21
41 BAB III ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM Tidak salah memang jika pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan primer. Dalam pemenuhan kebutuhan realitas itu manusia dituntut untuk selalu dan selalu mengembangkan potensi yang di milikinya. Dalam upaya tersebut manusia membutuhkan rel yang mampu untuk membawa, menunjukkan, mengarahkan, mewujudkan tujuan pendidikan yang diimpi-impikan. Pendidikan adalah jalan yang akan mampu membawa keberadaan manusia dan nilai kodrati kemanusiaannya. Keberadaan manusia serta nilai kodrati yang dimiliki oleh manusia merupakan hal penting yang harus dikembangkan dengan berorientasi pada nilai-nilai pendidikan Islam. 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses atau perbuatan yang khusus diperlakukan oleh manusia sesuai dengan kodrat yang dikaruniakan tuhan kepada manusia. Mahluk yang lain nampaknya tidak memerlukan perbuatan ataupun tindakan yang disebut pendidikan. Tuhan telah menciptakan manusia dalam bentuk bayi, mahluk tiada daya, berhadapan dengan manusia yang telah dewasa.Pendidikan merupakan usaha untuk menjembatani manusia yang memiliki kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk melangsungkan tugas hidupnya. Menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. 1 Istilah pendidikan merupakan istilah yang bersifat relatif. Banyak pakar pendidikan yang mendefinisikan pendidikan dengan model yang berbeda, dengan argumen yang berbeda, dengan langkah yang berbeda tapi yang pasti dengan arah yang sama, yakni mengembangkan fitrah ataupun potensi lahiriyah yang dimiliki oleh manusia. 1 Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis, ( Bandung,Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 10

41 BAB III ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-s1...potensi lahiriyah yang dimiliki oleh manusia. 1 Ngalim Purwanto. ... Pengantar

Embed Size (px)

Citation preview

41

BAB III

ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM

Tidak salah memang jika pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan

primer. Dalam pemenuhan kebutuhan realitas itu manusia dituntut untuk selalu

dan selalu mengembangkan potensi yang di milikinya. Dalam upaya tersebut

manusia membutuhkan rel yang mampu untuk membawa, menunjukkan,

mengarahkan, mewujudkan tujuan pendidikan yang diimpi-impikan.

Pendidikan adalah jalan yang akan mampu membawa keberadaan manusia

dan nilai kodrati kemanusiaannya. Keberadaan manusia serta nilai kodrati yang

dimiliki oleh manusia merupakan hal penting yang harus dikembangkan dengan

berorientasi pada nilai-nilai pendidikan Islam.

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses atau perbuatan yang khusus

diperlakukan oleh manusia sesuai dengan kodrat yang dikaruniakan tuhan

kepada manusia. Mahluk yang lain nampaknya tidak memerlukan perbuatan

ataupun tindakan yang disebut pendidikan. Tuhan telah menciptakan manusia

dalam bentuk bayi, mahluk tiada daya, berhadapan dengan manusia yang telah

dewasa.Pendidikan merupakan usaha untuk menjembatani manusia yang

memiliki kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk melangsungkan

tugas hidupnya. Menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha orang dewasa

dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan

jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.1

Istilah pendidikan merupakan istilah yang bersifat relatif. Banyak

pakar pendidikan yang mendefinisikan pendidikan dengan model yang

berbeda, dengan argumen yang berbeda, dengan langkah yang berbeda tapi

yang pasti dengan arah yang sama, yakni mengembangkan fitrah ataupun

potensi lahiriyah yang dimiliki oleh manusia.

1 Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis, ( Bandung,Remaja Rosdakarya,

1995), hal. 10

42

Menurut Ahmad. D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani

dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2

Sedang menurut Dr. Ahmad Tafsir Pendidikan adalah usaha

meningkatkan diri dalam segala aspeknya.3 Aspek-aspek dalam

pendidikan mencakup beberapa

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,

pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilannya yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.4

Dari beberapa pengertian menurut beberapa pakar pendidikan,

maka penulis berinisiatif menyimpulkan, bahwa pendidikan adalah segala

usaha yang dilakukan baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain guna

menuju kesempurnaan sehingga mau dan mampu melaksanakan norma-

norma kebenaran dan kebaikan.

2. Pengertian Pendidikan Islam

Realitas menunjukkan bahwa dewasa ini sering dijumpai adanya

kerancuan dalam penggunaan pendidikan Islam. Bila kita menyebut

Pendidikan Islam konotasinya sering dibatasi pada pendidikan agama

Islam. Padahal bila dikaitkan dengan kurikulum pada lembaga pendidikan

formal atau non formal, pendidikan agama Islam hanya terbatas pada

bidang-bidang studi agama seperti tauhid, fiqih, tarikh, tafsir dan hadis.

Bertolak dari risalah Islamiyah yang bertujuan mengantarkan

manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta mewujudkan

2 Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung, Al maarif, 1989

), hal. 23 3 Dr. Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, ( Bandung, Remaja Rosda

Karya: 1992), cet II, hal. 5 4 UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional ( pasal 1 ayat 1 ). 3

43

rahmatan lil ‘alamin, maka timbul pertanyaan, apakah semua itu akan

tercapai hanya dengan pendidikan agama.

Pendidikan agama memang sangat penting dan strategik dalam

rangka menanamkan nilai-nilai spiritual Islam, tetapi hal ini baru

merupakan sebagian dari seluruh kerangka Pendidikan Islam hanya

terbatas pada bidang-bidang studi agama seperti tauhid, fiqih, tarikh dan

lain-lain.

Bertolak dari pengertian pendidikan menurut pandangan Islam

sebagaimana telah diuraikan di atas, dan mengingat betapa kompleksnya

risalah pendidikan Islamiyah, maka sebenarnya yang dimaksud dengan

pengertian Pendidikan Islam ialah “ Segala usaha untuk memelihara dan

mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada

padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya ( Insan Kamil ) sesuai

dengan norma Islam”.

Konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat di

formulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan taqwa serta

memiliki berbagai kemmapuan yang teraktualisasi dalam hubungannya

dengan tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar secara

baik, positif dan konstruktif. Demikianlah manusia produk Pendidikan

Islam yang diharapkan, yang pantas menjadi Khalifatul fil Ardl.

Drs. Hasbullah dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam Di

Indonesia menjabarkan ada lima yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan

Islam yakni:

1.Prinsip pembebasan manusia dari ancaman

kesesatan yang membawa manusia kepada

api neraka.

2.Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang

memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia didunia dan

akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan

bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do’a sehari-hari.

44

3. Prinsip Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar serta membebaskan manusia

dari belenggu-belenggu kenistaan.

4. Prinsip pengembangan daya fikir, daya nalar, daya rasa, sehingga dapat

menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya

cipta, rasa dan karsanya.

5. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar

keimanan yang kaya akan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain

saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan dirinya pada

sang pencipta.5

3. Tujuan, fungsi dan Proses Pendidikan Islam

Mempelajari tentang studi pendidikan Islam, tentang masalah-

maslah yang berhubungan dengan pendidikan Islam sudah barang tentu

sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangsih bagi

perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam.

Secara umum Pendidikan berfungsi sebagai transformasi ilmu

pengetahuan dan pengembangan berbagai disiplin ilmu dalam rangka

menjaga dan melestarikan ilmu pengetahuan tentu saja yang didasarkan

pada Al Quran dan sumber-sumber hukum Islam lainnya.

Pendidikan Islam, dengan bertitik tolak pada prinsip Iman-Islam-

Ihsan atau akidah-ibadah-akhlak untuk menuju suatu sasaran kemuliaan

manusia dan budaya yang diridhoi Allah. Lebih jauh Prof .Dr.Jusuf Amir

Faisal menjelaskan tentang fungsi-fungsi pendidikan Islam:

a. Individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat

manusia muttaqin dalam bersikap berfikir dan berprilaku.

b. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam.

Rekayasa kultur Islam demi terbentuknya dan berkembangnya

peradaban Islam.

5 Drs. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 1995), hal. 129

45

c. Menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu,teknologi, dan

keterampilan demi terbentuknya insan kamil dan profesional.

d. Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari,

mengembangkan serta memelihara ilmu dan teknologi.

e. Pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang

ekonomi, fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik,

olahraga, kesehatan, dan sebagainya.

f. Pengembangan kualitas muslim dan warga negara sebagai anggota

dan pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif.6

Selain fungsi pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam pada

hakikatnya sama dengan dan sesuai dengan tujuan diturunkannya agama

Islam itu sendiri, yaitu untuk membentuk manusia muttaqin yang

rentangnya berdimensi infinitum (tidak terbatas menurut jangkauan

manusia), baik secara linear maupun secara algoritmik (berurutan secara

logis) berada dalam garis mukmin-muslim-muhsin dengan perangkat

komponen, variabel, dan parameternya yang bersifat kompetitif.7

Oleh karena itu Jusuf memberikan Lima tujuan pendidikan Islam

yakni:

a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah

mahdhah.

b.Membentuk manusia muslim yang di samping dapat melaksanakan

ibadah mahdhah juga dapat melaksanakan ibadah muamalah dalam

kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota

masyarakat dalam lingkungan tertentu.

c. Membentuk warga negara yang bertanggung jawab kepada masyarakat

dan bangsanya dalamrangka bertanggung jawab kepada Allah sebagai

penciptanya.

6 Jusuf. Op Cit. hal.95-96 7 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, ( Jakarta, Gema Insani Press, 1995),

hal. 96.

46

d.Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan

terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan

memasuki teknostruktur masyarakatnya.

e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu (Agama dan ilmu-ilmu

Islami lainnya)

Suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dengan fungsinya.

Oleh karena itu perlu ditegaskan lebih dahulu apa fungsi pendidikan itu. Dalam

bukunya Ideologi Pendidikan Islam DR. Ahmadi memberikan tiga tujuan

pendidikan yang bersifat normatif, yakni:

a. Memberikan arah proses pendidikan. Sebelum kita menentukan

dan menyusun kurikulum langkah utama yang harus dilakukan

adalah merumuskan tujuan pendidikan. Tanpa ada kejelasan

tujuan, seluruh aktivitas pendidikan akan kehilangan arah, kacau

bahkan menemui kegagalan.

b. Memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan karena pada

dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin

dicapai dan diinternalisasikan pada anak atau subjek didik.

c. Tujuan pendidikan merupakan criteria atau ukuran dalam evaluasi

pendidikan.8

Mengenai tujuan pendidikan, Ahmadi mengkategorikan menjadi tiga

tujuan yaitu, Tertinggi, umum dan khusus. Tujuan tertinggi pendidikan Islam ini

pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai

ciptaan Allah, yaitu:

a. Menjadi hamba Allah yang bertaqwa, Tujuan ini sejalan dengan tujuan

hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada

Allah.

b. Mengantarkan subjek didik menjadi Khalifatullah Fil Arld yang mampu

memakmurkannya.

c. Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup didunia sampai akhirat.

8 Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2004), hal, 90-91)

47

Dalam tujuan diatas lebih pada pendekatan filosofis, sedangkan tujuan

umum pendidikan Islam lebih bersifat empirik dan realistis. Tujuan umum

berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut

perubahan sikap, perilaku dan kepribadian subjek didik, sehingga mampu

menghadirkan dirinya sebagai pribadi yang utuh ( Self Realization)

Dengan kembali pada Al Qur’an dapat disimpulkan bahwa realisasi diri

sebagai tujuan umum pendidikan Islam tidak lain adalah terpadunya fikir, zikir

dan amal pribadi seseorang. Disinilah kunci utama untuk sampai pada tujuan

tertinggi “ Ma’rifatullah dan Ta’abud Illallah”

Sedang tujuan khusus pendidikan Islam adalah pengkhususan atau

opersionalisasi tujuan tertinggi dan terakhir dan tujuan umum pendidikan Islam.

Yujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan

dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada

kerangka tujuan tertinggi, terakhir dan umum. Pengkhususan tujuan pendidikan

ini didasarkan pada:

a. Kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu

diselenggarakan.

b. Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik

c. Tuntunan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu.9

Dari beberapa tujuan pendidikan Islam yang telah dijelaskan diatas, paling

tidak memiliki tujuan yang pasti, yaitu manusia sebagai khalifah di bumi. Ketika

Allah pertama kali memperkenalkan misi manusia untuk mendiami bumi dengan

menjadikan manusia sebagai khalifah dibumi sebagaiman disebutkan dalam Al

Qur’an surah Al Baqarah ayat 30-34. malaikat menduga bahwa yang bakal terjadi

adalah penguasaan manusia atas manusia sehingga akan menimbulkan

pertumpahan darah dan kerusakan diatas bumi, sebagaimana pengalaman histories

yang berhasil diamati oleh malaikat. Sementara malaikat sendiri mengaku

merekalah yang senantiasa bertasbih, memuji kebesaran dan mensucikan Allah.

9 Ahmadi , Op Cit, hal, 90-103.

48

Ternyata yang dikehendaki Allah dalam mengemban tugas khalifah ini

adalah bukan pengasaan manusia atas manusia tetapi tugas kependidikan yang

merupakan konsekuensi dari tanggung jawab intelektual adam (yang telah diajar

oleh Allah ) untuk menegakkan kebenaran ( inkuntum shadiqin). Pengakuan

malaikat atas kebenaran ilmiah adalah merupakan sikap ibadah ( sujud ) dan

pengingkaran ( iblis) atas kebenaran ilmiah tersebut merupakan sikap organisme

yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, inilah yang disebut dengan kekafiran.

Proses pendidikan dalam hal ini adalah merupakan satu proses untuk

mengubah dan mengangkat harkat, martabat manusia (adam ) dari sesamanya (

malaikat).

Logika yang dapat ditarik dari surah Al Baqarah 30-34 adalah untuk

menghentikan pertumpahan darah dan pengrusakan bumi, tidak cukup dengan

beretasbih, memuji kebesaran Allah, apalagi dengan kesombongan, melainkan

harus ditegakkan dengan kebenaran. Demikian pula menegakkan kebenaran tidak

cukup hanya dengan bertasbih danmemuji kebesaran tuhan, melainkan harus

melalui proses pendidikan dengan memberi penghormatan terhadap kebenaran

ilmiah.

Karena itu hakekat pendidikan Islam bukan untuk meleburkan sifat dan

potensi insani kedalam sifat dan potensi melakiyah, melainkan justru merupakan

proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insani sehingga dapat

menumbuhkan kesadaran untuk menemukan kebenaran.10

Dalam kaitannya dengan proses pendidikan Islam adalah suatu upaya atau

proses, pencarian, pembentukan, dan pengembangan sikap dan prilaku untuk

mencari, mengembangkan, memelihara, serta menggunakan ilmu dan perangkat

teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran

islam. Oleh karena itu, pada hakekatnya, proses pendidikan islam merupakan

proses pelestarian dan penyemprnaan kultur islam yang selalu berkembang dalam

proses transformasi budaya yang berkesinambungan di atas ketetapan wahyu

yang merupakan nilai universal.

10 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar,

1996), hal. 32.

49

Agar proses pendidikan Islam dapat berjalan secara konsisten dan terarah

serta menemukan nilai efektif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Kedudukan bahan pelajaran, khususnya ilmu dan teknologi dalam

perspektif Islam atau epistimologi ilmu Islami. Merupakan suatu

keharusan untuk menjadikan bahan pelajaran itu sebagai komponen

pendidikan yang pembentukannya dilakukan secara bertahap. Disamping

itu diupayakan pula aplikasi ilmu keislaman dalam kehidupan masyarakat,

sehingga pilihan atau spesialisasi ilmu-ilmu Islami atau ilmu-ilmu

keislaman.

b.Tenaga pendidik yang berkualitas dalambidang ilmu yang menjadi

spesialisasinya dan bidang metodologi pendidikan secara profesional.

Pengadaan tenaga pendidik, sebelum diperoleh melalui hasil sistem

pendidikan Islam tersebut dibentuk dengan sistem latihan.

Ada tiga tahapan dalam mempersiapkan tenaga pendidik yang

berkualitas, yaitu:

a) Preservice yang pesertanya adalah tenaga ahli ilmu umum yang

dilengkapi ilmu agama dan ahli ilmu agama yang dilengkapi ilmu

umum secara integral.

b) Inservice untuk mereka yang sudah terlibat dalam kegiatan

pendidikan tersebut sesuai dengan prinsip pendekatan integratif

seperti prinsip diatas.

c) Onservice, untuk mereka yang sudah terlibat dalam pendidikan

tersebut dengan kegiatan supervisi dan bimbingan dengan prinsip

pengembangan preservice dan Inservice.

c. Administrasi, berupa penunjang proses yang dijalankan dengan suatu

sistem mekanisme yang menjamin berfungsinya sebagai sarana tindak

lanjut pendidikan akademik serta sumber data dan informasi.

d.Pembelajaran dijalankan dengan mengikuti prinsip seleksi, gradasi dan

evaluasi yang ketat. Artinya, penyusunan bahan ajar, metodologi dan

evaluasi dilakukan sesuai dengan tujuan umum ( terbentuknya manusia

50

muttaqin). Selain itu sebagai evaluasi keberhasilan peserta didik

hendaknya meliputi:

a) Aspek kognitif (ilmu)

b) Aspek profesional (psikomotor), yaitu kemampuan untuk

mengaplikasikan atau menggunakan ilmu, teknologi dan

keterampilan dalam kehidupan.

c) Aspek kreatifitas, yaitu kemampuan untuk mengembangkan

sesuatu lebih jauh dari apa yang telah di peroleh.

d) Aspek kepribadian yang utuh sebagai hamba Allah, warga

negara, komunitas masyarakat, serta anggota komunitas

keluarga yang respektif.

Keempat aspek inilah yang nantinya akan mampu melihat sisi

keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran dan transformasi ilmu

pendidikan. Karena selamaini pendidikan cenderung dimaknai sebagai transfer of

knowledge saja, bukan internalisasi nilai dan norma.

4. Institusionalisasi Pendidikan Islam

Istilah institusionalisasi yang dimaksud dalam penelitian ini sudah tentu

ada hubungannya dengan kata institusi. Institusionalisasi ( pelembagaan) adalah

bentuk verba dari kata institusi. Hanya saja kata pelembagaan ini tidak berarti

memasukkan ke dalam lembaga atau memfungsionalkan sesuatu dalam

lembaga, umpamanya lembaga pendidikan. Lebih tepatnya, melembagakan

yang dimaksud adalah melembagakan nilai kemanusiaan agar menjadi prinsip

yang kukuh dan diterima sebagai bagian mendasar dalam budaya (kultur)

bangsa Indonesia sebagai salah satu pola perangkat prilaku.11

Bertolak dari asumsi bahwa Life is education and education is life,

dalam arti pendidikanmerupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia , dan

seluruh proses hidup dan kehidupan manusia, adalah proses pendidikan, maka

pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup

11 Jusuf. Op Cit, hal. 173

51

Islami, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup

orang Islam.

Namun demikian, timbul pula pertanyaan, apa saja aspek-aspek

kehidupan ?. Dalam konteks inilah para pakar dan pemikir serta pengembang

pendidikan Islam mempunyai visi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tidak

bisa dilepaskan dari sistem politik dan latar belakang sosio-kultural yang

mengitarinya. Secara historis-sosiologis, setidaknya telah muncul beberapa

paradigma pengembangan pendidikan Islam. Yakni sebagai berikut:

1.Paradigma formisme

Didalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat

sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi. Segala sesuatu hanya

dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada

dan tidak ada, bulat dan tidak bulat, STAIN/IAIN dan Non

STAIN/IAIAN, Madrasah dan non madrasah, pendidikan keagamaan dan

nonkeagamaan atau pendidikan agama dan pendidikan umum, demikian

seterusnya.

Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya

dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan

akhirat, kehidupan jasmani dan ruhani, sehingga pendidikan Islam hanya

diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan ruhani saja.

Dengan demikian , pendidikan agama dihadapkan dengan

pendidikan non agama, pendidikan keislaman dengan non keislaman,

pendidikan agama dengan pendidikan umum, sehingga pendidikan Islam

(al tarbiyah al islamiyah) berarti al tarbiyah al diniyah/ pendidikan

keagamaan, ta’lim al din/ pengajaran agama, al ta’lim al islami/

pengajaran keislaman dalam rangka tarbiyah al muslimin ( mendidik

orang-orang islam).

Karena itu, pengembangan pendidikan Islam hanya berkisar pada

aspek ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi

2.Paradigma mekanisme

52

Dalam paradigma ini , pendidikan Islam mengedepankan aspek

sosio humanisme kemasyarakatan, yang tetap berorientasi pada sisi

pendidikan Islam dan insaniyah. Sehingga peran manusia benar-benar

menjadi hal yang berbeda dengan mahluk yang lain.

3.Paradigma organisme

Kaitannya dengan paradigma makanisme dan formisme, paradigma

organisme adalah upaya manusia untuk selalu membina dan

mengelompokkan aspek kemanusiaannya dengan kedua paradigma yang

mengedepankan dikotomi dan sifat insaniyah manusia.

Sebenarnya, umat Islam dalam lintasan sejarah yang panjang telah

memperlihatkan pentingnya pendidikan Islam. Hal ini dapat ditelusuri sejak masa

Rasulullah SAW hingga dewasa ini.12

Wahyu yang pertama diterima Rasulullah memperlihatkan pada

pentingnya proses pembelajaran. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan

Rasulullah, seperti mengadakan ta’lim ( pembelajaran ) kepada para sahabatnya

untuk menegetahui ajaran-ajaran Islam sehingga ia membuat komplek belajar

(Dar al Arqam), merupakan salah satu bukti perhatian Rasulullah terhadap

pendidikan.13

Perkembangan pendidikan Islam ditandai dengan berdirinya madrasah

Islamiyah yang bersifat formal. Perjalanan lembaga pendidikan Islam dari masa

ke masa mengalami kemajuan yang signifikan, terbukti dengan bermunculnya

pondok pesantren, majlis taklim, madrasah.

Diberbagai daerah banyak lahir berbagai madrasah dan pondok pesantren

antaralain di Sumatera paling tidak lahir dua madrasah yakni madrasah

Adabiyah dan Madras School. Madrasah Adabiyah yang di dirikan oleh Syekh

Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M. Madrasah ini kemudian berubah menjadi

HIS ( Holand Inland School ) Adabiyah pada tahun 1915 M. Pada tahun 1910 M

didirikan Madras School didaerah batu sangkar sumatera barat oleh syaikh M.

12 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, ( Jakarta, Raja Grafindo, 2004),

hal. 171. 13 Ibid, hal. 172.

53

Taib Umar. Dan pada tahun 1918 Muhammad Yunus mendirikan Diniyah

School sebagai lanjutan Madras School.14

Adapun pondok pesantren yang pertamakali membuka madrasah formal

ialah tawalib di Padang Panjang pada tahun 1921 M dibawah pimpinan syekh

Abd Karim Amrullah, beliau adalah ayah Hamka.

Di jambi didirikan podok pesantren dan madrasah Nurul Iman. Pada tahun

1913 oleh H. Abd Somad, seorang ulama’ besar keluaran Makah. Madrasah

Sa’adah al darain didirikan oleh H. Ahmad Syakur, Madrasah Nurul Islam oleh

H.M. Saleh, Madrasah Juharain oleh H. Abd. Majid pada tahun 1922.

Adapun di Jawa, permulaan abad 20 baru bermunculan pondok pesantren

Tebuireng dijombang oleh K.H. Hasyim Asy’ari pada tahun 1899. dan pada

tahun 1919 madrasah formal salafiyah berdiri dan diasuh oleh K.H Ilyas.

Madrasah ini mengajarkan ilmu agama dan pengetahuan umum.

Baru setelah itu banyak bermunculan pondok pesantren lain semisal,

Pondok Pesantren Tambak Beras di Jombang oleh K.H Wahab Hasbullah dan

pondok Rejoso peterongan oleh K.H Tamin pada tahun 1919 M. Kedua pondok

Pesantren tersebut juga memiliki madrasah formal. Dan pada tahun 1926 berdiri

pondok pesantren Modern Gontor oleh K.H Imam Zarkasy dan K.H. Sahal.15

Selain itu, madrasah yang juga menjadi salah satu bagian dari

pendidikan Islam juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Madrasah

yang berarti tempat belajar atau sekolah dengan konotasi khusus yaitu sekolah

yang mengajarkan ilmu agama Islam. Dalam arti tempat belajar adalah untuk

mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan

dan keahlian lainnya yang berkembnag pada zamannya. Sekitar abad ke 19

pemerintah belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut

system persekolahan didunia barat, sehingga sedikit banyak mempengaruhi

system pendidikan yang telah berkembang di Indonesia, termasuk pesantren

menjadi system pendidikan madrasah. Sistem sekolah yang dikembangkan

14 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta, Bumi Aksara, 1997), hal. 193. 15 Ibid, hal. 194

54

kolonial belanda telah masuk dunia pesantren. Sistem khalaqah bergeser ke arah

system madrasah dalam bentuk klasikal, dengan unit-unit kelas.16

Pada perkembangan selanjutnya banyak madrasah yang didirikan terpisah

dengan induknya yaitu pesantren, surau, masjid, bahkan dengan adanya ide-ide

pembaharuan dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, tidak sedikit

madrasah yang didirikan sudah lepas sama sekali dengan pesantren yang tidak

hanya memberikan pengetahuan agama saja tetapi juga mengajarkan

pengetahuan umum, sesuai dengan tuntutan zaman.

Dan pada awal abad 20 adalah merupakan masa pertumbuhan dan

perkembangan madrasah diseluruh Indonesia, dengan nama dan tingkatan yang

bervariasi, dan belum ada keseragaman baik isi kurikulum serta rencana

pelajaran. Baru setelah Indonesia memperoleh pengakuan kemerdekaan mulai

dirintis penyeragaman bentuk, system dan rencana pelajaran.

Dari sini dapat dikatakan bahwa madrasah-madrasah pada awal

perkembangannya masih bersifat diniyah semata-mata, atau materi

pendidikannya agama saja. Baru sekitar tahun 1930 terjadi pembaharuan

madrasah, yaitu dengan memasukkannya pengetahuan umum kedalam

kurikulumnya.

5.Orientasi Pendidikan Islam dalam Pendidikan Multikultural

Dalam orientasi pendidikan multikultural ada beberapa ide yang saling

bersinggungan antara orientasi pendidikan multikultural dengan tujuan akhir

pendidikan Islam diantaranya adalah Pendidikan ukhuwah17 yang dalam

pendidikan multikultural di sebut dengan orientasi pengakuan terhadap

pluralitas dan heterogenitas. Karena ukhuwah akan terbentuk dengan baik jika

diantara sesama mampu memahami perbedaan , kekurangan dan kelebihan

masing-masing.

Orientasi yang lain adalah orientasi kesejahteraan. Dalam pendidikan

Islam, pendidikan kesejahteraan18 masyarakat sebenarnya sangat tergantung

pada kesejahteraan, ketenteraman serta kedamaian hubungan dalam keluarga.

16 Zuhairini. Et,al. Metodologi Pendidikan Agama, ( Solo, Ramadhani, 1993), hal. 42 17 Zuhairini, Sejarah…., hal. 44 18 Ibid, hal, 48

55

Orientasi kesejehteraan dalam pendidikan multikultural adalah multikultural

mengorientasikan kesejahteraan dengan asumsi bahwa model kesejahteraan

yang menjadi orientasi pendidikan multikultural adalah hal yang bukan hanya

bersifat materi, tetapi juga yang bersifat spiritual.

Pada dasarnya manusia sudah merasa sejahtera ketika kebutuhan-

kebutuhan dasarnya terpenuhi, dihargai dan diakui oleh orang lain dan

diberlakukan sebagai manusia.19

Selain itu, dalam ayat ke 13 dari surat Al Hujurat Islam mengakui

adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan20, inipun juga selaras dengan

orientasi pendidikan multikultural yakni orientasi proporsional Proporsional

dalam orientasi pendidikan multikultural adalah merupakan nilai yang di

pandang dari aspek apapun adalah sangat tepat.21Ketepatan disini tidak diartikan

sebagai ketepatan yang bersifat rigid dalam arti hanya menggunakan salah satu

pertimbangan, misalnya pertimbangan kualitas intelektual, atau kuantitasnya,

melainkan ketepatan yang ditinjau dari semua sudut pandang, khusunya yang

berkaitan dengan nilai-nilai proporsional, sehingga berbagai kalangan mampu

menerima dengan lapang dada. Orientasi seperti inilah yang diharapkan akan

menjadi pilar pendidikan multikultural.

Pada penggalan ayat diatas sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk menegaskan

bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada

perbedaan antara satu suku dengan yang lain.22 Dan ini sesuai dengan Ideologi

pendidikan multicultural yakni Ideologi sosialisme adalah Ideologi yang

mendasarkan diri pada nilai-nilai kebersamaan manusia. Ideologi ini

mengajarkan nilai bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama terhadap

segala sesuatu.23

19 Ainurrafiq Dawam, Emoh Sekolah, ( Yogyakarta, Inspeal Press, 2003), hal. 106 20 Zuhairini, Loc. Cit, hal. 50. 21 Ibid, hal. 106 22 M.Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah V. 13, ( Jakarta, Lentera Hati, 2003), hal. 260 23 Ainurrafiq Dawam, Op Cit, hal. 116

56

Dan pada akhir ayat ini, disana ada sebuah peringatan lebih dalam lagi

bagi manusia yang silau matanya karena terpesona oleh urusan kebangsaan dan

kesukuan, sehingga mereka lupa bahwa keduanya itu gunanya bukan untuk

membanggakan suatu bangsa kepada bangsa yang lain, suku satu dengan suku

yang lain, didunia bukan untuk bermusuhan, melainkan lita’arafu yakni saling

mengenal ( memahami dan mengetahui).24

6. Metode dan sistem Pendidikan Islam

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang

sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan , karena ia menjadi sarana dalam

menyampaikn materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Tanpa metode,

suatu materi peljaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam

kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.25

Dalam proses pendidikan Islam, metode yang tepat guna dan bguna pabila

mengandung nilai-nilai yang intrinsic dan ekstrinsik yang sejalan dengan materi

pelajaran dan secara fungsuonal dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai

ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum,

dan tujuan pendidikan Islam terkandung nilai relevansi dan operasional dalam

proses kependidikan.

Ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang

hendak direalisasikan melalui metode yang mengndung watak dan relevansi

tersebut. Pertama, membentuk anak didik menjadi hamba Allah yang

mengabdikan dirinya kepada Allah semata. Kedua, bernilai edukatif yang

mengacu kepada petunjuk Alqur’an. Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan

kedisiplinan sesuai ajaran Al qur’an yang disebut pahala dan siksaan.26

Prof. H.M.Arifin dalam bukunya Ilmu pendidikan Islam menyebutkan ada

delapan metode pendidikan yakni:

24 Hamka, Tafsir Al Azhar Jil.9, ( singapura, Pustaka Nsional, 1990), hal. 6836. 25 Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Ilmu Pendidikan Islam, ( Bumi Aksara, Jakarta: 2003), hal.

144 26 Dalam bahasa psikologi pahala dan siksaan adlah reword and punishment (Hadiah dan

hukuman), ketika seorang siswa mampu mengapliksikan nilai-nilai yang terkndung dalam pendidikan dalam kehidupan sehari-hari, maka Reward ia dapatkan, namun jika peserta didik melanggar sebuah aturan ataupun norma yang diajarkan, maka Punushment yang ia peroleh. Dan tidak lain Reward ang Punishment dalam pendidikan hanyalah sebagai motivasi belajar siswa.

57

1. Metode situsional yang mendorong manusia didik untuk belajar

dengan perasaan gembira dalam berbagai tempat dan keadaan. Metode

ini memberikan kesan-kesan yang menyenangkan sehingga melekat

pada ingatan yang cukup lama.

2. Metode tarhib wat Tarhib mendorong manusia didik untuk belajar

suatu bahan pelajaran atas dasar minat yang berkesadaran pribadi,

terlepas dari paksaan dan tekanan mental

3. Metode belajar yang berdasarkan Conditioning dapat menimbulkan

konsentrsi perhatian anak didik kearah bahan-bahan pelajaran yang

disajikan oleh guru.

4. Metode yang berdasarkan prinsip bermakna, ini akan menjadikan

siswa menyukai dan bergairah untuk mempelajari bahan pelajaran

yang disampaikan oleh guru.

5. Metode Dialogis, akan melahirkan sikap keterbukaan antara guru dan

murid, akan mendorong untuk saling memberi dan mengambil (take

and give) antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Dalam

metode ini berjalan secara demokratis dimana manusia didik

ditempatkan sebagai pribadi yang mempunyai kemampuan dan

memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampunnya yang

semakin tampak kemandiriannya, dan tidak selalu bergantung pada

guru.

6. Metode Inovasi. Metode ini akan menuntut guru untuk selalu mencari

dan mencari sumber ilmu baru yang terbaik untuk peserta didik.

7. Metode pemberian contoh. Metode ini dipraktikkan oleh Nabi

Muhammad yakni beliu sebagai Uswatun Hasanah.

8. Metode yang menitik beratkan pada bimbingan yang berdasarkan rasa

kasih saying terhadap anak didik akan menghasilkan kedayagunaan

proses belajar mengajar.

58

7. Asas-asas Pendidikan Islam

Dalam pelaksanaannya pendidikan Islam memiliki asas yang

berfungsi sebagai peyokong apa yang menjadi agenda pendidikan islam,

selain itu fungsi utama asas pendidikan Islam adalah sebagai pemersatu

antara asas yang satu dengan asas yang lain.

Hasan langgulung dalam buku Asas –Asas Pendidikan Islam

menjabarkan hal-hal yang berkenaan dengan asas-asas pendidikan, adalah

sebagai berikut:

Asas historis yakni asas ini berlaku bagi seorang guru dengan

mengandalkan hasil pengalaman masa lalu, dengan undang-undang dan

peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekurangannya.

Asas sosial yang memberi kerangka budaya dari mana arah

pendidikan itu bertolak dan bergerak yakni memindah budaya, memilih

dan mengembangkannya.

Asas ekonomi yang memberikan perspektif tentang potensi

manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-

sumbernya dan bertanggung jawab terhadap anggaran belanjanya.

Asas politik dan administrasi yang memberikan bingkai ideologi

dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan

rencana yang telah dibuat.

Asas psikologis yang memberikan informasi tentang watak peserta

didik, pengajar, cara-cara terbaik dalam pelaksanaan dan penilaian,

pengukuran dan bimbingan..

Yang terakhir asas filsafat yang memberikan kemampuan memilih

yang lebih baik, memberi arah suatu sistem, mengontrol, dan memberi

arah kepada semua asas yang lain.27

Dalam pendidikan Islam paling tidak ada tiga aspek yang

diharapkan mampu menjadi inspirator pendidikan Islam dan mampu untuk

27 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, ( Jakarta, Pustaka Alhusna, 1992),

hal. 6.

59

mengembangkan pola fikir Islami setiap muslim. Ketiga aspek tersebut

adalah: Asas politik dan administrasi, aspek ekonomi, aspek psikologis.

Pertama, asas politik kaitannya dengan pendidikan Islam adalah

bahwa setiap individu muslim boleh hidup dimana-mana diatas permukaan

bumi, dan memberi loyalitas kepada undang-undang negeri asalkan ia

tidak menentang syari’ah dalam kawasan yang mempengaruhi hidupnya

sendiri28. Maksudnya manusia diberi kewenangan untuk mengelola

kehidupan dan keduniaan sebagai fasilitas untuk pengembangan diri.

Namun ketika urusan undang-undang pada lingkungannya tidak

sesuai dengan Islam maka ia sebagai mahluk yang difasilitasi akal, ia

boleh hijrah kelompok kawasan Islam atau ia akan menanggung akibat

terburuk terhadap kehidupannya sendiri.

Sedang asas administrasi dalam pendidikan Islam adalah Islam

yang menjadi sumber bagi sistem pendidikan dan administrasi Islam.

Artinya Islam selain sebagai way of life, keberadaan Islam diharapkan

mampu menjadi peraturan ( undang-undang) yang bisa membawa manusia

kearah keadilan. Namun peraturan yang ada tidak dapat berdiri sendiri

melainkan harus berdampingan dengan agama.29

Kedua asas ekonomi, asas ini mengisyaratkan bahwa keberadaan

manusia sangat komplek baik permasalahan hidup, kebutuhan hidup

ataupun hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Ekonomi dan Pendidikan Islam

Dalam sejarah pendidikan Islam tampak hubungan antara ekonomi

dan pendidikan itu erat sekali, terutama yang tergambar dakam sistem

wakaf, shodaqoh dan lain-lain.30

Namun teori yang membahas mengenai hubungan ekonomi dan

pendidikan ini adalah merupakan hal yang baru, seperti dikatakan diatas.

Kalau dalam pendidikan Islam telah meletakkan dasar-dasar yang menjadi

tapak tempat berdirinya pendidikan Islam, maka tidak berbeda dengan

28 Ibid, hal. 194. 29 Langgulung, Op Cit, hal. 195 30 Langgulung, Op Cit, hal. 149

60

ekonomi islam telah meletakkan dasar-dasar pokok empat ekonomi Islam

pada dasar yang sama yakni Islam.

Ketiga adalah asas psikologis

8. Beberapa Pendekatan Dalam Pendidikan Islam.

Pendidikan Islam adalah tidak lain adalah sebuah sistem yang

memerlukan beberapa komposisi pendukung yakni sebagai penguat sistem

tersebut. Dalam mengaktualisasikan system tersebut dibutuhkan pula beberapa

pendekatan yakni:

a. Pendidikan Humanistik Religius

Pendekatan humanistic religius sebagai alternatif ialah

kebalikan dari pendekatan dehumanistik religius. Esensi pendekatan

humanistic religius adalah mengajarkan keimanan tidak semata-mata

merujuk teks kitab suci, tetapi melalui pengalaman hidup dengan

menghadirkan tuhan dalam mengatasi persoalan kehidupan individu

dan sosial.

b. Pendekatan Rasional Kritis.

Pendekatan humanistic tidak dapat dipisahkan dengan

pendekatan rasional kritis. Rasionalitas keberagamaan seseorang dapat

diukur dari seberapa besar kadar penggunaan akal dalam memahami

dan mengamalkan ajaran agama.

Berkenaan dengan materi pendidikan Islam tidak seyogyanya

hanya sebatas pengetahuan dan pengalaman keagamaan hasil internalisasi

kita ataupun ulama-ulama tempo dulu. Dalam halini ada beberapa

perubahan social yang harus dihadapi:

a) Nilai Ikhlas. Ikhlas dalam menjalankan ibadah dan didasarkan hanya

karena Allah.

b) Pemahaman tentang pahala dan dosa jangan dianalogkan dengan

hitungan matematis. Karena pemahaman dogma agama secara

matematius akan berdampak tumbuhnya sikap sekuler. Misal kalau

kita solat akan mendapat pahala sekian dan kalau kita berbuat dosa

61

kita mendapat dosa sekian. Maka dengan pikiran matematis akan

menjadi Impas.

c) Pemahaman segala sesuatu yang berhubungan dengan dalil naqli harus

didasarkan dengan pendidikan.

c. Pendekatan Fungsional

Ciri keberagamaan masyarakat modern adalah keberagaman yang

fungsional. Karena salah satu cirri pemikiran modern adalah mengukur

kebaikan sesuatu dari aspek fungsi secara riil bagi kehidupan. Sesuatu

yang tidak dianggap tidak fungsional lebih baik dotinggalkan.

Penyampaian pendidikan Islam yang hanya terfokus pada doktrin agama

atau kaidah-kaidah agama tanpa menekankan pentingnya hikmah dibalik

kaidah tersebut menjadikan agama tidak fungsional.

d. Pendekatan Kultural

Pendidikan agama atau pendidikan Islam dengan pendekatan cultural

artinya pendidikan dilakukan dengan tanpa menggunakan label Islam,

tetapi menekankan pengalaman nilaiinilai universal yang menjadi

kebutuhan manusia yang berlaku dikomunitas masyarakat.