Upload
oyien14
View
98
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut.
Amenorea terbagi menjadi amenorea fisiologik dan patologik. Amenorea
fisiologik yaitu terdapat dalam masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi,
dan sesudah menopause. Amenorea patologik yaitu amneorea yang terjadi karena sebab
tertentu diluar amenorea fisiologik.
Amenorea dapat dibagi menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder.
1. Amenorea primer adalah apabila seorang wanita berumur 18 tahun ke
atas tidak pernah mendapatkan menstruasi. Amenorea primer terjadi pada 0.1 – 2.5%
wanita usia reproduksi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih
berat dan lebih sulit diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik.
2. Amenorea sekunder adalah penderita pernah mendapatkan menstruasi,
tetapi kemudian tidak mendapatkan lagi atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan
siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 – 5%. Adanya amenorea
sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan
wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi dan lain-
lain.
Klasifikasi amenorea patologik
Seperti dikatakan di atas, amenorea primer dan amenorea sekunder masing-masing
mempunyai sebab-sebab sendiri; pada amenorea primer kelainan gonad memegang
peranan penting. Akan penting, banyak sebab ditemukan pada kedua jenis amenorea;
oleh karena itu, klasifikasi di bawah ini mencakup sebab-sebab pada amenorea primer
dan amenorea sekunder.
1. gangguan organik pusat
sebab organik, tumor, radang, destruksi
2. gangguan kejiwaan
a. syok emosional
b. psikosis
c. anoreksia nervosa
d. pseudosiesis
3. gangguan axis hypothalamus-hipofisis
a. sindrom amenorea-galaktorea
b. sindrom Stein-Leventhal
c. amenorea hipotalamik
4. ganguan hipofisis
a. sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. tumor
1). Adenoma basofil (penyakit Cushing)
2). Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme)
3). Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright)
5. gangguan gonad
a. kelainan congenital
1. disgenesis ovarii (sindrom Turner)
2. sindrom testicular feminization
b. menopause premature
c. the insensitive ovary
d. penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan sebagainya.
e. tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.
6. gangguan glandula suprarenalis
a. sindrom adrenogenital
b. sindrom Cushing
c. penyakit Addison
7. gangguan glandula tiroidea
Hipotireoidi, hipertiroidi, kretinisme.
8. gangguan pancreas
Diabetes mellitus.
9. gangguan uterus, vagina
a. aplasia dan hipoplasia uteri
b. sindrom Asherman
c. endometritis tuberkulosis
d. histerektomi
e. aplasia vaginae
10. penyakit-penyakit umum
a. penyakit umum
b. gangguan gizi
c. obesitas.
Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat digolongkan menurut
kompartemen badan yang ikut berperan dala terjadinya proses haid dan yang menjadi
tempat dari kelainan yang menyebabkan amenorea.
Melalui klasifikasi di atas, etiologi amenorea primer dan sekunder seringkali saling
tumpang tindih.
Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:
Pubertas terlambat
Kegagalan dari fungsi indung telur
Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
Gangguan pada susunan saraf pusat
Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi
dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal.
Penyebab amenore sekunder:
1. Penurunan berat badan yang drastis
2. Olah raga yang berlebihan
3. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
4. Mengkonsumsi hormon tambahan
5. Obesitas
6. Stres emosional
7. Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan sejumlah
besar hormon kortisol oleh kelenjar adrenal)
8. Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB, fenotiazid)
9. Prosedur dilatasi dan kuretase
10.Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan sindrom
Asherman (pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim akibat infeksi atau
pembedahan).
Tanda dan gejala
Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun,
dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara,
perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan
menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya
tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore:
Sakit kepala
Galaktore (pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang
menyusui)
Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa)
Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
Vagina yang kering
Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria),
perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.
Patofisiologi
Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon
yang diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan
regulasi hormon dan reaksi umpan balik, seperti yang ditunjukkan pada gambar di
bawah.
Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan progesteron
dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari hipotalamus dan
hipofisis. estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan endometrium. Progesteron
yang diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi merubah endometrium proliferasi
menjadi endometrium sekretori. Jika kehamilan tidak terjadi, endometrium sekretori ini
luluh selama periode menstruasi.
Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang
dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormonal dan reaksi umpan balik.
Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di mana ia mengikat
reseptor GnRH untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai respon terhadap rangsangan
oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH)
dan luteinizing hormone (LH). Selanjutnya, hormon ini merangsang ovarium untuk
mensintesis dan mengeluarkan hormon steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO)
hipotalamus-hipofisis-ovarium diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada
gonadotropin di hipofisis anterior dan inhibisi langsung pada tingkat
hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi negatif melengkapi jalur antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini dapat mengakibatkan amenorea.
Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan
patofisiologi amenore.
Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan
stimulasi gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan
atau terjadi kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorrhea juga
dapat terjadi jika ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun
stimulasi gonadotropin normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus,
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenore
dapat terjadi karena kelainan uterus seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek
pada serviks, septum uteri, dan hymen imperforata.
Rencana pemeriksaan
Dari klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai pada
penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan yang bermacam-macam. Sudah jelas bahwa
untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit dan mahal harganya.
Dalam kebanyakan kasus, variabel klinis saja tidak cukup untuk menentukan
mekanisme patofisiologis mengganggu siklus haid. Semua wanita yang hadir dengan 3
bulan amenore sekunder harus memiliki penilaian diagnostik dimulai pada kunjungan
pertama.
Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting.
1. apakah amenorea itu primer atau sekunder;
2. apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan gangguan emosional;
3. apakah ada kemungkinan kehamilan;
4. riwayat menstruasi sebelumnya, usia saat pertama kali menstruasi, lama
menstruasi, banyaknya perdarahan, periode menstruasi terakhir;
5. apakah ada riwayat infeksi rongga panggul, riwayat trauma, operasi,
pengobatan;
6. apakah anggota keluarga lain (ibu atau saudara wanita) ada yang
mendapatkan menstruasi berselang 1 tahun;
7. apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun;
8. apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik;
9. kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, olahraga, diet, situasi di
rumah, ada tidaknya kelainan psikis;
10. apakah terdapat gejala-gejala klinis seperti gejala vasomotor, panas
badan, galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang,
perubahan pada penglihatan, dan lain-lain.
Mengambil sejarah pasien sangat penting untuk menguraikan etiologi potensial amenore
sekunder. Sering kali, keterbatasan waktu tidak mengizinkan praktisi untuk memperoleh
riwayat menyeluruh dan review gejala pada kunjungan pertama. Penjadwalan kunjungan
ulang terhadap evaluasi yang lebih menyeluruh mungkin diperlukan.
Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama.
1. keadaan umum :
a. BB/ TB (IMT)
b. Anoreksia-cacheksia
2. apakah ciri-ciri kelamin sekunder tumbuh dan berkembang dengan baik atau tidak
3. apakah ada tanda hirsutisme
pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui :
1. adanya aplasia vaginae,
2. keadaan klitoris,
3. aplasia uteri,
4. adanya tumor,
5. keadaan ovarium, dan sebagainya.
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus
amenorea dapat diketahui sebabnya.
Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab
amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
1. pemeriksaan foto roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari
sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut. Dengan
pemeriksaan foto roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya tumor
hipofisis.
2. pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat
dibuktikan berkat pengaruhnya.
3. tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan visus
jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui
adanya endometritis tuberkulosa.
6. pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3, dan
T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
1. Biopsi endometrium
2. Progestin withdrawal
3. Kadar prolaktin
Kadar prolaktin lebih dari 200 ng / mL tidak diamati, kecuali dalam kasus adenoma
hipofisis prolaktin-mensekresi (prolaktinoma). Secara umum, kadar prolaktin serum
berkorelasi dengan ukuran tumor.
4. Kadar hormon (misalnya testosteron)
Testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfat: Mendapatkan tes-tes ini tidak
diperlukan pada wanita dengan tidak ada bukti kelebihan androgen.
5. Tes fungsi tiroid
6. Tes kehamilan
7. Kadar FSH (follicle stimulating hormone) < LH (luteinizing hormone),
TSH (thyroid stimulating hormone)
Tingkat FSH dalam kisaran menopause merupakan indikasi dari ketidakcukupan
ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur. Periksa rentang referensi untuk
laboratorium dimana tes dilakukan.
Kemungkinan kecil, kadar FSH yang sangat tinggi adalah karena adenoma, hipofisis
fungsional FSH-mensekresi.Jika hal ini terjadi, kadar estradiol serum akan ditinggikan
(bukan menurun, seperti yang terlihat pada insufisiensi ovarium primer atau kegagalan
ovarium prematur) dan hiperstimulasi ovarium dengan pembesaran, ovarium kistik
mungkin ada.
LH meningkat pada defisiensi 17-20-lyase, defisiensi 17-hydroxylase, dan kegagalan
ovarium premature.
8. Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
9. CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :
1. laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang
berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik
(sindrom Stein-Leventhal) dan sebagainya.
2. pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik
seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita
yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks
positif dijumpai pula pada gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau
gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau XXYY.
3. pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-ihwal
kromosom, antara lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan genotipe.
4. pemeriksaan kadar hormon.
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula
tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan
17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya
kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar
estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-kelosteroid meningkat.
Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual
sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (ovarium, uterus,
perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi,
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka
diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah kemungkinan kehamilan
disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar
hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu
diperiksa. Dilakukan pula tes progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila
hasil positif pada kadar prolaktin dan tiroid yang normal maka amenore yang terjadi
disebabkan karena siklus anovulasi. Bila kadar prolaktin tinggi diagnosisnya
hiperprolaktinemia, bila TSH tinggi maka diagnosisnya adalah hipotiroidisme. Bila hasil
tes progesterone negatif dan diagnosis belum jelas dilakukan tes estrogen dan
progesterone (yaitu minum obat hormone estrogen selama 21 hari) dan hormone
progesterone 10 hari terakhir ) bila setelah obat habis timbul haid lanjutkan pemeriksaan
hormone FSH. Jika FSH tinggi dan pasien berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk
pemeriksaan kromosom. Jika didapati mosaik dengan kromosom Y, peluang 25% tumor
ganas ovarium. Jika FSH normal atau rendah lakukan CT-Scan kepala adalah tumor
hipofisis. Bila tidak timbul haid, permasalahan pada rahim. Sindrom asherman adalah
yang paling mungkin. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen
atau Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen
terhadap lapisan endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami,
apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar
untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat
membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi,
penyebab ovarium, dan penyebab susunan saraf pusat.
A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang),
septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi
(operasi kecil)
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang
memiliki ovarium normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki
keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi
(USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-
bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau
terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft
4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe,
dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon
testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam
reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa
pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun
infertil (tidak dapat memiliki anak)
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine
(dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan
kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis.
Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan
menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi
pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang
diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim
B. Gangguan Ovarium
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan
indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi
penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung
telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi
atau proses autoimun
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
C. Gangguan Susunan Saraf Pusat
1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan
amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau
kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi
dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh.
Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa
penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor.
2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom
Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan
sesuai dengan penyebabnya.
3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan
fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional
membutuhkan bantuan psikiater.
Obat
Agonis Dopamin merupakan satunya terapi medis khusus disetujui untuk
membalikkan sebuah patologi yang mendasari yang mengarah ke amenore. Dalam
kebanyakan kasus, agonis dopamin efektif mengurangi hiperprolaktinemia.
Terapi gonadotropin atau terapi GnRH pulsatile ditujukan pada wanita yang
menginginkan kesuburan namun tetap anovulasi karena gangguan hipotalamus atau
hipofisis.
Setelah diagnosis ditegakkan, untuk beberapa wanita dengan oligomenore atau
amenore yang tidak ingin menjadi hamil, oral kontrasepsi dapat menjadi pilihan yang
baik untuk memulihkan siklus menstruasi dan diberikan penggantian estrogen. Tidak
adanya kehamilan harus didokumentasikan sebelum kontrasepsi oral terapi dimulai.
Pada pasien dengan amenore atau oligomenorrhea withdrawal bleeding harus
diinduksi dengan suntikan progesteron atau mg 5-10 medroksiprogesteron selama 10
hari.
Terapi penggantian hormon, yang terdiri dari estrogen dan progestin, diperlukan
untuk perempuan dengan defisiensi estrogen tetap karena fungsi ovarium tidak dapat
dipulihkan. Peran pengganti androgen saat ini tidak jelas dan merupakan subjek
investigasi yang sedang berlangsung.
KESIMPULAN
Amenore mengacu pada tidak adanya periode menstruasi, ini mungkin baik
primer (berarti seorang wanita pernah dikembangkan periode menstruasi) atau sekunder
(tidak adanya periode menstruasi pada wanita yang sebelumnya menstruasi).Amenore
mungkin akibat dari gangguan dari ovarium, kelenjar hipofisis, atau hipotalamus. Intensif
berolahraga, penurunan berat badan yang ekstrim, penyakit fisik, dan stres semua dapat
mengakibatkan amenore. Amenore adalah gejala dan bukan penyakit dalam dirinya
sendiri, sehingga amenore bisa dicegah hanya sejauh bahwa penyebab yang mendasari
dapat dicegah. Infertilitas dan keropos tulang (osteoporosis) adalah komplikasi dari
amenore. Perawatan dapat mencakup operasi koreksi kelainan anatomi, obat-obatan atau
terapi hormon, dan perawatan dari kondisi yang mendasari bertanggung jawab atas
amenore. penatalaksanaan untuk amenore bervariasi sesuai dengan penyebab amenore
tersebut.