14
PROFIL REAKSI WIDAL PADA ANAK JALANAN TERHADAP POLA KONSUMSI DAN PERILAKU HIDUP SEHAT WIDAL TEST PROFILE IN STREET CHILDREN TO CONSUME PATTERN AND HEALHTY LIVING BEHAVIOUR Andreas Tommy Sektiawan Program Studi Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pendahuluan Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan yang penting dan sering sekali terjadi karena penyebaranya erat kaitanya dengan urbanisasi, pola makan, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (1) . Berdasarkan data dari ”World Health Organization” (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun (2) . Terhitung sejak tahun 2000, 21,5 juta jiwa di seluruh dunia meninggal karena kasus demam tifoid (3) . Di Negara berkembang kasus demam tifoid dapat dikatakan sebagai penyakit endemis dimana dari kasus yang ada 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya mencapai 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Kejadian di Indonesia tersebar merata di tiap provinsi. Pada pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun, di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun. Umur penderita yang terinfeksi di Indonesia 3-19 tahun pada 91% kasus (4,5) . Salah satu faktor resiko penyakit demam tifoid adalah anak jalanan yang kurang menjaga kebersihan diri. Adanya rumah singgah dan banyaknya anak jalan yang tinggal di rumah singgah serta karakteristik anak 1

4272-5998-1-PB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

:)

Citation preview

Page 1: 4272-5998-1-PB

PROFIL REAKSI WIDAL PADA ANAK JALANAN TERHADAP POLA KONSUMSI DAN PERILAKU HIDUP SEHAT

WIDAL TEST PROFILE IN STREET CHILDREN TO CONSUME PATTERN AND HEALHTY LIVING BEHAVIOUR

Andreas Tommy SektiawanProgram Studi Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pendahuluan Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan yang penting dan sering sekali terjadi karena penyebaranya erat kaitanya dengan urbanisasi, pola makan, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (1). Berdasarkan data dari ”World Health Organization” (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun (2). Terhitung sejak tahun 2000, 21,5 juta jiwa di seluruh dunia meninggal karena kasus demam tifoid (3). Di Negara berkembang kasus demam tifoid dapat dikatakan sebagai penyakit endemis dimana dari kasus yang ada 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya mencapai 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Kejadian di Indonesia tersebar merata di tiap provinsi. Pada pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun, di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun. Umur penderita yang terinfeksi di Indonesia 3-19 tahun pada 91% kasus (4,5). Salah satu faktor resiko penyakit demam tifoid adalah anak jalanan yang kurang menjaga kebersihan diri. Adanya rumah singgah dan banyaknya anak jalan yang tinggal di rumah singgah serta karakteristik anak jalanan yang sulit diprediksi merupakan indikasi penelitian ini dilakukan secara crossecsional. Ada 3 indikator yang dilihat dalam penelitian ini, yakni hasil uji widal, pengendalian data dengan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang pola konsumsi dan perilaku hidup sehat sebagai faktor risiko yang dilakukan melalui wawancara interpersonal. Hasil uji widal yang sudah terjamin keakuratan dan kevalidanya karena pengukuranya dilakukan di Laboratorium Kesehatan serta kuesioner yang sudah reliable dan valid setelah berkonsultasi terhadap pihak yang berkompeten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil reaksi pada anak jalanan di tiga rumah singgah di DIY terhadap pola konsumsi dan perilaku hidup sehat sebagai faktor risiko demam tifoid.

Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional pada 33 anak jalanan yang tinggal di tiga rumah singgah. yaitu : Rumah Singgah Anak Mandiri Umbulharjo Yogyakarta, Rumah Singgah Diponegoro Ambarukmo Yogyakarta, Rumah Singgah Girlan Nusantara

1

Page 2: 4272-5998-1-PB

Prambanan. Bahan penelitian ini adalah darah intravena sebanyak 5 cc dan kuesioner. Alat penelitian ini adalah tabung penyimpanan darah, tourniket, jarum dan spuit injeksi 5 cc, Kapas, Alkohol 70%, sarung tangan steril (hand schoen). Penelitian dilakukan dengan wawancara berdasar kuesioner secara interpersonal lalu dilanjutkan dengan mengambil darah intravena sebanyak 5 cc. Darah yang telah diambil lalu dikirim ke Laboratorium Kesehatan untuk dilakukan uji widal.

HasilA. Anak Jalanan

Populasi penelitian ini adalah seluruh anak jalanan di 3 rumah singgah yang di pilih dalam penelitian ini. Pada penelitian ini jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan berjumlah 33. Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa jumlah sampel pria sebanyak 23 orang (70%) sedangkan sampel wanita sebanyak 10 orang (30%). Mayoritas jumlah sampel berumur 11-20 tahun, meskipun ada sebagian kecil yang berusia dewasa. Dilihat dari status pendidikan, sebanyak 12 orang (36%) lulusan Sekolah Dasar, 19 orang (58%) merupakan lulusan SMP, 2 orang (6%) lulusan SMA, dan tidak ada yang lulusan perguruan tinggi. Jumlah sampel ditinjau dari segi profesi didapatkan bahwa sebanyak 29 orang (88%) yang bekerja sebagai pengamen, sedangkan 4 orang (12%) bekerja sebagai selain pengamen (pengemis, pemulung, pekerja serabutan dan lain-lain).

B. Profil Widal Anak Jalanan

Hasil profil widal pada anak jalanan menunjukan, dua orang menunjukan nilai positif 1/40 berdasarkan terbentuknya aglutinasi pada titer O dan 1 orang menunjukan nilai titer positif 1/80 berdasarkan terbentuknya aglutinasi pada titer H parathypi A. Profil widal lainya menunjukan hasil negatif pada sampel.

Tabel. 2 Distribusi uji widal positif berdasarkan terbentuknya aglutinasi pada anak jalanan

N Typhi O Typhi H Paratyphi AO Paratyphi AH Paratyphi BO Paratyphi BH

33 2 0 0 1 0 0

C. Pola Konsumsi dan Perilaku Hidup Sehat Anak Jalanan

Data deskripsi faktor risiko demam tifoid berikut didapat dari data kuesioner yang berisi pertanyaan tentang pola konsumsi dan perilaku hidup sehat. Faktor resiko pola konsumsi terdiri dari konsumsi makanan basi dan makanan bersih sedangkan faktor risiko perilaku hidup sehat terdiri dari cuci tangan sebelum makan dan kebiasaan makan di luar ruangan atau dijalan. Data yang diperoleh terhimpun dengan cara wawancara tertutup dengan pertanyaan terbuka dan

2

Page 3: 4272-5998-1-PB

dijamin kebenaranya.

C. 1. Pola Konsumsi Anak Jalanan

Data deskripsi faktor risiko pola konsumsi makanan basi pada anak jalanan menunjukan bahwa 27 orang (82%) mengaku bahwa makanan yang mereka makan tidak basi, dan 6 orang (18%) mengaku memakan makanan basi setiap hari.

Tabel. 3 Distribusi pola konsumsi makanan basi pada anak jalanan

Makanan Basi Jumlah %

Ya 6 18%

Tidak 27 82%

Data deskripsi faktor risiko pola konsumsi makanan bersih pada anak jalanan didapatkan dari hasil kuesioner, 31 orang (94%) merasa makanan yang mereka makan bersih dan 2 orang (6%) merasa makanan yang mereka makan tidak bersih. Berikut adalah tabel makanan bersih pada anak jalanan.

Tabel. 4 Distribusi pola konsumsi makanan bersih pada anak jalanan

Makanan Bersih Jumlah %

Ya 31 94%

Tidak 2 6%

C. 2. Perilaku Hidup Sehat Anak Jalanan Data deskripsi faktor risiko perilaku hidup sehat cuci tangan sebelum makan menunjukan 30 orang (91%) selalu mencuci tangan sebelum makan dan 3 orang (9%) tidak mempunyai kebiasaan cuci tangan sebelum makan. Berikut adalah tabel kebiasaan cuci tangan sebelum makan pada anak jalanan.

Tabel. 5 Distribusi perilaku hidup sehat cuci tangan sebelum makan pada anak jalanan

Cuci tangan sebelum makan Jumlah %

Ya 30 91%

Tidak 3 9%

Data deskripsi faktor risiko perilaku hidup sehat kebiasaan makan di luar ruangan atau dijalan didapatkan 25 orang (76%) sering makan di pinggir jalan, 6 orang (18%) pernah makan di pinggir jalan, 2 orang (6%) tidak pernah makan di pinggir jalan. Berikut adalah tabel distribusi perilaku hidup sehat kebiasaan makan di luar ruangan atau dijalan

Tabel. 6 Distribusi perilaku hidup sehat kebiasaan makan di luar ruangan atau dijalan

3

Page 4: 4272-5998-1-PB

makan di luar ruangan atau dijalan Jumlah %

Sering 25 76%

Pernah 6 18%

Tidak pernah 2 6%

D. Profil Widal Terhadap Pola Konsumsi Anak Jalanan

Pola konsumsi anak jalanan yang terdiri dari konsumsi makanan basi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan bersih menunjukan bahwa 6 orang (18%) mengaku memakan makanan basi dan 31 orang (94%) mengaku bahwa makanan yang mereka makan bersih. Melihat pada Profil widal pada anak jalanan, hasil yang didapatkan menunjukan bahwa 33 orang (100%) tidak menunjukan reaksi yang berarti. Sebagian orang mengalami kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi tetapi tidak menunjukan adanya reaksi aktif. Profil widal yang sebagian besar menunjukan titer negatif bisa disebabkan karena kebiasaan baik mereka terhadap konsumsi makanan tidak basi dan makanan bersih. Adanya kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran anak jalanan terhadap kebersihan makanan yang mereka makan. Anak jalanan merasa bahwa makanan yang mereka makan bersih padahal tidak sama sekali, atau sudah tercemar oleh bakteri Salmonella Typhi. Miskinnya pengawasan makanan dan miskinnya pelaksanaan sanitasi umum di tempat penyiapan makanan, penyimpanan, dan pelayanan makanan juga sangat berpengaruh terhadap kejadian infeksi Salmonella Typhi (6).

E. Profil Widal Terhadap Perilaku Hidup Sehat Anak Jalanan

Perilaku hidup sehat pada anak jalanan yang terdiri dari kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan kebiasaan mengkonsumsi makanan di luar ruangan atau di jalanan menunjukan bahwa 30 orang (91%) mengaku selalu mencuci tangan sebelum makan dan 25 orang (76%) mengaku mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan di luar ruangan atau di jalanan. Melihat pada Profil widal pada anak jalanan, hasil yang didapatkan menunjukan bahwa 33 orang (100%) tidak menunjukan reaksi yang berarti. Sebagian orang mengalami kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi tetapi tidak menunjukan adanya reaksi aktif. Profil widal yang sebagian besar menunjukan titer negatif bisa disebabkan karena besarnya kebiasaan cuci tangan sebelum makan. Cuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun berfungsi sebagai pengemulsi untuk melarutkan lemak dan minyak pada permukaan kulit dan tangan serta menggosok tangan dengan sikat akan menurunkan jumlah kuman yang tinggal, selain itu, pencucian tangan dengan sabun mempercepat penurunan kuman dibanding yang tidak menggunakan sabun (6). Walaupun demikian hasil uji widal positif tetap muncul. Hasil tersebut bisa disebabkan karena kurangnya keefektifan anak jalanan dalam mencuci tangan sebelum makan dan kurangnya kesadaran anak jalanan terhadap makanan bersih dan sehat.

4

Page 5: 4272-5998-1-PB

Diskusi Jumlah pria pada penelitian ini lebih besar dari pada wanita, hal ini berkaitan dengan keadaan di lapangan yang berhubungan dengan kesediaan responden untuk dijadikan sample pada penelitian ini. Sampel pada penelitian ini didapat dengan cara pemberian undangan kepada anak jalanan untuk datang ke rumah singgah yang telah ditunjuk. Maka dari itu peneliti tidak dapat memaksa anak jalan untuk dijadikan sample dan murni ketersediaan anak jalanan itu sendiri. Sampel yang datang kemudian diteliti. Data penelitian diperoleh dari data primer yang berupa hasil tes uji widal dan kuesionair. Mayoritas jumlah sampel berumur 11-20 tahun, meskipun ada sebagian kecil yang berusia dewasa. Hal seperti ini juga dikarenakan ketersediaan anak jalanan untuk datang dan dijadikan sampel, meskipun demikian sampel yang berumur dewasa tersebut sudah menjadi anak jalanan sejak berumur dibawah 18 tahun. Anak jalanan yang dijadikan sampel mempunyai status pendidikan yang beragam, mulai dari lulusan sekolah dasar, sekolah menengan pertama dan sekolah menengah atas. Peneliti beranggapan secara logika status pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan sanitasi diri dan lingkungan. Sanitasi diri dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kejadian tifus. Jenis profesi pada anak jalanan yang dijadikan sampel sangat beragam, meskipun demikian jenis pekerjaan yang dilakukan oleh sampel tidak berhubungan dengan kejadian demam tifoid pada anak jalanan. Profil widal yang didapatkan, dua orang menunjukan nilai positif 1/40 berdasarkan terbentuknya aglutinasi pada titer O dan 1 orang menunjukan nilai titer positif 1/80 berdasarkan terbentuknya aglutinasi pada titer parathypi A. Profil widal lainya menunjukan hasil negatif pada sampel. Untuk mengetahui hasil diatas profil widal tersebut, dilakukan uji dengan mencampurkan serum yang sudah diencerkan dengan suspensi Salmonella mati yang mengandung antigen O (somatik) dan antigen H (flagela). Titik akhir pemeriksaan adalah pengenceran tertinggi serum pasien yang menyebabkan aglutinasi makroskopik suspensi Salmonella (6). Hasil tersebut diperoleh dari uji widal yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. Nilai acuan yang perlu diperhatikan dalam menilai hasil uji Widal sebagai diagnosa tifoid antara lain sebagai berikut (7):

1. Aglutinin Typhi O, dikatakan positif widal jika ≥ 1/160 dan dikatakan negatif jika ≤1/160.

2. Aglutinin Typhi H, dikatakan positif widal jika ≥ 1/160 dan dikatakan negatif jika ≤1/160.

3. Paratyphi A, dikatakan positif widal jika ≥ 1/320 dan dikatakan negatif jika ≤1/320.

4. Paratyphi B, dikatakan positif widal jika ≥ 1/600 dan dikatakan negatif jika ≤1/600.

(Sumber: Laboratorium Kesehatan Yogyakarta) Dua orang menunjukan titer positif 1/40 pada titer O berdasarkan terbentuknya aglutinasi, tetapi merujuk pada nilai rujukan untuk tifoid yaitu 1/160 maka hasil temuan tersebut belum bisa dikatakan terjadi infeksi aktif. Berdasarkan

5

Page 6: 4272-5998-1-PB

hasil penelitian, peneliti beranggapan bahwa :1. Banyak metode yang dapat digunakan sebagai alat diagnosa laboratorium

penyakit tifus, antara lain seperti metode Tiphidot, tetapi metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode aglutinasi, atau dikenal dengan metode uji widal.

2. Sebenarnya uji widal bukan merupakan alat diagnosa tifus yang spesifik dan masih dibutuhkan pemeriksaan secara berulang dengan cara menaikkan titer widal hingga 4 kali lipat untuk mendapatkan hasil yang akurat.

3. Uji widal tidak sevalid metode tiphydot yang merupakan metode terkini uji laboratorium tifus.

4. Uji widal hanya akan menunjukan hasil yang signifikan jika dilakukan pada hari ke-7 demam.

5. Kemungkinan adanya anergi, yaitu hasil yang mucul adalah negatif palsu.

Pola konsumsi makanan basi pada anak jalanan menunjukan sebagian besar anak jalanan memgkonsumsi makanan tidak basi dan sebagian kecil mengonsumsi makanan yang sudah basi setiap hari. Hal tersebut menunjukan bahwa kesadaran anak jalanan pada sampel sudah tinggi terhadap konsumsi makanan tidak basi. Selama penanganan sejak dari panen hingga konsumsi, makanan bisa terkontaminansi mikroorganisme yang terbawa oleh tanah, air dan udara. Di lain pihak makanan yng sering mengandung enterotoksin, yang disebabkan oleh Salmonella dalam jumlah cukup banyak biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal sehingga masih dikonsumsi dan menimbulkan kesakitan (8). Makanan yang telah berdiam lama tidak dikonsumsi dapat menyebebkan mikroorganisme tumbuh dengan cepat dan akan menjadi basi (9). Salmonella dapat menimbulkan penyakit demam tifoid, sedangkan kita tahu karakteristik anak jalanan yang terlihat kumuh dan kotor (10). Pola konsumsi makanan bersih pada anak jalanan menunjukan sebagian besar anak jalanan merasa makanan yang mereka makan bersih dan hanya sebagian kecil saja merasa makanan yang mereka makan tidak bersih. Hasil ini menunjukan bahwa kesadaran anak jalanan sudah tinggi terhadap makanan bersih. Makanan yang tidak bersih dimungkinkan oleh beberapa hal, seperti miskinnya pelaksanaan sanitasi umum di tempat penyiapan makanan, penyimpanan, dan pelayanan makanan, kurangnya kesadaran anak jalanan terhadap sanitasi makanan. Selama penanganan sejak dari panen hingga konsumsi, makanan bisa terkontaminansi mikroorganisme yang terbawa oleh tanah, air dan udara. Di lain pihak makanan yng sering mengandung enterotoksin, yang disebabkan oleh staphylococcus, Salmonella, Escherichia coli ( E. coli) dan Viviridae dalam jumlah cukup banyak biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal sehingga masih dikonsumsi dan menimbulkan kesakitan (8)

Perilaku hidup sehat kebiasaan cuci tangan sebelum makan pada anak jalanan menunjukan bahwa sebagian besar dari mereka mengaku mencuci tangan sebelum makan. Data menunjukan dari 33 orang hanya 3 orang (9%) yang tidak

6

Page 7: 4272-5998-1-PB

mempunyai kebiasaan cuci tangan, sisanya 30 orang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Temuan ini kemungkinan dapat mendukung hasil uji widal yang menunjukan persentase widal positif pada anak jalanan sangat kecil. Mencuci tangan dengan air dan sabun yang bertindak sebagai pengemulsi untuk melarutkan lemak dan minyak pada permukaan kulit dan tangan serta menggosok tangan dengan sikat akan menurunkan jumlah kuman yang tinggal, selain itu, pencucian tangan dengan sabun mempercepat penurunan kuman dibanding yang tidak menggunakan sabun (7).

Perilaku hidup sehat kebiasaan makan di luar ruangan atau dijalan menunjukan sebagian besar dari anak jalanan mengaku sering makan di pinggir jalan. kebiasaan makan di luar ruangan atau di jalanan sangat berpengaruh terhadap kejadian tifoid, karena makanan yang dikonsumsi di luar ruangan sifatnya lebih mudah tercemari mikroorganisme. Keberadaan penjaja makanan di pingir jalan biasanya menjual makanan, minuman, jajanan serta buah-buahan segar yang cepat dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut sehingga sangat beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat luas. Keberadaan penjaja makanan di pinggir jalan sangat dibutuhkan masyarakat karena murah dan terjangkau bagi masyarakat yang bertingkat ekonomi rendah seperti anak jalanan yang dipandang sangat kurang dalam keadaan ekonomi mereka (11). Banyaknya penjaja makanan yang berjualan di jalanan dapat menyebabkan anak jalanan cenderung megkonsumsi makanan di luar rumah atau di jalanan.

Pola konsumsi anak jalanan yang terdiri dari konsumsi makanan basi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan bersih menunjukan bahwa 6 orang (18%) mengaku memakan makanan basi dan 31 orang (94%) mengaku bahwa makanan yang mereka makan bersih. Melihat pada Profil widal pada anak jalanan, hasil yang didapatkan menunjukan bahwa 33 orang (100%) tidak menunjukan reaksi yang berarti. Sebagian orang mengalami kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi tetapi tidak menunjukan adanya reaksi aktif. Profil widal yang sebagian besar menunjukan titer negatif bisa disebabkan karena kebiasaan baik mereka terhadap konsumsi makanan tidak basi dan makanan bersih. Adanya kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran anak jalanan terhadap kebersihan makanan yang mereka makan. Anak jalanan merasa bahwa makanan yang mereka makan bersih padahal tidak sama sekali, atau sudah tercemar oleh bakteri Salmonella Typhi. Miskinnya pengawasan makanan dan miskinnya pelaksanaan sanitasi umum di tempat penyiapan makanan, penyimpanan, dan pelayanan makanan juga sangat berpengaruh terhadap kejadian infeksi Salmonella Typhi (7). Perilaku hidup sehat pada anak jalanan yang terdiri dari kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan kebiasaan mengkonsumsi makanan di luar ruangan atau di jalanan menunjukan bahwa 30 orang (91%) mengaku selalu mencuci tangan sebelum makan dan 25 orang (76%) mengaku mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan di luar ruangan atau di jalanan. Melihat pada Profil widal pada anak jalanan, hasil yang didapatkan menunjukan bahwa 33 orang (100%) tidak menunjukan reaksi yang berarti. Sebagian orang mengalami kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi tetapi tidak menunjukan adanya reaksi aktif.

7

Page 8: 4272-5998-1-PB

Profil widal yang sebagian besar menunjukan titer negatif bisa disebabkan karena besarnya kebiasaan cuci tangan sebelum makan. Cuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun berfungsi sebagai pengemulsi untuk melarutkan lemak dan minyak pada permukaan kulit dan tangan serta menggosok tangan dengan sikat akan menurunkan jumlah kuman yang tinggal, selain itu, pencucian tangan dengan sabun mempercepat penurunan kuman dibanding yang tidak menggunakan sabun (7). Walaupun demikian hasil uji widal positif tetap muncul. Hasil tersebut bisa disebabkan karena kurangnya keefektifan anak jalanan dalam mencuci tangan sebelum makan dan kurangnya kesadaran anak jalanan terhadap makanan bersih dan sehat.

Kesimpulan1. Data deskripsi anak jalanan diketahui bahwa jumlah sample keseluruhan

adalah 33 orang. Sampel pria sebanyak 23 orang (70%) sedangkan sampel wanita sebanyak 10 orang (30%). Ditinjau dari status pendidikan, sebagian besar lulusan SMP (58%). Ditinjau dari jenis profesi didapatkan bahwa sebagian besar bekerja sebagai pengamen (88%).

2. Data deskripsi profil uji widal secara keseluruhan tidak menunjukan adanya infeksi aktif yang sedang terjadi, walaupun ada kenaikan titer widal pada 2 orang dengan nilai positif 1/40 pada titer O dan 1 orang dengan nilai positif 1/80 pada titer H paratyphi A berdasarkan reaksi aglutinasi..

3. Data deskripsi faktor risiko pola konsumsi menunjukkan sebagian besar mengaku bahwa makanan yang mereka makan tidak basi (82%) dan sebagian besar anak jalanan mengaku mengonsumsi makanan yang bersih (94%) .

4. Data deskripsi faktor risiko perilaku hidup sehat menunjukkan sebagian besar selalu mencuci tangan sebelum makan (91%) dan sebagian besar mempunyai kebiasaan makan di luar ruangan atau dijalan (76%).

5. Profil widal yang sebagian besar menunjukan titer negatif bisa disebabkan karena kebiasaan baik mereka terhadap pola konsumsi makanan tidak basi dan makanan bersih. Adanya kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran anak jalanan terhadap pola konsumsi kebersihan makanan yang mereka makan.

6. Profil widal yang sebagian besar menunjukan titer negatif bisa disebabkan karena kebiasaan baik mereka terhadap perilaku hidup sehat cuci tangan sebelum makan. Adanya kenaikan titer berdasarkan terbentuknya aglutinasi bisa disebabkan karena kurangnya keefektifan anak jalanan dalam mencuci tangan sebelum makan dan besarnya kebiasaan mengkonsumsi makanan di luar ruangan atau di jalanan.

8

Page 9: 4272-5998-1-PB

Daftar Pustaka1. Prasetyo, R.V. & Ismoedijanto. (2006). Metode diagnosis demam tifoid

pada Anak. Divisi Tropik dan Penyakit Infeksi Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo. Surabaya.

2. World Health Organization (2003) Background Document: The Diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Comunicable Desease Surveillance and Response Vaccine and Biological, pp. 1-30.

3. Puspa Wardhani, Prihatini, Probohoesodo, (2005). M.Y. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1,: 3137.

4. Demam tifoid. Medicastore. Oktober. (2007

5. Myron, M., Levine., Grados, O., Robert, H., William, E., Rene, S. & Waldman, W. (2001). Diagnostic Value of the Widal Test in Areas Endemic for Typhoid Fever. Semarang.

6. Saksono, L. & Saksono, I. (1986) Pengantar sanitasi makanan. Untuk Keluarga, Industri Makanan dan Industri Pelayanan Makanan, Bandung: Penerbit Alumni, pp. 79-87.

7. Laboratorium Kesehatan (2008). Yogyakarta.

8. Supardi, I & Sukamto (1999) Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan. Edisi Pertama, Bandung: Penerbit Alumni, pp. 157-74.

9. Marriott, N. G. (1999). Principles of food sanitation,(4th ed.). Gaithersburg, Maryland: Aspen Publication. From http://www.joe.org/joe/2004february/rb5.shtml

10. Wilantara, P.E. (2007). Peran Mutu Layanan PAUD Non Formal Dalam Mendukung Anak Jalanan Menuntaskan Wajib Bejalar Pendidikan. From http://edu-articles.com/cetak.php?id=109).

11. Diah, A.T. SPGK. dr. (2008). Menangkal Penyakit Dengan Pola Makan sehat. Dari http://www.medicastore.com/med /artikel.php?id=105&id dtl=&idk tg=&idoba t=&UID=200805011205 47202.6.116.178..

9