19
PENEGAKAN KEDAILAN DALAM PERSPEKTIF HADIS (Oleh: DR. H. Moh. Faishol Hasanuddin, S.H., M.H.) Penegakan keadilan sebagai sebuah proses hukum untuk menegakkan keadilan dalam terminologi bahasa Arab sepadan dengan lafaz Al-Qadl ā’, yang secara lugawi berarti memberikan putusan hukum di antara manusia. Sedang term al- dli sama dengan hākim. Secara terminologis, al-qadl ā’ adalah memutuskan sengketa, perselisihan, dan konflik kepentingan. 1 Al-Syafi’iyyah memberikan definisi mengenai al-qadl ā’ sebagai berikut “menjatuhkan putusan terhadap sengketa antara dua pihak atau lebih dengan hukum Allah swt.” 2 Artinya, menampilkan keputusan syara’ dalam realitas. Al-Qadl ā’ disebut juga dengan putusan hukum karena berisi hikmah, kebijaksanaan yang mengharuskan diletakkannya sesuatu pada tempatnya. Hal ini karena putusan itu menghentikan perlakuan orang yang zhalim dari perbuatan zhalimnya. Dasar disyariatkannya al-qadlā’ adalah al-kit āb, al-sunnah dan al- ijmā’. 3 Ayat-ayat Alquran dimaksud adalah sebagai berikut : 1. QS. al-Baqarah (2): 213 .... ِ ﯿﮫِ ﻮا ﻓُ َ َ ْ ﺎ اﺧَ ﯿﻤِ ِ ﺎس اﻟﻨَ ْ ﯿَ َ ُ ْ َ ﯿِ ﻖﱢ ﻟَ ْ ﺎﻟِ َ ﺎبَ ِ ْ اﻟُ ُ َ َ َ لَ ْ َ أَ وTerjemahnya: ….dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. 4 2. QS. al- Māidah (5): 49 َ ْ َ َ ﻮكُ ِ ْ َ ْ نَ أْ ُ ھْ رَ ْ اﺣَ وْ ُ ھَ اءَ ْ ھَ أْ ِ َ َ َ وُ َ لَ ْ َ ﺎ أَ ِ ْ ُ َ ْ ﯿَ ْ ُ ْ اﺣِ نَ أَ وِ ْ ِ إَ وْ ِ ِ ﻮﺑُ ُ ذِ ْ َ ِ ْ ُ َ ﯿﺒِ ُ ْ نَ أُ ُ ﯾﺪِ ُ ﺎ ﯾَ َ أْ َ ْ ﺎﻋَ ا ﻓْ َ َ ْ نِ َ َ ْ ﯿَ ِ إُ َ لَ ْ َ ﺎ أَ نﱠَ ﻮنُ ِ ﺎﺳَ َ ِ ﺎس اﻟﻨَ ِ ا ﻣً ﯿﺮِ َ Terjemahnya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), 1 Al-Dardiri, Syarh al- Kabīr, juz IV. h. 129, Vide al-Durr al-Mukhtār, juz IV. h. 209, sebagaimana di kutip oleh Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al- Islāmi wa Adillatuhu, juz VI (Cet.III. Damaskus: Dār al -Fikr, 1409 H / 1989 M), h. 480. 2 Dikutip dari Mughni al-Muhtāj, juz XVI, h. 89, Jo. Fath al- Qadīr, juz V, h. 453 oleh Wahbah al-Zuhailiy, ibid. 3 Dirujuk dari al-Mabsūţ, juz XVI, h. 59, al-Mughni, juz IX, h. 34, Mughni al-Muhtāj, juz XVI, h. 89, Muhażżab, juz II, h. 289 oleh Wahbah al-Zuhailiy, ibid. 4 Departemen Agama RI, Al-Quran, op. cit, h. 51.

44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

PENEGAKAN KEDAILAN DALAM PERSPEKTIF HADIS (Oleh: DR. H. Moh. Faishol Hasanuddin, S.H., M.H.)

Penegakan keadilan sebagai sebuah proses hukum untuk menegakkan

keadilan dalam terminologi bahasa Arab sepadan dengan lafaz Al-Qadlā’, yang secara lugawi berarti memberikan putusan hukum di antara manusia. Sedang term al-qādli sama dengan hākim. Secara terminologis, al-qadlā’ adalah memutuskan sengketa, perselisihan, dan konflik kepentingan.1

Al-Syafi’iyyah memberikan definisi mengenai al-qadlā’ sebagai berikut “menjatuhkan putusan terhadap sengketa antara dua pihak atau lebih dengan hukum Allah swt.”2 Artinya, menampilkan keputusan syara’ dalam realitas. Al-Qadlā’ disebut juga dengan putusan hukum karena berisi hikmah, kebijaksanaan yang mengharuskan diletakkannya sesuatu pada tempatnya. Hal ini karena putusan itu menghentikan perlakuan orang yang zhalim dari perbuatan zhalimnya.

Dasar disyariatkannya al-qadlā’ adalah al-kitāb, al-sunnah dan al-ijmā’.3 Ayat-ayat Alquran dimaksud adalah sebagai berikut :

1. QS. al-Baqarah (2): 213 فوا فیھ .... ن الناس فیما اختل حكم بی تاب بالحق لی ك نزل معھم ال وأ

Terjemahnya: ….dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar,

untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.4

2. QS. al-Māidah (5): 49 تنوك عن ب ف واءھم واحذرھم أن ی وال تتبع أھ نھم بما أنزل هللا عض وأن احكم بی

م وإ نوبھ أن یصیبھم ببعض ذ ید هللا ما یر م أن ك فإن تولوا فاعل لی إ زل هللا ن ما أنفاسقون كثیرا من الناس ل

Terjemahnya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut

apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah),

1Al-Dardiri, Syarh al-Kabīr, juz IV. h. 129, Vide al-Durr al-Mukhtār, juz IV. h. 209, sebagaimana di kutip oleh Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu, juz VI (Cet.III. Damaskus: Dār al-Fikr, 1409 H / 1989 M), h. 480.

2Dikutip dari Mughni al-Muhtāj, juz XVI, h. 89, Jo. Fath al-Qadīr, juz V, h. 453 oleh Wahbah al-Zuhailiy, ibid.

3Dirujuk dari al-Mabsūţ, juz XVI, h. 59, al-Mughni, juz IX, h. 34, Mughni al-Muhtāj, juz XVI, h. 89, Muhażżab, juz II, h. 289 oleh Wahbah al-Zuhailiy, ibid.

4 Departemen Agama RI, Al-Quran, op. cit, h. 51.

Page 2: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.5

Dari segi sunnah fi’liyah, Nabi telah melaksanakan sendiri proses-proses persidangan dengan memimpin langsung jalannaya persidangan, dan juga telah menjatuhkan putusan dalam banyak kasus.6 Di samping itu Nabi saw telah mengutus Mu’aż bin Jabal. sebagai hakim di Yaman, kemudian tugas itu dilanjutkan oleh Ali bin Abī Tālib ra. 7 Di samping itu, kaum Muslimin sepakat dari sejak masa Rasulullah hingga kini mengenai disyariatkannya penunjukan para qādli (hakim) dan tugas-tugas mereka dalam memutuskan sengketa di kalangan masyarakat.8 1. Hadis-Hadis Penegakan Keadilan (Al-Qadlā’)

Penelusuran terhadap hadis-hadis yang mempunyai relevansi dengan

al-Qadlā dilakukan dengan menggunakan CD ROM al-Kutub al-Tis’ah, Miftāh Kunūz al-Sunnah dan al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāż al-adīś al-Nabawy. Takhrīj tersebut mengacu kepada beberapa kata kunci dan topik yang diasumsikan dapat menjaring seakurat mungkin hadis-hadis yang berkaitan dengan tema al-qadlā’. Kata-kata kunci tersebut adalah al-hikmah; al-hākim; qadlā/al-qadlā’; al-qādli; al-qudlāt; al-aqdliyah;al-bayyinah;al-syuhūd; al-syāhid; al-yamīn; i’tarafa/ i’tarafat.

Hasil takhrīj adalah sebagai berikut: a. Al-Bukhari meriwayatkan 17 hadis; b. Muslim meriwayatkan 5 hadis; c. Al-Turmudzy meriwayatkan 11 hadis; d. Al-Nasai meriwayatkan 5 hadis; e. Abu Daud 9 hadis; f. Ibnu Majah meriwayatkan 12 hadis; g. Ahmad meriwayatkan 36 hadis; h. Malik meriwayatkan 7 hadis. i. Ad-Darimiy meriwayatkan 2 hadis.9

5 Ibid, h. 168.

6Hadis riwayat Ahmad, Musnad Hadis nomor 13938 dalam Musnad al-Mukaśśirīn, hadis nomor 2726 Musnad Banī Hāsyim. Hadis ini diriwayatkan dalam Sahih Bukhāri hadis nomor 2147 kitab al-wakālah, nomor 2523 kitab al-syurūţ, nomor 6143 kitab al-Aimān wa al-Nużur, nomor 6326, 6337, 6353 kitab al-Hudūd dan nomor 6718 kitab Akhbār al-Āhād; Sunan Ibn Mājah hadis nomor 2539 kitab al-Hudūd; Musnad Ahmad hadis nomor 16423, 16427 Musnad al-Syāmiyyīn; Muwaţţa’ Mālik nomor 1293 kitab al-Hudūd; Sunan al-Dārimi nomor 2214 kitab al-Hudūd.. Lihat CD ROM Hadis.

7Hadis riwayat Abū Dāwud dari Mū’aż bin Jabal, Lihat al-Imām al-Hāfizh Abū Dāwud Sulaimān Ibn al-Asy’aś al-Sajistāni al-Azdiy, Sunan Abū Dāwūd, juz III (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th), h. 303. Hadis tentang pengangkatan Ali bin Abī Thālib sebagai Qādhi di Yaman dapat dilihat dalam CD ROM; Sunan Abū Dāwūd hadis nomor 311 kitab al-Aqdliyah; Sunan Ibn Mājah hadis nomor 2301 kitab al-Ahkām, dan Musnad Ahmad hadis nomor 840, 1088, 1215, 1216 dalam Musnad al-‘Asyrah al-Mubasysyarīn bi al-Jannah.

8Wahbah al-Zuhailiy, Al-Fiqh, op. cit., h. 481

9 Perincian hasil takhrij adalah sebagaimana terlampir.

Page 3: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

2. Targhib terhadap Jabatan Qadli (Hakim)

Hadis-hadis mengenai al-Qadlā, sebagai hasil takhrīj yang telah

diuraikan dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori, yakni Targhīb mengenai jabatan Qādli (Hakim); Tarhīb terhadap jabatan Qādli (Hakim); Hukum acara sebagai upaya menegakkan hukum materiil. Hadis-hadis tentang targhīb mengenai jabatan Qādli (Hakim) meliputi:

a. Pada prinsipsinya, hasud (iri hati) dilarang kecuali terhadap orang yang dianugerahi oleh Allah berupa hikmah (kebijaksanaan) yang dengan hikmah itu seseorang menjatuhkan putusan pengadilan kepada para pihak yang berperkara.

b. Jika hakim berijtihad dalam menjatuhkan putusan dan ijtihadnya benar, ia memperoleh dua pahala. Jika salah, ia memperoleh satu pahala.

c. Hakim yang lurus dan istiqāmah senantiasa memperoleh pertolongan Allah dan dijamin dengan syurga.

d. Hakim yang dijamin masuk syurga adalah yang mengetahui kebenaran dan memutus perkara sejalan dengan kebenaran yang diketahuinya.

3.Tarhīb terhadap Jabatan Qādli (Hakim) Hadis-hadis tentang tarhīb mengenai jabatan Qādhi (Hakim)

meliputi: a. Diangkat menjadi seorang hakim seolah-olah sama dengan seorang

yang disembelih dengan selain senjata tajam. Dengan kata lain, tanggung jawab seorang hakim sangatlah berat.

b. Jika hakim tidak mengetahui kebenaran kemudian ia menjatuhkan putusan dengan ketidaktahuannya, ia layak menghuni neraka. Demikian pula, jika ia mengetahui kebenaran tetapi ia tidak memilih kebenaran itu sebagai dasar menjatuhkan putusan.

c. Jika seseorang sangat berambisi menduduki jabatan hakim, sementara ia tidak berkualifikasi untuk itu, ia tidak akan memperoleh pertolongan Allah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Demikian pula, hakim yang curang tidak lurus dan tidak istiqāmah pada jalan kebenaran.

d. Hakim yang adil sekalipun akan menyesal di hari kiamat, sehingga hakim tersebut sangat berhasrat sekiranya ia tidak pernah menjatuhkan putusan meski pada hal-hal yang sangat sepele.

4. Analisis tentang Hadis-Hadis Al-Qadlā’

Page 4: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Hadis-hadis tentang al-qadla’sebagai upaya untuk menegakkan hukum materiil berdasarkan takhrīj yang dilakukan meliputi: a. Hakim menjatuhkan putusan dengan dasar kitābullāh, al-Sunnah dan ijtihād; b. Hakim tetap menjaga objektifitas, netralitas, dan menghindarkan diri dari larut dalam konplik kepentingan terhadap para pihak; c. Kedua pihak harus diperlakukan sama adilnya dalam segala hal dalam proses peradilan; d. Pada prinsipnya persidangan harus menghadirkan kedua belah pihak yang berperkara untuk didengar keterangannya; e. Pertama-tama yang wajib mengajukan bukti adalah Penggugat; f. Jika Penggugat tidak sanggup mengajukan bukti, maka Tergugat mengucapkan sumpah; g. Gugatan atau dakwaan tidak perlu dibuktikan jika telah diakui oleh Tergugat atau terdakwa; h. Saksi sekurang-kurangnya adalah dua orang; atau satu saksi yang dikuatkan dengan sumpah; i. Dokumen tertulis adalah alat bukti yang ditekankan Nabi; j. Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang tampak, nyata dan argumen yang dikemukakan para pihak; k. Hak diberikan kepada pihak yang mampu membuktikan dengan benar hubungan hukumnya dengan objek sengketa; l. Suatu perkara tidak dibenarkan diputus dua kali dalam tingkat peradilan yang sama (nebus in idem).

Hadis-hadis al-Qadlā memberikan gambaran tentang standar baku mengenai bagaimana keadilan harus ditegakkan melalui proses peradilan dalam persidangan. Karena itu, dalam analisis ini, fokus pembahasan tertuju pada aspek-aspek hukum acara yang dikandung oleh hadis-hadis al-Qadlā’, bukan pada aspek targhīb dan tarhīb-nya.

a. Dasar Pertimbangan Hukum sebuah Putusan: Kitābullāh, Sunnah

dan Ijtihād Dalam khzanah hukum acara Islam, Hakim dalam menjatuhkan

putusan wajib memberikan pertimbangan hukum dengan mengacu kepada Kitabullah, Sunnah dan ijtihad. Kewajiban ini didasarkan pada riwayat sebagai berikut:

قال كیف یمن ف ھ وسلم حین بعثھ إلى ال صلى هللا علی عن معاذ أن رسول هللان م یك قال فإن ل تاب هللا في تصنع إن عرض لك قضاء قال أقضي بما في ك

نة ن في س ھ وسلم قال فإن لم یك صلى هللا علی نة رسول هللا قال فبس تاب هللا ك یي ال آلو قال فضرب رسول هللا د رأ ھ وسلم قال أجتھ صلى هللا علی رسول هللا

صلى صلى هللا عل الذي وفق رسول رسول هللا حمد ھ وسلم صدري ثم قال ال یھ وسلم صلى هللا علی 10هللا علیھ وسلم لما یرضي رسول هللا

Artinya:

10Hadis ini diriwyatkan dalam Musnad Ahmad, nomor hadis 21000 dan 21084 dalam Musnad al-Anşār; Sunan al-Darīmi, nomor hadis 168 kitab al-Muqaddimah. Lihat CD ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

Page 5: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Dari Mū’az bahwa tatkala Rasullullah mengutusnya sebagai qadhi di Yaman, beliau bersabda: Bagaimana kamu memperlakukan apabila diajukan suatu perkara kepadamu? Mu’az menjawab: Saya menjatuhkan putusan berdasarkan kitabullāh. Lalu Rasulullah saw bertanya lagi: Jika tidak engkau dapati di dalam kitabullāh? Mu’az menjawab: maka dengan Sunnah Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw bertanya lagi: Jika engkau tidak dapati di dalam Sunnah Rasulullah saw? Mu’az menjawab: Saya berijtihad dengan ra’yu, begitu seterusnya. Mu’az berkata: Maka Rasulullah saw menepuk dada saya kemudian beliau bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik terhadap utusan Rasulullah saw terhadap hal-hal yang diridhai oleh Rasulullah.

Bagian awal dari riwayat ini menggambarkan sababul wurūd (latar belakang) dari hadis Rasulullah tersebut, yaitu diutusnya Mu’adz bin Jabal ke Yaman untuk menjadi qadhi (hakim). Nabi menguji Mu’adz dengan berbagai pertanayaan seputas dasar hukum yang akan dijadikan sebagai pertimbangan hukum dalam menjatuhkan putusan. 11 Dan seluruh jawaban Mu’adz memuaskan dan sesuai dengan keinginan Nabi. Karena itu komentar Nabi atas jawaban Mu’adz itu merupakan restu dan sekaligus petunjuk bagi kaum Muslimin mengenai eksistensi ketiga sumber hukum itu dalam menyelesaikan perkara di pengadilan.

Hadis yang memberikan landasan bagi sumber hukum berkaitan dengan pertimbangan hukum dalam menjatuhkan putusan pengadilan telah cukup jelas dan sharih, dan kehujahan Kitābullāh dan Sunnah sebagai sumber hukum telah disepakati kaum Muslimin, demikian pula ijtihād. Yang menjadi perbedaan pendapat adalah cakupan dan metoda-metodanya. Dalam hal Sunnah misalnya, mazhab Sunni mencukupkan pada sunnah Nabi saw, sementara mazhab Syi’ah mengkategorikan Sunnah Ahl al-Bayt sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Sunnah pada umumnya.12

Syi’ah memasukkan Sunnah Ahl al-Bayt sebagai bagian dari sumber

hukum karena adanya hadis yang dinilai mutawātir tentang kewajiban berpegang teguh kepada Sunnah Ahl al-Bayt tersebut, yang juga merupakan imam-imam Syi’ah. Ke-mutawatir-an hadis mengenai legislasi ahl al-bayt dibenarkan oleh Ibn Hajar al-Haiśami dalam kitabnya awā’iq al-Muhriqah yang menyebutkan bahwa hadis itu diriwayatkan lebih dari dua puluh

11 Ibn Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Dimasyqy, al-Bayān wa al-Ta’rīf fī Asbāb

Wurūdi al-Hadīś al-Syarīf diterjemahkan dengan judul Asbabul Wurud, jilid II (Jakarta: Kalam Mulian, 1997), h. 313. Bandingkan dengan bunyi riwayat secara keseluruhan.

12Lihat Murtadha Muthahhari, “Asynā’i ba ‘Ulūm – e Islāmi”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Pengantar Ilmu-ilmu Islam (cet. I; Jakarta: Pustaka Zahrah, 2003), h. 15

Page 6: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

sahabat Nabi. 13 Sebagai konsekuensi atas kesimpulannya tersebut, dalam kodifikasi hadis-hadis Syi’ah termuat tidak hanya ucapan-ucapan Nabi saw, tetapi juga ucapan-ucapan para imam mereka yang dua belas.

Menyangkut metode-metode ijtihād, juga terdapat beberapa pendapat. Ijmā’ misalnya meskipun secara general diakui sebagai sumber penetapan hukum, namun mazhab Syi’ah mensyaratkan keterlibatan imam-imam mereka dalam ijmā’. 14 Sedangkan qiyās sebagai salah satu metode ijtihād ditolak oleh mazhab Zahiri maupun Syi’ah. 15 Meskipun demikian, penggunaan dalil aqal secara umum tetap digunakan dalam istimbat hukum menurut Syi’ah.16

Menghadapi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang cara-cara penetapan hukum, pada prinsipnya seorang hakim wajib menggali hukum sehingga segala kasus yang diajukan kepadanya diberi pertimbangan yang seadil-adilnya sejalan dengan hukum Allah. Adakalanya pertimbangan tersebut dengan dalil qat’iy yaitu nash-nash yang ditafsirkan, yang tidak memberikan peluang syubhat di dalamnya, baik nash-nash itu terdapat dalam kitābullah, sunnah mutawātir dan masyhūr maupun ijmā’. 17 Namun, jika seorang hakim tidak menemukan dasar pertimbangan dalam sumber-sumber tersebut, ia dapat ber-ijtihād jika mampu, dan jika tidak ia dapat mengambil hasil ijtihād orang lain yang lebih faqih sesuai dengan keyakinan hakim tersebut,18 dan sejalan dengan kebutuhan keadilan kontekstual.

Relevan dengan sisitem peradilan di Indonesia – khususnya di lingkungan Peradilan Agama – produk hukum ijtihadi yang aplikatif telah dirumuskan oleh para ulama Indonesia dalam bentuk Kompilasi Hukum Islam.

Kompilasi Hukum Islam ini terdiri dari tiga buku. Buku pertama tentang hukum perkawinan, buku kedua tentang hukum kewarisan, dan buku ketiga tentang hukum perwakafan, yang secara keseluruhan terdiri dari 229 pasal.

Rancangan buku Kompilasi Hukum Islam itu telah diterima baik oleh para ulama Indonesia dalam loka karya yang diadakan di Jakarta pada tanggal 2 sampai dengan 5 Pebruari 1988. Dan produk ini selanjutnya

13 Syarafuddin al-Musāwi, al-Murāja’āt diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

dengan judul Dialog Sunnah-Syi’ah (cet. VII (Bandung: Mizan 1994), h. 39 14Murtadha Muthahhari, Asyna’I, op. cit., h. 35. 15 Muhammad Abū Zahrah, Uşūl al-Fiqh diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

dengan judul Usul Fikih (Cet. VIII; Jakarta: Pustaka Firdaus 2002), h. 340 16Murtadha Muthahhari, Asynā’i, op. cit., h. 36 17Bandingkan dgn Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh, op. cit., h. 488. 18Ibid., h. 498

Page 7: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

dituangkan dalam sebuah Instruksi Presiden, nomor 1 Tahun 1991 yang menginstruksikan kepada Menteri Agama untuk menyebar- luaskannya.19

Dalam lingkungan peradilan Agama, secara yuridis formal sumber hukum materiil tertuang dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Sebelum berlakunya peraturan perundang-undangan tersebut, berdasarkan Surat Edaran Biro peradilan Agama Departemen Agama tanggal 18 Pebruari 1958 Nomor B/I/735 sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama di luar Jawa dan Madura, hukum materiil yang dijadikan pedoman dalam bidang-bidang hukum yang menjadi wewenang Peradilan Agama adalah bersumber pada 13 buah kitab yang semuanya bermadzhab Syafi’i.20

Kemudian, dengan berlakunya peraturan perundang-undangan tersebut, kebutuhan masyarakat semakin berkembang, sehingga kitab-kitab tersebut dirasakan perlu untuk diperluas baik dengan menambahkan kitab-kitab dari madzhab yang lain, memperluas penafsiran terhadap ketentuan di dalamnya, membandingkan dengan yurisprudensi Peradilan Agama, fatwa para ulama, maupun perbandingan dengan negara lain.

Meski telah dirumuskan Kompilasi Hukum Islam, namun hakim dalam penyelesaian perkara-perkara yang diajukan kepadanya wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.21

b. Hakim Objektif dan Netral serta Memperlakukan Kedua Belah

Pihak dengan Sama Adilnya Prinsip penting dalam dunia peradilam secara universal adalah

prinsip imparsialitas hakim. Hakim harus objektif dan netral serta memperlakukan kedua belah pihak dengan sama adilnya. Ketentuan ini telah menjadi warisan berharga Islam dalam hukum acaranya, sehingga Rasulullah bersabda:

20Lihat Departemen Agama RI, “Konsideran Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991”

dalam Himpunan Peraturan PerUndang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Proyek Peningkatan Pelayanan Aparatur Hukum Pusat Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), h. 303

20 Ibid., h. 366 21Lihat Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam.

Page 8: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

سمع من اآلخر كما سمعت من قضین حتى ت یك الخصمان فال ت د إذا جلس بین یقضاء تبین لك ال نھ أحرى أن ی ل فإ 22األو

Artinya: Apabila dua pihak yang bersengketa duduk di hadapanmu maka

janganlah sekali-kali engkau menjatuhkan putusan sehingga engkau mendengar (keterangan) pihak yang lain (pihak kedua) sebagaimana engkau mendengar (keterangan) dari pihak pertama. Karena sesungguhnya hal itu akan lebih memperjelas proses peradilan yang kamu gelar.

Sababul wurud hadis ini adalah: Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menjadi qadhi di Yaman. Terhadap pengangkatan ini Ali memberikan pandangannya: Wahai Rasulullah saw, engkau mengutusku, sedang aku masih muda belia, dan aku tidak mempunyai pengalaman sebagai qadhi. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk kepada hati sanubarimu dan akan menguatkan lisanmu. Karena itu, apabila dua pihak yang bersengketa (dan seterusnya Rasulullah mengucapkan matan hadis di atas). Selanjutanya Ali berkata, “Sejak saat itu saya senantiasa menjadi qadhi,” atau “Saya tidak ragu lagi menjadi qadhi sesudah itu.”23

Hadis ini dipahami mewajibkan hakim untuk memperlakukan secara adil, sepadan dan seimbang terhadap para pihak yang berperkara baik dalam cara menyampaikan salam, menjawab salam, mempersilahkan duduk, memandang, berbicara, meminta diam dan tenang, keceriaan wajah serta segala tatakrama dan sopan santun. 24 Karena itu, hakim tidak dibenarkan mengarahkan salah satu pihak, yang pada akhirnya dapat mengunggulkan salah satu pihak dalam sengketa.25

Dalam keadaan apapun hakim harus tetap objektif dan netral meski yang diadili berbeda agama, keyakinan, mazhab, aliran politik, suku, organisasi maupun interes pribadi. Allah swt berfirman dalam QS al-Maidah (5): 8

لوا اعدلوا منكم شنآن قوم على أال تعد ...وال یجرTerjemahnya:

22Hadis di atas, diriwayatkan dalam Sunan Abū Dāwūd, no. 3.111, kitab al-Aqdliyah;

Sunan Ibnu Mājah, no. 2301, kitab al-Ahkām; Musnad Ahmad, no, 602, 840, 1.088, 1.215 dan 1.216, dalam Musnad al-‘Asyrah al-Mubasysyarīn bi al-Jannah. Lihat CD ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

23Hadis ini diriwayatkan dalam Sunan Abu Dāwūd, no. 3.111, kitab al-Aqdliyah; Sunan Ibnu Mājah, no. 2301, kitab al-Ahkām; Musnad Ahmad, no, 602, 840, 1.088, 1.215 dan 1.216, dalam Musnad al-‘Asyrah al-Mubasysyarīn bi al-Jannah. Lihat ibid.

24Rūhullāh al-Musāwi al-Khumaini, Zubdat, op. cit., h. 223 25 Ibid. Bandingkan dengan Imam Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-

Qurthuby, Bidāyat al-Mujtahid, juz II, Mesir: Musthafa al-Baab al-Halabi, 1960, h. 472.

Page 9: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah …26

Karena itu, demi menjaga objektifitas dan netralitas hakim, Nabi saw melarang hakim untuk bertugas mengadili perkara jika ia sedang tidak stabil emosinya. Erat kaitannya dengan ini, Nabi saw bersabda:

نین وھو غضبان ال یقضي م بین اث 27 الحاكArtinya: Janganlah sekali-kali hakim menjatuhkan putusan di antara dua

orang sementara dalam keadaan marah. Hadis yang mengharuskan untuk memperlakukan para pihak secara

adil dan seimbang mengandung arti bahwa kehadiran pihak lawan melalui panggilan yang resmi dan patut adalah prinsip hukum acara yang tidak boleh dilanggar. Karena jika pihak Penggugat dipanggil secara benar dan patut sehingga dapat menghadiri persidangan dan dapat membela hak-haknya di depan persidangan, sementara tergugat tidak diperlakukan dengan cara yang sama, maka hakim telah mengabaikan hak-hak pembelaan diri dari tergugat. Dan ini berarti melanggar asas objektifitas dan netralitas hakim.

Dalam kerangka objektifitas dan netralitas ini pula, hakim dilarang mengajari para saksi, baik saksi dari pihak Penggugat maupun Tergugat. Mengajari dalam pengertian sempit maupun luas. Hakim juga harus seimbang dalam memperlakukan para saksi dari kedua bela pihak. Relevan pula dengan asas objektifitas dan netralitas ini, maka suap dilarang keras dan dikutuk dalam segala aktifitasnya, termasuk dalam proses peradilan. Nabi saw bersabda:

مرتشي اشي وال على الر ھ وسلم لعنة هللا صلى هللا علی 28قال رسول هللاArtinya: Rasulullah saw bersabda: Laknat Allah atas yang memberikan suap

dan yang diberi suap. Dalam konteks imparsial hakim ini pula, hakim dilarang menerima

hadiah karena ia telah menerima gaji dari negara. Erat kaitannya dengan hal ini, Nabi saw bersabda:

ناه رزقا فما أخذ بعد ذلك فھو غلول من استعمل 29ناه على عمل فرزق

26 Departemen Agama RI, Al-Quran, op.cit., h. 159. 27Hadis di atas diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, nomor hadis 19485 dalam Musnad

al-Başriyyīn; Sunan Abū Dāwūd, nomor hadis 3102 kitab al-Aqdliyah; Sunan Ibn Mājah, nomor hadis 2306 kitab al-Ahkām. Lihat CD ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

28CD. ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah dalam Sunan al-Turmuzi hadis nomor 1256 kitab al-Ahkām; Sunan Abū Dāwūd hadis nomor 3109, kitab al-Aqdliyah; Sunan Ibn Mājah hadis nomor 2304 kitab al-Ahkām; Musnad Ahmad hadis nomor 6246, 6489, 6490, 6536 dalam Musnad al-Mukaśśsirīn min al-ahābat

Page 10: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Artinya: Barangsiapa yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu jabatan

kemudian kami beri gaji, maka (hadiah) yang ia ambil adalah pengkhianatan (penipuan).

Hadiah yang dibenarkan untuk diterima oleh hakim adalah hadiah

yang diberikan oleh sanak kerabat, yang tidak terlibat dalam perkara. Atau dari orang-orang yang dari sejak si hakim belum menjadi hakim, ia telah terbiasa memberikan hadiah kepada hakim itu. Dan hadiah dari para pihak yang tersangkut perkara, maka haram hukumnya diterima oleh hakim tersebut.30

Diyakini bahwa segala macam hadiah itu dapat mempengaruhi hati nurani hakim. Seperti rasa kasihan, iba, simpati, dan selanjutnya menimbulkan kecondongan hati si hakim untuk menolong dan membantu orang yang memberi hadiah tersebut. Yang mirip pula dengan hal-hal seperti ini adalah undangan-undangan makan, undangan-undangan pesta yang secara spesial ditujukan kepada si hakim.

Asas imparsialitas itu dalam bahasa Yunani dikenal dengan audi et alterem partem atau eines mannes rede istkeines mannes rede, man soll sie horen alle beide, yang berarti bahwa pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama dan adil. Masing-masing pihak harus diberi kesempatan yang sama dalam memberikan pendapatnya. Tindakan dan perlakuan yang dapat terhindar dari tindakan diskriminatif itu mengacu kepada beberapa patokan, di antaranya: 1. Equality before the law, yaitu persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan; 2. Equality protection on the law, yaitu hak perlindungan yang sama oleh hukum; dan 3. Equality justice under the law, yakni hak perlakuan yang sama di bawah hukum.31

Prinsip tersebut terkandung dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1)ndang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, juncto Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”32

29CD. ROM, Hadis Syarīf Kutub al-Tis’ah dalam Sunan Abū Dāwud, hadis nomor 2554

kitab al-Kharāj wa al-Imārah wa al-Fay’; Musnad Ahmad hadis nomor 22495 dalam Bāqy Musnad al-Anşār.

30Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh, op. cit., h. 501 31 Abd. Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama

(Cet.I; Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000), h. 110 32Departemen Agama RI, Al-Quran, op. cit., h. 362 dan 470

Page 11: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

c. Yang Wajib Memikul Beban Pembuktian Pertama adalah Penggugat Pembuktian adalah unsur penentu apakah seseorang benar–benar

mempunyai hubungan kebenaran hak dengan sesuatu objek sengketa, atau sesuatu peristiwa tertentu benar-benar telah terjadi. Dalam hal ini hukum acara perdata Islam telah dirumuskan oleh Nabi antara lain dengan hadis:

یمین بینة على المدعي وال بتھ ال ھ وسلم قال في خط أن النبي صلى هللا علیھ عى علی مد 33 على ال

Artinya: Nabi saw bersabda di dalam khutbahnya: Pembuktian menjadi

kewajiban Penggugat. Sumpah menjadi kewajiban tergugat. Hadis ini berlatar belakang pada khutbah Rasulullah yang pada

pokoknya menyatakan, jika seseorang diberi kemudahan untuk menggugat orang lain maka akan banyak orang yang menuntut ganti rugi atas kematian keluarganya dengan tanpa bersusah payah mengajukan pembuktian.34

Selanjutnya, mengenai pihak yang terlebih dahulu diberi beban pembuktian, maka menurut ketentuan hadis di atas pertama-tama menjadi kewajiban Penggugat. Namun, yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah apakah sebenarnya pengertian “membuktikan” dalam konteks peradilan.

Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang berasangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.35 Dengan demikian, tujuan pembuktian adalah memberi kepastian bagi hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu yang dengan kepastian itu putusan dijatuhkan. Karena itu hakim wajib mengkonstatir, mengkwalifisir dan mengkonstituir peristiwa.

Dalam perkara-perkara perdata, putusan dijatuhkan dengan mengacu kepada dasar kebenaran formil. Dalam hal ini Nabi saw bersabda:

ون أ م أن یك ختصمون إلي ولعل بعضك م ت نك قضي إ تھ من بعض فأ لحن بحجما ن خذه فإ ئا فال یأ ا أسمع منھ فمن قطعت لھ من حق أخیھ شی لھ على نحو مم

عة من النار 36أقطع لھ بھ قط

33 Hadis di atas diriwayatkan dalam Sunan al-Turmuzi nomor 1261, 1262 kitab al-

Ahkām. Lihat CD ROM Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah 34Lihat Sunan Ibn Mājah, hadis nomor 2312 kitab al-Ahkām. 35Lihat Sunan Ibn Mājah, hadis nomor 2312 kitab al-Ahkām. 35 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Cet. I; Yogyakarta,

Liberty, 1988), h.104 36Hadis di atas, diriwayatkan dalam ahih Muslim, nomor hadis 3231 kitab Aqdliyah.

Sunan Abū Dāwūd kitab 23 bab 7, Sunan al-Turmuzi kitab 13 bab 11; Sunan al-Nasāi kitab 49 bab 13 dan 33; Sunan Ibn Mājah kitab 13 bab 5; Muwaththa Mālik kitab 36 hadis ke-1;

Page 12: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Artinya: Sesungguhnya kamu sekalian akan mengajukan sengketa kepada

saya, dan boleh jadi sebagian dari kalian lebih memukau dalam mengemukakan argumentasi daripada sebagian yang lain, sehingga saya akan menjatuhkan putusan kemenangan baginya atas dasar keterangan yang saya dengar darinya. Karena itu, barang siapa yang saya beri hak dari hak saudaranya maka janganlah mengambilnya, karena sesungguhnya (pada hakikatnya) saya telah memberikan sepotong api dari neraka.

Berbeda halnya dengan perkara pidana. Kebenaran formil semata tidak cukup untuk menjatuhkan putusan pidana. Karena itulah, pengakuan zina yang dilakukan oleh pelaku jarīmah perlu diperjelas sejelas-jelasnya dan pengakuan itu harus dilakukan dengan penuh kesadaran, sebagaimana tergambar dalam sebuah riwayat sebagai berikut:

نا عن جابر أن رجال ھ وسلم فاعترف بالز من أسلم جاء إلى النبي صلى هللا علیات فقال لھ فسھ أربع مر د على ن فأعرض عنھ ثم اعترف فأعرض عنھ حتى شھ

ھ وسلم أبك جنون قال ال قال أحصنت قال نعم فأمر بھ النبي النبي صلى هللا علیك فرجم حتى ھ الحجارة فر فأدر قت ا أذل مصلى فلم ھ وسلم فرجم بال صلى هللا علی

ھ و صلى هللا علی قال لھ رسول هللا ھ مات ف م یصل علی 37سلم خیرا ولArtinya: Dari Jabir: bahwa seorang laki-laki dari Aslam datang kepada Nabi

saw seraya mengakui bahwa dirinya telah berzina. Nabi saw menolak pengakuannya. Kemudian laki-laki itu mengaku lagi, Nabi saw menolaknya, sehingga laki-laki itu memberikan kesaksian tentang dirinya (mengakui perbuatannya) sebanyak empat kali. Kemudian Nabi bersabda kepadanya: Apakah kamu menderita penyakit gila? laki-laki itu menjawab : tidak. Nabi saw bersabda lagi: Apakah kamu telah menikah? lak-laki itu menjawab: ya. Kemudian Nabi saw memerintahkan ia untuk dirajam di Mushalla. Ketika batu rajam menimpa dirinya, laki-laki itu melarikan diri. Kemudian ia dikejar dan ditangkap untuk dirajam lagi hingga meninggal. Selanjutnya Rasulullah saw bersabda: bagus. Rasulullah saw tidak menshalati (jenazah) laki-laki itu.

Persoalan mengapa Penggugat yang lebih dahulu mengajukan bukti. Secara akal sehat dapat dikemukakan, jika setiap orang dapat mengajukan gugatan sekehendaknya tanpa wajib bukti yang pertama, maka banyak pihak yang akan berlomba untuk menggugat pihak lain. Persis seperti yang ditengarai Nabi dalam khutbahnya di atas.

Musnad Ahmad juz 6 h. 290Artinya kebenaran lahiriah telah cukup untuk menjadi dasar putusan hakim, bukan kebenaran hakikiyah. Lihat CD. ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

37Hadis di atas diriwayatkan dalam Musnad Ahmad nomor hadis 13938 dalam Musnad al-Mukaśśirīn. Lihat CD. ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

Page 13: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Dalam hukum acara perdata Indonesia baik yang berlaku di Peradilan Umum maupun Peradilan Agama, ketentuan mengenai pembuktian pada prinsipnya termaktub dalam Pasal 163 HIR, Pasal 283 R.Bg., dan Pasal 1865 B.W., yang menyatakan, “Barangsiapa yang mengaku mempunyai sesuatu hak, atau mengemukakan suatu peristiwa (keadaan) untuk menguatkan haknya, atau membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.”38

Dari ketentuan pasal tersebut, beban pembuktian terpikul pada kedua belah pihak yang berperkara, Penggugat maupun Tergugat, dengan bobot dan kualitas pembuktian yang sama. Dan Penggugat – dalam hukum acara perdata Indonesia - lazimnya menjadi pihak yang memulai pembuktian, jika dalil gugatannya dibantah atau ditolak oleh pihak Tergugat. 39 Yang dibuktikan oleh Penggugat adalah posita gugatan atau dalil gugatannya.

Dari segi pihak yang lebih dahulu mengajukan bukti, kedua model hukum acara (hukum acara Islam dan hukum acara perdata Indonesia) mempunyai prinsip yang sama, yaitu membebani penggugat sebagai pihak yang pertama mengajukan pembuktian.

d. Saksi dan Sumpah Sebagai Alat Bukti

Di antara alat-alat bukti yang menjadi prinsip hukum acara

Indonesia adalah saksi dan sumpah. Rasulullah bersabda: داك أو یمینھ ش 40اھ

Artinya: “Dua orang saksimu atau sumpahnya (lawan gugatanmu).” Bagian awal riwayat ini memberikan gambaran yang cukup mengenai

latar belakang (sababul wurūd) ucapan Rasulullah “Dua orang saksimu atau sumpahnya (lawan gugatanmu).”

Dalam kasus tersebut al-Asy’ats bin Qais adalah Penggugat, dan Tergugatnya adalah seorang laki-laki yang dalam hadis di atas tidak disebutkan identitasnya. Namun pada riwayat Bukhari hadis nomor 185 kitab al-Musaqat, dengan redaksi hadis yang semakna, dari sahabat yang sama

38 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Cet.I;

Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1996), h. 137 39Hadis di atas diriwayatkan dalam Musnad Ahmad nomor hadis 13938 dalam Musnad

al-Mukaśśirīn. Lihat CD. ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah. 39A. Mukti Arto, Praktek, op. cit. h. 137. 39Ibid., h. 138 40Hadis ini diriwayatkan dalam ahih Bukhāri nomor hadis 2332 kitab al-Rahnu dan

hadis nomor 464 dalam kitab al-Syahādat, nomor 197 kitab al-imān; Musnad Ahmad hadis nomor 20839 dalam Musnad al-Anşār. Lihat CD Rom Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

Page 14: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

(Abdullah)41 disebut identitasnya yaitu anak paman dari al-Asy’ats bin Qais, atau sepupunya sendiri.

Objek sengketa adalah sebuah sumur yang merupakan harta warisan al-Asy’ats bin Qais yang berlokasi di tanah sepupunya itu. Karena hak al-Asy’ats diingkari dan ditolak oleh sepupunya, al-Asy’ats menggugat objek sengketa itu kepada Rasulullah.

Dalam persidangan, al-Asy’ats diperintah oleh Rasulullah untuk mengajukan bukti berupa dua orang saksi. Namun, karena ia tidak mempunyai saksi yang dapat memberikan kesaksian akan kebenaran hubungan hukum kepemilikan antara dirinya (al-Asy’ats) dengan objek sengketa (sumur). Sebagai konsekwensinya Rasulullah saw memerintah-kan kepada sepupu al-Asy’ats untuk mengucapkan sumpah, yang isinya: bahwa benar sumur itu adalah miliknya (sepupu al-Asy’ats).

Saksi dalam hadis di atas haruslah dua orang. Ketentuan ini dipertegas oleh ayat al-Qur’an QS.al-Baqarah (2): 282:

ن دی ی وا شھ د واستشھTerjemahnya: Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi. 42 Jika Penggugat hanya mempunyai satu saksi, maka Penggugat

diwajibkan bersumpah sebagai pelengkap (penguat) atas kepemilikan haknya terhadap objek sengketa atau terhadap dalil yang dikemukakan dalam gugatan. Hal ini karena satu saksi dipandang belum memberi keyakinan pada hakim akan kebenaran suatu peristiwa yang didalilkan.43

Dalam hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia, kesaksian seorang saksi tanpa alat bukti lainnya juga tidak dianggap sebagai pembuktian yang cukup. “Seorang saksi adalah bukan saksi (unus testis nullus testis),” demikian kaidah mengenai kuantitas saksi. Ketentuan ini termuat dalam Pasal 169 HIR, 306 R.Bg., dan 1905 B.W.44

Agar dapat menjadi pembuktian yang sempurna dan mengikat maka menurut ketentuan hukum acara perdata Indonesia hakim dapat

41Hadis in diriwayatkan dalam Sahīh Bukhāri nomor 185 Kitāb al-Musāqāt. Lihat ibid. 42 Departemen Agama RI,Al-Quran, op. cit., h. 70. 43 Lihat Lampiran Hadis Sunan al-Turmuūzi hadis nomor 1263, 1264, 1265 Kitāb

Ahkām.; Sunan Abū Dāwūd, hadis nomor 3132 Kitāb al-Aqdliyah; Sunan Ibn Mājah, hadis nomor 2359 dan 2360 Kitāb Ahkām; Musnad Ahmad, hadis nomor 2815 Musnad Banī Hāsyim, hadis nomor 13760 dalam Bāqiy Musnad al-Mukaśśirīn, hadis nomor 20933 dalam Musnad al-Anşār dan hadis nomor 21423 dalam Baqy Musnad al-Anşār; Muwaththa’ Mālik, hadis nomor 1210 dan 1211 dalam Kitāb Aqdliyah. Lihat CD. Rom Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

44Sudikno Mertokusumo, Hukum, op. cit., h. 132

Page 15: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

memerintahkan Penggugat agar bersumpah tentang kebenaran gugatannya. Sumpah Penggugat ini disebut sumpah pelengkap (suppletoir).45

Hukum acara perdata Indonesia mengenal sumpah pemutus (decissoir), yaitu sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya (ketentuan Pasal 156 HIR, 183 R.Bg., 1930.B.W.). Sumpah ini dapat dibebankan atau diperintahkan meskipun tidak ada pembuktian sama sekali. Inisiatif untuk membebani sumpah decissoir ini datang dari salah satu pihak, dan pihak yang meminta sumpah itu pula yang menyusun redaksi dan isi sumpah.46

e. Pengakuan sebagai Alat Bukti

Pengakuan juga merupakan alat bukti dalam hukum acara Islam.

Rasulullah bersabda: نا عن جابر أن رجال من أسلم جاء إلى النبي صلى ھ وسلم فاعترف بالز هللا علی

ات فقال لھ فسھ أربع مر د على ن فأعرض عنھ ثم اعترف فأعرض عنھ حتى شھھ وسلم أبك جنون قال ال قال أحصنت قال نع م فأمر بھ النبي النبي صلى هللا علی

ك فرجم حتى ھ الحجارة فر فأدر قت ا أذل مصلى فلم ھ وسلم فرجم بال صلى هللا علیھ م یصل علی ھ وسلم خیرا ول صلى هللا علی قال لھ رسول هللا 47مات ف

Artinya: Dari Jabir: bahwa seorang laki-laki dari Aslam datang kepada Nabi

saw seraya mengakui bahwa dirinya telah berzina. Nabi saw menolak pengakuannya. Kemudian laki-laki itu mengaku lagi, Nabi saw menolaknya, sehingga laki-laki itu memberikan kesaksian tentang dirinya (mengakui perbuatannya) sebanyak empat kali. Kemudian Nabi bertanya kepadanya: Apakah kamu menderita penyakit gila? laki-laki itu menjawab: tidak. Nabi saw bertanya lagi: Apakah kamu telah menikah? Laki-laki itu menjawab: ya. Kemudian Nabi saw memerintahkan ia untuk dirajam di Mushalla. Ketika batu rajam menimpa dirinya, laki-laki itu melarikan diri. Kemudian ia dikejar dan ditangkap untuk dirajam lagi hingga meninggal. Selanjutnya Rasulullah saw bersabda: Bagus. Rasulullah saw tidak menshalati (jenazah) laki-laki itu.

Sababul wurūd hadis di atas adalah berkenaan dengan seorang sahabat dari Aslam yang mendatangi Nabi saw seraya mengaku bahwa dirinya telah berzina. Nabi menolak pengakuannya. Kemudian laki-laki itu memberikan pengakuan lagi. Nabi menolak lagi pengakuannya. Laki-laki itu

45Sumpah Supletoir diatur di dalam pasal 155 HIR, 282 RBg pasal 1940 BW. Lihat

Sudikno Mertokusumo, op. cit., h. 148 46Ibid., h. 150 47Hadis di atas diriwayatkan dalam Musnad Ahmad nomor hadis 13938 dalam Musnad

al-Mukaśśirīn. Lihat CD. ROM, Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

Page 16: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

pulang balik memberikan pengakuannya hingga empat kali. Kemudian Nabi bertanya kepada laki-laki itu, “Apakah kamu menderita penyakit gila?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak”. Nabi bertanya lagi, ”Apakah kamu telah menikah?” Laki-laki itu menjawab, “ya”. Kemudian Nabi memerintahkan kepada para sahabat untuk merajam laki-laki tersebut di mushalla.

Pengakuan meskipun sesungguhnya merupakan bagian dari pembuktian, namun para ulama mengklasifikasikannya dalam bab tersendiri, tidak pada bab al-bayyināt (pembuktian).48

Terhadap pengakuan sebagai alat bukti, Hakim tidak dibenarkan menerima begitu saja pengakuan Tergugat/terdakwa. Hakim harus mencari kepastian bahwa pengakuan itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Dan orang yang melakukan pengakuan itu harus memahami dan menyadari pengakuannya dengan segala akibat dari pengakuannya. Lebih-lebih dalam perkara pidana seperti perzinaan.49

Dalam hukum acara perdata Indonesia pengakuan dikategorikan sebagai alat bukti dan diatur dalam Pasal 174,175,176 HIR, Pasal 311,312,313 R.Bg. dan Pasal 1923 dan 1928 B.W. Pengakuan diartikan sebagai: keterangan yang membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawan. Dengan adanya pengakuan ini maka sengketa antara para pihak dianggap selesai.50

f. Dokumen Tertulis

Dokumen pada zaman modern memegang peranan penting dalam

pembuktian. Hampir dalam segala hak yang terkait dengan subjek hukum bisa ditemukan dokumennya. Dokumen yang berhubungan dengan status pendidikan adalah ijazah, yang berkaitan dengan kepemilikan properti adalah sertifikat, yang berkenaan dengan status kependudukan seseorang adalah KTP, dan sebagainya.

Hukum acara Islam memandang penting dokumen tertulis ini sehingga Rasulullah bersabda:

تب ل 51كم كتابا لن تضلوا بعده ھلم أكArtinya: Marilah aku tuliskan untuk kalian sebuah wasiat yang akan

menjadikan kalian tidak akan tersesat setelah wasiat itu aku tuliskan.

48Ahmad Da’ur, Ahkām al-Bayyināt (Bairūt: Mathābi’ al-Ghandūr, 1965), h. 13. 49Bandingkan dengan Ahmad Da’ur, ibid. 50Sudikno Mertokusumo, Hukum, op. cit., h. 142 51Hadis ini diriwayatkan dalam Shahih Bukhāri, hadis nomor 6818 kitab al-I’tişām bi

al-kitāb wa al-sunnah, nomor 5337 kitab al-mardlā; ahih Muslim, hadis nomor 3091 Kitab al-Waşiyah; Musnad Ahmad hadis nomor 2945 dan 2835 dalam Musnad Bani Hasyim. Lihat CD. Rom Hadīś Syarīf Kutub al-Tis’ah.

Page 17: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Sababul wurud hadis ini berkenaan dengan saat-saat Nabi dalam keadaan sakit keras menjelang akhir hayat beliau. Nabi dipapah dari dalam kamar untuk dihadirkan di ruang tamu. Dalam ruang tamu itu telah hadir bebarapa orang sahabat, termasuk di dalamnya Umar bin Khatab. Nabi bersabda: “Marilah aku tuliskan untuk kalian sebuah wasiat yang akan menjadikan kalian tidak akan tersesat setelah wasiat itu aku tuliskan.” Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah mengalami sakit parah. Sedangkan kalian telah mempunyai al-Quran. Cukuplah Kitabullah itu bagi kita.” Kemudian para sahabat yang ada dalam rumah itu berselisih pendapat bahkan sampai bertengkar. Sebagian sahabat mengatakan, “Dekatkanlah alat tulis itu supaya Rasulullah dapat menuliskan wasiat untuk kalian agar kalian tidak sampai tersesat setelah wasiat itu ditulis.” Dan sebagian sahabat berpendapat seperti pendapat Umar. Ketika hiruk pikuk dan silang pendapat di hadapan Rasulullah itu semakin keras, Rasulullah bersabda:”Pergilah kalian dari sini.”

Ibnu Abbas berkomentar terhadap peristiwa ini, “Kerugian terbesar bagi kaum Muslimin adalah bahwa Rasulullah pada akhir hayatnya tidak sempat menuliskan wasiatnya, karena para sahabat bertengkar dan tidak memberikan kesempatan kepada Rasulullah untuk menuliskan wasiatnya tersebut.52

Nilai paling berharga dari dokumen tertulis menurut hadis Rasulullah di atas adalah bahwa dokumen tertulis menutup peluang terjadinya perselisihan. Artinya, segala beda pendapat yang tajam akan sirna jika merujuk kepada dokumen tertulis itu dalam segala hal. Termasuk dalam hubungan-hubungan hak dengan para subjek hukumnya.

Al-Quran memerintahkan para pelaku transaksi untuk mencatat transaksinya dalam bentuk dokumen tertulis. Dalam surat QS. al-Baqarah (2): 282, Allah berfirman:

عدل نكم كاتب بال یكتب بی ى فاكتبوه ول ین إلى أجل مسم د تم ب ن ای إذا تدTerjemahnya: Apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang

ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. 53

Karena itu para ulama memasukkan dokumen tertulis sebagai alat bukti yang memberikan bukti benarnya hubungan hak antara si subjek hukum dengan objek hukum tertentu.

Dalam hukum acara perdata Indonesia, alat bukti tertulis diatur dalam Pasal 138, 165, 167 HIR, Pasal 164, 285, 305 R.Bg., Pasal 1867–1894 B.W. dan Pasal 138-147 Rv. 54

52Ibid 53 Departemen Agama RI,Al-Quran, op. cit., h. 70. 54Sudikno Mertokusumo, Hukum, op. cit., h. 116

Page 18: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

Hukum acara perdata Indonesia membedakan alat bukti tertulis ke dalam dua kategori: akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik adalah: Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenanag untuk itu, menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan.55 Akta di bawah tangan adalah: akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat.56

Di dalam kitab-kitab fikih, bukti-bukti dalam persidangan hanya mencakup 4 macam: pengakuan, sumpah, saksi, dan dokumen tertulis. 57 Persoalannya, bagaimanakah kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti lain yang merupakan produk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, film, rekaman video, foto kopi, rekaman suara, dan sebagainya.

Menjawab persoalan ini kalangan peradilan di Indonesia memasukkan alat-alat tersebut sebagai alat bukti yang mempunyai nilai pembuktian permulaan dan hanya dapat dijadikan bahan untuk menyusun persangkaan hakim, karena alat bukti tersebut tidak termasuk dalam kategori yang disebut dalam Pasal 284 R.Bg.58

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa konsep sebagai berikut:

1) Dasar pertimbangan hukum sebuah putusan adalah kitābullāh, sunnah dan ijtihād. Hakim wajib menggali nilai-nilai keadilan sehingga semua kasus yang diajukan kepadanya diberi pertimbangan yang seadil-adilnya sejalan dengan hukum Allah.

2) Hakim harus bersifat objektif dan netral dan kedua belah pihak yang berperkara harus diperlakukan sama adilnya. Asas imparsialitas hakim telah menjadi nilai universal untuk dapat menjamin sebuah peradilan yang fair.

3) Penggugat wajib memikul beban pembuktian yang pertama. Asas ini diberlakukan untuk melindungi setiap subjek hukum dari kesewenang-wenangan subjek hukum lain.

4) Saksi sekurang-kurangnya adalah dua orang. Satu orang saksi belum mencukupi nilai minimal pembuktian, karena itu masih memerlukan alat bukti lain untuk menyempurnakannya. Keterangan satu orang saksi dapat dilengkapi dengan sumpah. Jika tidak ada sesuatu alat bukti, sumpah dapat menjadi penentu penyelesaian perkara.

5) Pengakuan dalam perkara pidana harus didasari pemahaman dan kesadaran akan isi pengakuannya. Hakim harus mencari kepastian

55Bandingkan dengan ibid., h. 119 56Ibid., h. 121 57Ahmad Da’ur, Ahkām, op. cit., h. 7 58Wildan Suyuthi, Beberapa Permasalahan Acara Perdata Peradilan Agama dalam

Tanya Jawab (Jakarta: Puslitbang Diklat MA.RI, 2004), h. 80

Page 19: 44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis

bahwa pengakuan itu dilakukan dengan penuh kesadaran tanpa tekanan maupun paksaan, lebih-lebih dalam perkara pidana.

6) Dokumen tertulis merupakan alat bukti yang bernilai sempurna dan mengikat. Hal ini tersimpul dari tekad Nabi di akhir hayatnya untuk menuliskan wasiat agar kaum Muslimin terhindar dari perselisihan.