37
LAPORAN PENDAHULUAN IUFD 1. Definisi Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin. Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian Janin Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian janin sebagai ”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak diinduksi”. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau “gasping”. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20 minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28 minggu kehamilan) (Kliman, 2000). IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

48106403-IUFD

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 48106403-IUFD

LAPORAN PENDAHULUAN IUFD

1. Definisi

Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.

Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian

Janin Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan

kematian janin sebagai ”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi

komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat

diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang

tidak diinduksi”. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi

ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain

dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang

berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien

dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau

“gasping”. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20

minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28

minggu kehamilan) (Kliman, 2000).

IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi

tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna

(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan

dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20

minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut

abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin

adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir

diatas 1000 gram.

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan

American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan

bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra

uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu

atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing

negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 2: 48106403-IUFD

2. Penyebab Kematian

Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui

sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan.

Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat

dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari

plasenta (Kliman, 2000).

a. Faktor Ibu

1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh

positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh

positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami

ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi

janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu

reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara

lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang

berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin

penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.

Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh

janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur

dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan

tertolong lagi.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah

antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O

atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam

kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu

akan membentuk zat antibodi.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga

sangat berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat

hipertensi meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat

menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 3: 48106403-IUFD

berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh

spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.

4) Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta

terlepas. Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena

kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah

di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta

terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.

5) Infeksi pada ibu hamil

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun

virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat

menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu,

plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang.

Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa

berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap

masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG

dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung

ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan

cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan

dan akhir kehamilan melalui

7) Hamil pada usia lanjut

Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan

ini rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:

Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan

mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh

ovarium.

Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan

pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan

berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 4: 48106403-IUFD

Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah

diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak

sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.

Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara

normal.

Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena

kelainan kromosom.

Resiko tinggi keguguran.

8) Ruptur uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi

pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio

plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada

kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu

sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan

adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.

9) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami

kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang

pertumbuhan janin, tidak lagi ada.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika

terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini

dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar

terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang

mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang

sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.

2) Kelainan kromosom

Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik

berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru

terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 5: 48106403-IUFD

Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam

kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.

3) Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis,

yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi

dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung

menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga

tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-

parunya.

4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ

janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan

inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga

kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan

kematian pada janin.

5) Kehamilan multiple

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun

perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada

kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya

bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang

berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika

ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin

tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin.

6) Intra Uterine Growth Restriction

Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa

kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan

kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi

mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah

menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,

pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 6: 48106403-IUFD

lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk

dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.

8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik

Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang

sudah disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini

terjadi pada kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami

pertumbuhan secara normal.

c. Faktor Palsenta

1) Perlukaan cord

2) Pecah secara mendadak (abruption)

3) Premature Rupture of Membrane

4) Vasa Previa

d. Faktor Resiko

Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri

(Kliman, 2000) :

Ibu usia lanjut

Riwayat kematian janin intra uterine

Infertilitas Ibu

Hemokonsentrasi pada ibu

Usia Ayah

Obesitas

3. Patologi Anatomi

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.

Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena

absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.

Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu

dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga

mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam

waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada

IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 7: 48106403-IUFD

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan

jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin

mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.

Terjadi setelah 48 jam janin mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas

dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

4. Tanda dan Gejala

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine

(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.

Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin

pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu

(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng

semakin pelan atau melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada

saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan

yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak

sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Pada foto roentgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)

Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 8: 48106403-IUFD

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

Gejala dan Tanda

Selalu Ada

Gejala dan Tanda

Kadang-Kadang AdaDiagnosa Kemungkinan

Gerakan janin

berkurang atau hilang

Nyeri perut hilang

timbul atau menetap

Perdarahan

pervaginam sesudah

hamil 22 minggu

Syok

Uterus tegang/kaku

Gawat janin atau DJJ

tidak terdengar

Solusio plasenta

Gerakan janin dan

DJJ tidak ada

Perdarahan

Nyeri perut hebat

Syok

Perut kembung/

cairan bebas intra

abdominal

Kontur uterus

abnormal

Abdomen nyeri

Bagian-bagian janin

teraba

Denyut nadi ibu cepat

Ruptura uteri

Gerakan janin

berkurang atau hilang

DJJ abnormal

(<100/menit atau

>180/menit)

Cairan ketuban

bercampur mekonium

Gawat janin

Gerakan janin/ DJJ

hilang

Tanda-tanda

kehamilan berhenti

Tinggi fundus uteri

berkurang

Pembesaran uteri

berkurang

Kematian janin

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 9: 48106403-IUFD

5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat

ditegakkan. Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah

terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas

dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam

(Kliman, 2000).

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen

bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi

pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan

lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe

plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat

perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak

merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko

berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang (Kliman,

2000).

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti

oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia

kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan

prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol

pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi

wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia

kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The

American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk

induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan

pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri

(Kliman, 2000).

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus

kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin

yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk

pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa

nyeri (Kliman, 2000).

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 10: 48106403-IUFD

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami

IUFD:

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus

diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda

prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara

psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga

mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada

serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian

janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,

walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian

janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk

hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin

time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara

serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif

kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil

(30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian

janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan

sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi

bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan

terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah

komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati

konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan

pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada

kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan

pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai

lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada

midtrimester. Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya

retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-

methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu

sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 11: 48106403-IUFD

Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya

kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan

terbualine untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan

pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari

karena resiko rupture uterin.

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun

cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat

dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah

disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah

koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki

persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat

dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi

penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari

bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat

persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.

Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah

lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari

perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.

Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan

persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.

Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total

pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,

karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 12: 48106403-IUFD

Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda

Ditemukan janin tunggal Ditemukan kehamilan ganda dengan satu janin masih hidup

Pertimbangkan untuk menunda intervensi dengan alasan psikologis untuk memberikan waktu pada gravida melakukan penyesuaian diri dan membiarkan cervix matang.

Amati absorpsi janin yang telah mati. Amati koagulopati maternal dengan pemeriksaan koagulasi serial.

Harapkan terjadi persalinan spontan dalam 2-3 minggu pada sebagian besar pasien. Amati koagulopati maternal dengan pemerksaan koagulasi serial

Jika terjadi koagulopati, pertimbangkan pengobatan dengan heparin untuk memperbaiki gangguan koagulasi dan melakukan intervensi.

Kematian janin dini atau pertengahan kehamilan

Kematian janin pada kehamilan lanjut

Amati persalinan atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal

EVAKUASI RAHIM SPONTAN ATAU OPERATIF

Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi.Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan usia kehamilan.Lakukan otopsi dengan izin, jika mungkin.Lakukan penelitian untuk mempeajari penyebab termasuk karyotiping dan kultur,Jelaskan setelahnya mengenai temuan-temuan.

Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal

Jika terjadi pada kehamilan akhir, pertimbangkan intervensi dengan induksi persalinan atau seksio sesaria untuk mencegah koagulopati janin yang hidup.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 13: 48106403-IUFD

Penanganan Umum

Berikan dukungan emosional pada ibu.

Nilai denyut jantung janin (DJJ) :

- bila ibu mendapat sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat,

kemudian nilai ulang;

- bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan

menggunakan stetoskop Doppler.

Penanganan Khusus

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,

atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya

sehingga tidak diobati.

Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.

Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna

vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.

USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda

kehidupan: tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan

ketuban berkurang.

Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien

selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar

kemungkinan dapat lahir per vaginam.

Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,

perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:

- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;

- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa

komplikasi.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:

- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin

atau prosaglandin.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 14: 48106403-IUFD

- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan

prostaglandin atau kateter foley.

Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.

- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi

sesudah 6 jam.

- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan

dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.

Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan

melebih 4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan

melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 15: 48106403-IUFD

DUGAAN KEMATIAN JANIN

Hilangnya pergerakan janinTidak terdapat pertumbuhan janinTidak terdapat denyut jantung janin

Hitung trombositKadar fibrinogenWaktu protrombin (PT)Partial Thromboplastin Time (PTT)Produk Degrdasi Fibrin (FDP)Ultrasonografi

Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi

Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita

6. Komplikasi yang mungkin Terjadi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat

terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2

minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu

lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu

sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses

persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan

pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau

internal bleeding.

2) Infeksi

3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-

6 minggu setelah kematian janin.

Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah

meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara

normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya

dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal

dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 16: 48106403-IUFD

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Sirkulasi

Riwayat penyakit: hipertensi essensial, penyakit vaskular.

Integritas Ego

Secara labil, ansietas, takut, syok, tidak percaya, depresi.

Eliminasi

Nefritis kronis.

Intake makanan dan cairan

Status nutrisi ibu buruk.

Keamanan

Pemajanan pada agen-agen toksis atau teratogenik.

Riwayat kejadian traumatik.

Adanya penyakit inflamasi, penyakit hubungan seksual, atau pemajanan

pada penyakit menular seperti rubella, sitomegalovirus, herpes aktif.

Ketuban pecah dini.

Abnormalitas plasenta/tali pusat yang terlihat pada kelahiran.

Inkompatibilitas ABO.

Seksualitas

Tumor fibrosa uterus (leiomioma), atau abnormalitas lainnya dari organ

reproduktif ibu.

Kejadian kelahiran traumatic, komplikasi intrapartum.

Penyuluhan/Pembelajaran

Melaporkan penyalahgunaan pengobatan.

Obat atau alkohol.

Riwayat keluarga tentang kondisi genetik.

Diagnosa Keperawatan

1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi.

2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 17: 48106403-IUFD

3. Harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada

kejadian hidup.

4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan

kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.

Rencana Asuhan Keperawatan

Prioritas Keperawatan

1. Memfasilitasi proses berduka.

2. Memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian sekitar kehilangan dan

implikasi masa datang.

Tujuan

1. Dukungan teridentifikasi dan pada tempatnya.

2. Rencana dibuat untuk pemakaman bayi.

3.4 Intervensi Keperawatan

1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi

Hasil yang diharapkan :

- Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami.

- Mengekspresikan perasaan dengan tepat.

- Mengidentifikasi masalah proses berduka (misalnya: masalah fisik,

makan, tidur) dan mencari bantuan yang tepat.

Tindakan/Intervensi Keperawatan :

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Berikan ruang pribadi bila klien

menginginkannya, dengan kontak yang

sering oleh perawat. Anjurkan

kunjungan yang tidak terbatas oleh

keluarga dan teman.

Tempat dimana keluarga dan teman

dapat bicara dan berbagi perasaan

dengan leluasa, sehingga meningkatkan

perasaan kekeluargaan dan membantu

menghadapi proses berduka.

Libatkan pasangan dalam perencanaan

dan perawatan. Beri kesempatan

pasangan untuk bersama.

Partisipasi dalam perencanaan dan

pembuatan keputusan membantu sekali

dalam memilih tindakan atau keputusan

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 18: 48106403-IUFD

yang tepat sesuai kondisi klien.

Kaji pengetahuan klien/pasangan dan

interpretasi terhadap kejadian sekitar

kematian janin/bayi. Berikan informasi

dan perbaiki kesalahan konsep

berdasarkan kesiapan pasangan dan

kemampuan untuk mendengarkan

secara efektif

Menghindari pemahaman yang salah

terhadap kejadian sekitar kematian

janin/bayi.

Sering, setelah kematian anak, orang

tua berespon syok, menyangkal, atau

tidak percaya. Reaksi ini dapat

mengganggu pemberian informasi.

Tentukan makna kehilangan terhadap

kedua anggota pasangan. Perhatikan

bagaimana kuatnya pasangan

menginginkan kehamilan ini.

Luas dan durasi respon berduka dapat

tergantung pada makna kehilangan.

Identifikasi ekspresi sesuai tahap-tahap

berduka (misal: menyangkal, marah,

menawar, depresi, menerima). Gunakan

ketrampilan komunikasi terapeutik

(misal: mendengar secara aktif,

pengakuan), menghargai permintaan

klien untuk tidak bicara.

Perawat membantu dalam menghadapi

tahap berduka dengan waktu yang

secepat mungkin. Bila berduka tidak

segera selesai, akan mengganggu

kehidupan selanjutnya.

Akui apa yang telah terjadi, kuatkan

realita situasi dan anjurkan diskusi dan

ekspresi perasaan klien

Meningkatkan kemampuan dalam

menghadapi kenyataan/kehilangan.

Diskusikan respon antisipasi secara

fisik dan emosi kehilangan.

Evaluasi ketrampilan koping.

Perhatikan keyakinan religius dan latar

belakang budaya.

Diskusikan cara-cara yang tepat bagi

orang tua menyampaikan peristiwa

Membantu pasangan untuk mengenali

bahwa respon mereka sebelum dan

berikutnya adalah normal. Berduka

merupakan hal yang individual, dan

luas serta sifat dari respon dipengaruhi

oleh sifat kepribadian, ketrampilan

koping masa lalu, keyakinan religius,

dan latar belakang budaya.

Untuk menghindari kesalahan persepsi

dari sibling dan meminimalkan tingkat

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 19: 48106403-IUFD

kehilangan pada sibling. berduka.

Kaji beratnya depresi. Adanya resiko terjadi gangguan pada

kejiwaan jika kemampuan dalam

menghadapi kehilangan tidak efektif.

Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola

tidur, nafsu makan, dan hygiene

personal.

Hal ini mungkin terabaikan karena

proses berduka dan derajat depresi.

Pola tidur mungkin terganggu,

menimbulkan kelelahan dan

ketidakmampuan lanjut untuk

mengatasi distress.

Beri bantuan dalam melakukan

perawatan fisik sesuai kebutuhan.

Menunjukkan perhatian dan

pemeliharaan serta membantu klien

menghemat energi yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan proses

berduka.

Kolaborasi

Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan

keluarga.

Untuk pemberian nasehat dari segi

agama dalam membantu menghadapi

proses berduka.

Rujuk pada psikiatri jika perlu. Konseling atau terapi mungkin perlu

pada kasus berduka patologis untuk

membantu individu mengidentifikasi

kemungkinan penyebab reaksi

abnormal dan mencapai resolusi proses

berduka.

2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).

Hasil yang diharapkan :

- Mengekspresikan perasaan yang tepat dan sesuai.

- Menunjukkan keterlibatan individu dalam proses pemecahan

masalah yang diarahkan pada resolusi krisis.

- Mengungkapkan pemahaman tentang harapan peran/kewajiban.

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 20: 48106403-IUFD

- Mengidentifikasi kebutuhan dan sumber utuk memelihara

peran/ikatan keluarga.

Tindakan / Intervensi Keperawatan :

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Evaluasi situasi keluarga saat ini dan

status psikososial (misalnya anak lain,

keluarga besar, sistem pendukung)

Anggota keluarga memberikan

dukungan satu sama lain.

Tinjau ulang ketakutan keluarga,

sumber koping, dan keterampilan

koping.

Anggota keluarga depresi, merasa

sangat tidak adekuat, dan mungkin

perlu meninjau apa yang telah terjadi

dan apa tujuan mereka dalam hidup.

Ajarkan diskusi perasaan dan

dengarkan isyarat verbal yang

menunjukkan perasaan kegagalan, rasa

bersalah atau marah. Diskusikan

kenormalan perasaan.

Pengungkapan perasaan dapat memicu

pengenalan terhadap penyebabnya dan

dapat digunakan untuk memastikan

dapat diterimanya perasaan ini. Orang

tua mungkin takut untuk

menggambarkan perasaan negatif yang

mereka yakini abnormal. Realisasi

bahwa perasaan berduka, rasa bersalah,

dan marah adalah normal dapat

membantu menghilangkan rasa gagal

orang tua.

Identifikasi harapan perubahan peran

yang diperlukan karena adanya

kehilangan.

Perubahan yang diantisipasi meliputi

periode disorientasi atau terpecahnya

pola kerja normal, diikuti periode

reorganisasi, dimana energi dengan

tepat disimpan dalam individu dan

aktivitas baru.

Berikan informasi dan bantu orang tua

menghadapi situasi, keseimbangan

perawatan diri dan kebutuhan berduka

Kematian anak memerlukan perubahan

orang tua yang tidak diantisipasi. Pada

kematian anak pertama, fungsi orang

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 21: 48106403-IUFD

serta tanggung jawab menjadi orang

tua.

tua yang terjadi hanya berduka. Bila

ada anak lain, orang tua dapat

mengekspresikan kekhawatiran tentang

kemampuan mereka menjadi orang tua.

Perasaan tentang kegagalan atau rasa

bersalah akhirnya dapat mengarah pada

perasaan yang tidak adekuat.

3. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada

kejadian hidup.

Hasil yang diharapkan:

Mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang tersedia.

Mengekspresikan harga diri positif.

Mendemonstrasikan adaptasi terhadap kematian bayi dan integrasi

kehilangan dalam hidup sehari-hari dengan merencanakan masa depan.

Tindakan/intervensi keperawatan:

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Tentukan persepsi diri dan pasangan

sebagai individu dan orang tua.

Evaluasi respon keluarga terhadap

kehilangan, perhatikan kesalahan yang

dibuat oleh keluarga.

Kehilangan kehamilan sering

dihubungkan dengan perasaan tidak

adekuat, tidak berdaya, dan tidak

berharga, yang secara langsung

mempengaruhi perasaan diri dan

kemungkinan menghancurkan harga

diri seseorang sebagai orang tua.

Berikan kesempatan untuk

mengungkapkan, menyalurkan emosi

dan menangis.

Pengungkapan kehilangan memberikan

kesempatan untuk penerimaan yang

diperlukan, emmbantu orang tua untuk

menyaring dengan seksama, dan

memvalidasi perasaan normal orang tua

tentang ketidakberdayaan dan

ketidakadekuatan.

Berikan penguatan positif untuk Membantu dalam koping kesedihan

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 22: 48106403-IUFD

mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan

dan masalah-masalah.

terhadap situasi. Membantu orang tua

menerima diri mereka sendiri sebagai

manusia yang berharga.

4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan

kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.

Hasil yang diharapkan:

Membedakan penyebab kematian yang dapat diantisipasi dan yang tidak

dapat diantisipasi.

Mengungkapkan pemahaman alasan dari kehilangan bila diketahui.

Mendiskusikan kemungkinan efek jangka pendek dan jangka panjang dari

kehilangan.

Intervensi/tindakan keperawatan:

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga

untuk menyerap dan memahami

informasi.

Respon emosional dapat mempengaruhi

kemampuan untuk mendengar dan

memproses informasi

Identifikasi prioritas keluarga dalam

memberikan informasi.

Keluarga mempunyai perbedaan

kebutuhan untuk informasi, tergantung

pada tahap perkembangan keluarga dan

penyebab kematian intra uteri, karena

faktor eksternal, atau karena masalah

genetik.

Identifikasi persepsi klien / pasangan

tentang kejadian, dan perbaiki

kesalahpahaman sesuai indikasi.

Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji

secara kontinyu dan informasi yang

valid diulangi.

3.5 Evaluasi

Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian

janin intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk

melakukan otopsi harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini

KIE sangat diperlukan. Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 23: 48106403-IUFD

maka evaluasi kematian janin yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan

keluarganya. Meskipun sangat jarang dapat ditawarkan penggunaan MRI yang

dapat memberikan informasi sebagai evaluasi kematian janin apabila otopsi tidak

dapat dilakukan (San, 2007).

Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur.

Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit

janin atau fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi

pertumbuhan, hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan

kromosom. Analisa kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin

kehamilan kembar khususnya dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua

atau ketiga (San, 2007).

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)

Page 24: 48106403-IUFD

DAFTAR PUSTAKA

Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC

Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang.

http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161 .Diakses

tanggal 3 April 2009 pukul 15.00 WIB

Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21st Edition). United States of

America:TheMcGraw-Hill Companies,Inc

Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC

Muhaj, Khaidir. 2009. Askep Nifas Dengan Perdarahan Post Partum.

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/05/UTAMA/hak01.htm.

Nie. 2008. Kehamilan Multiple/Kembar. http://www.gemari .or.id/file/

gemari7241. Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.05 WIB

Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Ratna Putri Sari PSIK UB (0610723022)