23
PERANAN SEL LAGERHANS ORAL MUKOSA IMMUNOPATOGENESIS pada PENYAKIT PERIODONTAL BAB I PENDAHULUAN Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu banyak factor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman patogen. Menurunnya fungsi factor-faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunis yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur, atau anatomi gigi; pertahanan seluler, misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan imunitas humoral melalui antibodi di dalam air liur dan cairan celah gusi. Berbagai factor ini merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan di dalam rongga mulut adalah pada pertemuan antara gusi dan gigi. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke gigi yang baik sehingga pada keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat masuk kedalam membrane periodontal. Selain itu, di daerah ini juga terdapat cairan celah gusi yang mengandung berbagai senyawa antimikroba, seperti antibody yang berasal dari serum. Kelenjar air liur, baik yang besar maupun yang kecil terbuka melalui salurannya ke dalam rongga mulut, namun kelenjar ini di desaign sedemikian rupa untuk aliran air liur ke dalam rongga mulut sehingga mikroorganisme tidak mungkin masuk ke dalam kelenjar melawan aliran air liur.

51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

PERANAN SEL LAGERHANS ORAL MUKOSA IMMUNOPATOGENESIS pada PENYAKIT

PERIODONTAL

BAB I

PENDAHULUAN

Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh

karena itu banyak factor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap

kuman patogen. Menurunnya fungsi factor-faktor ini akan menimbulkan masalah

karena adanya bakteri oportunis yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan

berbagai kelainan. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi barier

anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur, atau anatomi gigi; pertahanan

seluler, misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan imunitas humoral

melalui antibodi di dalam air liur dan cairan celah gusi.

Berbagai factor ini merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga

mulut seperti membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur,

dan celah gusi. Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut

karena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi

mikroorganisme. Daerah yang agak rawan di dalam rongga mulut adalah pada

pertemuan antara gusi dan gigi. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke

gigi yang baik sehingga pada keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat

masuk kedalam membrane periodontal. Selain itu, di daerah ini juga terdapat

cairan celah gusi yang mengandung berbagai senyawa antimikroba, seperti

antibody yang berasal dari serum. Kelenjar air liur, baik yang besar maupun yang

kecil terbuka melalui salurannya ke dalam rongga mulut, namun kelenjar ini di

desaign sedemikian rupa untuk aliran air liur ke dalam rongga mulut sehingga

mikroorganisme tidak mungkin masuk ke dalam kelenjar melawan aliran air liur.

Page 2: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Air liur sendiri, selain mempunyai efek pembersih juga mengandung berbagai

senyawa antibacterial.

Respons imun seluler lokal dan sistemik serta respons humoral sekretori

lokal dan serum juga ikut berperan dalam proses patogenesa berbagai kelainan di

dalam rongga mulut. Respons seluler dan humoral ini di mediatori oleh air liur,

crevicular fluid, dan darah.

Kelainan gingival dan periodontal diinduksi oleh plak dan bakteri. Respon

imun pada kelainan periodontal dapat dikelompokkan menjadi 4 stadium.

Pertama, pada lesi awal terdapat respons inflamasi oleh PMN neutrofil, kompleks

imun, aktivasi komplemen, dan kemotaksis yang disebabkan oleh antigen plak.

Kedua, pada lesi dini terlihat infiltrasi local sel-B dan sel-T. di dalam sirkulasi,

limfosit tersensitasi oleh antigen plak yang dapat dilihat dari kemampuannya

melepaskan limfokin. Ketiga, pada lesi yang sudah menetap terlihat adanya

infiltrasi sel plasma secara local dan limfosit pada daerah tepi sudah dirangsang

antigen plak untuk berproliferasi. Keempat, pada lesi lanjut sudah terlihat respons

imun yang destruktif, diikuti dengan ulserasi pada epitel saku gusi dan destruksi

kolagen serta tulang. Proses destruktif yang progresif ini, akhirnya akan

mengakibatkan kehilangan gigi. Komponen sistem imun yang ikut berperan dalam

menghadapi kelainan periodontal meliputi sistem imun sekretori, neutrofil,

antibosi, komplemen, limfosit, makrofag, limfokin, sistem imunoregulasi.

Periodontitis merupakan penyakit jaringan penyangga gigi, disebabkan

oleh mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan kerusakan progresif pada

ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan adanya

pembentukan poket, resesi atau keduanya. Banyak faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya periodontitis. Bakteri pada plak merupakan salah satu

penyebab utama terjadinya periodontitis.

Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Bacteroides

forsythus merupakan bakteri periodontopathogen yang sangat agresif. Infeksi

bakteri periodontopathogen dapat memicu sekresi proinflammatory cytokines,

Page 3: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

yang akan memicu timbulnya proses keradangan pada daerah tersebut. Hasil akhir

metabolisme bakteri periodontopathogen berupa berbagai macam asam amino dan

berbagai macam endotoksin, hemolisin, kolagenase dan berbagai macam protease

yang dapat menyebabkan kerusakan immunoglobulin, faktor komplemen, dan

heme-sequestering proteins: suatu protein dari host yang dapat menahan

kerusakan kolagen.

Endotoksin yang merupakan hasil metabolisme bakteri

periodontopathogen akan merangsang timbulnya matrix metalloproteinase yang

akan merangsang proses apoptosis pada sel tulang. Terjadinya apoptosis secara

berlebihan akan menyebabkan resesi tulang tetap melanjut meskipun bakteri

periodontopathogen dari kalkulus sudah dipersihkan dengan sempurna.

Terapi periodontal terbaru berupaya untuk menekan sintesis MMP dan

merusak endotoksin yang terbentuk untuk mencegah melanjutnya kerusakan

tulang. Terapi modulasi host yang menggunakan obat-obatan antibiotik dan

antiseptik terbukti efektif untuk membunuh bakteri periodontopathogen yang

tersisa dan menghambat produksi MMP

Page 4: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Organisasi Sistem Imun

Stem sel yang diproduksi oleh sumsum tulang, merupakan sel multipoten.

Dalam perkembangannya, sel ini dapat menjadi sel promonosit dan prelimfosit

(limfosit primitive). Promonosit kemudian akan menjadi monosit di dalam

pembuluh darah dan bila memasuiki jaringan dikenal sebagai makrofag.

Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi. Bila

dipengaruhi timus, prelimfosit akan berkembang menjadi limfosit –T (sel-T),

yang nantinya bertanggung jawab pada sistem imunitas seluler (Cell-mediated

immunresponses / CMI). Prelimfosit yang dalam perkembangannya dipengaruhi

oleh organ yang equivalen dengan bursa of fabricius pada unggas atau gut

associated lymphoid tissues (GALT), seperti tonsil, umbai cacing, limpa, atau

bercak-bercak Peyers’s pada usus, akan berubah menjadi Limfosit –B (sel-B)

yang akan bertindak sebagai mediator immunitas humoral (humoral-mediated

immunoresponses / HMI).

Begitu menyusup ke dalam jaringan, antigen di fagositosis oleh makrofag,

diproses menjadi superantigen. Kemudian, makrofag akan bertindak sebagai sel

penyaji antigen (antigen-presenting cells / APC), yaitu mempresentasikan antigen

yang sudah diproses kepada sel-T dan sel-B. Sel dendritik dan sel Lagerhans juga

dapat bertindak sebagai APS.

Page 5: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Sel T dan sel B yang telah tersensitisasi antigen, akan mengalami

proliferasi menjadi blas dan mengalami deferensiasi. Sel T akan menjadi set T

memori, sel T efektor, dan sel T regulator. Sel T efektor terdiri atas sel Tk (killer /

sitotoksik) dan sel Tdh (delayed hypersensitivity), sedangkan sel T regulator meliputi sel Th

(helper) dan sel Ts (suppressor). Sel Tk dan sel Ts dikelompokkan menjadi sel T

sitotoksik-supresor atau sel T8 karena mengekspresikan antigen CD4-8+ pada permukaaqn

selnya, sedangkan sel Th dikenal dengan sel T4 karena mengekspresikan antigen CD4+8-

pada permukaan selnya. Sel Th akan membantu sel plasma memproduksi antibody

terhadap antigen yang merangsangnya. Lima kelas antibody akan diproduksi, yaitu IgM,

IgG, IgA, IgE, dan IgD. Masing-masing antibody mempunyai karakteristik sendiri-

sendiri.

Gambar 1.1 Pemrosesan stem sel oleh Timus dan gut associated lymphoid

tissues (GALT) berubah menjadi limfosit T dan limfosit B yang

immunokompeten. Penyajian antigen oleh makrofag kepada sel T dan sel B,

Page 6: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

mengakibatkan kedua tipe sek ini mengalami proliferasi dan diferensiasi. Sel T

membentuk T memori, efektor, dan regulator. Sedangkan sel B membentuk B

memori dan sel plasma yang memproduksi antibody IgM, IgG, IgA, IgE, dan IgD.

Pembentukan antibody ini dibantu oleh sel Th dan ditekan oleh sel Ts bila sudah

berlebihan.

II.2 Mekanisme Respons Imun

Titik sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limfosit T,

terutama sel T CD4 (T4). Setellah diproses oleh APC ( Antigen Presenting Cells)

seperti makrofag, sel Lagerhans, dan sel dendritik, antigen akan disajikan kepada

sel T4 oleh APC. Akibatnya, sel T4 akan teraktivasi, dan ini merupakan picu

bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral.

Untuk mengaktivasi sel T4, sedikitnya dibutuhkan dua sinyal. Sinyal pertama

untuk mengikat reseptor antigen sel T pada kompleks antigen MHC kelas II yang

berada pada permukaan APC dan sinyal kedua berasal dari interleukin (IL-1),

suatu protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel T4 yang sudah tersensitisasi

antigen, akan mengaktifkan sel T8 yang berfungsi menghancurkan se lasing, sel T

memori yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas

humoral. Sel T8 yang sudah teraktivasi akan melepaskan sitotoksin yang

berfungsi menghancurkan sel target.

Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T4, sel B juga akan

tersensitisasi antigen. Aktivasi lengkap sel B, memerlukan sinyal tambahan dari

sel T4 berupa mediator limfokin, yaitu B cell growth factor (BCGF) yang akan

merangsang proliferasi sel B dan B cell differentiation factor (BCDF) yang

berfungsi menginduksi diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Sebagian sel B yang

berproliferasi tidak mengalami differensiasi, berubah menjadi sel Bmemori. Sel

plasma hasil differensiasi sel B, akan bertindak sebagai penghasil antibody. Bila

kebutuhan antibody sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasmaakan ditekan

oleh sel Ts. Dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma

diatur oleh sel T regulator.

Page 7: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Gambar 1-2. Skema mekanisme respon imun yang menggambarkan pentingnya

limfosit T dalam sistem immunoregulator. Sel Th (helper) yang teraktivasi antigen,

berperan pada inflamasi dan hipersensitivitas tipe lambat, mengaktivasi sel B

Page 8: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

yang diikuti bangkitnya immunitas humoral, merangsang produksi sel T lternatif

tergantung memori dan mengaktivasi sel Tk (sitotoksik). (modifikasi Stites & Terr,

1991)

Interaksi antigen dengan antibody, akan membentuk kompleks imun yang

mengaktifkan sistem komplemen secara lengkap. Aktivasi sistem komplemen ini

dapat melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi dan jenis

antigennya. Selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga ditarik kearah kompleks

imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen karena

aktivitas sistem komplemen, makrofag dan PMN.

II.3 Komponen Jaringan

II.3.1 Membran Mukosa

Barier protektif mukosa rongga mulut terlihat berlapis-lapis, terdiri dari air

liur dan permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan

komponen selular serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi

jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri atas squamosa yang karena

bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme

proteksinya tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit

melekat pada sel-sel epitel dan derajat keratimisasinya yang menyebabkan

mukosa mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini haruslah dalam keadaan

seimbang.

Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik

ekstraoral dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik

yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi, dan

bibir, mirip yang berasal dari gusi dan pulpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu

membentuk pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah dan

struktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina

Page 9: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

propria, akan difagositosis oleh sel-sel Lagerhans yang banyak ditemukan di

mukosa mulut.

II.3.2 Air Liur

Air liur disekresikan oleh kelenjar-kelenjar parotis, submandibularis, dan

beberapa kelenjar kecil pada permukaan mukosa. Aliran air liur sangat berperan

dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini, air liur

bertindak sebagai pelumas aksi otot-oto lidah, bibir, dan ppi. Aliran air liur akan

mencuci permukaan mukosa mulut, sedangkan sirkulasi darah subepitel bertindak

sebagai suplemen pada batas jaringan lunak dan keras melalui cairan celah gusi.

Berbagai senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan ditemukan

dalam air liur. Lisozim atau muramidase mempunyai aktivitas bakterisidal yang

erjanya memecah ikatan antara N-asetil glukosamin dengan asam N-asetil

muramat dalam komponen mukopeptida dinding sel. Peroksidase air liur dapat

membunuh Lactobacillus acidophilus bila bereaksi dengan ion tiosoanat dan H2O2

dengan cara menghambat pemakaian lisin. Selain itu, enzim ini juga dapat

menginaktivasi beberapa streptococci dengan jalan menghambat kerja enzim-

enzim glikolitik. Air liur juga dapat menyebabkan aglutinasi bakteri karena

adanya ikatan antara glikoprotein air liur dan adesin bakteri.

Komponen komplemen yang terdapat pada air liur adalah C3 yang

sebagian besar berasal dari cairan celah gusi. Komponen seluler yang bnayk

ditemukan di dalam air liur adalah leukosit. Diperkirakan migrasi leukosit sekitar

satu juta per menit melalui air liur. Asal leukosit ini dari cairan celah gusi dan

sekitar 98-99% berupa PMN, neutrofil, sisanya terdiri atas limfosit, monosit, dan

eosinofil. Antibodi yang paling penting di dalam air liur adalah immunoglobulin

A (IgA) sekresi air liur. SElain itu, juga ditemukan sedikit IgG dan IgM yang

berasal dari cairan celah gusi.

Page 10: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

II.3.3 Celah Gusi

Komponen seluler dan humoraldari darah dapat melewati epitel unctional

yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran cairan

crevicular fluid ini merupakan proses fifiologik atau merupakan respons terhadap

inflamasi, sampai saat ini masih simpang siur. Pendapat yang banyak dianut saat

ini adalah pada keadaan normal cairan crevicular fluid yang mengandung leukosit

ini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran caiean ini

akan meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit, cairan

crevicular ini juga mengandung komponen komplemen, seluler, dan humoral yang

terlibat pada respon imun.

II.4 Reaksi Hipersensitivitas pada Kelainan Periodontal

Pada dasarnya, pada awal kelainan periodontal respon imun dibangkitkan

untuk pertahanan tubuh terhadap serangan antigen yang ada di dalam plak gigi.

Namun, akibat akumulasi plak, respon imun menjadi lebih kompleks meliputi

reaksi hipersensitivitas tipe IV, III, II, dan I.

Pada reaksi hipersensitif tipe IV, immunitas seluler (CMI) diaktivasi oleh

antigen bakterial plak gigi sehingga menjadi proliferasi sel T dan sel B.

subpopulasi sel T sangat sitotoksik terhadap jaringan periodonsium. Limfosit

memasok mediator terlarut, seperti MIF yang akan menghambat pergerakan

makrofag dan PMN neutrofil, faktor merusak fibroblas, dan OAF yang dapat

menimbulka kerusakan tulang. Akibat kerusakan ini, antigen akan masuk lebih

dalam lagi ke dalam jaringan periodonsium.

Adanya kompleks imun di dalam jaringan periodontal, berupa ikatan

antigen-antibodi, menunjukan bahwa terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III. PMN

di dalam cairan celah gusi ( crevicular fluid), mempunyai membran yang dapat

mengikat IgG, IgM, dan C3. Kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik

Page 11: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

komplemen dengan akibat terjadi peningkatan mediator biologik yang akan

menginduksi peningkatan permeabilitas vaskular, agregasi platelet, kemotaksis

fagosit, opsonisasi, dan fagositosis. Pada proses ini juga dilepaskan enzim-enzim

lisisim oleh PMN dn makrofag, seperti lozosim, hialuronidase, dan kolagenase

yang mengakbatkan kerusakan jaringan lokal. Kolagenase akan merusak kolagen

jaringan periodontal. Hasil akhir proses ini adalah lisisnya sel disertai resorbsi

tulang yang dimediatori oleh prostaglandin. Pada reaksi tipe III ini, CMI juga ikut

dilibatkan, karena C3b dapat berinteraksi dengan reseptor limfosit sehingga terjadi

pelepasan limfokin. Dengan demikian, sering terlihat adanya reaksi

hipersensitivitas tipe III dengan tipe IV.

Pada kelainan periodontal terdapat tiga proses reaksi phipersensitivitas tipe

II, yaitu:

1. Fagositosis setelah terjadi ikatan antigen-antibodi

2. Aktivitas sel Tk

3. Lisisnya sel karena aktivasi komplemen

Pengikatan antigen oleh antibodi yang diikuti aktivasi komplemen dan fagositosis,

berperan pada bakteri gram positif. Sedangkan penghancuran kuman sel oleh

komplemen melalui C8 yang diperkuat C9, lebih berfungsi untuk kuman gram

negatif. Walaupun kedua mekanisme ini juga menyebabkan lisisnya sel jaringan

periodontal,namun reaksi tipe II ini tidak begitu berperan pada kelaian jaringan

periodontal.

Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe I pada kerusakan jaringan

periodontal, terbukti dengan ditemukannya sejumlah mastosit pada gus sehat

tetapi kemudian jumlahnya berkurang pada inflamasi. Antigen akan menginduksi

degranulasi sel mast yang diikuti pelepasan histamin dan amin vasoaktif lain

setelah berkontak dengan IgE yang melekat pada permukaan sel mast. Pada

keadaan ini, prostaglandin E1 dan E2 ikut meningkatkan permeabilitas vaskular.

Page 12: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Respon imun yang semula dibangkitkan untuk mekanisme pertahanan,

ternyata kemudian justru merusak jaringan periodontal. Untuk menghadapi

keadaan ini, tubuh dibekali mekanisme perthanan lain yaitu dengan menghambat

perningkatan respon imun lebih lanjut untuk mencegah kerusakan total jaringan

periodontal. Mekanisme penekanan respon imun ini meliputi:

1. Penekanan CMIR dengan mneginduksi sek –sel supresif

2. Berbagai faktor penghambat di dalam serum juga ditemukan pada kasus

periodontitis berat

3. Makrofag mensekresikan prostaglandin yang menghambat respon seluler

4. Inhibitior proteinase akan menghambat jalur komolemen

5. Komponen-komponen plak gigi seperti LPS menurunkan aktivitas CMI,

LTA menghambat HMIR, dekstran ikatan α ( 1menjadi 6 ) menurunkan

toleransi sel B, dan bakteri plak mengeluarkan proteinase spesifik yang

menghambat kerja beberapa klas imunoglobuolin

Page 13: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Gambar 1-3. Immunopatogenesis kelainan periodontal

Page 14: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

II.5 Peran Sitokin dan Sel Lagerhans

Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal,

diduga sitokin dan sel Lagerhans ikut berperan pada perubahan patologik

periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan gingiva dan crevicular fluid, dan

kadar keduanya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi

peningkatan fibroblas prokolagen, prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi

tulang. IL-2 yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam

jaringan periodontal pada kondisi periodontitis. Demikian juga dengan IL-4 yang

berperan dalam mengaktivasi proliferasi dan diferensiasi sel B, pertumbuhan sel

T, fungsi makrofag, serta pertumbuhan sel mast kadarnya juga meningkat selama

periodontitis. IL-6 yang menginduksi produksi antibodi, kadarnya meningkat pada

peradangan gusi (gingivitis) dan berperan pada resorbsi tulang.

Kemampuan leukosit melekat pada sel endotel akan meningkat karena

induksi TNFα. Aktivitas fagositosis dan kemotaksisnya juga akan meningkat.

Efek TNFα pada leukosit dan juga induksinya terhadap makrofag, mempunyai

peran dalam perubahan vaskular yang terjadi pada kelaianan periodontal.

Sitotoksisitas sel jaringan juga dapat disebabkan oleh interaksi langsung

limfosit dengan sel target yang mengandung antigen spesifik yang berada pada

permukaannya. Walaupun antigen yang ditemukan oleh limfosit yang

tersensitisasi umumnya sangat spesifik, efek sitotoksik akibat interaksi limfosit-

sel pejamu biasanya tidak spesifik. Oleh karena itu, diduga bahwa bertahannya

deposisi antigen plak gigi ke dlam jaringan gusi, dibantu oleh terbentuknya sel

yang memproduksi limfotoksin dan / atau langsung karena limfositotoksisitas.

Kejadian ini mengakibatkan kerusakan jaringan pada kasus kelainan periodontal.

Page 15: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

II.6 Respon Imun pada Beberapa Kelainan Periodontal

Pada individu sehat, tampak adanya pengaturan respons imunologik

spesifik yang baik, sebagai pertahanan terhadap infiltrasi antigen plak. Pada

gingivitis dan periodontitis, respons imun ini akan menimbulkan efek protektif

dan destruktif. Bakteri sub gingival yang berasal dari plak gigi akan memapar

daerah gingiva. Antigen bakteri ini, yang dapat berupa endotoksin akan

mempenetrasi ke dalam jaringan gingiva dan menimbulkan respon penjamu

sistemik dan lokal. Bila terjadi akumulasi plak bakteri, efek protektif respon imun

boleh dikatakan tidak bermakna sebab terjadinya gingivitis karena plak sulit

dihindari. Namun, cairan celah gusi yang mengandung antibodi dan komplemen,

terus menerus akan mencuci daerah tersebut dan bereaksi dengan bakteri

subgingiva. Hal ini akan memodulasi atau mengubah komposisi mikroflora

subgingiva. Mekanisme kerusakan pada jaringan periodontal dapat disebabkan

efek langsung oleh bakteri plak, kerusakan yang diinduksi oleh PMN leukosit,

neutrofil yag dimediatori oleh aktivasi ko,plemen, baik melalui jalur klasik

maupun alternatif, dan karena respon seluler.

Gingivitis dapat terjadi sebagai akibat respon yang berlebihan terhadap

plak bakterial. Pada gingivitisn ringan merupakan kelanjutan infiltrasi PMN

karena gingiva diinfiltrasi oleh beberapa limfosit T, sedangkan pada gingivitis

atau periodontitis yang berat, jaringan periodontal sudah banyak mengandung sel

B dan sel plasma, yang akan memproduksi antibodi. Kadar serum IgG2 pada

kelainan periodontal yang berat, proporsinya rendah bila dibandingkan dengan

IgG lainnya. Respons subkelas IgG yang tidak proporsional ini, mengindikasikan

adanya tingkat aktivasi limfosit B yang tidak spesifik pada daerah yang meradang.

Hal ini disebabkan berbagai stimulan termasuk mitogen dan protease bakteri.

Bakteri juga mengaktivasi komplemen melalui jalur alteratif. Eksudat dari serum

yang disekresikan melalui cairan celah gusi. Mengandung komponen komplemen

fungsional dengan antibodi spesifik terhadap berbagai antigen plak yang kadarnya

rendah.

Page 16: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Serbuan aliran cairan celah gusi merupakan stadium yang penting pada

perkembangan kelainan periodontal. Komplemen di dalam cairan celah gusi akan

diaktivasi dengan cepat melalui kombinasi jalur klasik dan alternatif. Aktivasi

jalur klasik distimulasi oleh IgG dan IgM terhadap antigen plak subgingiva,

sedangkan aktivasi komplemen jalur alternatif oleh endotoksin dan peptidoglikan

yang dihasilkan oleh mikroorganisme negatif dan gram positif. Di pihak lain,

enzim-enzim proteolitik, baik dari pejamu maupun bakteri, juga ikut mengaktivasi

sistem ini. Aktivasi komplemen yang menghasilkan C3a dan C5a,akan menambah

edema dan meningkatkan aliran celah gusi dan mengakibatkan atraksi kemotaktik

PMN leukosit. Faktor kemotaktik lainnya juga dihasilkan langsung oleh bakteri

plak. Pelepasan enzim proteolitik seperti kolagenase dan enzim yang aktivitasnya

mirip tripsin oleh sel pejamu, dipercaya merusak jaringan dan menambah aktivasi

komplemen disertai pelepasan prostaglandin E.

Masa bakteri juga dapat direduksi mealalui reaksi antibodi-antigen (Ab-

Ag) yang dilanjutkan dengan aktivasi komplemen sehingga terjadi sitolisis.

Aktivasi komplemen yang memounyai efek kemotaksis akan menarik PMN

neutrofil yang memfagositosis antigen bakteri. PMN neutrofil juga akan

menghancurkan antigen melalui enzim lisosom. PMN neutrofil ini berasal dari

jaringan gingiva yang juga sudah disusupi antigen. Peran penting PMN neutrofil

dalam mengontrol periodontopatogen terlihat pada saat kelainan periodontal yang

berat, fungsi neutrofil ini menurun.

Respons imun lokal di daerah celah gusi mungkin dapat mengeliminasi

antigen kuman. Namun, sebagian antigen bakterial akan menelusup ke gingiva.

Antigen akan dihadapi oleh sel T yang akan memproduksi limfokin karena sudah

disensitisasi antigen, dan mediator ini akan mengaktivasi, menarik, dan

menghambat migrasi makrifag. Hal ini juga terjadi sebagai akibat limfokin yang

disekresikan oleh sel B yang juga tersensitisasi antigen. Kejadian selanjutnya

adalah dibangkitkannya respons seluler dan humoral untuk menghancurkan

antigen dengan efek samping kerusakan jaringan.

Page 17: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Peran respon seluler pada perkembangan kelainan periodontal dapat dilihat

berdasarkan hasil beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa limfosit di

dalam darah tepi umumnya meningkat reaktivitasnya terhadap antigen plak pada

kelainan periodontal. Namun, dengan alasan yang belum diketahui, pada

gingivitis dan periodontitis khronis, respon lokal sel T terhadap antigen plak

sangat kecil. Kerusakan tulang pada kelainan periodontal mungkin dimediatori

oleh limfokin, termasuk faktor pengaktivasi osteoklas (OAF), hormon paratiroid,

dan prostaglandin.

Page 18: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

BAB III

PEMBAHASAN

Periodontitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi pada jaringan

penyangga gigi, disebabkan oleh mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan

kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai

dengan adanya pembentukan poket, resesi atau keduanya. Jenis periodontitis yang

paling sering terjadi adalah periodontitis kronis yang disebabkan oleh

penumpukan plak dan kalkulus dan biasanya berkembang secara lambat.

Beberapa kondisi sistemik seperti penyakit diabetes mellitus, infeksi HIV,

penuaan, serta faktor lingkungan seperti merokok dan stress dapat mempengaruhi

respon pertahanan host terhadap adanya plak. Faktor pertahanan host berperan

besar terhadap timbulnya penyakit periodontal. Sistem imun yang lemah pada

permukaan mukosa dapat menjadi tempat masuknya bakteri periodontopathogen

dan menyebabkan terjadinya infeksi lebih lanjut pada daerah tersebut.

Etiologi terjadinya periodontitis yang utama adalah adanya bakteri

periodontopathogen. Beberapa bakteri seperti Porphyromonas gingivalis (PG),

Bacteroides forsythus, Actinobacillus actinomycetemcommitans, Campylobacter

rectus, Prevotella denticola, Prevotella intermedia, Treponema medium,

Treponema denticola dan banyak lagi jenis bakteri periodontopathogen lain yang

turut terlibat dalam berkembangnya penyakit periodontal.

Actinomyces actinomycetemcommitans merupakan bakteri yang berbentuk

batang, pendek. Merupakan golongan bakteri yang non motile dan gram negative.

Memiliki berbagai macam factor virulesi seperti lipopolisakarida (endotoksin),

leukotoksin, kolagenase, dan protease.

Tanerrella forsythia merupakan golongan bakteri pleomorphik, non motile

dan bersifat anaerob obligat. Bakteri ini menghasilkan enzim proteolitik yang

dapat menghancurkan immunoglobulin, dan factor komplemen, serta

menyebabkan terjadinya proses apoptosis pada sel.

Page 19: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

Prevotella merupakan golongan bakteri gram negative non motile yang

bersifat sangat pathogen terhadap jaringan periodontal. Memiliki aktivitas

proteolitik dan patogenik setingkat di bawah PG.

Capylobacter rectus merupakan bakteri yang jarang terlibat dalam

timbulnya penyakit periodontal. species ini seperti pada AA dan PG menghasilkna

leukotoksin. Aktivitas proteolitik dan virulensinya masih di bawah PG

Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri bentuk batang gram negative

anaerob. Merupakan penyebab kerusakan sel limfosit dan PMN dengan

mengaktifkan proses apoptosis. Bakteri ini mampu menginduksi leukosit untuk

melepaskan sitokin, elastase, dan reactive oxygen species yang akan

menyebabkan kerusakan tulang. Fusobacteria merupakan salah satu bakteri yang

menjembatani ikatan primer dan sekunder pada hamper semua bakteri pathogen di

rongga mulut, sehingga keberadaannya sangat penting terhadap timbulnya

kolonisasi bakteri periodontopathogen.

Spirochaeta merupakan golongan bakteri motile berbentuk spiral.

Merupakan golongan bakteri gram negative. Treponema denticola termasuk

dalam golongan bakteri ini. Bakteri ini memiliki kemampuan dalam menembus

lingkungan yang cair sehingga dapat bermigrasi dalam cairan sulkus gingival dan

menembus epitel serta jaringan ikat. Beberapa spirochaeta mampu mendegradasi

kolagen dan bahkan dentin. T.denticola menghasilkan enzim proteolitik yang

dapat menghancurkan IgA, IgM, IgG seta komplemen.

PG merupakan salah satu bakteri periodontopathogen yang sangat agresif.

PG merupakan bakteri yang non-motile, berbentuk batang pleomorphic, memiliki

kapsul, dan bersifat anaerob obligat. PG memiliki aktivitas proteolitik yang sangat

kuat, tumbuh pada lingkungan yang anaerob dan memberikan pigmentasi gelap

(coklat, hijau tua, atau hitam) pada agar darah. PG memiliki fimbria yang dapat

memperantarai terjadinya adhesi. Kapsul pada PG dapat menahan fagositosis dan

memicu sekresi IL-1, IL-6, dan IL-8. Hasil akhir metabolism PG berupa berbagai

macam asam amino dan berbagai macam endotoksin, hemolisin, kolagenase dan

Page 20: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

berbagai macam protease yang dapat menyebabkan kerusakan immunoglobulin,

faktor komplemen, dan heme-sequestering proteins: suatu protein dari host yang

dapat menahan kerusakan kolagen. PG dapat menginvasi epitel, jaringan lunak

dan dapat menghambat migrasi PMN, melintasi epitel dan menyebabkan

degradasi sitokin pada sel mamalia.

Porphyromonas gingivalis, Bacteroides forsythus, dan Treponema

denticola digolongkan ke dalam kelompok red complex. Kelompok ini merupakan

kelompok yang sangat menarik karena berhubungan erat dengan terjadinya

perdarahan pada saat probing. Perdarahan pada saat probing merupakan salah satu

tanda terjadinya kelainan periodontal.

Semua bakteri tersebut memiliki peran yang berbeda-beda dalam rongga

mulut. Namun, keberadaanya memiliki tingkat saling-ketergantungan yang tinggi.

Setiap bakteri mampu menghasilkan hasil metabolism yang merupakan kebutuhan

utama bakteri lainnya. Dapat dikatakan dalam rongga mulut, bakteri melakukan

simbiosis mutualisme dalam melangsungkan kehidupannya.

Penyakit periodontal merupakan kondisi keradangan yang menyebabkan

terjadinya kerusakan dan kecacatan secara perlahan-lahan terhadap jaringan

penyangga gigi. Matriks ekstraselluler, seperti kolagen, fibronectin dan

proteoglikan merupakan matriks yang penting dalam menjaga integritas structural

jaringan penyangga gigi. Kerusakan atau terjadinya kerusakan tulang dan jaringan

periodontal yang bersifat irreversible. Bakteri periodontopathogen dan produknya

dapat memicu respon inflamasi dan respon imun pada host. Adanya inflamasi ini

meningkatkan sekelompok enzim proteolitik yang disebut matrix

metalloproteinase (MMP) yang berperan besar terhadap timbulnya penyakit

periodontal.

MMP merupakan protein yang bertanggung jawab terhadap remodeling

dan degradasi komponen matriks ekstraselluler. Keberadaan MMP dikontrol oleh

sel lain seperti fibroblast dan makrofag, serta distribusi tissue inhibitor of MMP

(TIMP) yang tersebar pada jaringan dan cairan ekstrasel. MMP-1 dan MMP-8

Page 21: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

keduanya merupakan kolagenase; dimana MMP-8 dihasilkan oleh neutrofil dan

MMP-1 dihasilkan oleh sel host, termasuk epitel, fibroblast dan makrofag. MMP

diketahui juga diproduksi oleh PG dan AA.

Pada periodontitis kronis, kerusakan tulang dan jaringan sepertinya timbul

melalui jalur MMP. MMP menyebabkan kerusakan dan degradasi jaringan

kolagen yang merupakan struktur utama tulang dan jaringan periodontal.

Penelitian menunjukkan pasien dengan kerusakan tulang memiliki tingkat MMP

yang jauh lebih tinggi daripada normal. Hal ini menguatkan dugaan bahwa MMP

berperan besar dalam timbulnya kerusakan jaringan pada penyakit periodontitis

kronis.

Adanya MMP merupakan penjelasan mengapa SRP pada pasien

periodontitis seringkali tidak dapat menghentikan keruskaan tulang. Tindakan

SRP yang merupakan terapi pada periodontitis kronis hanya membuang plak dan

kalkulus yang menjadi tempat berkumpulnya bakteri periodontopathogen. Namun,

tindakan ini tidak menghambat kerusakan tulang akibat timbulnya MMP.

Terapi host modulation merupakan terapi baru pada periodontal, dimana

terapi ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kerusakan host dapat dicegah

dengan memperkuat daya tahan host terhadap LPS. Terapi ini menjanjikan

keberhasilan yang merupakan pelengkap terapi SRP pada perawatan periodontitis.

Prinsip utama terapi ini adalah mengubah respon host terhadap agen infeksius

termasuk endotoksin dan MMP yang tidak hilang pada saat dilakukan SRP biasa

saja. Terapi host modulasi merupakan terapi pelengkap yang penting untuk

kesembuhan penyakit periodontal

Page 22: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

KESIMPULAN

Kelainan gingiva dan periodontal diinduksi oleh plak gigi bakterial. Pada kelainan ini terdapat empat stadium immunopatologi yang melibatkan respon imun sistemik.

1. Awal lesi ditemukan dalam kondisi normal, namun sudah ada respon inflamasi lokal oleh PMN leukosit, aktivasi komplemen, kemotaksis yang dihasilkan antigen plak, dan mungkin sudah terjadi kompleks imun.

2. Pada lesi ini terlihat infiltrasi lokal sel T dan beberapa sel B. Limfosit di dalam sirkulasi sudah tersensitisasi antigen plak yang dapat dilihat dari kemampuannya melepaskan limfokin.

3. Lesi yang menetap di karakterisasikan dengan infiltrasi sel plasma secara lokal dan limfosit di dalam darah perifer dapat distimulasi untuk berproliferasi oleh antigen plak.

4. Pada lesi yang sudah lanjut, ditandai dengan mekanisme imunopatologi yang destruktif. Proses destruktif ini dapat mengakibatkan hilangnya gigi.

Mekanisme imunologi kelainan periodontal sangat kompleks yang melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe IV,III,II, dan I disertai mekanisme protektif-destruktif melalui fungsi limfosit dan makrofag serta aktivasi antibodi dan komplemen. Proses ini dimodulasi oleh bahan immunopotensiasi dan imunosupresi untuk mencegah respon imun yang tidak terkontrol.

Page 23: 51356125 Imunnitas Sistem Langerhans Sel

DAFTAR PUSTAKA

1. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology, 9th ed.WB

Saunders Co. Philadelphia.(2002).67-69, 559-560, 676-681

2. Grossman LI, Oliet S, & Del Rio CE. Imun Endodontik dalam praktek. Alih

bahasa Abyono R. Penyunting Suryo S. edisi ke-11. EGC Jakarta

.(1995). 47-48

3. Carranza FA & Newman MG . Clinical Periodontology, 8th ed.WB

SaundersCo.Philadelphia.(1996). 511-515.

4. Malizia T, Tejada MR, Gheraldi E, Senesi S, Gabriele M, Giuca MR, Blandizzi C, Danesi R, Compa M, Tacca MD. Periodontal Tissue Disposition of Azithromycin. J Periodontal.(1997). 68:1206-1209.

5. Wilson TG and Kornman KS.Anatomy of the Periodontium Fundamentals of Periodontics, 2nd ed. Quintessence Publishing Co,Inc.(2003).32-33.

6. Roeslan, Boedi. Immunologi Oral Kelainan di Rongga Mulut.Balai Penerbit FK UI. Jakarta.(2002).113-115