36
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Laporan Kasus Universitas Mulawarman Ruptur Uteri Disusun oleh Dorothy Karya Yogi 0708015031 Pembimbing dr. Samuel Randa Bunga, Sp.OG Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan 1

67724444-Laporan-Kasus-Ruptur-Uteri-Complete.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

....

Citation preview

Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan

Fakultas Kedokteran Laporan Kasus

Universitas Mulawarman

Ruptur Uteri

Disusun oleh

Dorothy Karya Yogi

0708015031

Pembimbing

dr. Samuel Randa Bunga, Sp.OG

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada

Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2011

1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..3

1.2 Tujuan………………………………………………………………………………...4

BAB II. KASUS

2.1 Data Pasien…………………………………………………………………………..5

2.2 Data Subyektif……………………………………………………………………….5

2.3 Data Obyektif………………………………………………………………………..6

2.4 Diagnosis…………………………………………………………………………….8

2.5 Penatalaksanaan……………………………………………………………………...9

2.6 Diagnosa Pre-Operatif……………………………………………………………….9

2.7 Diagnosa Post-Operatif……………………………………………………………...9

2.8 Pengobatan Post-operatif……………………………………………………………9

2.9 Lembar Observasi Pasien…………………………………………………………...10

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi……………………………………………………………………………...12

3.2 Etiologi……………………………………………………………………………....12

3.3 Klasifikasi…………………………………………………………………………...12

3.4 Patomekanisme……………………………………………………………………....19

3.5 Penatalaksanaan……………………………………………………………………...192

3.6 Prognosis…………………………………………………………………………....20

BAB IV. PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS

4.1 Pembahasan………………………………………………………………………....22

4.2 Analisa Kasus…………………………………………………………………….....24

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………......26

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruptur uteri atau peristiwa robeknya uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,

yang umumnya terjadi pada saat persalinan, dan kadang-kadang juga pada kehamilan tua.

Insidensi terjadinya ruptur uteri pada ibu hamil cukup tinggi. Frekuensi ruptur uteri di rumah

sakit-rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka

insidensi ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 sampai

1:2000 persalinan) 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nagaya, dkk (2000), 20 persen

kematian ibu karena perdarahan disebabkan oleh ruptur uteri 2.

Yang menjadi penyebab insidensi ruptur uteri sering terjadi adalah karena etiologi dari ruptur

uteri merupakan hal yang multifaktorial. Penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah

terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan

semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan

partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea. Faktor predisposisi ruptur uteri

lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi atau operasi traumatik, misalnya kuretase,

perforasi, dan miomektomi. Stimulasi uterus yang berlebihan atau tidak tepat dengan oksitosin

juga dapat menjadi penyebabnya, meskipun hal ini sekarang sudah sangat jarang terjadi 1,3.

Prognosis pada pasien yang mengalami ruptur uteri ini juga buruk. Pada ruptur uteri dan

ekspulsi janin kedalam rongga peritoneum, kemungkinan kelangsungan hidup janin sangat

suram. Angka kematian berdasarkan berbagai studi dilaporkan berkisar antara 50 sampai 75

persen 2. Melihat hal tersebut, penting bagi para pihak medis, dalam hal ini mahasiswa

kedokteran, untuk mempelajari dan memahami mengenai ruptur uteri, sehingga dapat

memberikan penatalaksanaan yang tepat apabila kelak menemukan kasus ini.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penuyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara anamnesa,

pemeriksaan fisik, diagnosis, pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan ruptur uteri ditinjau

dari kasus yang ada diruangan dan teori yang ada.

4

BAB II

KASUS

2.1 DATA PASIEN

Nama : Ny. Meita Anasari

Umur : 21 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Suku : Jawa

Alamat : Jl. K.S. Tubun Gg. Tirta

Tanggal MRS : 7 Juli 2011 Pukul 21.00 WITA

Nama Suami : Tn. Dedi

Umur : 26 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Swasta

Suku : Jawa

Alamat :Jl. K.S. Tubun Gg. Tirta

2.2 DATA SUBYEKTIF

Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri perut sejak jam 2 siang sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat menstruasi

o Usia menarche: 13 tahun

o Lama haid : 1 minggu (7 hari)

o Jumlah darah : 2 kali ganti pembalut per hari.

o HPHT : ? – 10 – 2010

5

o TP : ? – 7 – 2011

Status perkawinan

o Kawin : 1 kali, lamanya 6 tahun

o Usia kawin pertama : 17 tahun

Riwayat obstetrik

Tahun

partus

Tempat

partus

Umur

kehamilan

Jenis

partus

Penolong Penyulit JK/BB Keadaan

anak

sekarang

2006 RS Aterm SC Dokter CPD Lk/

3000gr

Hidup

2008 RS Aterm SC Dokter CPD Lk/

3400gr

Hidup

Hamil

ini

Riwayat operasi

Seksio sesarea 5 tahun dan 3 tahun yang lalu.

2.5 DATA OBYEKTIF

Pemeriksaan fisik

o Keadaan umum: sakit berat

o Kesadaran : composmentis

o Vital sign

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 112 kali per menit

Suhu : 36,7oC

Pernafasan : 40 kali per menit

o Kepala

6

Bentuk normal

Konjungtiva anemis (-/-)

Pupil isokor, refleks cahaya (+/+)

Bibir sianosis (-)

o Leher

Pembesaran KGB (-)

Trakea teraba di tengah

o Thoraks

Paru

- Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris,

retraksi ICS (-).

- Palpasi : Pelebaran ICS (-)

- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung atas : ICS III sinistra

Batas jantung kanan : PSL dextra

Batas jantung kiri : MCL sinistra

Batas jantung bawah : ICS V sinistra

- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler. Murmur (-)

o Abdomen

- Inspeksi : Membesar, memanjang, terlihat adanya bentukan

cincin retraksi patologis Bandl.

- Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien

tidak teraba

7

- Perkusi : Timpani di seluruh abdomen

- Auskultasi : Bising usus normal

o Ekstremitas atas dan bawah

- Akral hangat, Oedem (-)

Pemeriksaan khusus obstetric

o Pemeriksaan Leopold

Leopold I : TFU 31 cm, teraba bokong

Leopold II : teraba punggung di sisi kiri abdomen ibu

Leopold III : letak terbawah kepala

Leopold IV : divergen (sudah masuk PAP)\

o TBJ : 2945 gram

o DJJ : 128 kali per menit

o His/kontraksi : 6 kali/ 10 menit durasi 60 detik

o Vaginal touché : v/v normal, pembukaan 9 cm, ketuban (-), panggul sempit,

kepala di hodge II

Pemeriksaan Laboratorium

Objek pemeriksaan Hasil

Leukosit 14.300 sel/mm3

Eritrosit 3.300.000 sel/mm3

Hb 10,4 g/dl

Hematokrit 30.8 %

Trombosit 181.000 sel/mm3

LED 12 m/jam

2.4 DIAGNOSIS

8

G3 P2 A0 gravid aterm + inpartu kala I fase aktif

2.5 PENATALAKSANAAN

Operasi seksio sesarea cyto

2.6 DIAGNOSA PRE-OPERATIF

G3 P2 A0 gravid aterm + inpartu kala I fase aktif (pembukaan 9 cm) + bekas seksio

sesarea 2 kali + CPD

2.7 DIAGNOSA POST-OPERATIF

P3 A0 + ruptur uteri + seksio sesarea 3 kali

2.8 PENGOBATAN POST-OPERATIF

Drip Metronidazole 3x1

Injeksi Cefotaxime 3x1

Injeksi Remopain 3x1

Injeksi Ulsikur 3x1

Drip oksitosin 2 ampul/D5% 500 ml 16 tpm

Observasi vital sign dan keluhan

Observasi Hb dan albumin

9

LEMBAR OBSERVASI PASIEN

Tanggal /

Jam

Catatan Observasi

7-11-2011

21.00

Menerima pasien dari IGD dengan diagnosis G3P2A0 gravid aterm?,

tunggal hidup + inpartu kala II + riwayat SC 2 kali a/i CPD

Keluhan utama : perut terasa kencang-kencang sejak jam 2 siang. Sekarang

terasa nyeri hebat diseluruh lapangan perut.

HPHT : ?-10-2010 TP :/-7-2011

TFU: 31 cm

Bandle ring (+)

DJJ : 128x/menit

His : 6 x 10 menit/ durasi > 60 detik

TD : 130/80 mmHg, N : 112 kali/menit, RR : 40x/menit

VT : pembukaan 9 cm, ketuban (-), penurunan kepala di Hodge II

21.15 Lapor dr.Sp.OG, advice :

SC cyto di OK IGD

Pasang infuse RL

Lapor dr.Sp.An, advice :

Acc SC cyto

Lapor OK IGD (+)

21.30 Pasien diantar ke OK IGD

22.30 Pasien datang dari OK IGD

KU baik, pasien sadar. TD : 120/90 mmHg, N : 70x/menit

*ket : steril tidak dilakukan karena suami tidak ada ditempat.

23.00 Observasi TTV:

TD : 120/70 mmHg, N :70x/menit, RR : 24x/menit, T : 36,8C

23.30 Pasien dipindahkan ke ruang nifas

8-7-2011 S : Nyeri luka operasi (+)

10

O : KU baik, kesadaran composmentis, TFU 1 jari dibawah pusat, lokia

rubra

TD : 120/70 mmHg, N : 90x/i, RR : 24x/i, T : 36,7 C

A : post SC hari I a/i CPD + bekas SC 2x + rupture uteri

P : Mengobservasi keluhan, TTV, memberi terapi sesuai advice

9-7-2011 S : Nyeri luka operasi (+)

O : KU baik, kesadaran composmentis, TFU 2 jari dibawah pusat

TD : 120/80 mmHg, N : 96x/i, RR : 21x/i, T :37,2C

Flatus (+), BAK via kateter (tampak bercampur darah)

A : Post SC hari II a/i CPD + bekas SC 2x + rupture uteri

P : Mengobservasi keluhan, TTV, memberi terapi sesuai advice

10-7-2011 S : Nyeri luka operasi berkurang

O : KU baik, kesadaran composmentis, TFU 2 jari dibawah pusat

TD : 130/80 mmHg, N : 80x/i, RR : 24x/i, T :37C

ASI (+), BAB (+), BAK (+), sehari 2 kali ganti pembalut

A : Post SC hari III a/i CPD + bekas SC 2x + rupture uteri

P : Cefadroxyl 2x500 mg (p.o)

Asam mefenamat 3x500 mg (p.o)

SF 1x1 (p.o)

GV

Pasien boleh pulang

11

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

RUPTUR UTERI

A. Definisi

Ruptur uteri merupakan peristiwa robeknya uterus. Kejadian ini merupakan hal yang

sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, dan kadang juga terjadi pada

kehamilan tua 1.

B. Etiologi

Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada

sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang

sebelumnya tanpa parut.

Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan

parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering

terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus

percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.

Faktor predisposisi ruptur uteri lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi

atau operasi traumatik, misalnya kuretase, perforasi, dan miomektomi. Stimulasi uterus

yang berlebihan atau tidak tepat dengan oksitosin juga dapat menjadi penyebabnya,

meskipun hal ini sekarang sudah sangat jarang terjadi. . Umumnya, uterus yang

sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak

akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri 1,2,3,4.

C. Klasifikasi

Menurut terjadinya, ruptur uteri dibedakan menjadi 2, yaitu ruptur uteri tanpa

jaringan parut, dan ruptur uteri dengan jaringan parut.

12

1) Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut

Ruptur uteri tanpa jaringan parut dibagi menjadi 2, yaitu rupture uteri spontan,

dan ruptur uteri traumatik.

Ruptur Uteri Spontan

Ruptur uteri spontan ialah ruptur uteri yang terjadi pada uterus yang utuh

(tanpa jaringan parut). Faktor utama yang menjadi penyebab hal ini ialah

persalinan yang tidak maju karena adanya hambatan, misalnya panggul sempit

(CPD), hidrosefalus, janin letak lintang, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat

menyebabkan segmen bawah uterus makin lama makin teregang. Ruptur uteri

terjadi saat regangan terus bertambah melampaui kekuatan jaringan miometrium.

Faktor predisposisi terjadinya rupture uteri spontan salah satunya ialah

multiparitas. Pada multipara, pada miometriumnya sudah banyak terdapat

jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang,

sehingga regangan yang sedikit lebih mudah menimbulkan robekan. Pemberian

oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi, atau atas indikasi yang tidak tepat,

juga dapat menyebabkan ruptur uteri spontan 1,2.

Ruptur Uteri Traumatik

Ruptur uteri traumatik merupakan ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma.

Hal ini dapat terjadi karena pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas seperti tabrakan,

dan lain sebagainya. Ruptur uteri traumatik dapat terjadi setiap saat dalam

kehamilan, namun pada dasarnya ruptur uteri traumatik jarang terjadi karena otot

uterus cukup kuat untuk menahan trauma yang berasal dari luar. Walaupun uterus

ternyata sangat tahan terhadap trauma tumpul, wanita hamil yang mengalami

trauma tumpul pada abdomen harus mewaspadai timbulnya tanda-tanda ruptur

uteri. Miller dan Paul (1996) hanya melaporkan tiga kasus yang disebabkan oleh

trauma pada lebih dari 150 wanita dengan ruptur uteri. Trauma tumpul lebih besar

kemungkinannya menyebabkan solusio plasenta. Sebaliknya, luka tembus

abdomen cenderung mengenai uterus yang sedang hamil besar. Dahulu, ruptur

traumatik sewaktu persalinan sering disebabkan oleh ekstraksi atau versi poladik

interna. Kausa lain ruptur uteri traumatik adalah persalian dengan forceps yang

13

sulit, ekstraksi bokong, dan pembesaran janin yang tidak lazim, misalnya pada

hidrosefalus 5. Yang lebih sering terjadi ialah ruptur uteri violenta. Ruptur uteri

violenta biasanya disebabkan oleh karena distosia, karena adanya regangan

segmen bawah uterus dan usaha vagina untuk melahirkan janin,sehingga terjadi

ruptur uteri. Ruptur uteri violenta ini biasanya terjadi pada versi ekstraksi letak

lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat dilakukannya, tindakan

tersebut, kemudian bisa juga terjadi pada proses embriotomi dan ekstraksi dengan

cunam yang sukar 1.

2) Ruptur Uteri dengan Jaringan Parut

Ruptur uteri tipe ini lebih sering terjadi pada bekas parut seksio sesarea. Peristiwa

ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma

(miomektomi), dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang

terlampau dalam pada dinding uterus, seperti pada kuretase. Diantara jenis parut

bekas seksio sesarea, parut yang terbentuk post seksio sesarea tipe klasik lebih sering

menyebabkan ruptur uteri dibandingkan bekas parut seksio sesarea tipe profunda.

Perbandingan insidensinya ialah 4:1. Hal ini disebabkankan oleh karena luka pada

segmen bawah uterus menyerupai daerah uterus yang lebih tenang, dan dalam masa

nifas dapat sembuh dengan baik, sehingga jaringan parut yang terbentuk setelah masa

penyembuhan menjadi lebih kuat dibandingkan dengan jaringan parut yang terbentuk

pada post seksio sesarea tipe klasik. Ruptur uteri pada parut post seksio sesarea klasik

juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua, sebelum persalinan dimulai. Sedangkan

pada parut post seksio sesarea profunda umumnya terjadi saat persalinan 1,2.

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 1,4:

Korpus Uteri

Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio

sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.

Segmen Bawah Rahim

Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama

tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.

14

Serviks Uteri

Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,

sedang pembukaan belum lengkap.

Kolpoporeksis-Kolporeksis

Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

Menurut waktu terjadinya, etiologi ruptur uteri dapat dibagi menjadi 2, yaitu akibat

cedera atau anomali yang terjadi sebelum kehamilan sekarang, dan akibat cedera atau

anomali yang terjadi selama kehamilan sekarang. Penyebab-penyebab tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Klasifikasi Kausa Ruptur Uteri 4

Cedera atau Anomali Uterus yang Terjadi Sebelum Kehamilan Sekarang

Cedera atau Kelainan Uterus Selama Kehamilan Sekarang

1. Pembedahan yang melibatkan miometrium Seksio sesarea atau histerektomi Riwayat reparasi ruptur uteri

sebelumnya Insisi miomektomi melalui atau

sampai endometrium Reseksi kornu dalam tuba falopii

interstisial Metroplasti

2. Trauma uterus yang terjadi tanpa disengaja Abortus dengan instrumentasi (kuret,

sondase) Trauma tajam atau tumpul

(kecelakaan, pisau, peluru) Ruptur asimtomatik (silent ruptur)

pada kehamilan sebelumnya3. Anomali kongenital

Kehamilan di kornu uterus yang tidak berkembang

1. Sebelum persalinan Kontraksi persisten, intens, spontan Stimulasi persalinan (oksitosin atau

prostaglandin) Instilasi intra-amnion (saline atau

prostaglandin) Perforasi oleh kateter pengukur

tekanan uterus internal Trauma eksternal (tajam atau

tumpul) Versi luar Overdistensi uterus (hidramnion,

gemelli)2. Selama persalinan

Versi interna Pelahiran dengan bokong yang sulit Ekstraksi bokong Anomali janin yang meregangkan

bagian bawah Penekan yang berlebihan pada uterus

selama persalinan Pengeluaran plasenta secara manual

yang sulit3. Didapat

Plasenta akreta atau perkreta

15

Neoplasia trofoblastik gestasional Sakulasi uterus retroversi yang

terperangkap

Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan 1,2,6:

Ruptur Uteri Kompleta

Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga

terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya

peritonitis.

Ruptur Uteri Inkompleta

Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi

subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

Menurut gejala klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:

Ruptur uteri iminens (membakat/mengancam)

Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptur

uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat

bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.

Gejala ruptur uteri iminens/mengancam :

o Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus

sudah    lama berlangsung

o Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut

o Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan

bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.

o Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.

o Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut

kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).

o His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.

o Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras

terutama sebelah kiri atau keduanya.

16

o Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR

teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.

o Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang

yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan

teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang

penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan

tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,

misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun

belakang.

o Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke

atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi

ada hematuri.

o Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)

o Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti

oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Ruptur uteri sebenarnya 1,4

Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah

ruptur uteri sebenarnya.

1.) Anamnesis dan Inspeksi

o Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,

menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,

pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

o Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

o Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.

o Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.

o Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih

kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan

lahir.

17

o Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan

dibahu.

o Kontraksi uterus biasanya hilang.

o Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan

meteoristis (paralisis usus)

2.) Palpasi

o Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema

subkutan.

o Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.

o Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka

teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya

kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

o Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

3.) Auskultasi

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit

setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga

perut.

4.) Pemeriksaan Dalam

o Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat

didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak

banyak

o Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim

dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba

usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam

kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang

tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.

5.) Kateterisasi

Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

18

D. Patomekanisme 1,2,6,7

Pada umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan servik uteri. Batas

keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan

sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum

uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.

Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari Bandl.

Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila

meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptur uteri

mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari

uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus

minoris resistens

Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:

R = H + ODimana:      R = Ruptur, H = His Kuat (tenaga), O = Obstruksi (halangan)

Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan

cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak

dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his

kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis.

Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi.

Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus

untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum

sacrouterina dan jaringan parametra.

E. Penatalaksanaan 1,8,9

Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan

cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang

pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus

19

diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,

persalinan harus segera diselesaikan.

Keselamatan wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada

kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan.

Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali

dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan

dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.

Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan

tindakan jenis operasi:

Histerektomi, baik total maupun subtotal.

Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.

Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:

Keadaan umum

Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta

Jenis luka robekan

Tempat luka

Perdarahan dari luka

Umur dan jumlah anak hidup

Kemampuan dan keterampilan penolong

F. Prognosis 4,10

Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortalitas yang ditemukan dalam

berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada

saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin

adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.

Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau

mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan

pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan

operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah

20

menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah

menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada

uterus yang hamil.

21

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS

A. Pembahasan

Dari laporan kasus yang telah dipaparkan, didapatkan diagnosa akhir yaitu diagnosa

post operasi berupa P3 A0 + ruptur uteri + seksio sesarea 3 kali. Diagnosa tersebut

didasarkan dari temuan saat dilakukan seksio sesarea oleh dokter spesialis kandungan. Dan

sebelumnya memang telah terdapat kecurigaan dari penapisan awal pasien berupa anamnesa

dimana keluhan utama pasien berupa nyeri perut hebat dan sesak nafas. Selain itu, pasien

memiliki riwayat seksio sesarea 5 tahun dan 3 tahun yang lalu. Untuk selengkapnya dapat

dilihat pada tabel di bawah in.

22

23

Teori Kasus

Faktor Resiko :

Riwayat SC

Penekanan berlebihan pada uterus

Trauma saat proses pelahiran

riwayat manipulasi atau operasi traumatic

Stimulasi uterus yang berlebihan atau

tidak tepat dengan oksitosin

Manifestasi klinis :

Nyeri perut dan nyeri tekan. Pasien dapat

mendeskripsikan terasa seperti “terobek”

terutama saat pasien mengalami HIS.

Nyeri dada. Nyeri dirasakan antara

scapula, atau nyeri saat inspirasi akibat

iritasi dari perdarahan di bawah diafragma

Syok hipovolemik.

Dapat ditemukan perdarahan massif per

vaginam

Gawat janin

Teraba janin sangat mengambang di luar

uterus dan denyut jantungnya tidak dapat

ditemukan dengan pemeriksaan Doppler

Ditemukan gambaran Ring Bandl

Diagnosa

Faktor Resiko

Pasien memiliki riwayat SC 5 tahun dan 3

tahun yang lalu a/i CPD

Manifestasi Klinis :

Pasien datang dengan keluhan nyeri seluruh

lapangan perut

Pasien merasakan sesak nafas

Pada inspeksi terlihat adanya gambaran

bandl ring (cincin retraksi patologis) pada

abdomen.

Pada pemeriksaan fisik :

o Keadaan umum : sakit berat

o Kesadaran : composmentis

o Vital sign : Tekanan darah :

130/80 mm Hg, Nadi 96 kali per

menit, Suhu 36,7oC, Pernafasan 40

kali per menit.

Pemeriksaan Obstetri :

o Pemeriksaan Leopold

Leopold I : TFU 31 cm, teraba

bokong

Leopold II : teraba punggung di sisi

kiri abdomen ibu

Leopold III : letak terbawah kepala

Leopold IV : divergen (sudah masuk

PAP)\

o TBJ : 2945 gram

o DJJ : 128 kali per menit

o His/kontraksi : 6 kali/ 10 menit durasi

60 detik

o Vaginal touché : v/v normal,

pembukaan 9 cm, ketuban (-), panggul

sempit, kepala di hodge II

Diagnosa

B. Analisa Kasus

Berdasarkan anamnesa pasien, didapatkan bahwa kemungkinan ruptur uteri terjadi pada saat

proses persalinan berlangsung. Hal tersebut ditunjang dengan beberapa faktor resiko yang

terdapat pada pasien, yaitu adanya riwayat seksio sesarea 2 kali, yaitu pada 5 tahun dan 3 tahun

yang lalu, sehingga menghasilkan scar pada segmen bawah rahim dan bagian mediana uterus.

Selain itu pasien juga memiliki riwayat CPD yang merupakan indikasi operasi seksio sesarea

terdahulu.

Dari manifestasi klinis yang didapatkan pada pasien terutama nyeri seluruh lapangan perut

dan dada terasa sesak dan sakit memungkinkan adanya kecurigaan terjadinya perdarahan yang

masif dalam peritoneum sehingga mengiritasi n.diafragma dan menyebabkan rasa nyeri pada

dada. Selain itu, kedatangan pasien dengan tachicardia dapat menjadi suatu tanda adanya syok

yang terkompensasi. Pada inspeksi abdomen terlihat adanya gambaran cincin retraksi patologis

(bandl ring) yang merupakan ciri khas ruptur uteri bagian anterior. Pemeriksaan DJJ yang

dilakukan oleh bidan saat di ruang VK menghasilkan nilai 128x/menit.

Diagnosa post operatif atau diagnosa definitif pada pasien ini berupa “P3 A0 + ruptur uteri

+ seksio sesarea 3 kali”. Diagnosa ini didapatkan dari operasi seksio sesarea yang dilakukan.

Dalam laporan langsung dijelaskan cavum peritoneum terisi darah, dengan posisi tangan kanan

janin keluar melalui celah ruptur pada uterus ke cavum peritoneum. Pada pemeriksaan VT

didapatkan kepala sudah turun ke hodge II, hal ini dapat menjelaskan kenapa tidak ditemukan

perdarahan pervaginam sebagai manifestasi klinis. Hal tersebut akibat tertutupnya pintu

panggul oleh kepala bayi sehingga tidak memungkinkan darah mengalir keluar.

Penatalaksanaan yang telah dilakukan pasien ini telah tepat, dimana sebelum dilakukan

operasi pasien sempat direhidrasi dengan RL walaupun hanya 1 kolf, karena tidak diketahui

riwayat rehidrasi sebelumnya..

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa Lain pada Persalinan. Dalam :

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro GH, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 668-672.

2. Nagaya K, Fetters MD, Ishikawa M, Kubo T, Konayagi T, Saito Y, Seishima H, Sugimoto

M, Takagi K, Chiba Y, Honda H, Mukubo M, Kawamura M, Satoh S, Neki R. Causes of

maternal mortality in Japan. JAMA, 2000; 283:2661.

3. Eden, RD, Parker RT, Gall SA. Rupture of the pregnant uterus: A 53-years review. AMJ

Obstet Gynecol, 2007; 68:671.

4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD.

Perdarahan Obstetri. Dalam : Profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Yusna D, Kosasih AA,

Prawira J, dkk, editor. Obstetri Williams Vol 1. Edisi 21. Jakarta : EGC; 2006: 716-23.

25

5. Miller DA, Paul RH. Rupture of the unscarred uterus. AMJ Obstet and Gynecol, 2000;

174:345.

6. Fedorkow DM, Nimrod CA, Taylor PJ. Ruptured uterus in pregnancy: A Canadian

hospital’s experience. CMAJ, 2008; 137:27.

7. American College of Obstetricians and Gynecologist: Vaginal birth after previous cesarean

delivery. 5th ed. 2002, p 125.

8. Levrant SG, Wingate M. Midtrimester uterine rupture. J Reprod Med, 2000; 41:186.

9. I, Al-Zirqi. Uterine rupture after previous caesarean section. Norway : BJOG, 2010; 145:25.

10. Chapman S, Crispens MA, Owen J, Savage K. Complications of mid-trimester pregnancy

terminations: The effect of prior cesarean delivery. AMJ Obstet and Gynecol, 2009; 174:356.

26