32
ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2010 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Van Indra Wiguna 0610213085 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

647-1242-1-SM.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN

    PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN

    DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2010

    JURNAL ILMIAH

    Disusun oleh :

    Van Indra Wiguna

    0610213085

    JURUSAN ILMU EKONOMI

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2013

  • LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

    Artikel Jurnal dengan judul :

    ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN

    TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

    TAHUN 2005-2010

    Yang disusun oleh :

    Nama : Van Indra Wiguna

    NIM : 0610213085

    Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

    Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

    Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di

    depan Dewan Penguji pada tanggal 02 Agustus 2013.

    Malang, 01 Agustus 2013

    Dosen Pembimbing,

    Dr. Rachmad Kresna Sakti, SE., Msi.

    NIP. 19631116 199002 1 001

  • ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN, DAN PENGANGGURAN

    TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

    TAHUN 2005-2010

    Van Indra Wiguna

    Rachmad Kresna Sakti1

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB Malang

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

    Email: [email protected]

    ABSTRACT

    This study aims to: (1) determine the negative effect of Gross Domestic Product (GDP) on the poverty in

    the Central of Java in the period year of 2005-2010, (2) determine the negative effect of the education rate on

    the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010, (3) determine the negative effects of

    unemployment rate on the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010. The method used is

    the method of multiple linear regression analysis (Ordinary Least Squares Regression Analysis) using panel

    data through fixed effects approach (Fixed Effects Model) with the help of software of E-Views 6. The data

    obtained from the Central Statistics Agency (CSA) in the of Central Java.

    The results showed that the GDP variable is negative and significant effect on poverty in the Central of

    Java, the education rate effect is negative and significant on poverty in the Central of Java, the unemployment

    rate effect is positive and significant on poverty in the Central of Java. This is the basis for the information and

    the policy considerations related parties to improve the system of growth and development in the Central of

    Java in the country in particular and Indonesia in general. Therefore, the results of this study are expected to

    provide a reference for the creation of growth and improvement of equitable development of all regions.

    Keywords: Poverty rate, GDP, level of education, Unemployment Rate

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh negatif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (2) mengetahui pengaruh negatif tingkat pendidikan

    terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (3) mengetahui pengaruh negatif tingkat pengangguran

    terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

    analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan panel data

    melalui pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model) dengan bantuan software E-Views 6. Data yang diperoleh

    adalah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

    kemiskinan di Jawa Tengah, tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di

    Jawa Tengah, tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah.

    Hal tersebut kemudian yang menjadi dasar informasi dan pertimbangan kebijakan pihak-pihak yang berkaitan

    untuk memperbaiki sistem pertumbuhan dan pembangunan di Jawa Tengah pada khususnya dan di negara

    Indonesia pada umumnya. Oleh sebab itu, dari hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan mampu memberikan

    referensi perbaikan demi terciptanya pertumbuhan dan pembangunan yang merata bagi semua daerah.

    Kata kunci: Tingkat Kemiskinan, PDRB, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengangguran.

    A. PENDAHULUAN

    Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata. Pemerataan

    pembangunan adalah pemerataan pembangunan pusat dan daerah seperti yang diharapkan dalam penyeleng-

    garaan otonomi daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan

    Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Peme-

    rintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan

    Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah. Maka, pemerintah pusat

    memberikan otonomi pemerintah daerah yang didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab

    sehingga daerah memiliki kewenangan untuk mengatur kepemerintahan daerahnya berdasarkan aspirasi ma-

    syarakatnya. Untuk keperluan tersebut diperlukan perencanaan yang lebih baik dengan memanfaatkan sumber

    daya yang ada. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada empat faktor yang mempengaruhi

    pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat

  • pendidikan dan teknologi yang digunakan, meskipun pertumbuhan ekonomi dapat bergantung kepada banyak

    faktor.

    Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang termasuk dalam kriteria provinsi yang relatif tertinggal,

    karena nilai pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapitanya masih berada dibawah nilai rata-rata pertumbuhan

    ekonomi dan PDRB per kapita rata-rata nasional. Dalam suatu proses pertumbuhan ekonomi, salah satu

    indikator yang digunakan untuk melihat adanya gejala pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara atau wilayah

    adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui proses pertumbuhan ekonomi tersebut, dapat melihat

    kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan dan dicapai di Jawa Tengah selama periode tertentu.

    Laju pertumbuhan ekonomi dapat dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk, karena pada prinsipnya

    pertumbuhan ekonomi harus dinikmati oleh penduduk. Jumlah penduduk perlu diperhatikan, karena selain

    sebagai subjek, penduduk juga merupakan objek pembangunan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek

    kependudukan akan mempengaruhi proses pembangunan serta tujuan yang hendak dicapai. Tingkat

    pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja yang cepat dan

    menyebabkan jumlah lapangan kerja menjadi sempit atau sedikit. Hal ini dapat menyebabkan masalah

    pengangguran yang ada di suatu daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi di suatu daerah menunjukkan kurang

    berhasilnya pembangunan.

    Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui

    pengaruh PDRB, tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah selama

    enam tahun terakhir dengan judul Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap

    Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2010. Berdasarkan judul tersebut, maka penulis akan

    memfokuskan penelitian pada permasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimana pengaruh negatif PDRB terhadap

    kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010? (2) Bagaimana pengaruh negatif tingkat pendidikan

    terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010? (3) Bagaimana pengaruh negatif tingkat

    pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010?. Dengan memperhatikan

    rumusan masalah tersebut, maka penelitan ini bertujuan sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui pengaruh

    negatif PDRB terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (2) untuk mengetahui pengaruh negatif

    tingkat pendidikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, dan (3) untuk mengetahui pengaruh

    negatif tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010.

    B. KAJIAN PUSTAKA

    Landasan Teori

    Kemiskinan

    Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan

    kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup

    layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain, serta suramnya masa depan bangsa dan

    negara. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara berkembang

    seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan bersifat multidimensional, artinya karena kebutuhan manusia

    itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset,

    organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan

    sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi.

    Menurut Sumitro Djojohadikusumo, pola kemiskinan ada empat yaitu, persistent poverty, cyclical poverty,

    seasonal poverty, dan accidental poverty. Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan

    sumber daya yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan

    sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang

    mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam

    menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan

    informasi dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas.

    Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (1953) dalam Kuncoro, (1997) secara sederhana dan yang umum

    digunakan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (Anonymous, 2012) Kemiskinan Absolut, Relatif dan Kultural.

    Menurut Paul Spicker, penyebab kemiskinan dibagi menjadi empat mahzab, yaitu Individual explanation,

    Familial explanation, Subcultural explanation, dan Structural explanation.

  • Gambar 1 : Alur Lingkaran Setan Kemiskinan

    Sumber: Anonymous, 2010

    Menurut gambar di atas, apabila ditinjau lebih jauh lagi tentang kemiskinan, setidaknya akan didapati

    beberapa akar masalah yang harus segera dituntaskan agar dapat mengatasi semua permasalahan dari segala

    akar kemiskinan tersebut. Akar masalah kemiskinan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut : pertama, karena

    miskin, seseorang pasti memiliki pendapatan yang kecil. Karena pendapatannya kecil, daya beli informasi dan

    pengetahuannya rendah. Daya beli pengetahuan dan informasi yang rendah ini, akan menyebabkan si miskin

    tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan yang kurang, akan menyebabkan produktivitas seseorang

    menjadi kecil. Karena produktivitasnya yang kecil, akan menyebabkan jatuh miskin lagi.

    Kedua, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki tabungan yang kecil. Karena memiliki

    tabungan yang kecil, akan membuat kepemilikan modal seseorang menjadi rendah yang akan mengakibatkan

    produksinya rendah serta pendapatannya kecil. Karena pendapatannya kecil, akan mennyebabkan jatuh miskin

    lagi. Ketiga, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki kemampuan konsumsi yang rendah.

    Kemampuan konsumsi yang rendah akan membuat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang,

    dan pangannya secara layak. Hal ini juga akan berdampak pada buruknya status gizi seseorang. Seseorang

    dengan status gizi yang buruk hanya akan memiliki produktivitas kerja yang buruk akan menyebabkan

    produksinya menjadi rendah, sehingga akan menyebabkan jatuh miskin lagi.

    Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan adalah pemerataan pembangunan yang

    belum merata terutama di daerah pedesaan. Penduduk miskin di daerah pedesaan diperkirakan lebih tinggi dari

    penduduk miskin di daerah perkotaan. Penyebab yang lain adalah masyarakat miskin belum mampu

    menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta

    transportasi. Gizi buruk juga masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh

    cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial kepada masyarakat

    miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu),

    dan cakupan jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih kurang memadai. Makna dari lingkaran setan

    kemiskinan tersebut adalah keharusan semua pihak terutama pemerintah untuk memiliki keinginan yang kuat

    untuk memutus alur tersebut. Lingkaran itu tidak akan pernah terpotong apabila tidak ada satu bagian saja yang

    dihilangkan.

    Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

    Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali

    diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk

    menaikkan pendapatan riil, juga untuk meningkatkan produktivitas, (Irawan dan M. Suparmoko, 1992). Dalam

    melaksanakan kegiatan pembangunannya, ada faktor-faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses

    pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara. Menurut Irawan dan M. Suparmoko, faktor-faktor tersebut

    dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi yang meliputi sistem hukum,

    pendidikan, kesehatan, agama, pemerintah, dan sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan kegiatan

    pembangunan, maka harus ada optimalisasi kinerja terhadap faktor-faktor penentu tersebut.

    Pertumbuhan Ekonomi dan Permasalahan Yang Dihadapi

    Menurut Prof. Simon Kuznets dalam P. Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas

    dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.

    Kenaikan kapasitas itu ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan

    (institutional) dan ideologis. Kuznets juga mengemukakan bahwa ada enam karakteristik atau ciri proses

    pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh negara berkembang yang telah menjadi negara maju (developed

    country) atau wilayah maju, antara lain :

    1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi.

    2. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi.

    3. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi.

    4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

  • 5. Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau yang sudah maju perekonomiannya untuk

    berusaha menambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku

    yang baru.

    6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sekitar sepertiga bagian

    penduduk yang ada.

    Sedangkan menurut Sadono Sukirno (2004), menjelaskan bahwa dalam analisis makroekonomi,

    pertumbuhan ekonomi memiliki dua pengertian yang berbeda. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi digunakan

    untuk menggambarkan suatu perekonomian yang telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf

    kemakmuran yang tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk menggambarkan permasalahan

    ekonomi yang dihadapi oleh suatu negara atau suatu wilayah dalam jangka panjang. Masalah pertumbuhan

    ekonomi tersebut dibagi menjadi tiga aspek, yaitu : Aspek pertama adalah bersumber dari perbedaan antara

    tingkat pertumbuhan potensial yang dapat dicapai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya

    tercapai. Investasi yang dilakukan pada saat ini dapat menambah persediaan barang-barang modal di masa yang

    akan datang, sehingga potensi suatu negara atau wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa akan bertambah.

    Kemajuan teknologi, pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan produktivitas juga dapat menambah

    produksi barang dan jasa.

    Namun, kenaikan faktor-faktor tersebut tidak selalu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Aspek kedua

    adalah meningkatkan potensi pertumbuhan. Ketika suatu negara atau wilayah akan meningkatkan pertumbuhan

    GDP pada jumlah tertentu untuk mengurangi permasalahan pengangguran yang terjadi, namun pada

    kenyataannya pertumbuhan GDP yang tercapai tidaklah sesuai yang direncanakan. Akibatnya, permasalahan

    pengangguran tidak dapat teratasi sehingga menyebabkan negara atau wilayah tersebut memikirkan cara untuk

    mempercepat laju pertumbuhan ekonominya. Aspek ketiga adalah mengenai ketetapan pertumbuhan ekonomi

    yang berlaku dari satu tahun ke tahun selanjutnya. Perubahan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi suatu negara

    atau wilayah bersifat fluktuatif. Di satu waktu dapat berkembang pesat, dan waktu tertentu dapat berjalan lambat

    atau lebih rendah dari tahun sebelumnya.

    Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi

    Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan menggunakan tingkat pendapatan nasional per kapita dari

    aspek ekonominya. Dalam suatu wilayah regional atau daerah, maka kesejahteraan masyarakat diukur melalui

    Produk Domestik Regional bruto (PDRB) per kapita. Pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui PDRB per

    kapita tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya, Jumlah dan

    Kualitas Dari Penduduk dan Tenaga kerja, Kapital, Tingkat Teknologi, Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat.

    Pertumbuhan Ekonomi Regional

    Dalam pertumbuhan ekonomi regional, unsur regional atau wilayah dapat berbentuk provinsi, kabupaten,

    atau kota. Target pertumbuhan ekonomi antara satu wilayah dengan wilayah lain berbeda satu sama lain, hal ini

    dikarenakan potensi ekonomi yang ada di setiap wilayah juga berbeda, sehingga kebijakan yang diterapkan

    harus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah atau daerah. Dikarenakan Indonesia

    telah masuk dalam era otonomi daerah, maka setiap daerah harus membuat dan menerapkan kebijakan yang

    dapat memaksimalkan potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya sehingga dapat

    meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

    Teori Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi

    Perkembangan teori-teori pertumbuhan dan pembangunan bertujuan untuk mengetahui bagaimana

    mekanisme proses pembangunan ekonomi di suatu negara atau wilayah, variabel-variabel yang digunakan

    dalam proses pembangunan, serta tingkat pertumbuhan suatu negara atau wilayah. Perkembangan teori-teori

    pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tersebut terdiri dari Mazhab Historis dan Mahzab Analitis yang terdiri

    dari teori Klasik, Teori Neo Klasik, Teori Keynesian, dan Teori Schumpeter. (Anonymous, 2012)

    Mazhab Historis

    Mazhab Historismus melihat pembangunan ekonomi berdasarkan suatu pola pendekatan yang berpangkal

    pada perspektif sejarah. Fenomena ekonomi adalah produk perkembangan menyeluruh dan dalam tahap tertentu

    dalam perjalanan sejarah. Mazhab ini mendominasi pemikiran ekonomi di Jerman selama abad XIX sampai

    awal XX.

    1. FRIEDRICH LIST (Cara Produksi)

    List dipandang sebagai pelopor yang memberikan landasan bagi pertumbuhan pemikiran ekonomi

    mazhab Historismus. Menurut List, sistem liberalisme yang laissez-faire dapat menjamin alokasi sumberdaya

    secara maksimal. Perkembangan ekonomi tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan

    lingkungan kebudayaan. Perkembangan ekonomi terjadi, jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam

  • organisasi politik dan kebebasan perorangan. Perkembangan ekonomi, menurut List, melalui 5 tahap yaitu tahap

    primitif, beternak, pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufacturing), dan akhirnya pertanian,

    industri pengolahan (manufacturing) dan perdagangan. (Anonymous, 2012)

    2. BRUNO HILDEBRAND (Cara Distribusi)

    Pemikiran Hildebrand menekankan evolusi dalam perekonomian masyarakat. Sebagai kritiknya

    terhadap List, Hildebrand mengatakan bahwa perkembangan ekonomi bukan didasarkan pada cara produksi

    ataupun cara konsumsi, tetapi pada cara distribusi yang digunakan. Oleh karena itu Hildebrand mengemukakan

    3 sistem distribusi yaitu Perekonomian Barter (natura), Perekonomian Uang, Perekonomian Kredit.

    (Anonymous, 2012).

    3. KARL BUCHER (Produksi & Distribusi)

    Pendapat Bucher merupakan penggabungan atau sintesa dari pendapat List dan Hildebrand. Menurut

    Bucher, perkembangan ekonomi melalui 3 tahap yaitu Produksi untuk kebutuhan sendiri (subsistem),

    Perekonomian kota di mana pertukaran sudah meluas, Perekonomian nasional di mana peran pedagang menjadi

    penting.

    4. W. W. ROSTOW Teori pembangunan ekonomi dari Rostow sangat terkenal dan paling banyak mendapatkan komentar

    dari para ahli ekonomi. Teori ini berawal dari artikel Rostow yang dimuat dalam Economics Journal (Maret

    1956) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul The Stages of Economic Growth

    (1960). Menurut pengklasifikasian Todaro, teori Rostow dikelompokkan ke dalam model jenjang linear (linear

    stages mode). Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam 5 tahap, yaitu Masyarakat

    tradisional (the traditional society), Prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take-off), Tinggal

    landas (the take-off), Menuju kekedewasaan (the drive to maturity), dan Masa konsumsi tinggi (the age of high

    mass-consumption). Dasar pembedaan tahap pembangunan ekonomi menjadi 5 tahap adalah karakteristik

    perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi. (Anonymous, 2012)

    Mazhab Analitis

    Teori-teori pembangunan ekonomi yang termasuk dalam mazhab ini mengungkapkan proses pertumbuhan

    ekonomi secara logis dan konsisten, tetapi bersifat abstrak dan kurang menekankan kepada aspek empiris atau

    historisnya.

    A. TEORI KLASIK :

    A.1 ADAM SMITH (1723 - 1790)

    Adam Smith terkenal sebagai pelopor pembangunan ekonomi dan kebijaksanaan laissez-faire, serta

    ekonom pertama yang banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan pertumbuhan ekonomi. Adam

    Smith mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis.

    Menurut Smith, inti dari proses pertumbuhan ekonomi dibedakan menjadi dua aspek utama pertumbuhan

    ekonomi yaitu, pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Terdapat tiga unsur pokok dari

    sistem produksi suatu negara yaitu, sumber daya alam yang tersedia atau faktor produksi tanah, sumber

    daya insani atau jumlah penduduk, stok barang modal yang ada. (Anonymous, 2012)

    Teori Adam Smith telah memberikan kontribusi yang besar dalam menunjukkan pertumbuhan ekonomi

    dan faktor-faktor penghambatnya. Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap teori Adam Smith antara

    lain:

    1. Pembagian Kelas dalam Masyarakat 2. Alasan Menabung 3. Asumsi Persaingan Sempurna 4. Pengabaian Terhadap Peranan Entrepreneur 5. Asumsi Stasioner

    A.2 DAVID RICARDO (1772 - 1823)

    Pada intinya, proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan dari Ricardo tidak jauh berbeda dengan

    teori Adam Smith. Ciri-ciri perekonomian Ricardo, (Anonymous, 2012) sebagai berikut:

    1. Jumlah tanah yang terbatas.

    2. Peningkatan atau penurunan tenaga kerja (penduduk) tergantung pada tinggi rendahnya tingkat

    upah minimal.

    3. Akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di atas

    tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk melakukan investasi.

    4. Kemajuan teknologi yang terjadi sepanjang waktu.

    5. Sektor pertanian yang dominan.

  • Dengan terbatasnya luas tanah, maka pertumbuhan.penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan produk

    marginal (marginal product) yang dikenal dengan istilah the law of diminishing returns. Jika tenaga kerja

    yang dipekerjakan pada tanah tersebut menerima tingkat upah di atas tingkat upah minimal, maka jumlah

    penduduk (tenaga kerja) akan meningkat, sehingga dapat menurunkan produk marginal tenaga kerja dan

    pada akhirnya akan menurunkan tingkat upah. Jika tingkat upah berada di bawah tingkat upah minimal,

    maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Tingkat upah akan meningkat lagi sampai tingkat upah

    minimal, sehingga menyebabkan jumlah penduduk konstan. Jadi, dari segi faktor produksi tanah dan tenaga

    kerja, terdapat suatu kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian ke arah tingkat upah minimum,

    yaitu berjalannya proses the law of diminishing returns.

    Terdapat beberapa kritik terhadap teori David Ricardo, (Anonymous, 2012) antara lain :

    1. Pengabaian Terhadap Pengaruh Kemajuan Teknologi

    2. Pengertian yang Salah tentang Keadaan Stasioner

    3. Pengabaian Terhadap Faktor-Faktor Kelembagaan

    4. Teori Ricardo Tidak Termasuk Dalam Teori Pertumbuhan

    5. Pengabaian Terhadap Suku Bunga

    B. TEORI NEO KLASIK (Solow-Swan) Teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori ini berkembang

    berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi Klasik.

    Ekonom yang menjadi pelopor dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow (Massachussets

    Institute of Technology) dan Trevor Swan (The Australian National University). Solow memenangkan

    hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1987 atas karyanya tentang teori pertumbuhan ekonomi yang dikenal

    dengan teori Solow-Swan.

    Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor

    produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini

    didasarkan pada anggapan yang mendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami

    tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya

    digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, proses peningkatan pertumbuhan perekonomian akan

    berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.

    (Alexander,2006)

    Selanjutnya, menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = COR) dapat berubah. Dengan

    kata lain, untuk menciptakan sejumlah output tertentu, digunakan jumlah modal yang berbeda dengan

    bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda, sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal

    yang digunakan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Begitu juga sebaliknya, jika modal

    yang digunakan lebih sedikit, maka akan lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya

    fleksibilitas ini, suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan

    kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu.

    Sifat teori pertumbuhan Neo Klasik dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.2. Fungsi produksinya

    ditunjukkan oleh I2, I2, dan seterusnya. Dalam fungsi produksi tersebut, suatu tingkat output tertentu dapat

    diciptakan dengan menggunakan berbagai kombinasi modal dan tenaga kerja. Sebagai contoh, untuk

    menciptakan output sebesar I, kombinasi modal dan tenaga kerja yang dapat digunakan antara lain, (a) K3

    dengan L3, (b) K2 dengan L2, dan (c) K1 dengan L1. Dengan demikian, meskipun jumlah modal berubah

    tetapi tingkat output tidak mengalami perubahan. Selain itu, jumlah output dapat mengalami perubahan

    meskipun jumlah modal tetap. Sebagai contoh, meskipun jumlah modal tetap berada pada sebesar K3,

    jumlah output dapat diperbesar menjadi I2, jika tenaga kerja digunakan ditambah dari L3 menjadi L3. Teori

    pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan kepada fungsi

    produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang dikenal dengan fungsi

    produksi Cobb- Douglas.

  • Gambar 2 : Fungsi Produksi Neo-Klasik

    Sumber: Anonymous, 2012

    Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut:

    ........(2.1)

    di mana:

    = tingkat produksi pada tahun t

    = tingkat teknologi pada tahun t

    = jumlah stok barang modal pada tahun t

    = jumlah tenaga kerja pada tahun t

    a = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal.

    b = pertambahan output yang diciptakan pertambahan satu unit tenaga kerja.

    Nilai Tt, a dan b dapat diestimasi secara empiris. Tetapi pada umumnya, nilai a dan b ditentukan

    dengan menganggap bahwa a + b = 1, yang berarti bahwa a dan b nilainya adalah sama, dengan batas

    produksi dari masing- masing faktor produksi tersebut. Dengan kata lain, nilai a dan b ditentukan dengan

    melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan output.

    C. TEORI KEYNESIAN (Harrod-Domar) Teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua ekonom setelah Keynes, yaitu Evsey

    Domar dan R. F. Harrod. Domar mengemukakan teorinya tersebut pertama kali pada tahun 1947 dalam

    jurnal American Economic Review, sedangkan Harrod mengemukakan teorinya pada tahun 1939 dalam

    Economic Journal. Dikarenakan inti dari teori yang dicetuskan oleh Harrod dan Domar adalah sama, maka

    teori tersebut dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar merupakan perkembangan dari

    analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes

    dianggap kurang lengkap, karena tidak membicarakan permasalahan ekonomi jangka panjang. Sedangkan

    teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan

    berkembang dalam jangka panjang (steady growth). (Anonymous,)

    Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yaitu :

    1. Perekonomian dalam keadaan ketenagakerjaan yang penuh (full employment) dan barang-barang

    modal yang tersedia didalam masyarakat digunakan secara penuh.

    2. Terdiri atas 2 sektor, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, yang berarti pemerintah

    dan perdagangan luar negeri tidak termasuk.

    3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, yang

    berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.

    4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya adalah tetap,

    demikian juga dengan ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan rasio

    pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio = ICOR). COR dan ICOR yang tetap

    ini bisa dilihat pada Gambar 2.3.

    Dalam teori Harrod-Domar ini, fungsi produksinya berbentuk L, karena sejumlah modal hanya dapat

    menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan

    output sebesar Q1 diperlukan modal K1 dan tenaga kerja L1. Apabila kombinasi ini berubah, maka tingkat

    output juga akan mengalami perubahan. Untuk output sebesar Q2, maka diperlukan stok modal sebesar K2.

    Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan

  • nasionalnya untuk mengganti barang-barang modal seperti, gedung-gedung, peralatan, material yang telah

    mengalami penurunan fungsi (kerusakan). Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut,

    diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Terdapat hubungan ekonomis secara

    langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), sebagai contoh, jika 3 rupiah modal

    diperlukan untuk menghasilkan kenaikan output total sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan bersih

    terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modal-

    output tersebut.

    Gambar 3 : Fungsi Produksi Harold-Domar

    Sumber: Anonymous, 2012

    Besaran rasio modal-output (COR), yaitu 3 berbanding 1. Jika COR=k, rasio kecenderungan menabung

    (MPS)=s, yang merupakan proporsi tetap dari output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan,

    maka dapat disusun model pertumbuhan ekonomi yang sederhana seperti berikut:

    1. Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari output total (Y), oleh karena itu, persamaannya adalah

    S = s . Y ........(2.2)

    2. Investasi (2.2), didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan (K), maka persamaannya adalah :

    I = (K) ........(2.3)

    Tetapi, karena stok modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan output total (Y), seperti

    ditunjukkan oleh COR atau k, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

    kY

    K atau k

    Y

    K atau K = k . Y ........(2.4)

    3. Akhirnya, karena tabungan total (S) harus sama dengan investasi total (2.2), maka persamaannya adalah :

    S = I ........(2.5)

    Tetapi dari persamaan (2.2) di atas kita tahu bahwa S= s.Y dan dari persamaan (2.3) dan (2.4), kita

    tahu bahwa I = (K) = k.(Y). Oleh karena itu, model persamaan dari tabungan yang sama dengan

    investasi pada persamaan (2.4) itu sebagai:

    S = s . Y = k . Y = K = I atau s . Y = k . Y

    sehingga dapat didapatkan persamaan sebagai berikut :

    k

    s

    Y

    Y ........(2.6)

    Y

    Ypada persamaan (2.6), menunjukkan tingkat pertumbuhan output (persentase perubahan

    output).

    Persamaan (2.6), merupakan persamaan Harrod-Domar yang disederhanakan, menunjukkan bahwa

    tingkat pertumbuhan output ditentukan secara bersamaan oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output

    (COR = k). persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan output secara positif

    berhubungan dengan rasio tabungan. Semakin tinggi tabungan dan investasi, maka semakin tinggi output

  • yang dihasilkan. Sedangkan, hubungan antara COR dengan tingkat pertumbuhan output adalah negatif.

    Semakin besar COR, maka semakin rendah tingkat pertumbuhan output.

    Semakin tinggi tabungan dan investasi, maka akan meningkatan laju pertumbuhan perekonomian.

    Tingkat pertumbuhan ekonomi tergantung pada produktivitas dari investasi. Produktivitas investasi, yaitu

    jumlah tambahan investasi, yang dapat dihitung dengan kebalikan dari rasio modal - output (COR atau k),

    karena (k

    1) menggambarkan rasio output-modal atau rasio output- investasi. Selanjutnya, dengan

    mengalikan tingkat investasi baru yaitu s= Y

    I dengan produktivitasnya yaitu

    k

    1, akan menghasilkan

    tingkat kenaikan output total. Dikarenakan s = Y

    S, dan

    k

    1 dapat dirumuskan dengan

    Y

    1

    1, maka

    didapatkan persamaan s . k

    1 =

    Y

    I .

    Y

    Y

    I

    Y (Anonymous, 2010)

    Sebagai contoh perhitungan dari tingkat pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar ini adalah

    seperti di bawah ini;

    1. Rasio modal-output (COR atau k) dari suatu negara adalah 3 dan rasio tabungan adalah 6 persen dari output total. Dengan menggunakan persamaan (2.6), akan didapatkan hasil bahwa

    pertumbuhan ekonomi per tahun negara tersebut adalah 2 persen.

    23

    6

    k

    s

    Y

    Y persen

    2. Jika tingkat tabungan sebesar 15 persen, maka pertumbuhan ekonomi negara terbentuk naik dari 2 persen menjadi 5 persen per tahun.

    53

    15

    k

    s

    Y

    Y persen

    Ada beberapa kelemahan dari teori Harrod-Domar, antara lain :

    1. MPS dan ICOR Tidak Konstan

    2. Proporsi Penggunaan Tenaga Kerja dan Modal Tidak Tetap

    3. Harga Tidak akan Tetap Konstan

    4. Suku Bunga Berubah

    F. TEORI SCHUMPETER

    Teori Schumpeter pertama kali dikemukakan dalam bukunya yang berbahasa Jerman pada tahun 1911

    dan diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1934 dengan judul The Theory of Economic Development.

    Kemudian, Schumpeter menggambarkan teorinya lebih lanjut tentang proses pembangunan dan faktor

    utama yang menentukan pembangunan dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1939 dengan judul

    Business Cycle. Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang merupakan landasan teori

    pembangunannya, adalah keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik

    untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun, Schumpeter beranggapan bahwa dalam

    jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi). Pendapat ini sama dengan

    pendapat kaum Klasik.

    Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi,

    dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat

    dapat diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. Dan kemajuan ekonomi tersebut diartikan

    sebagai peningkatan output total masyarakat. (Anonymous, 2012). Schumpeter membedakan pengertian

    pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi, meskipun keduanya merupakan sumber peningkatan

    output masyarakat. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat

    yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

    masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi produksi itu sendiri. Sebagai contoh, kenaikan output yang

    disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama. Sedangkan

    pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para

    wiraswasta. Inovasi ini berarti perbaikan teknologi, seperti penemuan produk baru, pembukaan pasar baru,

    dan sebagainya. Inovasi tersebut menyangkut perbaikan kuantitatif dari sistem ekonomi yang bersumber

    dari kreativitas para wiraswastanya. (Anonymous, 2012)

  • Pembangunan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang menunjang

    kreativitas para wiraswasta. Adanya lingkungan yang menunjang kreativitas akan menimbulkan beberapa

    wiraswasta perintis (pioneer) yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi, seperti cara

    berproduksi baru, produk baru, bahan mentah, dan sebagainya. Namun, tidak semua perintis tersebut akan

    berhasil dalam melakukan inovasi. Bagi yang berhasil melakukan inovasi tersebut, akan menimbulkan

    posisi monopoli bagi pencetusnya. Posisi monopoli ini akan menghasilkan keuntungan di atas keuntungan

    normal yang diterima para pengusaha yang tidak berinovasi. Keuntungan monopolistis ini merupakan

    imbalan bagi para inovator dan juga merupakan faktor yang mempengaruhi para calon inovator untuk

    berinovasi, dikarenakan terdorong oleh adanya harapan memperoleh keuntungan monopolistis tersebut.

    Inovasi mempunyai 3 pengaruh yaitu :

    1. diperkenalkannya teknologi baru

    2. menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting

    bagi akumulasi modal.

    3. inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses peniruan (imitasi) yaitu adanya pengusaha-pengusaha

    lain yang meniru teknologi baru tersebut. Proses peniruan (imitasi) tersebut pada akhirnya akan

    diikuti oleh investasi (akumulasi modal) oleh para peniru (imitator). Proses peniruan ini

    mempunyai pengaruh pada menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para

    inovator, dan penyebaran teknologi baru di dalam masyarakat, yang berarti teknologi tersebut

    tidak lagi menjadi monopoli bagi pencetusnya.

    Menurut Schumpeter, sumber kemajuan ekonomi yang lebih penting adalah proses pembangunan

    ekonomi karena dapat meningkatkan output masyarakat. Schumpeter membedakan inovasi dan invensi

    (penemuan). Sebagai contoh, seseorang yang menemukan mesin uap dapat dikatakan sebagai inventor

    (penemu), namun bukan inovator. Sedangkan, pengusaha yang mendirikan perusahaan kereta api adalah

    inovatornya. Dengan kata lain, inovasi adalah penerapan pengetahuan teknologi di dunia ekonomi,

    komersial, dan kemasyarakatan. Sehingga, dapat dikatakan seorang inventor belum tentu sebagai seorang

    inovator, dan begitu pula sebaliknya.

    Menurut Schumpeter, ada 5 macam kegiatan yang termasuk sebagai inovasi yaitu : (Anonymous, 2012)

    1. diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada.

    2. diperkenalkannya cara berproduksi baru.

    3. pembukaan daerah-daerah pasar baru.

    4. penemuan sumber-sumber bahan mentah baru.

    5. perubahan organisasi industri sehingga efisiensi industri.

    Menurut Schumpeter, syarat-syarat terjadinya inovasi adalah tersedianya calon-calon pelaku inovasi

    (inovator dan wiraswasta) di dalam masyarakat dan adanya lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang

    dapat menunjang semangat untuk berinovasi dan pelaksanaan ide-ide inovasi tersebut. Sedangkan yang

    dimaksud dengan inovator atau entrepreneur adalah orang-orang yang masuk dalam dunia bisnis, yang

    mempunyai semangat dan keberanian untuk menerapkan ide-ide baru untuk menjadi kenyataan. Para

    inovator atau entrepreneur berani untuk mengambil resiko usaha, dikarenakan ide-ide baru (inovasi)

    tersebut belum pernah diterapkan secara ekonomis sebelumnya. Para inovator atau entrepreneur berani

    untuk mengambil resiko usaha, dikarenakan oleh adanya kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan

    monopolistis jika usahanya berhasil, dan adanya semangat dan keinginan untuk bisa mengalahkan

    persaingan inovasi melalui ide baru.

    Menurut Schumpeter, seorang inovator atau entrepreneur bukan hanya seorang pengusaha atau

    wiraswasta biasa. Para pengusaha yang berani mencoba dan melaksanakan ide-ide baru dapat dikatakan

    sebagai entrepreneur. Sedangkan, pengusaha yang hanya mengelola secara rutin perusahaannya bukanlah

    seorang entrepreneur, tetapi hanyalah seorang manajer. Kunci dalam proses inovasi adalah terdapatnya

    lingkungan yang menunjang terjadinya inovasi. Menurut Schumpeter, sistem kapitalis dan bebas berusaha,

    yang didukung oleh lembaga-lembaga sosial politik yang sesuai, merupakan lingkungan yang paling

    dominan bagi timbulnya inovator dan semangat berinovasi. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang

    menunjang terlaksananya inovasi yaitu tersedianya cadangan ide-ide baru secara memadai dan adanya

    sistem perkreditan yang dapat menyediakan dana bagi para entrepreneur untuk merealisasikan ide-ide

    tersebut. (Anonymous, 2012)

    Cadangan ide-ide baru merupakan hasil-hasil penemuan para inovator. Peranan masyarakat yang

    berkembang dan dinamis merupakan salah satu unsur utama dari lingkungan inovasi. Sistem perkreditan,

    yang menyediakan dana bagi para pengusaha yang tidak memiliki dana yang memadai tetapi mempunyai

    rencana penggunaan dana, juga merupakan faktor penunjang bagi terwujudnya inovasi. Tanpa adanya

    sistem kredit, hanya para pengusaha yang mempunyai dana yang bisa menjadi inovator. Oleh karena itu,

    antara penyedia dana (lembaga perkreditan) dan calon inovator perlu bekerjasama. Berkaitan dengan sistem

  • kapitalis, Schumpeter mengemukakan beberapa pendapat. Pertama, yaitu sistem kapitalis merupakan sistem

    yang paling dominan bagi timbulnya inovasi, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan

    demikian, menurut Schumpeter, bagi negara-negara sedang berkembang yang berusaha mengejar kemajuan

    ekonomi (pertumbuhan output) maka sistem kapitalis sesuai untuk diterapkan.

    Kedua, Schumpeter berpendapat bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan meningkatkan

    pendapatan per kapita masyarakat dan distribusi pendapatannya akan lebih merata. Distribusi pendapatan

    merata disebabkan oleh adanya inovasi-inovasi yang akan mengarah kepada barang-barang yang di

    konsumsi oleh masyarakat, sehingga barang-barang konsumsi ini menjadi banyak atau berlimpah. Ketiga,

    menurut Schumpeter bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan runtuh, karena adanya transformasi

    di dalam sistem tersebut menuju ke arah sistem yang lebih bersifat sosialistis. Ciri dari sistem kapitalis itu

    sendiri akan berubah dikarenakan keberhasilannya dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan,

    sehingga akan menyebabkan terjadinya proses perubahan kelembagaan dan perubahan pandangan

    masyarakat yang jauh dari sistem kapitalis asli, seprti sistem tunjangan sosial bagi pengangguran dan

    orangtua yang semakin meluas, sistem sekolah murah atau gratis menjadi banyak, sistem asuransi yang

    semakin meluas, dan sebagainya. (Anonymous, 2012)

    Gambar 4 : Proses Kemajuan Ekonomi Menurut Schumpeter Secara Skematis

    Sumber: Anonymous, 2012

    Gambar 4 merupakan skema teori pembangunan berdasarkan lima golongan teori yakni Teori aliran

    klasik yang dianut oleh Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus, Teori Karl Marx, Teori

    Neo-Klasik, Teori Keynesian, dan Teori Schumpeter. Banyak teori pertumbuhan ekonomi yang

    dikemukakan oleh para ahli ekonom, namun yang paling terkenal adalah model pertumbuhan ekonomi

    Harord-Domar dan model pertumbuhan Solow-Swan (Neo-Klasik). (Anonymous, 2012) Pertumbuhan

    ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk

    kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan

    pembangunan ekonomi. Sedangkan pengertian pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan

    pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan

    disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.

    Perbedaan antara keduanya adalah keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif, yaitu

    adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan. Sedangkan

    keberhasilan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, yaitu bukan hanya pertambahan produksi,

    tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor

    perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknologi.

    Pendidikan

    Pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu negara. Jika dunia pendidikan suatu negara

    rendah, maka akan menyebabkan proses pembangunan menjadi terhambat. Sebab, pendidikan menyangkut

    pembangunan karakter dan juga mempertahankan jati diri manusia suatu negara. Sehingga, setiap negara yang

    ingin maju, maka pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi prioritas utama karena pendidikan merupakan

    sarana untuk menghapus kebodohan serta kemiskinan. Namun, pendidikan di Indonesia selalu terhambat oleh

    tiga permasalahan, antara lain :

  • 1. Kepedulian pemerintah yang rendah terhadap pendidikan dikarenakan kalah dari urusan yang lebih

    strategis yaitu Politik. Bahkan, pendidikan dijadikan sasaran politik untuk menuju kekuasaan agar

    dapat menarik simpati dari masyarakat.

    2. Penjajahan terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme, dengan hutang negara yang semakin

    meningkat, badan atau organisasi donor pun mengintervensi secara langsung maupun tidak terhadap

    kebijakan ekonomi suatu bangsa. Akibatnya, terjadi privatisasi di segala bidang. Bahkan, pendidikan

    tidak luput dari proses privatisasi ini yang menyebabkan pendidikan menjadi semakin mahal yang tidak

    bisa di jangkau oleh masyrakat. Dan pada akhirnya, masyarakat tidak bisa mencapai pendidikan yang

    tinggi dan berakibat pada penurun kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

    3. Kondisi masyarakat yang tidak bisa mengadaptasikan dengan lingkungan yang ada. Hal ini akan

    berdampak pada kurangnya perhatian terhadap dunia pendidikan, dikarenakan masyarakat lebih

    mengutamakan kepentingan kebutuhan pangan daripada pendidikan. Akibatnya, kebodohan dan

    kemiskinan pun akan terjadi. Sehingga, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, yang akan

    melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya pendidikan, dan kemudian menjadi bodoh

    serta akan mengalami kemiskinan.

    Pengangguran

    Sesuai dengan berlakunya Undang-Undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan pada 1 Oktober

    1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Perlu diketahui bahwa

    Indonesia tidak menentukan batas usia maksimum tenaga kerja, hal ini dikarenakan Indonesia belum

    mempunyai jaminan sosial nasional. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : (Rukmana, 2012)

    1. Angkatan kerja yang terdiri dari masyarakat yang bekerja dan masyarakat yang menganggur dan

    mencari pekerjaan.

    2. Bukan angkatan kerja yang terdiri dari masyarakat yang bersekolah, golongan mengurus rumah tangga,

    dan golongan lain-lain.

    P. Todaro (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang

    terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu

    faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang lebih besar berarti akan

    menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan

    ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin banyak angkatan kerja yang digunakan dalam proses

    produksi maka output hasil produksi akan mengalami peningkatan sampai batas tertentu.

    Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan

    pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari

    pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Oleh

    sebab itu, menurut Sadono Sukirno (2000) pengangguran dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang

    menyebabkannya, antara lain:

    1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk

    meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

    2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam

    perekonomian.

    3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah

    dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.

    Menurut Edwards, 1974 dalam Lincolin (1997), bentuk-bentuk pengangguran adalah:

    1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah para tenaga kerja yang mampu dan ingin untuk

    bekerja, tetapi tidak tersedia pekerjaan yang sesuai.

    2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah para tenaga kerja yang secara nominal bekerja

    penuh namun produktivitasnya rendah, sehingga pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai

    arti atas produksi secara keseluruhan.

    3. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah para tenaga kerja yang bekerja penuh, tetapi intensitasnya

    lemah dikarenakan kekurangan gizi atau bernyakit.

    4. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah para tenaga keja yang mampu bekerja secara produktif tetapi

    tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik.

    Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara,

    antara lain:

    1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat

    dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income

    poverty rate dengan consumption poverty rate.

  • 2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak

    terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan

    peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.

    Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat

    menyebabkan masalah pengangguran yang ada di negara yang sedang berkembang. Tingginya tingkat

    pengangguran, luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata memiliki hubungan yang saling

    berkaitan. Bagi para tenaga kerja yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau hanya bekerja paruh waktu

    (part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan

    bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas

    menengah ke atas. Namun demikan, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai

    pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Masyarakat miskin pada

    umumnya menghadapi permasalahan terbatasanya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan

    usaha, melemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah, serta lemahnya perlindungan kerja

    terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah

    tangga. Oleh karena itu, salah satu mekanisme pokok untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan

    distribusi pendapatan di Negara sedang berkembang adalah memberikan upah yang memadai dan menyediakan

    kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin (Arsyad, 1997).

    Oleh sebab itu, pemerintah dapat menjalankan berbagai rencana untuk memenuhi hak masyarakat miskin

    atas pekerjaan dan pengembangan usaha yang layak guna mengurangi tingkat pengangguran. Rencana tersebut

    antara lain:

    1. Meningkatkan efektifitas dan kemampuan kelembagaan pemerintah dalam menegakkan hubungan

    industrial yang manusiawi.

    2. Meningkatkan kemitraan global dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan

    perlindungan kerja.

    3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat miskin dalam rangka mengembangkan

    kemampuan kerja dan berusaha.

    4. Meningkatkan perlindungan terhadap buruh migran di dalam dan luar negeri.

    Penelitian Terdahulu

    Beberapa penelitian tentang kemiskinan di berbagai negara telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, antara

    lain:

    1. Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga (2004) dengan judul Dampak Investasi Sumberdaya Manusia

    Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Computable

    General Equilibrium. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh investasi sumberdaya manusia

    terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan in Indonesia dengan menggunakan kombinasi model

    Komputasi Keseimbangan umum dengan metode Foster-Greer-Thorbecke.

    2. Prima Sukmaraga (2011) dengan judul Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per

    Kapita,dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah.

    Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per

    kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada

    tahun 2008. Analisis yang dilakukan adalah analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary

    Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang (cross section) Kabupaten/Kota di Provinsi

    Jawa Tengah Tahun 2008 dengan bantuan software Eviews 4.1. Model yang digunakan adalah

    modifikasi model ekonometri sebagi berikut:

    Log(POVt)= 0 + 1Log(IPMt)+ 2Log(PDRBKt)+ 3Log(Ut)+ ........(2.7)

    3. Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008) dengan judul Dampak Pertumbuhan Ekonomi

    Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh

    pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah

    analisis Deskriptif dan ekonometrika dengan menggunakan metode Panel Data. Model yang digunakan

    adalah modifikasi model ekonometri sebagi berikut:

    Poverty = 0 + 1 PDRB + 2 Populasi + 3 Agrishare + 4 Industrieshare + 5 Inflasi + 6 SMP + 7 SMA + 8 DIPLOMA + 9 Dummy Krisis + ........(2.8)

    4. Dicky Wahyudi, Tri Wahyu Rejekingsih (2013) dengan judul Analisis Kemiskinan Di Jawa Tengah. Penelitiannya menganalisis tentang kemiskinan di Jawa Tengah dan melihat pengaruh kesehatan,

    pendidikan, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terhadap kemiskinan di

    Jawa Tengah. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri Least Square Dummy

    Variabel (LSDV), yaitu :

    Kit=0+1Hit+2Eit+3GEit+4Git+5Uit+1D1+2D2+3D3+4D4+5D5+6D6+7D7+8D8+9D9+10D10+11D11+12D12+13D13+14D14+15D15+16D16+17D17+

  • 18D18+19D19+20D20+21D21+22D22+23D23+24D24+25D25+26D26+27D27+28D28+29D29+30D30+31D31+32D32+33D33+34D34+it ........ (2.9)

    C. METODE PENELITIAN

    Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

    Variabel penelitian merupakan construct atau konsep yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai untuk

    memberikan gambaran yang nyata mengenai fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan dua variabel

    yaitu variabel independen dan variabel dependen.

    1. Variabel Dependen

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah menurut

    kota dan kabupaten pada tahun 2005-2010.

    2. Variabel Independen

    Variabel independen dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendidikan

    dan pengangguran yang ada di Jawa Tengah menurut kota dan kabupaten pada tahun 2005-2010.

    Jenis Dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan penggabungan dari

    deret berkala (time series) dari tahun 2005 - 2010 dan deret lintang (cross section) sebanyak 35 data mewakili

    kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang menghasilkan 140 observasi.

    Adapun data dan sumber data yang diperlukan adalah:

    1. Data persentase jumlah penduduk miskin daerah untuk masing-masing kota dan kabupaten di Provinsi

    Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Data dan

    Informasi Kemiskinan.

    2. Data persentase laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan untuk masing-

    masing kota dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS)

    dalam terbitan PDRB Jawa Tengah.

    3. Data persentase tingkat pendidikan yang diproksi dengan angka melek huruf untuk masing-masing kota

    dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan

    Jawa Tengah Dalam Angka.

    4. Data persentase jumlah pengangguran terbuka untuk masing-masing kota dan kabupaten Jawa Tengah

    tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Keadaan Angkatan Kerja di

    Provinsi Jawa Tengah.

    Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data

    kuantitatif, dan memiliki fungsi teknis untuk para peneliti dalam melakukan pengumpulan data sehingga angka-

    angka dapat diberikan pada obyek yang diteliti. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian

    ini diperoleh melalui studi pustaka sebagai metode pengumpulan datanya, sehingga tidak diperlukan teknik

    sampling atau kuesioner. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2005 2010. Sebagai pendukung, digunakan buku referensi, jurnal, surat kabar, serta browsing website internet terkait dengan

    masalah kemiskinan dan bahan kajian dalam peneltian ini.

    Metode Analisis Data

    Metode Analisis Data Panel

    Penelitian ini menggunakan analisis panel data sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program

    Eviews 6, dengan kombinasi antara deret waktu (time-series data) dan deret lintang (cross-section data).

    Gujarati (1995), menyatakan bahwa untuk menggambarkan data panel secara singkat, sebagai contoh pada data

    cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu.

    Dalam data panel, unit cross section yang sama di teliti dalam beberapa waktu. Dalam model panel data,

    persamaan model dengan menggunakan data cross-section dapat ditulis sebagai berikut :

    Yi = 0 + 1 Xi+ i ..(3.1) i = 1, 2, ..., N , dimana N adalah banyaknya data cross-section

    Sedangkan persamaan model dengan time-series adalah :

    Yt = 0 + 1 Xt + t ..(3.2) t = 1, 2, ..., T , dimana T adalah banyaknya data time-series

    Mengingat data panel merupakan gabungan dari time-series dan cross-section, maka model dapat ditulis sebagai

    berikut:

    Yit = 0 + 1 Xit + it ..(3.3)

  • i = 1, 2, ..., N ; t = 1, 2, ..., T

    dimana :

    N = banyaknya observasi

    T = banyaknya waktu

    N T = banyaknya data panel

    Dalam analisis model panel data terdapat dua macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan efek

    tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Kedua pendekatan yang dilakukan dalam analisis

    panel data dapat dijelaskan sebagai berikut :

    1. Pendekatan efek tetap (Fixed effect)

    Salah satu kesulitan prosedur panel data adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit

    terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan memasukkan

    variabel boneka (dummy variable) untuk memperbolehkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang

    berbeda-beda baik lintas unit (cross section) maupun antar waktu (time-series). Pendekatan dengan

    memasukkan variabel boneka dikenal dengan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy

    Variable (LSDV).

    2. Pendekatan efek acak (Random effect)

    Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed effect) akan dapat

    menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi

    banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari

    parameter yang diestimasi. Model panel data yang melibatkan korelasi antar error term karena

    perubahan waktu dan observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen error (error

    component model) atau disebut juga dengan model efek acak (random effect).

    Ada empat pertimbangan pokok untuk memilih antara menggunakan pendekatan efek tetap (fixed effect),

    dan pendekatan efek acak (random effect) dalam data panel, yaitu :

    1. Apabila jumlah time-series (T) besar sedangkan jumlah cross-section (N) kecil, maka hasil fixed effect

    dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk

    dihitung yaitu fixed effect model (FEM).

    2. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan

    berbeda jauh. Jadi, jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random)

    maka random effect harus digunakan. Jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian tidak

    diambil secara acak maka dapat menggunakan fixed effect.

    3. Apabila komponen error i individual berkorelasi maka penaksir random effect akan bias dan penaksir fixed effect tidak bias.

    4. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, dan asumsi yang mendasari random effect

    dapat terpenuhi, maka penggunaan model random effect lebih efisien dibandingkan model fixed effect.

    Pengujian Asumsi Klasik

    Uji Normalitas

    Uji normalitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas,

    berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa metode untuk mengetahui berdistribusi normal atau tidak yaitu

    dengan menggunakan metode J-B test dan metode grafik. Penelitian ini menggunakan metode J-B test yang

    dilakukan dengan menghitung skweness dan kurtosis, apabila nilai J-B hitung lebih kecil daripada nilai X (Chi

    Square) tabel, maka nilai residual berdistribusi normal. Model untuk mengetahui uji normalitas adalah sebagai

    berikut:

    J B hitung =

    22

    24

    3k

    6

    S ..(3.4)

    Dimana S = Skewness statistik dan K = Kurtosis

    Jika nilai JB hitung lebih besar daripada nilai J-B tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual Ut terdistribusi tidak normal dan begitu pula sebaliknya.

    Uji Multikolinearitas

    Multikolinearitas memiliki pengertian bahwa ada hubungan linear yang pasti diantara beberapa atau semua

    variabel independen (variabel yang menjelaskan) dari model regresi. Konsekuensi adanya multikolinearitas

    adalah koefisien regresi variabel tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga. Uji multikolinieritas

    bertujuan untuk menguji dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen). Jika tidak

    terjadi korelasi di antara variabel independen, maka model regresi tersebut sesuai (model regresi yang bagus).

  • Namun, jika saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel

    independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.

    Salah satu munculnya multikolinearitas adalah 2R sangat tinggi dan tidak satupun koefisien regresi yang

    memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas secara skolastik. Model untuk mengetahui uji

    multikolinearitas adalah:

    KM = f (PDRB, MH, PG) ..(3.5) PDRB = f (MH, PG) ..(3.6) MH = f (PDRB, PG) .............(3.7)

    PG = f (PDRB, MH) .....(3.8) Penelitian menggunakan Auxiliary Regression untuk mengetahui adanya multikolinearitas. Kriterianya

    adalah jika 2R regresi persamaan utama lebih besar dari 2R regresi auxiliary, maka di dalam model tidak

    terdapat multikolinearitas.

    Uji Autokorelasi

    Autokerelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan

    menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti dalam data deret lintang). Uji autokorelasi

    bertujuan menguji dalam model regresi linear terdapat korelasi antara faktor pengganggu pada periode waktu

    atau ruang tertentu dengan faktor pengganggu pada waktu atau ruang sebelumnya. Untuk melihat gejala

    autokorelasi, maka dilakukan pengujian menggunakan uji Durbin Watson.

    Tabel 1 : Kriteria Pengujian Durbin-Watson

    Hipotesis Nol Keputusan Kriteria

    Ada atokorelasi positif Tolak 0 < d < dl

    Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dl < d

  • lebih biasa dalam data cross section dibandingkan dengan data time series. Penelitian ini menggunakan uji Park

    untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Uji Park pada prinsipnya meregres residual yang

    dikuadratkan dengan variabel bebas pada model. Jika t-statistik > t-tabel maka ada heterokedastisitas, jika t-

    statistik < t-tabel maka tidak ada heterokedastisitas. atau Jika nilai Prob > 0,05 maka tidak ada

    heterokedastisitas, jika nilai Prob < 0,05 maka ada heterokedastisitas.

    Pengujian Kriteria Statistik Gujarati (1995) menyatakan bahwa uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji

    kebenaran atau kesalahan dari hasil hipotesis nol dari sampel. Ide dasar yang melatarbelakangi pengujian

    signifikansi adalah uji statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu statistik dibawah hipotesis nol.

    Keputusan untuk mengolah Ho dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada. Uji

    statistik terdiri dari pengujian koefisien regresi parsial (uji t), pengujian koefisien regresi secara bersama-sama

    (uji F), dan pengujian koefisien determinasi (uji-2R ).

    Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

    Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel

    bebas terhadap variabel terikat secara individual dan menganggap variabel lain konstan. (Bagus suryono, 2012).

    Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

    1. H0 : b1 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel PDRB dengan kemiskinan.

    H1 : b1 < 0 ada pengaruh negatif antara variabel PDRB dengan kemiskinan.

    2. H0 : b2 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel melek huruf dengan kemiskinan.

    H1 : b2 < 0 ada pengaruh negatif antara variabel melek huruf dengan kemiskinan.

    3. H0 : b3 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel tingkat pengangguran dengan

    kemiskinan.

    H1 : b3 > 0 ada pengaruh positif antara variabel tingkat pengangguran dengan

    kemiskinan.

    Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus:

    )Bi(SE

    BiBit

    *

    .(3.9)

    dimana:

    Bi = parameter yang diestimasi

    Bi* = nilai hipotesis dari BI ( Ho : BI = Bi* )

    SE(Bi) = simpangan baku Bi

    Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

    1. Jika nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel, maka H0 ditolak, yang berarti salah satu variabel

    independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

    2. Jika nilai t-hitung lebih kecil daripada nilai t-tabel, maka H0 diterima, yang berarti salah satu variabel

    independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

    Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

    Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang secara bersama-sama terhadap

    variabel terikat. Hipotesis yang digunakan : (Bagus suryono, 2012)

    1. H0 : b1, b2, b3 = 0 semua variabel independen tidak mampu mempengaruhi variabel

    dependen secara bersama-sama

    2. H1 : b1, b2, b3 0 semua variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama

    Nilai F hitung dirumuskan sebagai berikut :

    N/(R1

    )1k/(RF

    2

    2

    .....(3.10)

    dimana:

    k = jumlah parameter yang diestimasi termasuk konstanta

    N = jumlah observasi

    Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut :

    1. H0 diterima dan H1 ditolak apabila nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel, yang berarti

    variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel

    terikat secara signifikan.

  • 2. H0 ditolak dan H1 diterima apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, yang

    berarti variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel

    terikat secara signifikan.

    Uji Koefisien Determinasi (uji R2)

    Koefisien determinasi (2R ) menunjukkan ukuran atau kemampuan suatu model dalam menerangkan

    variasi variabel terikat. Kriteria nilai 2R adalah antara nol dan satu. Jika nilai 2R kecil atau mendekati nol, hal

    ini berarti kemampuan satu variabel dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Namun, jika

    mendekati satu, hal ini berarti variable-variabel independen dapat memberikan hampir semua informasi yang

    dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

    Kelemahan dalam penggunaan determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang

    dimasukkan ke dalam model. Hal ini dikarenakan setiap tambahan satu variabel berpengaruh secara signifikan

    terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted

    ( 2R ) pada saat mengevaluasi model regresi yang terbaik. Nilai koefisien determinasi diperoleh dengan rumus

    : (Bagus suryono, 2012)

    2

    2*2

    y

    yR

    (3.11)

    dimana:

    y*2 = nilai y estimasi

    y = nilai y aktual

    D. HASIL DAN ANALISIS

    Deskripsi Obyek Penelitian

    Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang letaknya diapit oleh dua provinsi, yaitu

    Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis Jawa Tengah terletak antara 5040 dan 8030 Lintang Selatan dan antara 108030 dan 110030 Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 km dan dari utara ke selatan adalah 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Luas wilayah

    Jawa Tengah sebesar 3.254.412 hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas

    Indonesia, yang terdiri dari 991 ribu hektar (30,45 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,55 persen)

    bukan lahan sawah. Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif

    terbagi dalam 35 bagian, yaitu 6 kota dan 29 kabupaten dengan 565 kecamatan yang meliputi 7872 desa dan 622

    kelurahan.

    Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa

    Tengah terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun, sejak

    diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001, kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian

    dalam wilayah kabupaten. Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke

    wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota

    Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen). Secara administratif Provinsi

    Jawa Tengah berbatasan oleh : Sebelah Utara adalah Laut Jawa, Sebelah Timur adalah Jawa Timur, Sebelah

    Selatan adalah Samudera Hindia, Sebelah Barat adalah Jawa Barat. Persebaran penduduk pada umumnya

    terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten maupun kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada

    di daerah Semarang Raya (termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya

    (termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi.

    Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi

    berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per

    tahun). Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian terbanyak

    adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa

    (10,98%). (Badan Pusat Satistik Jawa Tengah)

    Deskripsi Data

    Kemiskinan

    Dari data kemiskinan menunjukan bahwa persentase penduduk miskin provinsi Jawa Tengah tahun 2005 -

    2010 tertinggi berada di Kabupaten Brebes yaitu sebesar 39,44 persen di tahun 2009. Dan persentase penduduk

    miskin terendah berada di Kota semarang yaitu sebesar 4,22 persen di tahun 2005.

  • Tabel 2 : Data Persentase Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2005-2010

    No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    1 Kab. Banjarnegara 27.35 29.40 27.18 23.34 19.25 18.72

    2 Kab. Banyumas 22.02 24.44 22.46 22.93 31.72 28.59

    3 Kab. Batang 18.15 19.99 20.79 18.08 29.36 22.54

    4 Kab. Blora 21.73 23.95 21.46 18.79 30.30 23.43

    5 Kab. Boyolali 17.75 20.00 18.06 17.08 25.50 21.30

    6 Kab. Brebes 27.79 30.36 27.93 25.98 39.44 32.39

    7 Kab. Cilacap 22.25 24.93 22.59 21.40 31.90 26.68

    8 Kab. Demak 23.60 26.03 23.50 21.24 33.18 26.48

    9 Kab. Grobogan 28.00 27.60 25.14 19.84 35.50 24.74

    10 Kab. Jepara 10.39 11.75 10.44 11.05 14.74 13.78

    11 Kab. Karanganyar 16.14 18.69 17.39 15.68 24.56 19.55

    12 Kab. Kebumen 29.83 32.49 30.25 27.87 32.04 34.75

    13 Kab. Kendal 20.06 21.59 20.70 17.87 29.23 22.28

    14 Kab. Klaten 22.48 22.99 22.27 21.72 31.45 27.08

    15 Kab. Kudus 10.93 12.05 10.73 12.58 15.15 15.68

    16 Kab. Magelang 15.42 17.36 17.37 16.49 24.53 20.56

    17 Kab. Pati 19.82 22.14 19.79 17.90 27.95 22.32

    18 Kab. Pekalongan 20.47 22.80 20.31 19.52 28.68 24.34

    19 Kab. Pemalang 22.59 25.30 22.79 23.92 32.18 29.82

    20 Kab. Purbalingga 29.95 32.38 30.24 27.12 32.03 33.81

    21 Kab. Purworejo 22.77 22.75 20.49 18.22 28.93 22.72

    22 Kab. Rembang 30.72 33.20 30.71 27.21 32.52 33.93

    23 Kab. Semarang 13.16 13.62 12.34 11.37 17.43 14.18

    24 Kab. Sragen 24.28 23.72 21.24 20.83 29.99 25.97

    25 Kab. Sukoharjo 13.67 15.63 14.02 12.13 19.80 15.12

    26 Kab. Tegal 19.60 20.71 18.50 15.78 26.12 19.67

    27 Kab. Temanggung 14.50 16.62 16.55 16.39 23.37 20.43

    28 Kab. Wonogiri 25.21 27.01 24.44 20.71 34.51 25.82

    29 Kab. Wonosobo 31.68 34.43 32.29 27.72 34.20 34.56

    30 Kota Magelang 12.94 11.19 10.01 11.16 14.14 13.91

  • No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    31 Kota Pekalongan 6.37 7.38 6.62 10.29 9.35 12.83

    32 Kota Salatiga 8.81 8.90 9.01 8.47 12.72 10.56

    33 Kota Semarang 4.22 5.33 5.26 6.00 7.43 7.48

    34 Kota Surakarta 13.34 15.21 13.64 16.13 19.26 20.11

    35 Kota Tegal 8.96 10.40 9.36 11.28 13.22 14.06

    Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Jateng 2010

    Produk Domestik Regionl Bruto (PDRB)

    Dari data laju pertumbuhan PDRB menunjukkan bahwa laju PDRB yang terjadi di kota dan kabupaten di

    provinsi Jawa Tengah tahun 20052010 menunjukkan angka yang fluktuatif dari masing-masing daerah. Laju PDRB dapat menunjukan kondisi perekonomian.

    Tabel 3 : Data Persentase Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Tahun 2005-2010

    No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    1 Kab. Cilacap 5.33 4.72 4.87 4.92 4.69 4.48

    2 Kab. Banyumas 3.21 4.48 5.30 5.41 5.13 4.88

    3 Kab. Purbalingga 4.18 5.06 6.19 5.30 5.03 4.79

    4 Kab. Banjarnegara 3.95 4.35 5.01 4.98 4.74 4.53

    5 Kab. Kebumen 3.20 4.08 4.52 5.61 5.31 5.04

    6 Kab. Purworejo 4.85 5.23 6.08 5.62 5.32 5.05

    7 Kab. Wonosobo 3.19 3.23 3.58 3.69 3.56 3.44

    8 Kab. Magelang 4.62 4.91 5.21 4.99 4.75 4.54

    9 Kab. Boyolali 4.08 4.19 4.09 4.04 3.88 3.73

    10 Kab. Klaten 4.59 2.30 3.31 3.93 3.78 3.64

    11 Kab. Sukoharjo 4.11 4.53 5.11 4.84 4.62 4.42

    12 Kab. Wonogiri 4.31 4.07 5.07 4.27 4.09 3.93

    13 Kab. Karanganyar 5.49 5.08 5.74 5.75 5.43 5.15

    14 Kab. Sragen 5.16 5.18 5.73 5.69 5.38 5.11

    15 Kab. Grobogan 4.74 4.00 4.37 5.33 5.06 4.81

    16 Kab. Blora 4.07 3.85 3.95 5.62 5.32 5.06

    17 Kab. Rembang 3.56 5.53 3.81 4.67 4.46 4.27

    18 Kab. Pati 3.94 4.45 5.19 4.94 4.71 4.50

    19 Kab. Kudus 4.40 2.48 3.03 3.71 3.57 3.45

    20 Kab. Jepara 4.23 4.19 4.74 4.49 4.30 4.12

  • No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    21 Kab. Demak 3.86 4.02 4.15 4.11 3.95 3.80

    22 Kab. Semarang 3.11 3.81 4.72 4.26 4.09 3.93

    23 Kab. Temanggung 3.99 3.31 4.03 3.54 3.42 3.31

    24 Kab. Kendal 2.63 3.66 4.32 3.92 3.77 3.64

    25 Kab. Batang 2.80 2.51 3.49 3.67 3.54 3.42

    26 Kab. Pekalongan 3.98 4.21 4.59 4.78 4.56 4.36

    27 Kab. Pemalang 4.05 3.72 4.47 4.99 4.76 4.54

    28 Kab. Tegal 4.72 5.19 5.59 5.32 5.05 4.80

    29 Kab. Brebes 4.80 4.71 4.79 4.81 4.59 4.39

    30 Kota Magelang 4.33 2.44 5.17 5.05 4.81 4.59

    31 Kota Surakarta 5.15 5.43 5.82 5.69 5.39 5.11

    32 Kota Salatiga 4.15 4.17 5.39 4.98 4.74 4.53

    33 Kota Semarang 5.14 5.71 5.98 5.59 5.29 5.03

    34 Kota Pekalongan 3.82 3.06 3.80 3.73 3.59 3.47

    35 Kota Tegal 4.87 5.15 5.21 5.15 4.90 4.67

    Sumber: PDRB Jawa Tengah 2005-2010

    Pendidikan (Angka Melek Huruf)

    Dari data tingkat melek huruf menunjukan bahwa tingkat Melek huruf di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-

    2010 terbesar yaitu berada di kota Pekalongan yaitu sebesar 97,30 persen di tahun 2007 dan yang terendah

    berada di Kabupaten Kudus yaitu sebesar 75,20 persen pada tahun 2005.

    Tabel 4 : Data Persentase Pendidikan (Angka Melek Huruf) Jawa Tengah Tahun 2005-2010

    No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    1 Kab. Banjarnegara 87.45 88.30 88.70 90.42 91.35 92.28

    2 Kab. Banyumas 88.45 88.80 89.05 88.71 88.96 88.62

    3 Kab. Batang 92.05 92.30 93.30 92.21 93.21 92.12

    4 Kab. Blora 90.40 90.75 91.15 90.66 91.06 90.57

    5 Kab. Boyolali 86.85 87.15 88.10 87.06 88.01 86.98

    6 Kab. Brebes 89.40 89.75 90.10 89.66 90.01 89.57

    7 Kab. Cilacap 87.85 88.20 88.35 88.11 88.26 88.02

    8 Kab. Demak 87.45 87.80 88.30 87.71 88.21 87.63

    9 Kab. Grobogan 89.55 89.90 90.30 89.81 90.21 89.72

    10 Kab. Jepara 85.10 85.65 86.60 85.56 86.51 85.48

  • No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    11 Kab. Karanganyar 83.00 83.35 89.35 83.27 89.26 83.18

    12 Kab. Kebumen 88.40 88.90 90.20 88.81 90.11 88.72

    13 Kab. Kendal 80.10 80.35 81.40 80.27 81.32 80.19

    14 Kab. Klaten 82.05 82.50 84.25 82.42 84.17 82.34

    15 Kab. Kudus 75.20 76.45 81.25 76.37 81.17 76.30

    16 Kab. Magelang 85.15 85.35 88.35 85.26 88.26 85.18

    17 Kab. Pati 78.75 78.95 81.50 78.87 81.42 78.79

    18 Kab. Pekalongan 87.65 88.85 89.40 88.76 89.31 88.67

    19 Kab. Pemalang 86.30 86.80 87.20 86.71 87.11 86.63

    20 Kab. Purbalingga 90.50 91.00 92.15 90.91 92.06 90.82

    21 Kab. Purworejo 89.50 90.15 92.60 90.06 92.51 89.97

    22 Kab. Rembang 88.00 88.65 90.80 88.56 90.71 88.47

    23 Kab. Semarang 92.65 93.60 94.05 93.51 93.96 93.41

    24 Kab. Sragen 94.55 95.25 95.70 95.16 95.60 95.06

    25 Kab. Sukoharjo 88.50 88.95 89.70 88.86 89.61 88.77

    26 Kab. Tegal 83.70 84.15 86.35 84.07 86.26 83.98

    27 Kab. Temanggung 86.95 87.15 87.85 87.06 87.76 86.98

    28 Kab. Wonogiri 86.90 87.25 87.55 87.16 87.46 87.08

    29 Kab. Wonosobo 82.80 83.40 88.55 83.32 88.46 83.23

    30 Kota Magelang 84.85 85.50 86.45 85.41 86.36 85.33

    31 Kota Pekalongan 96.10 96.50 97.30 96.40 97.20 96.31

    32 Kota Salatiga 94.95 95.05 95.45 94.96 95.35 94.86

    33 Kota Semarang 96.55 96.65 96.70 96.55 96.60 96.46

    34 Kota Surakarta 96.10 96.25 97.05 96.15 96.95 96.06

    35 Kota Tegal 93.25 93.35 95.15 93.26 95.06 93.16

    Sumber: PDRB Jawa Tengah 2005-2010

    Pengangguran Dari data tingkat pengangguran menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di provinsi Jawa Tengah tahun

    2005 - 2010 terbesar berada di kota Magelang yaitu sebesar 17,81 persen ditahun 2005. Dan yang terendah

    berada di Kabupaten Jepara yaitu sebesar 3,10 persen di tahun 2006.

  • Tabel 5 : Data Persentase Pengangguran Jawa Tengah Tahun 2005-2010

    No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    1 Kab. Banjarnegara 9.61 6.82 6.39 4.91 7.11 6.46

    2 Kab. Banyumas 10.72 8.36 8.07 8.05 7.25 6.12

    3 Kab. Batang 11.80 9.33 8.13 8.77 7.30 6.67

    4 Kab. Blora 4.60 3.94 3.92 5.71 3.52 4.34

    5 Kab. Boyolali 7.94 4.27 7.25 5.90 6.51 4.48

    6 Kab. Brebes 12.23 11.53 9.01 7.92 8.09 6.02

    7 Kab. Cilacap 17.76 10.27 11.48 10.16 10.31 7.72

    8 Kab. Demak 9.77 6.66 7.04 6.64 6.32 5.05

    9 Kab. Grobogan 6.49 5.30 5.83 6.19 5.24 4.70

    10 Kab. Jepara 8.16 3.10 5.78 5.76 5.19 4.38

    11 Kab. Karanganyar 6.69 5.79 6.63 5.70 5.96 4.33

    12 Kab. Kebumen 13.17 9.61 7.18 6.12 6.45 4.65

    13 Kab. Kendal 7.15 8.05 5.42 6.39 4.87 4.86

    14 Kab. Klaten 7.73 8.14 8.19 7.26 7.36 5.52

    15 Kab. Kudus 7.76 5.14 7.03 6.15 6.31 4.67

    16 Kab. Magelang 9.62 6.15 6.26 5.06 5.62 3.85

    17 Kab. Pati 7.49 8.50 8.38 9.36 7.53 7.11

    18 Kab. Pekalongan 8.24 7.31 7.93 7.38 7.12 5.61

    19 Kab. Pemalang 10.19 11.44 8.53 9.97 7.66 7.58

    20 Kab. Purbalingga 9.47 4.45 7.56 7.08 6.79 5.38

    21 Kab. Purworejo 6.59 4.19 5.43 4.32 4.88 3.28

    22 Kab. Rembang 9.40 7.59 5.70 5.89 5.12 4.48

    23 Kab. Semarang 6.08 5.61 9.36 7.39 8.41 5.62

    24 Kab. Sragen 10.95 4.31 6.21 5.64 5.58 4.29

    25 Kab. Sukoharjo 10.39 8.01 9.45 8.12 8.49 6.17

    26 Kab. Tegal 11.50 9.14 9.39 9.56 8.43 7.27

    27 Kab. Temanggung 6.08 4.46 6.77 4.90 6.08 3.72

    28 Kab. Wonogiri 9.53 5.07 5.20 5.73 4.67 4.36

    29 Kab. Wonosobo 5.78 3.11 5.68 5.50 5.10 4.18

    30 Kota Magelang 17.81 9.16 12.37 12.28 11.11 9.33

  • No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    31 Kota Pekalongan 16.03 10.57 9.64 9.75 8.66 7.41

    32 Kota Salatiga 14.93 13.20 11.35 11.27 10.19 8.57

    33 Kota Semarang 12.14 9.80 11.39 11.51 10.23 8.75

    34 Kota Surakarta 10.48 9.32 9.31 9.57 8.36 7.27

    35 Kota Tegal 14.55 8.60 14.75 13.32 13.25 10.12

    Sumber: Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Jawa Tengah 2005 2010

    Tabel dan Persamaan

    Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan pada Bab I, maka diambil model persamaan pengaruh

    PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di kota dan kabupaten Provinsi Jawa Tengah yaitu

    sebagai berikut :

    Y = AX1 + BX2 + CX3 ..(4.1) Dimana :

    Y : Kemiskinan

    X1 : PDRB

    X2 : Pendidikan (angka melek huruf)

    X3 : Pengangguran

    A, B, C : Koefisien

    Pengujian Statistik Analisis Regresi

    Uji Signifikansi parameter Individual (Uji t)

    Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen

    secara individual dalam menerangkan variasi variable dependen. Dalam regresi pengaruh jumlah penduduk,

    PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, dengan = 5 persen dan degree of freedom (df) = 213 (n-k = 210-3), maka diperoleh nilai tabel sebesar 1,657

    Tabel 5 : Nilai T-Statistik Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan

    di Jawa Tengah Tahun 2005 2010

    Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

    Table di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel PDRB sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari

    nilai (5%), maka variable PDRB berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Nilai probabilitas variabel PENDIDIKAN sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai (5%), maka variable PENDIDIKAN

  • berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Nilai probabilitas variabel PENGANGGURAN sebesar

    0,0014. Nilai ini lebih kecil dari nilai (5%), maka variable PENGANGGURAN berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan.

    Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan uji

    simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan variabel independen yang dimasukkan kedalam

    model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari regresi pengaruh jumlah

    penduduk, PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 2010 yang menggunakan taraf keyakinan 95 persen ( = 5 persen), dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 2 (k-1 = 3-1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 213 (n-k = 210-3), maka diperoleh F tabel sebesar 4,61.

    Dari hasil regresi pada Tabel 5, diperoleh F-statistik sebesar 1203,882 dan nilai probabilitas F-statistik

    0,000000. Maka dapat disimpulkan bahwa variable independen secara bersama-sama berpengaruh variabel

    dependen (nilai F-hitung lebih besar daripada nilai F-tabel).

    Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

    Koefisien determinasi (2R ) mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi-variabel dependen.

    Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai 2R yang kecil berarti kemampuan variable-variabel

    independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti

    variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

    variasi-variable dependen. Dari hasil regresi pada Tabel 5 diperoleh nilai 2R sebesar 0,993044. Hal ini berarti

    sebesar 99,3044 persen variasi k