24
PENGERTIAN NILAI Nilai telah diartikan oleh para ahli dengan berbagai pengertian, dan pengertian satu berbeda dengan yang lainnya. Adanya perbedaan pengertian tentang nilai ini dapat dimaklumi oleh para ahli itu sendiri karena nilai tersebut sangat erat hubungannya dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang komplek dan sulit ditentukan batasannya. Bahkan, karena sulitnya itu Kosttaf (dalam Thoha, 1996 : 61), memandang bahwa nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung. Aneka ragam pengertian nilai yang telah dihasilkan oleh sebagian dari para ahli sengaja dihadirkan dalam bahasan ini dalam rangka memperoleh pengertian yang lebih utuh. Gazalba (dalam Thoha, 1996 : 61) menjelaskan bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, bukan benda kongkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak di kehendaki, disenangi dan tidak disenangi. Dibandingkan dengan pengertian yang diberikan oleh Darajat, dkk., pengertian yang diberikan oleh Gazalba di atas tampak lebih abstrak. Darajat, dkk., (1994 : 260), memberikan pengertian bahwa nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran perasaan, keterikatan, maupun perilaku. 1

6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SISTEM NILAI

Citation preview

Page 1: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

PENGERTIAN NILAI

Nilai telah diartikan oleh para ahli dengan berbagai pengertian, dan pengertian satu

berbeda dengan yang lainnya. Adanya perbedaan pengertian tentang nilai ini dapat dimaklumi

oleh para ahli itu sendiri karena nilai tersebut sangat erat hubungannya dengan pengertian-

pengertian dan aktivitas manusia yang komplek dan sulit ditentukan batasannya. Bahkan, karena

sulitnya itu Kosttaf (dalam Thoha, 1996 : 61), memandang bahwa nilai merupakan kualitas

empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung.

Aneka ragam pengertian nilai yang telah dihasilkan oleh sebagian dari para ahli sengaja

dihadirkan dalam bahasan ini dalam rangka memperoleh pengertian yang lebih utuh.

Gazalba (dalam Thoha, 1996 : 61) menjelaskan bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak,

ia ideal, bukan benda kongkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar dan salah yang

menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak di

kehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Dibandingkan dengan pengertian yang diberikan oleh Darajat, dkk., pengertian yang

diberikan oleh Gazalba di atas tampak lebih abstrak. Darajat, dkk., (1994 : 260), memberikan

pengertian bahwa nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini

sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran perasaan,

keterikatan, maupun perilaku.

Senada dengan pengertian yang diberikan oleh Darajat, Una (dalam Thoha, 1996 : 60)

menjelaskan bahwa nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berbeda dalam ruang lingkup

sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau

mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.

Dari beberapa pengertian tentang nilai di atas dapat difahami bahwa nilai itu adalah

sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki,

dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk

melacak sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah

laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.

1

Page 2: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

PENGERTIAN DAN KONSEP SISTEM NILAI

Istilah nilai merupakan sebuah istilah yang tidak mudah untuk diberikan batasan secara

pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak (Ambroisje dalam

Kaswadi, 1993) . Menurut Rokeach dan Bank (Thoha, 1996) nilai adalah suatu tipe kepercayaan

yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang bertindak atau

menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Ini

berarti hubungannya denga pemaknaan atau pemberian arti suatu objek.

Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah pikiran (idea) atau konsep mengenai apa yang

dianggap penting bagi seseorang dalam kehidupannya (Fraenkel dalam Thoha, 1996). Selain itu,

kebenaran sebuah nilai juga tidak menuntut adanya pembuktian empirik, namun lebih terkait

dengan penghayatan dan apa yang dikehendaki atau tidak dikehendaki, disenangi atau tidak

disenangi oleh seseorang. Allport, sebagaimana dikutip oleh Kadarusmadi (1996:55) menyatakan

bahwa nilai adalah: “a belief upon which a man acts by preference. It is this a cognitive, a motor,

and above all, a deeply propriate disposition”. Artinya nilai itu merupakan kepercayaan yang

dijadikan preferensi manusia dalam tindakannya. Manusia menyeleksi atau memilih aktivitas

berdasarkan nilai yang dipercayainya. Ndraha (1997:27-28) menyatakan bahwa nilai bersifat

abstrak, karena itu nilai pasti termuat dalam sesuatu. Sesuatu yang memuat nilai (vehicles) ada

empat macam, yaitu: raga, perilaku, sikap dan pendirian dasar.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu

keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi

kehidupannya. Sedangkan sistem nilai adalah suatu peringkat yang didasarkan pada suatu

peringkat nilai-nilai seorang individu dalam hal intensitasnya. Dengan demikian untuk

mengetahui atau melacak sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan-kenyataan

lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.

Pentingnya Nilai

Sebagimana ditegaskan oleh Robbins (1991:158) “Values are important to the study

organizational behavior because they lay the foundation for the understanding of attitudes and

motivation as well as influencing our perceptions. Indiviuals enter an organization with

2

Page 3: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

preconceived nations of what ‘ougth’ and what ‘outght not’ to be. Of course, these nations are

not value free”. Nilai-nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai

meletakkan fondasi untuk memahami sikap dan motivasi serta mempengaruhi persepsi kita.

Individu-individu memasuki suatu organisasi dengan gagasan yang dikonsepsikan sebelumnya

mengenai apa yang “seharusnya” dan “tidak seharusnya”. Tentu saja gagasan-gagasan itu sendiri

tidak bebas nilai.

Lebih lanjut Robbins (1991) menegaskan bahwa gagasan-gagasan tersebut mengandung

penafsiran benar dan salah dan gagasan itu mengisyaratkan bahwa perilaku tertentu akan

memperkeruh obyektivitas dan rasionalitas. Di bagian lain Robbins (1991:159) menyatakan

“Values generally influence attitudes and behavior” (umumnya nilai mempengaruhi sikap dan

perilaku).

Tipe-Tipe Nilai 

Spranger (Alisyhbana, 1986) menggolongkan tipe nilai, yaitu: (1) lapangan pengetahuan;

(2) lapangan ekonomi; (3) lapangan estetik; (4) lapangan politik; dan (5) lapangan religi.

Robbins (1991:159-160) merujuk pendapat Allport, dan kawan-kawannya juga membagi tipe

nilai menjadi enam, yaitu: (1) theoritical, (2) economic, (3) aesthetic, (4) social, (5) political, dan

(6) religious. Dari keenam tipe nilai tersebut kemudian Spranger menggolongkan perilaku

manusia ke dalam enam golongan atau tipe, yaitu: (1) theoretical man (concerned with truth and

knowledge); (2) economic man (utilitarian); (3) esthetic man (art and harmony); (4) social man

(humansitarian); (5) political man (power and control); dan (6) religious man. Dapat diartikan

bahwa tipe nilai dapat digolongkan menjadi enam yaitu: (1) manusia teoritis (konsen terhadap

kebenaran dan pengetahuan), (2) manusia ekonomik (utilitarian), (3) manusia estetik (seni dan

harmoni), (4) manusia sosial (manusiawi), (5) manusia politik (kekuasaan dan pengawasan), dan

(6) manusia religius (agama) .

Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidaklah sama luhur dan sama tingginya.

Nilai-nilai itu secara nyata ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan

nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4

tingkatan sebagai berikut:

3

Page 4: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan

dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.

2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang lebih penting bagi

kehidupan, misalnya: kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum.

3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang sama sekali tidak

tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan, seperti misalnya kehidupan,

kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari suci dan tak suci.

Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi dan nilai kebutuhan.

Demikianlah macam-macam nilai serta klasifikasinya menurut berbagai pakar dan

sumber. Penggunaan tiap-tiap kategorisasi di atas, tentu saja sesuai dengan konteks nilai yang

dibicarakan, dan hal ini lebih lanjut digunakan untuk membahas tentang sistem nilai yang

dikembangkan di sekolah.

SISTEM NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Sistem  merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan,

yang bergabung menjadi suatu keseluruhan. Nilai  suatu yang dianggap baik yang menjadi suatu

norma tertentu mengatur ketertiban kehidupan sosial manusia. Karena manusia merupakan

makhluk budaya dan makhluk sosial [selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani (segi

spiritual)] maka manusia dalam interaksi dan interdependensinya harus berpedoman pada nilai-

nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik dan selaras.

Dalam Pendidikan: manusia sebagai subjek pendidikan (siap untuk mendidik) dan sebagai

objek pendidikan (siap untuk dididik). Berhasil atau tidaknya usaha pendidikan tergantung pada

jelas atau tidaknya tujuan pendidikan. Di Indonesia: tujuan pendidikan berlandaskan pada filsafat

hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Filosofi pendidikan pancasila: usaha-usaha pendidikan

dalam keluarga, masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi.

4

Page 5: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Dalam rangka mengembangkan sifat sosial, manusia selalu menghadapi masalah-masalah

sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai (Ahmadi, 1990:12). Nilai-nilai itu merupakan faktor

internal dengan hubungan antar sosial tersebut, sebagaimana dikatakan Celcius, ubi societas,

ibiius “di mana ada suatu masyarakat, di sana pasti ada hukum”.  Dengan kata lain, sebagaimana

pandangan aliran progresivisme, nilai itu timbul dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain

dari masyarakat saat nilai itu timbul (Muhammad Noor Syam, 1986:127). Sehingga nilai akan

selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial dan bermasyarakat dengan manusia

lain. Hal ini sesuai dengan aliran progresivisme bahwa “masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”.

Latar Belakang Beragamnya Nilai yang Berlaku pada Mayarakat

I. Manusia berhubungan dengan sesama dan alam semesta (habl min al-nas wa habl min al-alam)

II. Tidak mungkin melakukan sikap yang netral

III. Karena watak dasar manusia (watak manusiawi) : 

kecenderungan untuk cinta, benci, simpati, dll.

Bentuk penilaian manusia ada 2:

a) berdasarkan asas-asas objektif rasional,

b) subjektif emosional

Pada dasarnya nilai-nilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian sebagaimana

yang disebutkan oleh Mudlor Ahmad yaitu : [9]

1. Nilai Formal

Nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk, lambang serta simbol-simbol.

Nilai ini terbagi menjadi dua macam:

a. Nilai sendiri, seperti sebutan “Bapak Lurah” bagi seorang yang memangku

jabatan lurah.

b. Nilai turunan, seperti sebutan “Ibu Lurah” bagi seorang yang menjadi istri

pemangku jabatan lurah.

2. Nilai Material

Nilai yang berwujud dalam kenyataan pengalaman, rohani dan jasmani. Nilai ini terbagi

atas dua macam, yaitu :

a. Nilai rohani, terdiri atas nilai logika, nilai estetika, nilai etika dan nilai religi

b. Nilai jasmani atau pancaindra, terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat dan nilai guna

5

Page 6: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Nilai material mempunyai wujud karena dapat dirasakan, baik dengan rasa lahir,

pancaindra maupun rasa batin rasio. Misalnya :

1. Nilai hidup : bebas, menindas, berjuang

2. Nilai nikmat : puas, aman, nyaman

3. Nilai guna : butuh, menunjang, peranan

4. Nilai logika : cerita, membuktikan, paham

5. Nilai estetika : musik, berpakaian, anggun

6. Nilai etika : ramah, serakah, sedekah

7. Nilai religi : sangsi, menyangkal, syirik

Pengertian Penilaian

Secara Umum: Segala sesuatu dalam alam raya ini bernilai (cakupan tidak terbatas)

aksiologi. Perkembangan penyelidikan ilmu pengetahuan tentang nilai menyebabkan beragam

pandangan manusia tentang nilai-nilai. Begitu juga sejarah peradaban manusia mengenai

masalah nilai, masih merupakan problem, meskipun selama itu pula manusia tetap tidak dapat

mengingkari efektivitas nilai-nilai di dalam kehidupannya. Hal ini dipertajam oleh kaum

penganut sofisme, dengan tokohnya Pitagoras (481-441 SM), berpendapat bahwa nilai bersifat

relatif tergantung pada waktu (Imam Barnadib, 1987: 133). Sedangkan menurut idealisme, nilai

itu bersifat normatif dan objektif serta berlaku umum saat mempunyai hubungan dengan kualitas

baik dan buruk.

Dapat disimpulkan bahwa nilai itu merupakan hasil dari kreativitas manusia dalam rangka

melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simpati, dan lain-lain.

Bentuk dan Tingkat-Tingkat Nilai

Nilai merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek manusia. Sesuatu

dianggap bernilai jika pribadi atau kelompok manusia itu merasa sesuatu itu bernilai. Dengan

demikian, lepas dari perbedaan nilai, baik objektif maupun subjektif, tujuan adanya nilai adalah

menuju kebaikan dan keluhuran manusia. Brubecher membedakan nilai menjadi 2 bagian : (1)

nilai intrinsik (nilai yang dianggap baik yang ada di dalam dirinya sendiri), (2) nilai instrumental

(nilai yang dianggap baik, karena bernilai untuk orang lain).

6

Page 7: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Menurut aliran realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih

dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subjek

tertentu dan bagaimana sikap subjek tersebut. Namun, ada juga yang membedakan bentuk nilai

itu berdasarkan pada bidang, apakah itu efektif dan berfungsi: seperti nilai moral, nilai ekonomi,

dsb.

Tingkat perkembangan nilai menurut Auguste Comte: (1) tingkat teologis (2) tingkat

metafisik (3) tingkat positif, yaitu apabila manusia telah menguasai pengetahuan eksakta.

(Muhammad Noor Syam, 1986:132).

Nilai-Nilai Pendidikan dan Tujuan Pendidikan

Menurut Muhammad Noor Syam, pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan

nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama

yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal.

Untuk menetapkan tujuan pendidikan dasar, harus melalui beberapa pendekatan, seperti:

1.    Pendekatan melalui analisis historis lembaga-lembaga sosial,

2.    Pendekatan melalui analisis ilmiah tentang realita kehidupan aktual,

3.    Pendekatan melalui nilai-nilai filsafat yang normatif (normative philosophy).

Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan dengan tujuan

didirikannya suatu negara (Rapar, 1988:40).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan

pendidikan yang ada. Sebagai contoh, tujuan pendidikan bangsa Indonesia dalam Bab II Pasal 3

UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah “Bertujuan mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani-rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri,

serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan“.

Memang keadaan masyarakat dapat diukur melalui pendidikan. Karena itu, kebobrokan

masyarakat takkan dapat diperbaiki dengan cara apa pun kecuali dengan pendidikan (Plato).

7

Page 8: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

KARAKTERISTIK NILAI

Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu:

1) Nilai objektif atau subjektif

Nilai itu objektif jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai,

sebaliknya nilai itu “subjektif” jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung

pada subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat

psikis atau fisik.

2) Nilai absolut atau berubah

Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah

berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku sejak masa lampau serta abadi sepanjang

masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas sosial.

Di pihak lain, ada yang beranggapan bahwa semua nilai relatif sesuai dengan harapan

atau keinginan manusia. Sebagaimana harapan atau keinginan manusia yang selalu

berubah, maka nilai itu pun mengungkapakan perubahan-perubahan tersebut.

Tingkatan (Hierarki) Nilai

Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai, yaitu:

Pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai

spiritual lebih tinggi daripada nilai nonspiritual (nilai material). Mereka menempatkan nilai

religi pada tingkatan yang tinggi, karena nilai religi membantu dalam menemukan akhir

hidupnya, dan merupakan kesatuan dengan nilai spiritual.

Kedua, kaum realis juga berpandangan bahwa terdapat tingkatan nilai, dimana mereka

menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia

menemukan realitas objektif, hukum-hukum alam, dan aturan-aturan berpikir logis.

Ketiga, kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut mereka, suatu

aktivitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan

memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai yang menghargai

masyarakat, tetapi mereka berkeyakinan akan pentingnya pengujian nilai secara empiris daripada

merenungkannya secara rasional. Nilai-nilai partikuler (khusus) hanyalah merupakan alat

(instrument) untuk mencapai nilai yang lebih baik.

8

Page 9: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Nilai Pendidikan

Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek

kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai dan sikapnya, serta ketrampilnya.

Pendidikan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan sama sekali bukan

untuk merusak kepribadian manusia, seperti halnya memberi bekal pengetahuan maupun

keterampilan kepada generasi muda, bagaimana menjadi seorang penjahat atau seorang pencuri

yang ulung.

Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih,

yang di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 mencakup kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan latihan. Istilah mendidik, menunjukkan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan

budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lain-lain.

Dari uraian di atas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas,

menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai,

perasaan, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin berusaha untuk

meningkatkan dan mengembankan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaanya,

pengetahuaanya, dan ketrampilanya.

Seperti yang telah dikemukakan, pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan

mendidik, mengajar, melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk

mentransformasikan nilai-nilai. Maka, dalam pelaksanaanya, ketiga kegiatan tersebut harus

berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serta serasi dengan perkembangan peserta didik dan

lingkungan hidupnya.

Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai

kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai ketrampilan. Nilai-nilai

yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau

perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, disini pendidikan akan

berlangsung dalam kehidupan.

Agar proses trasformasi berjalan lancar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam

melaksanakan proses pendidikan, antara lain :

9

Page 10: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

a. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik. Hubungan edukatif ini

dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang diliputi kasih sayang, sehingga terjadi

hubungan yang didasarkan ataas kewibawaan.

b. Adanya metode pendidikan yang sesuai. Sesuai dengan kemampuan pendidikan, materi,

kondisi peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kondisi lingkungan dimana

pendidikan tersebut berlangsung.

c. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. Sarana

tersebut harus didasarkan atas pengabdian pada peserta didik, harus sesuai dengan setiap

nilai yang ditransformasikan.

d. Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi nilai-nilai tersebut berjalan

dengan wajar, serta dalam suasana yang menyenangkan.

Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia,

baik secara perseorangan maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan

menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos,

kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan sebagainya. Dalam menentukan tujuan pendidikan

ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan, seperti yang dikemukakan oleh Hummel (1977:39)

antara lain:

a. Autonom. Gives individuals and groups the maximum awareness, knowledge and

ability so that they can manage their personal and collective life to the greates

possible extent.

b. Equity. Enable all citizens to participate in cultural and economic life by coffering

them an equal basic education.

c. Survival. Permit everynation to transmit and enrich its cultural heritage over the

generations, but also guide education towards mutual understanding and towards

what has become a worldwide realizations of common destiny.

Tujuan pendidikan harus mengandung ketiga nilai tersebut di atas. Pertama,

autonomy, yaitu memberi kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan secara maksimum

kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam

10

Page 11: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

kehidupan yang lebih baik. Kedua, equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan

tersebut harus member kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat

berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya

pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival, yang berarti bahwa dengan pendidikan

akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.

Berdasarkan ketiga nilai tersebut di atas, pendidikan mengemban tugas untuk

menghasilkan generasi yang lebih baik, manusia-manusia yang berkebudayaan. Manusia

sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Nilai-nilai di atas

menggambarkan pendidikan dalam suatu konteks yang sangat luas, menyangkut

kehidupan seluruh umat manusia, di mana digambarkan bahwa tujuan pendidikan adalah

untuk menciptakan suatu kehidupan yang lebih baik.

Dalam pengertian yang khusus, seperti telah dikemukakan di atas bahwa

pendidikan diartikan suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak

untuk mencapai kedewasaannya. Di sini jelas bahwa yang menjadi tujuan pendidikan

adalah kedewasaan. Pengertian kedewasaan itu sendiri selalu terdapat dalam bentuk

kekhususan, mengingat waktu, tempat, dan pandangan hidup manusia. Pandangan

kedewasaan masyarakat primitif akan berbeda dengan pandangan masyarakat modern,

baik dilihat dari isi (kualitasnya) maupun dari segi materinya.

Secara umum yang disebut manusia dewasa adalah:

a) Manusia mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri tanpa

menggantungkan diri kepada orang lain.

b) Manusia yang bertanggungjawab, yaitu manusia yang dapat

mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, dan dapat dimintai

pertanggungjawaban dari perbuatannya. Anak yang belum dewasa belum dapat

dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya.

c) Manusia yang telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam

kehidupannya, dan sekaligus berkesanggupan untuk melaksanakan norma dan moral

tersebut dalam hidup dan kehidupannya, yang dimanifestasikan dalam kehidupan

bersama.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, merupakan dasar dan sekaligus tujuan

yang ingin dicapai dalam melaksanakan pendidikan. Kegiatan pendidikan ditujukan untuk

11

Page 12: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang memiliki kepribadian yang lebih baik,

yaitu manusia dimana sikap dan perilakunya dalam hidup bermasyarakat dan bernegara

dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Manusia seutuhnya, manusia yang menghayati dan

sekaligus mampu mengamalkan Pancasila, itulah merupakan manusia dewasa yang

diharapkan oleh bangsa Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989

dijelaskan tentang tujuan pendidikan sebagai berikut:

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri

serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

KODE ETIK DAN ETIKA PROFESI

Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethikos” yang berati timbul dari

kebiasaan, adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang

menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan

konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab.

Perbedaan antara Etika dengan Etiket yaitu, Etika menyangkut cara dilakukannya

suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Contohnya: Dilarang

mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain

tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika.

Sedangkan Etiket hanya berlaku dalam situasi ketika kita tidak seorang diri (ada orang lain di

sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket

tidak berlaku. Contohnya: Saya sedang makan bersama teman sambil meletakkan kaki saya di

atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan

sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan

cara demikian.

12

Page 13: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Pengertian Profesi

Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan atau menuntut keahlian (expertise),

menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari

lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat

dipertanggungjawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut profesional,

sedangkan profesional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang

menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan

unjuk kerja sesuai dengn profesinya.

Berikut ini merupakan ciri-ciri dari profesi, yaitu :

Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis

Seorang professional harus memiliki pengetahuan teoretis dan keterampilan mengenai

bidang teknik yang ditekuni dan bisa diterapkan dalam pelaksanaanya atau praktiknya

dalam kehidupan sehari-hari.

 Asosiasi Profesional

Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi

yang bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.

Pendidikan yang Ekstensi

Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang

pendidikan tinggi. Seorang profesional dalam bidang teknik mempunyai latar belakang

pendidikan yang tinggi baik itu dalam suatu pendidikan formal ataupun non formal.

Ujian Kompetisi

Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari

suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.

Pelatihan Institusional

Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan institusional dimana

calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh

organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga

dipersyaratkan.

Lisensi

Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka

yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.

13

Page 14: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Otonomi kerja

Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar

terhindar adanya intervensi dari luar.

Kode etik

Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur

pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.

Mengatur diri

Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan

pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati,

atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.

Layanan publik dan altruism

Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan

dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan

masyarakat.

Status dan imbalan yang tinggi

Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang

layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap

layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

Pengertian Etika Profesi dan Kode Etik Profesi

Etika profesi menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7) adalah sikap hidup

berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan penuh

ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa

kewajiban terhadap masyarakat.

Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang

secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik

bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa

yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar profesional

memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik

akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

14

Page 15: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Tiga Fungsi dari Kode Etik Profesi

1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi  tentang prinsip

profesionalitas yang digariskan.

2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat  atas profesi yang

bersangkutan.

3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi  profesi tentang

hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

15

Page 16: 6_Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia

DAFTAR PUSTAKA

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sumber Internet:

http://indahwardani.wordpress.com/2011/05/11/pengertian-etika-profesi-etika-profesi-dan-kode-etik-profesi/

http://thisisfirman.blogspot.com/2012/03/etika-profesi-kode-etik.html

http://newjoesafirablog.blogspot.com/2012/05/pengertian-dan-konsep-sistem-nilai.html

http://bunayhartop.blogspot.com/2012/06/sistem-nilai-dalam-kehidupan-manusia.html

http://yezaksa201012103.student.esaunggul.ac.id/2012/11/20/kode-etik-profesi/

16