Upload
nona-namaquw
View
263
Download
34
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN IUFD
1. Definisi
Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.
Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian
Janin Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan
kematian janin sebagai ”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi
komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat
diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang
tidak diinduksi”. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi
ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain
dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang
berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien
dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau
“gasping”. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20
minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28
minggu kehamilan) (Kliman, 2000).
IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir
diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
2. Penyebab Kematian
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan.
Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat
dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari
plasenta (Kliman, 2000).
a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh
positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami
ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi
janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu
reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara
lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang
berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin
penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.
Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh
janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur
dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan
tertolong lagi.
2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah
antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O
atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam
kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu
akan membentuk zat antibodi.
3) Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga
sangat berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat
hipertensi meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat
menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh
spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.
4) Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta
terlepas. Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena
kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah
di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta
terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.
5) Infeksi pada ibu hamil
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun
virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat
menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.
6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu,
plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang.
Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa
berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap
masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG
dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung
ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan
cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan
dan akhir kehamilan melalui
7) Hamil pada usia lanjut
Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan
ini rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:
Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan
mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh
ovarium.
Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan
pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan
berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah
diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak
sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.
Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara
normal.
Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena
kelainan kromosom.
Resiko tinggi keguguran.
8) Ruptur uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada
kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu
sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan
adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
9) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami
kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang
pertumbuhan janin, tidak lagi ada.
b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika
terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar
terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang
sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.
2) Kelainan kromosom
Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik
berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam
kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.
3) Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis,
yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi
dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung
menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga
tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-
parunya.
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ
janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan
inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga
kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan
kematian pada janin.
5) Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun
perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada
kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya
bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang
berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika
ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin
tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin.
6) Intra Uterine Growth Restriction
Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa
kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan
kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi
mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.
7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah
menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,
pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk
dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.
8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik
Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang
sudah disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini
terjadi pada kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami
pertumbuhan secara normal.
c. Faktor Palsenta
1) Perlukaan cord
2) Pecah secara mendadak (abruption)
3) Premature Rupture of Membrane
4) Vasa Previa
d. Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri
(Kliman, 2000) :
Ibu usia lanjut
Riwayat kematian janin intra uterine
Infertilitas Ibu
Hemokonsentrasi pada ibu
Usia Ayah
Obesitas
3. Patologi Anatomi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam
waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan
jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin
mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
Terjadi setelah 48 jam janin mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
4. Tanda dan Gejala
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine
(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.
Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu
(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada
saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan
yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak
sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto roentgen dapat terlihat:
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
Gejala dan Tanda
Selalu Ada
Gejala dan Tanda
Kadang-Kadang AdaDiagnosa Kemungkinan
Gerakan janin
berkurang atau hilang
Nyeri perut hilang
timbul atau menetap
Perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu
Syok
Uterus tegang/kaku
Gawat janin atau DJJ
tidak terdengar
Solusio plasenta
Gerakan janin dan
DJJ tidak ada
Perdarahan
Nyeri perut hebat
Syok
Perut kembung/
cairan bebas intra
abdominal
Kontur uterus
abnormal
Abdomen nyeri
Bagian-bagian janin
teraba
Denyut nadi ibu cepat
Ruptura uteri
Gerakan janin
berkurang atau hilang
DJJ abnormal
(<100/menit atau
>180/menit)
Cairan ketuban
bercampur mekonium
Gawat janin
Gerakan janin/ DJJ
hilang
Tanda-tanda
kehamilan berhenti
Tinggi fundus uteri
berkurang
Pembesaran uteri
berkurang
Kematian janin
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin
Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat
ditegakkan. Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah
terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas
dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam
(Kliman, 2000).
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen
bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi
pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan
lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe
plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak
merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko
berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang (Kliman,
2000).
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti
oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The
American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk
induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan
pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri
(Kliman, 2000).
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin
yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk
pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa
nyeri (Kliman, 2000).
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami
IUFD:
1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus
diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda
prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara
psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga
mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada
serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian
janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,
walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian
janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk
hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin
time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara
serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif
kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil
(30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.
2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian
janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi
bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan
terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah
komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati
konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan
pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada
kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan
pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai
lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada
midtrimester. Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya
retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-
methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu
sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya
kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan
terbualine untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan
pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari
karena resiko rupture uterin.
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun
cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat
dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah
disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah
koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki
persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat
dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi
penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari
bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat
persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.
Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah
lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari
perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.
Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan
persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.
Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total
pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,
karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda
Ditemukan janin tunggal Ditemukan kehamilan ganda dengan satu janin masih hidup
Pertimbangkan untuk menunda intervensi dengan alasan psikologis untuk memberikan waktu pada gravida melakukan penyesuaian diri dan membiarkan cervix matang.
Amati absorpsi janin yang telah mati. Amati koagulopati maternal dengan pemeriksaan koagulasi serial.
Harapkan terjadi persalinan spontan dalam 2-3 minggu pada sebagian besar pasien. Amati koagulopati maternal dengan pemerksaan koagulasi serial
Jika terjadi koagulopati, pertimbangkan pengobatan dengan heparin untuk memperbaiki gangguan koagulasi dan melakukan intervensi.
Kematian janin dini atau pertengahan kehamilan
Kematian janin pada kehamilan lanjut
Amati persalinan atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal
EVAKUASI RAHIM SPONTAN ATAU OPERATIF
Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi.Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan usia kehamilan.Lakukan otopsi dengan izin, jika mungkin.Lakukan penelitian untuk mempeajari penyebab termasuk karyotiping dan kultur,Jelaskan setelahnya mengenai temuan-temuan.
Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal
Jika terjadi pada kehamilan akhir, pertimbangkan intervensi dengan induksi persalinan atau seksio sesaria untuk mencegah koagulopati janin yang hidup.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
Penanganan Umum
Berikan dukungan emosional pada ibu.
Nilai denyut jantung janin (DJJ) :
- bila ibu mendapat sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat,
kemudian nilai ulang;
- bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan
menggunakan stetoskop Doppler.
Penanganan Khusus
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.
Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna
vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.
USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan: tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan
ketuban berkurang.
Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar
kemungkinan dapat lahir per vaginam.
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:
- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;
- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi.
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:
- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prosaglandin.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley.
Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.
- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi
sesudah 6 jam.
- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan
dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebih 4 dosis.
Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati.
Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
DUGAAN KEMATIAN JANIN
Hilangnya pergerakan janinTidak terdapat pertumbuhan janinTidak terdapat denyut jantung janin
Hitung trombositKadar fibrinogenWaktu protrombin (PT)Partial Thromboplastin Time (PTT)Produk Degrdasi Fibrin (FDP)Ultrasonografi
Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi
Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita
6. Komplikasi yang mungkin Terjadi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat
terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2
minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu
lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu
sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses
persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan
pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau
internal bleeding.
2) Infeksi
3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-
6 minggu setelah kematian janin.
Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah
meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara
normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya
dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal
dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Sirkulasi
Riwayat penyakit: hipertensi essensial, penyakit vaskular.
Integritas Ego
Secara labil, ansietas, takut, syok, tidak percaya, depresi.
Eliminasi
Nefritis kronis.
Intake makanan dan cairan
Status nutrisi ibu buruk.
Keamanan
Pemajanan pada agen-agen toksis atau teratogenik.
Riwayat kejadian traumatik.
Adanya penyakit inflamasi, penyakit hubungan seksual, atau pemajanan
pada penyakit menular seperti rubella, sitomegalovirus, herpes aktif.
Ketuban pecah dini.
Abnormalitas plasenta/tali pusat yang terlihat pada kelahiran.
Inkompatibilitas ABO.
Seksualitas
Tumor fibrosa uterus (leiomioma), atau abnormalitas lainnya dari organ
reproduktif ibu.
Kejadian kelahiran traumatic, komplikasi intrapartum.
Penyuluhan/Pembelajaran
Melaporkan penyalahgunaan pengobatan.
Obat atau alkohol.
Riwayat keluarga tentang kondisi genetik.
Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi.
2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
3. Harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada
kejadian hidup.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan
kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.
Rencana Asuhan Keperawatan
Prioritas Keperawatan
1. Memfasilitasi proses berduka.
2. Memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian sekitar kehilangan dan
implikasi masa datang.
Tujuan
1. Dukungan teridentifikasi dan pada tempatnya.
2. Rencana dibuat untuk pemakaman bayi.
3.4 Intervensi Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi
Hasil yang diharapkan :
- Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami.
- Mengekspresikan perasaan dengan tepat.
- Mengidentifikasi masalah proses berduka (misalnya: masalah fisik,
makan, tidur) dan mencari bantuan yang tepat.
Tindakan/Intervensi Keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Berikan ruang pribadi bila klien
menginginkannya, dengan kontak yang
sering oleh perawat. Anjurkan
kunjungan yang tidak terbatas oleh
keluarga dan teman.
Tempat dimana keluarga dan teman
dapat bicara dan berbagi perasaan
dengan leluasa, sehingga meningkatkan
perasaan kekeluargaan dan membantu
menghadapi proses berduka.
Libatkan pasangan dalam perencanaan
dan perawatan. Beri kesempatan
pasangan untuk bersama.
Partisipasi dalam perencanaan dan
pembuatan keputusan membantu sekali
dalam memilih tindakan atau keputusan
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
yang tepat sesuai kondisi klien.
Kaji pengetahuan klien/pasangan dan
interpretasi terhadap kejadian sekitar
kematian janin/bayi. Berikan informasi
dan perbaiki kesalahan konsep
berdasarkan kesiapan pasangan dan
kemampuan untuk mendengarkan
secara efektif
Menghindari pemahaman yang salah
terhadap kejadian sekitar kematian
janin/bayi.
Sering, setelah kematian anak, orang
tua berespon syok, menyangkal, atau
tidak percaya. Reaksi ini dapat
mengganggu pemberian informasi.
Tentukan makna kehilangan terhadap
kedua anggota pasangan. Perhatikan
bagaimana kuatnya pasangan
menginginkan kehamilan ini.
Luas dan durasi respon berduka dapat
tergantung pada makna kehilangan.
Identifikasi ekspresi sesuai tahap-tahap
berduka (misal: menyangkal, marah,
menawar, depresi, menerima). Gunakan
ketrampilan komunikasi terapeutik
(misal: mendengar secara aktif,
pengakuan), menghargai permintaan
klien untuk tidak bicara.
Perawat membantu dalam menghadapi
tahap berduka dengan waktu yang
secepat mungkin. Bila berduka tidak
segera selesai, akan mengganggu
kehidupan selanjutnya.
Akui apa yang telah terjadi, kuatkan
realita situasi dan anjurkan diskusi dan
ekspresi perasaan klien
Meningkatkan kemampuan dalam
menghadapi kenyataan/kehilangan.
Diskusikan respon antisipasi secara
fisik dan emosi kehilangan.
Evaluasi ketrampilan koping.
Perhatikan keyakinan religius dan latar
belakang budaya.
Diskusikan cara-cara yang tepat bagi
orang tua menyampaikan peristiwa
Membantu pasangan untuk mengenali
bahwa respon mereka sebelum dan
berikutnya adalah normal. Berduka
merupakan hal yang individual, dan
luas serta sifat dari respon dipengaruhi
oleh sifat kepribadian, ketrampilan
koping masa lalu, keyakinan religius,
dan latar belakang budaya.
Untuk menghindari kesalahan persepsi
dari sibling dan meminimalkan tingkat
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
kehilangan pada sibling. berduka.
Kaji beratnya depresi. Adanya resiko terjadi gangguan pada
kejiwaan jika kemampuan dalam
menghadapi kehilangan tidak efektif.
Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola
tidur, nafsu makan, dan hygiene
personal.
Hal ini mungkin terabaikan karena
proses berduka dan derajat depresi.
Pola tidur mungkin terganggu,
menimbulkan kelelahan dan
ketidakmampuan lanjut untuk
mengatasi distress.
Beri bantuan dalam melakukan
perawatan fisik sesuai kebutuhan.
Menunjukkan perhatian dan
pemeliharaan serta membantu klien
menghemat energi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan proses
berduka.
Kolaborasi
Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan
keluarga.
Untuk pemberian nasehat dari segi
agama dalam membantu menghadapi
proses berduka.
Rujuk pada psikiatri jika perlu. Konseling atau terapi mungkin perlu
pada kasus berduka patologis untuk
membantu individu mengidentifikasi
kemungkinan penyebab reaksi
abnormal dan mencapai resolusi proses
berduka.
2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
Hasil yang diharapkan :
- Mengekspresikan perasaan yang tepat dan sesuai.
- Menunjukkan keterlibatan individu dalam proses pemecahan
masalah yang diarahkan pada resolusi krisis.
- Mengungkapkan pemahaman tentang harapan peran/kewajiban.
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
- Mengidentifikasi kebutuhan dan sumber utuk memelihara
peran/ikatan keluarga.
Tindakan / Intervensi Keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Evaluasi situasi keluarga saat ini dan
status psikososial (misalnya anak lain,
keluarga besar, sistem pendukung)
Anggota keluarga memberikan
dukungan satu sama lain.
Tinjau ulang ketakutan keluarga,
sumber koping, dan keterampilan
koping.
Anggota keluarga depresi, merasa
sangat tidak adekuat, dan mungkin
perlu meninjau apa yang telah terjadi
dan apa tujuan mereka dalam hidup.
Ajarkan diskusi perasaan dan
dengarkan isyarat verbal yang
menunjukkan perasaan kegagalan, rasa
bersalah atau marah. Diskusikan
kenormalan perasaan.
Pengungkapan perasaan dapat memicu
pengenalan terhadap penyebabnya dan
dapat digunakan untuk memastikan
dapat diterimanya perasaan ini. Orang
tua mungkin takut untuk
menggambarkan perasaan negatif yang
mereka yakini abnormal. Realisasi
bahwa perasaan berduka, rasa bersalah,
dan marah adalah normal dapat
membantu menghilangkan rasa gagal
orang tua.
Identifikasi harapan perubahan peran
yang diperlukan karena adanya
kehilangan.
Perubahan yang diantisipasi meliputi
periode disorientasi atau terpecahnya
pola kerja normal, diikuti periode
reorganisasi, dimana energi dengan
tepat disimpan dalam individu dan
aktivitas baru.
Berikan informasi dan bantu orang tua
menghadapi situasi, keseimbangan
perawatan diri dan kebutuhan berduka
Kematian anak memerlukan perubahan
orang tua yang tidak diantisipasi. Pada
kematian anak pertama, fungsi orang
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
serta tanggung jawab menjadi orang
tua.
tua yang terjadi hanya berduka. Bila
ada anak lain, orang tua dapat
mengekspresikan kekhawatiran tentang
kemampuan mereka menjadi orang tua.
Perasaan tentang kegagalan atau rasa
bersalah akhirnya dapat mengarah pada
perasaan yang tidak adekuat.
3. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada
kejadian hidup.
Hasil yang diharapkan:
Mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang tersedia.
Mengekspresikan harga diri positif.
Mendemonstrasikan adaptasi terhadap kematian bayi dan integrasi
kehilangan dalam hidup sehari-hari dengan merencanakan masa depan.
Tindakan/intervensi keperawatan:
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan persepsi diri dan pasangan
sebagai individu dan orang tua.
Evaluasi respon keluarga terhadap
kehilangan, perhatikan kesalahan yang
dibuat oleh keluarga.
Kehilangan kehamilan sering
dihubungkan dengan perasaan tidak
adekuat, tidak berdaya, dan tidak
berharga, yang secara langsung
mempengaruhi perasaan diri dan
kemungkinan menghancurkan harga
diri seseorang sebagai orang tua.
Berikan kesempatan untuk
mengungkapkan, menyalurkan emosi
dan menangis.
Pengungkapan kehilangan memberikan
kesempatan untuk penerimaan yang
diperlukan, emmbantu orang tua untuk
menyaring dengan seksama, dan
memvalidasi perasaan normal orang tua
tentang ketidakberdayaan dan
ketidakadekuatan.
Berikan penguatan positif untuk Membantu dalam koping kesedihan
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
dan masalah-masalah.
terhadap situasi. Membantu orang tua
menerima diri mereka sendiri sebagai
manusia yang berharga.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan
kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.
Hasil yang diharapkan:
Membedakan penyebab kematian yang dapat diantisipasi dan yang tidak
dapat diantisipasi.
Mengungkapkan pemahaman alasan dari kehilangan bila diketahui.
Mendiskusikan kemungkinan efek jangka pendek dan jangka panjang dari
kehilangan.
Intervensi/tindakan keperawatan:
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga
untuk menyerap dan memahami
informasi.
Respon emosional dapat mempengaruhi
kemampuan untuk mendengar dan
memproses informasi
Identifikasi prioritas keluarga dalam
memberikan informasi.
Keluarga mempunyai perbedaan
kebutuhan untuk informasi, tergantung
pada tahap perkembangan keluarga dan
penyebab kematian intra uteri, karena
faktor eksternal, atau karena masalah
genetik.
Identifikasi persepsi klien / pasangan
tentang kejadian, dan perbaiki
kesalahpahaman sesuai indikasi.
Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji
secara kontinyu dan informasi yang
valid diulangi.
3.5 Evaluasi
Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian
janin intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk
melakukan otopsi harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini
KIE sangat diperlukan. Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
maka evaluasi kematian janin yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan
keluarganya. Meskipun sangat jarang dapat ditawarkan penggunaan MRI yang
dapat memberikan informasi sebagai evaluasi kematian janin apabila otopsi tidak
dapat dilakukan (San, 2007).
Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur.
Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit
janin atau fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi
pertumbuhan, hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan
kromosom. Analisa kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin
kehamilan kembar khususnya dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua
atau ketiga (San, 2007).
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)
DAFTAR PUSTAKA
Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang.
http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161 .Diakses
tanggal 3 April 2009 pukul 15.00 WIB
Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21st Edition). United States of
America:TheMcGraw-Hill Companies,Inc
Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC
Muhaj, Khaidir. 2009. Askep Nifas Dengan Perdarahan Post Partum.
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/05/UTAMA/hak01.htm.
Nie. 2008. Kehamilan Multiple/Kembar. http://www.gemari .or.id/file/
gemari7241. Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.05 WIB
Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)