Upload
hardian
View
105
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
6.3.2 Glukokortikoid
Jika membandingkan potensi relatif kortikosteroid sebagai antiinflamasi (glukokortikoid),
sebaiknya selalu diingat bahwa aktivitas glukokortikoid yang tinggi tidak berguna jika
aktivitas mineralokortikoid tinggi (Lihat pada kerugian penggunaan kortikosteroid).
Misalnya fludrokortison, efek mineralokortikoid yang terlalu tinggi membuat manfaat
antiinflamasi secara klinik, tidak relevan karena risiko menjadi lebih besar dari manfaat.
Tabel di bawah ini menunjukkan kesetaraan dosis anti-inflamasi.
Kesetaraan dosis kortikosteroid sebagai antiinflamasi
Tabel tidak memperhitungkan efek mineralokortikoid dan juga tidak melihat
lamanya kerja:
- Prednisolon 5 mg
- Betametason 750 mcg
- Kortison Asetat 25 mg
- Deflazakort 6 mg
- Deksametason 750 mg
- Hidrokortison 20 mg
- Metilprednisolon 4 mg
- Triamsinolon 4 mg
Kortison dan hidrokortison mempunyai efek mineralokortikoid yang relatif tinggi yang
akan menyebabkan dapat menyebabkan retensi cairan, sehingga tidak sesuai untuk
pengobatan jangka panjang. Meskipun keduanya dapat digunakan sebagai terapi
pengganti pada insufisiensi adrenal, hidrokortison lebih baik karena kortison masih perlu
diubah menjadi hidrokortison di liver. Hidrokortison digunakan intravena untuk
pengobatan jangka pendek pada penanganan darurat beberapa keadaan.
Hidrokortison mempunyai potensi antiinflamasi yang tidak terlalu kuat, sehingga baik
digunakan secara topikal untuk inflamasi kulit karena kemungkinan efek samping topikal
maupun sistemik kecil. Kortison tidak aktif secara topikal.
Prednisolon, mempunyai efek glukokortikoid yang dominan dan merupakan
kortikosteroid oral yang paling sering digunakan dalam terapi supresi penyakit jangka
panjang.
Betametason dan deksametason mempunyai aktivitas glukokortikoid yang sangat tinggi
sedangkan aktivitas mineralokortikoid nya sangat rendah; sehingga digunakan untuk
kondisi yang memerlukan kortikosteroid dosis tinggi tanpa retensi cairan yang
membahayakan. Betametason dan deksametason mempunyai masa kerja yang lama,
dengan efek mineralokortikoid yang kecil sehingga kedua sifat ini sesuai untuk kondisi
yang memerlukan supresi sekresi kortikotropin (hiperplasia adrenal kongenital).
Beberapa bentuk ester betametason dan beklometason bila diberikan mempunyai efek
topikal (pada kulit dan paru-paru) yang lebih nyata daripada bila diberikan secara oral,
sehingga sifat ini dimanfaatkan dengan menggunakan ester tersebut secara topikal agar
kemungkinan efek samping sistemik minimal (untuk pemakaian pada kulit dan inhalasi
untuk asma).
Deflazakort Mempunyai aktivitas glukokortikoid yang tinggi, merupakan turunan dari
prednisolon.
Efek Kortikosteroid yang merugikan
Overdosis atau penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan efek fisiologis yang
berlebihan sehingga menimbulkan efek samping glukokortikoid maupun
mineralokortikoid.
Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi, retensi natrium dan air serta
kehilangan kalium. Hal ini jelas terjadi pada fludrokortison dan cukup sering terjadi pada
kortison, hidrokortison, kortikotropin dan tetrakosaktrin.
Efek samping mineralokortikoid pada betametason dan deksametason yang mempunyai
efek glukokortikoid yang besar, dapat diabaikan, sedangkan pada metil prednisolon,
prednisolon dan triamsinolon efek mineralokortikoid ringan.
Efek samping glukokortikoid antara lain diabetes dan osteoporosis, yang berbahaya, terutama
pada lanjut usia, dapat terjadi fraktur osteoporotik pada tulang pinggul dan tulang belakang.
Selain itu, pemberian dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis avaskular pada kepala femur.
Dapat terjadi gangguan mental yang serius; paranoid atau depresi dengan risiko bunuh
diri, terutama pada pasien dengan riwayat gangguan mental. Sering terjadi euphoria.
Dapat terjadi hilang massa otot (proximal myopathy). Terapi kortikosteroid mempunyai
hubungan dengan timbulnya tukak peptik meskipun lemah. (tidak jelas manfaat sediaan
yang diatur kelarutannya atau salut enterik untuk mengurangi risiko ini).
Kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan sindrom Cushing dengan gejala-gejala
moon face, striae dan acne yang dapat pulih (reversibel) bila terapi dihentikan, tetapi cara
menghentikan terapi harus dengan menurunkan dosis secara bertahap (tappering-off)
untuk menghindari terjadinya insufisiensi adrenal akut.
Pada anak, penggunaan kortikosteroid dapat menghambat pertumbuhan dan dapat
mempengaruhi perkembangan pubertas. Oleh karena itu penting untuk menggunakan
dosis efektif terrendah, pemberian secara berselang sehari dapat membatasi efek
penurunan perkembangan anak. Efek pemberian kortikosteroid selama kehamilan dapat
dilihat pada peringatan untuk pemakaian selama kehamilan dan menyusui seperti tersebut
di bawah ini.
Supresi Adrenal
Selama terapi jangka panjang dengan kortikosteroid, dapat terjadi atropi adrenal yang
kemungkinan masih menetap selama beberapa tahun setelah pengobatan dihentikan.
Penghentian obat secara tiba-tiba setelah penggunaan yang lama dapat menyebabkan
insufisiensi adrenal akut, hipotensi, bahkan kematian. Penghentian kortikosteroid tiba-
tiba juga dapat menyebabkan demam, mialgia, artralgia, rinitis, konjungtivis, nodul nyeri
dan gatal pada kulit, dan penurunan berat badan.
Untuk mengkompensasi berkurangnya respon adrenal korteks (yang disebabkan oleh
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit kronis yangberulang kembali,
trauma, atau prosedur pembedahan) diperlukan peningkatan sementara dosis
kortikosteroid, atau jika kortikosteroid sudah dihentikan diperlukan pemberian kembali
sementara kortikosteroid. Sebelum dilakukan anestesi, harus diketahui apakah pasien
sedang menggunakan kortikosteroid atau telah menggunakan kortikosteroid, untuk
menghindari penurunan tekanan darah secara drastis selama anastesi atau segera setelah
operasi.
Pemberian kortikosteroid yang dianjurkan pada pasien yang menggunakan lebih dari 10
mg prednisolon perhari (atau yang setara) dalam masa 3 bulan sebelum operasi adalah
sebagai berikut:
- Pembedahan kecil dengan anastesi umum–dosis lazim kortikosteroid secara oral pada
pagi hari saat pembedahan atau dengan 25-50 mg (biasanya dengan natrium suksinat)
secara intra vena pada saat induksi. Dosis kortikosteroid yang biasa digunakan secara
oral dianjurkan diberikan setelah pembedahan.
- Pembedahan sedang/pembedahan besar: dosis oral kortikosteroid pada pagi hari saat
pembedahan dan hidrokortison 25-50 mg secara intravena pada saat induksi, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian hidrokortison 25-50 mg 3 kali sehari secara intravena
selama 24 jam setelah pembedahan sedang atau selama 48-72 jam setelah pembedahan
besar. Setelah penggunaan injeksi hidrokortison dihentikan kortikosteroid diteruskan
dengan dosis kortikosteroid secara oral yang biasa digunakan sebelum operasi.
Infeksi
Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi dan memperparah atau memberatkan infeksi yang terjadi.
Gejala klinis infeksi menjadi tidak jelas. Infeksi berat seperti septikemia dan tuberkulosis
dapat berkembang sampai tahap lanjut atau berat sebelum terdeteksi. Amubiasis atau
strongyloidiasis kemungkinan dapat kambuh dan dapat menjadi bertambah buruk
(pastikan penyakit ini tidak ada sebelum mulai pemberian obat dan jangan diberikan pada
pasien dengan risiko atau gejala yang mengarah ke penyakit tersebut). Infeksi mata
karena jamur dan virus juga akan menjadi berat.
Cacar air
Kecuali pasien sudah pernah menderita cacar air, pemberian kortikosteroid secara oral
atau parenteral untuk tujuan lain selain sebagai pengganti kortikosteroid akan
meningkatkan risiko terkena cacar air yang berat. Manifestasi klinik berat seperti
timbulnya penyakit pneumonia, hepatitis dan DIC (disseminated intravascular
coagulation), rash mungkin tidak muncul.
Imunisasi pasif dengan varicella-zoster immunoglobulin, diperlukan untuk pasien belum
imunisasi yang terpapar penyakit ini yang sedang atau dalam 3 bulan terkahir menerima
kortikosteroid sistemik. Varicella-zoster immunoglobulin sebaiknya segera diberikan
dalam waktu 3 hari (tidak lebih dari 10 hari) setelah terpapar. Pasien yang sedang
mendapat kortikosteroid dan dipastikan menderita cacar air harus segera mendapatkan
pengobatan dan perawatan khusus oleh spesialis. Kortikosteroid tidak boleh dihentikan
dan kemungkinan dosis perlu ditingkatkan.
Penggunaan kortikosteroid topikal, inhalasi, atau rektal kecil tidak meningkatkan risiko
cacar air yang berat.
Measles/Campak
Pasien yang sedang mendapat kortikosteroid sebaiknya menghindari sumber penularan
campak dan bila terpapar secepatnya harus ke dokter. Mungkin diperlukan
pencegahan/profilaksis dengan pemberian immunoglobulin secara intramuskular.
Penggunaan Kortikosteroid
Dosis kortikosteroid bervariasi tergantung penyakit dan kondisi pasien. Jika
kortikosteroid dapat menyelamatkan atau memperpanjang hidup, seperti pada penyakit
exfoliative dermatitis, pemphigus, leukemia akut atau penolakan transpalantasi akut,
dosis tinggi diberikan karena komplikasi terapi yang mungkin timbul akan relatif lebih
ringan dibandingkan penyakitnya sendiri.
Terapi kortikosteroid jangka panjang untuk penyakit kronis yang memerlukannya
kemungkinan efek samping pengobatan menjadi lebih kecil dari efek yang disebabkan
oleh penyakit. Untuk mengurangi efek samping tersebut sebaiknya digunakan dosis
pemeliharaan serendah mungkin.
Bila pengobatan yang lebih aman tidak berhasil maka kortikosteroid secara topikal boleh
digunakan untuk kondisi inflamasi pada kulit. Penggunaan kortikosteroid pada psoriasis
sedapat mungkin dihindarkan atau digunakan hanya di bawah pengawasan dari dokter
spesialis.
Kortikosteroid dapat digunakan secara topikal (melalui rektum) dan sistemik (secara oral
atau injeksi intravena) untuk penanganan kolitis ulserasi dan penyakit Crohn.
Aktivitas mineralokortikoid fludrokortison dapat digunakan untuk menangani postural
hipotensi pada neuropathy autonomic. Meskipun dosis kortikosteroid yang sangat tinggi
telah diberikan secara injeksi intravena pada septic shock, suatu studi dengan
menggunakan dosis tinggi metil prednisolon natrium suksinat tidak menunjukkan
manfaat bahkan pada sebagian kelompok pasien memberi kesan tingkat mortalitas yang
lebih tinggi. Namun terdapat bukti bahwa pemberian hidrokortison dosis rendah (50 mg
secara intravena setiap 6 jam) dan fludrokortison (50 mcg perhari secara oral) bermanfaat
untuk pasien yang mengalami insufisiensi adrenal korteks akibat septic shock.
Efek mineralokortikoid deksametason dan betametason hampir tidak ada atau ada kecil
sekali dan lama kerjanya sangat panjang sehingga sesuai untuk supresi sekresi
kortikotropin pada hiperplasia adrenal kongenital di mana dosis sebaiknya disesuaikan
dengan respon klinik dan dengan kadar androgen adrenal dan 17-hidroksiprogesteron.
Sebagaimana semua glukokortikoid, aksi supresif terhadap hypothalamic pituitary adrenal
axis paling kuat dan lama jika diberikan pada malam hari.
Pada kebanyakan subjek normal, pemberian dosis tunggal deksametason 1 mg pada
malam hari cukup untuk menghambat sekresi kortikotropin selama 24 jam. Hal ini
merupakan dasar dari ”overnight dexamethason suppresion test” yang digunakan untuk
diagnosa Cushing’s Syndrome.
Betametason dan Deksametason juga menjadi pilihan untuk kondisi dimana retensi cairan
merupakan suatu keadaan yang dihindari.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk penanganan kasus peningkatan tekanan
intrakranial atau serebral odema akibat keganasan, umumnya digunakan betametason dan
deksametason dosis tinggi. Namun demikian, kortikosteroid sebaiknya tidak digunakan
untuk penanganan luka kepala atau stroke karena mungkin tidak memberi manfaat dan
bahkan dapat membahayakan.
Pada reaksi hipersensitif akut misal angioedema pada saluran pernapasan atas dan syok
anafilaksis, kortikosteroid diindikasikan sebagai obat tambahan pada penanganan gawat
darurat dengan adrenalin (epinefrin), pada beberapa kasus diperlukan hidrokortison
(sebagai natrium suksinat) injeksi intravena dengan dosis 100-300 mg.
Kortikosteroid sebaiknya digunakan secara inhalasi dalam penanganan asma, tetapi terapi
sistemik bersama dengan bronkodilator diperlukan untuk pengobatan asma akut yang
parah.
Kortikosteroid mungkin bermanfaat pada kondisi seperti auto-immune hepatitis,
rhematoid arthritis, sarkoidosis, anemia hemolitik yang acquired, mungkin bermanfaat
pada beberapa kasus sindrom nefrotik (terutama pada anak) dan trombositopenia purpura.
Kortikosteroid dapat memperbaiki prognosis penyakit serius seperti systemic lupus
erythematosus, temporal arteritis dan polyarteritis nodosa. Efeknya mungkin dapat
menekan proses penyakit dan menghilangkan gejala, walau sebenarnya tidak
menyembuhkan penyakitnya, tetapi gejala dapat hilang.
Biasanya untuk memulai terapi pada kondisi ini adalah dengan dosis tinggi seperti 40-60
mg prednisolon per hari dan kemudian dosis dikurangi sampai dosis yang paling rendah
yang tetap dapat mengendalikan penyakit.
Kehamilan dan Menyusui
Berdasarkan data keamanan penggunaan kortikosteroid pada kehamilan dan menyusui,
diperoleh pendapat/kesimpulan sebagai berikut:
Kemampuan kortikosteroid untuk menembus plasenta berbeda-beda, betametason
dan deksametason dengan mudah dapat menembus plasenta, sementara 88%
prednisolon yang menembus plasenta diubah menjadi bentuk inaktif.
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa penggunaan kortikosteroid secara
sistemik dapat meningkatkan kejadian abnormalitas kongenital seperti sumbing
pada bibir atau langit-langit mulut.
Jika pemberian kortikosteroid diperpanjang atau diulang selama kehamilan,
pemberian kortikosteroid secara sistemik dapat meningkatkan risiko
penghambatan pertumbuhan intrauterin. Namun tidak ada bukti terjadinya
gangguan pertumbuhan intra uterin selama pengobatan jangka pendek (contohnya
pada pengobatan profilaksis untuk neonatal respiratory distress syndrome).
Beberapa supresi adrenal pada janin akibat pemberian sebelum kelahiran,
biasanya akan hilang setelah kelahiran bayi dan tidak begitu bermakna klinis.
Prednisolon terdapat di dalam ASI dalam jumLah sedikit, tetapi dosis yang
diberikan kepada ibu menyusui sampai 40 mg perhari tampaknya tidak
menyebabkan efek sistemik pada bayi, sebaiknya dimonitor terhadap
kemungkinan supresi adrenal jika ibunya menggunakan dosis yang lebih tinggi.
Pemberian
Bilamana memungkinkan pengobatan lokal dengan krim, injeksi intraartikular, inhalasi,
tetes mata atau secara enema lebih baik digunakan daripada pengobatan sistemik. Aksi
supresif kortikosteroid terhadap sekresi kortisol paling kecil bila obat diberikan sebagai
dosis tunggal pada pagi hari. Untuk mengurangi supresi pituitary-adrenal lebih lanjut,
dapat diusahakan dengan memberikan total dosis untuk 2 hari dalam bentuk dosis tunggal
dan diberikan setiap 2 hari, tetapi cara pemberian tersebut tidak efektif untuk penanganan
asma.
Supresi pituitary–adrenal dapat juga dikurangi dengan cara pemberian selang hari pada
terapi jangka pendek. Pada beberapa kondisi mungkin untuk mengurangi dosis
kortikosteroid dengan penambahan dosis kecil obat imunosupresan.
Penghentian penggunaan kortikosteroid
Penghentian kortikosteroid yang diberikan secara sistemik sebaiknya dilakukan secara
bertahap pada pasien yang tidak mempunyai kemungkinan terjadinya kekambuhan
penyakit dan mempunyai kondisi sebagai berikut:
– Baru saja menerima pengobatan berulang (terutama jika digunakan selama lebih dari
tiga minggu).
– Menjalani pengobatan jangka pendek dalam waktu setahun setelah penghentian terapi
jangka panjang.
– Supresi adrenal yang disebabkan oleh penyebab lain
– Menerima prednisolon lebih dari 40 mg sehari (atau yang setara).
– Diberikan dosis pada malam hari berulang-ulang.
– Menjalani pengobatan lebih dari 3 minggu.
Pemberian kortikosteroid secara sistemik mungkin dapat dihentikan secara
tiba-tiba/mendadak pada kondisi di mana penyakit tidak mungkin kambuh dan yang telah
menerima pengobatan selama 3 minggu atau kurang serta yang tidak termasuk pada
kelompok pasien yang telah disebutkan di atas.
Selama penghentian kortikosteroid, dosis dapat dikurangi dengan cepat sampai mencapai
dosis fisiologis (setara dengan prednisolon 7,5 mg sehari) dan kemudian dikurangi secara
lebih perlahan. Pengamatan penyakit diperlukan selama proses penghentian pengobatan
untuk memastikan bahwa penyakit tidak kambuh.