30
BAB 1. PENDAHULUAN Karbunkel merupakan salah satu manifestasi dari infeksi kulit dan jaringan lunak disekitarnya 3,15 . Karbunkel terbentuk dari gabungan beberapa furunkel yang ber kelompok. Furunkel merupakan nodul yang berisi nanah yang terbentuk dibawah kulit akibat infeksi bakteri yang menyebabkan inflamasi pada folikel rambut dan jaringan sekitarnya 1,3,7 . Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas dengan dasar lebih dalam dan ditandai dengan nyeri yang luar biasa 1,3 . Pada umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus yang termasuk flora normal pada kulit 3 , Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit 1,7 . Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi karbunkel. Karbunkel umumnya terjadi pada anak-anak, remaja sampai dewasa muda 3 . Statistik Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel 4 . Karbunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, 1

57236406-Karbunkel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gghjjjjjjjjjjjjjjjyyy

Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN

Karbunkel merupakan salah satu manifestasi dari infeksi kulit dan jaringan

lunak disekitarnya3,15. Karbunkel terbentuk dari gabungan beberapa furunkel yang ber

kelompok. Furunkel merupakan nodul yang berisi nanah yang terbentuk dibawah

kulit akibat infeksi bakteri yang menyebabkan inflamasi pada folikel rambut dan

jaringan sekitarnya1,3,7. Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas dengan

dasar lebih dalam dan ditandai dengan nyeri yang luar biasa1,3. Pada umumnya

disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus yang termasuk flora normal

pada kulit3, Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada

kulit1,7.

Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik

yang menunjukkan prevalensi karbunkel. Karbunkel umumnya terjadi pada anak-

anak, remaja sampai dewasa muda3. Statistik Departemen Kesehatan Inggris

menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525

penderita berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus

dan karbunkel4.

Karbunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, predileksi terbesar penyakit

ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Setiap orang memiliki potensi terkena

penyakit ini, namun beberapa orang dengan penyakit diabetes, sistem imun yang

lemah, jerawat atau problem kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi3. Gambaran

klinis penyakit ini adalah timbulnya nodul kemerahan berisi pus, panas dan nyeri.

Diagnosis karbunkel dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang

dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri 1,7.

Karbunkel dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius7. Masuknya S.

aureus ke dalam aliran darah menimbulkan bakteremia. Bakteremia S.aureus dapat

mengakibatkan infeksi pada organ lain atau yang dikenal infeksi metastasis. Sekitar

1

30% kasus bakteremia menimbulkan endokarditis. Pada tahap akhir, mengakibatkan

sepsis yang dapat menyebabkan kematian1,11.

Penatalaksanaan karbunkel meliputi insisi, drainase pus serta pemberian

antibiotik sistemik1,2,3,8. Umumnya penderita sembuh dengan terapi adekuat tersebut,

namun ada beberapa penderita yang mengalami rekurensi yang membutuhkan

evaluasi dan penanganan lebih lanjut3,7,16.

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Karbunkel adalah infeksi bakteri pada sekelompok folikel rambut dan jaringan

sekitarnya yang berdekatan3,15. Karbunkel terbentuk dari gabungan beberapa furunkel

yang berkelompok dan dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan

subkutan yang padat7. Karbunkel merupakan nodul inflamasi pada daerah folikel

rambut yang lebih luas dan dasarnya lebih dalam daripada furunkel1,3.

Gambar 1 Karbunkel. Lesi menunjukkan furunkel konfluens multipel yang sebagian

mengeluarkan pus3.

2.2 Epidemiologi

Karbunkel memiliki prevalensi yang kecil. Umumnya terjadi pada anak-anak,

remaja sampai dewasa muda3. Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris,

pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat

ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel.

Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat inap. 54% dari

pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan 46% pasien adalah perempuan.

Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72% berusia 15-59 tahun dan

6% berusia diatas 75 tahun4.

2.3 Etiologi

3

Karbunkel disebabkan infeksi bakteri, umumnya stafilokokus (Stafilokokus

aureus)3. Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5 µm,

memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil,

katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu7,11.

2.4 Anatomi Kulit

Secara sederhana, kulit dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ; epidermis,

basement membrane dan dermis. Diantara epidermis dan dermis dibatasi oleh

basement membrane yang hanya tampak pada mikroskop elektron. Dibawah lapisan

dermis terdapat lapisan subkutan. Adneksa kulit meliputi kelenjar-kelenjar kulit,

rambut dan kuku1.

Gambar 2. Anatomi Kulit1.

2.4.1 Lapisan Epidermis

a. Stratum korneum ( horny layer )

Lapisan terluar dari kulit yang terdiri atas sel-sel pipih yang mati, tidak berinti

dan protoplasmanya berubah menjadi zat tanduk (keratin). Dibawah lapisan

4

ini terdapat lapisan lusidum yang juga memiliki sel gepeng tanpa inti, namun

protoplasmanya berubah menjadi protein (eleidin)9.

b. Stratum granulosum

Lapisan yang terdiri dari dua sampai tiga lapis sel pipih dengan sitoplasma

berbutir kasar (keratohialin) dan terdapat inti diantaranya9.

c. Stratum Spinosum

Terdiri dari beberapa lapis sel poligonal yang dengan ukuran beragam akibat

proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena mengandung banyak glikogen

dengan inti ditengah. Diantara sel-sel tersebut terdapat banyak sel

Langerhans9.

d. Stratum Basale

Lapisan terbawah dari epidermis yang memiliki sel kubus yang aktif

bermitosis dan sel pembentuk melanin1,9.

2.4.2 Lapisan Dermis

a. Pars papilare

Bagian yang berada di bawah epidermis terdiri atas ujung serabut syaraf dan

pembuluh darah9.

b. Pars Retikulare

Terdiri atas serabut kolagen, elastin dan retikulin. Serabut kolagen terbentuk

dari fibroblast yang membentuk ikatan helix dan mengandung hidroksiprolin

dan hidroksisilin. Serabut elastik memiliki banyak cabang protein yang

reversibel terhadap tekanan. Substansi dasar terdiri dari glikosaminoglikan,

asam hialuronat, heparin sulfat, dermatan sulfat dan kondroitin sulfat1,9.

2.4.3 Lapisan Subkutis

Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel lemak. Pada lapisan ini

terdapat ujung syaraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Vaskularisasi diatur

oleh dua pleksus yang beranastomosis, yaitu pleksus superficial di dermis dan plexus

profunda di subkutis1,9.

2.4.4. Adneksa Kulit

5

a. Glandula Sudorifera

Terdiri dari dua kelenjar yaitu apokrin dan ekrin. Kelenjar apokrin terletak di

aksila, saluran telinga luar, aerola mammae, pubis dan labia minora. Kelenjar

ekrin berbentuk spiral bermuara langsung ke permukaan kulit. Terdapat di

seluruh permukaan kulit terutama di telapak tangan dan kaki, dahi dan

aksila1,9.

b. Glandula Sebasea

Terdapat di seluruh permukaan kulit kecuali telapak tangan dan kaki.

Kelenjar ini disebut holokrin karena tidak berlumen dan bermuara lumen akar

rambut1,9.

c. Kuku

Merupakan bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kukui

yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang

terbuka di atas jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku (nail

plate) dan paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kulit yang ditutupi

bagian kuku yang bebas disebut hiponikium dan kulit yang menutupi kuku

bagian proksimal disebut eponikium3.

d. Rambut

Terdiri atas dua bagian, yaitu akar rambut yang terbenam dalam kulit dan

batang rambut yang berada diluar kulit. Terdapat duam macam tipe rambut,

yaitu lanugo yang merupakan rambut halus tidak berpigmen dan rambut

terminal yang lebih kasar dan berpigmen. Rambut halus di dahi dan bagian

badan disebut velus1,3,12.

2.5 Fisiologi Kulit

2.5.1 Fungsi Proteksi

6

Kulit memiliki sel-sel yang berfungsi sebagai barier. Keratinosit sebagai

barier mekanik, melanosit sebagai barier terhadap radiasi dan sel Langerhans sebagai

barier imunologi. Proses keratinisasi berperan sebagai barier mekanis karena sel-sel

yang mati melepaskan diri secara teratur. Sifat impermeabel dari stratum korneum

dan lapisan keasaman kulit menjadi pelindung dari kontak zat kimia dan air. Ekskresi

kelenjar sudorifera dan sebasea menyebabkan pH kulit berkisar 5-6.5 sebagai

perlindungan kimiawi terhadap infeksi jamur dan bakteri1,9.

2.5.2 Fungsi Ekskresi

Kelenjar-kelenjar di kulit mengeluarkan sisa metabolisme berupa keringat

dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia. Sebum yang di produksi

berfungsi untuk memberikan kelembapan untuk menahan evaporasi air yang

berlebihan1,4.

2.5.3 Fungsi Persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Rangsangan tekanan Rangsangan terhadap panas oleh badan Ruffini di dermis dan

subkutis. Rangsangan terhadap dingin oleh Badan Krause di dermis. Rangsangan

terhadap perabaan oleh badan Meissner di papila dermis dan badan Merkel Ranvier

di epidermis. Rangsangan terhadap tekanan oleh badan Paccini di epidermis1,9.

2.5.4 Fungsi Termoregulasi

Termoregulasi kulit melalui pengeluaran keringat dan kontraksi otot

pembuluh darah kulit9.

2.5.5 Fungsi Pembentukan Pigmen dan Vitamin D

Sel melanosit merupakan sel pembentuk pigmen kulit. Densitas melanosit

mempengaruhi warna kulit seseorang. Pajanan matahari mempengaruhi produksi

melanosome yang dibentuk dari tirosine dan sistein1. Fungsi pembentukan vitamin D

dengan pengubahan 7-dihidroksi kolesterol oleh sinar matahari9.

2.6 Patogenesis

7

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora

residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran

hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha.

Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit7.

Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host

terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman

tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi

oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin

TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel

endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi dan pada

akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel kulit yang

mati11.

2.7 Faktor Resiko

Setiap orang dapat beresiko terkena karbunkel, namun terdapat beberapa

faktor yang dapat meningkatkan resiko, antara lain3,11 :

1. Karier S.aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, vagina).

2. Diabetes. Pada diabetes terjadi gangguan fungsi leukosit sehingga membuat tubuh

sulit untuk melawan infeksi.

3. Higiene yang buruk. Hal ini mempermudah bakteri berkolonisasi di permukaan

kulit, sehingga meningkatkan resiko infeksi.

4. Pakaian yang ketat. Iritasi yang terus menerus dari pakaian yang ketat dapat

menyebabkan luka pada kulit, membuat bakteri mudah untuk masuk kedalam

tubuh.

5. Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit, masalah kulit

seperti jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis membuat kulit rentan

menjadi furunkel atau karbunkel.

6. Penggunaan kortikosteroid. Hal ini terkait dengan efek kortikosteroid berupa

supresi sistem imun tubuh.

8

7. Defek fungsi netrofil seperti pada pasien yang mendapatkan obat kemoterapi atau

mendapat obat omeprazole.

8. Penyakit imunodefisiensi primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom

Chediak-Higashi, defisiensi C3, hiperkatabolisme C3, hipogammaglobulinemia

transient, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.

2.8 Diagnosa

2.8.1 Anamnesa

Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul

tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau

bahkan lebih. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise7.

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi

setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel

(multiple follicular orifices). Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk

lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan

dengan granulasi3,11.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Karbunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari

karbunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan

lemak subkutan. Pada karbunkel, abses multipel yang dipisahkan oleh trabekula

jaringan ikat menyusup dermis dan melewati sepanjang pinggir folikel rambut,

mencapai permukaan melalui lubang pada epidermis yang terkikis7.

9

Gambar 3. Gambaran histopatologi Karbunkel6.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi

dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri3,7. Pewarnaan gram S.aureus akan

menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) bergerombol seperti

anggur, tidak bergerak16. Kultur pada medium agar MSA (Manitot Salt Agar) selektif

untuk S.aureus. Bakteri ini dapat mefermentasikan manitol sehingga terjadi

perubahan medium agar dari warna merah menjadi kuning10. Pada kultur S. aureus

pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar (6-8 mm), permukaan halus,

sedikit cembung, dan warna kuning keemasan14. Uji sensitivitas antibiotik diperlukan

untuk penggunaan antibiotik secara tepat3.

10

Gambar 4. Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram16.

.

Gambar 5. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA10.

11

Gambar 6. Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah14.

2.10 Diagnosa Banding

2.10.1 Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal

yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan

tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau

beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding karbunkel. Diagnosa banding

ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya pada tempat

yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut

akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan pada

karbunkel mengeluarkan material purulen3,7.

2.10.2 Hidradenitis Suppurativa

Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis

karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan

sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel yaitu

pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang

lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis

penyakit ini dan juga membedakannya dengan karbunkel3,7.

12

2.10 Komplikasi

Invasi bakteri kedalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak dapat

ditentukan. Prevalensi infeksi metastasis selama bakteremia diperkirakan sekitar 30%

dan menyebabkan komplikasi endokarditis, osteomyelitis, septic arthritis, perinephric

abses, meningitis dan sepsis3,11. Manipulasi pada lesi dapat memfasilitasi penyebaran

infeksi melalui aliran darah7.

Endokarditis merupakan akibat tersering dari bakteremia akibat S.aureus7,11.

Insidensi endokarditis disebabkan S.aureus meningkat selama 20 tahun terakhir dan

sekarang menjadi penyebab utama endokarditis di seluruh dunia, terhitung sekitar 25-

30% kasus. Komplikasi berat seperti sepsis, memberikan tanda dan gejala awal

menggigil, demam, gelisah, takikardi dan takipnea11.

Komplikasi lainnya yang jarang yaitu trombosis sinus kavernosus. Lesi pada

bibir dan hidung juga dapat menyebabkan bakteremia melalui vena-vena emisaria

wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus7.

2.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karbunkel meliputi pembedahan untuk mengeluarkan pus,

pemberian antibiotic sistemik dan terapi adjuvans1,3,7.

2.11.1 Pembedahan

Terapi adekuat dari karbunkel adalah insisi dan drainase pus1,2. Persetujuan

tindakan medis diperlukan sebelum melakukan tindakan. Selanjutnya semua

perlengkapan operasi disiapkan. Pertama disinfeksi area karbunkel dan sekitarnya

didisinfeksi dan dibatasi dengan duk steril.. Anastesi lokal yang umumnya digunakan

adalah lidokain 1%.. Scalpel dipegang menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk

membuat initial entry. insisi dilakukan langsung ke pusat abses. Insisi dibuat searah

dengan skin-tension line. Insisi dilebarkan untuk membuat ruang yang cukup

memadai sehingga semua pus dapat keluar. Hal ini dapat mencegah terjadinya

rekurensi. Pengambilan pus utuk kultur dapat menggunakan hapusan atau spuit ke

dalam ruang abses. Setelah pus mengalir spontan. klem yang berujung bengkok untuk

13

membuka seluruh ruang abses. Klem dimasukkan ke dalam ruang abses ke dalam

sampai menyentuh jaringan yang sehat, kemudian ujung klem dibuka dan digerakkan

melingkar untuk mengeksplorasi memisahkan jaringan sehat dan ruang abses.

Selanjutnya dilakukan irigasi menggunakan spuit tanpa jarum dengan normal saline

sampai cairan irigasi yang keluar dari ruang abses jernih. Wound-packing material

ukuran seperempat atau setengan inchi dimasukkan dalam ruang abses. Kemudian

tutup luka dengan kasa steril dan plester. Penderita follow-up setelah 2-3 hari, jika

tidak ada pus, wound-packing material di ambil5.

14

Gambar 7.. Insisi dan Drainase Abses5.

2.11.2 Antibiotik Sistemik

Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib diberikan

pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan selama

empat sampai tujuh hari3,7,11.

.Tabel 1 Antibiotik Sistemik3

Antimicrobial Agent Dosing (PO Unless Indicated), Usually For

15

7 to 14 Days

Natural penicillins   

  Penicillin V 250–500 mg tid/qid for 10 days

  Penicillin G 600,000–1.2 million U IM qd for 7 days

  Benzathine penicillin G 600,000 U IM in children 6 years, 1.2 million units if 7 years, if compliance is a problem

Penicillinase-resistant penicillins   

  Cloxacillin 250–500 mg (adults) qid for 10 days

  Dicloxacillin (drug of choice) 250–500 mg (adults) qid for 10 days

  Nafcillin 1.0–2.0 g IV q4h

  Oxacillin 1.0–2.0 g IV q4h

Aminopenicillins   

  Amoxicillin 500 mg tid or 875 mg q12h

  Amoxicillin plus clavulanic acid (Betha-lactamase inhibitor)

875/125 mg bid; 20 mg/kg per day tid for 10 days

  Ampicillin 250–500 mg qid for 7–10 days

Cephalosporins   

  Cephalexin (drug of choice) 250-500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50 mg/kg per day (children) for 10 days

  Cephradine 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50 mg/kg per day (children) for 10 days

  Cefaclor 250–500 mg q8h

  Cefprozil 250–500 mg q12h

  Cefuroxime axetil 125–500 mg q12h

  Cefixime 200–400 mg q12–24h

Erythromycin group   

  Erythromycin ethylsuccinate 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40 mg/kg per day (children) qid for 10 days

  Clarithromycin 500 mg bid for 10 days

  Azithromycin Azithromycin: 500 mg on day 1, then 250 mg qd days 2–5

Clindamycin  150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15 mg/kg per day (children) qid for 10 days

Tetracylines   

16

  Minocycline 100 mg bid for 10 days

  Doxycycline 100 mg bid

  Tetracycline 250–500 mg qid

Miscellaneous agents   

  Trimethoprim-sulfamethoxazole 160 mg TMP + 800 mg SMX bid

  Metronidazole 500 mg qid

  Ciprofloxacin 500 mg bid for 7 days

Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA)

dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam7. Pilihan lain adalah

tetrasiklin, namun obat ini berbahaya untuk anak-anak13. Terapi pilihan untuk

golongan penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin Pada penderita yang

alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Pada orang yang alegi

terhadap β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin7.

Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi

berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi. Pasien

dengan karbunkel yang berulang memerlukan evaluasi dan penanganan lebih

komplek3,7,11.

Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren3,8,11

Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti

- Proses sistemik

- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat

kimia, minyak).

- higiene yang buruk.

- Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga

kontak seperti gulat, autoinokulasi.

- Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran

17

organisme ke tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal

bervariasi : 10%-15% pada balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50% pada

dokter RS dan siswa militer.

Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus

pada kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun

adalah penting. Sabun antimikrobial yang mengandung providone iodine atau

benzoyl peroxide atau klorheksidin 4% dapat digunakan untuk mengurangi

kolonisasi stafilokokus pada kulit.. Handuk yang terpisah harus digunakan dan

secara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.

Jenis Pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus

digunakan sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada

seprai dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat

menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya.

Pakaian secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.

Pertimbangan umum : beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren.

Kadang-kadang, masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh

pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin regular. Terutama pada individu

dengan stres emosional dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu,

idealnya pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan cara menyediakan

istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan

program perawatan kulit.

Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin

maupun yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :

- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada

hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit,

sebuah proses yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian secara

intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang putih

dan lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar

18

70% pada individu yang sehat selama 3 bulan. Resistensi stafilokokus

terhadap mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis

dengan salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali sehari setiap

minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan karier

strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian

antibiotik anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah

terbukti dengan beberapa keberhasilan8.

- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif

dalam mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama

periode lebih dari 12 minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka waktu

tertentu untuk mengeradikasi S.aureus pada hidung dan menghentikan siklus

berkelanjutan dari furunkulosis rekuren adalah beralasan pada pasien yang

dengan pengobatan lain gagal. Namun, strain yang resisten rifampin dapat

muncul dengan cepat pada terapi seperti itu. Penambahan obat kedua

(dikloxacillin bagi S.aureus yang peka methicillin; trimethoprim-

sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin bagi S.aureus yang resisten

methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampin dan untuk

mengobati furunkulosis rekuren13.

2.12 Prognosis

Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi insisi dan

drainase pus serta antibiotic sistemik3,7. Beberapa pasien mengalami komplikasi

bakteremia dan bermetastasis ke organ lain7,11 . Beberapa pasien mengalami

rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan kekebalan tubuh3,11.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, C. F. et al. 2005. Scwartz’s Principle Of Surgery, eighth edition .USA: the

McGraw Hill Companies Inc.

2. Chambers, Henry F, Moellering, Robert C, and Kamitsuka, Paul. 2008. Management of Skin

and Soft-Tissue Infection. NEJM.http:/www.nejm.org.

3. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. 2008. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw Hill Medical

4. Departement of Health, England. 2003. Statistics about Carbuncle.

http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm.

5. Fitch, Michael T., Manthey, David E. et.al . Abscess Incision and Drainage. NEJM.

http:/www.nejm.org.

6. Friendlander, Ed. 1995. Infectious Disease: Histopathology of Carbuncles.

http.www.pathguy.com/lecture/infect.htm

7. G, Berger T. 2007. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis MA,

Tierney LM (eds).Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New York: McGraw

Hill.

8. G, M. Lindsay. 2006. The Treatment Triangle for Staphylococcal Infection. NEJM.

http:/www.nejm.org.

9. Jablonski, Nina G. 2006.Skin: A Natural History. University of Calofornia Press. NEJM.

http:/www.nejm.org.

10. Kaiser, Gary. 2002. Staphylococcus aureus growing on Manitol Salt Agar.

http:/student.ccbmcmd.edu/courses/bio141/lab manua/lab15/msasa.html

11. Lowy FD.2006. Staphylococcal Infections. In: Kasper DL, Braunwald E, et al (eds).

Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th ed. New York: McGraw Hill.

12. Paus, Ralf and C, George. The Biology of Hair Follicles. NEJM.http:/www.nejm.org.

13. R, S. Daum. 2007 Skin and Soft Tissue Infections Caused by Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus. NEJM. http:/www.nejm.org.

20

14. Rebecca, Buxton. 2005. Blood Agar Plates and Hemolysis: Staphylococcus and orther

Catalase Positive Gram-Positive Cocci. Department of PathologyUniversity of UtahSalt Lake

City, UT 84132USA. http.microbelibrary.org/Culture Media/details.asp.

15. Shear, N., Najwa E. dan Sabrina I. dan M Kerba 2000. Dermatology. Review Notes Lecture

Series. MCCQE.

16. W, Scott. 2003. Methicilin-resistant Staphylococcus aureus.AVMA Journals Home.

http://www.avma.org/onlnews/javma/nov03/031115a.asp

21