Upload
phunghuong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
71
5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL
TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU
Penanganan hasil tangkapan dalam usaha penangkapan ikan memegang
peran yang sangat penting, hal ini dikarenakan hasil tangkapan dalam usaha
penangkapan ikan mempunyai karakteristik yang mudah busuk dan rusak.
Penanganan terhadap hasil tangkapan akan mempengaruhi mutu hasil tangkapan
yang ditangani, dikarenakan penanganan mampu membantu mempertahankan
mutu hasil tangkapan.
Berdasarkan tinjauan pustaka sub bab 5.2 Junianto (2003) yang menyatakan
mutu hasil tangkapan sebenarnya tidak dapat ditingkatkan lagi, namun hanya
dapat dipertahankan dengan menghentikan metabolisme bakteri yang ada di dalam
tubuhnya. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan penyimpanan
dengan es untuk mengurangi degradasi atau penurunan kesegaran fisik, mencegah
penurunan mutu dan penciutan karena hasil tangkapan mengering. Hal ini sesuai
dengan pendapat Moeljanto (1982) vide Hardani (2008) yaitu semakin tinggi suhu
maka kecepatan membusuk juga semakin besar, sebaliknya bila suhu ikan selalu
dipertahankan serendah-rendahnya maka proses pembusukan bisa diperlambat.
Penanganan hasil tangkapan seharusnya dilakukan semenjak hasil tangkapan
baru saja dinaikkan ke atas kapal. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden
nelayan longline, pancing rumpon atau pancing tonda, payang, bagan, rawai layur
dan gillnet diperoleh cara penanganan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu pada saat di atas kapal (Tabel 30).
Hasil tangkapan mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda pada saat di
atas kapal, pada ikan tuna dan tuna-tuna kecil diberikan penanganan berupa
pembuangan insang dan isi perut, lalu khusus untuk tuna hasil tangkapan longline
dilakukan pembungkusan ikan dengan plastik sebelum dimasukkan ke dalam
palka. Ikan cakalang, tongkol dan layur hanya dimasukkan ke dalam styrofoam
atau blong berlapis es curah dengan urutan penyusunan es-ikan-es-ikan-es.
Penanganan yang diberikan pada ikan kecil lainnya (tembang, selar, pepetek dan
lainnya) tidak sebaik penanganan hasil tangkapan lainnya karena hasil tangkapan
ini sebagian besar ditempatkan di dalam wadah tanpa diberi es curah.
72
Tabel 30 Cara penanganan hasil tangakapan di atas kapal berdasarkan jenis ikan
di PPN Palabuhanratu tahun 2010
Jenis ikan Cara penanganan di atas kapal
1. Tuna
(Thunnus sp.) Tuna longline : insang dan isi perut dibuang, rongga kepala
dan perut diberi es curah, ikan dibungkus dengan plastik,
ditimbang, diberi label, lalu dimasukkan kedalam palka
dengan sistem pendingin (air es)
Pancing rumpon : insang dan isi perut ikan dibuang, lalu
rongga kepala dan perut diisi dengan es curah, baru
kemudian ikan dimasukkan ke dalam palka berisi es curah
2. Tuna-tuna
kecil
(Thunnus sp.)
Tuna longline : sama dengan HT tuna
Pancing rumpon : ikan dimasukkan ke dalam palka berisi
es curah (biasanya menggunakan es curah yang telah
digunakan pada penanganan tuna pada trip sebelumnya);
urutan penempatan es dan ikan : es-ikan-es-ikan-es
3. Cakalang
(Katsuwonus
pelamis)
Pancing rumpon, longline dan payang : ikan dimasukkan
ke dalam palka, blong atau styrofoam berisi es curah, ikan
dan es curah disusun di dalam palka atau styrofoam secara
berlapis dengan urutan es-ikan-es-ikan-es-ikan-es
Gillnet : ditempatkan diatas dek begitu saja atau disatukan
dengan hasil tangkapan kecil lainnya (butir 6)
4. Tongkol
(Auxis sp.) Ikan ditempatkan ke dalam blong, diberi es curah, ikan dan
es curah ditempatkan dengan urutan : es-ikan-es-ikan-es
5. Layur
(Trichiurus
savala)
Penempatan ikan dilakukan menggunakan styrofoam, di
dalam styrofoam ikan disusun berlapis dengan es curah
Terkadang jika jumlah ikan sedikit, maka ikan hanya
disatukan dan diikat menggunakan tali
6. Ikan kecil
lainnya Biasanya ikan ditempatkan ke dalam styrofoam, keranjang
bambu atau karung tanpa diberi es curah. Hanya sedikit
nelayan yang memberi hasil tangkapan mereka es curah
Adanya perbedaan penanganan yang dilakukan oleh nelayan terhadap hasil
tangkapan di atas kapal dikarenakan antara lain perbedaan jenis hasil tangkapan
dan perbedaan lama trip penangkapan ikan yang dilakukan. Umumnya armada
perikanan yang melakukan trip penangkapan ikan selama 3 hari atau lebih
menggunakan es curah dalam penanganan hasil tangkapannya di atas kapal,
sedangkan armada perikanan yang one day fishing jarang menggunakan es curah
dalam penanganan hasil tangkapannya. Armada perikanan one day fishing yang
paling banyak menggunakan es curah dalam penanganan hasil tangkapannya di
atas kapal adalah payang.
73
Perbedaan penanganan yang dilakukan nelayan terhadap hasil tangkapan di
atas juga didasarkan pada perbedaan nilai produk dan tujuan pendistribusinya.
Hasil tangkapan tuna yang dianggap oleh nelayan bernilai ekonomis lebih tinggi
dan tujuan ekspor ditangani dengan penanganan khusus yang berbeda bila
dibandingkan dengan hasil tangkapan lainnya yang memiliki nilai ekonomis lebih
rendah dari pada tuna dan hanya bertujuan lokal dan nasional.
Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tidak hanya
mengalami penanganan di atas kapal, tetapi juga akan mengalami penanganan
lainnya selama berada di PPN Palabuhanratu. Penanganan tersebut adalah
penanganan di tempat pendaratan (di dermaga), di tempat pedagang pengumpul
dan di tempat pedagang pengecer. Selain penanganan-penanganan tersebut,
seharusnya terdapat penanganan hasil tangkapan pada saat di TPI, namun hal ini
tidak terdapat di PPN Palabuhanratu. Menurut pengamatan di lapangan nelayan di
PPN Palabuhanratu tidak menjual hasil tangkapannya melalui pelelangan di TPI
PPN Palabuhanratu, sehingga menyebabkan penanganan hasil tangkapan di TPI
tidak dilakukan. Tidak adanya proses pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu juga
dikemukakan oleh Hamzah (2011).
5.1 Penanganan di Tempat Pendaratan
1) Penanganan tuna
Ikan tuna (Lampiran 3) di PPN Palabuhanratu merupakan hasil tangkapan
utama alat tangkap pancing rumpon dan tuna longline. Kedua alat tangkap
tersebut menggunakan cara yang berbeda dalam penanganan hasil tangkapan tuna
di tempat pendaratan.
a) Penanganan tuna hasil tangkapan pancing rumpon
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan wawancara diketahui bahwa
nelayan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu tidak melakukan penanganan hasil
tangkapan tuna di tempat pendaratan. Hasil tangkapan tuna setelah dikeluarkan
dari palka langsung diangkut menuju ke tempat perusahaan pengumpul tuna di
dekat dermaga II. Pengangkutan hasil tangkapan tuna tersebut dilakukan
menggunakan gerobak kayu.
74
Tidak adanya penanganan hasil tangkapan tuna yang dilakukan oleh nelayan
pancing rumpon di tempat pendaratan bertujuan untuk mengurangi pengeluaran
dan agar hasil tangkapan dapat langsung dibawa dan dijual kepada perusahaan
pengumpul tuna. Jika hasil tangkapan tuna langsung dijual kepada perusahaan
pengumpul tuna, maka nelayan akan lebih cepat mendapatkan uang hasil
penjualan hasil tangkapan tuna tersebut.
b) Penanganan tuna hasil tangkapan tuna longline
Penanganan hasil tangkapan tuna di tempat pendaratan pada alat tangkap
longline dilakukan di atas dermaga. Penanganan yang dilakukan terhadap ikan
tuna hasil tangkapan tuna longline di tempat pendaratan dilakukan oleh
perusahaan pengumpul tuna di PPN Palabuhanratu, bukan oleh nelayan.
Penanganan yang dilakukan adalah :
Penggunaan terpal sebagai alas tempat ikan tuna dan es curah agar tidak
diletakkan di atas lantai dermaga yang kotor (Gambar 8).
Gambar 8 Penggunaan terpal sebagai alas ikan pada penanganan tuna di PPN
Palabuhanratu tahun 2010.
Pemberian es ke dalam rongga kepala dan perut ikan tuna dengan cara
mengganti es sebelumnya yang terdapat di dalam rongga tersebut dengan es
curah yang baru (Gambar 9)
75
Gambar 9 Pengisian es pada rongga kepala dan perut ikan tuna di PPN
Palabuhanratu tahun 2010.
Pemberian es curah pada susunan ikan secara berlapis saat ikan diletakkan dan
disusun di dalam mobil bak tertutup sebelum didistribusikan; dengan urutan es-
tuna-es-tuna-es dan seterusnya (Gambar 10)
Gambar 10 Penyusunan ikan tuna dan es pada mobil bak tertutup tahun 2010.
Setelah penanganan selesai dilakukan dan hasil tangkapan tersebut telah
disusun berlapis es di dalam mobil bak tertutup, hasil tangkapan langsung
didistribusikan ke luar daerah (ke Muara Baru dan Muara Angke di Jakarta) untuk
selanjutnya diekspor ke luar negeri. Alat bantu yang digunakan dalam penanganan
hasil tangkapan tuna di tempat pendaratan adalah terpal, sedangkan bahan yang
digunakan dalam penanganan adalah es curah.
76
2) Penanganan tuna-tuna kecil
Ikan tuna-tuna kecil merupakan hasil tangkapan tuna yang berukuran kurang
dari 30 kg. Ikan tuna-tuna kecil di PPN Palabuhanratu merupakan hasil tangkapan
sampingan alat tangkap pancing rumpon, tuna longline dan payang. Nelayan
ketiga alat tangkap tersebut tidak melakukan penanganan terhadap tuna-tuna kecil
di tempat pendaratan. Perusahaan pengumpul tuna yang melakukan penanganan
terhadap ikan tuna hasil tangkapan tuna longline di tempat pendaratan (sub bab
5.1 butir 1), tidak melakukan penanganan hasil tangkapan tuna-tuna kecil hasil
tangkapan tuna longline di tempat pendaratan. Hasil tangkapan tuna-tuna kecil
alat tangkap pancing rumpon, tuna longline dan payang hanya dikeluarkan dari
palka atau styrofoam lalu diangkut ke tempat perusahaan pengumpul tuna di dekat
dermaga II dengan bantuan gerobak kayu.
Tidak adanya penanganan yang dilakukan nelayan ketiga alat tangkap
tersebut terhadap hasil tangkapan tuna-tuna kecilnya dikarenakan tuna-tuna kecil
tersebut harganya jauh di bawah tuna dan hanya didistribusikan dengan tujuan
lokal dan nasional. Pedagang lokal dan nasional tidak memiliki standar mutu hasil
tangkapan yang mereka terima, sedangkan importir luar negeri memiliki kriteria
mutu hasil tangkapan yang mereka terima. Hal ini membuat nelayan dan
perusahaan pengumpul lebih memperhatikan mutu hasil tangkapan yang bisa
didistribusikan dengan tujuan ekspor seperti ikan tuna dan kurang memperhatikan
hasil tangkapan dengan tujuan distribusi lokal dan nasional seperti tuna-tuna kecil.
Hal ini sesuai dengan pendapat Pane (2012) yang menyatakan bahwa harga ikan
tuna dan layur yang tinggi membuat nelayan PPN Palabuhanratu yang menangkap
ikan tuna dan layur melakukan penanganan dengan lebih baik, contohnya dengan
melakukan pengesan bagi ikan tuna dan penyimpanan di dalam kotak styrofoam
berisi es curah bagi ikan layur dan bahkan ikan layur tersebut “digendong” dengan
hati-hati sewaktu pengangkutannya saat pendaratan; yang sebelumnya tidak
pernah dilakukan.
3) Penanganan cakalang
Ikan cakalang (Lampiran 3) di PPN Palabuhanratu merupakan hasil
tangkapan alat tangkap gillnet, pancing rumpon, tuna longline dan payang di PPN
77
Palabuhanratu. Keempat alat tangkap tersebut mempunyai cara penanganan hasil
tangkapan cakalang yang berbeda di tempat pendaratan yaitu :
a) Penanganan cakalang hasil tangkapan gillnet
Ikan cakalang pada alat tangkap gillnet di tempat pendaratan tidak ditangani
oleh nelayan gillnet. Jumlah hasil tangkapan cakalang pada alat tangkap gillnet
biasanya tidak banyak dan tidak selalu didapatkan oleh nelayan pada saat operasi
penangkapan ikan. Jumlahnya yang sedikit membuat hasil tangkapan cakalang
langsung didaratkan oleh nelayan dengan diangkat menggunakan tangan untuk
dijual kepada pedagang pengumpul atau pedagang pengecer.
b) Penanganan cakalang hasil tangkapan pancing rumpon
Penanganan yang dilakukan oleh nelayan pancing rumpon terhadap hasil
tangkapan cakalang yaitu penempatan hasil tangkapan cakalang ke dalam blong di
tempat pendaratan (Gambar 11).
a.Ikan dikeluarkan dari palka b.Ikan dimasukkan ke dalam blong
Gambar 11 Penanganan ikan cakalang hasil tangkapan pancing rumpon di PPN
Palabuhanratu tahun 2010.
Penempatan seperti di atas bertujuan agar hasil tangkapan tidak diletakkan di
lantai dek atau dermaga yang kotor dan tidak diletakkan di atas gerobak tanpa alas
pada saat pengangkutan hasil tangkapan ke tempat pengumpul. Penanganan
seperti di atas menyebabkan tidak ada bahan (es, garam atau air laut) yang
digunakan dalam penanganan ikan cakalang hasil tangkapan pancing rumpon di
tempat pendaratan.
78
c) Penanganan cakalang hasil tangkapan tuna longline
Ikan cakalang hasil tangkapan tuna longline tidak ditangani oleh nelayan di
tempat pendaratan. Sesaat setelah didaratkan, ikan cakalang langsung diangkut
menggunakan gerobak kayu ke tempat pedagang pengumpul di pasar belakang
TPI. Sama halnya dengan hasil tangkapan tuna-tuna kecilnya, tidak adanya
penanganan terhadap hasil tangkapan cakalang dikarenakan harga jual cakalang
berada di bawah harga tuna dan hanya didistribusikan lokal atau ke daerah lain di
luar PPN Palabuhanratu.
d) Penanganan cakalang hasil tangkapan payang
Di tempat pendaratan, ikan cakalang hasil tangkapan payang yang disimpan
di dalam blong langsung didaratkan oleh nelayan tanpa dikeluarkan dari blong dan
tanpa ditangani telebih dahulu. Blong-blong yang berisi ikan cakalang setelah
sampai di atas dermaga langsung diangkut ke tempat pedagang pengumpul di
pasar belakang TPI menggunakan bantuan gerobak kayu. Tidak adanya
penanganan yang dilakukan di tempat pendaratan menurut nelayan payang karena
jarak antara tempat pendaratan (dermaga pendaratan di depan TPI) ke tempat
pedagang pengumpul (pasar belakang TPI) sangat dekat. Nelayan payang juga
berpendapat kalau ada atau tidaknya penanganan yang dilakukan di tempat
pendaratan tidak merubah harga ikan saat dijual kepada pedagang pengumpul,
selain itu tidak adanya penanganan juga dapat mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan oleh nelayan.
4) Penanganan tongkol
Ikan tongkol (Lampiran 3) di PPN Palabuhanratu merupakan hasil
tangkapan dua jenis alat tangkap yang terdapat di PPN Palabuhanratu yaitu alat
tangkap payang dan pancing rumpon. Penanganan hasil tangkapan tongkol pada
kedua alat tangkap tersebut sedikit berbeda. Berikut ini adalah penanganan hasil
tangkapan tongkol pada masing-masing alat tangkap di atas :
a) Penanganan tongkol hasil tangkapan payang
Alat tangkap payang merupakan alat tangkap one day fishing, yang
berangkat melaut pada pagi hari dan mendaratkan hasil tangkapannya pada sore
79
sampai malam hari. Trip penangkapan yang demikian menyebabkan sebagian
besar kapal payang di PPN Palabuhanratu tidak memiliki palka, sehingga nelayan
paying menggunakan blong sebagai wadah hasil tangkapan utamanya. Kalaupun
di kapal payang tersebut tersedia palka, palka tersebut hanya digunakan sebagai
tempat meletakkan blong yang berisi hasil tangkapan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pane (2008) yang menyatakan bahwa payang sering menggunakan
blong, yang berfungsi sebagai pengganti palka karena payang tidak memiliki
palka. Blong juga digunakan pada saat pendaratan dan penjualan ikan di TPI.
Nelayan payang tidak melakukan penanganan terhadap hasil tangkapan
tongkol yang didaratkan. Hal ini karena nelayan payang tidak mempedulikan
penanganan di tempat pendaratan, menurut mereka jarak dari tempat pendaratan
(dermaga pendaratan di depan TPI) ke tempat pedagang pengumpul (pasar
belakang TPI) sangat dekat dan adanya penanganan tidak merubah harga ikan
pada saat dijual kepada pedagang pengumpul, terutama pada saat musim ikan.
Blong-blong yang berisi hasil tangkapan tongkol langsung didaratkan dan
diangkut menuju ke tempat pedagang pengumpul dengan bantuan gerobak kayu.
b) Penanganan tongkol hasil tangkapan pancing rumpon
Sistem penanganan yang dilakukan nelayan pancing rumpon terhadap hasil
tangkapan tongkolnya di tempat pendaratan adalah penempatan hasil tangkapan
ke dalam wadah baru. Hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan ditempatkan
ke dalam blong milik pengumpul. Penempatan hasil tangkapan tersebut bertujuan
agar hasil tangkapan tidak diletakkan di lantai dek atau dermaga yang kotor dan
tidak diletakkan di atas gerobak tanpa alas pada saat pengangkutan hasil
tangkapan ke tempat pengumpul.
5) Penanganan layur
Ikan layur (Lampiran 3) ditangkap menggunakan alat tangkap pancing atau
rawai yang melakukan operasi penangkapan ikan dengan sistem one day fishing.
Hal ini membuat hasil tangkapan secara umum hanya disimpan di dalam
styrofoam atau disatukan dan diikat menggunakan tali. Penjelasan ini sesuai
dengan Pane (2008), yang menyatakan nelayan rawai layur menggunakan
80
styrofoam sejak penangkapan, pendaratan sampai pemasaran hasil tangkapan
sebagai wadah. Menurut pengamatan di lapangan diketahui bahwa pada saat
pendaratan styrofoam yang berisi ikan layur atau hasil tangkapan layur yang
disatukan dalam bentuk ikatan langsung diangkat ke atas dermaga oleh nelayan
menggunakan tangan untuk langsung dijual kepada pengumpul tanpa ditangani
terlebih dahulu.
Menurut nelayan yang menangkap layur, tidak adanya penanganan karena
penanganan memerlukan biaya dan mereka merasa berat dengan biaya tersebut.
Selain itu menurut nelayan hasil tangkapan layur tersebut langsung di tangani
setelah sampai di tangan pedagang pengumpul atau pedagang pengecer, sehingga
mereka tidak perlu melakukan penanganan dan hanya perlu secepatnya menjual
hasil tangkapan layur tersebut kepada pedagang pengumpul atau pedagang
pengecer.
6) Penanganan ikan kecil lainnya (tembang, layang, selar dan lainnya)
Ikan tembang, layang, kuwe, kakap, selar, kembung, udang rebon, cumi dan
ikan kecil lainnya merupakan hasil tangkapan gillnet, rampus, bagan dan alat
tangkap tradisional lainnya. Umumnya alat tangkap tersebut tidak menggunakan
es dalam penanganan hasil tangkapannya dan hasil tangkapan hanya dimasukkan
kedalam keranjang bambu, styrofoam atau karung.
Nelayan tidak melakukan penanganan terhadap ikan-ikan tersebut di tempat
pendaratan. Nelayan menyatakan bahwa mereka tidak melakukan penanganan
terhadap hasil tangkapan di tempat pendaratan karena ada atau tidaknya
penanganan hasil tangkapan di tempat pendaratan harga jual hasil tangkapan
tersebut sama saja. Jadi pada saat pendaratan wadah-wadah yang berisi hasil
tangkapan dibawa langsung oleh nelayan memakai tangan tanpa bantuan apapun
ke atas dermaga. Sesampai di atas dermaga, hasil tangkapan tersebut langsung
dijual kepada pedagang pengecer, pedagang pengumpul (yang sebagian besar
adalah pemilik coldstorage pribadi) atau pengolah yang telah menunggu mereka
di atas dermaga.
Berdasarkan pembahasan dari sub bab 5.1 ini dapat disimpulkan bahwa
penanganan hasil tangkapan di tempat pendaratan secara keseluruhan belum
81
dilakukan. Penanganan hanya dilakukan terhadap ikan tuna hasil tangkapan tuna
longline, cakalang hasil tangkapan pancing rumpon dan tongkol hasil tangkapan
pancing rumpon. Penanganan yang dilakukan terhadap tuna hasil tangkapan tuna
longline adalah pemberian es curah, sedangkan penanganan terhadap cakalang
dan tongkol hasil tangkapan pancing rumpon adalah penempatan hasil tangkapan
ke dalam wadah.
Tidak adanya penanganan beberapa hasil tangkapan di tempat pendaratan
dikarenakan menurut pendapat nelayan yang menangkap hasil tangkapan tersebut
ada atau tidaknya penanganan di tempat pendaratan tidak mempengaruhi harga
jual hasil tangkapan tersebut, jarak pengangkutan yang dekat, harga jual hasil
tangkapan tersebut yang tidak tinggi dan dengan tidak adanya penanganan dapat
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan. Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa tidak adanya penanganan hasil tangkapan di tempat
pendaratan disebabkan kurangnya kesadaran nelayan untuk mempertahankan
mutu hasil tangkapannya.
5.2 Penanganan di Tempat Pedagang atau Perusahaan Pengumpul
Pedagang pengumpul yang dimaksud adalah pedagang yang mengumpulkan
jenis ikan tertentu dari banyak nelayan untuk didistribusikan kembali namun tidak
memiliki badan hukum. Perusahaan pengumpul yang dimaksud adalah pedagang
yang mengumpulkan ikan tertentu dari banyak nelayan atau dari banyak pedagang
pengumpul untuk didistribusikan dan memiliki badan hukum. Perusahaan dapat
berupa perusahaan terbatas (PT) atau CV.
1) Penanganan tuna
Hasil tangkapan tuna yang sampai ke tempat perusahaan pengumpul tuna di
PPN Palabuhanratu umumnya adalah ikan tuna hasil tangkapan alat tangkap
pancing rumpon. Hal ini dikarenakan tuna hasil tangkapan alat tangkap tuna
longline ditangani oleh perusahaan pengumpul tuna di tempat pendaratan seperti
yang telah dikemukakan pada sub bab 5.1 butir 1b. Ikan tuna hasil tangkapan alat
tangkap tuna longline tersebut setelah ditangani langsung dimasukkan ke mobil
bak tertutup untuk diangkut (didistribusikan) menuju Muara Baru dan Muara
Angke di Jakarta sebelum diekspor ke luar negeri.
82
Penanganan yang dilakukan terhadap tuna hasil tangkapan pancing rumpon
oleh perusahaan pengumpul tuna adalah penggantian es curah pada rongga kepala
dan perut ikan, grading (pengelompokan ikan berdasarkan ukuran dan mutu) dan
pemakaian terpal. Penggantian es curah dilakukan dengan mengeluarkan es dari
rongga kepala dan perut ikan tuna yang kemudian diisi kembali dengan es curah
yang baru dengan tujuan mempertahankan suhu dan mutu hasil tangkapan.
Grading dilakukan berdasarkan ukuran dan mutu hasil tangkapan. Hasil
tangkapan yang mutunya memenuhi syarat ekspor (ukuran minimal 30 kg; mata
cerah dan jernih; daging merah cemerlang; daging padat dan elastis; tidak berbau)
langsung dimasukkan oleh perusahaan pengumpul tuna ke dalam mobil bak
tertutup untuk diangkut menuju Jakarta, sementara hasil tangkapan yang mutunya
tidak memenuhi syarat ekspor dimasukkan ke dalam coldstorage menunggu
jumlah yang cukup untuk didistribusikan dengan tujuan daerah lain di luar PPN
Palabuhanratu.
Pemakaian terpal sebagai alas pada saat penanganan bertujuan agar ikan
tuna dan es curah tidak bersentuhan langsung dengan lantai yang kotor dan
banyak bakteri yang dapat mempercepat kemunduran mutu ikan. Berdasarkan
keterangan di atas diketahui bahwa alat bantu dan bahan yang digunakan oleh
perusahaan pengumpul tuna dalam penanganan hasil tangkapan tuna tersebut
adalah coldstorage, terpal dan es curah.
2) Penanganan tuna-tuna kecil
Penanganan yang dilakukan terhadap hasil tangkapan tuna-tuna kecil oleh
perusahaan pengumpul tuna adalah penggantian es pada rongga kepala dan perut
untuk hasil tangkapan tuna longline, sedangkan untuk hasil tangkapan pancing
rumpon insang dan isi perut dibuang dan diganti dengan es curah yang bertujuan
untuk mempertahankan suhu dan mutu hasil tangkapan. Kemudian hasil
tangkapan dimasukkan ke dalam coldstorage menunggu jumlah yang cukup untuk
didistribusikan dengan tujuan lokal atau daerah lain di luar PPN Palabuhanratu.
Alat yang digunakan oleh perusahaan pengumpul ikan tuna dalam penanganan
tuna-tuna kecil berdasarkan uraian di atas adalah coldstorage dan bahan yang
digunakan dalam penanganan tersebut adalah es curah.
83
3) Penanganan cakalang
Hasil tangkapan cakalang di pedagang pengumpul pribadi berasal dari
nelayan gillnet, longline, payang dan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu.
Hasil tangkapan tersebut kemudian mendapatkan penanganan dari pedagang
pengumpul sebagai berikut :
(1) Ikan cakalang ditempatkan sementara di dalam kotak plastik dengan diberi es
dan air laut. Ikan dan es disusun berlapis dengan urutan es-ikan-es-ikan-es
sampai kotak plastik penuh, lalu diberi air laut yang diambil dari kolam
pelabuhan. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan mutu ikan cakalang
dalam menunggu ikan cakalang hasil tangkapan kapal lainnya
(2) Setelah dirasa tidak ada lagi hasil tangkapan cakalang yang akan didaratkan,
ikan cakalang ditempatkan ulang ke dalam blong (rata-rata 95 kg ikan per
blong) dengan susunan es-ikan-es-ikan-es tanpa diberi air laut.
(3) Blong dinaikkan ke atas mobil pick up (1 mobil dapat memuat 18 blong)
untuk didistribusikan ke Muara baru, Pasar baru dan Muara Angke. Mobil
pick up tersebut ditutupi dengan terpal untuk menjaga blong berisi ikan
cakalang dari sinar matahari langsung.
Dilihat dari penjelasan di atas diketahui bahwa alat bantu yang digunakan
oleh pedagang pengumpul dalam penanganan hasil tangkapan cakalang adalah
kotak plastik, blong dan terpal untuk menutupi mobil pick up. Sementara bahan
yang digunakan yaitu es bongkahan yang berasal dari es balok yang dipecah kecil-
kecil dan air laut yang diambil dari kolam pelabuhan.
4) Penanganan tongkol
Ikan tongkol yang dibeli oleh pedagang pengumpul akan mengalami
penanganan setelah gerobak yang mengangkut blong-blong yang berisi hasil
tangkapan tongkol sampai di tempat pedagang pengumpul. Penanganan yang
dilakukan oleh pedagang pengumpul terhadap hasil tangkapan tongkol adalah
sebagai berikut :
(1) Ikan tongkol ditempatkan sementara di dalam kotak plastik bersama es curah
dan air laut (Gambar 12). Penyusunan ikan dan es di dalam kotak plastik
adalah secara berlapis dengan susunan es-ikan-es-ikan-es sampai kotak plastik
84
tersebut penuh. Tahap berikutnya adalah pemberian air laut yang diambil dari
kolam pelabuhan ke dalam kotak plastik. Penempatan ikan, es curah dan air
laut di dalam kotak plastik dilakukan untuk mempertahankan mutu hasil
tangkapan tongkol dalam menunggu hasil tangkapan tongkol kapal lainnya.
a.Pemberian es b.Pemberian air laut
Gambar 12 Penempatan sementara ikan tongkol oleh pedagang pengumpul di
PPN Palabuhanratu tahun 2010.
(2) Setelah dirasa ikan tongkol cukup atau tidak ada lagi hasil tangkapan tongkol
yang akan didaratkan, ikan tongkol ditempatkan ulang ke dalam blong dengan
susunan es-ikan-es-ikan-es dan seterusnya tanpa diberi air laut.
Setelah semua hasil tangkapan tongkol selesai ditempatkan ulang ke dalam
blong, maka blong yang berisi hasil tangkapan tongkol dinaikkan ke atas mobil
pick up untuk didistribusikan ke Muara baru, Pasar baru dan Muara angke. Mobil
pick up tersebut ditutupi dengan terpal untuk menjaga blong berisi hasil tangkapan
dari sinar matahari. Alat bantu yang digunakan adalah kotak plastik, blong dan
terpal, sementara bahan yang digunakan yaitu es bongkahan yang berasal dari es
balok yang telah dipecah kecil dan air laut yang diambil dari kolam pelabuhan.
5) Penanganan layur
Pedagang pengumpul hasil tangkapan layur di PPN Palabuhanratu ada dua
jenis yaitu pedagang pengumpul dan perusahaan pengumpul layur yaitu PT Agro
Global Bisnis (AGB). Walaupun terdapat dua jenis pengumpul di PPN
Palabuhanratu, tidak menyebabkan adanya persaingan diantara kedua pengumpul
tersebut. Hal tersebut dikarenakan pedagang pengumpul bertugas mengumpulkan
85
hasil tangkapan layur dari nelayan, dimana hasil tangkapan layur grade A dan B
(sesuai dengan standar PT ABG) yang dikumpulkannya dijual kepada PT AGB.
Sementara hasil tangkapan layur yang tidak masuk kriteria kedua grade tersebut
dijual oleh pedagang pengumpul kepada pengecer lokal maupun di daerah lain di
luar PPN Palabuhanratu.
a) Pedagang pengumpul
Penanganan hasil tangkapan layur yang dilakukan di tempat pedagang
pengumpul layur adalah grading berdasarkan ukuran dan mutu layur, penempatan
layur ke dalam wadah dan pemberian es curah. Grading dilakukan untuk
memisahkan hasil tangkapan layur yang memenuhi syarat dari PT AGB dengan
yang tidak memenuhi syarat dari PT AGB. Hasil tangkapan layur dengan mutu
dan ukuran yang sama dimasukkan ke dalam styrofoam yang sama lalu berisi es
curah dengan tujuan mempertahankan mutu hasil tangkapan layur.
b) PT Agro Global Bisnis
Perusahaan Agro Global Bisnis merupakan perusahaan perseorangan yang
menjual jasa pengumpulan, penanganan dan pendistribusian ikan layur ke luar
negeri (ekspor). Negara tujuan ekspor PT AGB adalah negara Korea Selatan,
karena pemilik PT AGB adalah orang Korea Selatan yang menanamkan
investasinya di Indonesia sehingga melihat, memahami dan menguasai potensi
pemasaran ikan layur di Korea Selatan.
Pasokan ikan layur didapatkan oleh PT AGB dari seluruh pedagang
pengumpul di PPN Palabuhanratu. Setiap pedagang pengumpul biasanya telah
mengetahui persyaratan ukuran (minimal 30 cm), suhu (kurang dari 5ºC ) dan
kualitas ikan (tidak boleh lecet dan tidak boleh pecah perut) yang ditetapkan oleh
PT AGB. Pedagang pengumpul pribadi dapat menjual ikan layur setiap hari
kepada PT AGB mulai dari pukul 11.00 sampai dengan pukul 14.00. Pada saat
ikan layur sampai di PT AGB, ikan layur akan diuji kelayakannya melalui
pengujian ukuran dan suhu ikan serta pengecekan kualitas ikan. Setelah semua
pengujian dilakukan baru kemudian dapat dipastikan ikan layur tersebut diterima
atau tidak oleh PT AGB.
86
Ikan layur yang diterima oleh PT AGB dimasukkan ke bagian penanganan
untuk ditangani dengan urutan tahapan seperti pada Gambar 13 berikut ini :
Gambar 13 Tahapan penanganan ikan layur di PT AGB tahun 2010.
Perusahaan Agro Global Bisnis sangat memperhatikan kualitas ikan layur
yang didistribusikannya, maka setiap pekerja diharuskan memakai sepatu bot,
sarung tangan, celemek dan mencuci tangan sebelum bekerja. Alat bantu yang
digunakan dalam penanganan ikan layur oleh PT AGB adalah keranjang,
timbangan, kotak baja ringan, freezer, coldstorage, kotak kardus dan mobil bak
tertutup. Bahan yang digunakan yaitu air dingin dengan suhu dibawah 5ºC.
Grading menurut ukuran dan mutu, ikan layur dengan ukuran dan mutu yang
sama dimasukkan ke dalam keranjang plastik yang sama
Pencucian ikan layur dengan air bersuhu rendah
Ikan layur disusun ke dalam kotak baja ringan lalu diberi label berisi
keterangan ukuran, berat dan mutu
Kotak baja ringan yang berisi ikan layur dimasukkan ke dalam freezer lebih
kurang 24 jam
Setelah 24 jam ikan layur dikeluarkan, lalu dicuci kembali dengan air bersuhu
rendah untuk membersihkan darah yang masih tertinggal
Ikan layur disusun kedalam kotak kardus, lalu diberi label berisi keterangan
ukuran, berat dan mutu
Kotak kardus yang berisi ikan layur dimasukkan ke dalam coldstorage milik
perusahaan lebih kurang 24 jam atau sampai jumlahnya mencukupi 1 mobil box
Kotak kardus dipindahkan dari dalam coldstorage ke mobil bak tertutup yang
memiliki pengatur suhu, untuk dibawa ke Jakarta dengan tujuan ekspor
87
6) Penanganan ikan kecil lainnya (tembang, layang, selar dan lainnya)
Pengumpul hasil tangakapan ikan kecil lain tidak mengumpulkan hasil
tangkapan berdasarkan jenis hasil tangkapannya. Pedagang pengumpul lebih
kepada pemilik coldstorage pribadi yang mengumpulkan hampir semua jenis hasil
tangkapan ikan kecil. Sebagian besar hasil tangkapan yang sudah dikumpulkan
tersebut tidak dicuci tetapi langsung dimasukkan ke dalam coldstorage, yang
kemudian dijual kembali di sekitar TPI pada pagi hari kepada pemindang ikan,
produsen ikan asin dan produsen terasi tanpa ada penanganan sebelum penjualan
dilakukan. Kurangnya penanganan membuat hasil tangkapan yang dijual tidak
lagi segar, mutunya menurun dan banyak ikan yang rusak dan tidak utuh.
Hanya sebagian kecil hasil tangkapan yang ditangani untuk didistribusikan
dalam bentuk segar. Jenis hasil tangkapan kecil yang umum ditangani adalah
tembang. Hasil tangkapan tersebut ditangani dengan cara di masukkan ke dalam
styrofoam dan diberi es balok yang sudah dipecah kecil-kecil, kemudian
styrofoam tersebut dinaikkan ke atas mobil bak terbuka untuk didistribusikan.
Sub bab 5.2 secara keseluruhan memberikan informasi bahwa penanganan
hasil tangkapan di tempat pedagang pengumpul telah dilakukan. Penanganan yang
dilakukan pedagang pengumpul bervariasi yang terdiri dari pencucian ikan,
pemberian es, penggunaan air laut, penempatan ke dalam wadah, penggunaan
pelindung berupa atap atau alas dan penyimpanan hasil tangkapan ke dalam
coldstorage atau freezer.
5.3 Penanganan di Tempat Pedagang Pengecer
1) Penanganan tuna
Hasil tangkapan tuna biasanya tidak dipasarkan kepada pedagang pengecer
lokal, karena sangat kurangnya permintaan dan harganya yang cukup mahal bagi
pedagang pengecer. Adapun hasil tangkapan tuna yang dipasarkan oleh pengecer
lokal adalah tuna-tuna kecil, yang akan dibahas pada sub sub bab di bawah ini.
2) Penanganan tuna-tuna kecil
Pada saat ikan tuna-tuna kecil berada di tempat pedagang pengecer terdapat
beberapa cara penanganan yang dilakukan oleh pedagang pengecer terhadap hasil
tangkapan tuna-tuna kecil tersebut yaitu :
88
(1) Ikan tuna-tuna kecil diletakkan di atas meja yang beralaskan daun pisang atau
terpal dan dilindungi oleh atap terpal. Ikan tuna-tuna kecil ini beberapa kali
disiram dengan air laut yang diambil dari kolam pelabuhan agar ikan tuna-tuna
kecil tetap terlihat segar
(2) Ikan tuna-tuna kecil yang tidak habis terjual pada hari itu akan disimpan di
dalam kotak plastik atau styrofoam dan diberi es, agar mutunya tetap terjaga
sampai dijual keesokan harinya.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa alat bantu yang digunakan
oleh pedagang pengecer dalam penanganan tuna-tuna kecil adalah kotak plastik
atau styrofoam, meja kayu dan daun pisang. Bahan yang digunakan untuk
penanganan ikan adalah es dan air laut. Es yang digunakan adalah es yang berasal
dari es balok yang telah dipecah kecil-kecil. Air laut yang dipakai berasal dari
kolam pelabuhan.
3) Penanganan cakalang
Penanganan yang dilakukan terhadap hasil tangkapan cakalang di tempat
pedagang pengecer terdiri dari beberapa cara. Cara-cara penanganan hasil
tangkapan cakalang tersebut adalah :
1. Sebagian besar ikan cakalang ditempatkan di atas meja yang beralaskan daun
pisang atau terpal, ikan tersebut disiram dengan air laut dalam selang waktu
tertentu. Meja tempat meletakkan ikan cakalang dilindungi dengan atap terpal
untuk melindungi ikan cakalang dari cahaya matahari langsung.
2. Ikan cakalang juga ditempatkan di dalam kotak plastik atau styrofoam. Ikan
cakalang tersebut ada yang diberi air laut dan es, ada yang hanya diberi air laut,
serta ada yang tidak diberi air laut maupun es
3. Jika sampai malam hari ikan cakalang tidak habis terjual, maka sisanya akan
disimpan di dalam kotak plastik dan diberi es
Kotak plastik, styrofoam atau meja kayu adalah alat penanganan yang
berfungsi sebagai tempat meletakkan hasil tangkapan cakalang, sedangkan terpal
dan daun pisang merupakan alat penanganan yang berfungsi sebagai alas hasil
tangkapan. Es dan air laut yang digunakan dalam penanganan merupakan bahan
yang berfungsi menjaga mutu hasil tangkapan cakalang. Es yang digunakan dalam
89
penanganan adalah es balok yang telah dipecah kecil-kecil dan air laut yang
digunakan diambil dari kolam pelabuhan.
4) Penanganan tongkol
Tidak semua hasil tangkapan tongkol dijual ke luar daerah oleh pedagang
pengumpul, sebagian kecil dijual kepada pedagang pengecer di PPN
Palabuhanratu. Pedagang pengecer tongkol di PPN Palabuhanratu melakukan
penanganan yang beragam terhadap hasil tangkapan tongkol yaitu :
(1) Sebagian besar ikan tongkol disusun di atas meja yang beralaskan daun
pisang/terpal. Meja dilindungi oleh atap terpal dan ikan tongkol yang disusun
di atasnya disiram dengan air dalam selang waktu tertentu
(2) Terdapat juga ikan tongkol yang ditempatkan di dalam kotak plastik atau
styrofoam. Ikan tersebut sebagian besar diberi air laut dan es, namun ada yang
hanya diberi air laut saja (Gambar 14)
Gambar 14 Penyimpanan ikan tongkol di dalam kotak plastik atau styrofoam oleh
pedagang pengecer di PPN Palabuhanratu tahun 2010.
(3) Jika ikan tongkol tidak habis terjual, maka sisanya akan disimpan di dalam
kotak plastik dan diberi es untuk menjaga mutunya
Alat bantu yang digunakan oleh pedagang pengecer dalam penanganan hasil
tangkapan tongkol berdasarkan penjelasan di atas adalah kotak plastik, styrofoam
atau meja kayu sebagai wadah hasil tangkapan dan terpal atau daun pisang
sebagai alas hasil tangkapan. Bahan yang digunakan dalam penanganan ini adalah
es bongkahan yang berasal dari es balok yang telah dipecah kecil-kecil dan air laut
yang berasal dari kolam pelabuhan.
90
5) Penanganan layur
Hasil tangkapan layur yang ditangani dan dijual oleh pedagang pengecer
lokal adalah hasil tangkapan layur yang tidak diterima oleh PT AGB. Hal tersebut
menyebabkan hasil tangkapan layur yang ditangani dan dijual oleh pedagang
pengecer tersebut bukanlah hasil tangkapan layur dengan kualitas terbaik. Maka
sebaiknya penanganan hasil tangkapan layur tersebut sangat diperhatikan agar
kualitasnya tidak cepat turun dan sampai di tangan konsumen dengan kualitas
yang masih baik.
Cara penanganan yang dilakukan terhadap hasil tangkapan layur pada saat
di pedagang pengecer PPN Palabuhanratu adalah :
1. Biasanya ikan layur diletakkan dan disusun di atas meja yang beralaskan terpal
(Gambar 15 butir 1) atau daun pisang (Gambar 15 butir 2). Meja tersebut
dilindungi oleh atap terpal agar tidak terkena cahaya matahari langsung.
Beberapa kali ikan layur disiram dengan air yang diambil dari kolam
pelabuhan, dengan tujuan agar ikan terlihat segar.
1. di atas meja beralas terpal 2. di atas meja beralas daun pisang
Gambar 15 Penempatan ikan layur diatas meja oleh pedagang pengecer di PPN
Palabuhanratu tahun 2010.
2. Ada sebagian ikan layur yang diletakkan di atas keranjang kecil yang terbut
dari anyaman bambu (Gambar 16), namun pada saat dijual ikan layur tersebut
dibawa berkeliling pasar ikan tanpa penutup sehingga terkena cahaya matahari
langsung
91
Gambar 16 Penempatan layur di atas keranjang oleh pedagang pengecer di PPN
Palabuhanratu tahun 2010
3. Ikan layur yang tidak habis terjual sampai malam hari akan disimpan di dalam
kotak plastik dan diberi es agar mutunya tetap terjaga
Bahasan di atas menginformasikan bahwa alat yang digunakan pedagang
pengecer dalam penanganan hasil tangkapan layur adalah kotak plastik,
styrofoam, meja kayu, keranjang dan daun pisang. Bahan yang digunakan dalam
penanganan hasil tangkapan layur menurut bahasan tersebut adalah es bongkahan
yang berasal dari es balok yang telah dipecah kecil-kecil dan air laut yang berasal
dari kolam pelabuhan di PPN Palabuhanratu.
6) Penanganan ikan kecil lainnya (tembang, layang, selar dan lainnya)
Hasil tangakapan tembang, layang, selar, cumi dan ikan kecil lainnya pada
saat dibeli oleh pedagang pengecer dari nelayan dalam keadaan ditumpuk di
dalam keranjang, styrofoam atau karung. Hanya sebagian kecil hasil tangkapan
yang dibeli oleh pedagang pengecer yang sudah diberi es. Pada saat hasil
tangkapan ikan-ikan kecil berada di pedagang pengecer hasil tangkapan tersebut
mengalami penanganan sebagai berikut :
Ikan-ikan kecil diletakkan di atas meja kayu beralaskan daun pisang atau
terpal. Ikan-ikan kecil tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis dan ukuran.
Ikan-ikan tersebut beberapa kali disiram oleh pedagang pengecer menggunakan
air laut yang diambil dari kolam pelabuhan agar ikan kelihatan segar
Ikan-ikan kecil ditempatkan di dalam keranjang kecil
92
Ikan-ikan kecil diletakan di dalam styrofoam. Selama penjualam ikan diberi
dan direndam air laut yang berasal dari kolam pelabuhan dan sedikit es agar
hasil tangkapan tetap segar (Gambar 17)
Gambar 17 Penempatan ikan-ikan kecil di dalam styrofoam oleh pedagang
pengecer di PPN Palabuhanratu tahun 2010.
Jika ikan tidak habis terjual akan disimpan di dalam styrofoam dan diberi es
Secara keseluruhan pembahasan pada sub bab 5.3 dapat disimpulkan bahwa
penanganan hasil tangkapan di tempat pedagang pengecer sudah dilakukan.
Penanganan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah pemberian es,
penggunaan air laut, penempatan atau penyimpanan di dalam wadah dan
penempatan di atas meja beralas terpal atau daun pisang.
5.4 Masalah dalam Penanganan Hasil Tangkapan
Masalah penanganan yang paling penting di PPN Palabuhanratu adalah
pemakaian air kolam pelabuhan dalam penanganan hasil tangkapan baik di tingkat
pedagang pengumpul maupun di tingkat pedagang pengecer (Gambar 18).
Pedaganag pengumpul ikan cakalang, tongkol dan ikan kecil lainnya memakai air
dari kolam pelabuhan dalam proses penanganan dan penyimpanan hasil
tangkapan. Begitu juga dengan pedagang pengecer yang terdapat di pasar ikan di
sekitar PPN Palabuhanratu.
93
Gambar 18 Pengambil air dari kolam pelabuhan oleh pedagang pengumpul atau
pengecer di PPN Palabuhanratu tahun 2010.
Pedagang pengumpul dan pengecer yang menggunakan air kolam pelabuhan
dalam penanganan hasil tangkapan disebabkan tidak perlu mengeluarkan biaya
dalam penggunaannya. Menurut Mahyuddin (2007) nelayan cenderung
menggunakan air laut untuk membersihkan ikan karena mudah diperoleh di depan
dermaga dan ketersediaan air tawar di TPI belum cukup memadai. Padahal pada
tahun 2004 dilakukan penyediaan pompa air laut guna memperoleh air laut yang
bersih, namun kesulitan dalam pemeliharaannya karena alat pompanya mudah
korosi akibat air laut.
Air kolam pelabuhan yang digunakan tersebut tidak bersih karena di dalam
kolam pelabuhan PPN Palabuhanratu banyak terdapat sampah, kotoran dan
minyak. Adanya material lain di dalam air dapat membuat air yang digunakan
tidak bersih dan diduga mengandung bakteri yang dapat mempercepat
pemunduran mutu ikan. Penggunaan air kolam pelabuhan yang kotor akan
mempengaruhi mutu ikan sesuai dengan Lubis, et al.,2005 dan Pane, et al.,2007.
Ilyas (1983) vide Hardani (2008) menyatakan bahwa tidak ada seekor ikan pun
baik berukuran kecil maupun besar boleh bersentuhan dengan air kolam
pelabuhan, bakteri atau lainnya kecuali hanya dengan wadah pengangkut ikan.
Masalah lainnya adalah penempatan ikan di dalam wadah sampai terlalu
padat, penggunaan air laut yang merendam ikan, tidak adanya pengawasan dari
pihak pengelola PPN Palabuhanratu dan kurangnya kepedulian serta pengetahuan
nelayan mengenai pentingnya penanganan hasil tangkapan.
94
Penempatan atau penyimpanan ikan di dalam wadah sampai terlalu penuh
dapat menyebabkan ikan bagian bawah tertekan oleh ikan-ikan yang berada di
bagian atasnya sehingga badannya rusak dan mutunya menurun. Penggunaan air
laut yang merendam ikan dan diberi sedikit es bertujuan agar ikan tetap segar,
namun hal ini dapat menyebabkan mutu ikan tersebut menurun. Hal tersebut
dikarenakan air akan masuk ke dalam daging ikan yang dapat membuat daging
ikan lembek (merusak konsistensi ikan) sehingga ikan mudah rusak atau hancur.
Masalah penanganan hasil tangkapan yang cukup penting juga di PPN
Palabuhanratuadalah kurangnya fasilitas dan pelayanan yang menunjang kegiatan
penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu.
Berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas di PPN Palabuhanratu yang terdapat pada
Tabel 18 diketahui bahwa fasilitas terkait penanganan dan pendistribusian hasil
tangkapan yang terdapat di PPN Palabuhanratu adalah dermaga, instalasi air
bersih, TPI, pasar ikan dan Laboratorium Bina Mutu, Fasilitas tersebut kurang
atau tidak dimanfaatkan oleh nelayan. Selain itu terdapat fasilitas yang berperan
penting dalam penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan namun tidak
terdapat di PPN Palabuhanratu yaitu pabrik es.
Tidak adanya pengawasan terhadap penanganan hasil tangkapan dari pihak
pengelola PPN Palabuhanratu mengakibatkan nelayan tidak melakukan
penanganan hasil tangkapan dengan baik. Hal ini juga mengakibatkan pengelola
PPN Palabuhanratu kurang mengetahui kondisi aktual penanganan hasil
tangkapan di lapangan, sehingga tidak dapat mengambil kebijakan yang baik
terhadap pengadaan atau perbaikan fasilitas pelayanan terkait penanganan dan
pendistribusian hasil tangkapan dan pemilihan penyuluhan dan pelatihan yang
sesuai bagi nelayan. Adanya penyuluhan atau pelatihan diharapkan bisa
meningkatkan pengetahuan nelayan yang kurang. Adanya peningkatan
pengetahuan nelayan terhadap penanganan hasil tangkapan diharapkan dapat
meningkatkan kepedulian nelayan terhadap pentingnya penanganan hasil
tangkapan, sehingga masalah-masalah penanganan di atas dapat dikurangi atau
dihilangkan.
95
5.5 Mutu Hasil Tangkapan Didaratkan
5.5.1 Kelembagaan terkait mutu hasil tangkapan
1) Laboratorium Bina Mutu di PPN Palabuhanratu
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Laboratorium Bina Mutu
(LBM) dan pihak pengelola PPN Palabuhanratu diketahui bahwa laboratorium ini
merupakan tempat pengujian sampel hasil tangkapan yang didaratkan di PPN
Palabuharatu. Laboratorium Bina Mutu berdiri pada tahun 2004, namun mulai
beroperasi pada tahun 2006.
Tugas dari LBM menurut Peraturan Tingkat I Propinsi Jawa Barat nomor 11
tahun 1991 ayat 1 tentang pengujian dan pembinaan mutu hasil perikanan (Perda
Jawa Barat) adalah :
a) Menginventarisasi semua unit pengolahan/pengawetan dan pelaku tata niaga
hasil perikanan di daerah;
b) Mencatat dan menguji secara organoleptik dan atau laboratoris mutu produk akhir
hasil perikanan yang diproduksi dan atau diperdagangkan di daerah dan atau
melintasi daerah dan diekspor;
c) Melakukan pembinaan terhadap unit pengolahan/pengawetan dan pelaku tata
niaga hasil perikanan dalam hal penanganan, pengolahan, pengepakaan dan
penyimpanan hasil perikanan;
d) Melakukan pembinaan terhadap laboratorium penguji mutu hasil perikanan milik
swasta;
e) Melakukan pengujian terhadap bahan baku, bahan pembantu serta produk akhir
hasil perikanan.
Selanjutnya masih dalam peraturan yang sama ayat 2 menyatakan bahwa
berdasarkan hasil pengujian maka LBM mengeluarkan sertifikat mutu dan surat
keterangan mutu. Sertifikat mutu adalah surat yang menyatakan bahwa produk akhir
hasil perikanan yang akan diekspor, berdasarkan laporan hasil pengujian adalah telah
sesuai dengan standar mutu. Surat keterangan mutu adalah surat yang menerangkan
bahwa produk akhir hasil perikanan yang dipasarkan pada pasar domestik,
berdasarkan hasil pengujian laboratorium adalah layak dikonsumsi manusia.
Kondisi aktual di lapangan menyatakan bahwa tugas butir b dan c telah
dilakukan oleh LBM di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan laporan LBM PPN
Palabuhanratu diketahui bahwa LBM telah melakukan pengujian formalin (Tabel
96
30), organoleptik (Tabel 34) dan angka lempeng total (Tabel 35). Pada saat
penelitian dilakukan, LBM sedang melakukan pembinaan kepada nelayan di aula
milik LBM dan berdasarkan hasil wawancara dengan petugas laboratorium maupun
nelayan diketahui bahwa kegiatan pembinaan sudah beberapa kali dilakukan oleh
LBM terkait hasil tangkapan.
Menurut hasil wawancara dengan pengelola PPN Palabuhanratu dan petugas
LBM PPN Palabuhanratu, Laboratorium Bina Mutu PPN Palabuhanratu juga
melakukan pengujian suhu terhadap hasil tangkapan. Pengujian suhu dan
organoleptik terhadap hasil tangkapan dilakukan langsung pada saat inspeksi di
lapangan, sedangkan pengujian lainnya dilakukan di laboratorium dengan sampel
yang diambil dari lapangan.
Pada tahun 2008 pengujian yang dilakukan terhadap sampel tersebut adalah
uji formalin. Pengujian angka lempeng total (ALT) merupakan pengujian jumlah
koloni mikroba yang terdapat pada 1 gram sampel ikan. Pengujian ALT dilakukan
pada tahun 2009, sedangkan pengujian histamin dilakukan pada tahun 2011
terhadap hasil tangkapan tuna, tuna-tuna kecil, cakalang dan setuhuk.
Alat pengujian ALT yang dimiliki oleh LBM PPN Palabuhanratu adalah alat
penghitung koloni (Colony Counter) seperti pada Gambar 19, sedangkan alat
pengujian histamin adalah Reader Stat Fax 450 nm seperti pada Gambar 20.
Gambar 19 Alat penghitung koloni (Colony Counter) untuk pengujian ALT di
Laboratorium Bina Mutu PPN Palabuhanratu tahun 2010.
97
Gambar 20 Alat Reader Stat Fax 450 nm untuk pengujian histamin di
Laboratorium Bina Mutu PPN Palabuhanratu tahun 2010.
Petugas LBM menyatakan bahwa pengujian formalin yang dilakukan oleh
LBM PPN Palabuhanratu mencakup pengujian formalin terhadap ikan segar dan
terhadap produk olahan. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah pada ikan segar atau produk olahan tersebut terkandung formalin.
Formalin adalah zat kimia yang berfungsi mengawetkan ikan segar dan produk
olahan agar tidak cepat membusuk, namun zat ini berbahaya bagi kesehatan
manusia sebagai konsumen ikan segar dan produk olahan tersebut. Berikut ini
adalah hasil pengujian formalin ikan segar dan produk olahan yang dilakukan oleh
LBM PPN Palabuhanratu tahun 2008-2009.
Tabel 31 Hasil uji formalin terhadap ikan segar dan produk olahan Laboratorium
Bina Mutu PPN Palabuhanratu tahun 2008-2009
Tahun uji
Hasil uji formalin terhadap
ikan segar (ekor)
Hasil uji formalin terhadap
produk olahan (ekor)
Jumlah
sampel
Negatif
(-)
Positif
(+)
Jumlah
sampel
Negatif
(-)
Positif
(+)
2008 501 501 - 289 285 4
2009 63 63 - 65 59 6 Sumber: LBM PPN Palabuhanratu 2010 (diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 31 di atas diketahui bahwa jumlah sampel yang diambil
pada tahun 2009 menurun jika dibandingkan tahun 2008. Jumlah sampel yang
positif mengandung formalin pada tahun 2008 adalah sebanyak 1,38% dari sampel
yang diambil, sedangkan pada tahun 2009 sampel produk olahan yang positif
mengandung formalin berjumlah 10,17% dari sampel yang diambil.
80
98
Tabel 32 Hasil uji formalin berdasarkan jenis ikan segar di Laboratorium Bina
Mutu PPN Palabuhanratu tahun 2009
Jenis ikan JS
(ekor) (-) (+) Bulan uji
I. Penjual ikan pasar tradisional
1. Eteman (Mene maculata) 1 1 - Mei
2. Kakap (Lutjanus sp.) 3 3 - Januari, Mei, Oktober
3. Kembung (Rastrelliger sp.) 1 1 - Januari
4. Kurisi (Nemitarus
nematopharus) 1 1 - Oktober
5. Lemcam (Lethrinus lentjam) 1 1 - Oktober
6. Layur (Trichiurus savala) 2 2 - Januari, Oktober
7. Marlin/Jangilus (Makaira
indica) 2 2 - Januari, Mei
8. Sarden/selayang (Sardinella
longiceps) 1 1 - Januari
9. Swangi/Camaul
(Priacanthus sp.) 2 2 - Mei, Oktober
10. Tongkol (Auxis sp.) 2 2 - Januari, Mei
11. Tuna (Thunnus sp.) 1 1 - Januari
II. TPI
1. Cumi-cumi (Loligo edulis) 1 1 - Februari
2. Kakap 2 2 - Februari, Juni
3. Kembung 1 1 - Juni
4. Kerong-kerong (Terapan sp.) 1 1 - Agustus
5. Kuwe (Caranx melampygus) 1 1 - Agustus
6. Layang (Decapterus sp.) 2 2 - Februari, Agustus
7. Layur 2 2 - Februari, Agustus
8. Marlin/Jangilus 1 1 - Juni
9. Swangi/Camaul 1 1 - Juni
10. Tetengkek/Selar
(Megalaspis cordyla) 1 1 - Agustus
11. Tongkol 2 2 - Juni, Agustus
12. Tuna 1 1 - Februari
III. Pasar ikan PPN Palabuhanratu
1. Baronang (Siganus sp.) 1 1 - Maret
2. Bawal (Formio niger) 1 1 - Desember
3. Cumi-cumi 1 1 - Maret
4. Eteman 1 1 - November
5. Kakap 2 2 - Juli, Desember
6. Kerapu (Epinephelus sp.) 1 1 - Maret
7. Kuwe 2 2 - Juli, Desember
8. Layang 1 1 - Maret
99
Lanjutan Tabel 32
Jenis ikan JS
(ekor) (-) (+) Bulan uji
9. Layur 3 3 - Juli, November,
Desember
7. Marlin/Jangilus 1 1 - November
8. Sarden/selayang 1 1 - Juli
9. Swangi/Camaul 1 1 - November
10. Tongkol 2 2 - Maret, November
11. Tuna 2 2 - Juli, Desember
V. Penjual ikan dermaga 2
1. Eteman 1 1 - April
2. Kakap 1 1 - September
3. Kembung 1 1 - April
4. Kuwe 1 1 - September
5. Layur 2 2 - April, September
6. Sarden/selayang 1 1 - April
7. Semar/serepet (Lampis
guttatis) 1 1 - September
8. Tongkol 1 1 - September
9. Tuna 1 1 - April
Jumlah sampel (ekor) 63 63 - Keterangan : JS = jumlah sampel; (-) = negatif atau tidak mengandung formalin; (+) = positif atau
mengandung formalin
Sumber: LBM PPN Palabuhanratu 2010 (diolah kembali)
Pengujian formalin terhadap ikan segar yang dilakukan LBM PPN
Palabuhanratu pada Tabel 32 meliputi ikan-ikan yang terdapat pada penjual ikan
di pasar tradisional, TPI, pasar ikan PPN Palabuhanratu dan penjual ikan dermaga
dua. Total sampel yang diuji oleh LBM tahun 2009 berjumlah 63 ekor ikan, yaitu
jenis bawal, bronang, camaul, cumi-cumi, eteman, kakap, kembung, kerong-
kerong, kurisi, kuwe, layang, layur, marlin, selayang, semar, selar/tetengkek,
tongkol dan tuna. Hasil pengujian menunjukkan bahwa 63 sampel negatif, yang
artinya tidak mengandung formalin. Tidak terdapat sampel yang hasil ujinya
positif, yang artinya tidak terdapat sampel yang mengandung formalin (LBM PPN
Palabuhanratu, 2010).
Pengujian formalin terhadap produk olahan yang dilakukan LBM PPN
Palabuhanratu berdasar Tabel 33 meliputi ikan-ikan yang terdapat di pasar
tradisional Palabuhanratu dan pasar ikan PPN Palabuhanratu. Jenis produk olahan
80
100
yang mendapat pengujian formalin adalah jambal, teri asin, pari asin, cumi asin,
layur asin, dendeng ikan, sepat asin, japuh asin, swangi asin, cucut asin, peda asin,
bakso, eteman asin, marlin asin, terasi, tembang asin, ikan pindang, kapasan asin
dan teri rebus (cue) (LBM PPN Palabuhanratu, 2010).
Tabel 33 Hasil uji formalin berdasar jenis produk olahan di Laboratorium Bina
Mutu PPN Palabuhanratu tahun 2009
Jenis produk olahan Sampel (ekor) Negatif (-) Positif (+)
I. Pasar tradisonal Palabuhanratu
1. Jambal 4 4 -
2. Teri asin 7 6 1
3. Pari asin 4 4 -
4. Cumi asin 3 3 -
5. Layur asin 2 2 -
6. Dendeng ikan 2 2 -
7. Sepat asin*) 1 1 -
8. Japuh asin 2 2 -
9. Swangi asin 1 1 -
10. Cucut asin 2 2 -
11.Peda asin 3 3 -
12.Bakso 3 3 -
13. Eteman asin 2 2 -
14.Marlin asin 1 1 -
II. Pasar ikan di PPN Palabuhanratu
1. Jambal 3 3 -
2. Teri asin 5 0 5
3. Peda asin 1 1 -
4. Cumi asin 4 4 -
5. Terasi 1 1 -
6. Tembang asin 4 4 -
7. Ikan pindang 2 2 -
8. Kapasan asin 2 2 -
9. Dendeng ikan 2 2 -
10. Teri rebus (Cue) 1 1 -
11. Layur asin 1 1 -
12. Cucut asin 1 1 -
13. Eteman asin 1 1 -
Jumlah sampel (ekor) 65 59 6
Keterangan : *) = ikan olahan air tawar
Sumber: LBM PPN Palabuhanratu 2010 (diolah kembali)
101
Selanjutnya LBM PPN Palabuhanratu menyatakan bahwa dari jumlah total
sampel produk olahan yang diuji oleh LBM tahun 2009 berjumlah 65 produk
olahan didapatkan bahwa 59 sampel negatif yang artinya tidak mengandung
formalin dan 6 sampel positif yang artinya terdapat 6 sampel produk olahan yang
mengandung formalin. Sampel produk olahan yang positif mengadung formalin
adalah teri asin yang berasal dari pasar tradisional Kecamatan Palabuhanratu dan
dari pasar ikan di PPN Palabuhanratu.
Kekurangan dari pengujian formalin terhadap ikan segar dan terhadap
produk olahan adalah setiap hasil tangkapan atau produk olahan tidak diuji setiap
bulan dalam satu tahun. Pengujian terbanyak yang dilakukan untuk satu jenis ikan
segar atau produk olahan adalah tiga kali dalan satu tahun. Hal ini membuat
pengujian yang dilakukan tidak merata karena ada ikan atau produk yang diuji 3
kali dalam setahun dan ada pula yang hanya sekali dalam setahun. Selain itu
sampel yang diambil hanya 1 ekor ikan segar atau produk untuk setiap jenisnya.
Pengujian organoleptik ikan segar yang dilakukan oleh LBM di PPN
Palabuhanratu meliputi beberapa tempat yaitu penjual ikan pasar tradisional, TPI,
pasar ikan PPN Palabuhanratu dan penjual ikan dermaga 2. Jenis hasil tangkapan
ikan segar dari semua tempat tersebut yang mendapat pengujian formalin adalah
ikan bawal, bronang, camaul, cumi-cumi, eteman, kakap, kembung, kerapu,
kerong-kerong, kuwe, layang, layur, marlin, selayang, serepet, tetengkek, tongkol
dan tuna (LBM PPN Palabuhanratu, 2010).
Selanjutnya LBM PPN Palabuhanratu memberikan informasi bahwa total
sampel ikan segar yang diuji organoleptik oleh petugas LBM tahun 2009
berjumlah 63 ekor (Tabel 34). Hasil pengujian organoleptik tersebut menunjukkan
bahwa nilai skala organoleptik sampel ikan segar tersebut berada diantara 6
sampai dengan 9. Hal ini berarti ikan segar di keempat tempat tersebut masih bisa
untuk dikonsumsi; dikarenakan sesuai dengan Deptan (1984) di Indonesia ikan
dengan nilai skala organoleptik 9 sampai 6 masih layak untuk dikonsumsi oleh
konsumen. Pengujian ini seperti halnya pengujian formalin hanya dilakukan
terhadap 1 sampel ikan segar dan tidak dilakukan setiap bulan dalam satu tahun,
sehingga kurang mewakili populasi ikan segar yang dijual di keempat hasil
tangkapan tersebut.
102
Tabel 34 Hasil uji organoleptik ikan segar di Laboratorium Bina Mutu
PPN Palabuhanratu tahun 2009
Jenis ikan segar Sampel
(ekor)
Hasil uji
organoleptik
skala 1-9
Bulan uji
I. Penjual ikan pasar tradisional
1. Eteman (Mene maculata) 1 7 Mei
2. Kakap (Lutjanus sp.) 2 8 dan 7 Januari, Oktober
3. Kembung (Rastrelliger sp.) 1 7 Januari
4. Kurisi (Nemitarus
nematopharus) 1 8 Oktober
5. Lemcam (Lethrinus lentjam) 1 7 Oktober
6. Layur (Trichiurus savala) 3 7, 6 dan 7 Januari, Mei,
Oktober
7. Marlin/Jangilus (Makaira
indica) 2 7 dan 7 Januari,Mei
8. Sarden/selayang (Sardinella
longiceps) 1 7 Januari
9. Swangi/Camaul
(Priacanthus sp.) 2 6 dan 7 Mei, Oktober
10. Tongkol (Auxis sp.) 2 6 dan 7 Januari, Mei
11. Tuna (Thunnus sp.) 1 8 Januari
II. TPI
1. Cumi-cumi (Loligo edulis) 1 8 Februari
2. Kakap 2 7 dan 6 Februari, Juni
3. Kembung 1 6 Juni
4. Kerong-kerong (Terapan sp.) 1 8 Agustus
5. Kuwe (Caranx
melampygus) 1 7 Agustus
6. Layang (Decapterus sp.) 2 8 dan 7 Februari, Agustus
7. Layur 2 6 dan 8 Februari, Agustus
8.Marlin 1 7 Juni
9. Swangi 1 7 Juni
10. Tetengkek/ Selar
(Megalaspis cordyla) 1 7 Agustus
11.Tongkol 2 7 dan 7 Juni, Agustus
12.Tuna 1 7 Februari
III. Pasar ikan PPN Palabuhanratu
1. Baronang (Siganus sp.) 1 6 Maret
2. Bawal (Formio niger) 1 8 Desember
3. Cumi-cumi 1 7 Maret
4. Eteman 1 7 November
5. Kakap 2 7 dan 7 Juli, Desember
103
Lanjutan Tabel 34
Jenis ikan segar Sampel
(ekor)
Hasil uji
organoleptik
skala 1-9
Bulan uji
6. Kerapu (Epinephelus sp.) 1 8 Maret
7. Kuwe 2 7 dan 8 Juli, Desember
8. Layang 1 7 Maret
9. Layur 3 6, 8 dan 8 Juli, November,
Desember
10. Marlin/Jangilus 1 7 November
11. Sarden/selayang 1 7 Juli
12. Swangi/Camaul 1 6 November
13. Tongkol 2 7 dan 7 Maret, November
14. Tuna 2 7 dan 6 Juli, Desember
IV. Penjual ikan Dermaga 2
1. Eteman 1 7 April
2. Kakap 1 7 September
3. Kembung 1 8 April
4. Kuwe 1 8 September
5. Layur 2 7 dan 8 April, September
6. Sarden/selayang 1 8 April
7. Semar/serepet
(Lampis guttatis) 1 7 September
8. Tongkol 1 7 September
9. Tuna 1 7 April
Total sampel (ekor) 63
Sumber: LBM PPN Palabuhanratu 2010 (diolah kembali)
Pengujian ALT yang dilakukan oleh LBM PPN Palabuhanratu tahun 2009
berdasarkan tabel 35 meliputi :
a) Pengujian terhadap ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terdiri
dari ikan tongkol, tuna, kuwe, kembung, layur, kakap, selayang, eteman,
swangi dan marlin
b) Pengujian ikan olahan yang terdapat pada penjual ikan di pasar tradisional
yaitu terhadap teri asin, cumi asin, sepat asin, peda asin, japuh asin, gabus asin
dan bakso ikan
c) Pengujian terhadap ikan segar di pasar ikan PPN Palabuhanratu dengan jenis
yang diuji adalah ikan kakap, layur, bawal dan kuwe
104
Tabel 35 Hasil uji angka lempeng total di Laboratorium Bina Mutu
PPN Palabuhanratu tahun 2009
Jenis ikan segar/produk
lahan
Sampel
(ekor)
Nilai ALT
(koloni/gr) Bulan uji
I. TPI
1. Tongkol segar 2 2,6x103 dan 9,4x10
2 Oktober, November
2. Tuna segar 1 4,2x104 Oktober
3. Kuwe segar 1 4,6x103 Oktober
4. Kembung segar 1 2,2x103
Oktober
5. Layur segar 2 3,7x102 dan 1,0x10
3 Oktober, November
6. Kakap segar 1 1,2x103 Oktober
7. Sarden segar 1 2,1x103
Oktober
8. Eteman segar 1 1,9x103
November
9. Swangi segar 1 1,0x103 November
10. Marlin segar 1 1,5x103 November
II. Penjual ikan pasar tradisional
1. Teri asin 1 5,8x104 Oktober
2. Cumi asin 1 1,4x103 Oktober
3. Sepat asin*)
1 1,8x103 Oktober
4. Japuh asin 1 2,4x103 Oktober
5. Gabus asin 1 2,8x103 Oktober
6. Bakso 1 2,8x103 November
III. Pasar ikan PPN Palabuhanratu
1. Kakap segar 1 3,1x104 Desember
2. Tuna segar 1 3,2x103 Desember
3. Layur segar 1 1,2x104 Desember
4. Bawal segar 1 1,9x104 Desember
5. Kuwe segar 1 2,4x103 Desember
Jumlah Sampel 24
Layak Konsumsi 24
Tidak Layak Konsumsi 0
Keterangan : *) = ikan olahan air tawar
Sumber: LBM PPN Palabuhanratu 2010 (diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 35 juga diketahui bahwa pada sampel ikan segar di
penjual ikan pasar tradisional nilai ALT berkisar antara 3,7x102
koloni/gr sampai
dengan 4,2x104
koloni/gr, artinya jumlah mikroorganisme aerob maupun anaerob
yang terkadung di dalam sampel tersebut berjumlah antara 3,7x102
koloni/gr
sampai dengan 4,2x104
koloni/gr. Hasil uji ALT pada sampel ikan segar di pasar
ikan PPN Palabuhanratu berkisar antara 2,4x103 koloni/gr sampai 3,1x10
4
105
koloni/gr, yang berarti pada sampel ikan segar tersebut terkandung
mikroorganisme aerob dan anaerob 2,4x103 koloni/gr sampai 3,1x10
4 koloni/gr.
Ikan olahan yang dijual oleh penjual ikan pasar tradisional memiliki hasil uji ALT
sebesar 1,4x103 koloni/gr sampai 5,8x10
4 koloni/gr, yang artinya jumlah
mikoorganisme aerob dan anaerob yang terkadung dalam sampel produk olahan
tersebut berkisar antara 1,4x103 koloni/gr sampai 5,8x10
4 koloni/gr.
Menurut DKP Provinsi Riau (2011) yang didasarkan pada SNI 01-2729.1-
2006, batas dan standar maksimal nilai ALT pada produk perikanan adalah 5 x
105
koloni/gram. Berdasarkan ketentuan tersebut dan dibandingkan dengan hasil
pengujian ALT oleh LBM PPN Palabuhanratu (Tabel 36) diketahui bahwa hasil
pengujiannya tidak melebihi batas maksimal dari SNI 01-2729.1-2006 sehingga
ikan-ikan tersebut layak untuk dikonsumsi.
2) Pengawasan mutu harian hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan di
PPN Palabuhanratu
Menurut Pane (2012) pengawasan mutu harian adalah pengecekan mutu
hasil tangkapan yang dilelang atau dipasarkan di suatu TPI pelabuhan perikanan
atau pangkalan pendaratan ikan yang dilakukan oleh petugas khusus pada setiap
hari dan pelelangan hasil tangkapan. Pengecekan harian ini sangat penting
dilakukan agar mutu hasil tangkapan yang beredar dan berasal dari suatu
pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan tidak mengandung zat-zat
yang membahayakan konsumen (seperti formalin), mutunya terjamin aman dan
baik dikonsumsi konsumen.
Pengawasan mutu harian hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan di
PPN Palabuhanratu belum dilakukan. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam
Pane (2010) yang menyatakan bahwa organisasi pengontrolan mutu ikan di PPN
Palabuhanratu masih lemah, belum terdapat petugas berwenang yang mengontrol
mutu hasil tangkapan yang didaratkan dan dijual setiap hari.
Seharusnya pengawasan mutu harian ini menjadi salah satu hal penting
diperhatikan oleh PPN Palabuhanratu. Pengawasan mutu harian ini seharusnya
dilakukan oleh petugas pengawas perikanan yang terdapat di PPN Palabuhanratu.
Pada saat ini pengawas perikanan PPN Palabuhanratu hanya mencatat jumlah
106
hasil tangkapan didaratkan, jenis hasil tangkapan dan kebutuhan melaut kapal
perikanan.
5.5.2 Pengujian organoleptik
Pengujian organoleptik sebagaimana telah dikemukakan di dalam sub bab
3.3 dilakukan peneliti terhadap empat jenis hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu
yaitu ikan layur, tongkol, tuna-tuna kecil dan cakalang. Pengujian dilakukan di
tempat pendaratan dan di tempat pedagang pengecer. Sehingga pengujian
organoleptik yang dilakukan oleh peneliti adalah terhadap 75 ekor ikan layur di
tempat pendaratan, 75 ekor ikan layur di tempat pedagang pengecer, 75 ekor ikan
tongkol di tempat pendaratan, 75 ekor ikan tongkol di tempat pedagang pengecer,
75 ekor ikan cakalang di tempat pendaratan, 75 ekor ikan cakalang di tempat
pedagang pengecer, 75 ekor ikan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan dan 75 ekor
ikan tuna-tuna kecil di tempat pedagang pengecer atau jumlah seluruhnya 600
ekor. Bagian tubuh ikan yang menjadi objek pengujian organoleptik adalah mata,
insang dan konsistensi.
Berikut ini (Tabel 36) adalah data hasil pengujian organoleptik yang
dilakukan terhadap sampel hasil tangkapan layur, tongkol, tuna-tuna kecil dan
cakalang :
Tabel 36 Hasil pengujian organoleptik terhadap sampel hasil tangkapan di
PPN Palabuhanratu tahun 2010
Tempat
pengujian
Jenis
sampel
M I Ko Rata-rata
K R K R K R K R
A
L 7 - 8 7,79 7 - 8 7,81 7 – 8 7,93 7,00 - 8,00 7,84
T 9 9,00 9 9,00 9 9,00 9,00 9,00
Tk 7 -9 7,51 7 -9 7,77 7 -9 7,97 7,00 - 9,00 7,75
C 8 - 9 8,77 8 - 9 8,73 8 – 9 8,91 8,00 - 9,00 8,80
B
L 6 - 8 7,29 6 - 8 7,24 6 – 8 7,49 6,00 - 8,00 7,34
T 7 - 9 7,99 7 - 9 7,95 7 – 9 8,16 7,00 - 9,00 8,03
Tk 6 - 9 6,95 6 - 9 7,20 6 – 9 7,27 6,00 - 8,67 7,14
C 7 -9 8,16 7 -9 8,20 8 – 9 8,08 7,67 - 9,00 8,15
Keterangan : A = di tempat pendaratan; B = di tempat pedagang pengecer; K = kisaran; R = rata-
rata; M = mata; I = insang; Ko = konsistensi; L = layur; T = tongkol; Tk = tuna-tuna
kecil; dan C = cakalang;
107
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa nilai skala organoleptik hasil
tangkapan di tempat pendaratan berkisar antara 7 sampai dengan 9, sedangkan
nilai skala organoleptik hasil tangkapan di tempat pedagang pengecer berkisar
antara 6 sampai dengan 9. Jika nilai skala organoleptik rata-rata mata, insang dan
konsistensi keempat sampel hasil tangkapan di tempat pendaratan dibandingkan
didapatkan mutu hasil tangkapan dari yang paling bagus yaitu tongkol, cakalang,
layur dan tuna-tuna kecil.
Hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan rata-rata memiliki nilai skala
organoleptik 9, hal ini dikarenakan hasil tangkapan tongkol merupakan produksi
alat tangkap dengan trip penangkapan one day fishing. Nilai skala organoleptik
tuna-tuna kecil memiliki nilai skala organoleptik paling rendah di tempat
pendaratan dikarenakan di tangkap oleh alat tangkap yang umumnya melakukan
trip selama 7 hari, sehingga hasil tangkapan sudah agak lama tersimpan di dalam
palka berisi es curah.
Hasil perbandingan nilai skala organoleptik rata-rata ketiganya (mata, insang
dan konsistensi) keempat sampel hasil tangkapan di tempat pedagang pengumpul
menghasilkan jenis hasil tangkapan dengan urutan mutu dari yang paling bagus
yaitu cakalang, tongkol, layur dan tuna-tuna kecil. Jika dibandingkan mutu hasil
tangkapan di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengumpul diketahui
bahwa nilai skala organoleptik rata-rata keempat hasil tangkapan tersebut
mengalami penurunan. Hal ini memiliki arti terjadi penurunan mutu hasil
tangkapan antara tempat pendaratan dengan tempat pedagang pengecer.
Hasil pengujian nilai skala organoleptik di atas dianalisis dengan
menggunakan analisis statistika non parametrik karena data hasil uji organoleptik
merupakan data skala, selain itu berdasarkan pengujian normalitas (normal test)
dan tranformasi hasil pengujian tidak memenuhi kaedah kurva normal.
Peneliti melakukan tiga bagian analisis statistika terhadap hasil uji
organoleptik hasil tangkapan di lapangan yaitu :
1) analisis perbandingan hasil uji organoleptik keseluruhan hasil tangkapan di
tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer
2) analisis perbandingan hasil uji organoleptik berdasarkan tempat (di tempat
pendaratan dan di tempat pedagang pengecer) dalam jenis hasil tangkapan
108
3) analisis perbandingan hasil uji organoleptik antar jenis hasil tangkapan.
Hasil analisis statistika nilai skala organoleptik hasil tangkapan layur,
tongkol, tuna-tuna kecil dan cakalang, baik di tempat pendaratan maupun di
tempat pedagang pengecer terdapat pada poin 1 sampai dengan 3 di bawah ini :
1) Perbandingan hasil uji organoleptik keseluruhan hasil tangkapan di
tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer
Analisis perbandingan hasil uji organoleptik keseluruhan hasil tangkapan di
tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer (Lampiran 16) memakai
hipotesis sebagai berikut :
H0 = Hasil pengujian organoleptik hasil tangkapan di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer tidak berbeda nyata
H1 = Hasil pengujian organoleptik hasil tangkapan di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer berbeda nyata
Hasil pengujian statistika perbandingan hasil uji organoleptik keseluruhan
hasil tangkapan di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer
terdapat pada Tabel 37 di bawah ini :
Tabel 37 Analisis statistika (Mann-Whitney test) perbandingan hasil uji
organoleptik terhadap hasil tangkapan di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer PPN Palabuhanratu tahun 2010
Kategori Mean rank *) Asymp sig **) Hasil analisis
1.Mata A 366,42
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 234,58
2.Insang A 367,98
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 233,02
3.Konsistensi A 380,21
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 220,79
4.Rata-rata A 375,60
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 225,41
Keterangan : *) mean rank = rata-rata peringkat nilai oragnoleptik; **) asymp sig = taraf
signifikansi; A = di tempat pendaratan; dan B = di tempat pedagang pengecer
Berdasarkan hasil uji statistika nilai skala organoleptik mata, insang,
konsistensi, dan rata-rata ketiganya didapatkan bahwa asymp sig keempat kategori
109
tersebut berada dibawah 0,05. Sesuai dengan penjelasan pada sub bab 3.3, nilai
asymp sig tersebut memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan nilai skala
organoleptik yang nyata di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang
pengecer. Hal itu mengartikan bahwa terdapat perbedaan mutu hasil tangkapan
yang nyata di kedua tempat tersebut.
Secara keseluruhan mean rank hasil tangkapan di tempat pendaratan lebih
tinggi dibandingkan dengan mean rank hasil tangkapan di tempat pedagang
pengecer, yang artinya nilai skala organoleptik hasil tangkapan di tempat
pendaratan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai skala organoleptik di tempat
pedagang pengecer. Hal tersebut dapat juga diartikan mutu hasil tangkapan di
tempat pendaratan jauh lebih bagus dari pada di tempat pedagang pengecer.
Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai asymp sig dan mean rank seperti
dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa penanganan hasil tangkapan yang
dilakukan terhadap keseluruhan jenis hasil tangkapan yang diuji (layur, tongkol,
tuna-tuna kecil dan cakalang) belum mampu mempertahankan mutu hasil
tangkapan dengan baik, sehingga perlu diadakan evaluasi dan perbaikan terhadap
cara penanganan tersebut.
2) Perbandingan hasil uji organoleptik berdasarkan tempat (di tempat
pendaratan dan pedagang pengecer) dalam jenis hasil tangkapan
a) Layur
Hipotesis yang digunakan dalam analisis perbandingan nilai skala
organoleptik hasil tangkapan layur di tempat pendaratan dengan di tempat
pedagang pengecer (Lampiran 12) adalah :
H0 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan layur di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer tidak berbeda nyata
H1 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan layur di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer berbeda nyata
Berikut ini (Tabel 38) adalah hasil analisis perbandingan nilai skala
organoleptik hasil tangkapan layur di tempat pendaratan dengan di tempat
pedagang pengecer menggunakan analisis statistika Mann-Whitney test :
110
Tabel 38 Analisis statistika (Mann-Whitney test) hasil uji organoleptik pada hasil
tangkapan layur di PPN Palabuhanratu tahun 2010
Kategori Mean rank *) Asymp sig **) Hasil analisis
1.Mata A 92,43
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 58,57
2.Insang A 93,64
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 57,36
3.Konsistensi A 91,07
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 59,93
4.Rata-rata A 95,75
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 55,25
Keterangan : *) mean rank = rata-rata peringkat nilai skala organoleptik; **) asymp sig = taraf
signifikansi; A = di tempat pendaratan; dan B = di tempat pedagang pengecer
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa hasil analisis terhadap hasil uji
organoleptik mata, insang, konsistensi dan rata-rata ketiganya memiliki nilai
asymp sig yang kurang dari 0,05. Arti dari nilai asymp sig tersebut adalah terdapat
perbedaan nilai skala organoleptik hasil tangkapan layur yang nyata di tempat
pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer. Perbedaan nilai skala
organoleptik yang nyata mengartikan bahwa terdapat perbedaan mutu hasil
tangkapan layur yang nyata diantara kedua tempat tersebut.
Masih menurut Tabel di atas diketahui nilai mean rank hasil tangkapan layur
di tempat pendaratan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mean rank hasil
tangkapan layur di tempat pedagang pengecer. Arti dari nilai mean rank tersebut
adalah nilai skala organoleptik hasil tangkapan layur di tempat pendaratan lebih
tinggi dibandingkan di tempat pedagang pengecer atau dapat juga berarti mutu
hasil tangkapan layur di tempat pendaratan lebih bagus dibandingkan di tempat
pedagang pengecer.
Nilai asymp sig dan mean rank hasil analisis di atas memberikan informasi
bahwa penanganan yang dilakukan terhadap hasil tangkapan layur belum bisa
mempertahankan mutu hasil tangkapan layur dengan baik. Melihat dari cara
penanganan yang selama ini dilakukan terhadap hasil tangkapan layur (sub bab
5.1 sampai 5.3 pada butir 5) terdapat beberapa kekurangan pada penanganan
tersebut yang bisa diperbaiki dan ditingkatkan yaitu :
- Tetap memberikan es terhadap hasil tangkapan layur pada saat di atas kapal
dan di tempat pendaratan walaupun jumlahnya sedikit
111
- Menghilangkan pemakaian air laut yang berasal dari kolam pelabuhan dalam
penanganan hasil tangkapan layur. Hal ini bisa menjadi masukan bagi
pengelola PPN Palabuhanratu untuk menyediakan pasokan air laut yang bersih,
lancar, dan murah untuk digunakan dalam penanganan hasil tangkapan di PPN
Palabuhanratu
- Mengurangi atau menghilangkan penempatan hasil tangkapan layur di dalam
keranjang kecil tanpa penutup sehingga terkena cahaya matahari langsung
b) Tongkol
Pada analisis perbandingan nilai skala organoleptik hasil tangkapan tongkol
di tempat pendaratan dengan nilai skala organoleptik hasil tangkapan tongkol di
tempat pedagang pengecer (Lampiran 13) digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer tidak berbeda nyata
H1 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan dan di
tempat pedagang pengecer berbeda nyata
Asumsi di atas digunakan untuk menganalisis hasil perbandingan nilai skala
organoleptik hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan dengan di tempat
pedagang pengecer dengan hasil seperti yang terdapat pada Tabel 39 berikut ini :
Tabel 39 Analisis statistika (Mann-Whitney test) hasil uji organoleptik pada hasil
tangkapan tongkol di PPN Palabuhanratu tahun 2010
Kategori Mean rank *) Asymp sig **) Hasil analisis
1.Mata A 107,00
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 44,00
2.Insang A 105,50
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 45,50
3.Konsistensi A 101,50
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 49,50
4.Rata-rata A 108,00
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 43,00
Keterangan : *) mean rank = rata-rata peringkat nilai skala organoleptik; **) asymp sig = taraf
signifikansi; A = di tempat pendaratan; dan B = di tempat pedagang pengecer
112
Analisis statistika terhadap nilai skala organoleptik mata, insang,
konsistensi dan rata-rata ketiganya pada Tabel 39 menghasilkan asymp sig
keempat kategori tersebut kecil dari 0,05. Nilai asymp sig tersebut memberikan
pengertian bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara nilai skala organoleptik
hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang
pengecer atau dapat juga diartikan terdapat perbedaan mutu hasil tangkapan
tongkol diantara kedua tempat tersebut.
Berdasarkan hasil analisis Tabel 39 di atas juga didapatkan nilai mean rank
hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan yang lebih tinggi daripada di tempat
pedagang pengecer. Hal tersebut berarti nilai skala organoleptik hasil tangkapan
tongkol di tempat pendaratan lebih tinggi daripada di tempat pedagang pengecer
dan bisa diartikan bahwa mutu hasil tangkapan tongkol di tempat pendaratan lebih
bagus daripada mutu hasil tangkapan tongkol di tempat pedagang pengecer.
Hasil analisis di atas menyatakan bahwa penanganan hasil tangkapan
tongkol yang dilakukan selama ini (sub bab 5.1 sampai 5.3 butir 4) belum bisa
menjaga mutu hasil tangkapan tongkol dengan baik. Beberapa perbaikan terhadap
penanganan hasil tangkapan tongkol yang dapat dilakukan adalah :
- Tidak lagi memakai air laut yang berasal dari kolam pelabuhan dalam
penanganan hasil tangkapan tongkol. Sebaiknya pengelola PPN Palabuhanratu
bisa menyediakan instalasi pengadaan air laut untuk penanganan hasil
tangkapan yang bersih dan biayanya terjangkau
- Pemakaian es pada saat hasil tangkapan di tempat pedagang pengecer baik
pada saat penjualan maupun pada saat penyimpanan hasil tangkapan tongkol
c) Tuna-tuna kecil
Perbandingan nilai skala organoleptik hasil tangkapan tuna-tuna kecil di
tempat pendaratan dan di tempat pedagang pengecer (Lampiran 14) dianalisis
menggunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan
dan di tempat pedagang pengecer tidak berbeda nyata
H1 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan
dan di tempat pedagang pengecer berbeda nyata
113
Hasil perbandingan nilai skala organoleptik hasil tangkapan tuna-tuna kecil
di tempat pendaratan dan di tempat pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel
40 di bawah ini :
Tabel 40 Analisis statistika (Mann-Whitney test) hasil uji organoleptik pada hasil
tangkapan tuna-tuna kecil di PPN Palabuhanratu tahun 2010
Kategori Mean rank *) Asymp sig **) Hasil analisis
1.Mata A 91,33
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 59,67
2.Insang A 91,99
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 59,01
3.Konsistensi A 100,70
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 50,30
4.Rata-rata A 102,91
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 48,09
Keterangan : *) mean rank = rata-rata peringkat nilai skala organoleptik; **) asymp sig = taraf
signifikansi; A = di tempat pendaratan; dan B = di tempat pedagang pengecer
Hasil analisis terhadap hasil uji organoleptik mata, insang, konsistensi dan
rata-rata ketiganya menghasilkan nilai asymp sig kecil dari 0,05. Hal tersebut
memiliki arti nilai skala organoleptik antara hasil tangkapan tuna-tuna kecil pada
di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer memiliki perbedaan
yang nyata atau dapat juga diartikan mutu hasil tangkapan tuna-tuna kecil di
tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer berbeda nyata.
Nilai mean rank hasil tangkapan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai mean rank hasil tangkapan tuna-tuna kecil di
tempat pedagang pengecer. Hal ini memiliki arti nilai skala organoleptik hasil
tangkapan tuna-tuna di tempat pendaratan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
skala organoleptik hasil tangkapan tuna-tuna kecil di tempat pedagang pengecer.
Hal ini juga memiliki arti mutu hasil tangkapan tuna-tuna kecil di tempat
pendaratan lebih bagus dibandingkan mutu hasil tangkapan tuna-tuna kecil di
tempat pedagang pengecer.
Hasil analisis di atas dapat memberikan informasi bahwa penanganan yang
telah dilakukan terhadap hasil tangkapan tuna-tuna kecil belum mampu menjaga
mutu hasil tangkapan tuna-tuna kecil. Merujuk pada sub bab 5.1 sampai dengan
114
sub bab 5.3 pada butir 2 tentang penanganan tuna-tuna kecil ada beberapa
perbaikan terhadap cara penanganan yang dapat dilakukan yaitu :
- Pemberian es terhadap hasil tangkapan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan
walaupun jarak tempat pendaratan dengan tempat pedagang pengumpul dekat
- Penempatan hasil tangkapan tuna-tuna kecil ke dalam wadah di tempat
pendaratan sehingga tidak diletakkan tanpa alas di atas gerobak pengangkut
dan dilindungi dari cahaya matahari langsung menggunakan terpal atau karung
- Tidak lagi menggunakan air laut yang berasal dari kolam pelabuhan sebagai
bahan penanganan hasil tangkapan tuna-tuna kecil. Hal ini bisa menjadi
perhatian bagi pengelola PPN Palabuhanratu untuk menyediakan pasokan air
laut untuk penanganan hasil tangkapan yang bersih dan harganya terjangkau
oleh nelayan dan pedagang ikan
d) Cakalang
Analisis perbandingan nilai skala organoleptik hasil tangkapan cakalang di
tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer (Lampiran 15) dilakukan
dengan memakai hipotesis berikut ini :
H0 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan cakalang di tempat pendaratan dan
di tempat pedagang pengecer tidak berbeda nyata
H1 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan cakalang di tempat pendaratan dan
di tempat pedagang pengecer berbeda nyata
Tabel 41 Analisis statistika (Mann-Whitney test) hasil uji organoleptik pada hasil
tangkapan cakalang di PPN Palabuhanratu tahun 2010
Kategori Mean rank *) Asymp sig **) Hasil analisis
1.Mata A 98,23
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 52,77
2.Insang A 92,57
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 58,43
3.Konsistensi A 106,50
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 44,50
4.Rata-rata A 104,42
0,000 Beda nyata (Tolak H0) B 46,58
Keterangan : *) mean rank = rata-rata peringkat nilai skala organoleptik; **) asymp sig = taraf
signifikansi; A = di tempat pendaratan; dan B = di tempat pedagang pengecer
115
Perbandingan antara nilai skala organoleptik hasil tangkapan di tempat
pendaratan dengan nilai skala organoleptik hasil tangkapan cakalang di tempat
pedagang pengecer menghasilkan (Tabel 41) bahwa hasil uji organoleptik mata,
insang, konsistensi dan rata-rata ketiganya dalam analisis di atas menghasilkan
nilai asymp sig kecil dari 0,05. Besaran nilai asymp sig yang kecil dari 0,05
tersebut mengartikan bahwa terdapat perbedaan nilai skala organoleptik cakalang
yang nyata di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer. Hal itu
juga mengartikan bahwa terdapat perbedaan mutu hasil tangkapan cakalang yang
nyata diantara keduanya.
Berdasarkan Tabel di atas juga diketahui bahwa nilai mean rank hasil
tangkapan cakalang di tempat pendaratan secara keseluruhan lebih tinggi
dibandingkan di tempat pedagang pengecer, hal ini berarti nilai skala organoleptik
hasil tangkapan cakalang di tempat pendaratan lebih tinggi dibandingkan dengan
di tempat pedagang pengecer. Sehingga secara tidak langsung mutu hasil
tangkapan cakalang di tempat pendaratan jauh lebih bagus daripada di tempat
pedagang pengecer.
Berdasarkan bahasan di atas diketahui bahwa penanganan hasil tangkapan
cakalang yang dilakukan belum mampu mempertahankan mutunya. Dilihat dari
penanganan yang dilakukan terhadap hasil tangkapan cakalang pada butir 3 sub
bab 5.1 sampai dengan sub bab 5.3 diketahui perbaikan yang dapat dilakukan
terhadap penanganan hasil tangkapan cakalang yaitu penggunaan air kolam
pelabuhan dalam penanganan hasil tangkapan cakalang tidak lagi dilakukan.
Pengelola PPN Palabuhanratu diharapkan bisa menyediakan pasokan air tawar
yang bersih dan terjangkau untuk melakukan penanganan hasil tangkapan dan
pemberian es terhadap hasil tangkapan cakalang di tempat pendaratan
3) Perbandingan hasil uji organoleptik antar jenis hasil tangkapan
Analisis hasil uji organoleptik antar jenis hasil tangkapan (Lampiran 17 dan
18) membandingkan hasil uji organoleptik suatu jenis hasil tangkapan baik mata,
insang, konsistensi atau rata-rata ketiganya dengan hasil uji organoleptik jenis
hasil tangkapan lainnya. Hipotesis yang digunakan dalam analisis ini adalah :
116
H0 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan antara jenis satu dan jenis lainnya
tidak berbeda nyata
H1 = Nilai skala organoleptik hasil tangkapan antara jenis satu dan jenis lainnya
berbeda nyata
Tabel 42 Analisis statistika (Kruskal Wallis test) perbandingan hasil uji
organoleptik antar jenis hasil tangkapan yang diuji di PPN
Palabuhanratu tahun 2010
Tempat
uji
Mean
Rank
*)
Jenis sampel Asimp
sig**) Df
Chi-
square Hasil
L T Tk C
A
M 93,01 232,50 71,65 204,85 0,000 3 224,17 BN
I 83,46 234,50 84,74 199,30 0,000 3 219,78 BN
Ko 77,30 228,50 81,33 214,87 0,000 3 263,91 BN
R 89,43 237,50 66,39 208,69 0,000 3 240,63 BN
B
M 114,82 192,58 82,38 212,22 0,000 3 136,82 BN
I 106,80 192,58 106,11 208,07 0,000 3 94,11 BN
Ko 120,81 197,01 90,22 193,96 0,000 3 108,57 BN
R 108,16 196,42 79,80 217,62 0,000 3 139,46 BN
Keterangan : *)mean rank = rata-rata peringkat nilai skala organoleptik; **)asymp sig = taraf
signifikansi; df = kasus-1; chi-square taraf kesetaraan; A = di tempat pendaratan; B
= di tempat pedagang pengecer; L = layur; T = tongkol; Tk = tuna-tuna kecil; C =
cakalang; M = mata; I = insang; Ko = konsistensi; dan R = rata-rata
Berdasarkan Tabel 42 diketahui bahwa nilai asymp sig keseluruhan hasil
tangkapan di tempat pendaratan berada dibawah 0,05 yang memiliki arti tolak H0.
Hal tersebut mengartikan bahwa terdapat perbedaan nilai skala organoleptik yang
nyata diantara keempat hasil tangkapan tersebut baik pada mata, insang,
konsistensi atau rata-rata ketiganya di tempat pendaratan. Hal yang sama seperti
di tempat pendaratan terjadi pada hasil anaslisis di tempat pedagang pengecer,
dimana secara keseluruhan nilai asypm sig hasil analisis berada di bawah 0,05.
Hal tersebut juga memiliki arti yang sama, yaitu tolak H0 atau terdapat perbedaan
nilai skala organoleptik yang nyata di antara keempat hasil tangkapan yang diuji.
Nilai mean rank hasil analisis keempat hasil tangkapan secara keseluruhan
di tempat pendaratan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah tongkol,
cakalang, layur dan tuna-tuna kecil. Sementara itu hasil analisis terhadap keempat
hasil tangkapan tersebut di tempat pedagang pengecer menghasilkan nilai mean
rank secara keseluruhan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah cakalang,
117
tongkol, layur dan tuna-tuna kecil. Hal tersebut mengartikan bahwa nilai skala
organoleptik atau mutu hasil hangkapan di tempat pendaratan dari yang terbesar
adalah tongkol, cakalang, layur dan tuna-tuna kecil, sedangkan nilai skala
organoleptik atau mutu hasil hangkapan di tempat pedagang pengecer dari yang
terbesar adalah cakalang, tongkol, layur dan tuna-tuna kecil.
Secara tidak langsung penjelasan di atas memberikan informasi bahwa
terdapat perbedaan mean rank atau rata-rata peringkat nilai skala organoleptik
hasil tangkapan diantara di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang
pengecer. Peringkat mean rank nilai organoletik hasil tangkapan cakalang
meningkat dari peringkat dua di tempat pendaratan menjadi peringkat satu di
tempat pedagang pengecer. Mean rank layur dan tuna-tuna kecil di tempat
pedagang pengecer meningkat dibandingkan di tempat pendaratan. Hal sebaliknya
terjadi pada hasil tangkapan tongkol yang mengalami penurunan mean rank dari
tempat pendaratan dibandingkan dengan di tempat pedagang pengecer.
Hal di atas memiliki arti rata-rata peringkat mutu layur, cakalang dan tuna-
tuna kecil di tempat pendagang pengecer lebih besar dibandingkan dengan di
tempat pendaratan. Maka dapat disimpulkan bahwa penanganan yang dilakukan
terhadap layur, cakalang dan tuna-tuna kecil lebih mampu mempertahankan mutu
hasil tangkapannya tersebut dibandingkan penanganan terhadap hasil tangkapan
tongkol. Walapun penanganan hasil tangkapan layur dan tuna-tuna kecil lebih
mampu mempertahankan mutu hasil tangkapannya, namun mean rank tongkol
lebih besar di tempat pendaratan maupun di tempat pedagang pengecer
dibandingkan layur. Hal ini mengartikan bahwa mutu hasil tangkapan tongkol
lebih tinggi daripada layur dan tuna-tuna kecil, sehingga yang perlu ditingkatkan
dari penanganan tongkol adalah penanganan yang dilakukan di tempat pedagang
pengumpul dan di tempat pedagang pengecer.
Hasil beda nyata di atas ditunjang oleh hasil perhitung kesemua kategori di
tempat pendaratan maupun di tempat pedagang pengecer yang menghasilkan nilai
chi-square hitung yang lebih besar dari pada nilai chi-square tabel. Dimana chi-
square tabel untuk data yang memiliki taraf signifikansi 0,5% dan df 3 adalah
7,814. Nilai chi-square hitung berdasarkan Tabel di atas berada antara 94,11
sampai dengan 263,91.
118
Perbaikan yang dapat dilakukan pedagang pengumpul adalah tidak lagi
menggunakan air kolam pelabuhan dalam penempatan sementara hasil tangkapan,
sedangkan oleh pedagang pengecer adalah tidak lagi menempatkan hasil
tangkapan tanpa es dan pemberian air kolam pelabuhan. Dari semua penjelasan
diketahui bahwa perlu diadakan peninjauan kembali terhadap penanganan layur
dan tuna-tuna kecil di atas kapal. Hal ini dikarenakan secara keseluruhan nilai
mean rank hasil tangkapan layur dan tuna-tuna kecil lebih rendah dibandingkan
tongkol dan cakalang. Perbaikan penanganan tuna-tuna kecil dapat dilakukan
terlihat pada sub bab 5.1 sampai dengan 5.3.
Hasil pengujian dengan statistika Kruskal Waliis test di atas belum
menjelaskan perbandingan antara masing-masing jenis hasil tangkapan. Maka
perlu dilakukan uji lanjutan terhadap hasil tersebut. Berdasarkan rumus pada sub
bab 3.4 dan perhitungan pada Lampiran 20 sampai dengan 26 didapatkan hasil
analisis perbandingan nilai skala organoleptik antar jenis hasil tangkapan seperti
pada Tabel 43 sampai dengan Tabel 46 berikut ini :
Tabel 43 Uji lanjutan nilai skala organoleptik antar jenis di tempat pendaratan dan
di tempat pedagang pengecer PPN Palabuhanratu tahun 2010
Kategori Jenis
ikan
Di tempat pendaratan Di tempat pedagang pengecer
L T Tk C L T Tk C
Mata
L -
-
T BN -
BN -
Tk BN BN -
BN BN -
C BN BN BN - BN BN BN -
Insang
L -
-
T BN -
BN -
Tk TBN BN -
TBN BN -
C BN BN BN - BN BN BN -
Konsistensi
L -
-
T BN -
BN -
Tk TBN BN -
BN BN -
C BN BN BN - BN BN BN -
Rata-rata
L -
-
T BN -
BN -
Tk BN BN -
BN BN -
C BN BN BN - BN BN BN - Keterangan : L = layur; T = tongkol; Tk = tuna-tuna kecil; C = cakalang; BN = beda nyata atau
tolak H0; TBN = tidak beda nyata atau terima H0
119
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan hasil
perbandingan nilai skala organoleptik mata antara satu jenis hasil tangkapan
dengan jenis hasil tangkapan lainnya di tempat pendaraan berbeda nyata atau tolak
H0. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai skala organoleptik mata atau mutu mata
hasil tangkapan layur di tempat pendaratan berbeda dengan nilai skala
organoleptik mata atau mutu mata hasil tangkapan tongkol, tuna-tuna kecil dan
cakalang. Nilai skala organoleptik tongkol juga berbeda terhadap tuna-tuna kecil
dan cakalang, serta terdapat perbedaan nilai skala organoleptik mata yang nyata
diantara tuna-tuna kecil dan cakalang
Hasil yang sama terjadi pada analisis perbandingan nilai skala organoleptik
mata antara satu jenis hasil tangkapan dengan jenis hasil tangkapan lainnya di
tempat pedagang pengecer. Semua hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan
nilai skala organoleptik mata yang nyata diantara layur, tongkol, tua-tuna kecil
dan cakalang di tempat pedagang pengecer.
Hasil perbandingan nilai skala organoleptik insang antara layur dengan
tongkol dan cakalang di tempat pendaratan maupun di tempat pedagang pengecer
berbeda nyata atau tolak H0, yang berarti terdapat perbedaan nilai skala
organoleptik insang atau mutu insang yang nyata diantara layur, tongkol dan
cakalang di kedua tempat tersebut. Selain itu Tabel tersebut juga memberikan
informasi bahwa terdapat perbedaan nilai skala organoleptik insang yang nyata
diantara tongkol dan tuna-tuna kecil, tongkol dan cakalang, serta tuna-tuna kecil
dan cakalang di tempat pendaratan maupun di tempat pedagang pengecer.
Perbandingan nilai skala organoleptik yang tidak berbeda nyata adalah nilai
skala organoleptik insang layur dengan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan
maupun di tempat pedagang pengecer. Berarti insang layur dan tuna-tuna kecil
memiliki nilai skala organoleptik atau mutu yang hampir sama.
Berdasarkan Tabel 43 juga diketahui bahwa hasil perbandingan nilai skala
organoleptik konsistensi antara layur dengan tongkol dan cakalang di tempat
pendaratan berbeda nyata atau tolak H0, yang berarti terdapat perbedaan nilai
skala organoleptik konsistensi atau mutu daging yang nyata diantara layur,
tongkol dan cakalang di tempat pendaratan. Selain itu Tabel tersebut juga
memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan nilai skala organoleptik insang
120
yang nyata diantara tongkol dan tuna-tuna kecil, tongkol dan cakalang, serta tuna-
tuna kecil dan cakalang di tempat pendaratan.
Perbandingan nilai skala organoleptik yang tidak berbeda nyata adalah nilai
skala organoleptik konsistensi layur dengan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan.
Hal tersebut memiliki arti konsistensi layur dan tuna-tuna kecil memiliki nilai
skala organoleptik atau mutu yang hampir sama. Secara keseluruhan hasil
perbandingan nilai skala organoleptik konsistensi antara layur, tongkol, tuna-tuna
kecil dan cakalang di tempat pedagang pengecer berbeda nyata atau tolak H0. Hal
ini berarti terdapat perbedaan nilai skala organoleptik konsistensi atau mutu
daging yang nyata diantara layur, tongkol, tuna-tuna kecil dan cakalang di tempat
pedagang pengecer.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa nilai skala organoleptik
konsistensi antara layur dan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan tidak berbeda
nyata, namun di tempat pedagang pengecer nilai skala organoleptik konsistensi
kedua hasil tangkapan tersebut menjadi berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan
Tabel 42, dimana mean rank layur dan tuna-tuna kecil di tempat pendaratan
adalah 77,30 dan 81,33 sementara mean rank layur dan tuna-tuna kecil di tempat
pedagang pengecer adalah 120,81 dan 90,22.
Secara keseluruhan hasil perbandingan nilai skala organoleptik rata-rata
antara satu jenis hasil tangkapan dengan jenis hasil tangkapan lainnya berbeda
nyata atau tolak H0. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan nilai skala
organoleptik rata-rata atau mutu yang nyata diantara layur, tongkol, cakalang dan
tuna-tuna kecil.