningkatan tonus otot jauh lebih besar di ekstremitas bawah.
Hypereaktivitas otot dapat menghasilkan suhu inti lebih dari
41.1 oC dalam kasus-kasu yang mengancam nyawa.
Laboratorium kelainan yang terjadi pada kasus berat
termasuk asidosis metabolik, thamdomyolysis, peningkatan
kadar aminotrnsferase serum kreatinin, kejang, gagal ginjal,
dan disebarluaskan koagulopati intravascular. 6
b. Patofisiologi dan Mekanisme Molekuler
Serotonin diproduksi oleh dekarboksilasi dan hidroksilasi L-
trypthopan. Kuantitas dan tindakannya yang diatur secara
ketat oleh kombinasi dari mekanisme re-uptake, umpan balik
dan metabolisme enzim. Reseptor serotonin dibagi menjadi
18
tujuh. 5-hidroksitriptamin (5-HT) keluarga (5-HT7), beberapa
diantaranya memiliki beberapa anggota (misalnya, 5-HT1A, 5-
HT1B, 5-HT1C, 5-HT1D, 5-HT1E, dan 5-HT1F). 6
Neuron serotonergik di SSP ditemukan terutama dalam inti
raphe garis tengah, yang terletak di batang otak dari otak
tengah ke medulla. Ujung rostral dari sistem ini membantu
dalam regulasi terjaga, perilaku afektif, asupan makanan,
termoregulasi, migraine, emesis dan perilaku seksual. Neuron
dari raphe di pons bawah dan medulla berpartisipasi dalam
regulasi nosisepsi. Di bagian samping, sistem serotonin
membantu dalam regulasi tonus pembuluh darah dan
motilitas gastrointestinal. 6
Tidak ada satu reseptor tampaknya yang bertanggung jawab
untuk pengembangan sindrom serotonin, meskipun beberapa
bukti terkumpul untuk menunjukan bahwa agonis 5-HT 2A
reseptor berkontribusi besar dalam keadaan ini. Subtipe
tambahan reseptor serotonin, seperti 5-HT 1A, dapat
berkontribusi melalui interaksi farmakodinamik dimana
peningkatan konsentrasi sinaptik serotonin agonis jenuh
semua subtype reseptor. Noradrenergik SSP hiperaktif
mungkin memaikan peranan penting, karena sejauh mana
konsentrasi norepinefrin SSP meningkat pada sindrom
serotonin dapat berkorelasi dengan hasil klinis.
Neurotransmiter lainnya, termasuk N-methyl-D-aspartate
(NMDA) reseptor antagonis dan γ-aminobutyric acid (GABA),
dapat mempengaruhi perkembangan sindrom, tetapi peranan
agen ini kurang jelas. Reseptor dopaminergik telah terlibat,
tapi hubungan ini mungkin timbul dari interaksi
farmakodinamik, interaksi langsung antara serotonin dan
19
reseptor dopamine, mekanisme lain, atau misdiagnosi
sindrom serotonin sebagai sindrom neuroleptik maligna. 6
c. Diagnosis Klinis
Tidak ada tes laboratorium yang mengkomfirmasi diagnosis
sindrom serotonin. Sebaliknya, kehadiran tremor, klonus,
atau akhatisia tanpa tanda-tanda ekstrapiramidal tambahan
harus dipertimbangkan untuk diagnosis, yang harus
disumpulkan dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik.
Ketika memperoleh riwayat pasien, dokter harus menanyakan
tentan resep dan penggunaan obat-obatan, narkoba dan
suplemen dien, karena semua agen ini telah terlibat dalam
pengembangan sindrom serotonin. Evolusi gelaja dan laju
perubahan juga harus ditinjau ulang. Pemeriksaan fisik harus
mencangkup penilaian terhadap refleks patella, klonus, dan
kekakuan otot. Selain evaluasi ukuran dan reaktivasi pupil,
kekeringan mukosa mulut, intensitas bising usus, warna kulit
dan ada atau tidak adanya diaphoresis. 6
Kriteria diagnostik telah banyak diusulkan untuk sindrom
serotonin namun yang paling sering digunakan adalah
Sternbach s7 (berdasarkan penelaahan dari 38 laporan kasus)
kriteria Hunter (berdasar dari data toksikologi Australis).8
Kriteria hunter umumnya dianggap lebih baik karena
didasarkan pada ukuran sampel yang lebih besar (2.222
kasus) dan telah terbukti lebih sederhana, lebih sensitive dan
lebih spesifik.9
Kriteria Hunter dapat dikelompokkan menjadi tiga serangkai gambaran klinis:
Efek Neuromuskular Efek Otonom Perubahan Kondisi
20
Mental
Hyperrefleks Takikardi Agitasi
Klonus (spontan
atau diinduksi)
Hiertermia (ringan
<8.5oC, berat
≥38.5oC
Hypomania
Myoclonus Diaphoresis Kegelisahan
Menggigil Pembilasan Kebingungan
Hypertonia /
kekakuan
.
d. Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi keracunan antikolinergik,
hipertermia maligna dan sindrom neuroleptik maligna, yang
masing-masing dapat dengan mudah dibedakan dari sindrom
serotonin atas dasar klinis dan berdasarkan riwayat
pengobatan. Pasien dengan sindrom antikolinergik memiliki
refleks normal dan menunjukan “toxidrom” dari midriasis,
gelisah, delirium, mukosa mulut kering, panas, kering, kulit
eritematosa, retensi urin, dan tidak adanya bising usus. Suara
peristaltik usus hiperaktif dan dengan kelainan neuromukuler,
diaphoresis dan warna kulit normal.6
Hipertermia maligna adalah gangguna farmakodinamik
ditandai oleh meningkatnya konsentrasi karbon dioksida,
hipertonisitas dan asidosis metabolic. kelainan ini terjadi
dalam beberapa menit setelah terpapar agen anestesi
inhalasi. Pada pemeriksaan fisik, kulit sering berbintik-bintik
dengan daerah sianosis dan bercak kemerahan terang.
Kekakuan otot dan hiporefleks yang terlihat pada hipertermia
maligna adalah kondisi yang membedakan secara jelas
dengan klinis sindrom serotonin.6
21
Serotonin neuroleptik maligna adalah reaksi idiopatik
antagonis dopamine. Suatu kondisi yang didefinisikan oleh
onset lambat, bradikinesia atau akinesia, kekakuan otot,
hipertermia, kesadaran yang berfluktuasi dan ketidakstabilan
otonom. Tanda dan gejala dari neuroleptik maligna sindrom
biasanya berkembang selama beberapa hari, berbeda
dengan onset cepat dan hiperkinesia sindrom serotonin.
Pengetahuan tentang pencetus juga membantu dalam
membedakan antara sindrom ini. Antagonis dopamine
menghasilkan bradikinesia, sedangkan serotonin agonis
menghasilkan hiperkinesia. 6
e. Penanganan
Ketika sindrom serotonin diterapi dengan tepat, prognosis umumnya
menguntungkan. Managemen lini pertama dengan menghentikan pemberian
obat seronotinergik dan memberikan terapi suportif. Intensitas pengobatan
tergantung pada tingkat keparahan sindrom.10 Kasus ringan biasanya teratasi
dalam waktu 24 hingga 72 jam dengan terapi konservatif dan pemberian obat
penyebab. Kebanyakan pasien dengan kasus ringan tidak memerluka
perawatan di rumah sakit. Pasien dengan moderat untuk kasus yang parah
termelibatkan hipertonisitas, hipertermia, ketidak stabilan otonom, atau
perubahan kognitif progresif memerlukan perawatan di rumah sakit.11,12
Benzodiazepine dapat digunakan untuk mengendalikan agitasi dan tremor.
Pasien juga dapat mengambil manfaat dari siproheptadine, oanzapine
(zypreza), atau chlorpromazine. Clorpromazine dan olanzapine tidak secara
rutin digunakan karena potensi efek samping dan toksisitas. Ciproheptadine,
antagonis serotonis 2A, biasanya dianjurkan dan merupakan antidotum.10,13
Paling banyak digunakan, dosis awal 12 mg harus dipertimbangkan, diikuti
dengan tambahan 2 mg setiap 2 jam jika gejala terus berlanjut. Setelah pasien
stabil, dosis pemeliharaan 8 mg jam yang diberikan setiap 6 jam. Meskipun
ciproheptadine digunakan secara luas, bukti definitif yang kurang terhadap
22
aktivitas dalam sindrom serotonin. Andalan terapi hipertermia dalam
mengelola dan meningkatkan kekuatan otot pada pasien sakit parah adalah
pelumpuh otot (muscle relaxan), sedasi dan intubasi.
f. Zat Serotoninergik
Serotonin Re-Uptake Inhibitor
SSRI Fluoxetine
Paroxetine
Sertraline
Fluvoxamine
Citalopram
Escitalopram
Antidepresan Trisiklik Clomipramine
Imipramine
SNRIs Velafaxine
Sibutramine
Dulexetine
Analgesik Opioid Petidin
Tramadol
Dekstropoksifen
Fentanyl
Metadon
Dextrometorpan
Monamine Oksidase Inhibitor
Yang tidak diubah Phenelzine
Tranylcypromine
Reversibel Selegilene
Moclobemide
Antibioti Linezolid
Isoniazid
Lainnya Methylthioninium
klorida
Serotonin Pelepas Agen
Fenfluramine
Amfetamin
23
E. Atropine Toksik Sindrom
Antidepresan trisiklik adalah salah satu penyebab paling
penting dari kematian akibat keracunan sampai 1993 dan
masih terus menjadi penyebab utama kematian akibat
keracunan. Meskipun Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
(SSRI) telah mengalahkan antidepresan trisiklik untuk
menjadi terapi lini pertama untuk depresi, antidepresan
trisiklik tetap banyak diresepkan untuk depresi dan
peningkatan jumlah indikasi lain termasuk gangguan
kecemasan, gangguan perhatian (ADHD), enuresis anak, dan
sindrom nyeri kronis. Pada tahun 2010, overdosis
antidepresan trisiklik terlibat dalam 3% dari semua kematian
yang dilaporkan ke pusat AS.14
Menurut American Association of Poison Control Center’s terjadi sekitar 5.830 kasus. Dari jumlah yang tersebut 1.483 adalah overdosis disengaja, 1.936 (33%) dirawat di fasilitas kesehatan, 203 (3.5%) menghasilkan toksisitas utama, dan 6 (0.1%) menyebabkan kematian.10
Pada keadaan intoksikasi trisiklik dapat timbul “Atropin Toxic Syndrome” yang ditandai dengan gejala: aksitasi susunan saraf putas, hipertensi, hiperpireksia konvulsi, toxic confusional state (confusion, delirium, dan disorientasi). 3
Tindakan untuk keadaan tersebut adalah:
- Gastric Lavage (hemodialisis tidak bermanfaat oleh
karena obat trisiklik bersifat “protein binding”. Forced
diuresis juga tidak bermanfaat oleh karena “renal
excretion of free drug” rendah.
- Diazepam 10 mg/im untuk mengatasi konvulsi
- Prostigmine 0.5-1.0 mg/im untuk mengatasi efek anti-
kolinergik (dapat diulangi setiap 30-45 sampai gejala
mereda)
24
- Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung
Kematian dapat terjadi oleh karena “Cardiac Arrest”. “Lethal
Dose” trisiklik sama dengan sekitar 10 kali “terapeutik dose”,
maka itu tidak memberikan obat dalam jumlah besar kepada
penderita depresi (tidak lebih dari dosis seminggu), dimana
pasien seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh diri. Obat
antidepresan golongan SSRI relative paling aman pada
overdosis.3