Upload
dyno-triandika-diputra
View
226
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
1/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 APA SEKUEN STRATIGRAFI?
Sekuen stratigrafi secara sederhana dapat diartikan sebagai cabang stratigrafi yang mempelajari paket-paket sedimen yang
dibatasi oleh bidang ketidakselarasan atau bidang lain yang korelatif dengan bidang ketidakselarasan tersebut.
Analisis sekuen stratigrafi akan menghasilkan kerangka kronostratigrafi dari endapan yang dianalisa. Kerangka itu
selanjutnya dapat dipakai untuk mengkorelasikan dan memetakan fasies-fasies yang ada dalam endapan yang dianalisis.
Sekuen stratigrafi merupakan ancangan stratigrafi modern yang memanfaatkan sejumlah metoda dan konsep yang telah
ada sebelumnya, terutama biostratigrafi, seismik stratigrafi, kronostratigrafi, dan sedimentologi. Perlu ditekankan disini bahwa
konsep litostratigrafi tidak memberikan sumbangan yang berarti dalam pengembangan konsep dan metoda sekuen stratigrafi.
Satuan litostratigrafi ditentukan berdasarkan kesamaan litologi dan biasanya memotong garis waktu. Di lain pihak, satuan
sekuen stratigrafi pada hakekatnya merupakan satuan kronostratigrafi yang sejajar dengan garis waktu (gambar 1 -1).
1.2 SEJARAH PERKEMBANGAN SEKUEN STRATIGRAFI
Sekuen stratigrafi sering dipandang sebagai ilmu baru yang dikembangkan pada dasawarsa 1970-an dari seismik stratigrafi.
Sebenarnya tidak demikian. Konsep sekuen stratigrafi berakar pada kontroversi selama berabad-abad mengenai faktor-faktor
yang mengontrol terbentuknya daur sedimen. Pertentangan itu terjadi antara kelompok yang berpendapat bahwa guntara
(eustasy) merupakan faktor pengontrol terbentuknya daur sedimen dengan kelompok yang berpendapat bahwa tektonik
merupakan faktor pengontrol terbentuknya daur sedimen. Sejarah perdebatan panjang itu dipaparkan dalam buku yang
disunting oleh Dott (1992). Buku lain yang memiliki kaitan penting dengan sejarah perkembangan sekuen stratigrafi adalah
AAPG Memoir 26 yang disunting oleh Payton (1977) serta SEPM Special Publication 42 yang disunting oleh Wilgus dkk (1988).
Mereka yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah perkembangan konsep ini dapat membaca buku-buku tersebut.
Walau demikian, disini akan dikemukakan pula ringkasan sejarah perkembangan tersebut.
1.2.1 Teori-Teori Sakral tentang Perubahan Muka Air Laut
Banjir besar jaman Nabi Nuh merupakan salah satu cerita yang memiliki kaitan dengan konsep perubahan muka air laut.
Bagi para peneliti jaman dulu, kebenaran adanya banjir itu tidak pernah dipermasalahkan. Hal yang dipermasalahkan adalah
asal mula terjadinya banjir. Topik itu tidak hanya menarik perhatian para ilmuwan, namun juga kaum agamawan. Topik yang
menarik itu telah melahirkan sejumlah teori, konsep, dan publikasi. Dua publikasi yang termashyur pada waktu dulu adalah
Sacred Theory of the Earth karya Burnet (1681) dan Telliamedkarya de Maillet (1742).
Menurut de Maillet (1742), setelah bumi terbentuk akibat akrasi debu kosmik, massa air yang menyelimuti bumi sedikit demi
sedikit berkurang volumenya sehingga akhirnya timbul topografi seperti yang kita lihat kini. Jadi, dilihat dari kaca mata de Maillet,
perubahan muka air laut merupakan sebuah proses searah yang berskala global. Konsep penurunan muka air laut seperti itu
disebut teori neptunisme. Pengerosian rantai pegunungan primitif dan pembentukan sejumlah paket sedimen yang mem-
perlihatkan gejala sayupan (offlapping), sebagaimana yang diimplikasikan oleh de Maillet, dilukiskan pada gambar 1-2.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
2/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
2
1.2.2 Perkembangan pada Abad 18
Banyak analisis stratigrafi mendetil dilakukan pada abad 18. Pada 1788, Hutton untuk pertama kali mengungkapkan arti
penting ketidakselarasan sebagai ciri pemisah jenjang erosi, pengangkatan, dan pengendapan. Ketidakselarasan juga di-
gunakan oleh para ahli stratigrafi, misalnya Sedgwick dan Murchison, sebagai bukti fisik untuk membagi waktu geologi.
Di lain pihak, pada waktu itu teori atau konsep yang terkait dengan teori neptunisme masih tetap dikembangkan orang. Pada1823, William Buckland mengajukan teori diluvium. Dalam teori ini produk-produk geologi yang terbentuk sebelum banjir besar
Nabi Nuh disebut endapan pra-diluvium, sedangkan produk-produk geologi setelah banjir besar Nabi Nuh disebut endapan
pasca-diluvium atau aluvium. Teori ini pernah populer, namun kemudian memudar dengan munculnya banyak bukti geologi
yang mengindikasikan bahwa proses geologi jauh lebih kompleks dibanding satu peristiwa banjir yang dramatis.
1.2.3 Perkembangan pada Abad 19
Pada pertengahan abad 19, perdebatan antara pendukung guntara dengan pendukung tektonik sebagai faktor pengontrol
perubahan muka air laut mulai menghangat sejalan dengan munculnya teori glasiasi. Lyell dan beberapa ahli lain, termasuk
Linneaus dan Celsius, menemukan bukti penurunan muka air laut dalam singkapan-singkapan di pantai Scandinavia. Fakta itu
ditafsirkannya sebagai bukti bahwa daratan telah mengalami penurunan secara lambat (Lyell, 1835). Pendapat itu kemudian
didukung oleh Bravais pada 1840 setelah dia memperoleh tafsiran yang sama berdasarkan fakta bahwa gisik di sepanjang fjord
Scandinavia telah miring. Di lain pihak, pada waktu yang hampir bersamaan, Agassiz (1840) mengembangkan teori glasiasi.
Pada 1842, MacLaren mengemukakan pendapat bahwa proses pelelehan es seperti yang diungkapkan dalam teori glasiasi
dapat menyebabkan penaikan muka air laut secara global. Sayang sekali, gagasan Agassiz dan MacLaren itu tidak mendapat
tanggapan yang memadai selama sekitar dua dasawarsa, sampai Croll (1864) mengajukan konsep glasiasi yang dijelaskannya
terjadi akibat proses-proses yang berkaitan dengan pergerakan bumi.
1.2.4 Perkembangan pada Awal Abad 20
Pada akhir abad 19, teori glasiasi dipandang mampu menjelaskan perubahan muka air laut global dan pengangkatan
isostatis. Namun, kesahihan teori itu kemudian dipertanyakan lagi pada awal abad 20.
Pada 1906, Edward Suess memperkenalkan istilah guntara untuk menamakan proses penurunan dan penaikan muka air
laut yang terjadi secara global di seluruh permukaan bumi. Suess menafsirkan bahwa penurunan muka air laut global itu terjadi
akibat penurunan dasar laut, sedangkan penaikannya terjadi akibat sedimentasi di laut dalam. Walau demikian, sebagian ahli
geologi yang hidup pada awal abad 20 masih tetap berpegang pada teori Lyell yang menyatakan bahwa faktor utama yang
menyebabkan terjadinya perubahan muka air laut adalah perubahan-perubahan tektonik di daratan.
Pada waktu itu, sebagian ahli geologi Amerika mulai mengembangkan berbagai konsep yang menjelaskan faktor-faktor yangmenyebabkan terbentuknya ketidakselarasan global. Salah seorang pemuka kelompok ini adalah Chamberlin yang pada 1898
dan 1909 menerbitkan teorinya mengenai faktor-faktor diastrofisme terhadap stratigrafi sebagai akibat perubahan muka air laut
global. Tiga diagram yang ditampilkan oleh Chamberlin dalam makalah tahun 1898 diperlihatkan pada gambar 1-3. Ketiga
diagram itu dewasa ini dipandang oleh para ahli sebagai bentuk awal dari konsep-konsep sekuen stratigrafi modern.
Gagasan-gagasan Chamberlin kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli geologi Amerika pada beberapa dekade
berikutnya. Sebagian diantara ahli itu adalah Ulrich, Schuchert, dan Grabau. Sebuah gagasan penting dari kelompok guntara
ini adalah teori pulsasi yang diformulasikan oleh Grabau. Pada dasarnya teori itu menyatakan bahwa perselingan endapan
transgresi dan regresi dalam rekaman stratigrafi terjadi karena perubahan aliran panas dari dalam bumi. Menurut Grabau, dalam
The Rhythm of the Ages(terbit tahun 1940), irama denyut bumi memiliki periodisitas sekitar 30 juta tahun dan menyebabkan
terbentuknya ketidakselarasan global. Ketidakselarasan itu selanjutnya dapat digunakan untuk membagi rekaman stratigrafi.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
3/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
3
Sebelum The Rhythm of the Agediterbitkan, ahli-ahli geologi Eropa, khususnya Stille (1924), mengembangkan gagasan
mengenai ketidakselarasan global yang disebabkan oleh tektonik global. Dia juga menyatakan bahwa tektonik global itu juga
menimbulkan perubahan muka air laut global.
Pada awal abad 20 itu, sebagian ahli mulai menemukan adanya gejala pendauran berskala kecil (hingga beberapa meter)
dalam sedimen pengandung batubara yang berumur Karbon di Illinois dan Kansas. Pada 1935, setelah melakukan penelitianterhadap perubahan-perubahan glacio-eustaticPlistosen, Wanles dan Shepard berpendapat bahwa siklotem pada strata Karbon
terbentuk akibat akumulasi dan pelelehan gletser Gondwana. Pendapat ini mengangkat kembali konsep kontrol glacio-eustatic
yang dicetuskan oleh Croll beberapa dekade sebelumnya.
Sejak itu, konsep daur sedimen pada berbagai skala mulai meruak ke permukaan. Namun, pada 1949 Gilully mengemuka-
kan bahwa orogenesis bukan merupakan proses episodik seperti yang dipahami para ahli geologi masa itu, melainkan proses
yang menerus. Pendapat Gilully, seorang ahli geologi terpandang waktu itu, banyak mempengaruhi pandangan para ahli geologi
lain. Akibatnya, siklotem kemudian ditafsirkan ulang sebagai produk autosiklis, yaitu sebagai hasil perpindahan lobus delta dari
waktu ke waktu. Inilah yang kemudian menyebabkan sedimentologi naik daun pada tahun 1960-an karena orang memandang
betapa pentingnya proses sedimentologi dalam menghasilkan daur sedimen. Menarik sekali apa yang dikemukakan oleh Dott
(1992) bahwa pada waktu itu banyak ahli stratigrafi lebih menyukai menyebut dirinya sebagai ahli sedimentologi.
1.2.5 Pertengahan hingga Menjelang Akhir Abad 20
Pada 1949, Sloss, Krumbein, dan Dapples untuk pertama kalinya mengajukan konsep sekuen stratigrafi dalam sebuah
pertemuan dimana Gilully justru mengajukan pendapat seperti yang telah dikemukakan di atas. Waktu itu ketiga ahli stratigrafi
tersebut mendefinisikan sekuen sebagai kumpulan strata dan formasi yang dibatasi oleh ketidakselarasan inter-regional.
Meskipun konsep sekuen tidak mendapat tanggapan yang menggembirakan, Sloss (1963) memperlihatkan contoh penerapan
konsep itu dengan menyajikan sejumlah sekuen pada Kraton Amerika Utara. Konsep tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh
murid-murid Sloss di Northwestern University. Peter Vail, yang dewasa ini dipandang sebagai pencetus konsep sekuen
stratigrafi modern, adalah salah seorang diantara murid Sloss.
Salah satu karya tulis terpenting pada waktu itu adalah buah tangan Wheeler (1958) mengenai konsep kronostratigrafi. Isi
makalah itu masih tetap digunakan hingga saat ini dan merupakan salah satu kunci dari konsep sekuen stratigrafi modern.
1.2.6 Seismik Stratigrafi
Terobosan penting dalam bidang stratigrafi terjadi pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an, sejalan dengan keberhasilan
teknologi perekaman dan pengolahan data seismik.
Pada 1977, dalam AAPG Memoir 26, Vail dkk mengemukakan konsep-konsep sekuen dan perubahan muka air laut global
sebagai faktor utama yang mengontrol pembentukan sekuen. Tahun itu juga menandai pergantian tongkat kepemimpinan
pengembangan konsep stratigrafi modern dari kalangan akademisi ke kalangan industri. Pada tahun-tahun berikutnya konsep
sekuen dikembangkan lebih jauh sehingga tidak hanya diterapkan pada data seismik, namun juga pada data bor dan singkapan
(Vail dkk, 1984). Pada 1985, dalam AAPG Memoir 39, Hubbard dkk mengajukan konsep megasekuen dan mengemukakan
bahwa paket-paket endapan seperti itu terbentuk akibat proses-proses tektonik. Dengan demikian, perdebatan antara para
pendukung tektonik dan guntara sebagai faktor pengontrol pembentukan sekuen kembali menghangat.
Pada 1987, Haq dkk menerbitkan kurva perubahan muka air laut global. Kurva itu mungkin merupakan salah satu gambar
paling kontroversial yang pernah diterbitkan oleh kelompok Exxon, terutama karena data pendukung gagasan yang terkandung
dalam diagram itu tidak pernah diterbitkan. Banyak ahli masih bertanya-tanya apakah koreksi-koreksi terhadap pengangkatan
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
4/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
4
dan subsidensi telah dimasukkan atau tidak. Selain itu, keakuratan penentuan umur ketakselarasan seperti yang diimplikasikan
oleh diagram itu juga banyak dipertanyakan (a.l. Miall, 1991).
1.2.7 Sekuen Stratigrafi
Dalam SEPM Special Publication 42, kelompok Exxon mengajukan sejumlah konsep baru seperti ruang akomodasi(accomodation space)dan parasekuen (parasequence). Publikasi ini menandai perluasan komunitas peminat sekuen stratigrafi,
dari para penafsir seismik ke komunitas geologi secara keseluruhan.
Sejak akhir dekade 1980-an hingga pertengahan dekade 1990-an ini, banyak diterbitkan makalah mengenai sekuen
stratigrafi. Sebagian diantara makalah itu menerapkan teknik sekuen stratigrafi secara langsung, tanpa mengkajinya lebih dulu.
Padahal, banyak ahli seperti Miall (1991) dan Schlager (1992), masih mempertanyakan kesahihan korelasi antar cekungan yang
menjadi dasar penyusunan kurva Vail (1987) dan model-model yang ditampilkan dalam SEPM Special Publication 42. Pada
1989, Galloway mengajukan sebuah model alternatif berupa sekuen yang tidak dibatasi oleh bidang ketidakselarasan, melain-
kan oleh bidang banjir maksimum (marine flooding surface). Pitman (1978) jauh-jauh hari telah menunjukkan bahwa asal-usul
sekuen dan pola onlapdapat dijelaskan sebagai produk subsidensi tepian cekungan. Cloething (1988) serta Kooi & Cloething
(1991) menunjukkan bahwa perubahan muka air laut dan sekuen yang berskala jutaan tahun tidak hanya dapat dijelaskan
sebagai produk perubahan muka air laut global, melainkan juga sebagai produk tegasan-tegasan dalam lempeng litosfir.
Perkembangan mutakhir dalam sekuen stratigrafi muncul dalam bentuk yang disebut sebagai sekuen stratigrafi resolusi-
tinggi (high-resolution sequence stratigraphy), yaitu penerapan konsep sekuen stratigrafi pada skala subseismik, serta dalam
pemodelan cekungan sedimen. Van Wagoner dkk (1990) memelopori studi ini. Studi sekuen stratigrafi resolusi-tinggi juga
dilakukan hingga daur-daur sedimen berukuran beberapa meter, khususnya pada endapan karbonat dan endapan campuran
karbonat-silisiklastik (Hardie dkk, 1986; Goldhammer dkk, 1991). Teori milankovitch digunakan oleh para ahli sekuen stratigrafi
untuk menjelaskan proses pembentukan siklus-siklus berskala subsekuen. Pemodelan komputer juga digunakan untuk meng-
analisis dan mereplikasi proses pengisian cekungan sedimen, mulai dari skala beberapa meter hingga skala cekungan.
Perangkat lunak yang menampilkan model-model pengisian cekungan banyak bermunculan, misalnya program yang dibuat oleh
Royal Dutch/Shell, Aigner dkk (1990), dan program SEDPAKyang dibuat oleh University of South Caroline. Program komputer
yang memperlihatkan model-model pembentukan daur sedimen pada skala sub-cekungan juga banyak dibuat, misalnya
program Mr Sediment(Goldhammer dkk, 1989) serta program yang dirancang oleh Bosence & Waltham (1990).
1.2.8 Perkembangan di Masa Datang
Arah perkembangan sekuen stratigrafi di masa mendatang masih sukar untuk diprakirakan. Namun, paling tidak untuk
jangka pendek, sistem karbonat perlu dipelajari lebih lanjut untuk membuktikan faktor yang mempengaruhinya. Selain itu,
sebagaimana ditekankan oleh Posamentier & Weimer (1993), penelitian masa datang juga hendaknya diarahkan pada
penerapan konsep sekuen stratigrafi terhadap endapan non-bahari dan endapan laut-dalam serta pada usaha-usaha untuk
meningkatkan kesahihan atau menggantikan kurva perubahan muka air laut yang ada sekarang ini berdasarkan hasil penelitian
terhadap singkapan dan data bawah permukaan. Schlager (1992) dan beberapa ahli lain menyarankan agar pendekatan
sedimentologi lebih ditingkatkan sehingga kita dapat mengetahui dengan jelas sejauh mana pengaruh autosiklisitas dalam
kerangka sekuen secara keseluruhan.
Sebagai kata akhir, kita boleh berharap untuk menyaksikan perdebatan hangat mengenai berbagai konsep di seputar
sekuen stratigrafi. Hal ini sudah barang tentu menggembirakan karena wajah stratigrafi menjadi jauh lebih menarik dibanding
sebelum tahun 1960-an, sebelum Vail dkk menyelamatkan stratigrafi dari bentuknya yang membosankan.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
5/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
5
BAB 2
KONSEP DAN PRINSIP SEKUEN STRATIGRAFI
2.1 PENDAHULUAN
Rekaman stratigrafi dan pola strata batuan sedimen merupakan produk interaksi antara tektonik, guntara, sedimentasi, dan
iklim. Interaksi tektonik dengan guntara mengontrol volume akomodasi (ruang yang tersedia untuk pengendapan sedimen).
Interaksi tektonik, guntara, dan iklim mengontrol volume sedimen yang akan diendapkan dalam akomodasi sehingga secara
tidak langsung menentukan volume akomodasi yang akan terisi oleh sedimen. Proses-proses sedimentasi autosiklis mengontrol
arsitektur sedimen pengisi cekungan.
Tulisan ini disusun untuk memperkenalkan prinsip-prinsip pembentukan, pengisian, dan penghancuran akomodasi. Setelah
itu, akan ditunjukkan bagaimana prinsip-prinsip itu digunakan untuk membagi rekaman stratigrafi ke dalam sejumlah sekuen dan
systems tractyang melukiskan penyebaran batuan dalam ruang dan waktu. Penjelasan disini ditujukan pada sistem silisiklastik.
Sistem karbonat akan dijelaskan pada Bab 10 karena sistem tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan sistem silisiklastik .
2.1.1 Pembentukan Cekungan
Tektonik merupakan faktor utama yang mengontrol pembentukan dan penghancuran akomodasi. Tanpa subsidensi tektonik,
tidak akan ada cekungan sedimen. Tektonik juga mempengaruhi laju pemasokan sedimen ke dalam cekungan.
Subsidensi tektonik terjadi melalui dua mekanisme utama: ekstensi dan pembebanan fleksur (flexural loading). Gambar 2-1
melukiskan kurva-kurva laju subsidensi teoritis dalam extensional, foreland,dan strike-slip basins. Laju subsidensi itu menentu-
kan volume sedimen yang terakumulasi dalam cekungan, setelah dimodifikasi oleh efek pembebanan, kompaksi dan guntara.
Extensional basindapat terbentuk pada berbagai tatanan tektonik lempeng, namun umumnya terbentuk pada tepi lempeng
konstruktif. Dalam extensional basin, laju perubahan subsidensi tektonik berlangsung secara sistematis dari waktu ke waktu.
Subsidensi pada cekungan ini diawali oleh perioda subsidensi awal yang berlangsung cepat akibat peneraan isostatis, kemudian
diikuti oleh perioda subsidensi termal yang berlangsung lambat dan berangsur (60-100 juta tahun) akibat pendinginan astenosfir.
Perubahan yang sistematis dari laju subsidensi tektonik sangat mempengaruhi geometri endapan pengisi cekungan. Hubbard
(1988) membagi endapan cekungan ini ke dalam 3 paket: (1) megasekuen yang terbentuk sebelum terjadinya retakan (pre-rift
megasequence); (2) megasekuen yang terbentuk selama berlangsungnya retakan (syn-rift megasequence); dan (3) mega-
sekuen yang terbentuk setelah terjadinya retakan (post-rift megasequence). Pada model syn-rift megasequence sederhana,
sedimen diendapkan dalam deposenter-deposenter yang keberadaannya dikontrol oleh sesar-sesar aktif dalam cekungan itu.
Subsidensi diferensial di sepanjang sesar-sesar ekstensi mengontrol penyebaran fasies dalam deposenter-deposenter tersebut.
Dalam post-rift megasequence, setiap topografi yang terbentuk selama syn-rift phase sedikit demi sedikit akan tertutup oleh
sedimen yang diendapkan pada post-rift phase. Sedimen-sedimen itu akan memperlihatkan pola onlapterhadap tepi cekungan
sehingga menghasilkan geometri streers head(McKenzie, 1978). Syn-rift megasequencedan post-rift megasequencedalam
cekungan bahari mengandung sekuen-sekuen yang pembentukannya dikontrol oleh perubahan muka air laut frekuensi tinggi.
Foreland basinterbentuk sebagai hasil tanggapan litosfir terhadap beban pada sabuk anjakan. Litosfir akan melengkung dan
amblas akibat beban baru yang diletakkan di atas litosfir itu melalui proses pensesaran naik. Subsidensi tidak sama di setiap
tempat. Subsidensi paling tinggi terjadi pada pusat beban. Sedimen pengisi cekungan ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya
membaji, dimana ketebalan sedimen bertambah ke arah sabuk anjakan. Lebar cekungan ini sebanding dengan ketegaran litosfiryang ada di bawah sabuk anjakan, sedangkan kedalamannya sebanding dengan besarnya beban. Foreland basin di dekat
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
6/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
6
sabuk pegunungan yang sedang tumbuh umumnya besar serta memperoleh pasokan sedimen dalam jumlah dan laju yang
tinggi. Penghentian sementara pensesaran naik serta tererosinya sabuk pegunungan menyebabkan berkurangnya beban yang
dipikul oleh litosfir dan, pada gilirannya, menyebabkan cekungan terangkat.
Strike-slip basintidak memiliki pola subsidensi yang khas. Walau demikian, secara umum laju subsidensi dan pengangkatan
pada cekungan itu sangat tinggi.Gambar 2-2 menunjukkan kurva subsidensi dari dua cekungan nyatayaitu Llanos Basin (Columbia, AS) dan South Viking
Grabenyang diperoleh dari hasil perhitungan. Di Llanos Basin, pasokan sedimen lebih tinggi daripada subsidensi. Karena itu,
cekungan tersebut terisi penuh oleh sedimen. Sedimen lain yang masuk ke dalam cekungan tersebut di-bypassmenuju laut
yang lebih dalam. Kurva subsidensi cekungan itu menunjukkan bahwa subsidensi Jaman Kapur dan Tersier berlangsung lambat
dan ditafsirkan sebagai subsidensi termal dalam cekungan belakang busur. Dua kali penambahan laju subsidensi yang terjadi
pada Eosen Tengah-Akhir dan Miosen Tengah ditafsirkan terjadi pada dua fasa pembentukan Pegunungan Andes.
Di South Viking Graben, sebuah rift basin, sedimentasi tidak selalu sejalan dengan subsidensi tektonik. Pada Jaman Kapur,
cekungan ini kekurangan sedimen sehingga laju subsidensi lebih lambat daripada yang sewajarnya. Pada Jaman Tersier,
sewaktu daratan Skotlandia dan North Sea Basin terangkat, sedimen banyak diangkut ke dalam cekungan ini sehingga kembali
mengalami subsidensi (Milton dkk, 1990). Bagian-bagian lain dari cekungan ini kemudian terisi oleh sedimen sehingga akhirnya
terbentuk laut dangkal seperti keadaannya sekarang. Pemisahan fasa subsidensi syn-riftdanpost-riftdalam cekungan ini sukar
dilakukan karena adanya perioda kekurangan sedimen yang menjadi perioda transisi dari kedua fasa tersebut (Milton, 1993).
Sewaktu subsidensi berlangsung cepat, batas-batas sekuen yang terbentuk akibat penurunan muka air laut akan terhapus
sehingga sukar dikenal. Di lain pihak, batas-batas sekuen yang terbentuk pada waktu subsidensi atau pengangkatan yang
lambat akan tampak jelas.
2.1.2 Konsep Tepian Cekungan
Hasil-hasil pengamatan seismik menunjukkan bahwa progradasi pada tepi cekungan sering memperlihatkan geometri yang
konsisten (gambar 2-3).
Topsetadalah istilah yang digunakan untuk menamakan bagian puncak profil tepi cekungan yang bergradien rendah (< 1 o).
Pada penampang seismik, topset tampak datar dan umumnya mengandung sistem pengendapan aluvial, delta, dan laut
dangkal. Garis pantai merupakan suatu titik pada topset. Titik itu dapat berimpit dengan offlap break, namun dapat pula terletak
ratusan kilometer lebih ke arah darat daripada offlap break. Titik-titik terminasi topsetke arah daratan disebut coastal onlap. Di
atas coastal onlapterdapat dataran pantai atau fasies paralik. Klinoform (clinoform)adalah istilah yang dipakai untuk menama-
kan bagian profil tepian cekungan yang lebih curam (umumnya > 1o) serta terletak lebih ke arah cekungan dibanding topset.
Klinoform umumnya mengandung sistem pengendapan perairan yang lebih dalam dibanding topset serta bercirikan sistem
lereng. Kemiringan klinoform seringkali dapat diketahui dari data seismik. Bottomsetadalah istilah yang dipakai untuk menama-
kan bagian profil tepi cekungan yang bergradien rendah dan mengandung sistem pengendapan laut dalam.
Titik dimana terjadi perubahan kemiringan pada profil tepi cekungan terletak antara topsetdan klinoform. Titik itu disebut
offlap break(Vail dkk, 1991). Sebelumnya titik itu disebut shelf edge(Vail dan Todd, 1981; Vail dkk, 1984). Namun, istilah yang
disebut terakhir ini dapat menimbulkan kerancuan dengan istilah shelf break, yaitu tepi cekungan masa kini yang biasanya
bukan merupakan gejala pengendapan, melainkan gejala morfologi. Istilah depositional shoreline break (Van Wagoner dkk,
1988) juga pernah digunakan, namun istilah itu mengimplikasikan bahwa titik perubahan kemiringan dalam profil pengendapan
berimpit dengan garis pantai. Istilah offlap breakdipakai disini mengingat istilah tersebut tidak mengimplikasikan bahwa titik
perubahan kemiringan dalam profil pengendapan sama dengan garis pantai.
Profil topset-clinoformmerupakan produk interaksi pasokan sedimen dengan energi gelombang, badai, dan pasut di dalam
cekungan. Sedimen diangkut menuju cekungan melalui coastal onlapoleh sistem sungai, kemudian didistribusikan ke daerah
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
7/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
7
topsetoleh gelombang dan/atau berbagai sistem arus seperti arus fluvial, arus pasut, arus badai, dsb. Proses pengangkutan
sedimen pada topsetini hanya bekerja efektif pada perairan dangkal, hingga kedalaman beberapa puluh meter. Agar sedimen
dapat terangkut menuju perairan yang lebih dalam, diperlukan adanya lereng yang memungkinkan sedimen dikenai oleh gaya
gravitasi. Klinoform terbentuk dengan kemiringan yang memenuhi persyaratan tersebut. Besarnya sudut kemiringan klinoform
sangat dipengaruhi oleh tipe sedimen penyusunnya. Sedimen kasar akan membentuk klinoform yang lebih curam dibandingsedimen halus (Ketner, 1990). Sedimen karbonat juga menghasilkan klinoform yang lebih curam (hingga 35o) dibanding sedimen
klastika halus (0,5o3o). Selain oleh material yang kasar, lereng pengendapan sistem klastika yang curam juga dapat terbentuk
jika lereng itu merupakan zona erosi atau zona bypassingsedimen.
Arti penting dari offlap breakdalam sistem pengendapan akan tampak jelas sewaktu terjadi penurunan muka air laut. Jika
penurunan muka air laut menyebabkan tersingkapnya offlap break, sungai akan menoreh sebagian topsetuntuk membentuk
kesetimbangan baru dengan base levelbaru (hal ini akan dibahas lebih jauh pada sub bab 2.4.3). Tanggapan sistem peng-
endapan terhadap penurunan muka air laut ini tergantung pada khuluk tepi cekungannya (gambar 2-4).
Shelf break marginadalah tepi cekungan dimana klinoform berkembang baik. Penorehan oleh sungai selama terjadinya
penurunan muka air laut akan menyebabkan diendapkannya sedimen pada bagian-bagian tertentu dari klinoform. Hancurnya
massa sedimen akan menyebabkan terbentuknya arus turbid besar dan endapan kipas bawah laut. Shelf break margin
umumnya ditemukan pada tepi benua pasif dan terbentuk pada waktu terjadinya penaikan muka air laut secara lambat, pada
saat mana sistem delta dengan mudah berprogradasi menuju tepi paparan.
Ramp marginumumnya berupa perairan dangkal, dimana badai dan arus dapat mempengaruhi daerah yang luas. Sudut
pengendapan disini umumnya < 1o dan seismic clinoform (jika ada) akan miring sekitar 0,5o. Offlap breakpada ramp margin
kemungkinan terletak pada garis pantai, di tempat mana terjadi perubahan gradien dari gradien sungai menjadi gradien paparan
atau perenggan delta yang sedikit lebih curam daripadanya. Tanggapan ramp marginterhadap perubahan muka air laut berbeda
dengan tanggapan yang diberikan oleh shelf break margin. Dalam tatanan ramp margin, turbidit tidak terbentuk pada waktu
penurunan muka air laut. Pada waktu itu sedimen diangkut menuju cekungan tanpa melalui proses bypassing. Jadi, turbidit yang
ditemukan dalam endapan silisiklastik ramp margin kemungkinan bukan merupakan kipas bawah laut, melainkan endapan
perenggan delta (Van Wagoner dkk, 1990). Banyak delta masa kini membentuk ramp margin. Delta-delta itu umumnya
merupakan delta paparan yang berprogradasi di atas topset shelf break margin yang terbentuk sebelumnya (gambar 2-4).
Frazier (1974) menyatakan bahwa pengendapan di Teluk Meksiko praktis hanya terbatas pada Delta Mississippi yang
berprogradasi hingga mencapai perairan dengan kedalaman 100 m. Delta Mississippi masa kini membentuk ramp margin,
meskipun sedikit progradasi akan mengubah status delta tersebut menjadi shelf break margin.
Rift marginmerupakan ciri khas dari cekungan yang mengalami ekstensi kerak secara aktif. Dalam cekungan seperti itu,
sesar-sesar ekstensi sangat mempengaruhi paleogeografi dan laju influks sedimen. Penyebaran akomodasi dalam rift margin
terutama dikontrol oleh tektonik. Laju subsidensi umumnya bertambah ke arah pusat retakan, meskipun setiap individu blok
sesar akan memiliki pola akomodasi masing-masing. Subsidensi paling kecil terjadi pada puncak foot-wall, bahkan bagian itu
mungkin terangkat dan tererosi. Subsidensi makin tinggi ke arah sesar pengontrol. Sistem pengendapan yang ada tergantung
pada tatanan tektonik cekungan; apakah retakan itu terjadi pada tatanan benua atau tatanan samudra. Zona-zona transfer
(transfer zones)pada rift marginakan mengontrol titik-titik dimana sedimen memasuki cekungan. Rift margindicirikan oleh relief
topografi yang tinggi dan akumulasi sedimen yang sangat rendah pada beberapa bagian cekungan karena sedimen yang
diangkut ke dalam cekungan ini akan di-bypassingmenuju pusat-pusat retakan. Basin margin system, dengan klinoform yang
panjang dan topsetyang relatif sempit, mungkin terbentuk di perairan dalam (gambar 2-4). Penjebakan material kasar pada
topsetkemungkinan kecil terjadi karena sebagian besar tampaknya di-bypassingmenuju cekungan.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
8/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
8
Foreland-basin marginsangat tergantung pada apakah sedimen masuk melalui sumbu cekungan atau langsung dari sabuk
anjakan (thrust belt). Jika sedimen masuk ke dalam cekungan langsung dari sabuk anjakan, maka laju subsidensi cekungan
akan bertambah ke arah sabuk anjakan (ke arah sumber sedimen). Dengan kata lain, akomodasi yang lebih besar tidak berada
pada pusat cekungan, melainkan pada tepinya. Mekanisme itu akan mempengaruhi geometri endapan yang terbentuk dan akan
menghasilkan endapan aggradatif yang kecil kemungkinan memiliki klinoform berskala seismik (Posamentier & Allen, 1993).Growth-fault margin dicirikan oleh sesar-sesar ekstensi yang terbentuk bersamaan dengan sedimentasi akibat gaya
gravitasi. Laju subsidensi yang lebih tinggi terjadi pada sisi hanging-wall dari sesar tumbuh sedemikian rupa sehingga
menyebabkan penyebaran sedimen menjadi lebih luas. Efek sesar tumbuh terhadap sistem pengendapan tergantung pada
apakah sesar-sesar itu memiliki ekspresi topografi di dasar laut atau tidak. Jika hanging-wallmemiliki relief topografi yang lebih
rendah dibanding foot-wall, diferensiasi fasies akan terjadi di sepanjang sesar dengan sistem klastik laut-dalam akan terletak
pada bagian sesar yang turun. Growth-fault marginakan dibahas lebih jauh pada sub bab 9.3.3.
2.2 MUKA AIR LAUT RELATIF, GUNTARA, DAN TEKTONIK
2.2.1 Definisi Muka Air Laut
Untuk memahami faktor-faktor yang mengontrol pembentukan sekuen, pertama-tama kita perlu memahami apa yang dimaksud
dengan guntara, muka air laut, dan kedalaman (lihat Gambar 2-5).
2.2.1.1 Guntara
Guntara (eustasy; global eustasy; global sea-level)diukur dari muka air laut hingga suatu datum tetap, biasanya pusat bumi.
Guntara dapat berubah dengan berubahnya volume cekungan (misalnya akibat perubahan volume punggungan tengah
samudra) atau berubahnya volume air laut (misalnya akibat glasiasi-deglasiasi). Penafsiran perubahan guntara dari rekaman
batuan sangat kompleks dan merupakan topik ilmiah yang kontroversial. Untuk sementara ini, hal yang patut dicatat adalah
bahwa guntara dapat naik atau turun sedemikian rupa sehingga menyebabkan berubahnya posisi base-level secara global.
Base levelsendiri didefinisikan sebagai suatu batas di atas mana proses yang terjadi praktis hanya berupa erosi.
2.2.1.2 Muka Air Laut Relatif
Muka air laut relatif (relative sea-level)diukur dari muka air laut hingga suatu datum lokal yang dapat berubah-ubah posisinya,
misalnya batas atas batuan dasar (basement)atau sebuah bidang di dalam tumpukan sedimen dasar laut (Posamentier dkk,
1988). Subsidensi, pengangkatan batuan dasar, kompaksi sedimen yang melibatkan bidang acuan pengukuran muka air laut
relatif, dan perubahan guntara, semuanya dapat menyebabkan berubahnya muka air laut relatif. Muka air laut relatif dapat naik
karena subsidensi, kompaksi dan/atau turunnya guntara; muka air laut relatif dapat turun karena adanya pengangkatan dan/atau
penaikan guntara. Muka air laut relatif hendaknya tidak terancukan dengan kedalaman.
2.2.1.3 Kedalaman
Kedalaman diukur dari muka air laut hingga permukaan sedimen dasar laut. Titik kesetimbangan (equilibrium point)kadang-
kadang digunakan untuk menamakan suatu titik pada profil pengendapan dimana laju perubahan muka air laut relatif sama
dengan nol. Titik tersebut, pada suatu waktu, akan memisahkan zona dimana terjadi penaikan muka air laut relatif dengan zona
dimana terjadi penurunan muka air laut relatif.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
9/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
9
2.2.2 Akomodasi
Laju guntara dan subsidensi secara bersama-sama akan mengontrol akomodasi. Akomodasi didefinisikan sebagai ruang
yang tersedia untuk pengakumulasian sedimen pada suatu waktu (Jervey, 1988). Akomodasi dikontrol oleh base levelkarena,
untuk dapat terakumulasi, sedimen memerlukan ruang yang terletak di bawah base level. Posisi base level berbeda-beda,
tergantung tatanan pengendapannya (gambar 2-6). Dalam lingkungan aluvial, base leveldikontrol oleh profil sungai yang secaraberangsur berubah mendekati base level laut atau danau, ke tempat mana sungai tersebut bermuara (Mackin, 1948). Dalam
sistem delta dan pesisir, base levelpraktis ekivalen dengan muka air laut. Dalam lingkungan laut dangkal, base leveljuga praktis
berupa muka air laut, meskipun dalam kondisi tertentu alas gelombang (wave base)dapat menyebabkan graded shelf profile
berperan sebagai base level.
Gambar 2-7 memperlihatkan kaitan antara akomodasi, guntara, dan kedalaman pada sistem pesisir-paparan. Berikut akan
dibahas kaitan antara muka air laut relatif dengan akomodasi pada sistem pesisir-paparan. Sistem-sistem pengendapan lain
seperti sungai, paralik, kipas bawah laut, dan karbonat akan dibahas pada bab-bab lain.
2.2.3 Akomodasi dari Waktu ke Waktu
Untuk memahami bagaimana keadaan akomodasi dari waku ke waktu, pertama-tama kita perlu memahami terlebih dahulu
bagaimana laju subsidensi dan perubahan muka air laut global (dalam hal ini diidealkan bersifat sinusoidal) secara bersama-
sama memberikan pengaruh terhadap laju pembentukan dan penghancuran akomodasi. Dengan kata lain, kita akan melihat
pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap penaikan dan penuruman muka air laut relatif.
Pada gambar 2-8, subsidensi digambarkan sebagai garis lurus, dimana gradien pada suatu t itik dari garis itu melukiskan laju
subsidensi pada titik tersebut. Gradien yang berbeda-beda dapat terjadi untuk bagian-bagian cekungan yang laju subsidensinya
berubah dari waktu ke waktu. Pada gambar itu akomodasi sama dengan perubahan muka air laut relatif karena kurvanya
dilukiskan dari titik nol. Pada gambar tersebut guntara dilukiskan dengan sebuah kurva yang sama. Perubahan muka air laut
relatif dapat diketahui dengan mudah, yaitu dengan cara menjumlahkan kedua kurva tersebut.
Jika subsidensi berlangsung lambat, akomodasi maksimum akan tercapai pada saat guntara mencapai maksimum. Ketika
guntara turun hingga mencapai posisi yang sama dengan posisi awalnya, akomodasi turun hingga mencapai harga yang sama
dengan harga yang semata-mata dihasilkan akibat subsidensi. Jika subsidensi berlangsung lebih cepat, akomodasi maksimum
terjadi pada waktu yang lebih lambat. Akomodasi juga mungkin tidak akan berkurang, walaupun guntara mengalami penurunan,
jika laju subsidensi sangat tinggi.
Perhatikan bahwa kurva yang sama secara teoritis dapat diperoleh jika kita menggunakan kurva subsidensi yang berubah-
ubah dengan waktu, sedangkan guntara dipandang tetap.
2.2.4 Orde Daur Endapan dan Korelasi Global
Sekuen pengendapan merupakan satu siklus endapan lengkap yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh bidang
ketidakselarasan erosional. Suatu sekuen memiliki umur maksimum yang harganya sama dengan selisih antara umur bidang-
bidang keselarasan yang korelatif dengan bidang ketakselarasan pembatas sekuen tersebut. Dengan demikian, umur sebuah
sekuen ditentukan oleh event yang mengontrol pembentukan dan penghancuran akomodasi, yaitu subsidensi tektonik dan
guntara.
Siklus subsidensi tektonik dan siklus guntara dapat berlangsung pada rentang waktu yang berbeda-beda. Karena itu,
endapan yang terbentuk juga berbeda-beda, sesuai dengan siklus guntara dan siklus subsidensi yang mengontrolnya. Dengan
demikian, sangat penting artinya bagi kita untuk menggolongkan berbagai daur endapan berdasarkan umurnya. Penggolongan
ini menghasilkan kategori-kategori yang dikenal dengan sebutan daur orde-1, orde-2, orde-3, dst (gambar 2-9). Adanya skema
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
10/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
10
penggolongan tersebut memungkinkan kita untuk membagi isi suatu cekungan ke dalam sejumlah daur yang masing-masing
mencerminkan siklus subsidensi-guntara tertentu.
Pada gambar 2-9 terlihat adanya empat orde daur stratigrafi. Daur penyusupan (encroachment cycle) terbentuk pada
rentang waktu yang lama (> 50 juta tahun) di tepi benua-benua raksasa dan merupakan daur orde pertama. Hingga saat ini,
sebagaimana tersirat dari kurva perubahan muka air laut karya Haq dkk (1987), hanya dikenal ada dua daur penyusupan dalamrekaman stratigrafi Paleozoikum. Daur orde-1 diperkirakan dikontrol oleh tectono-eustasy, yaitu perubahan volume cekungan
yang berkaitan dengan siklus tektonik lempeng (Pitman, 1978).
Daur orde-2 (350 juta tahun) merupakan bagian utama dari daur orde-1. Daur ini mencerminkan jenjang-jenjang tertentu
dari evolusi cekungan. Daur ini dapat terbentuk akibat perubahan laju subsidensi tektonik dalam cekungan atau akibat
peningkatan laju pengangkatan di daerah sumber sedimen.
Daur orde-3 (0,53 juta tahun) merupakan daur dasar dalam sekuen stratigrafi karena daur ini sering terdeteksi dengan baik
dalam rekaman seismik. Daur inilah yang disebut "sekuen" oleh para ahli stratigrafi Exxon pada saat mencetuskan konsep-
konsep sekuen stratigrafi. Menurut Vail dkk (1991), pembentukan daur ini dikontrol oleh glacio-eustasy. Walau demikian,
mekanisme tektonik juga memungkinkan terbentuknya daur orde-3 ini (Cloetingh, 1988).
Sekuen gabungan (composite sequence)adalah istilah yang sering dipakai untuk menyatakan daur orde-2 atau orde-3 yang
disusun oleh daur-daur dari orde yang lebih tinggi (Mitchum & Van Wagoner, 1991).
Daur orde-4 (0,10,5 juga tahun) merupakan paket endapan yang menunjukkan lingkungan pengendapan yang lebih
dangkal ke bagian atas serta dibatasi oleh bidang-bidang yang mencerminkan perubahan kedalaman lingkungan pengendapan
yang tiba-tiba. Daur yang disebut "parasekuen" dalam konsep sekuen stratigrafi Exxon ini mungkin terbentuk oleh proses-proses
allosiklis.
Teori yang mengungkapkan bahwa guntara merupakan faktor utama yang mengontrol pengendapan sedimen mungkin
merupakan salah satu konsep stratigrafi terpadu yang banyak menarik perhatian para ahli geologi selama berabad-abad (Dott,
1992). Jika memang benar bahwa jejak guntara terekam dalam semua rekaman stratigrafi, maka kita akan dapat menentukan
umur satu paket tertentu berdasarkan pola sekuen dan systems tractyang terlihat pada rekaman stratigrafi serta memprakirakan
tatanan stratigrafi suatu daerah perawan berdasarkan pengetahuan mengenai tatanan stratigrafi baku.
Diagram perubahan muka air laut global pertama kali diajukan oleh Vail dkk (1977), kemudian diperbarui oleh Haq dkk
(1987), berdasarkan hasil pengukuran-pengukuran yang dilakukan pada berbagai cekungan di dunia ini. Diagram itu dibuat
untuk mendukung teori yang menyatakan bahwa pembentukan sebagian besar daur orde-3 dikontrol oleh guntara. Diagram itu
mengundang banyak pertanyaan dari kalangan ahli stratigrafi. Sebagian diantaranya kemudian menyimpulkan bahwa diagram
itu disusun berdasarkan teori, bukan data. Masalah kontroversi kurva tersebut berada di luar ruang lingkup pembahasan buku
ini. Walau demikian, akan dikemukakan beberapa komentar penting yang perlu dikaji bersama-sama.
1. Data yang menjadi dasar penyusunan kurva yang disusun oleh Haq dkk (1987) tidak pernah diungkapkan seluruhnya,khususnya data-data yang menunjukkan bahwa batas-batas sekuen memang korelatif secara global. Miall (1986, 1992),
salah seorang pengkritik kurva tersebut, menyatakan: "Premis dasar dalam kurva Exxon, yang menyatakan bahwa siklus
guntara orde-3 berkorelasi secara global, masih belum terbukti ... Memang ada kasus-kasus tertentu yang memperlihatkan
bahwa paket-paket sedimen tertentu memperlihatkan kesamaan umur secara global (misalnya siklus glacioeustatic orde-4
dan orde-5 dalam endapan Neogen dan mungkin pula dalam endapan Paleo-zoikum akhir ...), namun sebagian besar
endapan Fanerozoikum tidak menunjukkan kesamaan umur seperti itu" (Miall, 1991). Miall juga menyatakan bahwa masih
diragukan apakah kontrol biostratigrafi global cukup akurat (tanpa adanya kerancuan) untuk mengkorelasikan perubahan
muka air laut orde-3. Dengan demikian, hingga saat ini, konsep globalitas kesamaan umur siklus-siklus guntara masih
menjadi bahan perdebatan.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
11/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
11
2. Mekanisme pembentukan siklus orde-3 masih menjadi masalah untuk beberapa bagian waktu geologi tertentu. Bertambah-nya volume es selama zaman es akan menyebabkan turunnya guntara pada akhir Kenozoikum dan akhir Paleozoikum.
Namun, mekanisme seperti itu tidak terjadi pada Jaman Kapur dan Jura yang bebas es. Cloetingh (1985) mengajukan
gagasan bahwa intraplate stressmerupakan mekanisme tektonik yang menyebabkan terbentuknya siklus orde-3.
3. Hingga kini para ahli belum sepakat bahwa jejak-jejak guntara memang terekam dalam semua cekungan. Beberapa ahli,misalnya Hubbard (1988), bahkan berkeyakinan bahwa jejak-jejak itu kemungkinan tertutup oleh jejak-jejak tektonik.
Walau demikian, penelitian masih terus dilakukan oleh para ahli. Penelitian dewasa ini antara lain diarahkan untuk menentu-
kan umur ketidakselarasan pada tepi-tepi cekungan secara lebih akurat serta mengaitkan umur tersebut dengan rekaman isotop
oksigen sehingga informasi ini dapat dikaitkan langsung dengan perubahan volume es (a.l. Miller dkk, 1991, 1993). Selain itu,
banyak proyek penelitian dilaksanakan untuk menentukan umur dan mengkorelasikan batas-batas sekuen berskala regional di
Eropa (a.l. De Graciansky dkk, 1993).
2.3 PASOKAN SEDIMEN
Laju pemasokan sedimen mengontrol volume akomodasi yang terisi serta bagian-bagian mana saja yang akan terisi. Interaksi
antara pasokan sedimen dengan subsidensi akan menentukan apakah fasies yang terbentuk dalam akomodasi berprogradasi
ke arah cekungan atau beretrogradasi ke arah darat. Kaliber sedimen yang diangkut sangat mempengaruhi tipe fasies yang
terbentuk dalam akomodasi. Dalam bagian ini, pertama-tama kita akan membahas prinsip-prinsip yang mengontrol pemasokan
sedimen silisiklastik menuju tepian cekungan serta memperlihatkan bagaimana pasokan sedimen berubah dari waktu ke waktu.
Setelah itu kita akan membahas bagaimana akomodasi terisi pada saat laju pasokan tinggi, sedang, atau rendah.
2.3.1 Prinsip-Prinsip Pemasokan Sedimen Klastik
Sungai merupakan agen utama yang mengangkut sedimen daratan menuju cekungan pengendapan. Volume sedimen yang
terangkut menuju tepi cekungan merupakan fungsi yang kompleks dari fisiografi, tektonik, dan iklim daratan yang menjadi
sumber sedimen. Hasil-hasil pemelajaran terhadap sungai masa kini menunjukkan bahwa laju pemasokan sedimen menuju tepi-
tepi cekungan yang ada di seluruh dunia sangat bervariasi (gambar 2-10). Sekitar 70% beban sedimen berasal dari 10% bagian
daratan yang ada di dunia ini. Selain itu, 20% beban sungai diangkut menuju tepi cekungan oleh tiga sungai besar: Gangga,
Brahmaputra, dan Huang He (Sungai Kuning) (Summerfield, 1991).
Jumlah sedimen yang diangkut menuju tepi cekungan merupakan fungsi dari dua f aktor utama: (1) luas cekungan pengaliran
dan (2) laju denudasi (erosi) mekanis. Tektonik, baik yang berskala lokal maupun regional, mempengaruhi bentuk, ukuran, dan
relief cekungan pengaliran, geologi daerah sumber, serta kaliber sedimen yang tererosi. Laju denudasi sungai merupakan fungsi
yang kompleks dari relief cekungan pengaliran dan iklim. Iklim tidak hanya mempengaruhi daya erosi sungai, namun juga
erodibilitas tanah pada cekungan pengaliran serta menentukan ada tidaknya vegetasi. Menurut hasil penelitian akhir-akhir ini,
laju denudasi bervariasi. Sebagai contoh, laju denudasi yang lebih kecil dari 1 mm per 1000 tahun terjadi di cekungan pengali ran
Sungai St Lawrence dan 640 mm per 1000 tahun di cekungan pengaliran Sungai Brahmaputra. Cekungan pengaliran Sungai
Huang He menunjukkan laju denudasi yang ekstrim, yaitu 19.800 mm per 1000 tahun. Salah satu alasan yang menyebabkan
tingginya laju denudasi pada cekungan itu ialah karena cekungan tersebut mencakup daerah seluas 3000 km2yang ditutupi oleh
loessserta terletak pada daerah semiaridyang jarang vegetasi (Summerfield, 1991).
Dari pembahasan di atas tampak jelas bahwa tidak benar apabila kita berpikir bahwa pemasokan sedimen ke dalam
cekungan bersifat tetap, baik dalam segi ruang maupun waktu. Pemasokan sedimen lokal tergantung pada posisi sebuah titik
dimana sungai mulai memasuki wilayah tepi cekungan. Selain itu, mungkin ada pula kaitan antara siklus muka air laut yang
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
12/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
12
dikontrol oleh glacio-eustacy dengan iklim pada cekungan pengaliran sungai (Blum, 1990). Hal ini mengandung pengertian
bahwa pemasokan sedimen berubah-ubah pada siklus muka air laut yang berbeda-beda.
2.3.2 Pengisian Akomodasi
Jumlah sedimen yang diangkut ke dalam cekungan merupakan fungsi dari laju pemasokan sedimen serta posisi titik masuksedimen ke dalam cekungan. Gambar 2-11 memperlihatkan kaitan antara fasies, muka air laut relatif, dan laju akumulasi
sedimen. Pada ketiga gambar itu, kurva perubahan muka air laut relatif dibuat tetap, sedangkan kurva laju sedimentasi berbeda-
beda. Dengan demikian, ketiga gambar itu dapat dipandang sebagai lukisan yang memperlihatkan bagian-bagian cekungan
yang jaraknya berbeda-beda, relatif terhadap titik sumber. Setiap model dibuat pada waktu dan kedalaman nol yang
mengandung pengertian bahwa model itu diawali ketika garis pantai tepat berada pada titik tersebut. Untuk menyederhanakan
gambaran tersebut, Jervey (1988) menyatakan adanya dua tipe endapan yang disebutnya "mud prone" (endapan bahari) dan
"sand prone"(endapan dataran pantai).
Pada lokasi dimana laju pemasokan sedimen rendah, akomodasi selalu lebih besar dari akumulasi sedimen, garis pantai
bermigrasi ke arah daratan, trasgresi terjadi, dan akan membentuk daerah perairan yang relatif dalam. Pada kondisi seperti itu,
kemungkinan besar akan terbentuk fasies bahari "mud prone".
Pada lokasi dimana laju pemasokan sedimen sedang, dasar laut dapat beragradasi hingga mencapai muka air laut (alas
kikis). Laju peningkatan akomodasi pada mulanya lebih tinggi dari pemasokan sedimen sehingga terjadi trangresi. Pada waktu
itu akan diendapkan serpih bahari. Ketika laju penaikan muka air laut berkurang, akan terjadi regresi. Proses ini terus
berlangsung sementara fasies bahari mulai beragradasi hingga mencapai muka air laut dan garis pantai kembali terletak pada
titik tersebut. Setelah itu, pemasokan sedimen melebihi laju pembentukan akomodasi, namun bidang sedimen masih tetap
dipertahankan pada posisi muka air laut masa itu bersamaan dengan diendapkannya fasies dataran pantai "sand prone".
Sedimen yang berlebih akan di-bypass menuju bagian cekungan yang lebih dalam. Ketika laju pembentukan akomodasi
berkurang (ketika terjadi penurunan muka air laut), sedimen yang telah terbentuk sebelumnya akan tererosi kembali.
Pada lokasi dengan laju pemasokan sedimen tinggi, laju pemasokan sedimen selalu melebihi laju pembentukan akomodasi.
Pada waktu itu kemungkinan akan diendapkan sedimen dataran pantai atau sedimen dataran delta. Regresi garis pantai akan
terus terjadi selama siklus perubahan muka air laut. Laju akumulasi pada titik ini tergantung pada laju pembentukan akomodasi.
Erosi kemungkinan akan terjadi sewaktu terjadinya penurunan muka air laut.
2.3.3 Arsitektur Cekungan
Untuk memahami perubahan topset-clinoformdari waktu ke waktu, pertama-tama kita perlu memahami kaitan antara laju
pemasokan sedimen dengan laju pembentukan akomodasi topset. Akomodasi topset(topset accomodation)itu kadang-kadang
disebut juga "akomodasi paparan" (shelf accomodation). Laju perubahan akomodasi merupakan fungsi dari besaran penaikan
muka air laut dikalikan dengan luas topset. Interaksi antara laju pembentukan akomodasi dengan laju pemasokan sedimen akan
menghasilkan berbagai geometri endapan seperti terlihat pada gambar 2 -12.
Geometri progradasional terbentuk jika laju pemasokan sedimen lebih tinggi dari laju pembentukan akomodasi. Pada waktu
itu sabuk-sabuk fasies bermigrasi ke arah cekungan. Pada penampang seismik, progradasi itu terlihat sebagai klinoform dimana
offlap break tampak bergeser secara berangsur menuju cekungan. Dalam kaitan dengan geometri ini, istilah regresi dapat
digunakan untuk menyatakan proses perpindahan garis pantai ke arah cekungan.
Geometri agradasi terbentuk jika pemasokan sedimen lebih kurang sama dengan laju pembentukan akomodasi. Sabuk
fasies bertumpuk satu di atas yang lain; offlap breaktidak pindah, baik ke arah cekungan maupun ke arah daratan.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
13/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
13
Geometri retrogradasi terbentuk jika pemasokan sedimen lebih kecil dari laju pembentukan akomodasi. Sabuk-sabuk fasies
bermigrasi ke arah darat dan offlap breakyang relatif tua akan tinggal sebagai sisa. Dalam kaitannya dengan hal ini, istilah
transgresi dipakai untuk menyatakan proses perpindahan garis pantai ke arah daratan.
Ketiga tipe geometri endapan tersebut di atas (progradasi, agradasi, dan retrogradasi) tidak bersifat menerus, namun terdiri
dari satuan-satuan progradasi berskala sub-seismik yang disebut parasekuen. Sejumlah parasekuen bertumpuk sedemikianrupa membentukparasequence setyang keberadaannya dapat diamati pada penampang seismik.
Tulisan berikutnya akan memperlihatkan bagaimana prinsip-prinsip perubahan akomodasi yang mendaur dan berubah-ubah
dari waktu ke waktu dapat digunakan untuk membagi rekaman stratigrafi ke dalam sejumlah paket endapan yang masing-
masing diendapkan pada fasa perubahan laut tertentu.
2.4 SEKUEN DAN SYSTEMS TRACT
2.4.1 Sekuen dan Batas Sekuen
Istilah "sekuen" dalam pengertian sekuen stratigrafi pertamakali didefinisikan oleh Mitchum dkk (1977). Menurut mereka,
sekuen adalah satuan stratigrafi yang disusun oleh sejumlah stratum yang selaras dan satu sama lain berkaitan secara genetik;
sekuen dipisahkan dari sekuen lain oleh bidang ketakselarasan atau bidang keselarasan yang korelatif dengan bidang
ketakselarasan tersebut.
Definisi di atas tidak memberikan batasan mengenai ukuran fisik dan rentang waktu yang dicerminkan oleh suatu sekuen
serta tidak pula mencerminkan mekanisme penyebab terbentuknya bidang ketakselarasan yang menjadi bidang pembatasnya.
Pada mulanya, pemakaian bidang ketakselarasan sebagai pembatas sekuen menimbulkan kerancuan karena hal itu dilakukan
oleh sejumlah ahli dalam pengertian yang berbeda-beda. Pada mulanya Mitchum dkk (1977) memasukkan hiatus bahari dan
condensed section ke dalam lingkup ketakselarasan. Namun, pengertian itu kemudian dirubah ketika para ahli memandang
perlu adanya pembedaan yang tegas antara ketakselarasan yang disebabkan oleh erosi daratan dengan hiatus yang terbentuk
di sekitar pusat cekungan. Perlunya pembedaan tersebut terutama dirasakan ketika para ahli mencoba menyusun model-model
pengendapan yang pembentukannya dipengaruhi oleh perubahan muka air laut relatif. Jadi, dalam sekuen stratigrafi, istilah
"ketakselarasan" diartikan relatif sempit: "ketakselarasan adalah sebuah bidang yang memisahkan strata muda dari strata tua,
pada bidang mana ditemukan jejak-jejak erosi atau pemancungan strata akibat aktivitas permukaan bumi (dalam beberapa
kasus bidang itu juga korelatif dengan bidang erosi bawah laut), jejak-jejak penyingkapan di permukaan bumi, serta indikasi
hiatus yang berarti (van Wagoner dkk, 1988).
Dari pembahasan di atas jelas bahwa sebuah sekuen dibatasi oleh bidang erosi daratan. Satuan-satuan yang dibatasi oleh
condensed surface, bidang transgresi, atau bidang marine onlaptidak termasuk ke dalam kategori batas sekuen. Perlu diketahui
bahwa para peneliti Exxon, sebagaimana dikemukakan oleh Mitchum dkk (1977), telah mempertimbangkan dengan serius untuk
memakai istilah "sintem" (synthem)sebagai pengganti istilah "sekuen", dengan harapan agar tidak terjadi kerancuan dengan
istilah "sekuen" yang sebelumnya banyak digunakan dalam literatur sedimentologi atau dengan istilah-istilah yang digunakan
untuk menamakan satuan strata yang ditentukan keberadaannya berdasarkan daur sedimentasi (misalnya "genetic depositonal
sequence"yang digunakan oleh Galloway, 1989). Namun tampaknya mereka sukar untuk menerima "sintem stratigrafi".
Pada mulanya definisi yang sederhana seperti tersebut di atas tampak mudah untuk diterapkan. Namun, kenyataannya tidak
demikian. Adalah suatu hal yang tidak mudah untuk mengenal bidang penyingkapan dalam rekaman log sumur atau rekaman
seismik. Selain itu, pengkorelasian bidang ketakselarasan itu dengan bidang keselarasan yang ada dalam cekungan juga tidak
jarang menimbulkan masalah. Dimasukkannya ungkapan "mengindikasikan hiatus yang cukup berarti" oleh van Wagoner (1988)
tidak banyak menolong karena tidak ada batasan yang jelas mengenai rentang waktu yang dipandang "cukup berarti". Sekuen
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
14/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
14
gabungan (composite sequence)dapat mengandung ketakselarasan, namun ketakselarasan itu adalah ketakselarasan yang
"tingkatannya" lebih tinggi daripada ketakselarasan yang menjadi pembatas sekuen. Ketakselarasan seperti itu dipandang "tidak
cukup berarti" dari kacamata sekuen stratigrafi.
Dalam pengertian yang terbatas, satu sekuen mencerminkan satu siklus pengendapan yang dibatasi oleh erosi non-bahari
dan diendapkan dalam satu siklus naik-turunnya alas kikis yang berarti (dalam skala penelitian sekuen). Pada kebanyakancekungan, alas kikis dikontrol oleh muka air laut. Dengan demikian, setiap sekuen merupakan produk dari satu siklus naik-
turunnya muka air laut relatif. Lukisan ideal dari sebuah sekuen yang terbentuk pada satu siklus perubahan muka air laut
diperlihatkan pada gambar 2-13. Sekuen itu dinamakan sekuen tipe-1. Pada sekuen tipe-1, penurunan muka air laut cukup
besar sedemikian rupa sehingga topsetpertama dari sekuen itu terletak onlapterhadap klinoform dari sekuen yang terbentuk
sebelumnya. Sekuen tipe-2 akan dijelaskan kemudian.
Menurut Van Wagoner dkk (1988), batas sekuen tipe-1 dicirikan oleh jejak penyingkapan yang berasosiasi dengan erosi
non-bahari, peremajaan sungai, perpindahan fasies ke arah cekungan, penurunan coastal onlap, serta pola onlappingdari strata
yang terbentuk kemudian. Coastal onlapadalah istilah yang digunakan untuk menamakan titik onlap pada strata topsetyang
ada di tepi cekungan (lihat Bab 3). Akibat migrasi fasies ke arah cekungan, endapan-endapan non-bahari atau pesisir, misalnya
batupasir endapan sungai menganyam dan endapan estuarium, dapat terletak langsung di atas endapan laut dangkal seperti
batupasir lower shorefaceatau batulumpur paparan. Superposisi fasies seperti itu disebut dislokasi fasies (facies dislocation).
Van Wagoner dkk (1988) menafsirkan bahwa batas sekuen tipe-1 terbentuk pada saat laju penurunan guntara lebih tinggi
dibanding laju subsidensi cekungan pada offlap break.
2.4.2 Definisi Systems Tract
Sekuen tipe-1 seperti yang terlukis pada gambar 2-13 merupakan bentuk ideal dari sekuen yang terbentuk pada shelf-break
margin. Sekuen itu dapat tersusun oleh sejumlah paket endapan tertentu. Sejak ditemukannya konsep seismik stratigrafi,
diketahui bahwa pengendapan dalam suatu cekungan tidak berlangsung secara menerus dan seragam di semua tempat,
melainkan dalam paket-paket yang masing-masing dibatasi oleh bidang-bidang seismik tertentu (lihat Bab 3). Para peneliti
Exxon menemukan suatu keteraturan dimana paket-paket itu umumnya tersusun dalam pola yang dapat diprakirakan,
sebagaimana kenampakannya pada penampang seismik. Paket-paket itu dinamakan systems tract.
Istilah systems tract pertama kali didefinisikan oleh Brown & Fisher (1977) sebagai suatu paket sistem pengendapan
seumur. Sistem pengendapan (depositional system) sendiri didefinisikan sebagai kumpulan tiga dimensional dari berbagai
litofasies yang secara genetik dihubungkan satu sama lain oleh proses-proses atau lingkungan pengendapannya (Fisher &
McGowen, 1967). Jadi, systems tractadalah satuan pengendapan tiga dimensional. Batas-batas systems tractdapat berupa
onlap, downlap, dsb. Dalam rekaman seismik, systems tractadalah satuan yang memperlihatkan keseragaman refleksi seismik
dan dibatasi oleh bidang-bidang terminasi strata. Satuan seperti itu disebut seismic-stratigraphic unit oleh Brown & Fisher
(1977); seismic sequenceoleh Mitchum dkk (1977); dan seismic packageoleh sejumlah ahli lain.
Systems tractdikenal dari khuluk bidang pembatas dan geometri internalnya. Dalam satu siklus perubahan muka air laut
relatif, dikenal adanya tiga systems tractutama; masing-masing mencirikan tahap perubahan muka air laut relatif yang berbeda-
beda (gambar 2-13). Tata istilah yang berkaitan dengan systems tractsering menimbulkan kerancuan. Untuk menghindarkan
terjadinya kerancuan, kita perlu selalu mengingat tujuan pembagian stratigrafi ke dalam satuan-satuan yang disebut systems
tract itu. Systems tractmerupakan satuan yang dapat dipetakan dan berguna dalam prediksi stratigrafi karena mengandung
kelompok sistem pengendapan dengan paleogeografi dan polaritas pengendapan yang konsisten.
2.4.3 Lowstand Systems Tract
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
15/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
15
Systems tractpaling bawah (jadi, secara stratigrafi berarti paling tua) dalam sekuen tipe-1 disebut lowstand systems tract.
Systems tractini diendapkan pada perioda antara penurunan muka air laut relatif pada offlap breakdengan penaikan muka air
laut relatif yang terjadi kemudian.
Penurunan muka air laut pada offlap breakdari shelf-break marginakan menimbulkan efek yang ekstrim terhadap sistem
sungai. Sebelum terjadinya penurunan muka air laut relatif, sungai memiliki graded river profileyang relatif tetap, di atas manaterjadi erosi dan di bawah mana terjadi pengendapan. Pada waktu itu, sungai dapat dengan bebas memindahkan alurnya
sebagai tanggapan terhadap perubahan muka air laut yang terjadi di bawah graded river profile. Ketika muka air laut turun pada
offlap break, profil sungai harus menyesuaikan diri dengan alas kikis baru (lihat Bab 7). Sungai harus menoreh endapan-
endapan yang sebelumnya membentuk topset: endapan dataran aluvial, endapan dataran pantai, dan/atau endapan paparan.
Sedimen rombakan yang terbentuk akan langsung diangkut menuju bagian cekungan yang lebih dalam. Pada waktu itu, sungai
tidak lagi bebas lagi untuk memindahkan alurnya. Sedimen yang ada didalamnya akan diangkut menuju satu titik fokus yang
sama, yaitu bagian dalam dari cekungan. Tahap itu merupakan fasa tidak stabil dimana proses-proses sedimentasi didominasi
oleh kekandasan lereng pada skala besar, bypassinglereng, dan pengendapan kipas bawah laut-dalam. Proses-proses itu terus
mendominasi rekaman stratigrafi pada tahap penurunan muka air laut relatif dan sistem sungai terus didorong untuk menoreh
endapan-endapan tua.
Pada waktu muka air laut relatif mencapai titik paling bawah, profil sungai kembali mengalami masa stabil dan sistem topset-
clinoformkembali terbentuk. Topsetpertama yang terbentuk pada waktu itu akan terletak onlapterhadap offlap breaksebelum-
nya. Pada mulanya, laju penaikan air laut relatif cukup rendah sehingga laju pembentukan akomodasi topset juga rendah
(gambar 2-15). Laju pembentukan akomodasi yang rendah ini tidak sebanding dengan pemasokan sedimen yang tinggi. Karena
itu, sistem pengendapan akan berprogradasi. Bertambahnya laju pembentukan akomodasi kemudian dapat mengimbangi,
bahkan melebihi, laju pasokan sedimen sehingga akhirnya sistem pengendapan akan beragradasi dan beretrogradasi
membentuk transgressive systems tract.
Dari penjelasan di atas tampak bahwa lowstand systems tract terdiri dari dua bagian. Pertama, kipas bawahlaut yang
diendapkan selama penurunan muka air laut relatif. Kedua, sistem topset-clinoform yang pada awalnya berpola progradasi,
namun kemudian berpola aggradasi, yang terbentuk selama terjadinya penaikan muka air laut relatif secara lambat. Bagian-
bagian itu sebenarnya dapat dipandang sebagai dua systems tract tersendiri karena keduanya mungkin tidak mencerminkan
satu kesinambungan pengendapan. Walau demikian, secara tradisional, keduanya dimasukkan ke dalam satu systems tract
karena batas antara keduanya tidak jarang berangsur, di dalam mana kipas bawahlaut menempati bagian bawahnya
(Posamentier dan Vail, 1988).
2.4.3.1 Lowstand Submarine Fan
Ada dua satuan yang dapat dikenal dalam lowstand submarine fan yakni kipas dasar cekungan (basin floor fan) yang
terletak di bagian bawah lereng dan kipas lereng (slope fan)yang terletak pada lereng (gambar 2-14). Dalam literatur lama,
kipas lereng sering disebut slope front fill. Van Wagoner dkk (1988) menyatakan bahwa kipas dasar cekungan disusun oleh
endapan kipas bawahlaut yang terletak pada lereng bawah atau dasar cekungan. Proses pembentukan kipas berasosiasi
dengan erosi ngarai bawah laut dan penorehan paparan oleh sungai. Sedimen silisiklastik tidak diendapkan di paparan atau
lereng, melainkan langsung diangkut menuju bagian cekungan yang lebih dalam melalui lembah torehan dan ngarai bawahlaut,
untuk kemudian membentuk kipas dasar cekungan. Alas dari kipas dasar cekungan, yang berimpit dengan batas bawah
lowstand systems tract, berkorelasi dengan batas sekuen tipe-1. Batas atas dari kipas tersebut dapat berupa bidang downlap
dari lowstand progradation wedge (jika yang disebut terakhir ini berprogradasi cukup jauh) atau bidang downlap dari kipas
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
16/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
16
lereng. Pengendapan kipas dasar cekungan, pembentukan ngarai, dan erosi lembah torehan ditafsirkan terjadi selama
penurunan muka air laut relatif.
Menurut Van Wagoner dkk (1988), kipas lereng dicirikan oleh turbidit dan endapan aliran gravitasi di bagian tengah atau
bagian bawah dari lereng. Pengendapan kipas lereng dapat terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pem-bentukan kipas
dasar cekungan atau dengan waktu pembentukan bagian bawah dari lowstand wedge. Batas atas dari kipas lereng dapatberperan sebagai bidang downlapuntuk bagian tengah dan bagian atas dari lowstand wedge. Kipas lereng biasanya disusun
oleh kompleks alur-tepi alur (lihat Bab 9).
2.4.3.2 Lowstand Prograding Wedge
Lowstand prograding wedgeadalah sistem topset-clinoformyang diendapkan selama naiknya muka air laut relatif. Sistem ini
dipisahkan dari transgressive system tract, yang terletak diatasnya, oleh bidang progradasi maksimum (maximum progradation
surface). Bidang itu menandai terjadinya perubahan geometri tumpukan parasekuen dari geometri progradasional pada
lowstand wedgemenjadi geometri retrogradasional pada transgressive systems tract.
Pada awalnya pengendapan lowstand prograding wedgehanya terbatas di sekitar muara lembah torehan (gambar 2-15).
Hanya sedikit, jika ada, akomodasi topsetpada waktu itu; seluruh sedimen di-bypassmelewati topsetkemudian diendapkan
pada lereng klinoform. Pada waktu itu, lereng kemungkinan tidak stabil dan pengendapan kipas terjadi sewaktu-waktu. Bagian
bawah lowstand prograding wedgedapat mengandung turbidit yang sering menunjukkan gejala seismik "shingled".
Ketika muka air laut relatif naik sedikit demi sedikit, lembah torehan mulai terisi oleh endapan fluvial dan estuarium, dan
topsetdariprograding wedgemulai terbentuk. Peningkatan laju penaikan muka air laut relatif menghasilkan asosiasi fasies yang
mengindikasikan pertambahan volume akomodasi, misalnya bertambah banyaknya batubara, serpih dataran limpah banjir,
fasies laguna, dan fasies yang mencirikan pengaruh pasut ke bagian atas serta ketidaksinambungan tubuh-tubuh pasir endapan
sungai. Perubahan menujuprograding systems tractyang ada diatasnya dapat berlangsung secara berangsur maupun tiba-tiba.
Batas ini dapat disebut bidang progradasi maksimum, bidang transgresi, atau lowstand surface.
Lowstand prograding wedge seringkali mengandung lebih banyak pasir dibanding highstand wedge yang terbentuk
kemudian karena banyak memperoleh pasokan pasir hasil daur ulang dari highstand topset. Karena sering terletak di atas
highstand systems tractsebelumnya, yang bagian atasnya kaya akan serpih, dan kemudian ditutupi oleh serpih transgressive
system tract, lowstand wedgedapat berperan sebagai jebakan stratigrafi.
2.4.4 Transgressive Systems Tract
Transgressive systems tract adalah systems tract yang berada di tengah-tengah sekuen tipe-1 maupun sekuen tipe-2
(gambar 2-13, 2-16, 2-18). Sistem ini diendapkan pada suatu bagian dari fasa penaikan muka air laut relatif, pada saat mana
laju pertambahan volume akomodasi topsetlebih tinggi dibanding laju pemasokan sedimen. Sistem ini sebagian besar berupa
topset, dengan sedikit klinoform, dan seluruhnya memiliki geometri retrogradasional. Sistem-sistem pengendapan yang aktif
pada saat terbentuknya systems tractadalah sistem-sistem pengendapan topsetseperti aluvial, paralik, dataran pantai, delta
paparan, dan paparan. Jenis sedimen yang sering ditemukan antara lain batubara serta endapan limpah banjir, laguna, dan
lakustrin. Sistem-sistem itu mengindikasikan rendahnya pasokan sedimen. Sistem-sistem pengaliran mungkin ditutupi oleh air
laut sedemikian rupa sehingga membentuk estuarium. Luasnya paparan dan endapan yang dipengaruhi oleh pasut merupakan
sebagian dari ciri transgressive systems tract. Ke arah cekungan, transgressive systems tractdapat berkorespondensi dengan
condensed section yang mengindikasikan laju pengendapan yang sangat lambat. Condensed section dapat berupa serpih
glaukonitan, serpih organik, serpih fosfatik, maupun karbonat pelagik (lihat Bab 11).
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
17/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
17
Laju penaikan muka air laut tertinggi terjadi pada fasa pembentukan transgressive systems tract. Systems tractini berakhir
ketika laju pertumbuhan volume akomodasi topsetmenurun hingga satu kondisi dimana laju pertumbuhan tersebut sebanding
dengan laju pemasokan sedimen. Produk kondisi itu disebut marine flooding surface. Pada saat laju pertumbuhan dengan laju
pemasokan sedimen mencapai kesetimbangan, pola endapan akan berubah dari pola retrogradasi menjadi progradasi.
Topsetdari transgressive systems tractcenderung mengandung persentase pasir lebih sedikit dibanding systems tractslainkarena dalam proses pembentukan systems tract ini hanya sedikit terjadi bypassingsedimen halus menuju bagian cekungan
yang lebih dalam. Dengan kata lain, sedimen halus yang dikirim pada waktu pembentukan transgressive systems tractini hampir
seluruhnya diendapkan pada topset. Dengan demikian, transgressive systems tractsering mengandung lapisan penutup untuk
reservoar hidrokarbon. Kadang-kadang sedimen berbutir halus dalam systems tractini juga berperan sebagai batuan induk (lihat
Bab 11). Posamentier & Allen (1993) mengusulkan satu komponen baru untuk transgressive systems tract yang disebut
komponen "healing phase". Mereka menunjukkan adanya baji-baji sedimen yang terletak pada kaki klinoform transgressive
systems tractyang ditafsirkan sebagai endapan rombakan selama berlangsungnya transgresi. Sebenarnya baji-baji sedimen itu
dapat ditafsirkan sebagai komponen lowstand systems tractdari sekuen yang terbentuk kemudian atau sebagai nendat yang
berasal dari endapan highstand systems tract.
Sistem-sistem pengendapan yang ada di seluruh dunia dewasa ini umumnya membentuk transgressive systems tract.
Dewasa ini banyak terdapat paparan benua yang luas dan sebagian besar diantaranya merupakan topsetdari lowstand systems
tract yang terbentuk paling akhir. Delta yang ada dewasa ini umumnya berupa delta paparan. Dalam delta-delta itu, banyak
kipas tidak aktif. Estuarium dan wilayah pasang-surut banyak ditemukan di bagian baratdaya Eropa. Pantai timur AS, di lain
pihak, didominasi oleh proses mundurnya gosong pesisir dan laguna, sedangkan sedimentasi laut-dalam umumnya hanya
berupa turbidit yang terbentuk akibat nendatan dari lereng benua.
2.4.5 Highstand Systems Tract
Highstand systems tractadalah systems tracttermuda, baik dalam sekuen sekuen tipe-1 maupun sekuen tipe-2 (gambar 2-
13, 2-18). Sistem ini merupakan sistem topset-clinoformyang terletak diantara maximum flooding surfacedan batas sekuen.
Sistem ini terbentuk pada saat laju penaikan muka air laut mulai menurun, setelah melalui masa puncak, pada saat mana laju
pembentukan akomodasi lebih kecil dibanding laju pemasokan sedimen (gambar 2-17). Penurunan laju penaikan muka air laut
pada mulanya menyebabkan terbentuknya geometri aggradasi, namun sedikit demi sedikit kemudian berubah menjadi geometri
progradasi. Sistem-sistem pengendapan yang ada pada tahap awal pembentukan highstand systems tract mungkin sama
dengan sistem-sistem pengendapan yang ada pada tahap akhir pembentukan transgressive systems tract. Namun, menurunnya
laju penaikan muka air laut serta terisinya wilayah paparan melalui proses progradasi, menyebabkan berkurangnya volume
batubara, serpih limpah banjir, endapan laguna, dan endapan lakustrin yang diendapkan pada waktu itu. Tubuh-tubuh pasir
endapan alur makin lama makin banyak diendapkan dan sifatnya menerus.
Posamentier & Vail (1988) membahas berbagai model yang mengimplikasikan bahwa bagian teratas dari highstand systems
tractdidominasi oleh endapan fluvial. Mereka menggunakan konsep "bay line"yang didefinisikan sebagai sebuah garis di tempat
mana profil sungai bersifat "graded" dan di tempat mana proses-proses fluvial diagantikan oleh proses-proses paralik dan
paparan. Garis itu juga merupakan titik coastal onlapselama terjadinya penaikan muka air laut. Pada tahap akhir pembentukan
highstand systems tract, bay linemulai bermigrasi ke arah cekungan, sejalan dengan mulai menurunnya muka air laut relatif.
Pada waktu itu, menurut Posamentier dan Vail (1988), akomodasi fluvial yang berarti akan terbentuk. Model ini terlalu sederhana
dan telah menjadi salah satu penyebab timbulnya kesalahpahaman (lihat Miall, 1991; Shanley & McCabe, 1994).
2.4.6 Batas Sekuen Tipe-2 dan Shelf-margin Systems Tract
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
18/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
18
Penurunan muka air laut relatif mungkin hanya terjadi pada daerah proksimal dari highstand topsetsehingga muka air laut
tidak sampai lebih rendah dibanding offlap break. Jika hal ini terjadi, batas sekuen akan terbentuk, namun tidak berasosiasi
dengan penorehan sungai atau pengendapan kipas bawahlaut. Batas sekuen itu dapat dikenal dalam penampang seismik
berdasarkan adanya perpindahan coastal onlaphingga suatu posisi yang lebih kurang sejajar dengan offlap breakdan terletak
onlapterhadap topsetsekuen yang terbentuk sebelumnya (gambar 2-18). Batas sekuen seperti itu disebut batas sekuen tipe-2,sedangkan systems tractyang dialasi oleh bidang ini disebut shelf-margin systems tract. Pada mulanya, geometri systems tract
ini sedikit progradasional, namun kemudian berubah menjadi aggradasional. Batas antara shelf-margin systems tractdengan
highstand systems tractterletak pada bidang dimana terjadi perubahan pola tumpukan parasekuen: dari aggradasional menjadi
retrogradasional. Di lain pihak, batas antara shelf-margin systems tractdengan highstand systems tractdari sekuen sebelumnya
merupakan ketakselarasan yang samar dan mungkin hanya dapat dikenal dari perubahan pola tumpukan parasekuen: dari pro-
gradasional menjadi aggradasional. Shelf-margin systems tractmungkin sangat sukar untuk dikenal dalam singkapan, core, atau
well log, kecuali jika singkapannya sangat besar atau jika sumur yang ada cukup rapat.
Batas sekuen tipe-2 dan shelf-margin systems tractkadang-kadang digunakan secara keliru dalam literatur karena sulitnya
untuk menemukan bukti terjadinya pergeseran coastal onlap ke arah cekungan, namun tidak sampai melewati offlap break.
Selain itu, resolusi rekaman seismik juga sering tidak cukup tinggi untuk mendeteksi adanya perubahan kemiringan yang samar,
misalnya sewaktu suatu topsetterletak onlapterhadap topsetlain. Perubahan pola tumpukan parasekuen, dari progradasional
menjadi aggradasional, tidak bersifat definitif karena perubahan pola seperti itu dapat saja terjadi karena peristiwa lain seperti
penurunan laju suplai sedimen.
Dalam studi singkapan, batas sekuen tipe-2 sering digunakan untuk menamakan batas sekuen minor. Perlu disadari bahwa
batas sekuen tipe-2 dapat sebanding dengan sekuen tipe-1, tergantung pola subsidensi tektonik dari cekungannya.
2.4.7 Lowstand Systems Tract pada Tatanan Ramp Margin
Berbagai systems tractyang telah dijelaskan di atas terbentuk pada tatanan shelf-margin, pada tatanan mana kemiringan
klinoform cukup besar sehingga memungkinkan terbentuknya sistem kipas bawahlaut. Pada tatanan ramp margin, sebagaimana
dijelaskan oleh Van Wagoner dkk (1988), lowstand systems tractberwujud lowstand wedgeyang tipis dan dapat dibedakan
menjadi dua bagian (gambar 2-19). Bagian pertama dicirikan oleh gejala penorehan sungai dan sediment bypassingmelalui
dataran pantai. Bagian ini ditafsirkan terbentuk pada suatu fasa penurunan muka air laut yang cepat, hingga suatu saat dimana
penurunan itu mulai stabil. Bagian kedua dicirikan oleh endapan pengisi lembah torehan pada sub-bagian proksimal dan satu
atau lebih parasekuen set progradasional pada sub-bagian distal. Bagian ini ditafsirkan terbentuk pada tahap awal penaikan
muka air laut yang berlangsung lambat.
Selama penurunan muka air laut, pada tatanan ramp margin tidak terjadi bypassing sedimen menuju dasar cekungan,
melainkan pengendapan sedimen dalam bentuk baji-baji endapan yang miring ke arah cekungan. Setiap baji endapan itu
disebut force regressive wedge (Posamentier dkk, 1992). Rangkaian force regressive wedge terletak diantara lowstand
prograding wedgedan highstand prograding wedgedan membentuk suatu systems tracttersendiri yang disebut force regressive
wedge systems tract(Posamentier dkk, 1992). Batas bawah dari force regressive wedge systems tractadalah regressive marine
surface of erosion, sedangkan batas atasnya adalah regressive subaerial surface of erosion. Regressive marine surface of
erosionberkorelasi dengan bidang ketidakselarasan non-bahari sehingga secara bersama-sama keduanya berperan sebagai
batas sekuen. Force regressive marine wedgessering didominasi pasir dan dapat berperan sebagai reservoar yang menarik jika
diselubungi oleh serpih. Beberapa contoh sekuen stratigrafi untuk tatanan ramp margindisajikan Posamentier dkk (1992) serta
Posamentier & Chamberlain (1992).
Transgressivedan highstand systems tractpada tatanan ramp marginmirip dengan transgressivedan highstand systems
tractpada tatanan shelf-margin, dengan sedikit perbedaan dimana klinoform tidak berkembang baik pada tatanan ramp margin.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
19/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
19
2.4.8 Faktor-Faktor Pengontrol Batas-Batas Systems Tracts
Pembentukan systems tractsditafsirkan oleh Van Wagoner dkk (1988) sebagai fungsi dari interaksi antara guntara, pasokan
sedimen, dan tektonik. Menurut penulis, selain itu ada satu faktor lain yang penting karena mempengaruhi pembentukan bidang
transgresi dan maximum flooding surface, yakni daerah topset. Gambar 2-15 memperlihatkan hubungan antara akomodasitopsetdengan systems tractdalam suatu sistem sederhana yang dicirikan oleh subsidensi menerus dan guntara sinusoidal.
Beberapa kondisi yang menentukan pembentukan setiap tipe batas systems tract adalah sbb:
1. Batas sekuen tipe-1 (alas dari lowsand systems tract) terbentuk ketika laju penaikan muka air laut berharga nol danpenurunan terjadi melewati offlap break. Waktu pembentukan batas ini merupakan fungsi dari guntara dan subsidensi.
2. Batas antara lowstand fandengan lowstand prograding wedgeterbentuk ketika laju penaikan muka air laut relatif berharganol, namun kemudian diikuti oleh penaikan hingga melewati offlap break. Waktu pembentukan batas ini merupakan fungsi
dari guntara dan subsidensi.
3. Batas antara lowstand prograding wedgedengan transgressive systems tractterbentuk ketika laju pembentukan akomodasitopsetsama, atau sedikit lebih tinggi, dari laju pemasokan sedimen. Kondisi itu mungkin terjadi ketika muka air laut pertama
kali menutupi topsethigstand systems tractyang terbentuk sebelumnya. Waktu pembentukan batas ini merupakan fungsi
dari guntara, subsidensi, pasokan sedimen, dan luas topset.
4. Batas antara transgressive systems tractdengan highstand systems tract(yakni maximum flooding surface) terbentuk ketikalaju pembentukan akomodasi topset sama, atau sedikit lebih rendah, dibanding laju pemasokan sedimen. Waktu
pembentukan batas ini merupakan fungsi dari guntara, subsidensi, suplai sedimen, dan luas topset.
Dari penjelasan singkat di atas tampak jelas bahwa pembentukan batas-batas systems tractdipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Volume suatu systems tractmerupakan fungsi dari durasi dan laju pemasokan sedimen. Selain itu, pemasokan sedimen
juga memiliki kaitan lain dengan systems tract. Sebagai contoh, di daerah lintang tinggi, rendahnya posisi muka air laut pada
jaman es berasosiasi dengan adanya tudung es yang mempengaruhi sistem pengaliran sungai. Faktor-faktor ini, serta sejumlah
faktor lain (misalnya topografi cekungan) akan menyebabkan terdistorsinya geometri sekuen ideal seperti yang dilukiskan pada
gambar 2-15. Memang, sebenarnya sukar bagi kita untuk menemukan suatu penampang seismik yang mirip dengan diagram
ideal tersebut. Walau demikian, hal itu tidak mengandung pengertian bahwa model tersebut salah. Memang, model tersebut
hendaknya tidak digunakan sebagai sebuah "sablon" (template).
2.4.9 Jenis-Jenis Systems Tract Lain
Van Wagoner dkk (1990) menyatakan bahwa systems tracthendaknya ditentukan secara objektif berdasarkan jenis-jenis
bidang pembatasnya, posisinya dalam sekuen (jika hal ini dapat ditentukan), dan berdasarkan geometri internalnya.
Ada dua systems tract yang tidak tercakup dalam skema penggolongan systems tract yang diajukan oleh para peneliti
Exxon. Berikut akan dijelaskan kedua systems tracttersebut.
Midstand systems tract(atau forced regressive systems tractdalam peristilahan Hunt dan Tucker, 1992) adalah suatu paket
strata yang terbentuk ketika subsidensi tidak cukup besar untuk melampaui laju pemasokan sedimen sehingga tidak
memungkinkan terjadinya transgresi. Systems tract ini kemungkinan besar terbentuk dalam cekungan dimana subsidensi
tektonik rendah atau negatif dan/atau laju pemasokan sedimen tinggi. Keberadaan midstand systems tractorde-3 pada tepian
cekungan telah dilaporkan oleh Jones dan Milton (1994) serta Milton dan Dyce (1995), sewaktu mereka meneliti endapan
Paleogen di Laut Utara. Di daerah shelf-break margin (seperti Delta Rhone atau endapan Tersier di Laut Utara), midstand
systems tractmungkin terdiri dari satu satuan kipas dan prograding wedge. Di daerah ramp margin, systems tractini mungkin
hanya akan disusun olehprograding wedge.
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
20/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
20
Regressive systems tract (gambar 2-20) adalah systems tractteoritis yang "akan" terbentuk jika ada dua perioda penaikan
muka air laut yang cepat dan diselingi oleh satu perioda penaikan muka air laut yang lambat atau apabila ada dua perioda
pemasokan sedimen yang tinggi dan diselingi oleh satu perioda pemasokan sedimen yang rendah. Batas bawah dari systems
tract ini adalah maximum flooding surface, sedangkan batas atasnya berupa maximum prograding surface sehingga secara
keseluruhan systems tract ini membentuk suatu prograding wedge. Geometri internal dari baji sedimen ini berubah dariaggradasional menjadi progradasional dan kembali menjadi aggradasional. Regressive systems tract kemungkinan akan
terbentuk ketika siklus guntara lebih rendah dibanding subsidensi sehingga batas sekuen tipe-2 sekalipun tidak dapat terbentuk
sewaktu terjadi penurunan muka air laut global. Situasi lain yang dapat menyebabkan terbentuknya systems tractini adalah jika
dalam perioda penaikan muka air laut yang menerus, terjadi fluktuasi pasokan sedimen. Posamentier & James (1993) memper-
kirakan bahwa transgressive systems tractmungkin dapat terbentuk dalam foreland basin. Walau demikian, kedua peneliti itu
cenderung menamakan systems tract yang terbentuk dalam foreland basindan tidak memiliki batas sekuen bawah sebagai
shelf-margin systems tract.
2.4.10 Composite Sequencedan Composite Systems Tracts
Mitchum & Van Wagoner (1991) mendefinisikan composite sequencesebagai "paket yang disusun oleh sejumlah sekuen
yang satu sama lain memiliki kaitan genetik, di dalam paket mana setiap individu sekuen disusun oleh paket lowstand,
transgressive, dan highstand systems tracts". Gambar 2-21 memperlihatkan suatu composite sequence, sedangkan gambar 2-
22 merupakan kurva perubahan muka air laut relatif untuk composite sequencepada gambar 2-21.
Sebagian besar sekuen orde-2 dan banyak sekuen orde-3 mengandung batas-batas dari berbagai sekuen yang ordenya
lebih tinggi. Sebagai contoh, highstand systems tract dari suatu composite sequence orde-2 dalam kenyataannya mungkin
merupakan highstand sequence set, yakni tumpukan sejumlah sekuen dari orde yang lebih tinggi, di dalam tumpukan mana
topset prograding parasequencesbersifat dominan, walaupun endapan-endapan lowstanddari orde yang lebih tinggi juga masih
mungkin ditemukan dalam paket endapan ini. Konsep ini dibuktikan kesahihannya oleh Jones & Milton (1994), dimana mereka
menunjukkan bahwa semua systems tractdari sekuen orde-2 Tersier di Laut Utara mengandung lowstand fansdari orde yang
lebih tinggi.
Dari penjelasan di atas ini jelas kiranya bahwa adalah suatu hal yang penting untuk menyatakan orde dari systems tractatau
sekuen yang dikomunikasikan. Selain itu, kita juga perlu ingat bahwa batas-batas systems tractdalam composite sequence
bersifat berangsur dan memperlihatkan gejala penjemarian sekuen-sekuen atau systems tractsyang ordenya lebih tinggi.
2.4.11 Genetic Stratigraphic Sequences
Sekuen, sebagaimana telah dibahas di atas, merupakan satuan stratigrafi berdaur yang dibatasi oleh ketakselarasan darat.
Walau demikian, karena sifatnya yang mendaur, pemilihan bidang yang dipandang sebagai pembatas gejala pendauran itu
sebenarnya bersifat arbiter. Galloway (1989), yang diilhami oleh gagasan-gagasan Frazier (1974), mengusulkan cara lain untuk
membagi stratigrafi sedimen berdaur, yaitu dengan menggunakan maximum flooding surfacesebagai bidang pembatas daur.
Dia kemudian mendefinisikan genetic stratigraphic sequencesebagai suatu paket sedimen yang merupakan rekaman perioda
pengisian dan pertumbuhan-lateral dari cekungan, sedangkan batas-batasnya mencerminkan perioda penutupan cekungan oleh
massa air secara luas (gambar 2-23).
Satu hal yang disayangkan adalah dia menggunakan istilah "sekuen", bukan istilah "depositional episode" seperti yang
semula digunakan oleh Frazier (1974). Pemakaian istilah itu telah menimbulkan kerancuan. Karena itu, dalam membaca
makalah ilmiah yang diterbitkan pada akhir dekade 80-an dan awal dekade 90-an, kita perlu hati-hati mengingat sebagian
peneliti menggunakan istilah sekuen dalam pengertian yang diajukan oleh Mitchum (1977) sedangkan sebagian lain memakai
7/22/2019 41814231 Sequence Stratigrafi Emery Bahasa Indonesia
21/87
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
21
istilah sekuen dalam pengertian yang diajukan oleh Galloway (1989). Batas sekuen, maximum flooding surface, dan maximum