31
General Business Environment Group Paper Arah Kebijakan Fiskal dan Moneter Lecturer: Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro Ph.D Oleh: Ermy Puspa Yunita Febri Kuntarto Franseda Ryan Abdi Gunawan

#7 Monetary & Fiscal Policies

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: #7 Monetary & Fiscal Policies

General Business Environment

Group Paper

Arah Kebijakan Fiskal dan Moneter

Lecturer:Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro Ph.D

Oleh:Ermy Puspa Yunita

Febri KuntartoFranseda

Ryan Abdi Gunawan

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMENFAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADAJAKARTA

2009

Page 2: #7 Monetary & Fiscal Policies

PENDAHULUAN

Dinamika perekonomian global saat ini masih diliputi oleh nuansa ketidakpastian

yang tinggi yang tercermin dari perubahan yang berlangsung sangat cepat dan sulit

diprediksi kedalamannya. Perlambatan ekonomi negara maju yang merupakan episentrum

dari krisis keuangan global secara cepat merambat ke perekonomian negara-negara

berkembang.

Di tengah situasi perekonomian global yang demikian mencemaskan, ekonomi

Indonesia masih mampu menunjukkan kinerja yang baik dengan tetap tumbuh sebesar 6,1

% pada tahun 2008, walaupun dampak krisis sudah dirasakan di triwulan IV-2008.

Dari kajian dan riset yang dilakukan beberapa media, diprediksikan Indonesia

akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang semakin positif di atas tahun 2009. Hal ini

beralasan karena sejak 2004 hingga saat ini ekonomi Indonesia tetap kokoh. Juga

diperkuat dengan stabilnya ekonomi Indonesia di tengah krisis keuangan dunia.

Kondisi ini semakin meningkatkan penguatan nilai tukar rupiah dan memberikan

nuansa iklim usaha yang kondusif. Faktor ekspektasi atau peluang pasar itu yang

berpengaruh besar terhadap semakin meningkatnya nilai tukar rupiah.

Tantangan ekonomi ke depan relatif berat. Ada  beberapa tantangan yang harus

dilihat dan menjadi perhatian bagi pemerintah yang terpilih. Pertama, terkait kebijakan

stimulus fiskal, pengelolaan keuangan, moneter sebagai fondasi untuk pemulihan

ekonomi.

Sementara itu, peran sektor perbankan dalam mendukung perekonomian nasional

ke depan sangat dibutuhkan terutama dalam menggairahkan sektor riil dan juga UKM.

Penurunan BI rate akan mampu menggenjot ekonomi Negara di Negara ekonomi

terbesar di Asia Tenggara. Beberapa bulan terakhir ini BI memutuskan untuk

menurunkan kembali BI rate untuk 5 bulan berturut-turut.Keputusan kembali

dipangkasnya BI rate berkaitan dengan tingkat inflasi yang mulai melunak. Pada bulan

maret lalu, inflasi bulanan hanya sebesar 0.22%. Dengan tingkat inflasi rendah ini, aman

bagi BI untuk menurunkan suku bunga guna menggenjot konsumsi.

Page 3: #7 Monetary & Fiscal Policies

Untuk menggenjot ekonomi Indonesia, pemerintah Indonesia di bawah Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan rencana untuk menggelontorkan paket

stimulus fiscal yang mencapai 1.3% dari total GDP, atau sekitar 71 triliun rupiah.

Respon perbankan atas penurunan BI rate 200% sejak Desember 2008

(Sumber:Suara Pembaruan, Kondisi Maret 2009):

4 Desember 2008 = 9,25%

7 Januari 2009 = 8,75%

4 Februari 2009 = 8,25%

4 Maret 2009 = 7,75%

3 April 2009 = 7,50%

5 Mei 2009 = 7,25%

Secara agregat untuk seluruh tenor, bank asing dan bank campuran

mendominasi penurunan suku bunga deposito.

Walau masih sangat lambat, transmisi penurunan BI rate pada suku bunga

kredit terus berlanjut. Respons penurunan BI rate memlalui suku bunga kredit, mulai

berlangsung sejak Februari 2009 terus berlanjut pada bulan maret 2009 sebesar 11 bp.

Berdasarkan penggunaannya:

1. Penurunan suku bunga kredit terbesar terjadi pada suku bunga kredit

investasi, yaitu sebesar 18 bp.

2. Suku bunga kredit modal kerja turun sebesar 16 bp.

Rata-rata tertimbang suku bunga kredit:

1. Kredit investasi (KI) : 14,5%

2. Kredit Modal Kerja (KMK) : 14,99%

3. Kredit Konsumsi (KK) : 16,46%

Berdasarkan kelompok bank, penurunan suku bunga kredit terbesar secara

keseluruhan terjadi pada kelompok bank campuran sebesar 37 bp.

Tentang sejauh mana stimulus fiscal dan penurunan BI rate dapat membantu

pemulihan perekonomian di tahun 2009, dari beberapa peristiwa yang telah terjadi,

stimulus moneter dalam bentuk penurunan suku bunga acuan oleh BI lebih berpotensi

Page 4: #7 Monetary & Fiscal Policies

mendorong perekonomian daripada stimulus fiscal. Efektivitas stimulus moneter kian

meningkat jika perbankan lebih cepat menurunkan suku bunga kredit. Stimulus moneter

dalam bentuk penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, atau BI Rate, yang diikuti

penurunan suku bunga kredit dapat memberikan dampak lebih signifikan dalam

mendorong perekonomian. Alasannya, penurunan suku bunga dapat dinikmati semua

pihak, dunia usaha, maupun masyarakat Dijelaskan, penurunan suku bunga kredit

biasanya langsung direspons dengan meningkatnya permintaan kredit (Danareksa

Research Institute).

Menurut analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting menilai bahwa BI masih

memiliki ruang yang cukup besar untuk menurunkan suku bunga, terakhir menghadapi

PEMILU yang baru saja dilewati oleh bangsa Indonesia, Presiden SBY juga kembali

menggelontorkan stimulus fiscal. Stimulus moneter lebih ampuh untuk membangkitkan

perekonomian dalam masa krisis seperti saat ini (Steve Hanke). Beberapa sumber

menyebutkan, BI masih memiliki amunisi stimulus moneter cukup besar, mengingat suku

bunga acuan BI masih berada di level cukup besar, yakni 8,25 persen. Sejauh ini,

penurunan suku bunga acuan BI relatif belum efektif meningkatkan gairah du-nia usaha

dan belanja masyarakat Hal itu karena penurunan suku bunga acuan BI yang dilakukan

sejak Desember 2008 belum seluruhnya direspons perbankan dalam bentuk penurunan

suku bunga kredit Dengan berbagai langkah dari BI dan pemeritah, ditambah keyakinan

Page 5: #7 Monetary & Fiscal Policies

pasar diharapkan ekonomi Indonesia akan dapat survive di tengah tenganan krisis

ekonomi saat ini dan membantu pemulihan ekonomi kedepannya.

Sumber: Danareksa Research

Page 6: #7 Monetary & Fiscal Policies

ANALISIS

Perlambatan ekonomi yang dialami karena krisis ekonomi global telah membawa

dampak bagi perekonomian negara-negara yang terkait secara ekonomi dengan negara-

negara yang terkena krisis global, antara lain dalam hubungannya dengan perdagangan

(ekspor), dan tingkat investasi di Indonesia. Demi menyelematkan Indonesia dari dampak

krisis global maka pemerintah Indonesia menyiapkan beberapa kebijakan ekenomi yang

terkait dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang

beredar, tingkat bunga, dan perkreditan dalam rangka mengendalikan

perekonomian.Kebijakan moneter Indonesia diputuskan dan dilakukan oleh Bank Sentral

yaitu Bank Indonesia.

Jenis-jenis Kebijakan Moneter

1. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah

uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.

2. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang

beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan

daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami

resesi atau depresi.

Perangkat/Sarana/Instrumen Kebijakan Moneter

1. Cadangan wajib minimum (reserve requirement) atau Giro Wajib Minimum (GWM).

2. Kebijakan diskonto (discount policy) dengan menaikan atau menurunkan tingkat

bunga diskonto.

3. Operasi pasar terbuka (open market operation) dengan jual beli surat-surat berharga

seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Sertifikat Berharga Pasar Uang), dan

lain-lain.

4. Kredit selektif dengan memprioritaskan pemberian kredit pada sektor-sektor tertentu.

5. Himbauan moral (moral suasion).

Page 7: #7 Monetary & Fiscal Policies

untuk Indonesia, sudah terlalu banyak kesalahan dalam kebijakan moneter yang kita buat

di masa yang lalu akibat kita tidak cukup memahami mengenai peran bank dan pasar

kredit dalam perekonomian.

Agar dapat mencapai sasaran, otoritas moneter harus memahami komplet soal

bagaimana sektor perbankan akan bereaksi terhadap perubahan dalam kebijakan moneter.

Dalam ilmu ekonomi moneter konvensional, peran bank hanya diperhitungkan

dari sisi kewajibannya. Broad money (M2) didefinisikan sebagai penjumlahan uang

kartal, giro, tabungan (saving deposit), dan deposito (time deposit). Definisi ini hanya

mengukur uang dari sisi transactional demand dan spending power para penabung.

Konsep ini jelas meniadakan peran bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu

pengumpul dana masyarakat yang sekaligus merangkap sebagai penyalur kredit.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah kebijakan pemerintah dengan

menggunakan belanja negara dan perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian.

Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu:

1. Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi.

2. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.

3. Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.

Perangkat Kebijakan Fiskal

Ada dua perangkat kebijakan fiskal yaitu:

1. Belanja/pengeluaran negara (G = Government Expenditure)

2. Perpajakan (T = Taxes)

Jenis-jenis Kebijakan Fiskal

1. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy): menaikkan belanja negara

dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli

masyarakat. Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat perekonomian mengalami

resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi.

Page 8: #7 Monetary & Fiscal Policies

2. Kebijakan fiskal kontraktif: menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak.

Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi

inflasi.

Pengaruh Kebijakan Fiskal bagi Perekonomian

1. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk mencapai tujuan-tujuan seperti

inflasi yang rendah dan tingkat pengangguran yang rendah.

2. Berdasarkan teori ekonomi Keynesian, kenaikan belanja pemerintah sehingga APBN

mengalami defisit dapat digunakan untuk merangsang daya beli masyarakat (AD = C

+ G + I + X - M) dan mengurangi pengangguran pada saat terjadi resesi/depresi

ekonomi.

3. Ketika terjadi inflasi, pemerintah harus mengurangi defisit (atau menerapkan

anggaran surplus) untuk mengendalikan inflasi dan menurunkan daya beli

masyarakat.

Dampak Krisis Global bagi Perekonomian Indonesia

Indonesia merupakan negara small open economy sehingga imbas dari krisis finansial

global sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Salah satu dampak dari

krisis finansial global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun

2008. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1% pada

tahun 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 6,3%.

Dampak negatif dari krisis global, antara lain sebagai berikut:

•   Menurunnya kinerja neraca pembayaran.

•   Tekanan pada nilai tukar Rupiah.

•   Dorongan pada laju inflasi.

Faktor 1: Kinerja neraca pembayaran yang menurun.

Pada saat terjadi krisis global, Amerika Serikat mengalami resesi yang serius,

sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menggerus daya

beli masyarakat Amerika. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara-negara lain termasuk

Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat di Amerika menyebabkan penurunan

Page 9: #7 Monetary & Fiscal Policies

permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian ekspor Indonesia pun menurun.

Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank

Indonesia memperkirakan secara keseluruhan NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2

miliar pada tahun 2008.

Penyebab lain terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing

dari Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat

Bank Indonesia). Derasnya aliran modal keluar tersebut menyebabkan investasi

portofolio mencatat defisit sejak kuartal III-2008 dan terus meningkat pada kuartal IV-

2008. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat

terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan

modal ikut menjadi defisit.

Faktor II: Tekanan pada nilai tukar Rupiah

Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan

September 2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih

mencatat surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati. Namun sejak

pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek

depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.711,- per USD pada

bulan November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan

sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 10.048,- per USD. Pergerakan Kurs Rupiah

selama tahun 2008 dan awal 2009 dapat dilihat dari grafik dibawah ini:

 

Page 10: #7 Monetary & Fiscal Policies

Sumber: www.bi.go.id

Semasa Pemerintahan Orde Baru, Indonesia menganut sistem fixed exchange rate

atau sistem nilai tukar tetap. Tetapi pada Pemerintahan berikutnya sampai sekarang,

sistem yang dianut telah berubah menjadi sistem floating exchange rate atau sistem nilai

tukar mengambang. Dengan sistem ini nilai tukar rupiah menjadi bergantung pada supply

dan demand di pasar. Hal ini berbeda dengan sistem fixed exchange rate dimana Bank

Indonesia berkewajiban menjaga Rupiah konstan dengan aktif membeli dan menjual

valas untuk menghadapi supply dan demand yang berubah-ubah.

Keluarnya arus investasi asing dari Investasi, menyebabkan penjualan aset-aset

investasi keuangan baik yang ditanam dalam instrumen SUN maupun dalam portofolio

saham. Hal ini juga ditunjukkan melalui menurunnya kapitalisasi pasar di bursa efek

Indonesia. Menurut sumber dari Bappepam, pada puncak krisis global arus investasi

asing yang keluar dari Indonesia signifikan menggerus kapitalisasi pasar di BEI.

Kapitalisasi Pasar dan Indeks Harga Saham Gabungan (Sumber: Bappepam.go.id)

Indeks harga saham gabungan yang turun drastis pada penutupan tahun 2007

sebesar 2745,83 ditutup pada 1335,41 pada akhir 2008. Hal ini memperkuat bahwa

dominasi pihak asing dalam lembaga keuangan Indonesia masih besar. Keluarnya

investor asing meningkatkan penjualan aset investasi dalam rupiah untuk dibelikan mata

uang asing seperti dollar.

Pada masa krisis global yang terjadi sejak beberapa waktu yang lalu, terjadi

keketatan likuiditas global, dengan demikian supply dollar relatif sangat menurun. Hal

inilah yang memeberikan efek depresiasi terhadap Rupiah.

Keketaatan likuiditas global terjadi akibat perusahaan dan rumah tangga lebih

menjaga likuiditasnya untuk berjaga-jaga dari berbagai resiko bisnis yang meningkat

Page 11: #7 Monetary & Fiscal Policies

akibat krisis global. Hal ini yang menyebabkan sulitnya mencari dana talangan dalam

membiayai defisit anggaran pemerintah. Rumah tangga konsumen pun mulai menahan

diri untuk berbelanja guna mengantisipasi terhadap goncangan yang mungkin terjadi.

Keketatan likuiditas diperparah oleh sikap bank yang terlalu berhati-hati dalam

mengucurkan kreditnya dalam rangka meminimalisir terjadinya kredit macet.

Sebenarnya depresiasi Rupiah menguntungkan kondisi dalam negeri, karena secara

teoritis akan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Harga-harga produk dalam

negeri menjadi relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan harga-harga produk

sejenis yang diimpor dari negara lain. Di pasar negara tujuan ekspor Indonesia, konsumen

akan lebih memilih produk dari Indonesia karena harganya lebih murah. Kondisi ini

menyebabkan ekspor Indonesia meningkat.

Namun hal itu tidak terjadi karena negara lain juga mengalami hal yang sama seperti

Indonesia dimana mata uangnya juga mengalami depresiasi. Krisis global membuat daya

beli masyarakat di setiap negara pada umumnya menurun. Sehingga Depresiasi tidak

serta merta membuat ekspor Indonesia meningkat, bahkan ekspor justru turun. 

Berdasarkan laporan BPS awal Maret 2009 lalu, disebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia

pada Januari 2009 hanya sebesar USD 7,15 miliar. Angka ini turun 17,7% dibandingkan

nilai ekspor pada Desember 2008 sebesar USD 8,69 miliar. Bahkan, jika dibandingkan

dengan Januari 2008, nilai penurunannya lebih besar lagi, yakni sebesar 36%.

Faktor III: Dorongan pada laju inflasi.

Kontribusi dorongan laju inflasi pada tahun 2008 dimuali dari lonjakan harga

minyak dunia yang mendorong dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM. Tekanan

inflasi makin tinggi akibat harga komoditas global yang tinggi. Namun inflasi tersebut

berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan

penurunan harga subsidi BBM. Pergerakan inflasi di Indonesia dapat dilihat dari grafik

berikut:

 

Page 12: #7 Monetary & Fiscal Policies

Pergerakan Laju Inflasi Indonesia Periode Januari 2008- April 2009 (Sumber:

www.bi.go.id)

Dari grafik tersebut terlihat bahwa terjadi tekanan inflasi yang tinggi hingga

triwulan III-2008 yakni hingga bulan September 2008. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga

komoditi dunia terutama minyak dan pangan. Lonjakan harga tersebut berdampak pada

kenaikan harga barang yang ditentukan pemerintah (administered prices) seiring dengan

kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Setelah bulan September 2008,

tingkat inflasi mulai turun karena turunnya harga komoditi internasional, pangan dan

energi dunia. Penyebab lain dari terus menurunnya tingkat inflasi adalah kebijakan

Pemerintah menurunkan harga BBM jenis solar dan premium pada Desember 2008, dan

produksi pangan dalam negeri yang relatif bagus. Bahkan awal Desember 2008 terjadi

deflasi sebesar 0,04 persen. Deflasi tersebut terjadi karena menurunnya harga pada sektor

transportasi, konsumsi, dan jasa keuangan. Keberhasilan menurunkan inflasi secara

berangsur-angsur tak lepas dari keberhasilan instansi terkait dalam memitigasi akselerasi

ekspektasi inflasi yang sempat meningkat tajam pasca kenaikan harga BBM. Secara

keseluruhan, inflasi IHK pada tahun 2008 mencapai 11,06 persen, sementara inflasi inti

mencapai 8,29 persen.

Aplikasi Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Resistensi dan Pemulihan Krisis

Global.

Krisis global yang melanda keuangan dunia, ditakutkan akan membawa dampak

bagi perekonomian Indonesia, hal yang ditakutkan adalah kolapsnya industri Indonesia

akibat menurunnya permintaan luar negeri, melemahnya daya beli konsumen dalam

negeri sehingga berujung pada pemutusan hubungan kerja besar-besaran akibat tutupnya

industri-industri terkait. Melambatnya industri dan pengangguran baru akan

menimbulkan dampak sosial, karena tentunya hal tersebut akan menjadi beban dan

tanggungan pemerintah. Untuk menyelamatkan industri maka pemerintah menyiapkan

paket kebijakan baik melalui kebijakan moneter maupun stimulus fiskal.

Page 13: #7 Monetary & Fiscal Policies

Neraca Perdagangan Luar Negeri Indonesia Pra dan Krisis Global

Aplikasi kebijakan moneter yang langsung dilakukan pemerintah adalah melalui

penurunan BI Rate selama tiga kali, hal ini disebabkan penurunan inflasi akibat

perlambatan laju industri. Kebijakan moneter ini juga diharapkan untuk memulihkan dari

perlambatan ekonomi, sehingga masyarakat lebih aktif dalam konsumsi dan diharapkan

juga suku bunga kredit simpanan akan turut turun. sehingga mengurangi cost of fund dari

pihak pengusaha industri.

Dalam bidang fiskal, pemerintah juga telah mencanangkan program yang disebut

dengan program stimulus fiskal yang mencapai Rp 71,3 triliun. Pada saat harga minyak

dunia cenderung menurun sehingga membawa konsekuensi berkurangnya subsidi BBM,

ditambah dengan meningkatnya penerimaan pajak karena efektifitas peningkatan jumlah

pemilik NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan tersedianya anggaran yang tidak

termanfaatkan pada tahun 2008 sebesar Rp 51 triliun, maka kebijakan stimulus fiskal

2009 ini tidak menimbulkan penolakan dari siapapun. Selain itu, karena sektor-sektor

yang menerima fasilitas stimulus fiskal ini cukup selektif dengan kriteria untuk

penyerapan tenaga kerja, meningkatkan daya saing, dan daya beli masyarakat serta

menjaga pertumbuhan ekonomi agar mencapai target yang diharapkan, maka program ini

juga tidak mendapat penolakan dari kalangan non pengusaha. Bahkan pihak pengusaha

yang diuntungkan oleh program ini menghendaki dana stimulus diperbesar lagi, seperti

terlihat dari usulan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang menyarankan

agar nilai stimulus fiskal untuk sektor rill ditambah lagi hingga mencapai Rp 50 triliun.

Pemerintah juga memberikan stimulus fiskal bagi pekerja yang tertuang melalui

Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2009. Ketentuan itu menyatakan Pajak

Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima pekerja pada

kategori usaha tertentu, yang semula dibayar pekerja, menjadi pajak yang ditanggung

pemerintah (DTP).

Kebijakan PPh Pasal 21 DTP ini merupakan salah satu di antara beberapa jenis

stimulus fiskal yang diberikan pemerintah. Tujuannya, untuk mengurangi dampak krisis

keuangan global yang dapat berakibat kepada penurunan kegiatan perekonomian nasional

sekaligus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya pekerja.

Page 14: #7 Monetary & Fiscal Policies

Terkait dengan program stimulus tersebut, pada 5 Januari 2009 pemerintah

mengeluarkan daftar produk yang menerima insentif stimulus bea masuk ditanggung

pemerintah (BM DTP), sebagai berikut :

1)  Ballpoint

2)  Bahan baku dan komponen untuk industri alat berat

3)  Bahan baku dan komponen untuk pembuatan PLTU kapasitas kecil

4)  Bahan baku susu (skim milk powder dan full cream)

5)  Bahan penolong methyltin mercaptide

6)  Bahan baku dan komponen industri otomotif

7)  Komponen elektronik

8)  Telematika (fiber optic dan komponen telekomunukasi)

9)  Bahan baku dan komponen untuk kapal

10) Bahan penolong industri sorbitol

11) Bahan baku dan peralatan untuk produksi film

12) Listrik

13) Alat kesehatan

14) Pesawat terbang

Sedangkan daftar produk yang menerima insentif stimulus Pajak Pertambahan Nilai

(PPn) DTP, sebagai berikut :

1) Bahan baku baja

2) Masin peralatan untuk EPC pembangunan PLTU 10 ribu MW

3) Mesin mini pembuat es untuk perikanan

4) Mesin gudang pendingin untuk perikanan

5) Kain untuk industri pakaian jadi

6) Kulit, sol, dan komponen karet untuk industri alas kaki

7) Bahan baku dan komponen kapal

8) Bahan baku untuk industri karoseri

9) Bahan baku perak untuk industri kerajinan

10)Komponen dan bahan baku untuk gerbong KA

11)Bahan baku dan peralatan untuk produksi film

12) Crum riber

Page 15: #7 Monetary & Fiscal Policies

13) Rotan untuk industri mebel

14) Pakan ikan/udang

15) Bahan bakar nabati nonsubsidi

16) Minyak goreng

17) Migas dan panas bumi

Efektifitas Kebijakan Moneter dan Fiskal Memulihkan Kelesuan Eknomi

Dalam mengurangi dampak perlambatan ekonomi akibat penurunan produksi,

permintaan ekspor yang berkurang, dan melemahnya daya beli masyarakat maka akan

dilihat efek kebijakan moneter dan stimulus fiskal bagi pemulihan ekonomi Indonesia.

Bank Indonesia melalui kebijakannya menurunkan suku bunga acuan (BI rate)

dari puncak inflasi akibat kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2008 sebesar 9.25

persen hingga menjadi 6.75% pada bulan Juli 2009, hal ini diterapkan agar pemerintah

dan masayarakat mampu meningkatkan konsumsinya akibat perlemahan daya beli, akibat

inflasi tahun 2008 yang tinggi. Hal ini terbukti dari meningkatnya kontribusi konsumi

masyarakat dan pemerintah terhadap penerimaan nasional.

Page 16: #7 Monetary & Fiscal Policies

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi yang meningkat diharapkan akan

memulihkan kelesuan permintaan akibat menurunnya ekspor, sehingga konsumsi dari

dalam negeri harus lebih ditingkatkan. Pemberian stimulus fiskal berupa pemotongan

pajak dan subsidi barang-barang produksi industri tertentu, diharapkan akan

meningkatkan konsumsi masyarakat dan juga meningkatkan industri secara berkala yang

semula lesu akibat penurunan permintaan. Tumbuhnya permintaan diharapkan akan

menghidupkan industri yang sempat tutup agar mengurangi masalah sosial akibat adanya

PHK besar-besaran akibat penutupan beberapa sektor industri pada saat krisis global.

Namun juga patut dicermati bahwa suku bunga acuan kredit belum sepenuhnya

didukung oleh suku bunga pinjaman dari bank pemerintah maupun bank swasta. Hal

tersebut juga memberatkan pemulihan industri dari keterpurukan. Patut dimaklumi bahwa

asumsi dari bank dalam rangka mempertahankan suku bunga kredit pinjaman adalah

sebagai premi risiko dari kredit bermasalah (Non performing loan) yang semakin

meningkat di tengah melambatnya perekonomian akibatnya menurunkan kapabilitas

pelau usaha membayar kredit. Sehingga efektifitas dari penurunan BI rate belum

berpengaruh signifikan pada suku bunga kredit pinjaman untuk investasi. Pemerintah

sampai saat ini hanya baru dapat memberikan himbauan kepada bank untuk menurunkan

suku bunga kreditnya.

Di sisi lain penghimpunan dana baik dari pihak domestik maupun pihak asing

melalui penerbitan dan aksi penempatan SBI dan Surat Utang Negara yang memberikan

imbal hasil yang cukup tinggi dibanding negara lain seperti T-bill, memberikan

kontribusi menguatnya nilai tukar rupiah akibat adanya aliran dana asing yang masuk.

Hal ini ditunjukkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang

negara lain seperti dollar Amerika Serikat.

Meningkatnya arus investasi melalui instrumen investasi lain oleh pihak asing seperti

SUN, dan meningkatnya kepercayaan investor asing di pasar modal juga turut memperkuat nilai

tukar rupiah, Hal ini ditunjukkan oleh tabel IHSG dan perdagangan SUN Peningkatan bursa-

Page 17: #7 Monetary & Fiscal Policies

bursa Asia pada akhir kuartal pertama tahun 2009 didorong mulai masuknya investasi asing

dalam pasar modal Indonesia setelah penurunan signifikan bursa-bursa regional.

Sayangnya peningkatan arus investasi finansial yang bersifat jangka pendek ini

tampaknya belum diikuti oleh peningkatan arus investasi riil yang membuka lapangan kerja baru.

Stimulus fiskal memang terbukti dapat mendorong konsumsi, tetapi secara rata-rata, penurunan

cost of fund dari penurunan lending rate bank belum signifikan walaupun penurunan BI Rate

signifikan dilakukan.

Kemungkinan menurunkan agar suku bunga dapat pinjaman turun, adalah pemerintah

sebagai otoritas fiskal harus membelanjakan APBN dengan lebih cepat. Keterlambatan belanja

APBN, menjadi pemicu uang pemerintah menjadi idle di Sertifikat Bank Indonesia (SBI),

akibatnya keadaan finansial di Indonesia mengalami sedikit kekeringan likuidias. Selain itu, BI

sebagai otoritas moneter harus menurunkan outstanding SBI. Jumlah surat utang yang diterbitkan

BI itu harus dikurangi

Kekurangan likuiditas dalam perbankan menyebabkan, arus dana untuk pinjaman

menjadi lebih lambat, sehingga realisasi belanja pemerintah dan pengurangan outstanding SBI

mutlak harus segera dilakukan. Kalau itu dilakukan, akan ada uang baru yang masuk ke sistem

keuangan. Pada akhirnya, perbankan pasti akan mencoba menyalurkan uang baru ke alternatif

investasi yang lain termasuk kredit. Jika sudah banyak bank yang menyalurkan kredit, mereka

akan berkompetisi sehingga pada akhirnya suku bunga kredit akan turun. Pada mulanya kredit

konsumsi kemudian lama kelamaan akan menyebar ke kredit-kredit yang lain termasuk kredit

investasi. Jika sudah banyak bank yang menyalurkan kredit, mereka akan berkompetisi sehingga

pada akhirnya suku bunga kredit akan turun. Dengan penurunan outstanding SBI, perbankan

terpaksa berpikir untuk menyalurkan kredit, jika tidak maka akan ada cost of fund dari deposito,

tabungan yang akan menambah beban jika tidak segera disalurkan dalam bentuk kredit baik

kredit konsumsi maupun investasi.

Page 18: #7 Monetary & Fiscal Policies

KESIMPULAN

Kebijakan fiskal dan moneter merupakan dua alat yang digunakan pemenerintah untuk

membantu menggerakkan ekonomi selama masa krisis yang sedang terjadi. Kebijakan fiskal

merupakan kebijakan di sektor anggaran belanja negara yang memiliki dua instrumen yaitu

perpajakan dan pengeluaran pemerintah. Instrumen didalam kebijakan fiskal digunakan untuk

membantu pemerintah dalam meningkatkan belanjanya disaat ekonomi lesu dan meningkatkan

penerimaan negara saat ekonomi membaik. Di lain sisi kebijakan moneter juga merupakan

sebuah alat bagi pemerintah dalam menggerakkan ekonomi melalui pengaturan sektor keuangan

untuk menjalankan perekonomian. Instrumen di dalam kebijakan moneter mengatur suplai uang

di masyarakat untuk menggerakan perekonomian.

Sejalan dengan tema pembangunan nasional yaitu “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Dan Pengurangan Kemiskinan”, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam

tahun 2009 diarahkan kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu

pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Di samping hal tersebut di atas, kebijakan

alokasi anggaran akan tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan

operasional pemerintahan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Kebijakan ekonomi dan fiskal tahun 2009 disusun dan dirancang dengan dilandasi sikap

untuk terus waspada dan terbuka terhadap perubahan, dan mampu secara fleksibel untuk

merespon perubahan yang mungkin terjadi. Meskipun demikian APBN 2009 harus tetap dapat

memberikan arah yang jelas dan pasti mengenai kebijakan ekonomi dan fiskal, yang dapat

dijadikan landasan pedoman bagi seluruh pelaku ekonomi dan Pemerintah dalam menjalankan

aktivitas dan rencana kerjanya. Tujuan untuk membangun perekonomian yang kokoh dan sehat,

serta struktur anggaran yang fleksibel dan mampu melakukan fungsi stabilisasi terus diupayakan.

Dua jenis kebijakan ini digunakan secara bersama oleh pemerintah untuk mendapatkan

efek yang paling baik dalam menggerakkan perekonomian di saat lesu. Stimulus kebijakan fiskal

diberikan pada industri yang terkena dampak krisis global. Stimulus diharapkan mampu

membantu industri melewati masa sulit, melalui kemudahan pajak seperti pajak impor bahan

maupun pajak eksor produksi. Kebijakan fiskal juga dapat mengangkat industri yang sedang lesu

ataupun industri yang dalam masa menurun. Diharapkan industri yang dapat bertahan akan tetap

Page 19: #7 Monetary & Fiscal Policies

memberikan sumbangan penyerapan tenaga kerja, pemberian upah yang akan digunakan sebagai

konsumsi, sehingga ekonomi tetap berjalan.

Kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan fiskal diharapkan dapat menggerakkan

ekonomi melalui penurunan tingkat suku bunga bank sentral yang dapat diikuti oleh perbankan

dan akan digunakan secara baik oleh industri – industri. Melalui kredit yang rendah ini

diharapkan dunia industri dapat tetap beroperasi melalui sumber pendanaan perbankan. Apabila

industri beroperasi maka ekonomi dapat bergerak dan bertumbuh, hal inilah yang dipercayai

kaum monetaris bahwa kebijakan moneter memiliki peran yang cukup untuk membantu

pertumbuhan PDB secara keseluruhan.

Kebijakan moneter harus mampu menjaga keseimbangan antara menggairahkan sektor

riil, menjaga kestabilan harga, menjaga ketenangan pasar keuangan dan mengawal integritas

sistem keuangan. Oleh sebab itu, Bank Indonesia akan senantiasa melonggarkan kebijakan

moneter dan likuiditas yang tentunya diselaraskan dengan pengukuran dan pemantauan terhadap

indikator-indikator terkait. Tekanan inflasi akibat penurunan permintaan dan penurunan harga

komoditas di pasar internasional pada pertengahan tahun 2008 mulai mereda. Momentum

penurunan inflasi ini mendorong bank sentral di beberapa negara melakukan pelonggaran

kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga guna mendorong pertumbuhan kegiatan

ekonomi (BI, 2009). Pada bulan Desember 2008 Fed Fund Rate mencapai titik terendahnya

0,25%, sementara suku bunga European Central Bank turun menjadi 2,50%. BI rate juga

mengalami penurunan menjadi 9,25% pada Desember 2008 yang berlanjut hingga menjadi

7,75% pada Maret 2009. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 Juli 2009 memutuskan

untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps, dari 7,0% menjadi 6,75%. Keputusan itu dilakukan

dengan mempertimbangkan masih menurunnya tekanan inflasi ke depan dan masih

diperlukannya kebijakan moneter yang longgar untuk mendukung optimisme masyarakat dan

dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Meskipun BI rate mengalami penurunan

tetapi iklim investasi di Indonesia diperkirakan masih cukup menarik, karena secara riil tingkat

bunga di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya.

Terkait dengan kebijakan moneter yang mendukung sektor riil maka diperlukan

kebijakan yang dapat memperkuat fungsi intermediasi perbankan. Salah satu program terkait

dengan hal ini adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR dan juga kredit

UMKM diharapkan dapat terus berjalan dengan tingkat pertumbuhan yang cukup siginifikan.

Page 20: #7 Monetary & Fiscal Policies

Kredit jenis ini sangat penting artinya bagi masyarakat kecil agar dapat terus bertahan dan

mengembangkan usahanya pada masa-masa sulit seperti tahun 2009 ini.

Untuk dapat terus memfasilitasi aliran kredit, Bank Indonesia telah mengeluarkan

ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi perbankan dalam

menyalurkan kredit. Ketentuan-ketentuan tersebut mencakup beberapa hal seperti:

memperpanjang masa transisi penerapan Basel II untuk perhitungan beban modal risiko

operasional, menyederhanakan tatacara pembukaan kantor bank, termasuk syariah,

menyesuaikan bobot ATMR untuk Kredit Usaha Kecil dengan skim penjaminan, menyesuaikan

tatacara penilaian kredit dalam jumlah tertentu, memberikan fasilitas transaksi USD repurchase

agreement (repo) bank kepada Bank Indonesia, dan mengurangi kewajiban pembentukan

Penyisihan Penghapusan Aktiva Non Produktif (yaitu untuk abandoned assets).

Ke depannya, Bank Indonesia juga akan mengeluarkan kebijakan untuk mendukung

ketentuan-ketentuan yang terkait dengan dengan upaya peningkatan transparansi perbankan,

penguatan efektifitas manajemen risiko likuiditas, dan produk-produk derivatif industri

perbankan. Dengan kebijakan ini diharapkan, seluruh pelaku industri perbankan, baik bank

umum konvensional maupun syariah, akan memiliki ruangan yang cukup untuk tetap

menjalankan fungsi intermediasinya, dengan tetap menempatkan penerapan prinsip kehati-hatian

dan manajemen risiko sebagai prioritas utama.

Dua kebijakan yang sama – sama ditujukan untuk menggerakkan ekonomi ini akan tetap

digunakan bila ekonomi membaik. Industri yang dapat bertahan akan memberikan peningkatan

pendapatan negara melalui pajak serta konsumsi dari pekerja industri.

Page 21: #7 Monetary & Fiscal Policies

REFERENSI

PT. Roda Cipta Semesta. Stimulus Moneter Lebih Potensial, Penyaluran Kredit oleh BI Perlu Dipertimbangkan. Kompas. 17 Februari 2009.

Mudrajad,Kuncoro. Stimulus,Kebijakan yang Harus Mulus. Investor Daily. 10 Maret 2009.

Mudrajad,Kuncoro. Efektifitas Stimulus Kebijakan?. Suara Pembaruan. 2 Februari 2008.

Mudrajad,Kuncoro. Urgensi Stimulan Kebijakan di Tengah Krisis. Suara Pembaruan. 2 Desember 2008.

http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1140000http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1160000http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=pbb&info1=1http://www.tarif.depkeu.go.id/Ind/www.vibiznews.com/articles