Upload
windy-mentarii
View
95
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
CLINICAL SCIENCE SESSION (REFERAT)
TUMOR GANAS PRIMER TULANG
Oleh :
FEBRINA SINTARI CANIAGO
(110.2006.098)
Pembimbing :
dr. Haryadi, Sp.Rad
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Periode 19 September – 8 Oktober 2011
RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek, Bandar Lampung
Oktober 2011
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “TUMOR GANAS PRIMER TULANG”
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Abdul Moeloek, Bandar Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna,
tetapi penulis mencoba untuk memberikan yang terbaik dengan segala keterbatasan yang penulis
miliki. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Haryadi, Sp. Rad. selaku perceptor yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis selama mengikuti kepaniteraan klinik radiologi.
Kritik dan saran penulis harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik dalam
menyempurnakan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya. Amin ya rabbal alamin.
Jakarta, Oktober 2011
Febrina Sintari Caniago
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.............................................................................................. 4
TUMOR GANAS PRIMER TULANG............................................................ 4
1.1.OSTEOSARKOMA........................................................................................ 51.2 SARKOMA EWING...................................................................................... 19 1.3 KONDROSARKOMA................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 37
4
TUMOR GANAS PRIMER TULANG
PENDAHULUAN
Ada beberapa tipe neoplasma yang dapat timbul pada jaringan tulang. Neoplasma adalah pertumbuhan sel baru, abnormal dan progresif dimana sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Penggunaan istilah tumor sebagai pengganti neoplasma sebenarnya kurang tepat karena tumor hanya berarti benjolan. Insiden neoplasma tulang lebih jarang bila dibandingkan dengan neoplasma jaringan lunak. Neoplasma dapat dikatakan ganas apabila memiliki kemampuan untuk mengadakan sebaran ke tempat atau organ lain. Neoplasma tulang primer merupakan neoplasma yang berasal dari sel yang membentuk jaringan tulang sendiri, dikatakan sekunder apabila merupakan anak sebar dari organ lain.
Pembagian keganasan tulang:
Klasifikasi keganasan didasarkan
1. Luas penyebaran menurut TNM yaitu penyebaran setempat dan metastasis2. Derajat keganasan secara histologik berdasar derajat deferensiasi sel, aktivitas mitosis 3. Kecepatan perkembangan gambaran klinik4. Jaringan tulang berasal dari mesoderm yang dapat berdeferensiasi menjadi : Osteoblast,
Osteoclast, Chondroblast, Fibroblast / kolagenoblast, Meiloblast
Klasifikasi tumor didasarkan atas asal sel, sehingga dibagi menjadi kelompok :
1. Kelainan tulang reaktif- Osteogenik : Osteoma osteoid, Osteoblastoma benigna- Kolagenik : Defek kortikal subperiosteal
2. Hamartoma- Osteogenik : Osteoma, Osteokondroma- Kondrogenik : Endokondroma- Kolagenik : Angioma, Kista tulang aneurisma.
3. Neoplasma tulang sejatia. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)b. Jinak : - Osteoid Osteoma
Ganas:-Osteosarkoma - Osteoblastoma
- Parosteal Osteosarkoma- Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik) Jinak :- Kondroblastoma
5
Ganas:-Kondrosarkoma -KondromiksoidFibroma - Enkondroma
-Osteokondroma
c.Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)Jinak : - Non Ossifying Fibroma Ganas : - Fibrosarkoma
d. . Tumor sumsum tulang (Myelogenik)Myeloma sel plasma, Tumor Ewing, Sarkoma sel reticulum, Penyakit Hodkin
OSTEOSARKOMA
DEFINISI
Osteosarkoma merupakan suatu keganasan yang berasal dari sel primitif pada bagian
metafise dari tulang panjang pada orang muda. Pembentukannya berasal dari seri osteoblas dari
sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering
dengan prognosis yang buruk.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering kedua setelah
multiple myeloma dengan prognosis yang buruk. Osteosarkoma banyak menyerang remaja dan
dewasa muda, dengan usia berkisar antara 10-25 tahun. Jumlah kasus meningkat lagi setelah
umur 50 tahun yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna, terutama pada penyakit Paget.
Bagian tulang yang sering terkena adalah bagian yang paling aktif pertumbuhan epifisenya, yaitu
bagian distal femur, bagian proksimal tibia atau fibula, bagian proksimal humerus, dan bagian
pelvis. Tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang tulang-tulang lain seperti tulang-tulang
pada tangan, kaki, dan tulang wajah. Pada penderita yang lebih tua, osteosarkoma dapat
berkembang sebagai komplikasi dari penyakit paget yang berprognosis buruk.
ETIOLOGI
Penyebab osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa factor
predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu :
6
- Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi osteosarkoma, dapat dilihat
dengan meningkatnya insidens pada anak yang sedang tumbuh. Lokasi osteosarkoma
paling sering adalah metafisis dimana area ini merupakan area pertumbuhan tulang
panjang.
- Faktor lingkungan : Terpapar radiasi juga merupakan factor predisposisi
- Predisposisi genetic : dysplasia tulang, termasuk penyakit Paget, fibrous dysplasia,
echondromatosis, dan hereditary multiple exostoses.
- Riwayat trauma
MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi
Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari
osteosarkoma masuk dalam kategori klasik atau konvensional, yang termasuk osteosarkoma
osteoblastik, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan
sebagai “varian” berdasarkan (1) karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang,
osteosarkoma postradisi, atau osteosarkoma paget (2) karakteristik morfologi, seperti pada
osteosarkoma teleangiectatic, osteosarkoma small cell, atau osteosarkoma epitheloid, dan (3)
lokasi seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal.
Lokasi
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang,
terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana pertumbuhan tulang tinggi.
Tempat lainnya yang juga sering adalah metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya
menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Kebanyakan dari osteoma varian juga
menunjukan predileksi yang sama, terkecuali lesi gnatic pada mandibula dan maksila, lesi
intrakortikal, lesi periosteal, dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya
muncul pada pelvis dan femur proximal.
7
Gejala
Gejala yang paling sering muncul berupa rasa sakit, yang pada awalnya ringan dan hilang
timbul, tetapi secara cepat menjadi lebih berat dan menetap.Pasien dapat mengeluhkan adanya
pembengkakan, tergantung dari ukuran massa dan lokasinya. Pasien dengan dugaan tumor akan
ditemukan penurunan berat badan dan gejala anemia. Karena keganasan ini sering muncul di
metafise dekat dengan persendian, maka hal ini dapat mempengaruhi fungsi persendian.
Neoplasma yang agresif ini menimbulkan kemerahan dan rasa hangat di kulit.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tumor primer. Teraba massa yang lunak dan
hangat. Meningkatnya vaskularisasi kulit di daerah tumor, pulsasi atau bruit dapat ditemukan.
Menurunnya pergerakan sendi atau range of motion menunjukkan persendian ikut terkena.
Gangguan pernafasan dapat ditemukan apabila telah terjadi penyebaran luas ke paru-paru.
Gambaran klinis pasien dengan osteosarkoma
Metastase
Bukti radiologis dari deposit metastase pada paru dan tempat lainnya ditemukan pada
10% sampai 20% pasien pada saat diagnosis, dengan 85% sampai 90% metastase berada pada
paru-paru. Tempat metastase lainya yang paling sering adalah pada tulang, metastase pada tulang
lainnya dapat soliter atau multipel. Sindrom dari osteosarkoma multipel ditunjukan pada adanya
multipel tumor pada berbagai tulang, dengan keterlibatan metafisis yang simetris.
8
PATOGENESIS
Tumor ini biasanya terdapat pada metafise tulang panjang dimana tulang itu hancur dan
digantikan tulang baru. Daerah kerusakan tulang diikuti dengan abnormalitas tulang yang baru
dibentuk. Tumor ini melewati medula sampai ke daerah epifiseal. Ada penyebaran ke jaringan
lunak sekitar dengan osifikasi pada batas periosteal garis tulang melebar ke daerah ekstraoseus.
Osteosarkoma tumbuh secara cepat dan bersifat destruksi local. Keganasan ini akan terus
merusak korteks dari metafise dan memacu terjadinya fraktur patologis. Osteosarkoma terlebih
dahulu bermetastasis ke paru-paru dalam perjalanan penyakitnya.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi.
Pemeriksaan radiologik merupakan pemeriksaan yang penting dalam usaha menegakan diagnosis
tumor tulang. Diagnosis pasti dapat juga ditegakan dengan pemeriksaan radiologis. Ketika
dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang
dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitif apabila dibandingkan dengan
MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchoronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.
9
Beberapa hal yang perlu diingat kembali dalam rangka menganalisis tumor tulang pada
foto rontgen adalah :
- pada anak-anak tulang panjang dibagi dalam epifisis, metafisis, dan diafisis. Antara
metafisis dan epifisis terdapat lempeng epifisis.neonatus banyak epifisis tulang belum
mengalami osifikasi sehingga belum dapat dilihat pada foto rontgen.
- Tulang terdiri atas 3 komponen yaitu korteks, spongiosa, dan periost. Korteks dan
spongiosa dapat dilihat pada foto rontgen, tetapi periost tidak. Bila karena suatu proses
dalam tulang, misalnya radang atau neoplasma, periost mengalami iritasi atau terangkat,
maka periost akan membentuk tulang dibawahnya yang dikenal sebagai periosteal.
- Gambaran reaksi periosteal bermacam-macan
• Berupa garis-garis yang sejajar dengan korteks disebut lamelar
• Berupa garis-garis yang tegal lurus pada korteks disebut sunray appearance
• Berupa seperti renda, dan sebagainya
Pada osteosarkoma terdapat 3 gambaran radiologi, yaitu
1. Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan proses utama. tumor tumbuh dari
ujung metaphisis kearah diaphisis dan sedikit reaksi periosteal dan terjadi destruksi korteks.
Bentuk ini mempunyai batas tak tegas dengan gambaran spikula dan segitiga codmann (codmann
triangle). Pada codmann’s triangle ini biasanya terjadi kalsifikasi dan pembengkakan
2. Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak pembentukan tumor tulang. Gambaran
tumor tampak lebih putih dengan batas irreguler. Pada bentuk ini terjadi kalsifikasi jaringan
lunak sehingga densitas meningkat, terdapat pula reaksi periosteal berupa sunray atau sun burst.
10
Sunray terjadi sebelum metastase tumor, berupa garis- garis tipis (seperti sinar) yang tegak lurus
dengan aksis tulang. Kortek menuju ke jaringan lunak dan menyebabkan jaringan lunak bengkak.
Sunburst merupakan gambaran seprti ledakan matahari.
3. Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses pembentukan tumor tulang
X-Ray
Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula dan terlihat sebagai
daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium yang masih dini terlihat
reaksi periosteal yang gambarannya dapat lamelar atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang
( sunray appearance ). Dengan membesarnya tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal
akan dirusak oleh tumor yang meluas keluar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu
pada tepi yang masih dapat dilihat, berbentuk segitiga dan dikenal sebagai segitiga Codman.
Pada kebanyakan tumor ini terjadi penulangan ( ossifikasi ) dalam jaringan tumor sehingga
gambaran radiologiknya variable bergantung pada banyak sedikitnya penulangan yang terjadi.
Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan osteomielitis.
Pemeriksaan X-ray didapat bermacam-macam gambaran, yaitu daerah berawan osteolitik
yang disertai dengan daerah osteoblastik. Batas endosteal kurang jelas. Terkadang korteks
terbuka dan tumor melebar ke jaringan sekitarnya, saat itulah terbentuk suatu garis tulang baru,
melebar keluar dari korteks yang disebut efek sunrays. Ketika tumor keluar dari korteksnya
terjadi reaktivasi pembentukan tulang baru yang menyebabkan peningkatan periosteum (segitiga
Codman). Kedua gambaran itu merupakan tanda khas untuk osteosarcoma.
11
1 2 3
1. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.
2. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak
yang luas (black arrow).
3. Reaksi periosteal ketika tumor telah menembus kortek, sunburst appearance
12
CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama
pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila
pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder).
Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan
matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT
terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk
diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun
merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat
berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat
memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi
pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan
gambaran nodular disekitar ruang kistik.
CT scan, axial view; osteosarcoma of proximal tibia
13
CT Scan: Telangiectatic Osteosarcoma of Proximal Tibia
Xray: Telangiectatic Osteosarcoma of Proximal Tibia
MRI: Telangiectatic Osteosarcoma of Proximal Tibia Multiple Fluid-Fluid Levels are
Demonstrated
14
MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena
kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan
tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu
dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor,
penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang
penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari
kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting
dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan
epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi
daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis
dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di
metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase
merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer
namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang
dinamakan transarticular skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai
kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian
dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan
hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk
menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang terlibat.
Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang
subartikular dan kartilago.
15
Ultrasound
16
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi.
Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien
dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu
satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI
dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan
penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi
komponen intermedula dari lesi.
Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada
bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan
sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru
dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena
osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat
sensitif namun tidak spesifik. Untuk osteosarcoma low-grade gambaran rontgen menunjukkan
gambaran radioopak pada masa tulang di permukaan atau mengelilingi tulang, korteks tidak
rusak dan biasanya ada jarak antara korteks dan tumor. Pada CT scan dan MRI akan
menunjukkan perbatasan antara tumor dengan jaringan lunak sekitarnya. Untuk tumor dengan
keganasan tinggi pada pemeriksaan rontgen akan menunjukkan defek superficial dari korteks
tetapi pada CT scan dan MRI dapat melihat sebagai suatu masa jaringan lunak yang lebih besar.
STAGING OSTEOSARKOMA
Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk
digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase ke kelenjar
limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat,
penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada
semua tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem
stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase. Untuk menjadi intra
kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat
IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum maka
17
derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua
yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic
osteosarkoma)
PENATALAKSANAAN & TERAPI
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb sparing dan diikuti dengan postoperatif
kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten,
sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan penting dalam manajemen rutin.
a) Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi osteosarkoma ditangani secara primer hanya dengan
pembedahan (amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih
dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru. Tingginya
tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase.
Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant terapi sangat penting pada penanganan
pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif
dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat diredeksi.
Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan tumor
karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter faktor
18
prognosa. Obat yang efektif adalah Dexorubicin, Ifosfamide, Cisplatin, dan Methrotexate
tinggi dosis tinggi dengan Leucovorin.
b) Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas
bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika
memungkinan reseksi dari tumor primer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung
dari beberapa faktor yang harus di evaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal
didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlihat (tulang, sendi, otot)
biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik
jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, degan tingkat 5 year
survival rate sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan sengan hanya radikal
amputasi.
Fraktur patologis dengan kontaminasi semua kompartemen dapat mengekslusikan
penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan
dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada
beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien
dengan osteosarkoma pada ekstremitas dapat ditangani dengan pembedahan limb salvage dan
tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan maka dapat dilakukan rekonstruksi limb
salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual sebagai berikut :
• Autologus bone graft : hal ini dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak
muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai
lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi
tulang yang syabil (osteosynthesis).
• Allograft : penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan terutama
selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
• Prothesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan protesis dapat soliter atau
expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan
permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.
• Rotationplasty : teknik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang berada
pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga
19
alternatif pembedahan hanya amputasi. Selama reseksi tumor pembuluh darah
diperbaiki dengan cara end to end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari
pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180 derajat dan disatukan
dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi
sendi knee yang fungsional.
• Resection of pulmonary nodul : nodul metastase pada paru-paru dapat disembuhkan
secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau pneumonectomy biasanya
siperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat
yang sama dengan pembedahan tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat di
reseksi melalui media sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika
menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan untuk
melakukan bilateral thoracotomy untuk metastase yang bilateral (masing masing
dilakukan terpisah selama beberapa minggu).
SARKOMA EWING
2.1.Definisi
Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang paling
banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan. Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas
primer yang paling sering mengenai tulang panjang, kebanyakan pada diafisis. tulang yang
paling sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. Sarcoma Ewing adalah neoplasma ganas yang
tumbuh cepat dan berasal dari sel-sel primitive sumsum tulang pada dewasa muda.
2.2. Insidensi
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling sering
adalah tulang-tulang panjang. Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan tumor tulang primer
yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2 kasus per 100.000
anak-anak di diagnosis sebagai sarcoma ewing, dan diperkirakan terdapat 160 kasus baru yang
terjadi pada tahun 1993. Di seluruh dunia, insidensinya bervariasi dari daerah dengan insidensi
20
tinggi, misalnya Amerika Serikat dan Eropa ke daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika
dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada
umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun. Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya sarcoma
Ewing tidak berhubungan dengan sindroma congenital, tetapi banyak berhubungan dengan
anomaly skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma kista tulang dan anomali urogenital,
misal : hipospadia. Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi insidensi sarcoma Ewing,
yaitu :
1). Faktor usia. Insidensi sarkoma Ewing meningkat dengan cepat dari mendekati 0 pada umur 5
tahun dan mencapai puncaknya pada umur 10 -18 tahun. Sesudah umur 20 tahun insidensinya
menurun kembali dan mendekati 0 pada umur 30 tahun.
2). Faktor jenis kelamin. Resiko pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi setelah
umur 13 tahun insidensinya antara pria dan wanita hampir sama.
3). Faktor ras. Penyakit ini jarang didapatkan pada orang kulit hitam.
4). Faktor genetik, yang dikenal meliputi :
a). Riwayat keluarga. Faktor resiko pada garis keturunan pertama tidak meningkat. Tidak ada
sindroma familia yang berhubungan dengan sarcoma Ewing.
b). Anomali genetik, terdapatnya anomali pada kromosom 22, translokasi atau hilangnya
kromosom ini terdeteksi pada 85 % penderita sarcoma Ewing.
c). Riwayat penyakit tulang, anomali congenital tertentu dari skeletal, yaitu aneurisma kista
tulang dan enchondroma meningkatkan resiko sarcoma Ewing, juga anomali genitourinary
seperti hipospadia dan duplikasinya juga berhubungan dengan sarcoma Ewing.
2.3. Patofisiologi dan Histologi
A. Patofisiologi
Menurut Ackerman’s : tipe dari system gradasi yang biasa dipergunakan tampaknya kurang
begitu penting dari pada protocol peta regional dan evaluasi histologis. Dengan mikroskop
21
cahaya, sarcoma Ewing tampak sebagai massa difuse dari sel tumor yang homogen. Seringkali
terdapat populasi bifasik dengan sel yang besar, terang dan kecil, gelap. Tanda vaskularisasi dan
nekrosis koagulasi yang luas merupakan gambaran yang khas. Tumor akan menginfiltrasi tulang
dan membuat destruksi kecil. Tepi tumor biasanya infiltratif dengan pola fili dan prosesus seperti
jari yang kompak disertai adanya sel basofil yang biasanya berhubungan erat dengan survival
penderita yang buruk.
Menurut WHO (14) : sarcoma Ewing merupakan tumor maligna dengan gambaran
histologis agak uniform terdiri atas sel kecil padat, kaya akan glikogen dengan nukleus bulat
tanpa nukleoli yang prominen atau outline sitoplasma yang jelas. Jaringan tumor secara tipikal
terbagi atas pita – pita ireguler atau lobulus oleh septum fibrosa, tapi tanpa hubungan interseluler
serabut retikulin yang merupakan gambaran limfoma maligna. Mitosis jarang didapatkan, namun
perdarahan dan area nekrosi sering terjadi.
B. Histologi
Diagnosis adalah satu dari perkecualian neoplasma sel bulat kecil yang lain (small cell
osteosarcoma, rhabdomyosarcoma, neuroblastoma dan limfoma) harus disingkirkan.
Vaskularitas yang terhambat, nekrosis dan populasi bifasik dari sel besar dan sel kecil gelap
sangat khas pada sarcoma Ewing ini.
2.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun sistemik.
Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau pelvis, meskipun tulang
lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak didaerah sekitar tumor sering dan bisa
teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi
sistemik biasanya meliputi : lesu, lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi
serta dapat ditemukan adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya
gejala bisa diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada pasien yang
mempunyai lesi primer pada aksis tulang. Tanda dan gejala yang khas adalah : nyeri,benjolan
nyeri tekan,demam (38-40 oC), dan leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).
22
2.5. Diagnosis
Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai sebagai sarcoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada hal-hal berikut
ini : Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus limfatikus, meliputi : jumlah,
konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik pada daerah servikal, supraklavikula, axilla serta
inguinal harus dicatat.Pada pemeriksaan dada, mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura dan
metastase paru, misal penurunan atau hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura pada
pemeriksaan paru-paru. Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites dan semua massa
abdomen harus digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah pelvis, bisa dilakukan palpasi
untuk mengetahui adanya massa, atau daerah yang nyeri bila ditekan. Pemeriksaan ekstremitas,
meliputi pemeriksaan skeletal termasuk test ruang gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan system
saraf menyeluruh harus dicatat dengan baik.
Diagnosis yang dipermasalahkan : klinisnya hal tersebut sangat penting secepatnya untuk
mengeluarkan tulang yang terinfeksi. Pada biopsy tingkat esensialnya untuk mengenal keganasan
sekitar sel tumor, kejelasan dari osteosarcoma. Sekitar sel tumor yang lain bisa menyerupai
sarkoma Ewing yaitu sel reticulum sarcoma dan neuroblastoma metastatik.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai
sarcoma Ewing :
1). Pemeriksaan darah : a). Pemeriksaan darah rutin. b). Transaminase hati. c). Laktat
dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau berkembangnya
metastase.
2). Pemeriksaan radiologis : a). Foto rontgen. b). CT scan : Pada daerah yang dicurigai
neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi
massa dan hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner. Bila ada
gejala neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
23
3). Pemeriksaan invasif : a). Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample
sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya metastase.
b). Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk mendiagnosis
Ewing’s Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih
dimungkinkan.
2.7. Radiologi Diagnostik
Gambaran radiologis sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang
berawal di medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah radiolusen. Tumor cepat merusak
korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang – kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis
– garis yang berlapis – lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel
appearance. Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai
pada lesi tulang lain.
24
2.8. Stadium Tumor
Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan system staging
untuk sarcoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap lebih sesuai untuk
penyakit dari pada system yang berdasar pada perluasan penyakit sesudah prosedur pembedahan,
oleh karena itu maka pendekatan kontrol local pada tumor ini jarang dengan pembedahan.
Pengalaman menunjukan bahwa besar lesi sarcoma Ewing mempunyai prognosis yang cukup
25
penting. Delapan puluh tujuh persen pasien dengan tumor (T) pada tulang tetap hidup dalam lima
tahun dibandingkan dengan 20 % pada pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus limfatikus
(N) jarang terlibat. Adanya penyakit metastase (M) akan menurunkan survival secara nyata.
Keterlibatan tulang atau sumsum tulang lebih sering didapat dari pada hanya metastase tumor ke
paru – paru. Sarkoma Ewing adalah suatu sel tumor bulat tak terdiferensiasi yang tidak memiliki
pertanda morfologis. Sarkoma Ewing ini didiagnosis setelah mengeksklusi tumor sel bulat, kecil
dan biru yang lain yang meliputi sarcoma tulang primer, sarcoma tulang primitive,
rabdomiosarkoma, limfoma, neuroblastoma dan neuroepitelioma perifer.
Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah pelvis (21%), femur (21%),
fibula (12%), tibia (11%), humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula (4%), tulang
kepala (3%) dan tempat lain (<2%).
2.9. Penyebaran metastase
Cara penyebarannya dapat secara : Langsung. Sarkoma Ewing dapat secara langsung menyebar
ke struktur dan jaringan lunak sekitar. Metastase limfatik. Kadang – kadang, sarcoma Ewing bisa
metastase ke limfonodi regional. Metastase hematogen. Sarkoma Ewing khas menyebar melalui
saluran vaskuler pada tempat yang lebih luas pada 50 % pasien. Atas dasar inilah maka sarkoma
Ewing dapat disebut sebagai penyakit sistemik. Tempat penyebaran
Tempat yang umum terlibat dengan sarcoma Ewing meliputi paru – paru, tulang (termasuk
sumsum tulang) dan system saraf pusat (1 – 5 %). Mulligan (16) : pernah melapokan adanya
metastase sarcoma Ewing pada pankreas.
2.10. Penatalaksanaan
Semua pasien dengan sarcoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase harus
diobati dengan sebaik – baiknya. Untuk keberhasilan pengobatan diperlukan kerja sama yang
erat diantara ahli bedah, kemoterapist dan radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang
efektif guna mengendalikan lesi primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarcoma
Ewing sekarang ini sering kali dimulai dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi.
Pemberian radioterapi awal dipertimbangkan pada pasien dengan kompresi vertebra dan obtruksi
jalan napas yang disebabkan oleh tumor. Pemakaian doxorubicine (adriamycine) dan
26
dactinomycine yang umumnya dipakai sebagai agen kemoterapi pada sarcoma Ewing,
berinteraksi dengan radiasi, dan potensial menimbulkan toksisitas lokal dan memerlukan
penghentian terapi, dengan konsekuensi negative untuk control lokal. Problem ini dapat
dikurangi dengan melambatkan radiasi untuk beberapa hari sesudah pemberian obat dan
direncanakan pengobatan radiasi secara hati – hati. Dengan terapi pembedahan saja, long-term
survival rate pasien pada kebanyakan seri awal adalah kurang dari 10 %. Kegagalan umumnya
disebabkan oleh adanya metastase jauh.
Terapi radiasi adjuvant
a). Radioterapi preoperative
Karena tingginya tingkat control local dengan radiasi (sendiri dan dengan kemoterapi), terapi ini
tidak digunakan secara luas.
b). Terapi radiasi post operatif
Setelah reseksi bedah yang sesuai untuk Ewing’s sarcoma, penanganan dapat dilanjutkan dengan
terapi radiasi, hanya jika tetap ada sisa mikroskopik yang besar dan bermakna.(2)
Penyebaran local dan metastase sarcoma Ewing. Terapi radiasi sering digunakan untuk
pengobatan metastase, khususnya setelah kemoterapi sistemik. Radiasi paru bilateral profilaksis
telah dicoba, tetapi kurang berhasil bila dibandingkan dengan kemoterapi sistemik dalam
mencegah metastase pulmoner tumor.
KONDROSARKOMA
DEFENISI
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang rawan
oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak kedua setelah
osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang
rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma biasanya ditemukan pada
daerah tulang femur, humerus, kosta dan bagian permukaan pelvis. Tumor ini memiliki banyak
27
ciri dan bentuk perkembangan. Dari pertumbuhan yang lambat hingga pertumbuhan metastasis
yang agresif.
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk
keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan
apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma,
osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder
kurang ganas dibandingkan kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi
tumor sentral atau perifer berdasarkan lokasinya di tulang.
EPIDEMIOLOGI
Menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, kondrosarkoma lebih sering ditemukan pada pria
daripada wanita, sedangkan Jaffe mengatakan, tidak ada perbedaan insidens. Dari segi ras
penyakit ini tidak ada perbedaan. Meskipun tumor ini dapat terjadi pada seluruh lapisan usia,
namun terbanyak pada orang dewasa (20-40 tahun). Tujuh puluh enam persen, kondrosarkoma
primer berasal dari dalam tulang (sentral) sedangkan kondrosarkoma sekunder banyak ditemukan
berasal dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma yang mengalami transformasi.
Pasien dengan ollier’s disease (enkondromatosis multipel) atau maffucci’s syndrome
(enkondroma multipel + hemangioma) memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi
kondrosarkoma daripada orang-orang normal dan sering sekali muncul pada dekade ketiga dan
keempat.
Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400 jenis
tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan tulang primer dan sekitar
11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma.
PREDILEKSI
Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan bagian
epifisis tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi namun predileksi
terbanyak pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan humerus. Selain itu dapat pula
mengenai rusuk, tulang kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini jarang mengenai
28
tangan dan biasanya merupakan bentuk keganasan atau komplikasi dari sindrom
enkondromatosis multipel.
ETIOLOGI
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi etiologi
kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan penelitian yang terus berkembang
didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti
enkondroma atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi
kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi
kanker selain bentuk kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti
Ollier disease dan Maffucci syndrome, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya kartilago oleh
sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang
mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang
mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-
osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah
panjang dan lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti
oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan
kartilago baru di ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak
terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang,
dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi awal dari
kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan
kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal. Tumor
29
kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada
formasi tulang baru dan soft tissue.
Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya penyakit ini
memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi agresif.
Gejala Kondrosarkoma
Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien kondrosarkoma
merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada predileksi serta ukuran tumor.
Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-
lahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak
menghilang. Nyeri diperberat oleh adanya fraktur patologis.
2. Pembengkakan
Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
3. Massa yang teraba
Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
4. Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis.
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma. Gejala yang
ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga
30
disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan
biasanya disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.
Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1) apabila jinak
dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian grade kondrosarkoma dapat juga melalui
pemeriksaan mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel normal
dan pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat kecil. Pada grade tinggi, sel
tumor tampak abnormal dengan pertumbuhan dan kemampuan metastase yang sangat cepat.
Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade tinggi kondrosarkoma lebih
sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang lain. Yang termasuk grade rendah
adalah kondrosarkoma sekunder sedangkan yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma
primer.
Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan mengetahui apakah sel tumor ini telah
bermetastase di luar lokasi aslinya. Untuk lokasi anatomi, dituliskan (T1) jika tumor tersebut
berada di dalam tulang dan (T2) jika diluar tulang.
Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma:
Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang
Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces, nervus
dan pembuluh darah.
Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.
Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces, nervus
dan pembuluh darah.
Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau di luar tulang namun telah
mengalami metastase.
31
Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka disebut N1 sedangkan N0 apabila
tidak didapatkan keterlibatan kelenjar limfe regional. Jika didapatkan metastase disebut sebagai
M1 dan jika tidak didapatkan metastase disebut M0. Kondrosarkoma biasa bermetastase pada
paru-paru, namun dapat juga bermetastase pada tulang, liver, ginjal, payudara atau otak.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam usaha penegakan diagnosis
tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan meliputi foto
konvensional, CT scan, dan MRI. Selain itu, kondrosarkoma juga dapat diperiksa dengan USG
dan Nuklear Medicine.
Foto konvensional
Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk diagnosis awal
kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan gambaran radiolusen pada
area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal
periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar
tumor yang dapat mengakibatkan fraktur patologis. Scallop erosion pada endosteal cortex terjadi
akibat pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada kondrosarkoma,
endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka hal ini dapat membedakan
kondrosarkoma dengan enkondroma. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai destruksi
tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan enkondroma.
32
Radiografi frontal dari caput fibula sinistra menunjukkan lesi luscent yang mengandung
kalsifikasi matrix chondroid tipikal. Tumor low grade.
. Radiografi frontal dari acetabulum kiri menunjukkan lesi luscent expansil tanpa
kalsifikasi matriks internal. Tumor low grade sentral
Gambaran dari daerah metafisis. Kalsifikasi soft tissue pada osteochondroma.
Tumor perifer sekunder high-grade.
33
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi malignan, penetrasi
korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue dengan kalsifikasi. Namun derajat bentuk
kalsifikasi matriks ini dapat dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor yang agresif, dapat
dilihat gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula tampak area yang luas tanpa
kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan soft tissue di sekitarnya juga menunjukkan tanda
malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi matriks yang sebelumnya terlihat sebagai
enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah keganasan menjadi
kondrosarkoma.
CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks kartilago.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi
matriks dan integritas korteks. Endosteal cortical scalloping pada tumor intramedullar juga
terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional. CT scan ini juga dapat
digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan menyelidiki adanya proses metastase di paru-
paru.
34
CT scan Bone-window dari acetabulum sinistra menunjukkan kalsifikasi matriks pada lesi
luscent ekspansil di kolum anterior. Tumor low-grade sentral.
CT scan pelvis menunjukkan massa soft tissue besar yang mengandung kalsifikasi berasal
dari broad-based sessile osteochondroma pada aspek posterior ilium. Tumor perifer
sekunder high-grade.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan sifat kartilaginosa;
besar dengan penampilan berkilau dan berwarna kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa
tumor berdiferensiasi baik dan sulit dibedakan dengan enkondroma bila hanya berdasakan pada
gambaran histologis saja. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti multipel
dalam suatu sel tunggal atau adanya beberapa kondroblas dalam satu lakuna. Diantara sel
tersebut terdapat matriks kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi atau osifikasi.
35
Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan optimalisasi manajemen
terapi. Biopsi sering dilakukan sebagai langkah awal penanganan. Biopsi perkutaneus dengan
tuntunan imaging akan sangat membantu pada beberapa kasus tertentu. USG dilakukan sebagai
penuntun biopsi jarum halus pada soft tissue, sedangkan CT scan digunakan sebagai penuntun
untuk biopsi jarum halus pada tulang. Perubahan patologis antara tumor jinak dan tumor ganas
grade rendah sangat sulit dinilai. Biopsi jarum halus kurang baik untuk memastikan diagnostik
patologis dan biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi bedah terbuka.
Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:
1. Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan yang lambat dan secara
khas terdapat di epifisis tulang-tulang tubular terutama pada femur dan humerus.
Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak
vakuola besar. Akan tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant
cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.
2. Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled neoplastic cells dengan
gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan penipisan
kartilago.
3. Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe kondrosarkoma. Sifat khasnya
adalah gabungan antara grade rendah kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di mana
terjadi keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai keganasan
kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago, stroma
kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus padat dengan disertai beberapa pembesaran.
36
4. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya
terletak pada bagian metafisis femur, jarang pada diafisis.
PENATALAKSANAAN
1 Surgery
Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena kondrosarkoma kurang
berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Variasi penatalaksanaan bedah dapat dilakukan
dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah beku hingga amputasi
radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat
adalah amputasi.
2 Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika kanker telah
menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang tidak
menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.
3 Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar berenergi tinggi.
Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor, baik makro maupun mikroskopik. Radiasi
diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy memberikan hasil bebas
tumor sebanyak 25% 15 tahun setelah pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya menjalani
operasi saja menunjukkan kekambuhan pada 85%. Efek samping general radioterapi adalah
nausea dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan mengatur jarak dan dosis
radioterapi.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. DeVita, VT., Hellman S. Rosenberg, Rosenberg, SA. 1995.Cancer Principles and
Practice of Oncology 3rd Ed, JB Lippincont Company, Philadelphia pp. 325-35.
2.Huvos AG, 1996, Bone Tumors, Diagnosis, Treatment and Prognosis, WB. Saunders
Company, Philadelphia pp. 124 – 36.
3.Ekayuda, L, 1992, Tumor Tulang dan Lesi yang menyerupai Tumor Tulang, dalam :
Sjahriar Rasad (ed), Radiologi Diagnostic, sub bagian radiodiagnostik. Bagian
radiologi FK Universitas Indonesia RSCM Jakarta hal. 231 – 42.
4.R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1997, Tumor Ewing, dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah,
Cetakan Pertama, EGC, Jakarta, hal. 1270-1271.
5.Anderson. S, Mc Carty Wilson, L., 1995, Tumor Sistem Muskoluskeletal, dalam :
Patofisiologi (Proses-proses Penyakit), Edisi keempat, EGC, Jakarta, hal. 1214.
6.Apley Graham A., Solomon L., Mankin H.J., 1993, Ewing’s Sarcoma, dalam Apley’s
System of Ortopaedics and fractures, seven edition, Butterworth Heinemann, British,
London, pp. 182.
7.McIntosh, JK, and Cameron, RB., 1996, dalam Caneron RB., Practical Oncology,
Prentice-Hall International Inc., Los Angeles pp. 32 – 41.
8.Dahlin, 1985, Ewing’s Tumor (Endothelioma), Rontgen Signs in Diagnostic Imaging,
Isadore Meschan : 306 – 309.
9.Schlott, T., 1997, Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction for detecting
Ewing’s Sarcoma in Archival Fine Needle Aspiration Biopsies, Acta – Cytol. : 41
(3) : 795 – 801.
38
10.Ozaki, T., Lindner, N, Hoffman, C., 1995, Ewing’s sarcoma of the ribs. A report from
the cooperative Ewing’s sarcoma study, Eur-J-Cancer, Dec ; 31A (13-14) : 2284-8.
11.Ackerman’s. M., 1997, Tumor necrosis and prognosis in Erwing’s sarcoma Acm
Orthop Scand-Suppl : 273:130-2
12.Krane, SM., AND Schiller. AL., 1996, Hyperostosis, neoplasme, and orther disorder
of bone, Harrison’s Principles of Internal Medicine 13 Ed., McGraw-Hill, Inc., New
York, pp. 1962-4.
13.Ackerman’s, 1989, Surgical Pathologty, Eight Edition, WB Saunders Company,
Philadelphia, pp. 1962-4.
14.WHO, 1993, Histological Typing of Bone Tumours, second Edition, pp 22-23.
15.Christie, DR, 1997, Diagnosis Difficulties in Extraosseus Ewing’s sarcfoma : a
proposal for diagnostic criteria, Austrlia-Radiol. ; 41 (1) 22-8.
16.Mulligan, ME, 1997, Pancreatic metastasis from Ewing’s sarcoma, Clin. Imaging, : 21
(1) : 23-6.
17.Lanzkowsky, P., 1989,Manual of Pediatric Hematology and Oncolog, Churchill
Livingstone, New York, pp. 13-37.
18.Bonek, TW; Marcus, RB; Mendelhall, NP; Scarborough, MT, Graham-Pole, J; 1996,
Local control and functional after twice-daily radioteraphy for Ewing’s sarcomaof the
extremities, Int-J-Radiat-Oncol-Biol-Phys. 1996 Jul 1; 35(4)687-92.
19.Ozaki, T., 1997, Ewing’s sarcoma of femur, Acta-Orthop-Scand: 68(1)20-4.
20.Mori, Y., 1997, Dissappearance of Ewing’s sarcoma following bacterial infection : a
case report, Anticancer-Res,: 17(2B)1391-7.
21.Terek, RM., Brien, EW., Marcove, RC., 1996, Treatment of Femoral Ewing’s
Sarcoma, Cancer, Jul 1 : 78(1); 70-8.
22.Yang, RS., JJ., and Eilber, PR.,1995, Surgical indication for Ewing’s Sarcoma of the
pelvis, Cancer, Oct 15 : 76 (8) ; 1388-97.
23. Antonescu CR, Argani P, Erlandson RA, Healey JH, Ladanyi M, Huvos AG: Skeletal
and extraskeletal myxoid chondrosarcoma: a comparative clinicopathologic,
ultrastructural, and molecular study. Cancer 83:1504-21,1998.
39
24.Berend KR, Toth AP, Harrelson JM, Layfield SJ, Hey LA, Scully SP: Association
between ratio of matrix metalloproteinase-1 to tissue inhibitor of metalloproteinase-1
and local recurrence, metastasis, and survival in human chondrosarcoma. J Bone Joint
Surg 80A:11-7, 1998.
25.Bertoni F, Boriani S, Laus M, Campanacci M: Periosteal chondrosacoma and
periosteal osteosarcoma. Two distinct entities. J Bone Joint Surg 64B:370-6,1982.
26.Bertoni FB, Present D, Bacchini P: Dedifferentiated peripheral chondrosarcomas, a
report of seven cases. Cancer 63:2054-9,1989.
.27Björnsson J, McLeod RA, Unni KK, Ilstrup DM, Pritchard DJ: Primary
chondrosarcoma of long bones and limb girdles. Cancer 83:2105-19,1998.
28.Brien EW, Mirra JM, Luch JV Jr: Benign and malignant cartilage tumors of bone and
joint: Their anatomic and theoretical basis with an emphasis on radiology, pathology
and clinical biology. II: juxtacortical cartilage tumors. Skeletal Radiol 28:1-20,1999.
29.Caute TG, Steiner GC, Beltran J, Dorfman H: Chondrosarcoma of the short tumbular
bones of the hands and feet. Skeletal Radiol 27:625-32,1998.
30.Chano T, Matsumoto K, Ishizawa M, Morimoto S, Hukuda S, Okabe H: Periosteal
osteosarcoma and parosteal chondrosarcoma evaluated by double
immunohistochemical staining: report of two cases. Acta Orthop Scand 65:355-
8,1994.
31.Coughlan B, Feliz A, Ishida T, Czerniak B, Dorfman HD: p53 expression and DNA
ploidy of cartilage lesions. Hum Pathol 26:620-4,1995.
32.David E, Guihard P, Brounals B, Riet A, Charrier C, Battaglia S, Gouin F, Ponsolle S,
Le Bot R, Richards CD, Heymann D, Redini F, Blanchard F: Direct anti-cancer effect
of oncostain M on chondrosarcoma. Int J Cancer 2010 Nov 15. Pubmed
40
33.Hatano H, Ogose A, Hotta T, Otsuka H, Jakahashi HE: Periosteal chondrosarcoma
invading the medullary cavity. Skeletal Radiol 26:375-8,1997.
34.Ishida T, Iijima T, Goto T, Kawano H, Machinami R: Concurrent enchondroma and
periosteal chondroma of the humerus mimicking chondrosarcoma. Skeletal Radiol
27:337-40,1998.
35.Kumta SM, Griffith JF, Chow LTC, Leung PC: Primary juxtacortical chondrosarcoma
dedifferentiating after 20 years. Skeletal radiol 27:569-73,1998.
36. Sutton David. A Textbook of Radiology and Imaging Fifth Edition. London: Churchill
Livingstone. 1992. Vol 1; 136 – 46.
37. Salter Robert. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System
Third Edition. William & Wilkins. 1999; 379 – 403.
38. Paul and Juhl’s. Essetials of Radiologic Imaging Fifth Edition. Philadelphia: J.B.
Lippincott Company. 1987; 164 – 7.
39. Rasad, Sjahriar : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.2006. Hal 81.
40. http://ortho-mania.blogspot.com/
41. http://en.wikipedia.org/wiki/Osteosarcoma
42. Hide G.2007. Osteosarcoma, Classic. (online), (http://www.emedicine.com)
43.http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/PrinciplesPracticeofPediatricOncology/sid1
599635.html
41