27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mielitis transversalis (MT) merupakan proses inflamasi akut yang mengenai suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai minggu. Ketika level maksimal dari deficit neurologis telah tercapai, sekitar 50% pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan 80-94% pasien mengalami kebas-kebas, parestesia atau band-like disestesia. Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi, kesulitan untuk miksi, dan konstipasi 1 . MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi 1-4 kasus baru per 1 juta penduduk per tahun. MT dapat mengenai individu pada semua umur (6 bulan-88 tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Tidak ada faktor 1

74120773 Makalah Transverse Myelitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nnnn

Citation preview

Page 1: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mielitis transversalis (MT) merupakan proses inflamasi akut yang

mengenai suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai

karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik,

otonom, dan traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau

subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai

beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari

sampai minggu. Ketika level maksimal dari deficit neurologis telah tercapai,

sekitar 50% pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung

kemih, dan 80-94% pasien mengalami kebas-kebas, parestesia atau band-like

disestesia. Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi,

kesulitan untuk miksi, dan konstipasi1.

MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi 1-4 kasus baru per

1 juta penduduk per tahun. MT dapat mengenai individu pada semua umur

(6 bulan-88 tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur 10-19 tahun dan 30-39

tahun. Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi

MT1.

Sekitar 1/3 pasien MT sembuh dengan sedikit sampai tidak ada sekuele

setelah serangan pertama, 1/3 pasien sembuh dengan disabilitas permanen derajat

sedang, dan 1/3 lainnya tidak mengalami penyembuhan dan mengalami disabilitas

berat1.

Beberapa tampilan klinis seperti progresi cepat dari gejala klinis, adanya

nyeri punggung bawah, dan adanya syok spinal menjadi indikator prognosis yang

buruk untuk kesembuhan. Hilangnya konduksi sentral pada evoked potential

testing dan terdapatnya protein 14-3-3 di dalam CCS selama fase akut juga

diprediksikan memiliki prognosis yang buruk1.

1

Page 2: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

1.2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah pediatri sosial ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Neurologi

RSUP H. Adam Malik Medan

2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan

pembaca, terutama mengenai manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana

mielitis transversalis.

2

Page 3: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Mielitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang

mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya

perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis

pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis2.

Gangguan pada medulla spinalis ini biasanya melibatkan traktus spinotalamikus,

traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus anterior3.

Pada tahun 1948, dr.Suchett-Kaye seorang neurologis dari Inggris

mengenalkan terminologi acute transverse mielitis dalam laporannya terhadap

suatu kasus komplikasi mielitis transversalis setelah pneumonia. Transverse

menggambarkan secara klinis adanya band-like area horizontal perubahan sensasi

di daerah leher atau torak. Sejak saat itu, sindrom paralisis progresif karena

inflamasi di medula spinalis dikenal sebagai mielitis transversalis. Inflamasi

berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah lesi dan potensial

menimbulkan kerusakan2.

2.2. Epidemiologi

Mielitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara

satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun2. Meskipun

gangguan ini dapat terjadi pada umur berapapun, kasus terbanyak terjadi pada

umur 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus

per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses demielinisasi yang didapat,

khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola yang khusus dari myelitis

transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riwayat penyakit dalam

keluarga4.

3

Page 4: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

2.3. Etiologi

Etiologi MT merupakan gabungan dari beberapa faktor. Namun, pada

beberapa kasus, sindroma klinis MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf

yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya.

Pada beberapa kasus lainnya, MT disebabkan oleh infeksi mikroba langsung pada

SSP. 30-60% pasien MT dilaporkan menderita infeksi dalam 3-8 minggu

sebelumnya dan bukti serologis infeksi akut oleh rubella, campak, infeksi

mononucleosis, influenza, enterovirus, mikoplasma atau hepatitis A, B, dan C.

Patogen lainnya yaitu virus herpes (CMV, VZV, HSV1, HSV2, HHV6, EBV),

HTLV-1, HIV-1 yang langsung menginfeksi medulla spinalis dan menimbulkan

gejala klinis MT. Borrelia burgdorferi (Lyme neuroborreliosis) dan Treponema

pallidum (sifilis) juga dikaitkan dengan infeksi langsung SSP dan MT1.

MT telah dihubungkan dengan penyakit autoimmune sistemik seperti LES.

Beberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan

dengan gejala LES yang aktif1.

2.4. Patogenesis

Mielitis transversalis akut post-vaksinasi

Evaluasi otopsi dari medulla spinalis menunjukkan hilangnya akson yang

berat dengan demielinisasi ringan dan infiltrasi sel mononuclear, terutama limfosit

T pada nerve roots dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi

sel limfosit di perivaskular dan parenkim di grey matter terutama pada anterior

horns. Beberapa studi menyimpulkan vaksinasi dapat menginduksi proses

autoimun yang berkembang menjadi MT5.

MTA Parainfeksi

Sebanyak 30-60% kasus idiopatik myelitis transversalis, terdapat adanya

keluhan respirasi, gastrointestinal, atau penyakit sistemik sebelumnya. Kata

“parainfeksi” telah digunakan untuk injuri neurologis yang diakibatkan oleh

infeksi mikroba langsung dan injuri yang diakibatkan oleh infeksi, infeksi

4

Page 5: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

mikroba langsung dengan kerusakan yang dimediasi oleh imun, atau infeksi yang

asimptomatik dan diikuti respon sistemik yang menginduksi kerusakan saraf.

Beberapa virus herpes telah dikaitkan dengan myelitis, dan mungkin menjadi

penyebab infeksi langsung terhadap sel saraf di medulla spinalis. Agen lainnya,

seperti Listeria monocytogenes dibawa ke dalam akson ke saraf di medulla

spinalis. Dengan menggunakan beberapa cara, suatu agen dapat mencapai akses

ke lokasi yang kaya system imun, menghindari system imun yang berada pada

organ lainnya. Mekanisme tersebut dapat menjelaskan inflamasi yang terbatas

pada suatu focus area di medulla spinalis yang dapat dilihat pada pasien MT5.

Mimikri molekuler

Mimikri molekuler sebagai mekanisme untuk menjelaskan inflamasi sistem

saraf sengat bagus diimplementasikan pada kasus GBS. Infeksi Campilobakter

jejuni dibuktikan menjadi penyebab yang penting yang mendahului terjadinya

GBS. Jaringan saraf manusia mengandung beberapa subtipe ganglioside moieties

seperti GM1, GM2, dan GQ1b di dalam dinding selnya. Komponen khas

gangliosid manusia, asam sialik, juga ditemukan pada permukaan antigen C.

jejuni dalam selubung luar lipopolisakarida. Antibody yang bereaksi dengan

gangliosid C. jejuni ditemukan dalam serum pasien GBS, dan telah dibuktikan

berikatan dengan saraf perifer, mengikat komplemen, dan merusak transmisi saraf.

Mimikri molekuler pada MTA juga dapat terjadi akibat pembentukan

autoantibody sebagai respon terhadap infeksi yang terjadi sebelumnya5.

Microbial superantigen-mediated inflammation

Hubungan lain antara riwayat infeksi sebelumnya dengan terjadinya MTA

yaitu dengan aktivasi limfosit fulminan oleh superantigen mikroba. Superantigen

merupakan peptide mikroba yang mempunyai kapasitas unik untuk menstimulasi

sistem imun, dan berkontribusi terhadap penyakit autoimun yang bervariasi.

Superantigen yang telah diteliti yaitu enterotoksin Stafilokokus A sampai I,

toksin-1 sindrom syok toksik, dan eksotoksin piogen Streptokokus. Superantigen

mengaktivasi limfosit T dengan jalur yang unik dibandingkan dengan antigen

5

Page 6: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

konvensional. Terlebih lagi, tidak seperti antigen konvensional, superantigen

dapat mengaktivasi limfosit T tanpa adanya molekul ko-stimulan. Dengan adanya

ssperbedaan ini, superantigen dapat mengaktivasi antara 2-20% limfosit yang

bersirkulasi dibandingkan dengan antigen konvensional. Selain itu, superantigen

sering menyebabkan ekspansi yang diikuti dengan delesi klon limfosit T yang

menyebabkan terbentuknya “lubang” pada limfosit T selama beberapa saat setelah

aktivasi5.

Stimulasi sejumlah besar limfosit dapat mencetuskan penyakit autoimun

dengan mengaktivasi klon sel T autoreaktif. Pada manusia, banyak laporan

ekspansi golongan selected Vb pada pasien dengan penyakit autoimun, yang

menunjukkan adanya paparan superantigen sebelumnya. Sel T autoreaktif yang

diaktivasi oleh superantigen memasuki jaringan dan tertahan di dalam jaringan

dengan paparan berulang dengan autoantigen. Di sistem saraf pusat, superantigen

yang diisolasi dari Stafilokokus menginduksi paralisis pada tikus eksperimen.

Pada manusia, pasien dengan ensefalomyelitis diseminata akut dan mielopati

nekrotikan ditemukan memiliki superantigen piogen Streptokokus yang

menginduksi aktivasi sel T yang melawan protein dasar myelin5.

Abnormalitas Humoral

Salah satu proses di atas dapat menyebabkan abnormalitas fungsi sistem

humoral, dengan berkurangnya kemampuan untuk membedakan “self” dan “non-

sel”. Pembentukan antibodi yang abnormal dapat mengaktivasi komponen lainnya

dari sistem imun atau menarik elemen-elemen seluler tambahan ke medulla

spinalis. Antibody yang bersirkulasi dapat membentuk kompleks imun dan

terdeposit di suatu area di medulla spinalis5.

2.5. Manifestasi Klinis

Mielitis transversalis dapat timbul berdiri sendiri atau bersama-sama dengan

penyakit lain. Mielitis transversalis dikatakan akut bila tanda dan gejala

berkembang dalam hitungan jam sampai beberapa hari, sedangkan sub akut gejala

klinis berkembang lebih dari 1–2 minggu. Simptom myelitis transversalis

6

Page 7: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

berkembang cepat dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Sekitar 45%

pasien mengalami perburukan secara maksimal dalam 24 jam2.

Diagnostik pada penderita ini ditandai dengan karakteristik secara klinis

berkembangnya tanda dan gejala dari disfungsi neurologi pada saraf motorik,

sensoris dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis baik akut maupun

subakut. Inflamasi di dalam medula spinalis memutus jaras-jaras ini dan

menyebabkan hadirnya simptom umum dari myelitis transversalis2.

Kelemahan digambarkan sebagai paraparesis yang berlangsung progresif

cepat, dimulai dari kaki dan sebagai tambahan dapat juga diikuti keterlibatan

tangan. Kelemahan mungkin yang pertama dicatat dengan adanya tanda gambaran

keterlibatan traktus piramidal yang berlangsung perlahan-lahan pada minggu

kedua setelah OS sakit2.

Keterlibatan level sensoris dapat ditemukan hampir pada semua kasus. Nyeri

dapat timbul pada punggung, ekstremitas atau perut. Parastesia merupakan tanda

awal yang paling umum myelitis transversalis pada orang dewasa dan tidak pada

anak-anak. Sensasi berkurang di bawah level keterlibatan medula spinalis pada

sebagian besar pasien, begitu pula nyeri dan suhu2.

Simptom otonom bervariasi terdiri dari peningkatan urinary urgency,

inkontinesia urin dan alvi (kesulitan atau tak dapat buang air), pengosongan yang

tidak sempurna atau konstipasi perut. Juga sering didapatkan sebagai akibat

keterlibatan sistem saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi seksual. Lebih dari

80% pasien mendapatkan tanda klinis pada tingkat yang paling parah dalam 10

hari sesudah onset dari simptom, walaupun perburukan fungsi neurologis

bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya berlangsung dalam 4-21 hari2.

2.6. Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk Mielitis Transversalis Akut Idiopatik dapat dilihat

pada tabel 2.1. Diagnosis MTA harus memenuhi semua kriteria inklusi dan tidak

ada satupun kriteria eksklusi yang terpenuhi. Diagnosis MTA yang berhubungan

dengan penyakit lain harus memenuhi semua kriteria inklusi dan pasien juga

memiliki manifestasi klinis dari penyakit yang dicantumkan di kriteria ekslusi6.

7

Page 8: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Mielitis Transversalis

Inclusion criteria1) Development of sensory, motor or autonomic dysfunction

attributable to the spinal cord2) Bilateral signs or symptoms (although not necessarily symmetric)3) Clearly-defined sensory level4) Exclusion of extra-axial compressive etiology by neuroimaging

(MRI or myelography; CT of spine not adequate)5) Inflammation within the spinal cord demonstrated by CSF

pleocytosis or elevated IgG index or gadolinium enhancement. If none of the inflammatory kriteria is met at symptom onset, repeat MRI and LP evaluation between 2 and 7 days after symptom onset meets kriteria

6) Progression to nadir between 4 h and 21 days after the onset of symptoms (if patient awakens with symptoms, symptoms must become more pronounced from point of awakening)

Exclusion criteria1) History of previous radiation to the spine within the past 10 years2) Clear arterial distribution clinical deficit consistent with thrombosis

of the anterior spinal artery3) Abnormal flow voids on the surface of the spinal cord consistent

with AVM4) Serological or clinical evidence of connective tissue disease

(sarcoidosis, Behcet's disease, Sjogren's syndrome, SLE, mixed connective tissue disorder, etc.)a

5) CNS manifestations of syphilis, Lyme disease, HIV, HTLV-1, mycoplasma, other viral infection (e.g. HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, HHV-6, enteroviruses)a

(a) Brain MRI abnormalities suggestive of MSa

(b) History of clinically apparent optic neuritisa

AVM, Arteriovenous malformation; CMV, cytomegalovirus; CNS, central nervous system; CSF, cerebrospinal fluid; CT, computed tomography;

8

Page 9: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

EBV,Epstein±Barr virus; HHV, human herpesvirus; HSV, herpes simplex virus; HTLV, human T cell leukemia virus; LP, lumbar puncture; MRI, magnetic resonance imaging; MS, multiple sclerosis; SLE, systemic lupus erythematosus. aDo not exclude disease-associated acute transverse myelitis.(Dikutip dari: Transverse Mielitis Consortium Working Group. Proposed diagnostik kriteria and nosology of acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499-5

2.7. Diagnosis Banding

Tabel 2.2. Diagnosis Banding dari Mielitis Transversalis

Inflamasi Non-Inflamasi

Kompresi Osteofit Diskus Metastasis trauma

Penyakit Demielinisasi sklerosis multiple optik neuromyelitis ensefalomyelitis diseminata

akut myelitis transversalis akut

idiopatikTumor Infeksi

Virus: coxsackie, mumps, varicella, CMV

Tuberculosis Mikoplasma

Sindrom Paraneolastik Penyakit inflamasi Lupus eritematosus

sistemik Neurosarkoidosis

(Dikutip dari: Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach to the Diagnosis of Acute Transverse Myelitis. Semin Liver Dis 2008; 1; 105-120. [Diakses 20 November 2011])

2.8. Pemeriksaan Penunjang

MRI

9

Page 10: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

Evaluasi awal untuk pasien myelopati harus dapat menentukan apakah ada

penyebab structural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau

spondilolistesis) atau tidak. Idealnya, MRI dengan kontras gadolinium harus

dilakukan dalam beberapa jam setelah presentasi6.

CT-myelografi

Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat untuk menilai kelainan

struktural, CT-myelografi dapat menjadi alternative selanjutnya, tetapi

pemeriksaan ini tidak dapat menilai medulla spinalis6.

Punksi Lumbal

Jika tidak terdapat penyebab structural, punksi lumbal merupakan

pemeriksaan yang harus dilakukan untuk membedakan myelopati inflamasi

ataupun non-inflamasi. Pemeriksaan rutin CSF (hitung sel, jenis, protein, dan

glukosa) dan sitologi CSF harus diperiksa6.

Kultur CSF, PCR, titer antibodi

Manifestasi klinis seperti demam, meningismus, rash, infeksi sistemik

konkuren (pneumonia atau diare), status immunokompromise (AIDS atau

penggunaan obat-obat immunosuppresan), infeksi genital berulang, sensasi

terbakar radikuler dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis zoster,

atau adenopati sugestif untuk etiologi infeksi dari MTA. Pada kasus seperti

ini, kultur bakteri dan virus dari CSF, PCR, dan pemeriksaan titer antibody

harus dilakukan6.

Pemeriksaan Lainnya

Manifestasi klinis lainnya dapat mengarahkan diagnosis untuk penyakit

inflamasi sistemik seperti Sindrom Sjogren, sindrom antifosfolipid, LES,

sarkoidosis, atau penyakit jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini,

pemeriksaan yang harus dilakukan: ACE level, ANA, anti ds-DNA, SS-A

(Ro), SS-B (La), antibody antikardiolipin, lupus antikoagulan, 2-glikoprotein,

dan level komplemen6.

Tabel 2.3. Test Diagnostik untuk Mielitis TransversalisKemungkinan Penyebab Pemeriksaan Penunjang

10

Page 11: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

Infeksi Serologi darah; kultur, serologi, dan PCR CSF; Foto Thorax dan pemeriksaan imaging lainnya dengan indikasi

Autoimun Sistemik atau Penyakit Inflamasi

Pemeriksaan Fisik; pemeriksaan serologi; Foto Thorax dan Sendi; pemeriksaan imaging lainnya dengan indikasi

Paraneoplastik Foto Thorax, CT scan, PET; antibody paraneoplastik serum dan CSF

Acquired CNS Demyelinating Disease (sklerosis multiple, optic neuromyelitis)

MRI otak dengan kontras gadolinium; CSF rutin; pemeriksaan visual evoked potential; serum NMO-IgG

Post infeksi atau post vaksinasi Anamnesis riwayat infeksi dan vaksinasi sebelumnya; konfirmasi serologi adanya infeksi; eksklusi penyebab lain

(Dikutip dari: Frohman EM, Wingerchuk DM. 2010. Transverse Myelitis. The New England Journal of Medicine 2010;363:564-72)

11

Page 12: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

Gambar 2.1. Alur Diagnostik untuk Mielitis Transversalis Akut6

12

Page 13: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

2.9. Penatalaksanaan

Immunoterapi inisial

Tujuan terapi selama fase akut myelitis adalah untuk menghambat

progresivitas dan menginisiasi resolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga

dapat mempercepat perbaikan secara klinis. Kortikosteroid merupakan terapi lini

pertama. Sekitar 50-70% pasien mengalami perbaikan parsial atau komplit.

Regimen intravena dosis tinggi (1000 mg metilprednisolon setiap hari, biasanya

selama 3-5 hari) diberikan kepada pasien. Regimen oral dapat digunakan pada

kasus pasien myelitis episode ringan yang tidak perlu dirawat inap. Efek yang

tidak diinginkan pada terapi kortikosteroid yaitu gejala gastrointestinal, insomnia,

nyeri kepala, kecemasan, hipertensi, manic, hiperglikemia, dan gangguan

elektrolit4.

Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada pasien yang tidak respon

dengan pemberian kortikosteroid. Hipotensi, gangguan elektrolit, koagulopati,

trombositopenia, thrombosis yang berhubungan dengan pemasangan kateter, dan

infeksi merupakan komplikasi dari tindakan ini4.

Plasmapharesis berguna pada pasien yang masih memiliki sisa fungsi

sensorimotor saat pertama kali serangan, tetapi pada pasien yang kehilangan

fungsi sensorimotor mengalami perbaikan hanya ketika diterapi dengan

siklofosfamid dan plasmapharesis. Pada pasien demielinisasi, imunomodulator

long-acting atau terapi imunosupressan menunjukkan pengurangan risiko

serangan berulang4.

Respirasi dan Oropharyngeal Support

Mielitis transversalis dapat menyebabkan gagal nafas apabila medulla

spinalis servikal atas dan batang otak telah terlibat. Oleh karena itu, pemeriksaan

regular dari fungsi pernapasan dan orofaring dibutuhkan selama perjalanan

penyakit. Dispnea, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, atau batuk yang lemah

memerlukan pemeriksaan lanjutan dari fungsi paru-paru dan kapasitas respirasi

paksa. Intubasi dengan ventilasi mekanik diperlukan pada beberapa pasien.

13

Page 14: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

Disartria, disfagia, atau penurunan fungsi lidah atau refleks muntah memerlukan

pemeriksaan fungsi menelan untuk menentukan apakah pemakaian feeding tube

diperlukan atau tidak4.

Kelemahan Otot dan Komplikasi Imobilisasi

Pemberian heparin low-moleculer weigth sebagai profilaksis untuk

thrombosis vena dalam dianjurkan untuk pasien dengan imobilisasi. Perubahan

posisi yang sering ketika duduk atau saat tidur dapat membantu mempertahankan

integritas kulit dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. Kolaborasi dengan

fisioterapis harus dipertimbangkan sehingga neurorehabilitasi multidisiplin dapat

dimulai secepatnya. Sustained-release potassium-channel blocker dan 4-

aminopyridine oral menunjukkan hasil yang baik dengan meningkatkan kecepatan

pasien berjalan pada pasien dengan multiple sklerosis, mungkin dengan

memperpanjang durasi dari potensial aksi. Walaupun demikian, studi tentang efek

agen ini pada pasien myelitis transversalis belum diteliti secara khusus4.

Abnormalitas Tonus

Myelitis yang berat menyebabkan hipotonia pada fase akut (spinal shock),

tetapi biasanya diikuti dengan peningkatan resistensi terhadap pergerakan

(spastisitas tonus), bersama dengan spasme otot involunter (spastisitas fasik).

Spastisitas merupakan respon adaptif, tetapi jika berlebihan, nyeri atau intrusive,

memerlukan terapi dengan fisioterapi atau obat-obatan. Penelitian controlled trials

meneliti bahwa baclofen, tizanidine, dan benzodiazepin sebagai terapi untuk

pasien dengan spastisitas akibat gangguan otak dan korda spinalis4.

Nyeri

Nyeri merupakan manifestasi yang sering muncul selama dan setelah

serangan myelitis dan dapat disebabkan oleh injuri langsung pada saraf (nyeri

neuropatik), factor ortopedik (nyeri akibat perubahan posisi atau bursitis),

spastisitas, atau kombinasi dari beberapa faktor ini. Nyeri neuropatik merespon

14

Page 15: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

baik dengan agen antikonvulsan, obat-obatan anti-depressan (tricyclic

antidepressants dan reuptake inhibitors of serotonin dan norepinefrin), NSAIDS,

dan narkotik4.

Malaise

Pergerakan yang terbatas, obat-obatan, nyeri, dan faktor lainnya berkontribusi

terhadap malaise yang berlebihan setelah serangan myelitis. Data dari randomized

controlled trials menunjukkan efikasi amantadin untuk terapi malaise akibat

multiple sklerosis, dan pada satu studi modafinil bisa menjadi terapi pilihan.

Stimulant seperti dekstroamfetamin atau metilfenidat pernah digunakan untuk

terapi malaise yang berat dan refrakter yang terjadi setelah episode myelitis, tetapi

manfaat agen ini untuk tatalaksana pasien dengan myelitis belum pernah diteliti

dengan randomized, controlled trials4.

Disfungsi Usus dan Genitourinari

Pemasangan kateter biasanya diperlukan selama myelitis transversalis pada

fase akut karena retensi urin. Setelah fase akut, hiperrefleksia detrusor biasanya

muncul dengan ciri-ciri frekuensi berkemih yang sering, inkontinensia, dan

persepsi spasme kandung kemih. Gejala ini biasanya berkurang dengan pemberian

antikolinergik (oxybutinin dan tolterodin). Pemeriksaan ultrasonografi untuk

memeriksa volume urin yang tersisa setelah miksi berguna untuk menyingkirkan

retensi urin, tetapi studi urodinamis mungkin diperlukan untuk menilai disfungsi

urin. Obat yang menghambat reseptor α1-adrenergik dapat membantu relaksasi

sfingter urin dan pengosongan urin pada pasien dengan hiperaktivitas sfingter,

tetapi beberapa pasien memerlukan kateterisasi intermitten untuk mengosongkan

kandung kemih4.

Pada fase akut dan kronik myelitis transversalis, disfungsi usus dicirikan

dengan konstipasi dan risiko impaksi, kesulitan mengosongkan usus, dan pada

beberapa kasus inkontinensia yang biasanya disebabkan gangguan pemrograman

usus untuk mengurangi konstipasi dan kontrol waktu defekasi4.

15

Page 16: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

Disfungsi seksual merupakan konsekuensi yang sering dari myelitis transversalis.

Manifestasinya yaitu berkurangnya sensasi genital, nyeri, dan berkurangnya

kemampuan untuk orgasme, atau anorgasmia4.

Konsultasi Psikiater

Gangguan mood dan kecemasan sering menjadi komplikasi jangka panjang

pada pasien myelitis transversalis dan dapat memperngaruhi gejala lainnya, seperti

nyeri dan gangguan fungsi seksual. Farmakoterapi sering diresepkan, sebagai

terapi tunggal atau dikombinasikan dengan konsultasi dengan psikolog4.

2.10. Prognosis

Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien

menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan

mungkin terjadi cepat selama 3–6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut

walaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita

ini kemajuan pengobatan tampak pada 2 minggu terapi2.

16

Page 17: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

2.11. Kesimpulan

Myelitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang

mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya

perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis

pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis2.

Etiologi MT merupakan gabungan dari beberapa faktor. Namun, pada beberapa

kasus, sindroma klinis MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf yang

disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya1. Gejala

dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa jam pada

beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai minggu.

Ketika level maksimal dari deficit neurologis telah tercapai, sekitar 50% pasien

kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan 80-94%

pasien mengalami kebas-kebas, parestesia atau band-like disestesia. Gejala

otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi, kesulitan untuk miksi,

dan konstipasi1.

Kortikosteroid merupakan terapi lini pertama. Sekitar 50-70% pasien

mengalami perbaikan parsial atau komplit4. kebanyakan pasien menunjukkan

pemulihan fungsi neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat

selama 3–6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat berlangsung

dengan lebih lambat sampai 2 tahun2.

2.12. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Kerja sama dari berbagai pihak diperlukan dalam meningkatkan keberhasilan

terapi pada pasien myelitis transversalis

2. Setiap pihak yang bertanggung jawab terhadap kesehatan terutama dalam

bidang neurologi harus memahami mengenai etiologi, pathogenesis, diagnosis,

terapi, dan prognosis dari myelitis transversalis

17

Page 18: 74120773 Makalah Transverse Myelitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Kerr, D, 2001. Current Therapy in Neurologic Disease: Transverse Myelitis.

6th ed. [Diakses 20 November 2011]

2. Tapiheru LA, Sinurat PPO, Rintawan K. 2007. Laporan Kasus: Myelitis

Transversalis. Majalah Kedokteran Nusantara 2007;40;e235 [Diakses 20

November 2011]

3. Al Deeb SM, Yaqub BA, Bruyn GW, Biary NM. 1997. Acute Transverse

Myelitis: A Localized Form of Postinfectious Encephalomyelitis. Brain 1997;

120; 1115-1122 [Diakses 20 November 2011]

4. Frohman EM, Wingerchuk DM. 2010. Transverse Myelitis. The New England

Journal of Medicine 2010;363:564-72. [Diakses 20 November 2011]

5. Kerr DA, Ayetey H. 2002. Immunopathogenesis of Acute Transverse

Myelitis. Current Opinion in Neurology 2002, 15:339±347 [Diakses 20

November 2011]

6. Transverse Myelitis Consortium Working Group. 2002. Proposed Diagnostik

Kriteria and Nosology of Acute Transverse Myelitis. Neurology 2002; 59;

499-505. [Diakses 20 November 2011]

7. Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach to the Diagnosis of Acute

Transverse Myelitis. Semin Liver Dis 2008; 1; 105-120. [Diakses 20

November 2011]

18