Upload
truongliem
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
132
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Umum Hasil Penelitian
Penelitian ini telah menghasilkan sebuah sistem drifter buoy sederhana.
Ada 2 bagian utama dari sistem yang dikembangkan yaitu : drifter buoy sebagai
instrumen yang melakukan pengukuran dan pengiriman data dan ground segment
sebagai stasiun darat yang menerima data dan berkomunikasi dengan drifter untuk
melakukan konfigurasi kerja. Drifter buoy yang dirancang pada penelitian ini
mengikuti desain model SVP dengan beberapa modifikasi sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang tersedia. Jarak antara subsurface buoy dan drogue
misalnya pada desain SVP berjarak 2 m, sedangkan pada desain ini berjarak 0.5
m. Panjang drogue SVP adalah 3 m, sedangkan pada penelitian ini drogue yang
digunakan memiliki panjang 1.5 m. Diameter bola buoy pada desain SVP 34 cm,
sedangkan pada penelitian ini digunakan 30 cm. Drogue yang digunakan berupa
jaring dengan mesh size 3 mm berbahan nylon. Pengurangan panjang total serta
dimensi diameter buoy drifter ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa drifter
akan dioperasikan pada daerah teluk sehingga drifter harus memiliki dimensi
sekecil mungkin.
Bagian elektronika dan sensor ditempatkan di subsurface buoy. Bagian ini
terdiri atas sensor posisi yaitu GPS, sensor suhu, transceiver GSM,
mikrokontroler serta accu 7 AH. Komunikasi yang digunakan pada penelitian ini
yaitu menggunakan layanan Short Message Services (SMS), baik data yang
dikirimkan maupun komunikasi untuk konfigurasi data. Data dikirimkan setiap 5
menit namun dapat diatur secara manual atau lewat SMS. Di bagian ground
segment terdiri atas transceiver GSM sebagai penerima data dan pengirim
konfigurasi yang terhubung pada sebuah komputer.
4.2. Hasil Rancang Bangun Drifter
Instrumen drifter yang dihasilkan pada penelitian ini terlihat seperti pada
Gambar 22. Tampak Luar bagian dari instrumen tersebut yaitu GPS, Antena
GSM, Kontrol Panel, Drogue, Sensor suhu. Adapun dimensi dari instrumen ini
133
yaitu : panjang total pelampung 45 cm dengan diameter bola 30 cm dan panjang
tempat antena 15 cm, dan berat total 5 Kg, diameter drogue 50 cm dengan
panjang 200 cm. Jarak antara subsurface buoy dengan drogue yaitu 50 cm diikat
mengunakan tali nylon berdiameter 1 cm. Pada bagian dasar dari buoy diberi cat
anti fouling setinggi 15 cm dari dasar buoy.
GPS
Antena
GSM
Drogue
Kontrol Panel
Sensor
Suhu
Slot MMC/SD
Card
ON/OFF
Slot ChargerLED Indikator
Gambar 22. Hasil rancang bangun drifter buoy
Susunan bagian dalam buoy terlihat di Lampiran 1. Terdapat aki pada bagian
dasar, kemudian diberi alas acrilyc dan diatasnya ditempatkan kotak elektronik.
Pada kotak elektronik ini terpusat beberapa konektor yaitu konektor ke kontrol
panel seperti kabel data MMC/SD card, tombol catu daya, charger dan LED
indikator. Kemudian konektor kabel sensor suhu yang diletakan pada bagian
bawah buoy, konektor kabel antena GSM dan kabel serial GPS.
Kontrol panel merupakan bagian penting dari instrumen yang dirancang ini,
dimana bagian ini terdiri atas beberapa bagian yaitu: Slot MMC/SD Card yang
merupakan media penyimpanan data dan konfigurasi dari kerja instrumen,
ON/OFF untuk menghidupkan atau mematikan instrumen, Slot charger untuk
melakukan pengisian batteray, LED indikator sebagai indikator kerja instrumen.
Tersedianya panel kontrol memungkinkan dilakukan pengaturan kerja instrumen
secara offline, atau mematikan dan menghidupkan instrumen. Panel kontrol ini
dibuat sedemikian agar kedap air dan memiliki beberapa pengunci tersembunyi,
agar pada saat dilepas di laut tidak semua orang mampu membuka panel kontrol
ini.
134
Desain drifter yang baik adalah drifter yang mampu mengikuti pergerakan air
sebaik mungkin. Penentuan baik dan buruknya sebuah drifter ini mampu
mengikuti pergerakan air biasanya dihitung berdasarkan drag area ratio
(Sybrandy et al, 1995). Drag area ratio yaitu perbandingan antara daya tangkap
dari parasut (drogue) terhadap pergerakan masa air dengan luas permukaan bola
buoy dan komponen lainnya. Pergerakan drifter di anggap mampu mewakili
pergerakan masa air sesungguhnya dengan ketelitian dibawah 1 cm/s harus
memiliki nilai drag area ratio diatas 40 (Niiler, 1995). Pada penelitian ini, ada
beberapa komponen yang dihitung untuk menentukan drag area ratio tersebut,
yaitu luas permukaan bola, luas pelampung, diameter penyangga, dan panjang tali
yang digunakan. Nilai koefisien drag diambil dari SVP Design Manual (Hansen et
al, 1996), dan kemudian digunakan untuk menghitung nilai drag area. Nilai drag
area ratio adalah merupakan perbandingan dari nilai drag area dari drogue
dengan jumlah nilai drag area dari komponen lain. Perhitungan dari semua
komponen tersebut terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perhitungan drag ratio drifter yang dihasilkan.
Komponen
Panjang
(cm)
Luas
(cm2) Koefisien Drag Drag Area
Drag
Area
ratio
Luas Permukaan
buoy 30 706.5 0.47 332.055 53.38
Panjang Tali 350
1.4 490
Drogue 200 31400 1.4 43960
Panjang
penyangga 1.5
1 1.5
Drag area ratio dari drifter yang dibuat yaitu sebesar 53.38 dan lebih besar
dari 40. Hasil tersebut berarti daya tangkap drifter hasil rancangan terhadap
pergerakan masa air cukup baik, sehingga rancangan ini memiliki ketelitian
dibawah 2 cm/s atau pada keadaan tenang dengan angin dibawah 4 cm/s memiliki
ketelitian hingga 1 cm/s (Niiler, 1995).
135
4.2.1. Rangkaian Elektronik
Drifter yang dikembangkan berbasis mikrokontroller ATMega32 produksi
perusahaan ATMEL. Beberapa fungsi penting dari mikrokontroler ini yaitu
melalui komunikasi serial menerima kalimat NMEA dari GPS, melakukan
parsing terhadap NMEA $GPRMC, sehingga didapatkan waktu UTC, posisi
lintang dan bujur serta kecepatan dalam knot. Mikrokontroler ATMega32
menggunakan fasilitas 1-wire yang dimiki melakukan pembacaan terhadap sensor
suhu DS18B20. Data yang telah dibaca kemudian disimpan pada modul
penyimpanan dengan format yang telah ditentukan serta pada waktu yang
ditentukan mengirimkan data ke penerima.
Rangkaian Utama Mikrokontroler
Rangkaian utama yaitu rangkaian minimum sehingga mikrokontroler
dapat bekerja dan melakukan pemrograman. ATMega32 memiliki rangkaian
minimum cukup mudah yaitu dibangun dari mikrokontroler itu sendiri, kristal
eksternal (X-TALL), kapasitor dan catu daya 5 Volt. Untuk melakukan
pemrograman pada mikrokontroler ATMega32 juga cukup mudah yaitu hanya
menghubungkan beberapa pin SPI (Serial Programming Interface) dengan port
parallel yang dimiliki komputer (Gambar 23).
Modem dan GPS menggunakan komunikasi serial RS232 untuk
berkomunikasi dengan peralatan lain termasuk mikrokontroler, sehingga
antarmuka cukup menggunakan fasilitas internal dari mikrokontroler ATMega32
baik hardware RS232 maupun RS232 secara software. Pada penelitian ini
Hardware RS232 digunakan oleh Modem GSM dan RS232 secara software
digunakan oleh GPS. Modem yang digunakan menggunakan RS232 dengan level
tegangan 12V dan mikrokontroler adalah RS232 level TTL (5V) maka diperlukan
IC Converter MAX232 (Gambar 23) sebagai level converter tegangan tersebut.
Sensor suhu menggunakan komunikasi 1-wire dalam komunikasinya yang juga
tersedia protokolnya di mikrokontroler ATMega32. Kecepatan maksimum dari
ATMega32 rangkaian ini diatur menggunakan Kristal eksternal yaitu X-TALL 4
MHz.
136
Keseluruhan rangkaian pada penelitian ini terlihat pada Gambar 22.
Sensor suhu DALLAS DS18B20 cukup menggunakan resistor pull-up unutk
antarmukanya. GPS dihubungkan ke PA.5 (Tx) dan PA.4 (Rx) dan menggunakan
komunikasi RS232 secara perangkat lunak. Catu daya menggunakan aki 12 Volt.
Media penyimpanan menggunakan SD/MMC card dengan level tegangan
komunikasi 3.3 Volt.
Gambar 23. Rangkaian utama mikrokontroler drifter berbasis ATMega32
Sumber utama energi dari instrumen yang dibuat adalah aki 7AH dengan
tegangan 12 Volt. Level tegangan tersebut diubah menjadi level tegangan 5 Volt
dan 3.3 Volt, masing-masing digunakan untuk ATMega32 dan ICMAX232 serta
3.3 Volt untuk modul MMC/SD Card. Pengubahan level tegangan ini
menggunakan IC keluarga LM78XX yang merupakan regulator tegangan stabil
dari National Semiconductor murah dan banyak tersedia dipasaran Indonesia.
137
Modul Perangkat Lunak Utama
Perangkat lunak buoy adalah perangkat lunak yang ditanamkan di
mikrokontroler, sesuai dengan alur dan cara kerja yang dibuat. menurut Stewart
(2010) penggunaan bahasa tingkat tinggi seperti bahasa C, BASIC, PASCAL
sangat membantu dalam efisiensi rancang bangun drifter dan kecepatan
penyelesaian serta penentuan alur kerja yang jauh lebih mudah, oleh karena itu
pada penelitian ini menggunakan BASCOM-AVR sebagai tools pemrograman
dengan bahasa BASIC sebagai bahasa dasarnya. Perangkat lunak yang
ditanamkan didalam buoy ini dibagi menjadi beberapa modul yang bekerja satu
kesatuan pada program utama.
Perangkat Lunak Instrumen drifter terbagi atas beberapa modul, agar
memudahkan dalam proses perancangan, analisa dan pengecekan kesalahan.
Modul tersebut dibuat berdasarkan peralatan yang digunakan sesuai dengan fungsi
dan cara kerja masing-masing peralatan tersebut. Modul tersebut terdiri atas
modul penyimpanan data, modul sensor suhu, modul GPS, modul modem GSM
untuk pengiriman data dan kendali dua arah, dan modul pembaca konfigurasi file
kerja drifter. Agar drifter bekerja sesuai dengan keinginan, modul-modul tersebut
kemudian disatukan satu sama lain. Penyatuan modul-modul tersebut dibuat
dalam sebuah modul yang kemudian disebut modul perangkat lunak utama.
Fungsi utama dari modul perangkat lunak utama yaitu mengatur alur kerja dari
setiap modul lain, kemudian menyusun beberapa data dan format yang diperlukan
sehingga semua modul dapat bekerja sesuai dengan keinginan.
. Adapun alur program utama pada penelitian ini seperti pada Gambar 16.
Pada saat pertama kali dinyalakan mikrokontroler akan melakukan konfigurasi
seperti komunikasi modem, sensor suhu dan GPS dan vektor interupsi diaktifkan.
Kemudian pembacaan GPS dilakukan yaitu berupa data posisi dalam lintang dan
bujur dengan nilai kecepatan, tanggal dan jam, selanjutnya pembacaan sensor
suhu dan menyimpannya di dalam data logger dan dikirimkan ke modem dalam
bentuk perintah AT-Command SMS. Pengiriman data dilakukan sesuai dengan
variabel waktu yang telah ditetapkan didalam file konfigurasi, atau jika dilakukan
138
konfigurasi dari jarak jauh variabel waktu pengiriman tersebut akan dirubah
sesuai dengan yang ditentukan pada kendali dua arah.
4.2.2. Modul Data Logger dan Modul Perangkat Lunak Penyimanan Data
Logger
Penyimpanan data menggunakan MMC/SD Card, dimana MMC/SD card
ini dapat diakses menggunakan komunikasi SPI (Serial Programming Interface)
yang juga dimiliki oleh mikrokontroler ATMega32 yaitu komunikasi
menggunakan mode Master/Slave dimana data dikirim secara serial melalui
beberapa paket frame dengan kemampuan silih berganti sebagai Master atau
sebagai Slave. Ada 4 pin dalam komunikasi ini yaitu MOSI, MISO, SCLK dan SS
(Gambar 20). MOSI (Master Output) merupakan jalur data keluar dari master
menuju slave, MISO (Master input) yaitu jalur data dari slave menuju master,
SCLK merupakan sinyal clock sinkronisasi sinyal dan SS merupakan pin pemilih
Master dan Slave.
Level tegangan yang digunakan modul data logger dengan mikrokontroler
berbeda, pada mikrokontroler menggunakan level tegangan digital 5 Volt
sedangkan pada modul MMC/SD card menggunakan level tegangan 3.3 Volt.
Perbedaan level tegangan tersebut menyebabkan dibutuhkannya rangkaian
perantara (antarmuka) seperti terlihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Rangkaian antarmuka MMC/SD Card
Rangkaian perantara ini dibuat menggunakan prinsip pembagi tegangan,
sehingga cukup sederhana dan hanya menggunakan sebuah regulator tegangan 3.3
Volt. Clockrate SPI atau kecepatan kerja transfer data pada modul ini tidak boleh
terlalu cepat dikarenakan rangkaian perantara tidak cukup baik bekerja jika
139
clockrate terlalu cepat. Pada penelitian ini didapatkan clockrate terbaik yaitu 64
bit/s sehingga tidak terjadi kegagalan (error) pada saat komunikasi antara
mikrokontroller dan modul data logger.
Ada 6 pin dari MMC/SD card yang dihubungkan dengan mikrokontroler
yaitu pin 1 (CS), pin 2 (Data in /MOSI), pin 3 (GND), pin 4 (VCC), pin 5 (CLK)
dan pin 7 (Data Out / MISO). Secara berurut kaki-kaki tersebut terhubung dengan
mikrokontroler yaitu PORTB.4, PORTB.5, GND, Vcc (3.3 Volt), PORTB.6 dan
PORTB.7. Pada uji coba laboratorium dengan kecepatan komunikasi SPI 64 bps
didapatkan modul data logger ini mampu menyimpan semua data yang diinginkan
dalam format yang baik.
Komunikasi MMC/SD card menggunakan pustaka MMC.bas yang disediakan
oleh BASCOM-AVR dengan sedikit modifikasi karena secara default BASCOM-
AVR dalam pustaka MMC.bas –nya tidak mendukung ATMega32, serta clockrate
dari rangkaian yang digunakan. Perubahan ini dilakukan di file
CONFIG_MMC.bas. Perubahan tersebut yaitu penyesuaian pin SPI untuk
ATMega32 dan penyesuaian clockrate sesuai dengan Kristal dan rangkaian
antarmuka yang digunakan. PINB.4 sebagai pin SS (Hardware SPI), PORTB.4
sebagai pin CS (chip select) dan dari hasil ujicoba didapatkan dengan rangkaian
modul yang dibuat, clockrate terbaik didapatkan yaitu 64 bit/s sehingga tidak ada
kehilangan data saat transfer penyimpanan.
Beberapa perubahan yang dilakukan yaitu:
„ define Chip-Select Pin
Config Pinb.4 = Output
Mmc_cs Alias Portb.4
Set Mmc_cs
Config Pinb.4 = Output „ define here Pin of SPI SS
Spi_ss Alias Portb.4
Set Spi_ss
Config Spi = Hard , Interrupt = Off , Data Order = Msb , Master
= Yes , Polarity = High , Phase = 1 , Clockrate = 64 , Noss = 1
Spsr = 1
Spiinit „ Init SPI
Data yang disimpan merupakan data yang telah disusun dalam format yang
ditentukan, yaitu “buoy”, nomor buoy, waktu, latitude, longitude, kecepatan, suhu.
prosedur penyimpanan data ini dibuat menjadi:
140
Ff = Freefile()
Open “Drifter.txt” For Append As #ff
Print #ff , “BUOY”;“,”; 1; “,”;Waktu ; “,” ; Msg12 ; “,” ;
Msg2 ; Msg4 ; “,” ;Msg3 ; Msg7 ; “,” ; Msg10 ; “,” ; Suhu
Close #ff
Perintah “open” adalah perintah penyediaan memori untuk pengolahan file
dan dengan metode “append” yang berarti bahwa penambahan isi file jika file
sudah ada dan atau pembuatan file baru jika file belum ada. Memori dan file yang
tersedia kemudian diisi dengan data menggunakan perintah “print”. Data
tersebut diwakili oleh variabel waktu, msg12, msg2, msg4, msg3, msg7,
msg10 dan suhu, dimana data tersebut disimpan di file bernama Drifter.txt.
Umumnya aplikasi drifter seperti drifter yang dikeluarkan WOCE
(http://www.marlin-yug.com/products.php?category_name_id=14) memiliki data
logger yang tergabung dengan antarmuka sensor seperti modul MM400, dimana
komunikasi yang digunakan berupa komunikasi serial RS232 untuk mengeluarkan
data yang tersimpan didalamnya. Penggunaan modul seperti MM400 ini yaitu
penggunaan daya rendah dan kemudahan pemrograman sedangkan kapasitas
penyimpananya cenderung terbatas.
4.2.3. Sensor Suhu DS18B20 dan Modul Perangkat Lunak Pembaca Sensor
Suhu
Sensor suhu DS18B20 memiliki keluaran sinyal digital sehingga rangkaian
antarmukanya cukup sederhana. Sesuai dengan datasheet yang dikeluarkan
DALLAS yaitu cukup dengan memberikan resistor pull-up. Pada mikrokontroler
keluarga ATMEL resistor ini berkisar antara 4.7 KΩ – 10 KΩ. Resistor pull-up
tersebut berfungsi untuk menyesuaikan level tegangan digital sensor dengan
mikrokontroler dikarenakan perbedaan arus serap (current-sink) dari keduanya.
Gambar 25 a. merupakan rangkaian antarmuka dari sensor DS18B20.
Sensor ini kemudian dibuat penutupnya agar kedap air. Casing terbuat dari
bahan alumunium (Gambar 25 b) berbentuk silinder kemudian alumunium
tersebut ditanamkan pada bagian bawah buoy dan kemudian disatukan kembali
menggunakan bahan resin.
141
(a)
(b)
Gambar 25. (a) Rangkaian sensor DS18B20, (b) Hasil sensor suhu yang dibuat
Sensor suhu yang digunakan yaitu DALLAS DS18B20 menggunakan
komunikasi 1-wire, BASCOM-AVR menyediakan pustaka yang baik untuk
menggunakan komunikasi ini. DS18B20 mengeluarkan data 12-bit sehingga
pengolahan data dilakukan dengan membaca data 8-bit 2 kali dengan 8-bit
pertama merupakan bit terendah dan 4 bit teratas dari 8 bit kedua merupakan 4-bit
teratas data. Pembacaan data dilakukan dengan perintah 1-wread() dimana data
yang dihasilkan berupa data 8-bit. Hasil pembacaan ini kemudian disusun kembali
sehingga didapatkan data dalam format 12-bit. Format data tersebut dalam format
desimal tanpa koma dan belum terkoreksi 1/16 (bit teratas) sehingga hasil
pembacaan dikali dengan 0.0625. Berikut implementasi pembacaan tersebut
dalam BASCOM AVR:
Sub Read_suhu()
Dim Ik As Byte
Dim T As Word
1wreset
1wwrite &HCC
1wwrite &H44
1wreset „reset device
1wwrite &HCC
1wwrite &HBE „konversi ke celcius
For Ik = 1 To 2
142
C(ik) = 1wread() „pembacaan data
Next
T = C(2) * 256 „byte atas
T = T + C(1) „byte atas + byte bawah
If C(2) > 15 Then
T = Not T
T = T + 1
Suhu = T * 0.0625
Else
Suhu = T * 0.0625
End If
End Sub
4.2.4. Antarmuka GPS
GPS yang digunakan yaitu tipe PMB-648 keluaran Parallax .inc. memiliki
keluaran NMEA-0183 melalui komunikasi serial TTL maupun RS232. Penelitian
ini menggunakan komunikasi serial TTL karena RS232 mikrokontroler untuk
modem GSM dan kabel yang dibutuhkan tidak terlalu panjang dari mikrokontroler
ke modul GPS. Gambar 26. merupakan konfigurasi pin dari modul PMB-648.
(a) (b)
Gambar 26. PMB-648 Parallax (a) Tampak atas, (b) Tampak samping dan
konfigurasi pin
Dari Gambar 26 terlihat bahwa ada 4 pin yang digunakan yaitu VCC (kaki
3), GND (kaki 4), TTL RX (kaki 2) dan TTL Tx (kaki 1). Komunikasi dengan
mikrokontroler digunakan komunikasi null-modem sehingga kaki 2 dan kaki 1
modul PMB-648 dihubungkan dengan PA.4 dan PA.5 mikrokontroler ATMega32.
VCC yang digunakan yaitu VCC 5 Volt. PMB-648 memiliki antena internal
dimana tipe ini memiliki daya tangkap sinyal yang cukup baik dan masih mampu
mendapatkan sinyal secara baik meskipun ditutup bahan tipis seperti baja ataupun
143
acrilyc. Pada penelitian ini modul ini dibungkus dengan bahan acrilyc sehingga
kedap air dan ditempatkan pada bagian paling atas dari buoy.
Penelitian ini menggunakan NMEA $GPRMC sebagai data yang akan
diambil dari beberapa kalimat NMEA yang dikirimkan oleh receiver GPS. NMEA
ini dikirimkan setiap 1 detik (http://www.nmea.org), sehingga dalam proses
pembacaan data diperlukan proses pembacaan berulang-ulang (loop). Pembacaan
berurut dimulai dengan mendeteksi penanda $GPRMC apakah sudah diterima
atau tidak kemudian karakter selanjutnya dianggap sebagai waktu dan seterusnya,
dimana delimiter format data $GPRMC ini menggunakan karakter koma (“,”).
Gambar 27. menunjukan diagram alir dari pembacaan data pada GPS.
Pembacaan berurut dilakukan karena data keluaran dari receiver GPS
dalam bentuk serial. Kecepatan pengiriman data serial ini yaitu 9600 bps sesuai
dengan kecepatan default dari GPS yang digunakan. Proses perangkat lunak di
modul ini sangat bergantung dari kualitas data yang diberikan oleh GPS, pada
beberapa percobaan tertentu data yang dikeluarkan oleh GPS tidak memiliki
karakter (null character), tetapi tanda pembatas tetap dikeluarkan sehingga
implementasi alur Gambar 27. dapat dilakukan.
Implementasi dari alur Gambar 26 kedalam bahasa BASIC BASCOM
AVR. Pertama mikrokontroler menyimpan header $GPRMC dalam memori
EEPROM kemudian setiap penerimaan karakter dari GPS dilakukan pencocokan
dengan header tersebut, menggunakan perintah lookup(y, message). Jika
data cocok atau berupa $GPRMC maka program akan keluar dari proses looping
ini, tetapi jika tidak maka program akan kembali membaca data. Potongan
program tersebut yaitu:
Do
Fdata = Lookup(y , Message)
If Fdata = 0 Then Exit Do
Get #2 , Tmp
If Fdata = Tmp Then Incr Y
Loop
Get #2 , Tmp
144
Mulai
For I=1:6
Apakah “$GPRMC”?
Hingga Karakter “,”
Susun teks sebagai
Waktu
Hingga Karakter “,”
Susun teks sebagai
Latitude
Hingga Karakter “,”
Susun teks sebagai
Longitude
Hingga Karakter “,”
Susun teks sebagai
Kecepatan
tidak
ya
ya
ya
ya
ya
ya
tidak
ya
ya
tidak
tidak
tidak
Gambar 27. Alur pembacaan data GPS
Setelah header $GPRMC ditemukan kemudian dilakukan pembacaan data
berikutnya yaitu data waktu dan melakukan konversi. Format data waktu yang
dikeluarkan oleh GPS yaitu hhmmss.ss, dimana dd adalah merupakan jam, mm
menit dan ss.ss adalah detik, dan jumlah semua data ada 9 karakter. Pembacaan
dilakukan setiap karakter dimana karakter pertama dari setiap kode merupakan
puluhan dan berikutnya adalah satuan. Setelah data tersusun kemudian disimpan
dalam sebuah variabel, implementasi dalam kode program yaitu sebagai berikut:
For Ii = 1 To 9
Get #2 , Tmp
Msg5 = Msg5 + Chr(tmp)
Waktu = Msg5
If Ii = 1 Then
Puluhan = Tmp - &H30
Else
If Ii = 2 Then Satuan = Tmp - &H30
End If
145
Next
Var = Puluhan * 10
Var = Var + Satuan
Var = Var + 7
If Var > 24 Then Var = Var – 24
Puluhan = Var / 10
Puluhan = Puluhan + &H30
Satuan = Var Mod 10
Satuan = Satuan + &H30
Mid(msg5 , 1 , 1) = Puluhan
Mid(msg5 , 2 , 1) = Satuan
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg = Msg + Chr(tmp)
Loop
„ Msg = Msg + Msg6 „ variable Waktu
Dengan cara yang sama, pembacaan berurutan dari karakter yang
dikirimkan GPS dan pembacaan kalimat NMEA dari variabel status data,
Latitude, N/S, Longitude, E/S dan tanggal dilakukan secara berurutan seperti pada
kode program dibawah ini:
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg8 = Msg8 + Chr(tmp) „variable status
Loop
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg2 = Msg2 + Chr(tmp) „variable latitude
Loop
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg4 = Msg4 + Chr(tmp) „variable North/South
Loop
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg3 = Msg3 + Chr(tmp) „ variable longitude
Loop
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg7 = Msg7 + Chr(tmp)
Loop
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg10 = Msg10 + Chr(tmp) „variable West/East
Loop
146
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg11 = Msg11 + Chr(tmp) „variable speed over groung
Loop
Do
Get #2 , Tmp
If Tmp = “,” Then Exit Do
Msg12 = Msg12 + Chr(tmp) „variable tanggal
Loop
If Msg10 = “” Or Msg10 = “ “ Then Msg10 = “0”
Perintah “GET” adalah perintah yang digunakan BASCOM untuk membaca
satu karakter dari port RS232. Data yang didapatkan berupa karakter. Pembacaan
dilakukan dalam sebuah perulangan dimana pembacaan akan berakhir bagi
variable tersebut jika pembacaan “GET” menemukan karakter “,”. Karakter yang
telah disusun dalam setiap variabel tersebut merupakan data yang sesuai dengan
urutan kalimat NMEA $GPRMC. Variabel tersebut yaitu Waktu, Msg12, Msg2,
Msg4, Msg3, Msg7, Msg10.
4.2.5. Antarmuka Modem GSM untuk Pengiriman Data dan Kendali
Dua Arah
Modem yang digunakan adalah modem keluaran Wavecom.Inc tipe
Fastract M1306B. Modem ini mendukung komunikasi AT-Command dengan
keluaran serial RS232. Adanya perbedaan level komunikasi ini sehingga
dibutuhkan antarmuka agar dapat berkomunikasi dengan baik yaitu menggunakan
IC MAX232 (Gambar 28). Dapat dilihat pada IC tersebut kaki TX dan RX
komunikasi RS232 pada pin 7 dan 8 sedangkan input dan keluaran RX dan TX
komunikasi RS232 level TTL pada pin 9 dan 10. Pin 7 dan 8 kemudian
dihubungkan dengan pin TX dan RX modem GSM secara null-modem atau TX
dan RX saling disilangkan seolah-olah komunikasi dilakukan oleh dua peralatan
yang sama tanpa adanya sinyal kontrol.
147
Gambar 28. Rangkaian antarmuka modem GSM
Gambar 28. menunjukkan rangkaian antarmuka mikrokontroler Tx (PD.1)
dan Rx (PD.0) dengan Tx dan Rx Fastract M1306B dengan protocol komunikasi
baud rate 9600. Untuk mengatur komunikasi pada kecepatan yang sama yaitu
9600 bps maka pada modem dan mikrokontroler harus diatur kecepatan
komunikasi yang sama. Default modem M1306B memiliki baudrate 115200 bps,
tetapi dengan Kristal 4 MHz yang digunakan pada mikrokontroler kecepatan
komunikasi ini tidak mungkin dilakukan, oleh karena itu kecepatan modem harus
diatur kembali. Pengaturan kembali kecepatan baud rate ini dilakukan
menggunakan AT-Command AT+CIFR=9600. Perintah tersebut bersifat
sementara artinya konfigurasi kecepatan yang dilakukan belum disimpan di
memori EEPROM modem, dan jika catu daya dimatikan konfigurasi akan
kembali ke 115200 bps. Penyimpanan setting kecepatan pada EEPROM dapat
menggunakan AT-Command AT&W. hubungan antara modem dan
mikrokontroler dilakukan hanya menggunakan pin TX dan RX tanpa melibatkan
pin control sehingga konfigurasi kabel keduanya harus menggunakan konfigurasi
null modem, dimana konfigurasi ini menyilangan antara kabel TX dan RX.
Modul Pengirim Data
Modul pengiriman data berupa SMS ini akan aktif bila dalam file config.ini
nilai variabel smsornot sama dengan satu (baris ke-2 dalam file CONFIG.INI),
maka pada modul ini dilakukan pengecekan berapa nilai variable tersebut. Jika
148
nilainya sama dengan 1 maka akan dilakukan perintah SMS seperti pada kode
berikut:
If Smsornot = "1" Then
If Hitungsms > Waktusms Then
Print "AT+CMGS=";Chr(34);Nomer;Chr(34);Chr(13;Chr(10)
Waitms 500
Print Waktu ; ":" ; Msg12 ; "," ; Msg2 ; Msg4 ; "," ; Msg3 ;
Msg7 ; "," ; Msg10 ; "," ; Suhu
Print Chr(26) ; Chr(13) ; Chr(10)
Waitms 700
Hitungsms = 0
End If
End If
Setelah melakukan pengecekan konfigurasi dilakukan pengiriman atau tidak,
perintah AT+CMGS adalah untuk mengirimkan SMS yang diikuti dengan nomor
penerima dan isi SMS kemudian diakhiri CHR(26) atau CTRL-Z. isi dari SMS diisi
menggunakan perintah PRINT diikuti dengan format data yaitu variabel WAKTU,
MSG12 yang merupakan tanggal, MSG2 dan MSG4 merupakan latitude, MSG3 dan
MSG7 merupakan longitude , MSG10 merupakan kecepatan yang diukur oleh GPS
dan SUHU.
Hasil uji coba di laboratorium menunjukan bahwa sukses tidaknya perintah ini
sangat bergantung pada kualitas sinyal GSM. Dari selang sinyal yang dikeluarkan
oleh modem yaitu 0-19 poin (didapatkan melalui perintah AT-COMMAND
AT+CSQ), minimal ada 5 poin yang dibutuhkan agar perintah pada modul ini
sukses dilakukan pengiriman SMS. Sukses tidaknya perintah SMS ini dapat
dideteksi melalui respon yang diberikan oleh modem, jika sukses modem akan
memberikan respon “OK”, jika tidak maka modem akan memberikan respon
“+ERROR”. Pada penelitian ini jika terjadi kegagalan pengiriman maka data
tersebut dilewatkan atau tidak dikirimkan kembali, dengan pertimbangan
keefektifan perangkat lunak dan untuk mengetahui data sebenarnya dapat dilihat
pada data yang tersimpan di SD/MMC card.
Kendali Dua Arah
Komunikasi dua arah pada implementasi drifter sangat penting dilakukan
(Ohlmann, 2005), Kendali dua arah yang dimaksud pada penelitian ini adalah
pengiriman SMS berkode tertentu yang tersimpan di memori buoy sehingga ketika
149
buoy menerima SMS tersebut, buoy akan melakukan hal yang kita perintahkan.
Beberapa hal yang diatur dalam kendali dua arah ini seperti pada Tabel 9.
Langkah pertama untuk kendali dua arah yaitu menghidupkan vektor interupsi
komunikasi serial sehingga pada saat kapanpun SMS masuk perangkat lunak akan
mengecek ke vektor interupsi tersebut. Untuk menghidupkan vektor interupsi ini
di BASCOM AVR seperti berikut:
Config Serialin = Buffered , Size = 40
Enable Interrupts
AT-Command tanda SMS masuk yaitu AT+CMTI sehingga setelah vektor
interupsi terpenuhi maka tugas pertama dari rutin interupsi adalah mengecek
apakah isi dari interupsi tersebut karakter +CMTI. Rutin tersebut dibuat menjadi:
Sub Ada_sms
Config Watchdog = 2048
Start Watchdog
Getline Sret
Stop Watchdog
I = Instr(sret , ":") :
If I > 0 Then
Stemp = Left(sret , I)
Select Case Stemp 'ANY MESSAGE FROM SOMEONE
Case "+CMTI:" : Showsms Sret
Case Else 'ANY CALL FROM SOMEONE
End Select
End If
End Sub
Setiap karakter yang diterima di port RS232 akan ditampung pada variabel
sret melalui perintah getline, kemudian di dalam variabel tersebut dicari karakter
“:” dan karakter sebelumnya di tampung dalam variable I. jika variable I ini
adalah “+CMTI” maka tanda adanya SMS baru kemudian akan dilakukan proses
pembacaan SMS, jika tidak proses kembali ke program utama. Langkah terakhir
adalah mencocokan isi SMS dengan kode SMS yang telah disepakati seperti pada
Tabel 11. Berikut rutin pencocokan yang dilakukan pada penelitian ini:
Sub Showsms(s As String )
I = Instr(s , ",")
I = I + 1
Stemp = Mid(s , I)
Print "AT+CMGR=" ; Stemp
Getline S
Do
150
Getline S
Select Case S
Case "CODE-1" :
Print Phonenumber
Waitms 50
Print "RESET"
Print "MIKROKONTROLER"
Print ""
Print Chr(26)
Config Watchdog = 2048
Start Watchdog
Wait 5
Stop Watchdog
Case "CODE-2" :
…
…
Case "OK" : Exit Do
Case Else
End Select
Loop
Print "AT+CMGD=1,4"
Getline S
Waitms 100
End Sub
Pertama mikrokontroler akan membaca isi SMS setelah pengecekan
variable I adalah “+CMTI”, kemudian dengan perintah AT+CMGR isi SMS
tersebut diambil menggunakan rutin getline dan disimpan dalam variabel S,
hasil pembacaan isi SMS inilah yang kemudian dicocokan dengan menggunakan
perintah case. jika memenuhi case tertentu maka mikrokontroler akan melakukan
perintah yang diinginkan (Table 9). Setelah melakukan perintah tersebut
mikrokontoler kemudian melakukan perintah pengiriman SMS sebagai laporan
bahwa perintah telah dilakukan. Terakhir SMS kemudian dihapus menggunakan
perintah AT+CMGD. Komunikasi ini sangat berguna dalam mengetahui kondisi
atau merubah alur kerja dari drifter di laut.
4.2.6. File Konfigurasi Kerja Drifter (CONFIG.INI)
Pada umumnya konfigurasi kerja drifter dapat diatur secara offline
(bersentuhan langsung) dan secara online (jarak jauh). Pengaturan secara offline
biasanya menggunakan komputer berisi program pembaca dan penulis EEPROM
mikrokontroler yang digunakan, karena pada umumnya setting parameter tersebut
disimpan pada memori EEPROM. Pada penelitian ini setting offline tersebut tidak
151
dilakukan menggunakan komputer tetapi melalui file yang ada di memori
MMC/SD card yang berisi beberapa baris kode. File tersebut akan selalu dibaca
oleh mikrokontroler pada awal dinyalakan kemudian setiap parameter tersebut
disimpan dimemori EEPROM mikrokontroler.
Buoy dalam penelitian ini dirancang agar dapat digunakan berulang-ulang
sehingga dibutuhkan kemudahan dalam konfigurasi dari kerja buoy. Dalam
perancangan ini digunakan file Config.ini (Gambar 29) yang ditanamkan di
MMC/SD card buoy sebagai pengatur kerja buoy. Beberapa hal yang diatur dalam
file ini yaitu baris pertama adalah selang waktu perekaman dalam detik, baris
kedua merupakan variable yang menyatakan apakah dilakukan pengiriman data
atau tidak, baris ketiga yaitu selang waktu pengriman data dan baris keempat
adalah nomor penerima dari data (server).
Gambar 29. File CONFIG.INI sebagai pengatur kerja buoy
Pada awal dinyalakan mikrokontroler akan mengecek dan membaca
keberadaan file ini. Pembacaan kemudian dilakukan secara berurut baris per baris
dan disimpan dalam variabel masing-masing yang kemudian digunakan dalam
proses perangkat lunak berikutnya.
4.2.7. Perangkat Lunak Penerima
Data yang dikirimkan oleh drifter adalah berupa data text melalui SMS. Data
tersebut kemudian diterima oleh ground segment yang merupakan sebuah modem
GSM terhubung dengan komputer yang berisi perangkat lunak yang mampu
menerima dan melakukan pengolahan data SMS yang disebut dengan perangkat
lunak penerima. Selain menerima dan melakukan pengolahan data yang
152
dikirimkan oleh drifter, ground segment juga berfungsi melakukan komunikasi
dua arah dengan drifter dengan mengirimkan pesan text SMS konfigurasi ke
drifter.
Perangkat lunak penerima (Gambar 30.) dibuat menggunakan perangkat lunak
Borland Delphi 7, perangkat lunak ini menerima dan mengirimkan SMS dari buoy
dalam bentuk AT-Command melalui port serial atau USB komputer. Komponen
Delphi yang digunakan untuk melakukan akses port serial yaitu Tcomport, dimana
komponen ini memiliki pustaka yang baik dalam melakukan akses terhadap port
tersebut. Penggunaan komponen ini dipilih juga disebabkan oleh kemudahan
dalam penggunaanya dalam pemrograman. Ada beberapa fungsi utama yang
digunakan yaitu writestr untuk melakukan penulisan pada port dan readstr untuk
membaca string yang diterima pada port serial.
Gambar 30. Tampilan perangkat lunak penerima data
Beberapa prosedur penting dari perangkat lunak ini yaitu prosedur yang
mengakses port serial komputer yang terhubung modem GSM baik dalam
mengirimkan perintah atau menerima data SMS. Prosedur pengiriman data yaitu:
procedure TForm1.SendCommand(strCommand: string; Postfix
: Char);
var s : string;
begin
s := strCommand + Postfix;
Comm1.WriteStr(s);
end;
153
Menggunakan fungsi writestr dikirimkan perintah AT-Command dimana
variabel string yang dibutuhkan diganti dengan perintah yang dibutuhkan
misalnya AT+CGMM, AT+CGMR dan lainnya. Apabila diimplementasikan
maka prosedur tersebut menjadi :
Comm1.WriteStr(„AT+CGMM‟ + Chr(13));
Pembacaan data dilakukan dengan prosedur comm1RxChar yaitu pembacaan
data jika terjadinya interupsi pada pin receiver port serial, berikut prosedur
pembacaan data tersebut:
procedure TForm1.Comm1RxChar(Sender: TObject; Count: Integer);
var Str: String;
begin
Comm1.ReadStr(Str, Count);
Memo1.Text := Memo1.Text + Str;
end;
Data yang telah dibaca kemudian disusun dalam variabel dan format,
kemudian menyimpannya di dalam basisdata. “Str” adalah karakter yang
menangkap string yang ada di penerima serial. Pembacaan ini dilakukan ketika
ada interupsi di port serial, jika ada kemudian variable str membaca apakah
string tersebut +CNMI, jika ya akan dilanjutkan dengan +CMGR yaitu
pembacaan isi SMS kemudian isi tersebut ditampung oleh variable str dan inilah
yang kemudian dianggap sebagai data mentah (raw data).
Kendali dua arah dilakukan dengan melakukan pengiriman SMS berkode
menggunakan perintah AT+CMGS yaitu perintah pengiriman SMS dimana isi
dari teks SMS adalah kode sesuai dengan perintah yang diinginkan. Apabila
diimplementasikan misalnya:
comm1.writestr(„AT+CMGS‟);
comm1.writestr(„CODE-1‟);
comm1.writestr(1A);
comm1.writestr(13);
Kendali dua arah yang lain dilakukan dengan prosedur yang sama. Setiap kali
dilakukan perintah dua arah dari ground segment dan SMS konfigurasi tersebut
diterima oleh drifter maka drifter akan mengirimkan SMS balasan sebagai tanda
bahwa konfigurasi telah dilakukan, jadi setelah perintah SMS konfigurasi SMS
154
perangkat lunak pada sisi ground segment kemudian akan menunggu kiriman
SMS balasan sebagai informasi bahwa konfigurasi dilakukan dengan sukses atau
tidak.
4.2.8. Perbandingan Spesifikasi Drifter yang dihasilkan dengan Drifter
ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM
Adapun perbandingan dari drifter yang dihasilkan pada penelitian dengan
drifter lainnya yaitu ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM sebagai teknologi
drifter yang telah digunakan luas dan lama oleh para peneliti (Tabel 13).
Komunikasi pada penelitian ini sudah dilakukan secara dua arah yaitu dengan
adanya kendali dua.arah, Coverage area atau penggunaan drifter yang dirancang
harus di daerah yang terdapat sinyal GSM sedangkan pada 3 perusahaan tersebut
menggunakan komunikasi satelit. Drifter pada penelitian ini dapat digunakan pada
daerah yang dekat dengan daratan seperti pesisir dan teluk yang memiliki BTS
GSM. Data pada drifter yang dibuat menggunakan SMS sebagai media
pengiriman data, jumlah data yang dapat dikirimkan sesuai dengan karakter
maksimal yang dapat dikirimkan melalui SMS yaitu 160 karakter. Ketelitian
pengukuran khusunya posisi sama yaitu ± 10 m sesuai dengan ketelitian Datasheet
GPS, walaupun pada penelitian ini di dapatkan akurasi yaitu ±4.5 m). Identifikasi
drifter dapat dilakukan melalui nomor GSM yang tertanam pada setiap drifter. Ini
berbeda dengan aplikasi lain yang dibuat sendiri oleh perusahaan tersebut.
Penggunaan daya pada penelitian ini masih jauh dari hemat seperti pada drifter
yang dikeluarkan oleh 3 perusahaan tersebut dikarenakan efisiensi penggunaan
komponen dan rangkaian. Pada drifter ini juga belum disertakan transmitter HF
sehingga pengiriman data sangat tergantung dengan sinyal GSM ditempat
percobaan.
4.2.9. Biaya Implementasi dan transmisi Sistem Drifter yang dikembangkan
Secara umum implementasi sistem drifter ini lebih murah dibandingkan
dengan aplikasi drifter yang telah dikembangkan oleh ARGOS, ORBCOMM dan
IRRIDIUM yang mencapai $1500 untuk harga drifter sendiri, dengan biaya $15
155
Tabel 13. Perbandingan drifter yang dihasilkan dengan drifter ARGOS,
ORBCOMM dan IRRIDIUM
Perbandinagan ARGOS ORBCOMM IRIDIUM
Penelitian
ini
Communication
Method
one way
(transmission)
only two way two way Two way
Coverage
Global
(number of
messages per
day depend on
latitude)
between +60
and -60 deg
latitude Global Sinyal GSM
Remote System
control (change
message rate and
message type) no yes yes yes
Max. Number of
bytes in message
32 bytes (20
bit ID) 31
bytes (28 bit
ID) 512 bytes 100 Kbytes
160
charakter
Position
by sattellite (±
300 m)
by GPS (± 10
m)
by GPS (± 10
m)
By GPS ((±
10 m)
Position drift
alarm
As option by
Argis or using
W@ves21 or
seasaw
software
As option by
Argis or using
W@ves21 or
seasaw
software
As option by
Argis or using
W@ves21 or
seasaw software -
Transmiter ID
to be obtained
from CLS to
setup buoy
system
to be specified
as part of
provisioning by
an orbcomm
service
provider
phonenymber of
the iridium
subscription Nomor GSM
Typical Power
consumption
ca 70 mW ca
40 mW
ca 100 mW ca
200 mW ca 74 mW ±544 mW
Combintaion with
local HF
transmitter yes yes yes no
Disable option
and/or activity yes yes yes yes
perhari operasi untuk biaya transmisi. Pada aplikasi ini biaya alat sebesar $167.9
(Tabel 14) dan biaya ground segment $561.2 (Tabel 15) sehingga biaya
implementasi awal sebesar $729.1 dan biaya transmisi per-hari sebesar $4.4 untuk
pengiriman setiap 5 menit atau $2.2 untuk pengiriman setiap 10 menit (Tabel 16),
menggunakan provider Telkomsel dengan biaya SMS Rp. 150).
156
Pada Tabel 14. diperlihatkan komponen yang digunakan pada aplikasi ini
menggunakan komponen yang dapat dicari dengan mudah di Indonesia dengan
biaya yang dicantumkan adalah biaya pada pasar Indonesia. Biaya ini akan
semakin murah jika komponen tersebut dipesan langsung dalam jumlah banyak
dari setiap produsen komponen misalnya saja komponen seperti Modem GSM
harga asli $45, GPS $40 dan mikrokontroler hanya $1.
Tabel 14. Biaya pembuatan drifter
Komponen IDR
Dollar (Kurs
Rp. 9800)
Microcontroller 50000 5.1
IC Max232 25000 2.6
Komponen Pasif +PCB 50000 5.1
Dallas DS18B20 25000 2.6
GPS 800000 81.6
Modem GSM 500000 51
Buoy 30000 3.1
Drogue 15000 1.5
besi 30000 3.1
Resin 30000 3.1
Cat anti fouling 30000 3.1
Alumunium 50000 5.1
Tali 10000 1.0
jumlah Rp. 2.345,000 $167.9
Pada sisi ground segment komponen terpenting yaitu modem GSM (jika
sudah memiliki komputer) maka cukup membeli modem GSM seharga $51 atau
$45 dollar bila memesan langsung dari perusahaan pembuat modem
Wavecom.inc, lengkapnya biaya implementasi ground segment terlihat pada
Tabel 15.
Tabel 15. Biaya pembuatan ground segment
Penerima IDR Dollar (Kurs Rp. 9800)
komputer 5000000 510.2
Modem GSM 1200000 51
jumlah Rp. 6,200,000 $561.2
Biaya transmisi menggunakan SMS tergolong mahal (setiap hari dengan
interval pengiriman 5 menit sebesar $4.4, Tabel 16) jika dibandingkan dengan
157
yang dilaporkan Motyzhev (2010), yang mengatakan biaya transmisi per-hari
$0.5, hal ini diakibatkan perbedaan biaya SMS dari provider setiap negara. Pada
aplikasi ini juga masih bisa dihemat jika menggunakan transmisi data GPRS
dengan rata-rata biaya koneksi internet unlimited dari provider Indonesia
Rp.100.000. Hanya implementasi transmisi GPRS ini menggunakan struktur yang
berbeda yaitu pada sisi ground segment berupa sebuah web server yang memiliki
domain internet tanpa adanya modem GSM pada sisi server.
Tabel 16. Biaya transmisi
Transmisi setiap 5 menit IDR Dollar (Kurs Rp. 9800)
24 jam 43200 $4.4
1 Bulan 1296000 $132.2
4.3. Hasil Uji coba Laboratorium
Sensor suhu dibungkus dengan bahan yang mampu menyerap panas dengan
baik seperti stainless steel dan alumunium. Pada penelitian ini sensor yang sama
digunakan dengan pembungkus berbahan alumunium. Pada keadaan tidak
terbungkus ketelitian sensor suhu ini sebesar 12-bit menyebabkan sensor ini
memiliki respon dan data yang cukup baik untuk aplikasi drifter.
Sensor suhu DS18B20 adalah merupakan sensor suhu dengan keluaran
digital, tetapi karena penerapan di drifter, sensor tersebut dibungkus untuk kedap
air maka diperlukan kalibrasi untuk mengkoreksi hasil keluaran digital sensor dan
pengaruh karena dibungkus tersebut. Proses kalibrasi ini dilakukan dengan
menngukur suhu air dingin yang dipanaskan secara perlahan menggunakan
thermometer sebagai alat standard dan sensor suhu DS18B20 yang telah
terbungkus. Kalibrasi Sensor suhu menghasilkan data dengan standar deviasi 0.42,
Rata-rata perbedaan suhu sebesar 1.582 С dan maksimum beda sebesar 3.03 С.
Data percobaan tersebut kemudian dilakukan pencocokan (Gambar 31) sehingga
didapatkan persamaan Y=1.004*X + 1.432 dengan R2=0.996, dimana Y adalah
suhu terkoreksi dan X adalah suhu yang dikeluarkan oleh sensor DS18B20.
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa sensor suhu pada drifter ini memiliki
liniearitas yang baik dengan tingkat kepercayaan yang cukup baik. Bahan
158
alumunium menyebabkan panas yang terukur pada DS18B20 lebih dingin sebesar
-1.432 С tetapi masih memberikan liniearitas dengan kemiringan sebesar 1.004.
(a)
(b)
Gambar 31. (a) Plot data pengukuran (b) Fit data hasil kedua pengukuran
Hasil diatas kurang baik dibandingkan dengan hasil Motyzhev (2010), pada
penelitiannya tentang smart buoy yang di uji cobakan di laut hitam dengan nilai
akurasi yaitu 0.2 С, sensitivitas 0.04 С dan waktu pembacaan 20 detik. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh bahan pembungkus berupa stainless steel
(penelitian ini menggunakan bahan alumunium) dimana stainless steel memiliki
penyerapan panas yang lebih baik.
Respon time dari sensor diamati secara visual dengan melihat perubahan nilai
pada thermometer dan waktu yang diperlukan oleh sensor DS18B20 untuk
berubah yaitu sebesar ± 2 detik. Hasil tersebut disebabkan karena waktu yang
20 25 30 35 40
20
25
30
35
40
Suhu DS1820 (Celcius)
Suh
u Th
erm
omet
er (C
elci
us)
y = 1.004*x + 1.432
R2=0.996
data
linear
0 5 10 15 20 25 30 3517
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
Data ke-
Suh
u (C
elci
us)
Sensor DS18B20
Manual (Thermometer)
159
dibutuhkan perangkat keras internal dari sensor dengan penggunaan akurasi 12-bit
membutuhkan waktu jeda pengukuran minimal 500 ms (www.dallas.com). Waktu
tersebut kemudian ditambah dengan perintah lain dalam proses pembacaan sensor.
Hasil respon time ini juga sangat dipengaruhi oleh proses penyerapan panas dari
bahan pembungkus sensor itu sendiri. Respon time ± 2 detik dianggap baik untuk
diterapkan pada drifter karena pada percobaan lapang, pengukuran suhu akan
dilakukan selama ± 5 menit, sehingga hasil proses pembacaan sensor suhu
terhadap perubahan suhu karena respon time tidak terlalu besar.
Pengujian akurasi ketelitian posisi yang dikeluarkan oleh GPS dilakukan
dengan percobaan pengukuran pada titik tetap, dimana drifter diletakan pada titik
tetap selama 10 menit dan melakukan pengukuran posisi secara terus-menerus.
Percobaan ini dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu di samping gedung,
daerah terbuka dan di bawah pohon. Hal ini dilakukan untuk melihat nilai
kesalahan posisi pembacaan yang dihasilkan akibat gangguan dari penerimaan
sinyal GPS. Hasil ketiga titik tersebut memperlihatkan bahwa posisi yang
dikeluarkan GPS memiliki nilai diameter maksimum ±13.62 m terjadi pada daerah
terhalang gedung yang merupakan gangguan paling besar dari ketiga titik yang
diuji, namun pada daerah terbuka kesalahan posisi maksimum yaitu ±4.5 m yang
merupakan titik yang dianggap tidak memiliki gangguan sinyal (Tabel 17).
Hasil kesalahan ini sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Parallax.
Inc produsen dari chip GPS yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar ±20
m (radius ±10 m). Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pada daerah
terbuka seperti laut, drifter akan memberikan perubahan posisi dengan tingkat
kepercayaan yang baik.
Drifter pada penelitian ini berubah posisi di luar radius ±4.5 m. Ketelitian
perhitungan kecepatan drifter selanjutnya dapat dihitung dengan asumsi
perubahan posisi di luar ±4.5 m tersebut. Misalnya Drifter memiliki waktu
transmisi 5 menit maka ketelitian terkecil dari drifter yaitu 450 cm dibagi 5 dikali
60 detik yaitu sebesar ±1.5 cm/s dan dalam waktu transmisi 10 menit sebesar
±0.75 cm/s.
160
Tabel 17. Hasil ujicoba penentuan posisi pada titik tetap
Titik
Latitude
(ddmm.ssss)
Longitude
(ddmm.ssss)
I (Samping
Gedung)
Maksimum 0633.5542 10643.4645
Minimum 0633.5088 10643.4245
Range (Second) 0.454` ~ 13.62 m 0.4` ~ 12 m
II
(Tebuka)
Maksimum 0633.5515 10643.4296
Minimum 0633.5427 10643.4281
Range (Second) 0.088` ~ 2.644 m 0.15` ~ 4.5 m
III (Dibawah
Pohon)
Maksimum 0633.4228 10643.4106
Minimum 0633.4184 10643.4083
Range (Second) 0.44` ~ 13.2 m 0.23` ~ 6.9 m
Untuk melihat pola sebaran setiap titik percobaan kemudian diplot seperti
terlihat pada Gambar 32 (a), (c) dan (e). Pola sebaran pada titik pertama jauh lebih
variatif dibandingkan dengan titik ke-3 dan ke-2. Hal ini memperlihatkan gedung
merupakan gangguan yang cukup besar untuk sinyal GPS, kemudian pepohonan.
Pada keadaan terbuka, GPS penerima yang digunakan memberikan data posisi
yang baik, dimana selama 5 menit pencatatan data dihasilkan hanya ada dua posisi
yang berbeda.
Untuk melihat kekonsistenan pemberian posisi oleh GPS penerima. Setiap
data kemudian dilihat perubahan jarak dari pencatatan waktu saat ini dengan
waktu sebelumnya, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 32 (b), (d) dan (f).
Jarak terjauh dihasilkan oleh percobaan pada titik ke-3 yaitu 13 m, kemudian pada
titik-1 sebesar 8.5 m dan paling pendek pada titik-2 sebesar 5.2 m. Berdasarkan
hasil tersebut kemudian dapat dihitung kecepatan minimal arus yang dapat diukur
menggunakan GPS penerima pada saat lintasan lurus dengan menentukan selang
waktu pencatatan. Bila ditentukan selang waktu pencatatan selama 5 menit maka
kecepatan minimal tersebut yaitu 520 cm dibagi 300 yaitu sebesar 1.7 cm/s dan
selang waktu pencatatan selama 10 menit menghasilkan kecepatan minimum
sebesar 0.85 cm/s. Kecepatan minimal tersebut sudah cukup baik karena menurut
Sannang (2003) di Pelabuhan Ratu kecepatan arus berkisar antara 10 – 45 cm/s.
161
Gambar 32. Pola sebar spasial hasil pengukuran Titik I (a), Titik II (c) dan Titik
III (e), beda jarak setiap titik secara berurut Titik I (b), Titik II (d) dan
Titik III (f)
1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643
x 104
633.5
633.51
633.52
633.53
633.54
633.55
633.56
Longitude
(a)
Latit
ude
0 100 200 300 400 500 6000
2
4
6
8
Data ke-
(b)
Jara
k (m
)
1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643
x 104
633.542
633.544
633.546
633.548
633.55
633.552
Longitude
(c)
Latit
ude
0 100 200 300 400 500 6000
1
2
3
4
5
6
Data ke-
(d)
Jara
k (m
)
1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643 1.0643
x 104
633.418
633.419
633.42
633.421
633.422
633.423
Longitude
(e)
Latit
ude
0 50 100 150 200 250 3000
5
10
15
Data ke-
(f)
Jara
k (m
)
162
Selanjutnya dilakukan pengujian pada saat drifter bergerak yaitu dengan
membawa drifter keliling kampus IPB Dramaga untuk melihat pengiriman,
penerimaan dan ketelitian dari data yang dihasilkan. Hasil uji ini kemudian diplot
di Google Map untuk melihat ketepatan dari hasil pengukuran posisi GPS. Dari
percobaan diperlihatkan bahwa GPS yang digunakan sudah cukup baik dalam
memberikan posisi (Gambar 33 lihat A). Pergerakan hasil pengukuran mendekati
jalur yang dilakukan (jalan), namun masih memiliki kesalahan seperti pada
percobaan pengukuran titik tetap yaitu ±4.5 m. Kesalahan tersebut sebagian
ditemukan pada daerah-daerah yang memiliki penghalang terhadap penerimaan
sinyal GPS (Gambar 33 lihat B). Secara umum hasil ini memberikan hasil yang
memuaskan dimana data mampu memberikan gambaran pola pergerakan yang
baik dari gerak selama percobaan dilakukan.
Selama percobaan, penyimpanan data di lakukan di data logger SD/MMC
card setiap ±2 detik (waktu yang dibutuhkan untuk sekali pembacaan dan
penyusunan serta penyimpanan data GPS). Pengiriman dan penerimaan data
menggunakan jaringan GSM pada uji coba ini dilakukan hingga 100% sukses. Hal
tersebut dilakukan dengan alasan kualitas sinyal GSM pada tempat percobaan
cukup baik. Sehingga pada saat ujicoba lapang, pengaruh kesalahan sistem
perangkat lunak baik di drifter atau ground segment dapat diabaikan.
Percobaan laboratorium selanjutnya dilakukan di water tank yaitu untuk
menguji daya apung dan kedap air dari drifter yang telah dibuat. Percobaan ini
dilakukan dengan membiarkan drifter terapung di air. Hasil menunjukan bahwa
drifter terapung setengah bola (15 cm) dari keseluruhan bola buoy (Gambar 33).
Hasil yang diperoleh dirasa telah cukup baik agar buoy terapung di laut (niiler,
1995). Drifter ditempatkan di air selama 12 jam untuk melihat kedap air dari
buoy yang telah dibuat. Dilakukan selama 12 jam diharapkan agar diketahui
kebocoran-kebocoran kecil melalui pori-pori yang tak terlihat oleh kasat mata.
Dari hasil percobaan tersebut buoy yang dihasilkan telah kedap air dan tidak ada
pori kebocoran walaupun drifter ditempatkan dalam waktu yang cukup lama. Hal
ini disebabkan oleh penggunaan resin berlapis pada seluruh permukaan buoy dan
penyambungan berlapis pada setiap titik sambungan. Pada bagian bawah
setengah bola digunakan cat anti biofouling untuk mencegah terjadinya
163
biofouling yaitu berupa organisme biologi yang tumbuh pada permukaan bola
buoy yang dapat merusak bola buoy secara perlahan.
(http://www.jamstec.go.jp/jamstec-e/mutu/co2/anti_biofouling/index.html).
Gambar 33. Hasil plot data uji coba sekitar Kampus IPB Dramaga
Pada Gambar 34. terlihat bahwa drogue mengembang secara sempurna
dengan digunakannya lingkaran penyangga pada kedua ujung dan tengah drogue
drifter. Pada saat uji coba drifter digoyang-goyang yang dianggap sebagai
gangguan. Hasilnya drifter cenderung kembali ke posisi semula (tegak). Hal ini
A
B
164
mengindikasikan penggunaan drogue dan penyangga besi ini menyebabkan
drifter memiliki keseimbangan yang baik, dimana titik berat drifter berada
ditengah.
Uji coba lama operasi juga dilakukan, dimana drifter dinyalakan secara terus-
menerus hingga tidak bekerja lagi dikarenakan kehabisan energi. Dari hasil
percobaan tersebut sistem drifter yang dibangun dapat bertahan hingga ±5 hari.
Gambar 34. Uji coba di water tank
4.4. Uji Coba Lapang (Teluk Pelabuhan Ratu)
Uji coba lapang dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 28 Agustus
2010 dan 30 Agustus 2010, pada hari pertama dimulai pada jam 08:10– 15:50,
dan hari kedua dari jam 07:00 hingga 13:10. Hari kedua dilakukan lebih singkat
disebabkan karena drifter sudah mulai keluar dari teluk. Sebagai validasi data
kemudian pada awal (pelepasan) dan akhir (pengambilan) drifter dilakukan
pengukuran arus dengan menggunakan floating drogue. Titik awal pelepasan pada
hari pertama dan kedua dilakukan pada titik yang berbeda (Hari pertama di titik:
0702.4011S, 10627.4422E dan hari kedua di titik: 0700.5859S, 10631.4677E). Uji
coba lapang dilakukan pada hari tersebut dengan alasan bahwa menurut tabel
ramalan pasang surut DISHIDROS, TNI-AL di teluk Pelabuhan Ratu akan terjadi
pasang purnama, sehingga diperkirakan pergerakan arus yang dipengaruhi oleh
pasang surut akan cukup kuat. Pada saat ujicoba daya apung instrumen cukup baik
yaitu 15 cm dari dasar surface buoy, dengan antena GPS dan GSM berdiri tegak
15 cm
165
(Gambar 35), parasut terbuka sempurna serta seimbang yaitu drifter cenderung
kembali ketitik semula bila terkena gangguan.
Gambar 35. Drifter mengapung setengah dan antena tegak lurus permukaan air
Seting parameter pada percobaan lapang ini yaitu data disimpan di
MMC/SD card setiap 2 detik dengan pengiriman data ke ground segment setiap 5
menit. Dari kedua percobaan terlihat bahwa pola trek yang dihasilkan berbeda.
Hasil perekaman data tersebut kemudian diolah agar dapat diketahui kerja dari
buoy. Hasil pengelompokan data yang terekam pada kedua percobaan tersebut
terlihat pada Tabel 18.
Table 18. Perbandingan statistik kerja alat.
Jenis Hari Pertama Hari Kedua
Lama Operasi (waktu) 8 jam 20 menit 6 jam 50 menit
Jumlah Data Tersimpan (buah) 18004 (*18028)
=99.86% sukses
14717 (*15435)
=95.35% sukses
Jumlah Data Terkirim (buah) 72(*84)=85.71% sukses 67(*72)=93.05% sukses
Voltase Awal (volt) 12.97 12.90
Voltase Akhir (volt) 12.10 (544 mW) 12.25 (541 mW)
Persentase Perubahan Posisi 199/18004=1.1% 420 /14717 = 2%
Keterangan : (*) adalah jumlah data yang seharusnya sesuai skenario yang direncanakan
166
Lama operasi hari pertama dan kedua berbeda, hal ini dikarenakan trek
hari kedua cenderung lurus dan hampir keluar teluk sehingga diputuskan untuk
tidak dilanjutkan. Meskipun demikian terlihat bahwa data perubahan posisi hari
kedua lebih banyak dibandingkan dengan hari pertama, hal ini disebabkan karena
arus pada percobaan kedua lebih cepat dibandingkan dengan hari pertama
sehingga perubahan posisi hari kedua lebih cepat dibandingkan hari pertama.
Jumlah data terkirim pada hari pertama yaitu 85.71% jika dibandingkan dengan
data yang seharusnya diterima, dan pada hari kedua sebesar 93.05%. Jumlah data
yang terkirim ini berbeda kemungkinan disebabkan oleh perbedaan daerah
percobaan yang menyebabkan sinyal modem GSM juga berbeda. Pada hari
pertama percobaan dilakukan ditengah teluk sehingga sinyal lebih lemah jika
dibandingkan dengan percobaan hari kedua yang dilakukan pada pinggir teluk
yang dekat dengan daratan. Pada hari pertama jika dilihat dari jumlah data
tersimpan dengan jumlah data yang seharusnya tercatat memiliki tingkat
kesuksesan 99.86% lebih baik jika dibandingkan hari kedua yaitu 95.35% yang
kemungkinan hal ini disebabkan oleh suhu udara yang lebih panas jika
dibandingkan dengan hari pertama, dimana suhu merupakan salah satu penyebab
gangguan pada komunikasi SPI data logger.
Konsumsi daya drifter yaitu sebesar 544 mW, lebih besar jika
dibandingkan dengan drifter yang dikeluarkan oleh ARGOS, IRRIDIUM dan
ORBCOMM yang hanya menghabiskan daya sekitar 75-100 mW, hal ini
disebabkan pada aplikasi ini efisiensi penggunaan komponen elektronika masih
belum mampu sepenuhnya dilakukan karena komponen-komponen yang
digunakan merupakan modul elektronika setengah jadi sehingga sebenarnya
banyak komponen dan fitur yang tidak diperlukan.
Hasil perekaman data menunjukan bahwa perekaman data setiap 2 detik
mengakibatkan banyak pencatatan dilakukan pada posisi yang sama, artinya
pergerakan buoy lebih lambat dibandingkan dengan pencatatan setiap 2 detik
tersebut. Kinerja buoy kemudian juga dapat dilihat berdasarkan waktu yang
dibutuhkan oleh buoy untuk memberikan posisi yang berbeda, hal ini
diperlihatkan pada Gambar 36. Pada hari pertama waktu paling lama yang
dibutuhkan drifter untuk memberikan perubahan posisi yaitu 1210 detik atau
167
20.17 menit dan pada hari kedua yaitu 540 detik atau 9 menit. Hal tersebut
disebabkan oleh perbedaan kecepatan dimasing-masing tempat percobaan dimana
pada percobaan hari pertama dan waktu tertentu arus bergerak sangat lambat jika
dibandingkan dengan tempat percobaan hari kedua.
Gambar 36. (a) Waktu untuk perubahan posisi hari pertama, (b) Waktu
untuk perubahan posisi hari kedua
Hasil selang waktu ini juga memperlihatkan bahwa pada selang waktu
tertentu pergerakan drifter dianggap diam. Hal ini disebabkan ketelitian GPS yang
digunakan berakurasi dalam radius ±10 m, sehingga pergerakan yang sempit tidak
terdeteksi.
Pencatatan yang terlalu cepat seperti pada penelitian ini terlihat menjadi tidak
efektif karena hanya 1-2% data yang tersimpan saja yang kemudian memberikan
posisi yang berbeda. Penentuan selang waktu pencatatan sangat tergantung dari
pergerakan arus pada daerah ujicoba semakin cepat arus pada daerah tersebut
semakin cepat selang waktu yang dapat digunakan dan sebaliknya semakin lambat
0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500
180
360
540
720
900
1080
1260
1440
Data ke-
(a)
Peru
bahan W
aktu
(S
econd)
0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500
180
360
540
720
900
1080
1260
1440
Data ke-
(b)
Peru
bahan W
aktu
(S
econd)
168
arus pada daerah tersebut semakin lama selang waktu yang dibutuhkan untuk
pencatatan. Pada penelitian ini kemudian digunakan selang waktu setiap 10 menit
untuk data yang selanjutnya diolah menjadi stick plot serta arah dan kecepatan
arus, karena dinilai selang waktu tersebut dianggap tidak terlalu cepat dan tidak
terlalu lama dari data yang telah didapatkan pada kedua percobaan.
4.4.1. Lintasan Drifter
Data yang diterima ataupun disimpan merupakan data dalam format yang
sudah ditentukan seperti dicontohkan pada Lampiran 2. dengan urutan yaitu
waktu, tanggal, latitude, longitude, kecepatan dan suhu. Data tersebut disimpan
setiap 2 detik sehingga ada banyak perulangan data yang sama. Data tersebut
kemudian difilter berdasarkan perubahan posisi latitude atau longitude. Hasil
penapisan data ini memberikan hasil selang waktu yang berbeda pada setiap
perubahan posisi drifter. Agar selang waktu tersebut sama maka ditetapkan selang
waktu yang digunakan sebagai data akhir pada penelitian ini yaitu 10 menit
dengan mempertimbangkan perubahan waktu yang ada (Gambar 36).
Posisi yang keluar dari GPS yaitu latitude dan longitude dalam bentuk
derajat (Degree Coordinate System) dan untuk mempermudah perhitungan jarak
dan kecepatan maka koordinat ini kemudian dikonversi kedalam format UTM.
Adapun prosedur konversi tersebut dilakukan menurut Steven Dutch (Lampiran 3)
kemudian alur tersebut diimplementasikan menjadi program MATLAB pada
Lampiran 4. Setelah koordinat dirubah, perhitungan jarak, kecepatan dan arah
dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan persamaan Pythagoras.
Hasil akhir dari pengolahan data baik hari pertama dan kedua dapat dilihat pada
lampiran 5 dan 6.
Latitude dan longitude yang telah di tapis dan dirubah kedalam koordinat
UTM tersebut kemudian dibuat dalam bentuk format KML sehingga posisi
tersebut dapat diplotkan kedalam Google earth seperti terlihat pada Gambar 37.
perangkat lunak peubah koordinat UTM ke format KML tersebut dibuat
menggunakan program MATLAB yang tertulis pada lampiran 7 . Koordinat
dibuat dalam bentuk tag yang sesuai dengan standar KML yang dikeluarkan oleh
Google dalam bentuk file text extensi KML. File tersebut kemudian dipanggil
169
menggunakan perangkat lunak Google earth. Dari Gambar 37 terlihat lintasan
pergerakan drifter, pada percobaan pertama di daerah pertengahan teluk
pergerakan drifter cenderung ke arah barat kemudian pada siang berbelok kearah
mulut teluk, sedangkan pada percobaan kedua yang dilakukan dipinggir teluk
drifter bergerak lurus menuju mulut teluk, dan pada siang hari bergerak melambat.
4.4.2. Pola Arus
Setiap percobaan dilakukan pengukuran arus secara manual yaitu pada awal
dan akhir percobaan sebagai data validasi dan perbandingan terhadap hasil
pengukuran drifter. Pengukuran manual ini menggunakan floating drogue,
kompas dan stopwatch. Data menggunakan floating drogue ini dianggap sebagai
data acuan untuk melihat baik dan buruknya pengukuran oleh drifter karena
pengukuran arus menggunakan alat ini sudah umum dilakukan untuk menentukan
arah dan kecepatan arus permukaan. Adapun hasil pengukuran manual tersebut
seperti pada Table 19.
Table 19. Hasil pengukuran manual (floating drogue) dengan hasil pengukuran
drifter Kecepatan dan Arah Arus.
Jam
Hari -1
Jam
Hari-2
Drifter Drogue Drifter Drogue
V (cm/s) Arah V (cm/s) Arah V(cm/s) Arah V(cm/s) Arah
8:10 2.99 330 3.01 331 7:10 31.1 227 30.08 220
15:50 14.2 30 13.28 27.5 13:10 10.17 247 6.72 240.2
Pada hari pertama terlihat pada awal dan akhir percobaan arus memiliki
arah yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda, hal ini disebabkan karena
waktu pengukuran yang berbeda yaitu pagi dan sore hari dimana pengaruh pasang
surut terjadi. Sebaliknya pada hari kedua arah pergerakan hasil pengukuran
hampir sama dikarenakan pengukuran dilakukan pada saat pasang surut masih
sama. Perbedaan kedua pengukuran kecepatan dan arah arus menggunakan drifter
dan menggunakan floating drogue cukup kecil artinya kecepatan dan arah
pergerakan drifter dapat dianggap cukup baik.
170
Gambar 37. Plot trek percobaan tanggal 28 dan 30 Agustus 2010
171
Data yang telah dihitung dan ditabulasi (Lampiran 5 & 6) selanjutnya
dianalisis dan ditampilkan dengan beberapa tampilan yang umum digunakan
sehingga terlihat kegunaan dan keakuratan data drifter yang dirancang pada
penelitian ini. Untuk melihat keakuratan data hasil drifter dan perhitungan
kemudian dibandingkan dengan pengukuran manual yang dilakukan pada awal
dan akhir setiap percobaan. Baik pada hari pertama dan kedua hasil pengukuran
dan perhitungan drifter dengan pengukuran manual tidak terlalu berbeda baik
kecepatan maupun arah yang dihasilkan. Hal ini terlihat di Gambar 38.
(a) (b)
Gambar 38. (a) stick plot pengukuran drifter hari pertama (atas) stick plot
pengukuran manual di lapangan (bawah), (b) stick plot
pengukuran drifter hari kedua (atas) stick plot pengukuran manual
di lapangan (bawah)
Hasil uji coba lapang ini kemudian diplot menurut besar kecepatan dan
arahnya. Hasil plot tersebut seperti pada Gambar 39. Terlihat bahwa pada
percobaan pertama drifter bergerak kearah barat kemudian tengah hari menuju
utara, hal ini disebabkan oleh pola gerak arus pasang surut di teluk Pelabuhan
Ratu. Pada hari kedua, pelepasan buoy dilakukan pada bagian pinggir timur teluk.
Hasil trek dari percobaan hari kedua ini cenderung lurus, tidak seperti hari
pertama hal ini disebabkan karena rentang waktu percobaan pendek.
08:20 10:00 11:40 13:20 15:00 16:40-10
-5
0
5
10
-10
Kecepata
n (
cm
/s)
08:00 10:00 11:40 13:20 15:00 16:40-5
0
5
10
15
Waktu Lokal
Kecepata
n (
cm
/s)
-40
-30
-20
-10
0
Kecepata
n (
cm
/s)
07:00 08:40 10:20 12:00 01:40-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
Waktu Lokal
Kecepata
n (
cm
/s)
172
Pada hari pertama menuju surut kecepatan drifter yaitu 39.28 cm/s – 0
cm/s, semakin mendekati surut terendah kecepatan gerak drifter semakin
melambat. Dari keadaan surut terendah jam 13.20 WIB hingga akhir percobaan
15:37 WIB dimana air menuju pasang kecepatan drifter yaitu dari 0 cm/s hingga
13.83 cm/s. Hari kedua kecepatan drifter yaitu 6.59 cm/s hingga 53.94 cm/s
terjadi pada pinggir teluk pada saat air menuju surut terendah. Ini memberikan
hasil yang sedikit berbeda dengan Pariwono et al. (1998) yang menyatakan
kecepatan arus permukaan teluk Pelabuhan Ratu yaitu 50 cm/s dan Sannang
(2003) yang menyatakan arus permukaan berkisar antara 10 cm/s hingga 45 cm/s.
perbedaan tersebut kemungkinan disebakan oleh perbedaan waktu studi, pada
kedua studi tersebut dilakukan pada bulan April hingga Juni sedangkan uji coba
ini dilakukan pada akhir bulan Agustus.
Kecepatan 0 cm/s hasil pengukuran drifter hari pertama disebabkan oleh
pergerakan drifter yang terlalu lambat (arus permukaan yang lambat) sehingga
GPS tidak mendeteksi perubahan posisi hingga 10 menit. Perubahan posisi
minimal yang dibutuhkan ±4.5 m seperti pada uji coba di laboratorium (Tabel 10).
Disamping itu juga disebabkan oleh gerak berputar drifter sehingga walaupun
drifter bergerak cukup cepat (pada gerak lurus melebihi 4.5 m dalam 10 menit
atau lebih besar dari 0.75 cm/s) tetapi karena gerak berputar sehingga posisi masih
dianggap pada tempat yang sama oleh GPS.
Percobaan hari kedua cenderung memiliki kecepatan lebih cepat
dibandingkan hari pertama. Hal tersebut sesuai dengan sannang (2003) yang
menyatakan bahwa pada saat surut sebagian air keluar menuju mulut teluk
Balekambang.
173
(a)
(b)
*keterangan: Warna merah adalah hasil pengukuran manual menggunakan floating drogue
Gambar 39. Peta arah dan kecepatan arus pengukuran drifter (a) hari
pertama, (b) hari kedua
Data drifter yang dihasilkan kemudian diplotkan dengan data pasang surut
pada waktu yang sama. Didapatkan bahwa gerak drifter dipengaruhi oleh keadaan
pasang surut. Pada hari pertama drifter dilepas pada waktu pasang surut menuju
surut dan terlihat drifter bergerak kearah barat, kemudian pada saat surut terendah
terlihat bahwa drifter cenderung diam dan bergerak kembali kearah utara pada
6.585 6.59 6.595 6.6 6.605 6.61
x 105
9.221
9.2212
9.2214
9.2216
9.2218
9.222
9.2222x 10
6
Longitude
Latitu
de
6.61 6.615 6.62 6.625 6.63 6.635 6.64 6.645 6.65 6.655
x 105
9.215
9.216
9.217
9.218
9.219
9.22
9.221x 10
6
Latitu
de
Longitude
174
saat air mulai naik menuju pasang. Perubahan kecepatan dan arah gerak tersebut
sesuai dengan Purba (1995) yang menyatakan bahwa pola arus di Teluk
Pelabuhan Ratu sangat dipengaruhi oleh pasang surut daerah tersebut.
Gambar 40. menunjukan hasil yang sama dimana hari pertama uji coba
dilakukan pada bagian tengah teluk pada saat menuju surut, surut terendah dan
menuju pasang nilai kecepatan arus lebih rendah dibandingkan pada hari kedua
yang dilakukan di pinggir teluk. Pada hari kedua (daerah Balakembang) nilai
kecepatan arus surut juga besar disebabkan karena perubahan kedalaman yang
drastis dari perairan dangkal ke perairan dalam. Hal ini sesuai dengan Sannang
(2003) yang menyatakan di Pelabuhan Ratu saat air surut, arus bergerak keluar
teluk dan saat air pasang arus umumnya bergerak masuk dimana bagian utara dan
selatan mulut teluk mempunyai kecepatan yang lebih besar dibandingkan bagian
tengah yang disebabkan karena adanya perubahan kedalaman yang drastis dari
perairan dalam ke perairan dangkal.
Pengukuran pada hari kedua menghasilkan kecepatan yang semakin
melambat. Hal ini sesuai dengan surut air yang semakin mendekati surut terendah
dan pada saat mulai surut terendah kecepatan buoy melambat dan arah terlihat
berubah. Hal ini menunjukan pengaruh pasang surut terhadap pola pergerakan
buoy. Gerak drifter pada bagian teluk ini lurus menuju keluar teluk dengan
kondisi surut, kemudian drifter akan mulai berbelok pada siang hari, tetapi karena
percobaan tidak lagi memungkinkan dikarenakan sudah terlalu jauh dan keluar
teluk, maka drifter diputuskan untuk diambil kembali. Walaupun demikian jarak
tempuh drifter pada percobaan ini lebih panjang karena memilik arus yang lebih
besar dibandingkan pada hari pertama.
175
(a)
(b)
Gambar 40. Stick Plot arus dan grafik pasang surut (a) hari pertama,
(b) hari kedua
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
Kecepata
n (
cm
/s)
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 550
100
150
200
Waktu Lokal
Tin
ggi P
asut
(Cm
)
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
Kecepata
n (
cm
/s)
17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1850
100
150
200
Waktu Lokal
Tin
ggi P
asut
(Cm
)
176
4.4.3. Sebaran Suhu
Data suhu yang tersimpan di SD/MMC card kemudian diplot berdasarkan
waktu pengukuran (Gambar 41). Suhu pada hari pertama selama percobaan terus
meningkat, rentang suhu pada percobaan ini yaitu berkisar dari 28 – 30.1 °C. pada
awal percobaan terlihat fluktuasi suhu, hal ini disebabkan sensor masih
menyesuaikan perubahan dari lingkungan udara ke air.
Pada hari kedua suhu berkisar antara 28.5 -30.4 °C , meningkat dari pagi
menuju siang hari kemudian mengalami penurunan (Gambar 42). Baik pada hari
pertama dan kedua terlihat bahwa respon time dari sensor suhu khususnya pada
awal deploy membutuhkan waktu. Hal ini disebabkan karena sensor suhu tersebut
dikemas dalam bahan alumunium, sehingga membutuhkan waktu untuk
penyerapan suhu. Hasil kedua pengukuran memberikan hasil yang baik dimana
suhu di Pelabuhan Ratu berkisar antara 27 – 31 °C.
Dari Gambar 41 dan 42. terlihat perubahan suhu pada data hari pertama
lebih landai dibandingkan dengan perubahan suhu pada data hari kedua.
Perbedaan kemiringan perubahan suhu ini kemungkinan disebabkan oleh tempat
yang berbeda. Pada hari pertama uji coba dilakukan di tengah teluk dan
pergerakan arus memutar pada saat terjadi perubahan pasang surut, hal ini
menyebabkan perubahan panas tidak terlalu cepat dan cenderung tersimpan, hal
ini terlihat dengan tidak terjadinya penurunan suhu meskipun pasang surut sudah
berubah. Pada hari kedua uji coba dilakukan pada pinggir teluk dengan arus surut
yang cukup cepat sehingga perubahan suhu juga cenderung cepat dan mengikuti
matahari karena arus permukaan yang juga cepat.
Agar terlihat lebih jelas perubahannya kemudian data suhu ini dirata-
ratakan setiap 10 menit. Juga untuk melihat apakah perata-rataan setiap 10 menit
mampu memberikan gambaran yang baik terhadap perubahan suhu. Hasil
perataan setiap 10 menit tersebut kemudian digambar seperti terlihat pada Gambar
42c.
177
(a)
(b)
(c)
Gambar 41. Hari pertama (28 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu, (b) Suhu
belum dirata-rata, (c) Suhu rata-rata 10 menit
08:30 09:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:00 13:00 14:00 14:30 15:00 15:30 16:0028
28.5
29
29.5
30
30.5
Tem
pera
tur
(Celc
ius)
Waktu Lokal
08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00
27.5
28
28.5
29
29.5
30
30.5
Waktu Lokal
Suhu
(Celc
ius)
178
(a)
(b)
(c)
Gambar 42. Hari kedua (30 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu, (b) Suhu
belum dirata-rata, (c) Suhu rata-rata 10 menit
0 07:30 08:00 08:30 09:00 09:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:0028.6
28.8
29
29.2
29.4
29.6
29.8
30
30.2
30.4
30.6
Tem
pera
tur
(Celc
ius)
Waktu Lokal
07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00
28.6
28.8
29
29.2
29.4
29.6
29.8
30
30.2
30.4
30.6
Waktu Lokal
Suhu
( Ce
lcius
)
179
Hasil pada Gambar 42c. memberikan gambaran bahwa perataan data suhu
setiap 10 menit cukup efektif untuk menggambarkan perubahan suhu yang terjadi
dan ini akan menurunkan biaya transmisi data. Perataan yang lebih kecil
menyebabkan biaya transmisi bertambah sedangkan perataan yang lebih lama
dikhawatirkan tidak mampu memberikan perubahan suhu yang baik.