Upload
jonathan
View
2.400
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam
medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada
anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri dari penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem
organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah
selalu dilakukan pertama kali.
KEADAAN UMUM
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan umum kesehatan pasien. Jika pasien dalam keadaan
normal, maka akan ditemukan bahwa pasien kooperatif, gerakannya terarah, dan hanya merasa sedikit
tegang atau cemas.
Sebaliknya jika pasien kritis atau memburuk mungkin ditemukan kondisi yang tidak kooperatif,
bingung, gerakan tidak terarah, gemetar dan merasa sangat cemas atau bahkan agitatif. Pada saat
pemeriksaan ini akan didapatkan kesan umum mengenai keadaan pasien.
JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience), kemungkinan tanda pucat
pada kulit atau konjungtiva (Anemia), tanda kebiruan pada bibir atau anggota gerak (Cyanosis),
kelainan bentuk pada kuku jari (Clubbing fingers), pembengkakan (Oedema atau Edema), dan,
pemeriksaan pada nodus limfatikus (Lymph nodes) pada leher, ketiak, dan lipatan paha.(1)
Yang dinilai pada keadaan umum adalah : (2)
1) Kesan keadaan sakit
- Apakah pasien tampak sakit ringan, sedang, atau berat, sesuai dengan jenis
penyakit atau stadium dari penyakit.Tampak sakit berat misalnya pada demam
tifoid dengan komplikasi,DBD dengan syok dsb.
2) Status gizi
1
- Secara klinis dapat dilakukan terutama dengan inspeksi dan palpasi. Ditetapkan
berdasarkan perbandingan tinggi dan berat badan. Hasilnya akan didapatkan
pasien dengan status gizi cukup, kurang, atau berlebih / gemuk.
3) Tingkat kesadaran
- Penyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu meningkatkan atau
menurunkan kesadaran. Sedangkan keadaan dimana pasien dalam kesadaran baik
disebut compos mentis. Salah satu contoh penyakit yang meningkatkan kesadaran
yaitu hipertiroidisme, dimana pasien mengalami hyperalertness sehingga sulit
untuk tidur. Penurunan kesadaran dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu :
- Somnolen
Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Penderita
mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal, dan menangkis rangsang
nyeri.
- Sopor
Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang kuat,
namun kesadarannya menurun lagi. Dengan rangsang nyeri tidak dapat
dibangunkan sempurna. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal. Gerakan
menangkis nyeri masih baik.
- Koma ringan
Pada keadaan ini, tidak terdapat respon pada rangsang verbal. Reflex (kornea,
pupil) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.
Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.
- Koma (dalam atau komplit)
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri bagaimanapun kuatnya.
- Delirium
Penurunan kesadaran disertai dengan peningkatan abnormal dari aktivitas
psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh-
2
gelisah kacau, disorientasi, berteriak, motoriknya meningkat. Penyebabnya
beragam, antara lain kurang tidur oleh berbagai obat dan gangguan metabolic
toksik.
- Apatis
Pasien terlihat tidak peduli dengan keadaan / lingkungan sekitar.
o Untuk pemeriksaan detail, penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale) lebih berguna
untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Pemeriksaan GCS sangat penting untuk
memeriksa status neurologis khususnya di kasus trauma seperti cedera kepala.
Pemeriksaan ini dapat untuk menentukan tingkat keparahan cedera otak yang terjadi.
4) Warna kulit dan efloresensi
Dapat digunakan untuk menilai perfusi jaringan. Kulit dapat berwarna kemerahan atau pucat.
Selain itu dapat juga terlihat sianosis atau ikterik. Selanjutnya bila ditemukan efloresensi pada
kulit, tentukan juga lokasi, bentuk, dan ukuran dari efloresensi tersebut.
5) Habitus/postur tubuh
Postur seseorang dapat merupakan faktor predisposisi timbulnya suatu penyakit. Diabetes
mellitus tipe II lebih sering menyerang orang dengan postur yang gemuk, sedangkan Tb lebih
banyak mengenai seseorang dengan tubuh tinggi dan kurus. Secara umum postur seseorang
dapat dibagi menjadi astenikus (kurus), atletikus (proporsional), dan piknikus (gemuk).
6) Umur pasien ditaksir pemeriksa
Lebih tua dari umur yang sebenarnya terdapat pada penyakit kronik atau karena Alzheimer.
Lebih muda dari umur sebenarnya terdapat pada skizofrenia hebrephrenic dan pada orang-
orang yang kesehatan fisik maupun mentalnya sangat baik
7) Cara berjalan
- Melalui cara berjalan seseorang, kita sudah dapat mulai menentukan penyakit,
dikarenakan banyak penyakit yang mempengaruhi cara berjalan baik secara
langsung atau tidak langsung.
- Kelainan dalam cara berjalan antara lain :
• Circumdiction gait
3
• Festinating gait : pada pasien dengan parkinsonisme. Langkah kecil,
cepat, dan tidak dapat berhenti secara perlahan.
• Spastic gait : pada lesi upper motor neuron. Kedua tungkai kaku,
seperti orang yang baru belajar berjalan.
• Ataxic gait : pada lesi serebellum. Jalan seperti orang yang mabuk.
• Waddling gait : pada dislokasi panggul congenital. Cara berjalan
seperti bebek.
• Laboured gait : pada orang dengan myasthenia gravis.
• Bizarre gait : pada orang dengan hysteria. Jalan dengan susah payah.
8) Cara berbaring/duduk
- Cara berbaring aktif - Pada orang sehat atau sakit ringan
- Cara berbaring pasif - Pada orang lumpuh
- Cara berbaring terpaksa - Pasien terpaksa memilih posisi tertentu
karena untuk mengurangi rasa sakit bila dengan posisi yang lain. Contohnya
antara lain emphrosthotonus (duduk melengkung ke depan, pada perikarditis),
pleurothotonus (duduk melengkung kearah yang sakit, pada pleuritis),
oposthotonus (berbaring melengkung seperti busur panah, pada tetanus).
9) Cara berbicara dan suara
10) Ada tidaknya dypsnoe,oedema,dehidrasi,kejang,chorea,athetosis,tremor
11) Sikap dan watak penderita
- Kooperatif Pasien sukarela bekerjasama dengan dokter
- Non kooperatif Bersikap sebaliknya dari kooperatif
- Negativistik Sengaja melakukan sebaliknya dari yang diinginkan
dokter
- Pasif Menurut saja apa yang diperintahkan
- Apatis Tidak peduli keadaan sekelilingnya
- Curiga Tidak percaya pada dokter
o Waspada Seolah-olah ada bahaya yang mengancamnya
o Hiperaktif Tampak gelisah, tidak tenang
12) Penampilan
4
Dinilai bagaimana cara pasien berpakaian, kombinasi warna pakaian, kerapihan dan hygiene.
Ini dapat mencerminkan latar belakang , tingkat sosial ekonomi dan lingkungan pasien
berasal.
13) Ada atau tidak cacat tubuh
TANDA VITAL (1)
Tanda-tanda vital akan memberikan informasi keadaan pasien apakah dalam keadaan baik atau
memburuk, bahkan dapat memberikan informasi seberapa parah kondisinya. Sebagian besar hasil
pemeriksaan akan menunjukkan status fungsi organ-organ vital pada saat pemeriksaan.
Suhu
Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang secara ketat dikontrol karena dapat
dipengaruhi oleh reaksi kimiawi. Untuk pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan
dapat dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan yang akurat harus dengan thermometer. Suhu dapat
menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan, yakni demam (di atas > 37°C).
Suhu tubuh lebih dari rentang suhu normal disebut hyperthermia, sedangkan demam lebih mengacu
pada peningkatan suhu yang disebabkan oleh penetapan titik patokan hipotalamus yang baru oleh
pengeluaran pirogen endogen selama infeksi atau peradangan. Sedangkan penurunan suhu inti
dibawah 35°C disebut hypothermia.
Temperatur TubuhPemeriksaan Normal DeviasiOral 97 – 100 oF
(36-37.8 oC)
< 97 oF or >100 oF
(< 36 oC or > 38 oC)
Demam, kedinginan, menggigil,
gelisah
Rectal 0.3o C lebih tinggi dari oralAxilar 0.2oC lebih rendah dari oral
Tekanan Darah
Tekanan darah dinilai dalam dua hal, sebuah tekanan tinggi sistolik yang menandakan kontraksi
maksimal jantung dan tekanan rendah diastolik atau tekanan istirahat.
5
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kanan, kecuali pada lengan tersebut
terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia,
tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa.
Tidak ada nilai tekanan darah 'normal' yang tepat, namun dihitung berdasarkan rentang nilai
berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah amat dipengaruhi oleh kondisi saat itu, misalnya seorang
pelari yang baru saja melakukan lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi, namun ia dalam nilai
sehat. Dalam kondisi pasien tidak bekerja berat, tekanan darah normal berkisar 120/80 mmHg.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi diukur pada nilai sistolik 140-160 mmHg. Tekanan darah rendah
disebut hipotensi.
Tekanan darah dapat diperiksa melalui perkiraan kasar berdasarkan denyut nadi yang teraba. Tetapi
Pemeriksaan yang akurat hanya bisa didapat melalui pemeriksaan dengan alat (spignomanometer).
Tekanan darah lebih dulu diukur dengan metode palpasi lalu ukur dengan metode auskultasi agar
diketahui tekanan sistolik dan diastoliknya. Hal ini untuk mencegah kesalahan pengukuran tekanan
sistolik dengan metode auskultasi, karena adanya silent gap atau auscultatory gap. Dengan metode
palpasi pengukuran tekanan sistolik lebih dapat dipercaya.
Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah menurut Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
( JNC7).
Blood pressure classifications SBP
mmHg
DBP
mmHgNormal < 120 < 80
Prehypertension 120 - 139 80 – 89
Hypertension grade I 140 - 159 90 - 99
Hypertension grade II > 160 > 100
6
Denyut Nadi
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran kecepatannya diukur pada
beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialis pada pergelangan tangan, arteri brachialis pada
lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau
arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Denyut sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan usia. Bayi yang baru
dilahirkan (neonatus) dapat memiliki dentur 13-150 denyut per menit. Orang dewasa memiliki denyut
sekitar 60-100 per menit
Denyut Nadi dapat dikaji dengan menggunakan palpasi di bagian radialis (pergelangan tangan),
femoralis (inguinal) atau karotid (leher).
Denyut nadi normal akan memiliki kriteria:
- Jumlah : 60 – 100 per menit
- Irama teratur
- Kekuatan denyut sama secara bilateral
Disarankan untuk memeriksa denyut nadi dalam waktu satu menit khususnya saat ketidaknormalan
ditemukan (contoh denyut ireguler)
Pernafasan
Beraneka ragam tergantung usia. Batas normalnya sekitar 16-20 penarikan napas per
menit.Pernapasan yang normal akan memiliki kriteria seperti di bawah ini:
- Jumlah : 8 – 20 /min
- Irama: teratur
- Kedalaman : pergerakan dada seimbang kiri kanan dengan ukuran sekitar 1-2 inci
KeteranganNormal 14 – 20 per menit dan teraturApneu Tidak ada pernapasanBradipneu < 14 / menit dan teraturTachypnea > 20 / menit dan teraturHiperventilasi Kecepatan dan kedalaman meningkat
7
Hipoventilasi Kecepatan dan kedalaman menurunCheyneStokes Adanya periode antara apneu and hiperventilasiKussmaul Napas yang sangat dalam dengan ritme teraturPernpasan Biot’s
(ataxia)
Apneu yang berselang seling dengan munculnya napas yang
kedalamanya bervariasi (sebagian besar dangkal), serta tidak teratur
Bising Napas
Suara Penyebab
Wheezing (mengi) Konstriksi (penyempitan) pada bronkhioli di paru-paru
Snoring (ngorok) Sumbatan sebagian saluran napas atas oleh lidah di dekat faring
Gurgling (kumur) Adanya cairan di saluran napas atas
Crowing or Stridor
(suara kasar dan jelas)
Adanya penyumpatan di saluran napas atas di dekat laring
Kepala (3)
Pemeriksaan fisik pada kepala secara garis besar dibagi dua yaitu inspeksi dan palpasi.
Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi kepala. Kemudian penemuan-penemuan itu dipastikan
dengan palpasi.
Pada inspeksi yang harus diperhatikan adalah
• Bentuk kepala dan Ukuran kepala
Kepala normal mempunyai ukuran dan bentuk yang normal, dimana terlihat bulat
tanpa adanya deformitas, maupun depresi tulang tengkorak. Kepala yang ukurannya
lebih besar dari normal (makrocephali ) misalnya terdapat pada hydrocephalus
(dengan sutura lebar , orbita seolah-olah tenggelam,dan tampak matanya 'the setting
sun sign ). Kepala yang kecil disebut mikrocephali atau anencephali biasanya karena
kelainan kongenital. Deformitas dijumpai pada paget, tumor, trauma, atau bayi waktu
tidur hanya satu sisi.
• Penonjolan tulang8
• Rambut
Pada rambut perlu diperiksa warna, kekeringan,kuantitas (tipis/tebal), kerontokan, dan
distribusi (alopesia sebagian/total). Perubahan warna rambut terjadi pada malnutrisi /
kwashiorkor rambut menjadi pirang seperti jagung (flag sign), kering, mudah rontok
hingga menjadi tipis. Uban yang timbul di usia muda dapat karena keturunan,
Simmond's Disease, trauma emosionil berat. Rambut mudah rontok pada DM,
hyperthyroidisme, syphillis, juga pada demam tifoid, myxedema, atau karena jamur.
• Ciri-ciri kulit
Pada warna kulit wajah dapat ditemukan adanya pucat, ikterik, kemerahan , dan
sianosis.
• Ekspresi muka
Dari ekspresi perlu diperhatikan, adanya kontak mata (apakah terus-menerus dan
tidak berkedip seperti pada hipertiroidisme, afek datar atau depresi). Memalingkan
wajah dengan cepat atau tidak ada kontak mata mungkin menunjukkan kecemasan,
ketakutan,atau kesedihan. Ekspresi wajah juga dapat menunjukkan keadaan sakit.
Misalnya pada dehidrasi disebut facies hippocrates, pada lepra disebut facies leonine,
dan pada hipertrofi tonsil dan adenoid disebut facies adenoid (tampak seperti orang
bodoh , lubang hidung besar,mulut terbuka). Sedangkan pada scleroderma wajahnya
seperti burung , pada penyakit parkinson terlihat seperti topeng (mask face).
Sedangkan untuk palpasi yang harus diperhatikan adalah :
• Rambut (tekstur rambut dan mudah rontok atau tidak) .
• turgor kulit.
• Semua kelainan yang terlihat.
• Bila indikasi , arteri temporalis, kelenjar parotis dan submandibularis, dan sinus-sinus.
Mata
9
Inspeksi dan penilaian fungsi mata merupakan dua unsur penting pada pemeriksaan
mata. Secara garis besar pemeriksaan mata dapat dibagi menjadi 3 unsur utama yaitu inspeksi
mata, pemeriksaan fungsi pada organ mata,dan pemeriksaan funduskopi.
Pada inspeksi yang diperhatikan adalah :
• Alis mata
Alis mata menipis terutama di bagian sisi , pada orang tua, myxedema. Pada
lepra alis mata rontok sama sekali, juga bulu matanya. Dapat terdapat
xanthelasma yaitu bercak kekuningan pada bagian medial karena kadar
cholesterol darah yang tinggi.
• Letak mata
Perhatikan letak mata di dalam orbita. Letak mata di dalam orbita dipengaruhi
oleh beberapa struktur. Jika salah satu dari struktur mengalami kelainan maka
dapat mengubah posisi bola mata di dalam orbita. Posisi ini dapat diukur
dengan cara letakan sebuah penggaris pada ujung lateral sudut orbitae dan
lihatlah dari sisi seberang pinggir depan kornea. Jika jarak dari sudut tersebut
ke pinggir anterior kornea melebihi 16mm, maka ia menderita eksofalmus
• Kelopak mata
Kelopak mata ptosis pada kelumpuhan nervus III , Myasthenia Gravis dan
Sindroma Horner. Oedem kelopak mata yang hebat dapat terjadi pada
peradangan, glaukoma
• Kornea
Kornea normal tidak mengandung pembuluh darah
• Sclera,
Pemeriksaan sclera untuk melihat peradangan dan perubahan warna (ikterik)
• Iris
Iris normal harus bulat dan simetris
Pada pemeriksaan organ mata
• Fungsi otot ekstraokuler
10
Pada kelumpuhan otot mata , mata tak dapat melirik misal pada DM. Kelainan
pada otot mata juga dapat menyebabkan strabismus atau juling.
• Refleks pupil
Pupil normalnya bulat, reguler dan isokor. Penyinaran pada pupil
menyebabkan refleks pupil secara langsung pada mata yang disinar dan pada
mata satunya. Lensa mata dapat keruh seperti pada katarak, orang tua, dan
DM.
• Ketajaman penglihatan
Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat digunakan Kartu Snellen.
• Lapangan penglihatan
Lapangan penglihatan diperiksa dengan konfortasi
Pada pemeriksaan funduskopik yang harus diperhatikan
• Kornea
• Kamera okuli anterior
• Korpus vitreus
• Retina
Telinga
Pada pemeriksaan telinga yang harus diperhatikan adalah pada inspeksi dan
palapasi.pada pemeriksaan inspeksi yang harus diperhatikan adalah
• Posisi telinga di kepala
Inspeksi apakah pangkal heliks berada pada garis horizontal dengan sudut
mata.pada telinga dengan letak rendah sering menyertai kelainan kongenital di
tempat lain
• Tulang rawan telinga
• Prosesus mastoideus
Pada pemeriksaan palpasi yang harus diperhatikan adalah
• Tulang rawan telinga ( seharusnya keras tetapi tidak kaku)
11
• Prosesus mastoideus
Selain itu pada telinga juga dapat dilakukan pemeriksaan otoskopik (pemeriksaan
telinga dengan menggunakan alat otoskop), dengan pemeriksaan ini yang dapat diperhatikan
adalah
Kanalis eksternus
Pada anak-anak lurus, sedangkan pada orang dewasa membentuk sudut .
Membran timpani (gendang telinga)
Pada orang dewasa kanalis eksterna membentuk sudut sehingga daun telinga
perlu ditarik ke atas dan ke belakang untuk melihat gendang telinganya. Pada
membrane timpani yang dilihat adalah warna dari membrane timpani, pantulan
cahaya pada membrane timpani, dan ujung maleus serta prosesus brevis
Selain pemeriksaan di atas,pada telinga kita juga dapat melakukan pemeriksaan fungsi
pendengaran. Pemeriksaan ini meliputi Test Rinne, Weber, dan Schwabach dengan
menggunakan alat bantu garpu tala.
Test Rinne
Test ini untuk mendeteksi tuli konduktif.Untuk melakukan test ini getarkan garpu tala dan
pasangkan tangkainya pada prosesus mastoiseud, dengan garpu tala dengan 512 getaran/detik
adalah yang paling tepat.Kalau pasien menunjukan bahwa ia sudah tidak dapat mendengar
suara itu lagi segera pindahkan garpu tala ke dekat kanalis eksternus,biasanya bunyi itu
terdengar lagi dan hasilnya positif karma dalam keadaan normal hantaran udara lebih baik
dari pada hantaran tulang.Sedangkan pada hasil test yang negative berarti pasien menderita
tuli konduktif pada telinga yang diperiksa
Test Weber
Untuk memastikan adanya tuli konduktif atau menunjukan tuli sensorineural.Getarkan garpu
tala dan pasang pada puncak kepala, tanyakan pada pasien pada telinga yang mana
pendengaran menjadi lebih jelas.Pada tuli konduktif pendengaran akan menjadi lebih jelas
pada telinga yang sakit, sedangkan pada tuli sensorineural pendengaran akan lebih baik pada
telinga yang sehat karena sebernanya test ini untuk membandingkan hantaran tulang pada
telinga kanan dan kiri pasien.
12
Test Schwabach
Untuk memastikan tuli sensorineural.Pada test ini yang dibandingkan adalah hantaran tulang
pasien dan pemeriksa
Hidung
Hidung sebaiknya diperiksa dengan speculum hidung dan sumber cahaya yang kuat di
arahkan dengan cermin kepala. Untuk pemeriksaan di sisi tempat tidur, speculum besar
pendek pada otoskop sudah cukup memadai. Untuk mendapatkan visualisasi yang baik,
miringkan kepala pasien ke belakang 45 0 . Angkat ujung hidung dengan ibu jari anda.
Masukkan speculum, dengan di gerakkan di atas tepi inferior saluran hidung. Septum nasal
membagi saluran udara kira-kira menjadi dua ruang yang sama besar. Periksalah apakah
membrane mukosa berwarna normal-merah muda sampai merah-atau tidak.
Septum biasanya menjadi sumber epistaksis atau perdarahan dari hidung. Perforasi
septum dapat disebabkan oleh iritasi kronis atau trauma atau mungkin menunjukkan
perusakkan oleh gumma pada sifilis. Deviasi septum yang jelasakan menyumbat satu saluran
dan memeperberat gejala-gejala nasal. Membrana yang lembab dan merah menunjukkan
iritasi, seringkali oleh infeksi virus. Warna merah pucat dengan konsisistensi lunak dan basah
mengarah ke alergi.
Arahkan sinar ke lateral, beberapa struktur bulat akan terlihat. Di bagian bawah
terlihat ujung anterior konka inferior yang bulat dan halus. Di atas nya terlihat ujung anterior
konka media. Konka superior tidak dapat di lihat dari depan. Meatus di antara konka yang
berdekatan adalah adalah tempat pengurasan sinus. Sekret purulen yang keluar dari meatus
menunjukkan sinusitis. Celah gelap sempit di antara konkha media dan septum adalah sulkus
olfaktorius. Periksalah lesi yang berbentuk massa, perubahan membrana mukosa, ulserasi,
perforasi dan polip.
Konka yang membengkak dan mengalami hipertrofi mungkin terlihat sebagai suatu massa.
Polip hidung, yang lazim ditemukkan pada pasien atopik, terlihat masssa seperti anggur,
merah muda, pucat dan relative mobil. Keganasan terlihat berwarna putih keabu-abuan, rapuh
dan relative tidak sensitif..
13
Nasofaring di periksa dengan bentuan cermin yang diarahkan ke atas dan ke belakang
uvula.
Sinus frontalis dan maksilaris dapat di periksa secara tidak langsung. Dalam ruangan
gelap, minta pasien untuk memasukkan sumber cahaya yang terang ke dalam mulutnya untuk
transiluminasi sinus maksilaris. Sebuah lampu senter yang terang sudah mencukupi. Sinus
normal yang berisi udara akan terang secara simetris. Jika suatu sinus mengandung pus,
sekresi atau darah, ia akan terlihat lebih gelap dariapada pasangannya. Demikian pula,
tekankan lampu senter kecil (penlight) yang terang di bawah daerah orbita superior untuk
transiluminasi sinus frontalis.
Perkusi langsung pada sinus yang mengalami radang akut akan menimbulkan nyeri
hebat. Pasien yang menderita sinusitis akut hanya tahan satu kali perkusi.
Bibir
Pada bibir perlu diperiksa bentuk, warna, kelainan bibir dan kulit di sekitarnya.
Misalnya labioscizis (bibir terbelah, biasanya congenital), bibir bengkak (trauma, oedema
angioneurotik, alergi), bibir kering (dehidrasi, DM, demam), bibir pucat (shock, anemia),
sianotik (decompensatio cordis, kelainan jantung kongenital, pneumonia/bronchopneumonia ,
asthma bronchial berat, kedinginan).
Pada daerah sekitar bibir mungkin dijumpai herpes labialis, yaitu vesikel kecil kecil
sebesar ujung jarum pentul, berkelompok, cepat memecah meninggalkan krusta mungkin
dijumpai pada penderita dengan demam dan daya tahan tubuh menurun seperti pada malaria,
pneumonia, infeksi virus. Pada defisiensi vitamin B2 ( ariboflafinosis ) mungkin dijumpai
cheilosis yaitu lecet-lecet (desquamasi) pada sudut mulut, yang bila meradang/terkena infeksi
misalnya oleh candida disebut ‘perleche’.
Pada syphilis congenital pada sudut mulut mungkin terdapat ‘rhagades’ yaitu parut
kecil-kecil linear seperti lipatan-lipatan.
Gigi dan Gusi
14
• Pada gigi dan gusi perlu diperiksa kebersihan (hygiene), jumlah dan kelainan pada
gigi, warna mukosa, dan pembengkakan gusi.
• Pada DM sering terdapat pyorrhea alycolaris ( retraksi gusi, pocket dengan pus berbau
di dalamnya ), gigi longgar / goyang, banyak caries (lubang), karang gigi
(calculus).Pada hypopituitarisme, letak antar gigi agak berjauhan (gigi jarang).
• Caries dentis sering terdapat pada orang yang kekurangan unsur Fluor. Tapi pada
orang yang F-nya berlebihan misalnya dalam air minumnya ( > 1,5 ppm) akan terjadi
‘mottled enamel’ pada giginya (bintik-bintik pada gigi, berwarna kuning kecoklatan).
• Warna mukosa gusi yang sehat adalah merah jambu (‘pink’). Gingivitis menyebabkan
warnanya menjadi merah disertai pembengkakan, mudah berdarah, dan terasa nyeri.
• Pada keracunan kronik unsure Pb (timah hitam = ‘lead’ ), terdapat ‘lead line’ yaitu
titik-titik halus berwarna biru kehitaman membentuk garis sedikit dibawah batas
antara gigi dengan gusi. Garis ini juga mungkin timbul pada keracunan bismuth tapi
dengan bercak-bercak kehitaman pada lidah/mukosa mulut.
• Pada skorbut (defisiensi vitamin c), gusi bengkak, mudah berdarah, nyeri, pada
perabaan terasa seperti spon, gigi longgar. Pada penderita epilepsy yang diberi
pengobatan dilantin (diphenylhidantoin), gusi bengkak, kenyal karena terjadi
hiperplasia. Pada Leukimia, gusi bengkak, mudah luka, mudah nekrosis, mudah
berdarah. Pada gusi mungkin juga dijumpai tumor (fibroma), misalnya pada wanita
hamil.
Lidah
Pada lidah perlu diperiksa : ukuran, bentuk, bercak-bercak lidah dan papil, warna,
kelainan antara lain :
• Pada cretin, myxedema, akromegali, lidah relative besar sehingga menonjol keluar,
tanpa rasa nyeri. Pada dehidrasi, lidah mengecil, kering, dan keriput.
• Pada DM, lidah kering, merah, terasa seperti terbakar, sering disertai bercak
keputihan seperti bekas susu karena kandidiasis. Lidah kering, kotor, umumnya terdapat
pada penderita dengan demam atau yang bernafas melalui mulutnya. Pada Demam Tifoid,
lidah kering-kotor, putih kelabu, dengan pinggiran merah, disebut ‘ coated tongue’.
15
• Pada Scarlet fever, lidah merah dengan papil besar-besar, sehingga menyerupai buah
raspberry ‘raspberry tongue’ / ‘strawberry tangue’. Pada defisiensi vitamin B2, dan pada
polycythemia rubra vera, warna lidah ‘merah magenta’. Pada Anemia perniciosa, lidah
pucat, licin, berkilat. Pada Pellagra, lidah merah, bengkak, licin.
• Pada Neurosis pada lidah terdapat gambaran seperti peta – ‘geographical tongue’ –
yang dapat berubah- ubah.
• Pada penyakit Addison, lidah kecil dengan bercak-bercak datar berbentuk bulat atau
oval berwarna coklat kehitaman. Bercak-bercak seperti itu yang tersebar di mukosa mulut
dan sekitar bibir terdapat pada sindrom Peutz-Jegher.
• Pada AIDS, bercak merah coklat kehitaman sedikit menonjol dari permukaannya
yaitu Sarcoma Kaposi pada lidah. Bercak-bercak kandidiasis selain sering pada DM juga
pada leukimia. Lidah yang sianotik terlihat pada kelainan jantung ( misalnya
Decompensatio cordis kiri ) dan saluran pernapasan ( misalnya penyakit saluran
pernafasan obstruktif ), atau pada keracunan darah misalnya methemoglobinemia,
sulfhemoglobinemia, CO, CN.
• Sikatriks pada lidah mungkin dijumpai pada penderita epilepsy karena lidah sering
tergigit waktu serangan. Tremor lidah pada hipertiroidisme, penyakit Parkinson dan
ansietas. Pada kelumpuhan N. XII terjadi deviasi lidah ke arah sisi yang sakit bila
dijulurkan.
Mukosa Mulut dan Palatum
Hal yang perlu diperiksa pada mukosa mulut dan palatum adalah warna, bercak/efloresensi
dan kelainan-kelainan lainnya.
Warna yang normal adalah ‘pink’. Terlihat pucat pada anemia dan terlihat merah pada
radang. Selain itu dapat terlihat sianotik pada kelainan jantung dan saluran pernafasan. Pada
pasien dengan tanda awal morbili dapat terlihat bercak koplik yaitu bercak sebesar ujung
jarum pentul berwarna putih kelabu dikelilingi zona merah di mukosa bukal berhadapan
dengan gigi molar bawah.
Pada anak dengan malnutrisi berat dapat terbentuk noma yaitu gangrene progresif destruktif
pada mukosa bukal hingga menyebabkan perforasi mukosa bukal tersebut, dijumpai. Ulkus
atau perforasi yang dijumpai pada palatum mungkin disebabkan oleh syphilis.
16
Uvula
Hal yang diperiksa adalah warna, ukuran, dan gerak/pulsasi. Pada peradangan terlihat
berwarna merah dan memanjang. Pulsasi uvula yang sinkron dengan denyut jantung
(Muller’s sign) dapat ditemui pada Aorta Insufisiensi (AI).
Laring dan Pharynx
Hal yang diperiksa adalah warna dan kelainan-kelainan lain. Untuk memeriksa faring dengan
jelas, tekan lidah kebawah dengan spatel tongue, sehingga faring akan tampak. Perhatikan
dinding belakang faring, apakah warnanya berubah. Dapat terlihat merah jika terdapat
peradangan yang berhubungan dengan infeksi saluran napas atas. Pada difteri, akan
didapatkan selaput putih pada dinding faring yang sulit diangkat dan mudah berdarah
(pseudomembran).
Tonsil
Hal yang diperiksa adalah ukuran, warna, dan kelainan. Bila tonsil telah diangkat disebut T0.
Tonsil yang normal disebut T1. Tonsil lebih besar dari fosa tonsil disebut T2, dan bila ukuran
tonsil sangat besar hampir mencapai uvula disebut T3. Pada peradangan tonsil membesar,
berwarna merah, serta dapat disertai bercak-bercak kotoran (detritus).
Bau napas
Pada pasien asidosis, DM tidak terkontrol, starvation (kelaparan) nafasnya berbau aseton.
Pada pasien uremia berbau seperti bau moniak. Pada pasien gagal hati berbau busuk (fetor
hepatikum). Pada pasien difteri berbau seperti tikus (mousy smell). Pada pasien alkoholisme
berbau alkohol.
Leher
Pada pemeriksaan leher secara garis besar yang perlu diperhatikan adalah
• Bentuk leher
• Gerak dan kekakuan pada leher
• Pembesaran kalenjar getah bening (KGB)
17
• Kelenjar thyroid
• Arteri carotis
• Vena jugularis externa
• Trachea
Bentuk leher :
• simetris/ asimetris
• panjang/ pendek
Bentuk leher panjang terdapat pada orang dengan bentuk badan ektomorf, kahektis, dan
pasien tuberculosis lama. Bentuk leher pendek relatif pada bayi dan anak kecil, pada orang
dengan bentuk badan endomorf, obesitas, sindroma Cushing, miksedema, kretinisme.
Gerak dan Tanda Rangsang Meningeal
Periksa otot sternocleidomastoideus dengan cara menyuruh pasien untuk menengok kanan-
kiri, bila terdapat kekakuan atau pendeknya otot sternocleidomastoideus unilateral disebut
torticolis. Periksa otot trapezius dengan cara melihat kesimetrisan bahu, dan disebut normal
bila bahu sama tinggi saat istirahat. Contoh tanda ransang meningeal adalah kaku kuduk dan
refleks brudzinsky I yang positif pada iritasi meningen (contoh pada meningitis).
KGB (Kelenjar Getah Bening)
KGB yang terdapat di leher adalah KGB pre-aurikuler, retro-aurikuler, submandibular,
submental, suboksipital, sepanjang otot sternocleidomastoideus, dan supraklavikular. Hal-hal
yang diperiksa adalah :
1. lokasi
2. ukuran
3. nyeri tekan
4. konsistensi
5. melekat pada dasar atau pada kulit
6. permukaan kulit diatasnya
Kelenjar Thyroid
18
- Inspeksi
o Ukuran. Pembesaran thyroid secara difus sering menyebabkan pembesaran
leher secara merata.
- Palpasi
o Normalnya pada saat pasien kita suruh menelan, akan teraba thyroid yang ikut
bergerak sesuai gerak menelan. Konsistensi normalnya adalah seperti jaringan
otot, bila lunak terdapat goiter toksika, noduler atau difus. Nyeri tekan ada
atau positif bila infeksi akut kelenjar, perdarahan kedalam kelenjar.
- Penbesaran thyroid disebut struma (goiter) yang mungkin bersifat toksik
(hyperthyroidisme) atau non toksik (euthyroid atau hypothyroidisme).
- Auskultasi
o Dapat terdengar bruit thyroid sistolik pada goiter toksika.
Arteri Carotis :
Normal tidak tampak denyutannya, tapi terasa berdenyut saat diraba. Arteri carotis akan
tampak berdenyut seperti pada AI, hyperthyroidisme, anemia berat, coarctatio aorta, dan pada
orang dengan aktivitas fisik berat/ emosi. Denyut teraba lebih lemah pada aortal stenosis
(AS). Denyut teraba lebih keras dan kuat pada AI. Denyut AI, hingga leher pasien itu seolah
bergoyang sinkron dengan denyut jantung yang disebut homo pulsans. Arteri carotis tampak
bergetar tiap sistolik jantung disebut carotid shudder.
Vena Jugularis Externa
V. jugularis ekstrerna diperiksa untuk menentukan tingginya tekanan di atrium kanan yang
dapat ditetapkan dengan melihat tingginya kolom pengisian darah di vena jugularis. Tekanan
vena jugularis diperiksa pada posisi pasien berbaring terlentang dengan kepala membentuk
sudut 30° dengan bidang datar, leher rileks, lalu bendunglah vena itu di daerah proksimal
(disebelah atas klavikula), sampai vena itu tampak jelas kemudian bendunglah dengan jari
disebelah distal yaitu dibawah dagu dan bendungan diatas klavikula lepas. Perhatikan ujung
kolom darah didalam vena itu dan berilah tanda. Hitunglah jarak antara ujung kolom darah di
vena berada di garis horizontal, beri tanda plus (+), bila dibawahnya diberi tanda minus (-),
sedangkan garis horizontal yang melalui angulus sternalis ludovici diberi nilai 5cmH2O. JVP
19
(Jugular Venous Preasure) normal adalah 5±3 cmH2O. Bila JVP lebih dari 5±3cmH2O, JVP
dianggap meningkat dan mungkin dijumpai pada dekompensatio kordis kanan, perikarditis
konstriktiva, atau karena tumor di mediastinum yang menekan vena cava superior. Makin
tinggi JVP, makin berat keadaan sakitnya.
Pengukuran JVP
Trachea :
- Inspeksi
o Normalnya trachea berada di tengah leher/ incisura jugularis sterni. Bila
letaknya tidak ditengah-tengah, kemungkinan ia terdorong atau tertarik oleh
suatu proses di mediastinum atau paru seperti misalnya efusi pleura
(mendorong ke sisi sehat), fibrosis paru (menarik ke sisi yang sakit), atau
atelektasis paru (menarik ke sisi sakit).
- Palpasi
o Pada aneurysma aorta, mungkin teraba ‘tracheal tug’ yaitu tarikan yang teraba
sesuai degan sistolik jantung dengan sedikit dorongan keatas pada os krikoid;
tampak jelas pada posisi duduk atau berdiri dengan sedikit menengadah.
THORAX (4)
Inspeksi
Inspeksi Secara umum, dari dinding anterior dada dapat kita lihat bentuk thorax normalnya simetris.
Tidak ada kelainan seperti barrel chest (dada tong) seperti pada emfisema atau penyakit paru
obstruktif kronis. Ptisis chest pada penyakit TBC, bentuk asimetris pada atelektasis, fibrosis,
20
pneumothorax, efusi pleura dimana terjadi depresi pada satu sisi. Dari lateral dapat kita lihat kelainan
seperti: gibbus, kifosis, lordosis. Kemudian dari diding posterior adanya skoliosis.
Dinding thorax dan mammae
Kelainan kulit : spider nevi pada sirosis hati dan kehamilan. Roseola pada demam tifoid.
Vena kulit : normal tidak melebar/menonjol.
Bila melebar dan menonjol serta berkelok-kelok terutama pada vena di bagian tengah sedangkan
arahnya tetap dari umbilicus ke perifer kemungkinan sirosis hati.
Bila vena yang berdilatasi di sisi thorax dengan arah aliran darah dari atas ke bawah kemungkinan
obstruksi vena cava superior. Bila arah aliran dari bawah ke atas kemungkinan vena cava inferior.
Arah aliran darah diperiksa dengan palpasi.
Ginekomastia : pada sirosis hati dan tumor hipofisis.
Tumor pada mammae: pada laki-laki jarang, jika terdapat pada wanita waspada suatu keganasan.
Pulsasi pada dinding thorax
Iktus kordis normal tampak pada sela igaV, 1-2 cm sebelah medial garis midklavikularis kiri.
Pada hipertrofi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke lateral, pada hipertrofi yang disertai dilatasi
ventrikel kiri, iktus kordis begeser ke lateral dan ke bawah, pulsasi tampak lebih jelas/ nyata.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, iktus kordis menghilang/ tak terlihat, tetapi tampak pulsasi yang nyata
di daerah bawah sternum/ epgastrium yang berasal dari denyut ventrikel kanan.
Pulsasi abnormal yang tampak pada epigastrium juga mungkin disebabkan oleh aneurisma aorta
abdominalis,atau karena adanya tumor didepan aorta abdominalis.
Pulsasi abnormal di sela iga II di garis sternalis kanan dan incisura jugularis sterni, mungkin
disebabkan oleh aneurisma aorta.
Pulsasi abnormal si sela iga III kiri dekat sternum mungkin disebabkan aneurisma atau dilatasi
a.pulmonalis.
Gerak dinding thorax pada pernafasan
Normal : simetris , pada wanita pernafasan dada lebih dominan( thorako-abdominal). Wanita yang
bernafas abdomino-thorakal, mungkin menderita kelainan dalam rongga dada atau dinding thoraxnya.
21
Pada pria : abdomen yang dominan (abdomino-thorakal), pria yang bernafas sebaliknya mungkin
menderita paralysis diafragma.
Frekwesi 14-20x/menit, irama teratur, amplitude sedang.
- Pernafasan dangkal pada emfisema,pleuritis, efusi pleura.
- Pernafasan dangkal dan cepat pada decompensatio cordis.
- Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul) pada asidosis
- Pernafasan cheyne-stokes pada decompensatio cordis kiri, keracunan opium atau
barbiturat, uremia.
- Pernafasan biot pada kerusakan otak.
Palpasi
1) Memeriksa dengan perabaan kelainan pada dinding toraks
Jika ditemukan benjolan tetapkan besar kelainan, ukuran, lokasi , konsistensi, permukaan
suhu, rasa nyeri pada perabaan, permukaan kulit, mudah atau tidak digerakkan dari dasarnya dan
jaringan sekitar.
2) Membandingkan pergerakan dinding dada kanan-kiri
merasakan perbandingan gerakan nafas kanan dan kiri dengan berdiri di depan atau di
belakang pasien dan meletakkan telapak tangan pada sisi kanan dan kiri toraks pasien. Normal,
gerak kedua-dua hemitoraks sama. Bila ada kelainan, kemungkinan terdapat emfisema, efusi pleura,
atelektasis atau fibrosis pada salah satu sisi. Ataupun terdapat kelainan yang tidak sama pada
kedua-dua sisi.
3) Memeriksa ‘ vocal fremitus’
membandingkan fremitus suara kanan dan kiri dengan meletakkan kedua tangan pada
punggung atau dada depan pasien di kanan dan kiri tulang belakang sambil menyuruh pasien
mengucapkan ‘ tujuh puluh tujuh’ atau pun ‘ sembilan puluh sembilan’ . Normal, getaran suara
pasien pada dinding toraks dirasakan sama kuat pada tempat –tempat yang simetris. Apabila vocal
fremitus melemah pada satu sisi, kemungkinan penyebabnya adalah efusi pleura, emfisema,
pneumotoraks atau atelektasis obstruktif. Apabila vocal fremitus mengeras pada salah satu sisi,
kemungkinan penyebabnya adalah infiltrate, konsolidasi, atelektasis kompresif atau tumor.
4) Meraba ictus kordis
22
meraba ictus kordis dengan telapak dan jari tangan kanan pada ruang interkostal IV dan V
hemitoraks kiri dan denyut lain (bila ada) dan menetapkan lokasinya. Yang dinilai adalah,
letaknya, diameter, kekutan dan sifat ictus.
5) Meraba ‘thrill’
meletakkan telapak tangan pada area katup jantung.
6) menetapkan besar sudut angulus sub costae
letakkan kedua telapak tangan pada masing-masing arcus costae, sudut yang dibentuk oleh
kedua ibu jari pemeriksa ditetapkan. Normal 700-900
Perkusi
Teknik perkusi dengan meletakkan jari tengah tangan kiri datar pada dinding thorax, biasanya pada
sela iga, kemudian pangkal kuku jari itu diperkusi(diketuk) oleh jari tengah tangan kanan yang
digerakkkan pada sendi pergelangannya. Bunyi yang ditimbulkan mungkin tympani, sonor,
hipersonor, redup atau pekak.
Tympani : bunyi yang amat nyaring seperti mengetuk abdomen yang kosong
Hipersonor : bunyi yang kurang nyaring dibanding dengan tympani kerana masih ada jaringan di
dalam rongga yang penuh berisi udara.
Sonor : bunyi yang kurang nyaring dibanding bunyi hipersonor. Merupakan bunyi pada
dinding thorax dengan cavum pleura dan jaringan paru didalamnya yang normal.
Redup : bunyi yang kurang nyaring disbanding sonor kerana volume udara dalam jaringan
paru
berkurang misalnya terdapat infiltrat ataupun konsolidasi.
Pekak : bunyi pada thorax bila jaringan paru didalamnya tidak lagi berisi udara sama
sekali,
misalnya paru yang telah terisi tumor yang padat atau mengalami atelektasis.
Bunyinya
sama seperti kita melakukan perkusi dihati.
Perkusi dada depan
23
1) Melakukan perkusi secara sistematis dari atas ke bawah, membandingkan hemitoraks kanan
dan kiri.
2) Melakukan perkusi untuk mencari batas paru dan hati pada garis midklavikula kanan dan
memberi tanda, melakukan perkusi untuk meletakkan peranjakan hati.
3) Mencari batas paru dan jantung kanan.
4) Mencari batas bawah paru dan lambung.
5) Mencari batas paru dan jantung kiri.
Perkusi punggung
1) Meminta pasien untuk duduk
2) Melakukan perkusi dari atas ke bawah, membandingkan kanan dan kiri (sonor,redup,pekak.
Garis Ellis-Damoisseau)
3) Tentukan batas paru bawah kanan dan kiri.
Auskultasi
Auskultasi Paru
1) Meminta penderita menarik nafas perlahan-lahan dengan mulut terbuka.
2) Melakukan auskultasi paru di depan dinding dada dengan urutan yang benar. Mendengarkan
inspirasi dan ekspirasi pada tiap tempat yang diperiksa. Kenal pasti suara nafas dan suara nafas
tambahan yang ada.
3) Lakukan auskultasi pada sisi samping dada kanan dan kiri. Kenal pasti suara nafas dan suara
nafas tambahan yang ada.
4) Auskultasi pada dinding punggung dengan urutan yang benar. Kenal pasti suara nafas dan suara
nafas tambahan yang ada.
Suara Nafas Normal
1) Suara napas tracheal, terdengar didaerah leher
Fase inspirasi:fase ekspirasi=1:324
2) Suara napas bronchial,berasal dari bronchus besar. Di dengar dibagian sentral dada
Fase inspirasi:fase ekspirasi=1:2
3) Suara napas bronkovesikuler,berasal dari bronchus sedang. Didengar di daerah dada bagian
tengah.
Fase inspirasi:fase ekspirasi=1:1
4) Suara napas vesikuler, berasal dari bronchioles. Didengar di seluruh daerah perifer dada
Fase inspirasi:fase ekspirasi=3:1
Suara Nafas Abnormal
1) Suara nafas trakeal,bronchial, atau sub-bronkial tidak pada tempat seharusnya. (terdapat
proses konsolidasi / infiltrat)
2) Suara nafas vesikuler memanjang. Fase inspirasi : fase ekspresi = 3:2/ 3:3. (apabila lumen
bronkus mengalami penyempitan)
3) Suara nafas melemah. (pada penyakit emfisema, efusi pleura, pneumotoraks dan obstruksi
bronkus)
4) Suara nafas mengeras. ( adanya infiltrat/ konsolidasi di daerah tempat ujung stetoskop
diletakkan. Juga pada keadaan atelektasis paru akibat kompresi sedangkan lumen bronkus
tetap terbuka)
5) Suara nafas amforik. (terdengar seperti apabila kita meniup ke dalam botol kosong. Bila
terdapat suatu kavitas besar yang berhubungan langsung dengan bronkus)
6) Suara nafas ‘cog-wheel. Suara nafas tersendat-sendat pada pleuritis adhesive akibat
pengembangan alveolus tidak serentak dan merata setiap inspirasi.
7) Suara nafas metamorphosing : suara inspirasi yang mendadak berubah dari halus menjadi
kasar akibat sumbatan pada brokus/bronkiolus yang mendadak lepas/ hilang.
8) Suara nafas asthmatic. (ekspirasi amat memanjang dan disertai suara tambahan seperti siulan
(wheezing). Pada penderita asthma bronkiale)
Suara Nafas Tambahan
1) Ronki : suara tambahan akibat adanya cairan eksudat/transudat/ darah dalam lumen bronkus.
25
- Ronki basah : cairan bersifat encer
- Ronki kering : cairan bersifat liat akibat proses penguapan/oksidasi.
2) Krepitasi : suara nafas tambahan yang kedengaran seperti apabila kita menggesek rambut kita
dekat ke telinga. Suara ini berasal dari cairan di dalam alveolus atau kerana alveolus yang kerana
suatu sebab mengempis dan pada inspirasi mengembang seperti balon karet. Hanya terdengar
pada fase awal inspirasi saja.
3) Suara gesek pleura : suara nafas tambahan akibat gesekan kedua permukaan pleura (parietalis
dan visceralis) yang menjadi kasar misalnya akibat peradangan. Terdengar sepanjang fase
inspirasi dan ekspirasi. Suaranya seperti suara sepatu kulit yang masih baru. Dapat didengar di
daerah basis paru.
Auskultasi jantung
Yang kita periksa adalah : Bunyi jantung I dan II
1. Bunyi jantung I dihasilkan dari menutupnya katup mitral dan trikuspid secara bersamaan,
sedangkan bunyi jantung II dihasilkan dari menutupnya katup aorta dan pulmonal secara
bersamaan.
2. Bunyi jantung I tempat yang paling jelas untuk kita dengarkan adalah pada apex jantung
( sela iga V ) sedikit medial dari garis midklavikularis kiri.
3. Bunyi jantung II paling jelas didengar di sela iga II garis sternalis kanan. Fase diantara BJ
I dan BJ II disebut fase sistolik, dan fase diantara BJ II dan BJ I disebut fase diastolic,.
Fase sistolik normal lebih panjang dari fase diastolik.
BJ I lemah pada : perkapuran/ fibrosis katup mitral, infark miokard, emfisema, dan efusi pericardial/
pleura kiri. BJ II mengeras pada : MS/TS, tachycardia, blokade jantung, hipertiroid,anemia, beri-beri,
demam rematik akut, dll. Pada fibrilasi atrium BJ I dapat terdengar lemah/ mengeras berganti- ganti.
BJ II lemah pada: hipotensi, shock, pulmonal stenosis, fibrosis katup aorta/ pulmonal, emfisema, dll.
BJ II mengeras pada : hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal, dan setelah melakukan aktifitas fisik.
B.J. I dapat terdengar terpecah/’splitting’ pada RBBB atau LBBB. Karenadalam hal ini katup mitral
tidak bersamaan atau berbarengan menutupnya dengan katup trikuspid.
B.J.II terdengar terpecah/’splitting’ (karena katup pulmonal tidak bersamaan/berbarengan
menutupnya dengan katup aorta), keadaan ini bisa:
26
- normal dengan cirri pada inspirasi ‘splitting’ jelas, pada ekspirasi ‘splitting’
menghilang. Disebabkan karena pada saat inspirasi katup pulmonal menjadi
terlambat menutupnya dari pada katup aorta.
- Pada RBBB, dengan ciri ‘ splitting’ dapat terdengar jelas baik pada inspirasi maupun
ekspirasi
- Pada ASD, PS, hipertensi pulmonal dengan ciri ‘splitting’ tidak lebih jelas pada
inspirasi, seperti pada orang normal.
- Pada AS dan LBBB dengan ciri ‘splitting’ menghilang dengan inspirasi, kebalikan
dari orang normal dan disebut splitting yang paradoks.
Bunyi jantung tambahan
1. Bunyi jantung III ( BJ III )
Terdengar setelah BJ II dengan nada yang lebih rendah. Normal pada anak-anak/ dewasa muda <
30 tahun. Terjadi karena distensi tiba-tiba ventrikel saat darah mengalir dengan cepat dari atrium
ke ventrikel pada fase awal diastolik jantung. Pada orang tua, BJ III mungkin disebabkan oleh:
aliran darah dari atrium ke ventrikel amat cepat misalnya pada hyperthyroidisme, beri-beri,
anemia dan pada MI. Kelainan miokard misalnya pada hipertrofi/dilatasi, peradangan
(miokarditis) atau fibrosis. BJ III karena kelainan ventrikel kiri lebih jelas terdengar di apex, bila
karena kelainan jantung kanan lebih jelas terdengar disepanjang sisi kiri sternum. BJ III tetap
terdengar pada posisi tegak.
2. Bunyi jantung IV (BJ IV)
Terdengar sesaat sebelum BJ I, normal amat lemah sehingga tidak terdengar. Pada keadaan
patologis dapat didengar pada hipertrofi ventrikel. Terjadinya karena saat atrium berkontraksi di
akhir diastolic, menyebabkan regangan pada ventrikel. Tidak terdengar pada posisi tegak/duduk.
3. Opening snap ( OS ) katup mitral
Terdengar tepat sesaat sebelum BJ II dengan nada lebih tinggi dari BJ II. Punctum maksimum
pada sela iga IV di sisi kiri sternum ( garis sternalis kiri). Terdapat pada MS, kecuali katup mitral
mengalami fibrosis/perkapuran.
OS dibedakan dari splitting BJ II : berbeda punctum maksimum, nada OS lebih meninggi dari
pada BJ II, BJ II menghilang pada ekspirasi, OS tidak. Biasanya OS disertai BJ I yang mengeras.
27
OS dibedakan dari BJ III : BJ III lebih lambat datangnya dari OS setelah BJ II, dibanding BJ II
nada BJ III lebih rendah, BJ III tidak didahului BJ I yang mengeras.
4. Ejection Sound ( ES )
Terdengar segera setelah BJ I dengan nada tinggi. Disebabkan oleh karena distensi tiba-tiba aorta
atau a. Pulmonalis yang patologik saat sistolik. Punctum maksimum di titik P atau di apex.
5. Sistolik klik
terdengar ditengah fase sistolik. Punctum maksimum di antara sternum dan apex.
6. Irama dan frekwensi denyut jantung
Secara auskultasi irama denyut jantung dibedakan sebagai:
a. irama reguler/teratur : pada orang normal/sehat
b. irama ireguler ritmik: aritmia sinus : frekwensi cepat saat inspirasi, kembali normal saat
ekspirasi. Extrasistole : ada denyut datang terlalu cepat lalu kembali normal.
c. Irama ireguler mutlak ( absolut) : pada fibrilasi atrium
d. Irama gallop: seperti derap kuda : pada decompensatio cordis
Frekwensi denyut jantung harus dibandingkan dengan frekwensi denyut nadi. Jika frekwensi
denyut nadi kurang dari denyut jantung disebut pulsus defisit, terdapat pada fibrilasi atrium.
7. Bising jantung ( cardiac murmur )
Terjadi karena turbulensi aliran darah dalam jantung sehingga menimbulkan getaran. Dengan
palpasi pada thorax dirasakan sebagai thrill. Dengan auskultasi terdengar sebagai bising
‘murmur’. Penyebab turbulensi ialah penyempitan (stenosis) ostium/katup, adanya regurgitasi
aliran pada insufisiensi katup, atau aliran yang terlalu cepat seperti pada hypertiroid, anemia, beri-
beri.
Setiap terdengar bising jantung harus dideskripsikan : PMI (punctum maksimum), fase
tedengarnya bising, tipe bising, derajat/intensitas bising, nada bising, penyebaran terdengarnya
bising.
Contoh deskripsi suatu bising:
Pada AI : terdengar bising early diastolic dengan PMI di A, grade III, high pitch, penyebaran ke
bawah.
28
Pada MS : terdengar bising mid diastolik dengan PMI di M ( apex), grade III, low pitch, tanpa
penyebaran.
8. Pericardial friction rub
Terdengar pada perikarditis karena gesekan dari perikardium parietal dan viseral karena menjadi
kasar,sehingga menimbulkan bunyi. Sifat : seperti bunyi sepatu kulit yang masih baru, PMI di
bagian bawah sternum, tidak menyebar, sinkron dengan sistol-diastol jantung, tidak terpengauh
oleh inspirasi-ekspirasi, lebih jelas pada posisi tegak dan membungkuk.
ABDOMEN (5)
Meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.
Syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pemeriksaan abdomen yaitu :
1. Pasien dalam keadaan rilek, untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain :
a. Kandung kemih harus kosong
b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut
c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakan tangan diatas
kepala
d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya dengan menggosokkan kedua
telapak tangan dan tempelkan stetoskop pada telapak tangan
e. Pemeriksaan dengan perlahan- lahan
f. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien untuk menunjukan daerah nyeri
g. Perhatikanlah ekspresi dari muka pasien selama pemeriksaan
2. Daerah abdomen mulai dari prosesus xiphoideus sampai simfisis pubis harus terbuka
3. Pemeriksa disebelah kanan pasien
Dinding abdomen dibagi dalam 9 regio, yaitu regio epigastrium, regio hipokondrium kanan,
kiri, regio umbilikalis, regio lumbalis kanan, kiri, regio hipogastrika (suprapubica) dan regio
inguinalis (iliaca) kanan dan kiri.
29
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik yang sudah disepakati :
1. Titik Mc. Burney :
Pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada sepertiga lateral dari
garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilicus. Titik tersebut dianggap lokasi
apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
2. Garis Schuffner :
Garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilicus (dibagi 4)
dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini
digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.
Pemeriksaan abdomen :
Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
2. Mintalah pasien untuk membuka baju seperlunya agar daerah pemeriksaan terbuka.
30
3. Usahakan membuat penderita menjadi rileks dengan menekuk lutut saat mengajak bicara,
menanyakan apakah sudah berkemih, apakah ada rasa nyeri
4. Mintalah penderita untuk memberikan respon terhadap pemeriksaan (rasa sakit dan lain-lain).
5. Berdiri disebelah kanan pasien
Inspeksi
Inspeksi abdomen adalah melihat perut baik perut bagian depan maupun perut bagian belakang
(pinggang). Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan
adalah :
1. Simetris
2. Bentuk / kontur
3. Ukuran
4. Kondisi dinding perut
- Kelainan kulit
- Vena
- Umbilikus
- Striae alba
5. Pergerakan dinding perut
Simetris
Dalam situasi normal, dinding perut terlihat simetris dan mendatar dalam posisi terlentang.
Adanyatumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk perut tidak simetris.
Pergerakan dinding perut akibat peristaltic dalam keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat. Bila
terlihat adanya gerak peristaltic usus dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai
akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi maupun hiperperistalik yang
sementara akibat skibala.
Bentuk / kontur
31
Pada anak-anak terlihat membuncit hingga masa puberitas. Pada pasien ascites ditemukan
bentuk perut yang seperti perut kodok yaitu buncit dengan “saging” pada pinggang (bila berbaring
terlentang), disertai umbilicus yang tertarik ke kanan dan ke kiri (smiling umbilicus), bila pasien ini
diinspeksi dalam posisi tegak, tampak perut yang buncit, namun umbilicus menonjol. Pada wanita
hamil atau adanya tumor intrabdominal, pada posisi tegak atau terlentang, perut tampak buncit, tanpa
“saging” pada pinggang dan tanpa smiling umbilikusPada pasien yang kekurangan makan atau
dehidrasi didapatkan bentuk perut “Scaphoid” atau cekung.
Kondisi dinding perut
• Kelainan kulit
Kulit yang keriput menandakan bahwa dinding perut pernah mengalami distensi seperti karena
kehamilan atau pernah ascites, juga terdapat pada keadaan dehidrasi. Pada pembesaran perut, kulit
dinding perut akan tampak tegang licin dan berkilat.
• Vena
Vena kulit mungkin tampak tapi tidak menonjol dan berkelok-kelok, bila tampak demikian
disebabkan oleh dilatasi vena yang mungkin terjadi karena adanya obstruksi vena porta (misalnya
pada sirosis hepar) atau obstruksi vena cava superior atau inferior. Beda dari ketiga hal itu adalah
pada obstruksi vena porta, vena yang berdilatasi terutama vena di bagian tengah dinding perut
sedangkan pada obstruksi vena cava, vena yang berdilatasi adalah vena yang terdapat didaerah
perifer dinding abdomen.
• Umbilikus
Pada umbilicus dapat terjadi hernia atau neoplasma, pada tumor intraabdominal atau pada
kehamilan umbilicus dapat menonjol. Pada obesitas walau perut buncit, umbilicus tidak menonjol
• Striae
Adanya garis-garis putih yang dapat terjadi setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya
gemuk atau bekas ascites dan terdapat juga pada sindrom cushing.
Pergerakan dinding perut
32
Pulsasi dapat tampak pada dinding perut didaerah epigastrium, yang mungkin disebabkan oleh
hipertrofi ventrikel kanan atau pada orang normal yang amat kurus, pulsasi tampak jelas yang berasal
dari denyut aorta abdominalis yang diteruskan ke dinding perut. Tetapi bila aorta abdominalisnya
mengalami aneurysma, maka denyut akan tampak walau pada orang yang tidak kurus sekalipun dan
bersifat ekspansif (berdenyut ke segala arah). Pulsasi didaerah hipokondrium kanan, dapat berasal dari
hepar, pada pasien yang menderita insufisiensi katup trikuspidalis. Pada waktu bernapas, normal
dinding perut mengembang pada waktu inspirasi, dan ,mengempis pada waktu ekspirasi secara
simetris. Pada kelumpuhan diafragma, misalnya pada abses subdiafragma gerakan dinding perut
menjadi sebaliknya. Sedangkan pada peritonitis tidak ditemukan adanya pergerakan dinding perut
sama sekali.
Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi, informasi yang perlu didapatkan antara lain:
1. Bising usus (bunyi peristaltik)
2. Suara dari pembuluh darah
3. Bunyi gesek (‘friction rub’)
Bising usus (bunyi peristaltik)
Disebabkan Karena adanya bunyi udara dan cairan didalam usus yang bergerak karena
peristaltik usus, caranya dengan meletakkan stetoskop pada seluruh kuadran abdomen. Normalnya
bising usus akan terdengar satu sampai tiga kali permenit. Bila peristaltic meningkat (pada diare,
gastroenteritis), bising usus dapat terdengar 10-15 x/menit hingga sekali tiap 2-3 detik. Pada keadaan
peristaltic yang meningkat, nada bising usus juga akan lebih tinggi dan nyaring. Bila selama 3-10
menit tidak terdengar sekalipun bising usus, dinamakan silent abdomen, biasanya terdapat pada pasien
pada peritonitis, ileus paralitikus. Sedangkan pada obstruksi usus (ileus obstruktif) didapatkan nyeri
kolik disertai bising usus yang meningkat dan amat nyaring.
Suara pembuluh darah
Suara yang berasal dari arteri disebut arterial bruit, biasanya terdengar pada aneurysma aorta
abdominalis, bila stetoskop diletakan didaerah epigastrium beberapa cm diatas umbilkus, dan sedikit
di sebelah kanan dan kiri umbilicus. Sedangkan suara yang berasal dari vena disebut venous hum,
suaranya lebih halus terdengar dibanding arterial bruit dan nadanya lebih tinggi. Paling sering
terdengar di region umbilikalis atau region hipokondrium. Venous hum bisa berasal dari vena cava
orang normal, dan pada penderita sirosis hepar dengan hipertensi portal.
33
Bunyi gesek (friction rub)
Bunyi ini sama kedengarannya seperti bunyi gesek pleura atau pericardial tapi terdengar bersamaan
dengan inspirasi dan ekspirasi. Mungkin terdengar didaerah hepar atau lien. Pada hepatoma atau
cholecistitis bunyi gesek terdengar didaerah hepar. Pada peradangan atau infark liaen, bunyi gesek
terdengar di daerah lien.
Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti pada perkusi dirongga
toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketukan yang lebih perlahan.
Perkusi abdomen mempunyai beberpa tujuan :
1. Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa,
2. Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3. Untuk diagnosis adanya cairan atau masa padat.
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih
banyak cairan atau udara.Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen adalah timpani,kecuali
didaerah hati suara perkusinya adalah pekak.Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan
bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara
bebas di dalam rongga perut,misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen,perkusi di atas dinding perut
mungkin timpani dan sampingnya pekak.Dengan memiringkan pasien ke satu sisi,suara pekak ini
akan berpindah-pindah (shiffting dullness). Pemeriksaan shiffting dullness sangat patogonomonis dan
lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang cairan.Suatu keadaan yang disebut
fenomena papan catur (chessboard phenomen) di mana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi
timpani dan redup berpindah-pindah ,sering ditemukan pada pasien peritonitis tuberkulosa.
Cara pemeriksaan asites
a. Cara pemeriksaan gelombang cairan
Cara ini dilakukan pada pasien asites yang cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien
dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan
tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.Sementara itu mencegah gerakan
yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri,maka tangan pemeriksa lainnya (dapat pula
dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan sedikit tekanan.
b. Pemeriksaan menetukan adanya redup yang berpindah (shiffting dullness).
34
c. Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan posisi
pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position).Setelah beberapa saat,pada perkusi
daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan terdengar bunyi redup.
d. Pemeriksaan Puddle sign.
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian
perut terbawah didengar perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari sedangkan tes
stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
e. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian bawah.
Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan rongga
abdomen, perlu ditentukan disini bahwa palpasi merupakan lanjutan dari anamnesis dan
inspeksi.Perlu sekali diperhatikan apakah pasien ada keluhan nyeri atau perasaan tidak enak pada
daerah abdomen.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi :
1. Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut,
2. Minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat penekanan tersebut.Bila
mungkin tanyalah seperti apa nyerinya apakah ringan,sedang atau berat/nyeri sekali,apakah
nyeri seperti dicubit atau seperti ditusuk jarum atau nyeri seperti kena pukul,
3. Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi dinding perut.Pada
pasien yang sensitif (geli) akan timbul akan timbul ketegangan pada dinding perut dengan
mimik pasien dengan menahan tawa,
4. Bila hal ini terjadi palapsi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/memandang kelangit-langit,hindarkan pasien melihat perutnya sendiri pada
waktu dilakukan palpasi,
5. Palpasi dilkukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding perut
terpalpasi.Sering daerah tengah dilupakan pada palapsi sehingga aneurisma atau tumor pada
daerah tersebut tidak terdeteksi,
6. Ingatlah akan lokasi nyeri diperlukan oleh pasien,sehingga kita akan lebih hati-hati dalam
melakukan palapsi,
7. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial) dan palpasi dalam
(deep palpation),
8. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama
dalam pasien gemuk,
35
9. Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tdak ada keluhan yang bersangkutan dengan
penyakit tractus gastrointestinal,
10.Pasien dalam posisi supine/terlentang dengan bantal secukupnya, kecuali bila pasien sesak
napas.Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien kecuali pada dokter yang kidal (left
handed)
Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut.Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas
terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari. Sistematika palpasi dilakukan hati-hati
pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.Palpasi superficial tersebut bisa juga disebut palpasi
awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien.Perhatikan data yang
didapat dengan palpasi superfisial tersebut.
Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifkasi kelainan/rasa nyeri yang tidak
didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi
superfisial dan yang terpenting adalah palpasi organ spesifik misalnya palpasi hati, limpa dan ginjal.
Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.
Pada palpasi abdomen dapat diperiksa :
a. Rigiditas dinding perut/defence musculair
b. Nyeri tekan/raba atau nyeri lepas
c. Ada tidaknya asites
d. Tumor ekstra/intra abdominal
e. Gaster,duodenum,jejunum,ileum,colon
f. Hepar
g. Vesica fellea
h. Lien
i. Ren
j. Vesica urinaria
k. Uterus dan adnexanya
Rigiditas Dinding Perut
36
Dinding perut yang normal teraba supel. Rigiditas dinding perut dirasakan seperti meraba papan.
Defense musculair dipastikan dengan cara meletakan kedua telapak tangan pada m.Rectus abdominis
kiri dan kanan, kemudian tangan yang satu menekan. Bila tangan yang satunya lagi merasakan
dinding perut menjadi seperti papan, defence musculair positif. Rigiditas dinding perut terdapat pada
tetanus. Defense musculair terjadi pada peritonitis (disertai dengan hyperesthesia kulit dinding perut).
Nyeri Tekan/Raba dan Nyeri Lepas
Peradangan peritoneum menyebabkan nyeri tekan dan nyeri lepas. Peradangan intraabdominal
menyebabkan nyeri tekan. Pada kolik andomen, penekanan pada dinding perut justru meringankan
rasa sakit.
Ascites
Teknik memeriksa dengan cara palpasi : memeriksa undulasi/membuktikan adanya
gelombang cairan atau getaran cairan (fluid wave/fluid thrill)
Tangan pemeriksa diletakkan pada salah satu sisi dinding perut, tangan yang satunya lagi
mengetuk-ngetuk sisi dinding perut lainnya kea rah medial. Sementara untuk mencegah getaran
dinding perut pasien yang dapat mengganggu pemeriksaanm dilakukan penekanan pada garis tengah
dengan sisi telapak tangan pasien sendiri atau asisten pemeriksa. Bila rongga abdomen berisi cairan
(ascites maka memukul tangan pemeriksa yang diletakkan pada sisi perut lainnya
Ascites yang dapat diperiksa dengan cara ini harus cukup banyak/besar. Jika cairan ascites
hanya sedikit, dapat diperiksa dengan cara lain (perkusi).
Tumor Ekstra dan Intra Abdominal
Tumor pada abdomen harus dibedakan apakah intra atau ekstra abdominal. Caranya ialah
membuat dinding abdomen pasien menjadi tegang, hingga tumor intra-abdominal akan
tenggelam/masuk ke dalam rongga abdomen sedangkan tumor ektra-abdominal tidak akan
terpengaruh/redup pada tempatnya. Cara menegangkan dinding perut pasien ialah dengan menyuruh
pasien yang sedang berbaring terlentang untuk mengangkat kepalanya sambil dahinya kita tekan
kebawah.
Pada adanya tumor harus ditetapkan lokasi, ukuran, konsistensi, suhu, permukaan
nyeri/tidaknya, dapat/tidaknya digerakkan dari dasarnya dan dari kulit/dinding [erut diatasnya.
Tetapkan asal jaringan/organ dari mana tumor berasal.
Pemeriksaan Hati
37
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada region hipokondrium
kanan.Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim(misalnya pada tumor hati) akan terlihat
permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri.
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan lengkung iga kanan
akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila ujung tepi hati melewati batas lengkung iga
akan dapat diraba.Dikatakan hati teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari pemeriksa dengan
pinggir hati.
Agar mempermudah perabaan diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60°
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang.
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah kemudian pada awal inspirasi jari
bergerak ke cranial dengan arah parabolik.
d. Diharapkan,bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati
pada saat inspirasi maksimal.
Sinkronisasi dari berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yang seksama dan latihan
serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar dan elegan tau dengan istilah lain dikerjakan
secara lege artis yaitu harus rap, tepat, seksama, tanpa menimbulkan ketidaknyamanan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar dinding abdomen
lebih lentur.Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan
ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus.Lebih tegas lagi bila arah arah jari
membentuk sudut 45º dengan garis median, ujung jari terletak pada bagian lateral muskulus rektus
abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan. Dinding abdomen
ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat menyentuh tepi anterior
hati.Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga.Penekanan
dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi.
Vesica Felea
Normal vesica fellea tak teraba. Dicoba diraba pada sudut yang terbentuk oleh arcus costae
kanan dengan sisi lateral dari M. rectus abdominis kanan. Pada peradangan yang menyebabkan V.
Fellea membengkak, V.Fellea dapat dan teraba dan terasa nyeri. Bentuknya seperti buah peer.
Bila kita letakan tangan pada sudut tempat v. fellea diharapkan dapat diraba saat pasien
menarik napas panjang, dan tiba-tiba tarikan napasnya terhanti karena pasien merasa kesakitan,
38
disbeut sebagai Tanda Murphy positif. Rasa nyeri yang ditimbulkan disebabkan oleh vesica fellea
yang meradang tersentuh jari/tangan pemeriksa saat bergerak turun pada inspirasi/ Tanda ini
menunjukkan pasien menderita Cholecystitis.
Penyebab lain pembesaran kandung empedu ialah tersumbatnya saluran empedu oleh batu
atau terjepitnya carcinoma caput pankreas
Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara
bimanual.Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada dinding
abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidroneposis) akan teraba di antara
kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba benturannya di tangan
lain.Fenomena ini dinamakan ballottementpositif.Pada keadaan normal ballottementnegatif.
Limpa
Teknik palpasi tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa
membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilicus sampai regio iliaka kanan. Seperti
halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari region iliaka kanan, melewati
umbilicus digaris tengah abdomen menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan
menggunakan garis schuffner
GENITALIA (6)
A. Pria
39
Genitalia eksterna
Penis, terdiri dari :
Inspeksi
- Perkembangan penis dan kulit serta rambut halus di bagian dasar. Nilai
kematangan seksual dan ada tidaknya kutu pada rambut pubis.
- Prepusium, jika masih ada tarik atau meminta psien untuk menariknya, prosedur
ini baik untuk menilai adanya lesi primer sifilis dan karsinoma. Smegma atau
kotoran normalnya dapat ditemukan dibawah prepusium. Selain itu juga dapat
ditentukan ada tidaknya fimosis atau parafimosis.
- Glans penis, dilihat ada tidaknya ulkus, jaringan parut, nodul dan tanda-tanda
inflamasi.
- Periksa kulit bagian bawah penis untuk melihat ada tidaknya ekskoriasi atau
inflamasi.
- Perhatikan orificium Uretra Eksternum, dengan menekan secara halus pada glans
juga untuk menilai adanya sekret. Jika terdapat sekret, secret tersebut diambil
untuk pemeriksaan kultur lanjutan.
Palpasi
- Lakukan palpasi jika ditemukan abnormalitas pada penis, sadari jika didapat
nyeri dan kemerahan.
Skrotum dan isinya, terdiri dari :
Inspeksi
- Kulit bagian depan dan belakang
- Kontur skrotum, apakah didapatkan pembengkakan atau benjolan (hernia,
hidrokel, kriptokismus)
Palpasi
- Palpasi testis dan epididimis, nilai apakan terdapat pembengkakan, benjolan dan
torsi. Perhatikan ukuran, konsistensi dan rasa nyeri. Penekanan pada testis dapat
menyebabkan timbulnya nyeri visceral.
40
- Palpasi korda spermatikus dan area sekitarnya meliputi vas deferens dan nilai
apakah ada nodul dan pembengkakan.
B. Wanita
Genitalia eksterna
Nilai kematangan seksual pada pasien dewasa
Inspeksi
- Rambut pubis untuk menilai kematangan seksual, dapat diperiksa pada
pemeriksaan abdominal atau pelvic.
- Labia.
- Clitoris
- Orifisium uretra.
- Introitus vagina.
- Lihat apakah ada inflamasi, ulkus, secret yang keluar, pembengkakan atau nodul
jika ada segera dilanjutkan dengan palpasi.
Palpasi
- Jika terdapat pembengkakan pada labia, kita periksa kelenjar bartolini dengan
cara memasukkan jari telunjuk pemeriksa ke vagina dan ibu jari di bagian luar
vagina, kemudian diraba apakah terdapat pembengkakan dan nyeri.
Genitalia interna
Inspeksi
- Nilai dinding vagina, perhatikan apakah terdapat benjolan (bulging)
- Masukan speculum cocor bebek untuk menilai serviks, yang dinilai antara lain
posisi atau letak, warna, permukaan epithelial, adanya secret atau darah yang
keluar, adanya ulkus nodulus atau massa.
Palpasi
Dilakukan dengan pemeriksaan bimanual.
41
- Pada serviks dan forniks nilai ada tidaknya nyeri.
- Uterus menilai ada tidaknya kehamilan dan mioma.
- Adneksa kanan dan kiri (ovarium), nilai adanya massa, peradangan ataupun
kehamilan pada tuba.
- Kaji kekuatan otot pelvis dengan memasukan jari pemeriksa ke dalam vagina
yang diarahkan ke serviks, minta pasien untuk mengecangkan otot di sekitar jari
pemeriksa sekuat dan selama mungkin.
ANUS, REKTUM DAN PROSTAT
A. Pria
Posisikan pasien berbaring miring atau berdiri membungkuk bersandarkan meja pemeriksa
dan panggul fleksi.
Inspeksi
- Area sakrokoksigius dan perianal dinilai ada tidaknya benjolan, ulkus, inflamasi,
ruam dan ekskoriasi. Pada pasien dewasa, normalnya kulit perianal lebih gelap
dan kasar dari kulit sekitarnya.
Palpasi
- Palpasi anus dan rectum dengan menggunakan jari yang bersarung tangan dan
berpelumas kemudian diraba dinding rektum searah jarum jam, kelenjar prostat
(besar, konsistensi, permukaan, linea medialis).
B. Wanita
Pasien biasanya dalam posisi litotomi atau berbaring miring.
Inspeksi
- Anus , lihat apakah ada hemoroid atau tidak.
Palpasi
42
- Untuk mengetahui adanya kanker rectum serviks uterus normal atau tampon
(teraba melalui dinding rectum).
EKSTREMITAS
Ekstremitas atas
Inspeksi
- Bentuk, proporsi terhadap tubuh, kontur, ada tidaknya deformitas, serta apakah
terlihat simetri , serta menilai adanya edema
- Nilai bentuk otot-otot dan kekuatannya
- Kulit (warna kulit pucat, eritema, sianosis, efloresensi, atrofi kulit)
- Kuku, nilai apakah ada sianosis, koilonikia, splinter hemoragi, clubbing fingers
- Bulu atau rambut, nilai kerontokan, adanya hirsutisme
- tulang dan sendi, apakah terdapat pembengkakan
- Perhatikan jika terdapat gerak Involunter
- Reflex dan koordinasi gerak
Palpasi
- Kulit dinilai suhu dan kelembaban, ada tidaknya edema (pitting ataupun
nonpitting) serta nyeri
- Nilai kekuatan otot ( 0 = lumpuh total, 1 = beberapa serabut otot dapat
berkontraksi, 2 = dapat digerakan tapi belum dapat melawan gaya berat, 3 = dapat
melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa, 4 = dapat
melawan tahan pemeriksa tetapi lemah, 5 = normal )
- Rigiditas, ada tidaknya nyeri tekan, reflek biseps dan triseps
Ekstremitas bawah
Inspeksi
43
- Bentuk, ukuran, serta proporsi terhadap tubuh, ada tidaknya deformitas dan
simetri
- Nilai bentuk otot-otot dan kekuatannya
- Kulit (warna kulit, efloresensi, atrofi kulit)
- Kuku, nilai apakah ada sianosis
- Bulu atau rambut, nilai kerontokan, adanya hirsutisme
- tulang dan sendi, apakah terdapat pembengkakan
- Perhatikan jika terdapat gerak Involunter ( tremor, flapping tremor, tic, chorea,
athetosis, hemibalismus ).
- Reflex dan koordinasi gerak ( cara berjalan, duduk, berbaring ) tes koordinasi
gerak dapat dilakukan dengan cara tunjk hidung atau telunjuk bertemu ditengah.
Palpasi
- Kulit dinilai suhu dan kelembaban, ada tidaknya edema (pitting ataupun
nonpitting) serta nyeri
- Nilai kekuatan otot ( 0 = lumpuh total, 1 = beberapa serabut otot dapat
berkontraksi, 2 = dapat digerakan tapi belum dapat melawan gaya berat, 3 = dapat
melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa, 4 = dapat
melawan tahan pemeriksa tetapi lemah, 5 = normal )
- Rigiditas, ada tidaknya nyeri takan, ada tidaknya tremor, refleks patela, Achilles,
Babinski, Brudzinsky, Kernig, chedok, gordon, openham dan Laseque, .
44
DAFTAR PUSTAKA
Birech NK. Physical examination. March, 2006 [cited 2009 May 30]. Available :
http://neamh.cns.uni.edu/MedInfo/physical_examination.html.
Bates B. Suvai umum. Dalam : Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 2.
Jakarta: CV EGC; 1995; hal. 18 – 20.
45
Burnside, McGlynn. Pemeriksaan kepala dan leher. Dalam : Adam’s diagnosis fisik. Edisi 17.
Jakarta: CV EGC; 1995; hal. 111 – 166.
Bickley LS, Szilagyi PG. Techniques of thorax examination. In : Bates’s guide to physical
examination and history taking. 9th Ed. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkin;
2007; p. 252 – 77.
Markum HMS, editor. Pemeriksaan fisik abdomen. Dalam : Penuntun anamnesis
danpemeriksaan fisik. Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2007; hal. 125
– 51.
Bickley LS, Szilagyi PG. Male and female genitalia. In : Bates’s guide to physical
examination and history taking. 9th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin;
2007; p. 429 – 507.
46