123
Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 2: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 3: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 4: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 5: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 6: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 7: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 8: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 9: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 10: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 11: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 12: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 13: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 14: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 15: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 16: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi

tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil

mencapai target Millenium Development Goals (MDG), beban ganda akibat

peningkatan epidemi human immunodeficiency virus (HIV) akan memengaruhi

peningkatan kasus TB di masyarakat.1 Peringkat TB saat ini sejalan dengan HIV

sebagai penyebab kematian di dunia. Angka kematian akibat HIV pada tahun

2014 sebesar 1,2 juta orang, termasuk didalamnya 0,4 juta orang dengan

tuberkulosis. Secara umum, 12% dari 9,6 juta TB paru kasus baru pada tahun

2014 dengan HIV positif.2 Di Indonesia, diperkirakan sekitar 3% pasien TB

dengan status HIV positif dan data Kementerian Kesehatan RI hingga akhir

Desember 2010 menyebutkan secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang

dilaporkan berjumlah 24.131 kasus dengan infeksi penyerta terbanyak adalah TB

yaitu sebesar 11.835 kasus (49%).1

Pada beberapa individu dengan HIV, berkembangnya TB aktif merupakan

tanda awal penyakit acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Tuberkulosis

aktif sering terjadi pada kadar hitung limfosit CD-4 yang lebih tinggi. Kedua

penyakit ini mempercepat berkembangnya penyakit penyerta HIV lainnya.

Tuberkulosis aktif menyebabkan penurunan kadar CD-4, meningkatkan replikasi

virus HIV, dan memperpendek ketahanan hidup penderita HIV. Infeksi HIV akan

mengganggu cell-mediated immunity, meningkatkan risiko infeksi TB, dan

reaktivasi TB laten pada orang dewasa dan anak-anak.3

Hubungan antara TB dan malnutrisi telah lama diketahui.4 Secara umum

malnutrisi dapat menyebabkan gangguan signifikan beberapa mekanisme proteksi

imun termasuk cell-mediated immunity, fungsi fagosit, kadar antibodi, dan

produksi sitokin.3 Sebagian besar pasien dengan TB aktif berada pada kondisi

katabolik, mengalami penurunan berat badan (BB), dan beberapa menunjukkan

tanda-tanda defisiensi vitamin dan mineral saat diagnosis.5 Berkembangnya TB

secara progresif menyebabkan wasting dan hilangnya massa otot, serta

1

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 17: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

2

Universitas Indonesia

hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi HIV. Terjadinya koinfeksi

TB/HIV akan menurunkan massa tubuh dan lemak lebih banyak dibandingkan

infeksi tunggal.4

Koinfeksi tuberkulosis dan HIV memberikan gambaran lebih kompleks

patofisiologi malnutrisi, sehingga manifestasinya lebih berat dibandingkan dengan

tuberkulosis atau HIV sendiri. Kombinasi koinfeksi TB/HIV dan malnutrisi

disebut dengan ―triple trouble‖.3,6

Koinfeksi TB/HIV menyebabkan peningkatan

metabolisme, gangguan fisik, dan masalah nutrisi. 3 Selain itu, adanya penyakit

infeksi kronik seperti halnya TB paru dan HIV/AIDS disertai dengan penurunan

BB dapat menyebabkan kaheksia. Kaheksia secara langsung memengaruhi

ketahanan hidup, kualitas hidup, dan aktivitas fisik.7 Pada kaheksia terjadi

peningkatan katabolisme dengan mekanisme yang kompleks sehingga tatalaksana

kaheksia tidak hanya berupa dukungan nutrisi.8

Dukungan nutrisi perlu diberikan pada pasien koinfeksi TB/HIV dengan

malnutrisi.9 Peran dukungan nutrisi merupakan salah satu komponen penting pada

tatalaksana komprehensif pasien-pasien tersebut dalam proses rehabilitasi dan

perbaikan kualitas hidup. Pada koinfeksi TB/HIV terjadi peningkatan kebutuhan

energi.5 Tatalaksana nutrisi berupa pemberian makronutrien dan mikronutrien

untuk meningkatkan fungsi imun dapat berperan pada penyakit HIV.10

Selain itu

adanya malnutrisi juga memerlukan intervensi nutrisi dengan pemantauan ketat.

Intervensi nutrisi seperti suplementasi makronutrien dapat membantu memenuhi

kebutuhan energi dan memperbaiki status nutrisi penderita HIV/AIDS dengan

malnutrisi.11

Studi pilot randomisasi klinis yang dilakukan Sudarsanam, dkk4 di

India pada 81 pasien TB kasus baru dan 22 pasien koinfeksi TB/HIV dengan

malnutrisi ringan mendapatkan suplementasi makronutrien dan mikronutrien

selama pengobatan TB. Studi ini menilai outcome secara keseluruhan

(pemeriksaan sputum BTA, analisis asupan, pemeriksaan laboratorium, status

nutrisi) setelah terapi TB selesai, dan keadaan saat dilakukan follow-up setelah

satu tahun pengobatan dan suplementasi selesai. Hasilnya didapatkan tidak ada

perbedaan signifikan pada outcome TB, namun pada pasien dengan koinfeksi

TB/HIV memiliki outcome empat kali lebih buruk dibandingkan yang hanya TB.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 18: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

3

Universitas Indonesia

Berdasarkan hal-hal tersebut, makalah ini dibuat untuk membahas mengenai

tatalaksana nutrisi pada pasienTB paru dengan infeksi HIV dan kaheksia.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan umum

Mempelajari dan menerapkan bahwa dukungan nutrisi sebagai bagian dari

tatalaksana komprehensif TB paru dengan infeksi HIV dan kaheksia.

1.2.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui perubahan metabolisme yang terjadi pada penderita TB paru,

infeksi HIV, dan kaheksia serta pengaruhnya terhadap nutrisi.

2. Mengetahui komplikasi yang terjadi dan kaitannya dengan nutrisi dan

tatalaksana nutrisi.

3. Mengetahui peran tatalaksana nutrisi, yang meliputi pemberian makronutrien,

mikronutrien, dan nutrien spesifik.

4. Mengetahui outcome tatalaksana nutrisi.

1.3. Manfaat

1.3.1. Manfaat untuk pasien

Dukungan nutrisi pada pasien TB paru dengan infeksi HIV dan kaheksia berperan

dalam memperbaiki outcome dan kualitas hidup pasien sehingga dapat

mempercepat penyembuhan dan mempersingkat masa rawat inap.

1.3.2. Manfaat untuk institusi

Makalah serial kasus ini dapat memberikan data dan informasi, serta menjadi

referensi tambahan untuk tatalaksana nutrisi pasien TB paru dengan infeksi HIV

dan kaheksia.

1.3.3. Manfaat untuk penulis

Serial kasus ini merupakan sarana dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh

selama masa pendidikan.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 19: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

4

Universitas Indonesia

1.3.4. Manfaat untuk masyarakat

Sebagai informasi untuk menambah pengetahuan masyarakat secara umum

mengenai pentingnya dukungan nutrisi sebagai bagian dari tatalaksana TB paru

dengan infeksi HIV dan kaheksia.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 20: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

5

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi sistem pernafasan

Sumber: modifikasi daftar referensi no 13

Secara struktural, sistem pernafasan terbagi menjadi dua yaitu saluran pernafasan

atas dan bawah. Saluran pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus

maksilaris dan frontalis, laring, dan trakea, sedangkan saluran pernafasan bawah

terdiri dari paru, bronkus dan alveolus. Paru merupakan alat pernapasan utama,

terletak di dalam rongga toraks di sebelah kanan dan kiri, bagian tengah

dipisahkan oleh jantung dan pembuluh darah besar, dan struktur lainnya terletak

di dalam mediastinum. Paru kanan memiliki tiga lobus dan dua lobus pada paru

kiri.12,13

Berdasarkan fungsinya, sistem pernafasan terdiri dari dua bagian, yaitu

area konduksi dan pernafasan. Area konduksi berupa saluran yang

menghubungkan dunia luar dengan bagian dalam paru, terdiri dari hidung, rongga

hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminal, yang

berfungsi sebagai filter, penghangat, dan melembabkan udara, kemudian

menghantarkannya ke dalam paru. Area pernafasan terdiri atas saluran dan

Bronkiolus terminal

Cabang A Pulmonalis

Otot polos

Cabang V Pulmonalis

Kapiler paru

Kantung alveolus

Pembesaran kantung alveolus pada akhir jalan nafas

Bronkiolus terminal

Kantung alveolus

Bronkiolus terminal

Bronkus kiri

Lubang Kohn

Jalur nasal

Bronkioli

Faring

Laring

Trakea

Cincin kartilago

Bronkus kanan

Mulut

5

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 21: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

6

Universitas Indonesia

jaringan di dalam paru, termasuk didalamnya adalah bronkiolus, duktus alveolus,

kantung alveolus dan alveoli yang merupakan tempat pertukaran udara dan darah.

14 Gambar anatomi saluran pernafasan dapat dlihat pada gambar 2.1.

Sel tubuh secara terus-menerus menggunakan oksigen (O2) untuk reaksi

metabolisme yang menghasilkan energi dari molekul zat gizi dan memproduksi

ATP. Pada saat yang sama, reaksi-reaksi ini juga menghasilkan karbondioksida

(CO2). Oleh karena jumlah CO2 yang berlebihan menghasilkan asam yang dapat

menjadi toksik terhadap sel, CO2 yang berlebihan harus dikeluarkan dengan

cepat. Sistem kardiovaskular dan pernafasan bekerjasama untuk mensuplai O2 dan

mengeliminasi CO2. Sistem pernafasan berperan sebagai tempat pertukaran udara

dengan mengambil O2 dan mengeluarkan CO2, dan sistem kardiovaskular akan

membawa darah yang mengandung gas-gas tersebut ke dalam paru dan sel tubuh.

Kegagalan kedua sistem akan mengganggu hemostasis yang berakibat kematian

sel dengan cepat oleh karena starvasi oksigen dan menumpuknya produk-produk

hasil buangan. Fungsi paru lainnya antara lain meregulasi pH darah, reseptor

penghidu, penyaring udara, dan melindungi tubuh dari kelembaban dan panas

udara yang terhirup.14

Partikel yang terhirup seperti asap, bakteri, dan virus akan

melewati hidung dan terjebak di dalam paru. Cairan mukus yang lengket akan

menjaga agar jalan nafas tetap lembab. Sel-sel bersilia yang melapisi trakea,

bronkus dan bronkiolus akan bergerak dengan cepat mendorong mukus atau

sel/benda asing agar cepat kembali ke faring dan dikeluarkan melalui mekanisme

batuk. Selain itu pada permukaan epitel alveoli terdapat makrofag dan sel

scavenger yang dapat menghancurkan bakteri yang terhirup.12

Pertukaran udara terjadi di dalam kapiler alveoli. Paru-paru dewasa

memiliki lebih dari 100 juta kapiler. Kapiler alveoli terdiri dari endotel kapiler,

membran basal kapiler, ruang interstitial, epitel alveoli, dan membran basal epitel

alveoli. Ruang interstitial berupa lapisan jaringan diantara alveoli dan sangat

tipis,sehingga pertukaran udara adekuat. Epitel alveoli terdiri dari dua jenis sel,

yaitu sel tipe I dan II. Sel tipe I membentuk struktur dinding alveoli, sedangkan

tipe II berperan untuk memproduksi surfaktan, suatu cairan yang disekresi oleh sel

alveoli untuk menurunkan tekanan permukaan cairan paru dan menjaga elastisitas

jaringan paru.12

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 22: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

7

Universitas Indonesia

Secara fisiologi, respirasi memiliki dua proses yang saling berhubungan,

yaitu respirasi sel dan respirasi eksternal. Istilah respirasi sel ditujukan pada

proses metabolik intrasel yang terjadi di dalam mitokondria, menggunakan O2 dan

menghasilkan CO2 saat memperoleh energi dari molekul zat gizi. Respiratory

quotient (RQ) yang merupakan rasio antara CO2 yang dihasilkan dengan O2 yang

dikonsumsi bervariasi tergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Saat

menggunakan karbohidrat, nilai RQ sebesar 1, yang berarti untuk setiap molekul

O2 yang digunakan, akan menghasilkan 1 molekul CO2. Nilai RQ untuk

penggunaan lemak 0,7 dan protein sebesar 0,8. Respirasi eksternal merupakan

tahap-tahap proses pertukaran gas O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel

tubuh, terdiri dari empat fase yang dapat terlihat pada gambar 2.2.13

Gambar 2.2 Respirasi Eksternal dan Selular

Sumber: modifikasi dari daftar referensi no 13

Respirasi eksterna

Ventilasi atau pertukaran udara

antara atmosfer dengan alveoli

dalam paru-paru

Pertukaran O2 dan CO2 antara udara

dalam alveoli dengan kapiler paru

Transpor O2 dan CO2 dalam

sirkulasi dari paru-paru ke jaringan

Pertukaran O2 dan CO2 antara

kapiler sistemik dengan sel

Respirasi seluler

Alveoli

Atmosfer

Sirkulasi paru

Sirkulasi sistemik

Sel jaringan

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 23: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

8

Universitas Indonesia

2.2 Tuberkulosis Paru

2.2.1 Definisi dan etiologi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1,15

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri pada famili Mycobacterium. Bakteri

ini merupakan bakteri tahan asam dan pertumbuhannya lambat. Terdapat lima

spesies mycobacterium yang dapat menyebabkan tuberkulosis pada manusia,

namun hanya tiga jenis yang bersifat patogen tinggi, yaitu Mycobacterium

tuberculosis (Mtb), M. africanum, dan M. bovis. M canettii dan M. microti juga

dapat menyebabkan tuberkulosis pada manusia, namun sangat jarang ditemukan.15

Mtb merupakan penyebab paling banyak di seluruh dunia, disebut juga

Koch’s bacillus ditemukan oleh Dr Robert Koch pada tahun 1882. Bakteri ini

berbentuk batang dan hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia, merupakan

bakteri aerob, sehingga kompleks Mtb ditemukan di alveoli paru-paru dan

makrofag alveoli merupakan sel target dari Mtb.15,16

2.2.2 Epidemiologi

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan sebanyak 9 juta

pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Kira-kira

sebanyak 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi pada

negara-negara berkembang.17

World Health Organization (WHO) Global TB

Report 2015 melaporkan bahwa pada tahun 2014 sebanyak 9,6 juta orang

menderita TB; 5,4 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan dan 1 juta anak-anak dengan

urutan kasus terbanyak berada di India (23%), Indonesia (10%), dan Cina (10%).2

Saat ini Indonesia berada pada peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi

di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus menurut WHO tahun 2010 adalah

sebesar 660.000 kasus, dengan perkiraan insidens 430.000 kasus baru per tahun.

Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.18

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 24: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

9

Universitas Indonesia

2.2.3 Faktor risiko dan penularan TB

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB

paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar

dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya

ditunjukkan dengan annual risk of tuberculosis infection (ARTI), yaitu proporsi

penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. Misalnya ARTI sebesar

1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Menurut

WHO, ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.17

Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang dapat terinfeksi TB

salah satunya adalah daya tahan tubuh yang rendah (infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh

seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi

seseorang yang terinfeksi TB untuk berkembang menjadi TB aktif.17

Faktor risiko

kejadian TB secara ringkas dapat terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Faktor Risiko Kejadian TB

Sumber: daftar referensi no 1, 17

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 25: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

10

Universitas Indonesia

2.2.4 Patofisiologi TB

Mycobacterium tuberculosis merupakan salah satu bakteri paling patogen yang

terdapat dimana-mana di dunia, dengan perkiraan 1/3 populasi dunia terinfeksi

oleh basilnya dan bertanggung jawab pada 8-12 juta kasus tuberkulosis aktif

setiap tahun dengan 3 juta kematian. Hal menarik dari bukti klinis bahwa selain

adanya virulensi innate basil tuberkel itu sendiri, respons pejamu terhadap Mtb

berperan besar dalam menentukan manifestasi klinis dan outcome akhir seseorang

yang terkena patogen ini. Sebagai contoh, sebagian besar orang yang terinfeksi

basil ini tidak akan menampilkan gejala klinis. Beberapa akan berkembang

menjadi aktif berupa gangguan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi sepeti

HIV, malnutrisi, dan atau keganasan stadium lanjut. Pengalaman klinis

menunjukkan bahwa imunitas pejamu berperan penting pada interaksi pejamu

dengan patogen yang terjadi pada sesorang yang terpajan Mtb.19

Basil tuberkel akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas dengan

menghirup droplet nuclei yang berukuran sangat kecil sehingga dapat mencapai

alveolus. Droplet yang berukuran lebih besar secara langsung akan dikeluarkan

dari saluran nafas bawah oleh barrier nasofaring dan saluran nafas atas.

Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non

spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya mampu

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Pada sebagian kecil kasus, makrofag

tidak dapat menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam

makrofag. Kemampuan makrofag dalam menghancurkan bakteri Mtb tergantung

dari faktor pejamu dan patogen. Mtb yang berproliferasi di dalam makrofag akan

menginduksi produksi sitokin proinflamasi. Kondisi inflamasi akan menginduksi

pengambilan beberapa sel monosit, neutrofil dan sel dendritik ke lokasi infeksi.

Banyaknya jumlah TNF-α berperan terhadap kontrol pertumbuhan Mtb dan

pembentukan granuloma. Terdapatnya sel imun di lokasi infeksi (sel T) dapat

menghambat proliferasi Mtb dan mencegah penyebaran infeksi. Gambaran

patogenesis tuberkulosis dapat terlihat pada gambar 2.4.20

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 26: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

11

Universitas Indonesia

Gambar 2.4 Patogenesis Tuberkulosis

Sumber: daftar referensi no 20

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke

lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus

primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat

adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).15

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu

yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang

waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga

Makrofag alveolus

Sel busa

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 27: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

12

Universitas Indonesia

mencapai jumlah 103-10

4, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

imunitas seluler.15,20

Empat kemungkinan yang dapat terjadi saat basil masuk ke dalam paru,

yaitu respons pejamu dapat secara efektif membunuh seluruh basil, sehingga tidak

akan dapat berkembang menjadi tuberkulosis; basil dapat mulai berkembang biak

dan tumbuh dengan cepat setelah infeksi, menyebabkan penyakit klinis yang

disebut dengan tuberkulosis; basil dapat menjadi dormant dan tidak akan

menyebabkan penyakit sama sekali, disebut infeksi laten, dengan manifestasi tes

tuberkulin positif; atau basil laten dapat tumbuh dengan menampakkan penyakit

klinis, yang disebut dengan tuberkulosis reaktivasi.19

2.2.5 Gejala dan diagnosis TB

Gejala TB dapat terbagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul

sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas

terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosis

secara klinis. Gejala umum yang dapat ditemui antara lain batuk-batuk selama

lebih dari tiga minggu (dapat disertai dengan darah), sesak nafas, badan lemas,

demam tidak terlalu tinggi (meriang) lebih dari satu bulan, biasanya dirasakan

pada malam hari disertai keringat malam, penurunan nafsu makan dan berat

badan, dan malaise. Gejala khusus tergantung dari organ tubuh mana yang

terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-

paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan

suara ‗mengi‘, suara nafas melemah yang disertai sesak. Bila ada cairan di rongga

pleura, dapat disertai dengan keluhan nyeri dada.15,17

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain

TB seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas,

dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Semua suspek TB diperiksa

spesimen dahak dalam waktu dua hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 28: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

13

Universitas Indonesia

TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,

biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang

khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.17

2.2.6 Tatalaksana TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup

dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Obat anti tuberkulosis

harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.15,17

World Health Organization merekomendasikan obat kombinasi dosis tetap

(KDT) untuk mengurangi risiko terjadinya resisten obat akibat monoterapi.

Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang diminum, jumlah butir obat

yang harus diminum lebih sedikit sehingga dapat meningkatkan ketaatan pasien

dan kesalahan resep dokter juga diperkecil karena berdasarkan berat badan. Dosis

harian KDT di Indonesia distandarisasi menjadi empat kelompok BB 30-37 kg,

38-54 kg, 55-70 kg, dan lebih dari 70 kg.17

Jenis, sifat dan dosis OAT lini pertama

untuk dewasa dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg BB)

Harian 3x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)

Rifampisin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pirazinamid (P) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

Streptomisin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Etambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Sumber: daftar referensi no 17

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 29: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

14

Universitas Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia adalah OAT kategori 1 yang terdiri dari

2(HRZE)/4(HR)3 dan kategori 2 yang terdiri dari 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE). Paduan

OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa OAT-KDT.

Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk ssatu pasien.17

Semua pasien (termasuk yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati

harus diberi paduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat

yang bioavailabilitasnya telah diketahui. Fase inisial diberikan selama 2 bulan

terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Fase lanjutan terdiri

dari isoniazid dan rifampisin yang diberikan selama 4 bulan. Dosis OAT yang

digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional.17

2.3 Tuberkulosis dan Nutrisi

Bukti langsung untuk dapat menunjukkan bahwa efek nutrisi terhadap

tuberkulosis sangat sulit oleh karena keterlibatan kompleks berbagai faktor.

Dengan keterbatasan tersebut, sebagian besar memperlihatkan bahwa malnutrisi

menjadi faktor penting pada tingginya morbiditas dan mortalitas penyakit TB.

Malnutrisi dan TB merupakan dua masalah kesehatan besar yang banyak

ditemukan di negara-negara berkembang. Kedua masalah ini memiliki hubungan

satu sama lain.21

Studi mengenai hubungan antara nutrisi dan insidens atau derajat

keparahan TB masih sangat sedikit. Sulit untuk menentukan status nutrisi secara

akurat pada individu dengan TB aktif, terutama sebelum terjadinya onset

penyakit, sehingga tidak dapat ditentukan apakah malnutrisi menyebabkan

berkembangnya TB atau TB aktif menyebabkan malnutrisi.3

Status nutrisi secara signifikan lebih rendah pada pasien TB aktif

dibandingkan dengan orang sehat pada beberapa studi berbeda di Indonesia,

Inggris, India, dan Jepang. Pada infeksi terjadi interaksi kompleks antara respons

pejamu dan virulensi organisme yang memodulasi respons metabolik keseluruhan.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 30: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

15

Universitas Indonesia

Pada pasien TB hal ini menyebabkan penurunan nafsu makan, malabsorpsi zat

gizi, dan perubahan metabolisme berkaitan dengan inflamasi dan respon imun

sehingga terjadi wasting.21

Seperti halnya infeksi HIV, kecepatan metabolik atau resting energy

expenditure meningkat, sehingga kebutuhan energi meningkat untuk memenuhi

kebutuhan basal fungsi tubuh. Selain itu, asupan energi biasanya menurun oleh

karena anoreksia yang berhubungan dengan penyakit. Anoreksia juga berperan

pada terjadinya wasting pada TB. Studi kohort di Amerika pada pasien yang

terdiagnosis TB, sebanyak 45% mengalami penurunan BB dan 20% mengalami

anoreksia. Meningkatnya produksi sitokin disertai dengan proteolisis dan lipolisis

menyebabkan peningkatan keluaran energi pada TB.3,21

Malnutrisi energi-protein dan defisiensi mikronutrien meningkatkan risiko

terjadinya TB. Mekanisme imun protektif host terhadap infeksi Mtb tergantung

pada interaksi dan kerja sama antara monosit-makrofag, limfosit-T dan sitokin.

Studi eksperimental menunjukkan bahwa malnutrisi dapat menyebabkan

imunodefisiensi sekunder yang dapat meningkatkan kerentanan host terhadap

infeksi. Meningkatnya risiko TB disebabkan oleh perubahan fungsi protektif

individu, atau interaksi antara limfosit-T dan makrofag oleh karena malnutrisi.

Reaktivasi atau infeksi TB laten juga dapat berhubungan dengan terganggunya

status nutrisi. Malnutrisi protein telah diketahui sebagai faktor risiko penting

predisposisi infeksi intrasel yang dapat menyebabkan kematian.21

Pada TB paru aktif terjadi gangguan metabolisme protein. Studi di India

pada pasien TB paru malnutrisi dibandingkan dengan orang sehat berstatus nutrisi

normal. Sintesis dan pemecahan protein pada kondisi puasa tidak berbeda

bermakna antara dua kelompok. Pasien dengan TB paru lebih banyak

menggunakan protein dari makanan untuk oksidasi dan produksi energi

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Adanya kegagalan mengubah protein

dari makanan ke dalam sintesis protein endogen disebut dengan anabolic block.22

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 31: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

16

Universitas Indonesia

2.4 Tatalaksana nutrisi pada TB

World Health Organization merekomendasikan bahwa seluruh pasien TB harus

mendapatkan tatalaksana nutrisi oleh karena adanya hubungan kausal antara

malnutrisi dan TB. Selain itu pada TB sering disertai komorbid lain seperti HIV,

diabetes mellitus, kebiasaan merokok dan minum alkohol. Skrining, assessment

dan tatalaksana nutrisi menjadi bagian integral dari tatalaksana TB. Nutrisi

adekuat yang mengandung seluruh komponen makro dan mikronutrien diberikan

pada pasien TB.5

2.4.1 Energi dan makronutrien

Seperti infeksi lainnya, pada TB aktif terjadi peningkatan kebutuhan energi, dan

rekomendasi pemenuhan kebutuhan energi dapat menggunakan pedoman infeksi

HIV. Kecepatan metabolik basal meningkat hingga 20-30%. Hingga saat ini

belum ada bukti yang merekomendasikan bahwa proporsi kebutuhan energi dari

makronutrien pada TB berbeda dengan orang sehat. Diet seimbang diberikan

dengan jumlah kalori dan protein adekuat. Kebutuhan energi sebesar 35-45

kkal/kg dapat diberikan bila penurunan BB terlihat signifikan. Secara umum

rekomendasi asupan protein 15-30% total kalori, lemak 25-35% total kalori, dan

karbohidrat 45-65% total kalori.5,23

Suatu rekomendasi menyebutkan secara

umum kebutuhan energi pada pasien TB sekitar 35-40 kkal/kgBB ideal. Asupan

protein 1,2-1,5 g/kgBB/hari atau 15% dari total energi dapat memenuhi kebutuhan

per hari. Pada pasien malnutrisi, protein dapat diberikan 1,7 g/kgBB/hari dan pada

overweight sebesar 1 g/kgBB/hari.24

2.4.2 Mikronutrien

Vitamin A, C, E, B6, dan asam folat serta mineral seng, tembaga, selenium dan

besi memiliki peran dalam jalur metabolisme, fungsi selular, dan imun. Kadarnya

yang cukup atau tinggi dapat berperan pada pertahanan pejamu melawan TB.

Defisiensi dari satu atau beberapa mikronutrien dapat menurunkan resistensi

terhadap infeksi. Menurunnya asupan mikronutrien terutama vitamin A dan

vitamin/mineral antioksidan seperti provitamin A, vitamin C, E, seng dan

selenium berhubungan dengan terganggunya respons imun. Tuberkulosis dapat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 32: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

17

Universitas Indonesia

menginduksi substansi oksidatif seperti reactive oxygen species (ROS) yang

dihasilkan dari radikal bebas, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dan

inflamasi. Reactive oxygen species sangat toksik terhadap berbagai sel, terutama

terhadap sel lemak sehingga menyebabkan peroksidasi dan terjadi kerusakan

membran, berhubungan dengan patogenesis fibrosis paru dan disfungsi pada TB

paru.3

Vitamin A berperan penting pada proliferasi limfosit, generasi respons

antibodi, dan mempertahankan permukaan mukosa dan fungsi epitel. Vitamin E

melindungi membran sel terhadap peroksidasi lipid dan stres oksidatif dengan

menjaga stabilitas membran sel. Seng penting pada sintesis DNA dan diferensiasi

sel. Defisiensi seng berhubungan dengan erjadinya infeksi berulang, menurunnya

fagositosis, menurunnya produksi limfosit B dan T, dan berkurangnya produksi

makrofag. Selenium merupakan bagian penting enzim antioksidan, seperti

glutation peroksidase, yang dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif.3,25

Rendahnya kadar beberapa mikronutrien seperti vitamin A, D, E, besi,

seng, dan selenium telah dilaporkan pada studi kohort pasien TB aktif di awal

terapi. Kadar mikronutrien ini biasanya kembali normal setelah 2 bulan

pengobatan TB.5 Studi kasus kontrol di Indonesia pada 41 pasien TB aktif

belum terapi usia 15-55 tahun dibandingkan dengan orang sehat, pada subyek

dengan TB paru didapatkan status nutrisi (dengan pemeriksaan antropometri),

kadar hemoglobin, retinol dan seng plasma lebih rendah dibandingkan orang

sehat.26

Karyadi dkk melakukan studi double-blind placebo controlled trial

terhadap pasien TB paru kasus baru di Indonesia. Subyek mendapatkan vitamin A

5000 IU dan seng 15 mg atau plasebo selama enam bulan. Setelah dua dan enam

bulan, pada kedua kelompok didapatkan peningkatan kadar Hb dan retinol

plasma, namun peningkatan retinol lebih tinggi pada kelompok suplementasi.

Pada kedua kelompok juga didapatkan peningkatan kadar albumin dan BB namun

tidak berbeda signifikan. Perbaikan sputum, foto toraks dan kapasitas fungsional

juga lebih baik pada kelompok suplementasi, namun hanya signifikan pada dua

bulan suplementasi.27

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 33: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

18

Universitas Indonesia

Kerentanan terhadap TB dan derajat keparahan TB aktif dapat disebabkan

oleh defisiensi vitamin D. Peran vitamin D pada TB aktif telah diketahui selama

lebih dari 100 tahun, dan vitamin D yang terdapat di dalam minyak ikan kod dan

pajanan sinar matahari telah menjadi terapi TB. Vitamin D diperlukan dalam

aktivasi makrofag, yang penting untuk menjaga infeksi TB dalam fase laten.3

Selain itu, Vit D meningkatkan respon imun host terhadap Mycobacterium

tuberculosis dengan menekan IFN-γ dan menurunkan inflamasi di dalam host.

Studi randomized controlled trial pada 259 pasien TB paru yang mendapatkan

suplementasi vitamin D 600.000 IU intramuskular dalam dua dosis, setelah 12

minggu didapatkan perbaikan pada gambaran radiologis dan peningkatan aktivitas

imun dan BB.28

Sebuah studi randomized double-blind placebo-controlled dilakukan di

Tanzania terhadap 530 pasein TB paru kasus baru yang diberikan suplementasi

seng dengan mikronutrien multipel, plasebo, suplementasi seng tunggal dan

mikronutrien tanpa seng. Kultur sputum dilakukan pada minggu ke-2, 4 dan 8,

hasilnya tidak didapatkan perbedaan bermakna pada hasil kultur di setiap waktu

pemeriksaan, meskipun didapatkan peningkatan BB dan penurunan angka

kematian pada kelompok yang mendapatkan suplementasi seng dengan

mikronutrien multipel. Pada kelompok dengan koinfeksi HIV, suplementasi seng

atau mikronutrien atau kombinasi seng-mikronutrien multipel berhubungan

dengan menurunnya risiko kematian 50-70% namun tidak berbeda bermakna.29

2.5 Sistem imun

Sistem imun terbagi menjadi dua kelompok yaitu innate imunity dan acquired

immunity. Innate atau nonspesific imunity merupakan lini pertama pertahanan

tubuh melawan agen infeksi, iritan kimia, dan kerusakan jaringan. Acquired

immunity bergantung pada respon spesifik suatu target organ melawan benda

asing tertentu yang mengenai suatu bagian tubuh. Respons tubuh terdiri atas dua

fase, yaitu sistem imun harus mengenali antigen, untuk kemudian bereaksi

terhadap antigen tersebut. Suatu antigen pada umumnya merupakan suatu protein

ukuran besar atau polisakarida yang menempel pada benda asing. Membran sel

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 34: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

19

Universitas Indonesia

neoplasma dapat menjadi antigen dan sel membran tubuh sendiri juga dapat

berperan sebagai self-antigen.30,31

Organ dari sistem imun diklasifikasikan menjadi organ sentral dan perifer.

Organ sentral adalah tempat sel imun diproduksi, terdiri atas sumsum tulang dan

timus. Organ perifer merupakan tempat respon imun adaptif dimulai, terdiri dari

sistem limfe, lien, mucosa associated lymphatic tissue (MALT), bronchial-

associated lymphatic tissue (BALT), dan gut-associated lymphatic tissue (GALT).

Seluruh sel sistem imun berasal dari sel stem sumsum tulang. Sel-sel imun ini,

yang sering disebut sebagai sel darah putih, terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

makrofag/monosit, leukosit polimorfonuklear, dan limfosit. Sel stem limfoid

memproduksi sel-sel spesifik sistem imun, yaitu sel T (limfosit T) dan sel B

(limfosit B). Makrofag/monosit dan leukosit polimorfonuklear termasuk dalam

innate immune system. Natural killer cells (sel NK) dihasilkan dari sel stem

limfoid, dan bekerja sebagai komponen respon imun nonspesifik atau innate.30,31

Sel T merupakan penamaan untuk kelenjar timus, tempat sel ini matang

dan berdiferensiasi. Sebagian besar limfosit di dalam darah, nodul dan kelenjar

limfe adalah sel T. Sel T terbagi menjadi subkategori berdasarkan perannya di

dalam respon imun, termasuk diantaranya sel T-helper dan sel T sitotoksik. Sel T-

helper juga dikenal sebagai sel T4 oleh karena salah satu molekul permukaannya,

CD-4, sangat penting dalam hubungannya dengan respon imun. Molekul ini

menentukan bagaimana sistem imun akan berespon terhadap berbagai macam

antigen. Molekul CD-4 menstimulasi sel dan mengaktifkan sitokin, dan akan

berinteraksi dengan sel lainnya di dalam sistem imun, sehingga secara imunologi

aktif dan berproliferasi. Sel T-helper terbagi menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1

mengaktivasi sistem imun selular, sedangkan sel Th2 meningkatkan produksi

antibodi. Sel T sitotoksik, yang dikenal dengan sel T8 atau CD-8 akan membunuh

target terinfeksi, tumor atau sel transplan secara langsung.30

Sel B berdiferensiasi di dalam sumsum tulang. Saat terstimulasi oleh

antigen dan sel T, sel B akan terbelah dan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan

sel B memori. Sel plasma mengandung retikulum endoplasma yang akan

memfasilitasi produksi antibodi. Sel B memori menghasilkan respons antibodi

yang cepat saat seseorang terpajan dengan antigen, dan secara normal

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 35: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

20

Universitas Indonesia

menghambat infeksi dan mencegah gejala. Antibodi yang dibentuk oleh protein

sebagai respons terhadap suatu antigen, terutama ditemukan di dalam gama

globulin serum, disebut juga dengan immunoglobulin. Terdapat lima macam

antibodi yang dibedakan dari strukturnya, yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE.30

2.6 Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

(HIV/AIDS)

2.6.1. Definisi dan etiologi

Human immunodeficiency virus adalah virus RNA yang termasuk dalam famili

Retroviridae dan genus Lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh

host. Seperti retrovirus lainnya, untuk menginfeksi tubuh, HIV memiliki masa

inkubasi yang lama (masa laten klinis) hingga akhirnya menimbulkan tanda dan

gejala penyakit AIDS. Acquired immune deficiency syndrome adalah gejala

berkurangnya kemampuan pertahanan tubuh yang disebabkan penurunan

kekebalan tubuh karena virus HIV.1,32

Penyakit AIDS pertama kali dikemukakan oleh the Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) pada tahun 1981, setelah dilaporkan adanya

seorang lelaki muda yang mendapatkan infeksi oportunistik yang tidak biasa,

berhubungan dengan penekanan sel imun, yaitu pneumonia Pneumocystis

jirovecii, sitomegalovirus (CMV), kandidiasis atau sarkoma Kaposi. Jenis

penyakit ini tidak diketahui sebelumnya, hingga pada tahun 1983 para peneliti

mengisolasi retrovirus yang diketahui sebagai etiologi penyakit tersebut dan

menamakannya virus HIV.32

2.6.2 Epidemiologi

Pada akhir tahun 2002, diperkirakan sejumlah 42 juta orang dewasa dan anak-

anak hidup dengan HIV atau AIDS. Dari jumlah ini sekitar 28,5 juta (68%)

tinggal di daerah sub Sahara Afrika dan 6 juta (14%) hidup di Asia Selatan dan

Asia Tenggara. Data jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia meningkat dari tahun

2005 yaitu sebanyak 859 kasus HIV dan 2639 kasus AIDS menjadi 21031 kasus

HIV dan 4162 kasus AIDS pada tahun 2011. Sedangkan 3 provinsi dengan jumlah

kumulatif kasus AIDS terbanyak dari tahun 1987-2011 adalah provinsi DKI

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 36: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

21

Universitas Indonesia

Jakarta sebanyak 5117 kasus AIDS, Jawa Timur 4598 kasus dan Papua 4449

kasus AIDS dengan proporsi terbanyak menurut jenis kelamin yaitu pada laki-laki

sebesar 80,8%, terbanyak pada kelompok umur 20-29 tahun (46,8%) dengan

faktor risiko terbanyak pada heteroseksual (71%).1

2.6.3 Perjalanan penyakit dan manifestasi klinis

Infeksi primer HIV merupakan penyebab penyakit AIDS. Virus HIV akan

menginvasi sel CD-4, yang disebut juga dengan sel limfosit T-helper, yang

merupakan agen utama yang terlibat dalam pertahanan tubuh melawan infeksi.

Hitung sel CD-4 di dalam darah adalah pemeriksaan penunjang laboratorium yang

umumnya digunakan. Virus HIV juga dapat ditemukan di dalam cairan sperma,

cairan vagina, sistem limfe, dan sistem saraf pusat (SSP), dan dapat berkembang

bebas.33

Transmisi infeksi HIV dapat melalui darah, cairan sperma dan vagina, air

susu ibu, dan cairan tubuh lainnya yang mengandung darah. Selain itu cairan

serebrospinal, cairan sinovial, dan air ketuban juga dapat mentransmisi infeksi

HIV. Jalur transmisi yang paling banyak adalah melalui darah dan cairan sperma

saat berhubungan seksual tanpa pengaman. Individu dengan penyakit menular

seksual memiliki risiko dua hingga lima kali terinfeksi HIV. Faktor risiko lainnya

berupa menggunakan jarum suntik yang telah terkontaminasi, kebiasaan berganti

pasangan seksual, homoseksual, dan infeksi yang diturunkan dari ibu ke janin

sebelum dilahirkan.32,33

Setelah pajanan dan transmisi virus HIV ke dalam pejamu, virus HIV akan

menyebar ke seluruh tubuh dan kadar CD-4 dalam darah akan menurun secara

progresif. Bila tidak diterapi, virus HIV akan bereplikasi hingga jutaan partikel

virus dalam sehari. Pejalanan penyakit HIV memiliki empat fase, yaitu fase

(infeksi) akut, fase asimptomatik, fase simptomatik, dan fase lanjutan atau

AIDS.32,33

Fase akut terjadi dalam 2-4 minggu setelah infeksi dan merupakan periode

replikasi virus yang sangat cepat. Sebanyak 40-90% menimbulkan gejala flu-like

syndrome seperti demam, lesi kemerahan makulopapular, luka di daerah mukosa

mulut, artralgia, nafsu makan menurun dan penurunan BB, malaise,

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 37: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

22

Universitas Indonesia

pembengkakan kelenjar limfe, faringitis dan mialgia. Gejala ini akan menghilang

beberapa hari hingga 4 minggu, sehingga infeksi HIV biasanya tidak terdiagnosis.

Tes serologis positif biasanya terjadi setelah 4-12 minggu setelah terinfeksi pada

lebih dari 95% pasien ―serokonversi‖ dalam waktu 6 bulan. Diagnosis infeksi HIV

pada fase akut paling baik ditegakkan dengan pemeriksaan HIV RNA dalam

plasma.33

Fase asimptomatik dapat terjadi hingga 10 tahun atau lebih. Replikasi

virus terus terjadi dan progresif namun laju replikasi lebih lambat pada periode

asimptomatik. Kadar CD-4 juga terus menurun pada periode asimptomatik,

dengan penurunan rata-rata kadar CD-4 sekitar 50/μL per tahun. Kecepatan

berkembangnya berhubungan langsung dengan jumlah RNA HIV. Pasien dengan

jumlah RNA HIV yang tinggi dalam plasma, perkembangan penyakitnya akan

lebih cepat dibandingkan yang jumlahnya lebih rendah, dan pada pasien-pasien ini

biasanya memiliki kadar RNA HIV yang sangat rendah.32

Fase simptomatik dapat timbul kapan saja selama terinfeksi HIV. Secara

umum akan terjadi penurunan kadar CD-4 lebih jauh. Komplikasi lebih berat dan

dapat mengancam nyawa akan terjadi pada pasien dengan kadar CD-4 < 200/μL.32

Kecepatan perkembangan menjadi AIDS tergantung pada karakteristik virus

maupun orang yang terinfeksi. Karakteristik virus adalah tipe dan subtipe HIV-1

dan beberapa subtipe HIV-1 bisa menyebabkan progresifitas yang lebih cepat.

Karakteristik orang yang bisa mempercepat progresi ini antara lain berumur

kurang dari 5 tahun, lebih dari 40 tahun, terdapat koinfeksi dan faktor genetik.1

Diagnosis AIDS ditegakkan bila seseorang dengan infeksi HIV dan kadar CD-4 <

200/μL dan seseorang dengan infeksi HIV yang menderita salah satu penyakit

berhubungan dengan HIV. Sekitar 60% kematian pada pasien AIDS disebabkan

oleh infeksi yang menyertai HIV antara lain pneumonia carinii, hepatitis virus,

dan infeksi bakteri lainnya.32,33

WHO telah mengembangkan sistem stadium klinis berdasarkan kriteria

klinis. Stadium klinis WHO dapat membantu untuk memperkirakan tingkat

defisiensi kekebalan tubuh pasien, sedangkan CDC mengklasifikasikan

HIV/AIDS berdasarkan kriteria kadar CD-4 dan klinis seperti yang terlihat pada

tabel 2.2 dan 2.3.1,23

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 38: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

23

Universitas Indonesia

Tabel 2.2 Stadium Klinis HIV Dewasa (WHO)

Stadium klinis Gejala/tanda

1 (asimptomatis) - Sindrom retroviral akut

- Limfadenopati generalisata persisten

2 - Penurunan BB < 10%

- Keilitis angularis

- Dermatitis seboroik

- Prurigo

- Herpes zoster

- ISPA berulang

- Ulkus pada mulut berulang

3 - Penurunan BB > 10%

- Kandidiasis oral

- Oral hairy leukoplakia

- Diare > 1 bulan

- Demam tanpa sebab yang jelas > 1 bulan

- Infeksi bakteri yang berat: penumonia, empiema,

poimiositis, infeksi tulang/sendi, meningitis,

bakteremia

- Terdiagnosis TB paru dalam 2 tahun terakhir

- Pemeriksaan lab: anemia (Hb < 8 g/dL),

neutropenia (< 500/mm3), atau trombositopenia (<

50.000 mm3) selama > 1 bulan

4 (AIDS) - HIV wasting syndrome

- Kandidiasis esofagus

- Ulserasi herpes simpleks (> 1 bulan)

- Limfoma

- Sarkoma Kaposi

- Kanker serviks invasif

- Retinitis CMV

- Pneumonia pneumosistitis

- TB ekstra paru (meningitis, TB tulang)

- Meningitis kriptokokus

- Abses otak

- Ensefalopati HIV

Sumber: daftar referensi no 1,23

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 39: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

24

Universitas Indonesia

Tabel 2.3. Sistem Klasifikasi HIV/AIDS (CDC)

Kategori/klasifikasi Kriteria sampel

Kadar sel CD4+

Kategori 1 ≥ 500 sel/μL

Kategori 2 200-499 sel/μL

Kategori 3 < 200 sel/μL

Kategori klinis

Kategori A Tidak ada gejala selain limfadenopati generalisata

persisten, atau yang berhubungan dengan infeksi HIV

primer

Kategori B Infeksi simtomatik dengan gejala seperti kandidiasis

oral/vagina, oral hairy leukoplakia, trombositopenia

idiopatik, diare/demam persisten, neuropati perifer

Kategori C AIDS dan infeksi oportunistik misalnya kanker serviks

invasif, sitonegalovirus, ensefalopati HIV, sarkoma

Kaposi, limfoma, wasting syndrome, septikemia

Salmonella berulang

Sumber: modifikasi daftar referensi no 10

2.6.4 Diagnosis

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis infeksi HIV dan

AIDS. Tes skrining yang diakui oleh the Food and Drug Administration meliputi

pemeriksaan serum atau plasma dengan sensitivitas tinggi terhadap antibodi HIV.

Tes skrining ini berupa Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) atau

“rapid test” yang dapat mengantisipasi kemungkinan infeksi HIV. Skrining dapat

diulang bila hasil tes menunjukkan reaktif dan dapat dikonfirmasi dengan

pemeriksaan ELISA dan Enzyme Immunoassay (EIA) untuk menentukan kadar

antibodi. Pemeriksaan komprehensif yang direkomendasikan adalah pemeriksaan

untuk mendeteksi infeksi awal, kadar antibodi, antigen, dan virus RNA.

Kombinasi tes ELISA untuk antigen dan antibodi dapat mendiagnosis infeksi HIV

lebih cepat. Tes Western blot, modifikasi Western blot, Indirect

Immunofluorescent Antibody Assay (IFA) dan Line Immunoassay (LIA) dapat

digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi.10,32

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 40: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

25

Universitas Indonesia

2.6.5 Tatalaksana

Tatalaksana infeksi HIV meliputi pemberian antiretroviral (ARV), pencegahan

dan mengatasi infeksi oportunistik, memodulasi perubahan hormonal, dan

mempertahankan/memperbaiki status nutrisi. Tatalaksana komprehensif pada

HIV/AIDS diketahui dapat menurunkan progresivitas infeksi HIV menjadi AIDS

dan angka kematian secara signifikan. Terapi ARV bertujuan untuk mengurangi

viral load. Terdapat lima golongan ARV yaitu entry/fusion inhibitors,

nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors dan non-nucleoside reverse

transcriptase inhibitors,integrase inhibitors, dan protease inhibitors. Kombinasi

terapi ARV yang secara efektif dapat menghambat berbagai segmen siklus hidup

infeksi HIV disebut dengan “highly active antiretroviral therapy” atau HAART

terdiri dari tiga atau lebih macam obat. Rekomendasi penggunaan ARV telah

dikeluarkan oleh CDC dan diikuti oleh sebagian besar praktisi medis.10

2.7 Hubungan antara HIV/AIDS dan nutrisi

Infeksi HIV/AIDS hampir selalu disertai dengan komplikasi penurunan BB yang

tidak diinginkan, dan hilangnya BB ≥ 10% disebut dengan wasting. Wasting

terjadi pada 20-30% pasien yang terdiagnosis dengan AIDS dan sebanyak 25%

pasien AIDS mengalami wasting dalam enam bulan terakhir kehidupannya.

Penurunan BB juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan dan kematian.

Hilangnya massa tubuh dan adanya parameter nutrisi yang menunjukkan

malnutrisi berhubungan dengan kematian akibat AIDS.34

Terapi HAART yang

ditemukan pada tahun 1996 dapat menurunkan insidens wasting, namun saat ini

wasting ditemukan pada sebagian besar pasien yang belum pernah mendapatkan

terapi atau terjadi kegagalan terapi akibat intoleransi obat atau resisten.35

AIDS-related wasting syndrome (AWS) merupakan diagnosis yang

ditambahkan CDC dan WHO berkaitan dengan penyakit AIDS, yang memiliki

definisi penurunan BB yang tidak diinginkan sebanyak 10%, bisa disertai dengan

demam atau diare selama lebih dari satu bulan. Penurunan BB signifikan

seringnya terjadi saat infeksi oportunistik. Selain penurunan BB, hilangnya 5%

massa tubuh dalam 6 bulan dan indeks massa tubuh (IMT) < 20 kg/m2 juga

termasuk dalam kriteria AWS.10

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 41: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

26

Universitas Indonesia

Penurunan BB dan wasting disebabkan oleh berbagai macam faktor,

berhubungan dengan penurunan asupan, malabsorpsi, perubahan metabolisme,

infeksi oportunistik, dan kurangnya aktivitas fisik. Menurunnya asupan oral sering

terjadi dan disebabkan oleh anoreksia akibat obat-obatan, depresi, mual, muntah,

diare, sesak nafas, fatigue dan ganguan neurologis, serta kandidiasis dan herpes di

rongga mulut.33

Status nutrisi pada HIV dapat terlihat dari massa otot yang

menggambarkan cadangan protein. Infeksi HIV yang tidak diterapi ditandai

dengan hilangnya protein otot dengan cepat, hilangnya lean body mass, dan lebih

tepatnya hilangnya massa sel tubuh yang tidak dapat diukur secara langsung pada

pemeriksaan klinis rutin. Hilangnya massa otot dan viseral dapat tertutupi oleh

bertambahnya cairan ekstra sel dan atau massa lemak, sehingga penurunan BB,

IMT dan riwayat penurunan BB tidak dapat digunakan sebagai prediktor

prognosis.35

Malnutrisi dapat berperan pada frekuensi dan derajat keparahan infeksi

yang terlihat pada penyakit AIDS dengan melibatkan fungsi imun. Defisiensi

kalori, protein, tembaga, seng, selenium, besi, asam lemak esensial, vitamin B6,

asam folat, dan vitamin A, C, E, kesemuanya dapat mengganggu fungsi imun.

Penurunan BB yang berat juga dapat merusak organ tubuh yang dapat

meningkatkan risiko kematian dari infeksi. Secara langsung, faktor nutrisi

diperlukan untuk merangsang sel imun spesifik, interaksi dan ekspresi. Studi

percobaan klinis menunjukkan bahwa suplementasi nutrien spesifik diperlukan

pada pasien HIV. Secara tidak langsung, nutrisi penting untuk sintesis DNA dan

protein, menjaga integritas jaringan sel dan sistem organ, termasuk jaringan

limfoid.33

AIDS-related wasting syndrome perlu dibedakan dari lipodistrofi, yang

merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat terapi ARV, yaitu adanya

abnormalitas metabolisme lemak ditandai dengan perubahan komposisi tubuh,

yaitu hilangnya lemak subkutan dan akumulasi lemak viseral. Gangguan

metabolisme lemak yang terjadi hampir sama dengan yang ditemukan pada

sindrom metabolik seperti dislipidemia dan resistensi insulin. Hilangnya lemak

subkutan (lipoatrofi) menyebabkan daerah muka, lengan, bokong, dan tungkai

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 42: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

27

Universitas Indonesia

menjadi tipis. Selain akumulasi lemak viseral, hipertrofi mammae, dan jaringan

lemak sekitar aksila, lipoma dan buffalo hump. Lipodistrofi perifer dan sentral

lebih dapat terlihat pada pemeriksaan MRI.33,35

Virus HIV dapat merusak sistem imun di usus melalui gut-associated

lymphoid tissue (GALT) yang mengandung sel imunokompeten. Salah satu

fungsi sistem imun di usus adalah untuk memisahkan bagian tubuh pejamu dari

organisme dan antigen yang bermanfaat dan yang membahayakan. Sistem imun di

usus yang kuat penting untuk mencegah invasi bakteri patogen yang dapat

menyebabkan penyakit akut, kronik, inflamasi atau alergi. Terdapat dua

mekanisme pada infeksi HIV yang dapat merusak integritas usus terkait dengan

nutrisi. Pertama, infeksi HIV itu sendiri melalui efek virus secara langsung,

menyebabkan terganggunya integritas usus dan fungsi imun GALT, sehingga

menyebabkan diare, berhubungan dengan malabsorpsi dan kehilangan

mikronutrien. Kedua, faktor dari makanan dapat merusak epitel usus,

menyebabkan kerentanan terhadap infeksi HIV, terutama melalui dinding usus,

yang biasanya terjadi pada bayi.36

2.8 Tatalaksana nutrisi pada HIV/AIDS

Tujuan tatalaksana nutrisi pada HIV/AIDS adalah untuk memperbaiki status

nutrisi dan kapasitas fungsional, memperbaiki toleransi terhadap terapi ARV,

mengurangi gejala gastrointestinal dan memperbaiki kualitas hidup. Indikasi

tatalaksana nutrisi bila didapatkan penurunan BB atau massa sel tubuh signifikan

(> 5% dalam 3 bulan) dan IMT < 18,5 kg/m2.35

2.8.1 Energi dan makronutrien

Menurunnya asupan energi dan meningkatnya kebutuhan energi pada infeksi HIV

menjadi latar belakang terjadinya penurunan BB dan wasting. Belum ada bukti

yang menunjukan bahwa kebutuhan energi pada pasien HIV berbeda dengan

kelompok pasien lainnya.35,37

Kebutuhan energi dan protein bervariasi tergantung

dari status kesehatan pasien saat terinfeksi HIV, perkembangan dan komplikasi

penyakit yang dapat mengganggu asupan nutrisi.33

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 43: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

28

Universitas Indonesia

World Health Organization merekomendasikan kebutuhan energi

meningkat 10% pada fase asimptomatik, dengan tujuan untuk mempertahankan

BB. Pada fase simptomatik dan infeksi oportunistik, kebutuhan energi dapat

meningkat sebesar 20-30% untuk mempertahankan BB.37

Pada fase penyembuhan

setelah infeksi oportunistik, kebutuhan energi juga meningkat hingga 20-30%

untuk meningkatkan BB.35

Pada AWS dapat diberikan penambahan 500 kkal di

atas estimasi kebutuhan energi (40-50 kkal/kgBB aktual) dan protein 1,6-1,8

g/kgBB aktual).33

Asupan tinggi protein dapat diberikan untuk mencapai imbang protein

positif dan memperbaiki lean body mass.33

Studi menunjukkan imbang protein

positif pada pasien HIV simtomatik dapat dicapai dengan asupan protein antara

1,2-1,8 g/kgBB/hari.35

Rujukan lain menyebutkan protein dapat diberikan sebesar

1-1,4 g/kgBB untuk maintenance dan 1,5-2 g/kgBB untuk memenuhi kebutuhan.33

Rekomendasi pemberian lemak pada pasien HIV tidak berbeda dengan

orang sehat. Pada pasien HIV dengan malabsorpsi atau diare, pemberian lemak

MCT dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki absorpsi lemak, pergerakan usus

dan gejala gastrointestinal. Minyak ikan (mengandung omega-3) yang diberikan

bersama dengan minyak MCT diketahui dapat memperbaiki fungsi imun oleh

karena kombinasinya dapat mengurangi inflamasi.33,35

2.8.2 Mikronutrien

Peran mikronutrien pada pencegahan dan tatalaksana infeksi HIV dan penyakit

yang berhubungan dengan HIV memerlukan perhatian lebih lanjut. Penurunan

kadar mikronutrien pada pasien HIV telah banyak diketahui diantaranya selenium,

seng, magnesium, besi, kalsium, tembaga, karoten, vitamin B6, B12, dan E.

Menurunnya kadar mikronutrien dapat memengaruhi fungsi imun, perkembangan

penyakit, kerusakan akibat stres oksidatif, dan kematian.34

Studi observasional

menunjukkan bahwa rendahnya asupan dan kadar mikronutrien di dalam darah

berhubungan dengan progresivitas penyakit HIV dan kematian lebih cepat, serta

meningkatkan risiko transmisi HIV. Pasien infeksi HIV perlu mendapatkan

asupan mikronutrien dari makanan sesuai jumlah RDA, namun jumlah ini tidak

akan mencukupi untuk memperbaiki defisiensi yang terjadi. Pasien HIV

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 44: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

29

Universitas Indonesia

direkomendasikan untuk mendapatkan suplementasi mikronutrien sebesar 100%

RDA.33

2.9 Kaheksia

2.9.1 Definisi

Kaheksia berasal dari kata ‗cacos‘ (buruk) dan ‗hexis‘ (kondisi) merupakan

sindrom multifaktorial yang ditandai dengan penurunan BB, hilangnya massa otot

dan lemak, dan peningkatan katabolisme protein akibat penyakit yang

mendasarinya.8,38

Sebanyak 10-40% pasien dengan penyakit kronik seperti gagal

jantung, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), kanker, HIV/AIDS, gagal hati

dan ginjal mengalami kaheksia. Jumlah ini meliputi lebih dari 5 juta orang di

Amerika Serikat atau sebesar 2% populasi. 8

2.9.2 Patofisiologi

Inflamasi merupakan faktor terpenting yang berperan pada patogenesis kaheksia.

Sitokin berperan pada imunomodulasi dan terlibat dalam etilogi anoreksia,

penurunan BB, disfungsi kognitif, anemia, dan kerentanan tubuh. Meningkatnya

produksi sitokin proinflamasi yang berlebihan seperti IL-1, IL-2, interferon-γ, dan

TNF-α merupakan penyebab terbanyak kaheksia pada pasien dengan penyakit

akut. Sitokin akan mengaktivasi transkripsi NF-κβ yang mengakibatkan

menurunnya sintesis protein otot. Sitokin juga berperan pada menurunnya protein

MyoD, faktor transkripsi yang memodulasi jalur sinyal yang terlibat pada

pembentukan otot. Selain itu, ubiquitin proteasome pathway yang terlibat dalam

hiperkatabolisme penyakit dan menginduksi pemecahan miofibrilar melalui

mekanisme NK-κβ-dependent and independent juga teraktivasi oleh pelepasan

kortisol yang distimulasi sitokin. Sitokin juga menstimulasi katekolamin dan

meningkatkan kecepatan metabolik.8,39

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 45: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

30

Universitas Indonesia

Gambar 2.5 Patofisiologi Kaheksia

Sumber: daftar referensi no 8

Menurunnya regulasi jalur anabolik yaitu IGF-1, androgen, proliferasi sel

satelit, dan meningkatnya jalur katabolik seperti apoptosis, autofagi, disfungsi

mitokondria dan jalur miostatin, semuanya dapat mengakibatkan fungsi dan massa

otot. Pelepasan hormon kortisol dan adrenal yang dimediasi oleh sitokin juga

dapat meningkatkan oksidasi lemak dan atrofi lemak, resistensi insulin,

hipermetabolisme, anemia, dan fatigue. Selain itu gejala nyeri, obstruksi saluran

cerna, mual, fatigue, dan depresi juga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan

pada kaheksia.8 Patofisiologi kaheksia dapat dilihat pada gambar 2.5.

2.9.3 Diagnosis

Suatu konsensus memberikan kriteria diagnosis untuk menegakkan diagnosis

kaheksia, dengan kriteria utama adalah kehilangan BB 5% dalam ≤ 12 bulan

terakhir. Rentang waktu penurunan BB tergantung dari penyakit yang

mendasarinya, pada kanker bisa terjadi dalam 3-6 bulan, sedangkan pada penyakit

ginjal kronik, gagal jantung atau PPOK dapat berlangsung lebih lama. Bila tidak

Lipolisis, β-oksidasi ↑

Penyakit kronik dan faktor yang

berhubungan

Inflamasi

Otak Otot Lemak

Hati

Sintesis ↓, Pemecahan ↑

Protein fase akut ↑, albumin ↓

Testosteron ↓

Anemia

Anoreksia

Fatigue,

imobilisasi Resistensi

insulin

KAHEKSIA

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 46: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

31

Universitas Indonesia

didapatkan riwayat penurunan BB, nilai IMT < 20 kg/m2 dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis. 7

Anoreksia menjadi salah satu hal yang dapat menyulitkan diagnosis

kaheksia. Anoreksia terjadi pada keadaan lain yang tidak berhubungan dengan

kaheksia seperti penggunaan obat-obat tertentu, depresi, penurunan nafsu makan

berkaitan dengan usia, dan gangguan gastrointestinal (konstipasi, pengosongan

lambung yang lambat). Oleh karena itu diagnosis kaheksia hanya dapat

ditegakkan bila ada penurunan BB disertai dengan tiga dari lima gejala seperti

yang terlihat pada tabel 2.4.7

Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis Kaheksia

Penurunan BB minimal 5% dalam ≤ 12 bulan terakhir dengan penyakit yang

mendasari, ditambah tiga dari lima kriteria di bawah ini:

- Menurunnya kekuatan otot

- Fatigue

- Anoreksia

- Indeks massa bebas lemak rendah

- Pemeriksaan laboratorium abnormal: peningkatan penanda inflamasi

(CRP, IL-6), anemia (< 12 g/dL), dan hipoalbuminemia (< 3,2 g/dL)

Sumber: daftar referensi no 7

2.9.4 Tatalaksana

Tatalaksana nutrisi ditambah dengan aktivitas fisik dapat memberikan manfaat

dari segi patofisiologi dalam hal mengurangi pemecahan protein dan memperbaiki

fungsi otot. Walaupun pasien kaheksia tidak termotivasi untuk melakukan

aktivitas fisik, bukti menunjukkan bahwa latihan ketahanan dapat memperbaiki

kekuatan otot dan lean body mass, mengurangi inflamasi dan memperbaiki

fatigue. Kaheksia merupakan kondisi hiperkatabolik dan pemberian protein

sebesar 1,5g/kgBB/hari atau 15-20% total kalori direkomendasikan untuk

melawan katabolisme. Studi mengenai pemberian suplementasi kalori atau

penambahan nutrien spesifik seperti protein whey, asam amino rantai cabang

(AARC) atau kreatin belum menunjukkan hasil konsisten.8

Obat-obatan perangsang nafsu makan seperti steroid, megestrol asetat dan

kanabinoid merupakan obat-obatan yang sudah lama dan penelitiannya sudah

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 47: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

32

Universitas Indonesia

banyak dilakukan pada kaheksia. Kortikosteroid dapat memperbaiki nafsu makan

dan kualitas hidup, namun tidak direkomendasikan oleh karena efek sampingnya

yang banyak. Megesterol asetat dapat meningkatkan nafsu makan dan BB dengan

meningkatkan massa lemak, namun efek sampingnya dapat berupa tromboemboli,

hipogonadisme, insufisiensi adrenal dan dapat meningkatkan kematian pada orang

tua. Kanabinoid seperti dronabinol merupakan pilihan lain namun efektivitasnya

lebih rendah dibandingkan dengan steroid.8,40

Oksandrolon merupakan derivat testosteron sintetik dengan efek

androgenik minimal telah diketahui dapat digunakan pada laki-laki dan

perempuan dengan penurunan BB yang berhubungan dengan keadaan katabolik

seperti pembedahan, luka bakar, dan infeksi kronik. Oksandrolon juga telah

menunjukkan dapat meningkatkan lean body mass dan BB pada pasien HIV dan

PPOK yang mengalami penurunan BB. Secara umum dapat ditoleransi dengan

baik, namun dapat menyebabkan hipogonadisme pada laki-laki. Selective

androgen receptor modulator (SARM) merupakan tissue-spesific nonsteroidal

androgenic agents yang diharapkan memiliki efek samping androgenik minimal

dan potensi anabolik lebih besar dibandingkan dengan testosteron.8,40

Hasil yang konsisten telah ditunjukkan pada penggunaan recombinant

growth hormone (GH) pada kondisi katabolik termasuk diantaranya AIDS, gagal

jantung kongestif, PPOK dan hemodialisis seperti halnya pada pasien pasca

bedah. Recombinant GH telah diakui oleh the US Food and Drug Administration

untuk tatalaksana HIV wasting syndrome, penyakit ginjal kronik anak dan pasien

SBS yang tergantung dengan nutrisi parenteral untuk mengatasi cachexia.

Penggunaan recombinant GH sangat mahal, memerlukan injeksi subkutan setiap

hari dan efek sampingnya berupa artralgia, edema, resistensi insulin, parestesia,

dan retensi garam.8,35

Ghrelin dalam bentuk infus atau analog sintetisnya dalam bentuk oral telah

dipelajari pada penurunan BB yang ditemui pada kanker, gagal jantung kongestif,

penyakit ginjal kronik stadium akhir, PPOK, dan anoreksia nervosa. Ghrelin

dilaporkan sangat aman diberikan dalam jangka pendek tanpa efek samping.

Ghrelin mimetics (yang dikenal dengan growth hormone secretagogues/GHS)

diberikan dalam bentuk oral, memiliki waktu paruh lebih panjang sehingga lebih

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 48: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

33

Universitas Indonesia

mudah digunakan dalam klinis. Studi randomized, double-blind crossover pada 16

pasien kaheksia kanker mendapatkan plasebo atau GHS anamorelin selama 3 hari.

Pada kelompok perlakuan didapatkan peningkatan nafsu makan dan BB signifikan

sebesar 0,77 kg. Efek samping obat ini antara lain hiperglikemia, mual, dan

mengantuk. Ghrelin mimetics memiliki potensi sebagai terapi kaheksia di masa

yang akan datang.8,40

Inflamasi merupakan mekanisme penting pada kaheksia, sehingga obat-

obat dengan target sitokin proinflamasi menjadi sorotan namun belum

menunjukkan manfaat yang konsisten. Asam lemak omega-3, golongan anti-

tumor necrosis factor dan talidomid telah dilaporkan berbagai efek dan hasilnya

yang inkonsisten. Talidomid merupakan imunomodulator, antineoplasma dan

antiinflamasi yang diketahui dapat memperbaiki BB beberapa kanker tertentu.

Suatu studi randomisasi controlled trial mengevaluasi efek terapi multimodal

pada kaheksia yang menunjukkan manfaat penggunaan talidomid, megesterol

asetat, EPA, L-karnitin, dan dukungan nutrisi secara bersamaan, namun

didapatkan heterogenisitas antar kelompok, sehingga tidak dapat disimpulkan

secara umum. Studi ini menyatakan bahwa kaheksia disebabkan oleh berbagai

faktor, sehingga pendekatan terapi sesuai dengan mekanisme penyebab (inflamasi,

perangsang nafsu makan dan golongan anabolik otot) lebih efektif dibandingkan

mengatasi inflamasi secara tunggal.8,40

Beta bloker juga diketahui dapat memperbaiki BB dengan menghambat

cathecolamine-dependent lipolysis, menurunkan resting energy expenditure,

menginduksi vasodilatasi dan memperbaiki oksigenasi. Percobaannya pada tikus

dengan kaheksia menunjukkan dapat memperbaiki ketahanan hidup dan

mempertahankan BB. Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui

perannya dalam memperbaiki massa otot pada usia lanjut.8

Melanocortin receptor inhibition, myostatin inhibitors, dan anti-IL-6

antibodies terapi kaheksia lainnya yang masih dipelajari manfaatnya.8 Ringkasan

golongan obat-obatan yang dapat digunakan pada kaheksia terlihat pada tabel 2.5.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 49: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

34

Universitas Indonesia

Tabel 2.5 Obat-obatan yang dapat digunakan dalam Tatalaksana Kaheksia

Golongan dan contoh obat Efek klinis (RCT) Hipotesis cara kerja

Anabolic agents

Kortikosteroid Memperbaiki anoreksia dan

kelemahan, belum terbukti

pada peningkatan BB dan

asupan kalori

Menghambat metabolisme

prostaglandin dan efek

euforia sentral

Nandrolon dekanoat Penurunan BB sedikit Menyebabkan akumulasi

nitrogen protein

Oksandrolon Publikasi RCT belum ada Tidak dijelaskan

Insulin Meningkatkan lemak tubuh

dan asupan KH

Tidak dijelaskan

Adenosin trifosfat (ATP) Mempertahankan BB dan

meningkatkan asupan

energi

Tidak dijelaskan

Perangsang nafsu makan

Progesteron: megestrol

asetat (MA),

medroksiprogesteron (MP)

Memperbaiki nafsu makan,

asupan kalori dan BB

MA: meningkatkan

neuropeptida stimulan nafsu

makan sentral

YMP: menurunkan

serotonin dan produksi

sitokin dengan PBMCs

Kanabinoid: dronabinol Manfaat belum ada Bekerja pada reseptor

endorfin, menurunkan

sintesis prostaglandin atau

menghambat sekresi IL-1

Penghambat sitokin

Siproheptadin Peningkatan BB belum

dibuktikan

Antagonis serotonin dengan

sifat antihistaminnya

Talidomid Meminimalkan

penurunanBB,

meningkatkan lean body

mass

Imunomodulator

Pentoksifilin Tidak ada perbaikan pada

nafsu makan dan BB pada

pasien cachexia

Menghambat trsnkripsi gen

TNF

Asam eikosapentaenoat

(EPA)

Meta-analisis Cochrane:

bukti belum cukup untuk

menunjukkan bahwa EPA

lebih baik dibanding

plasebo

Secara in vitro menurunkan

aktivitas cAMP dan lipolisis

Melatonin Memperbaiki kaheksia dan

ketahanan hidup pada

kanker paru NCSC

Imunomodulator,

menurunkan produksi TNF

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 50: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

35

Universitas Indonesia

Golongan dan contoh obat Efek klinis (RCT) Hipotesis cara kerja

Antiinflamasi

Antiinflamasi non-eteroid Menurunkan penanda

inflamasi, REE dan

memperbaiki lemak tubuh

Menurunkan respons

inflamasi sistemik terhadap

tumor

cAMP = cyclic adenosinemonophosphate, NCSC = non-small cell (lung cancer), PBMC

= peripheral blood mononuclear cells, RCT = randomised controlled trial, TNF = tumor

necrosis factor

Sumber: daftar referensi no 40

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 51: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

36

Universitas Indonesia

BAB 3

KASUS

Serial kasus ini membahas mengenai terapi nutrisi pada empat pasien TB paru

dengan infeksi HIV dan kaheksia yang dirawat di RSU Kabupaten Tangerang.

Kriteria pemilihan pasien adalah: (1) diagnosis TB paru yang ditegakkan melalui

pemeriksaan sputum, rontgen toraks, riwayat terapi OAT, (2) dilakukan

pemeriksaan laboratorium anti HIV, (3) malnutrisi berat dan masuk dalam kriteria

diagnosis kaheksia, (4) pasien yang masuk dalam kriteria skrining dan

memerlukan tatalaksana nutrisi pada skrining gizi RSU Kab Tangerang, (5) pasien

rawat inap di ruang perawatan penyakit dalam (Cempaka atau Flamboyan) RSU

Kab Tangerang, (6) lama perawatan lebih dari lima hari.

Skrining gizi telah dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Terapi nutrisi diberikan selama pasien menjalani rawat inap dengan pemantauan

yang dilakukan meliputi penilaian subyektif, toleransi asupan, keadaan klinis,

tanda vital, pemeriksaan fisik, kapasitas fungsional, analisis asupan, dan

pemeriksaan penunjang.

Tabel 3.1. Karakteristik Pasien

Kasus Jenis

kelamin

Usia

(tahun)

IMT

(kg/m2)

Diagnosis Masalah

Pasien 1 L 32 15,4 TB paru kasus

baru, HIV (+)

Malnutrisi, kaheksia,

sesak nafas, anemia,

hipoalbuminemia

Pasien 2 P 23 13,8 TB paru dalam

OAT, susp alergi

OAT, diare kronik

Malnutrisi, kaheksia,

anemia, riwayat

diare

Pasien 3 L 19 15,6 TB milier, HIV (+),

suspek

meningoensefalitis

Malnutrisi,kaheksia,

anemia

Pasien 4 L 24 11,7 TB paru putus

obat,….

Malnutrisi, kaheksia,

anemia Keterangan: HIV = human immunodeficiency virus, IMT = indeks massa tubuh, L = laki-laki

OAT = obat anti tuberkulosis, P = perempuan, TB = tuberkulosis

36

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 52: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

37

Universitas Indonesia

3.1. Kasus pertama

Paien laki-laki 32 tahun datang ke UGD RSU Kab Tangerang (RSUT) dengan

keluhan sesak nafas sejak dua minggu sebelum masuk RS. Sesak hilang timbul,

tidak ada perubahan bila merubah posisi (duduk/tiduran), dan tidak berkurang bila

beristirahat. Kadang-kadang disertai batuk berdahak, tidak ada darah dan lendir.

Pasien tidak mengalami demam, makan hanya sedikit sejak, terkadang mual, tapi

tidak muntah, dan tidak ada diare. Keringat malam disangkal. Pasien merasa berat

badannya turun namun tidak mengetahui berapa banyak penurunannya. Sejak

empat bulan terakhir pasien sering merasa lemas dan nafsu makan menurun.

Pasien hanya minum minuman penambah energi dan sesekali membeli vitamin di

apotik. Riwayat berobat paru rutin sebelumnya disangkal oleh pasien. Pada

riwayat penyakit dahulu dan keluarga tidak didapatkan penyakit asma, DM,

jantung, dan tidak ada yang memiliki riwayat pengobatan paru rutin dalam

keluarga dan lingkungan sekitar rumah.

Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia ± 15 tahun, sehari merokok

sekitar satu hingga dua bungkus, namun sejak sesak pasien tidak merokok.

Riwayat menggunakan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik, promiskuisitas,

dan riwayat transfusi darah disangkal pasien, namun pasien memiliki tato di

punggung kanan. Saat ini pasien bekerja sebagai buruh bangunan, istri pasien

seorang pembantu rumah tangga, dan pasien belum memiliki anak. Pasien tinggal

di lingkungan padat penduduk di daerah Cengkareng. Biaya pengobatan

menggunakan BPJS.

Saat sehat pasien makan dua sampai tiga kali sehari. Makan pagi biasanya

kopi hitam satu gelas dengan empat sendok teh gula dan pisang goreng dua

hingga tiga buah. Siang hari pasien makan nasi sekitar dua gelas (belimbing), lauk

ikan tongkol satu potong sedang atau balado telur satu butir, tumis sayuran kira-

kira dua sendok sayur, tahu/tempe goreng satu potong. Sore hari pasien kembali

minum kopi satu cangkir dan makan malam hampir sama dengan makan siang.

Empat bulan terakhir pasien mulai malas makan, biasanya hanya satu sampai dua

kali makan setiap harinya, dengan menu yang hampir sama saat sehat namun

jumlah porsi jauh berkurang.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 53: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

38

Universitas Indonesia

Selama sakit (dua minggu terakhir) asupan pasien mulai menurun, dengan

frekuensi makan besar dua kali sehari. Pagi hari pasien hanya makan roti isi

setengah potong yang dicelupkan ke dalam susu/sereal instan, dan menghabiskan

susu satu sachet. Makan siang dan sore berupa bubur nasi kira-kira setengah gelas

(belimbing), sup sayuran (wortel, kentang) dua sendok makan, kadang-kadang

dengan ayam suwir satu potong. Selama sehat dan sakit pasien jarang

mengonsumsi buah-buahan. Dalam 24 jam terakhir pasien hanya dapat

mengonsumsi setengah porsi dari makanan RS yang diberikan (bubur 1500 kkal).

Pada saat pemeriksaan pasien tampak sesak, sesekali terbatuk disertai

dengan dahak. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, istri pasien kadang ikut

menjawab pertanyaan yang diberikan. Nafsu makan masih menurun, ada sedikit

rasa mual. Keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.

Tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mm Hg, nadi 90x/menit, frekuensi

pernafasan 26x/menit, dan suhu 37° C.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan rambut mudah dicabut, konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik, hidung terpasang nasal kanul O2 3 liter/menit. Pada

rongga mulut didapatkan kandidiasis di lidah dan oral hygiene yang buruk.

Pemeriksaan toraks terlihat iga gambang, bunyi jantung dan paru pada auskultasi

dalam batas normal. Abdomen tampak cekung, bising usus (+) normal, supel, dan

tidak ada nyeri tekan. Pada keempat ekstrimitas tidak didapatkan edema, terlihat

muscle wasting, akral hangat, dan CRT < 2 detik. Kekuatan genggaman tangan

pasien lebih lemah dari pemeriksa dengan skor indeks Barthel 9 (ketergantungan

sedang). Pemeriksaan antropometri didapatkan panjang badan 165 cm, LLA 17

cm, BB perkiraan 42 kg, dan IMT berdasarkan BB perkiraan adalah 15,4 kg/m2.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Agustus‘15 didapatkan kadar

hemoglobin (Hb) 11,6 g/dL, hematokrit 34%, leukosit 14.600/μL, trombosit

504.000/μL, natrium 132 mmol/L, kalium 3,9 mmol/L, klorida 93 mmol/L, ureum

29 mg/dL, dan kreatinin 0,6 mg/dL. Pemeriksaan albumin tanggal 19 Agustus‘15

sebesar 2,2 g/dL, SGOT 25 U/L, SGPT 18 U/L, dan anti HIV reaktif. Pemeriksaan

sputum BTA didapatkan dua kali positif. Foto toraks menunjukkan gambaran

sugestif TB paru aktif.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 54: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

39

Universitas Indonesia

Diagnosis dokter penanggung jawab pasien (DPJP) adalah TB paru,

kandidiasis oral, dan HIV positif. Pasien mendapatkan terapi awal dari DPJP

berupa ceftriaxone injeksi 1 x 2 g, sirup OBH 3 x sendok makan, candistin drop

3x 1 ml, kotrimoksasol tablet 2 x 480 mg. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, antropometri dan penunjang, maka diagnosis gizi medis pasien ini adalah

malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang (anemia, leukositosis,

hiponatremia, hipoalbuminemia) pada TB paru, kandidiasis oral dan HIV positif.

Tatalaksana nutrisi diberikan pada perawatan hari kedua, kebutuhan energi

dihitung menggunakan rumus Harris-Benedict, didapatkan kebutuhan energi basal

(KEB) sebesar 1252 kkal dan kebutuhan eneri total (KET) 1628 kkal (~1600 kkal)

menggunakan faktor stres 1,4. Target pemberian protein 75,6 g (1,8 g/kgBB

aktual, 18% total kalori, N : NPC 1 : 116), lemak 51 g (27% total kalori), dan

karbohidrat 235 g (55% total kalori). Saat assessment awal, nutrisi diberikan 80%

KEB yaitu sebesar 1000 kkal (24 kkal/kgBB aktual), protein 46,2 g (1,1 g/kgBB

aktual, 18% total kalori, N : NPC 1 : 116), lemak 28 g (25% total kalori) dan

karbohidrat 141,3 g (56% total kalori berupa makanan cair RS (MCRS) 4 x 150

ml dan nutren optimum 2 x 200 ml. Mikronutrien yang diberikan adalah vitamin

B kompleks 3 x 1 tab, asam folat tab 1 x 500 mcg, vitamin C tab 2 x 50 mg, zink

tab 1 x 20 mg, dan nutrien spesifik berupa omega-3 3 x 2 kaplet.

Pasien dirawat di RSUT selama 16 hari. Pemantauan dilakukan setiap 1-3

hari, tergantung dari keadaan umum dan klinis pasien. Pada pemantauan pertama

dan kedua sesak berkurang, pasien dapat menghabiskan seluruh makanan cair dari

RS. Hemodinamik stabil, frekuensi pernafasan 22x/menit (menggunakan nasal

kanul dengan O2 2 liter/menit). Toleransi asupan baik dan analisis asupan

mengalami peningkatan sehingga nutrisi dapat ditingkatkan hingga 1500 kkal (36

kkal/kgBB aktual) dan protein 1,7 g/kgBB aktual. Bentuk makanan yang

diberikan berupa kombinasi makanan lunak dan cair. Keluhan sesak kembali saat

pemantauan ketiga, dan pasien tergantung pada selang oksigen. Makanan cair

dapat dihabiskan, bubur dapat habis tiga perempat porsi. Pemberian nutrisi

kembali diturunkan sesuai KEB yaitu sebesar 1300 kkal (31 kkal/kgBB aktual),

protein 1,5 g/kgBB aktual dengan kombinasi makanan cair dan lunak. Hingga

pemantauan terakhir pasien masih sesak, namun toleransi asupan membaik. Pasien

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 55: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

40

Universitas Indonesia

dapat menghabiskan makanan cair dan bubur dapat habis satu porsi. Sehingga

nutrisi diberikan hingga 1675 kkal (39 kkal/kgBB aktual) dan protein 1,8 g/kgBB

aktual berupa makanan cair dan makanan lunak. Kekuatan genggaman tangan

lebih kuat dari saat assessment awal, dan skor indeks Barthel di akhir pemantauan

12. Selama pemantauan mikronutrien dan nutrien spesifik tetap diberikan dengan

dosis seperti saat assessment awal. Gambaran pemantauan tanda vital dan asupan

pasien sejak sebelum sakit, sejak sakit dan selama di RS dapat terlihat pada

gambar 3.1 dan 3.2.

Assessmen I II III IV V

Suhu (°C) 37 36.6 36.5 37 37 36.8

Pernafasan (x/menit) 28 24 20 30 26 24

MAP (mmHg) 83 80 90 83 83 80

Nadi (x/menit) 88 84 84 92 88 88

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Gambar 3.1. Pemantauan Tanda Vital Pasien Pertama

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 56: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

41

Universitas Indonesia

Gambar 3.2. Pemantauan Asupan Pasien Pertama

3.2. Kasus kedua

Pasien perempuan 23 tahun masuk masuk bangsal Cempaka RSUT dari poli paru

pada dengan keluhan diare yang sudah berlangsung sejak dua minggu sebelum

masuk RS. Diare kurang lebih 3-5 kali sehari, dengan konsistensi cair disertai

Kkal

Gram

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 57: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

42

Universitas Indonesia

sedikit ampas, tidak ada darah atau lendir, warna coklat. Pasien tidak merasa mual

atau nyeri perut, nafsu makan menurun sejak kurang lebih 1 bulan SMRS. Pasien

sedang dalam pengobatan TB paru bulan pertama. Kadang-kadang pasien merasa

sesak dan batuk berdahak. Riwayat penurunan BB dirasakan pasien sejak kurang

lebih dua bulan yang lalu, namun pasien tidak ingat berapa banyak penurunan

berat badannya, hanya merasa bajunya lebih longgar. Ibu pasien juga mengakui

bahwa anaknya terlihat lebih kurus dalam dua bulan ini. Berat badan pasien saat

ditimbang di poli paru 32 kg. Selain itu sejak dua minggu sebelum masuk RS,

timbul bercak-bercak hitam di hampir seluruh badan pasien, tidak ada rasa gatal

atau nyeri. Pasien kemudian berobat ke puskesmas di dekat rumah dan diberi

rujukan untuk ke poli paru RSUT.

Sekitar bulan Juli 2015, pasien dirawat di RSUT dengan keluhan sesak

nafas memberat sejak seminggu sebelum masuk RS dan demam naik turun selama

kurang lebih dua minggu. Pasien dirawat di bangsal Flamboyan selama dua

minggu, dan terdiagnosis TB paru, sehingga pasien diberikan OAT selama enam

bulan. Saat dipulangkan pasien sudah tidak demam, tidak sesak, dan dapat

mengonsumsi makanan RS tiga perempat porsi (bubur). Selama di rumah pasien

masih sering merasa lemas, makan bubur hanya mau sedikit karena merasa tidak

nafsu makan.

Pada saat pemeriksaan pasien tampak lemas, diare masih ada sekitar empat

kali disertai dengan ampas, mual dan nyeri perut tidak ada. Pasien tidak sesak,

batuk, dan demam. Pasien hanya dapat menghabiskan makanan dari RS (bubur

1500 kkal) 2x setengah porsi, dan 1x tiga perempat porsi.

Dari riwayat penyakit dahulu (RPD), tidak didapatkan adanya riwayat

penyakit paru dengan pengobatan rutin sebelumnya, alergi, dan penyakit jantung.

Begitu juga dengan riwayat penyakit keluarga, tidak didapatkan riwayat penyakit

paru pada keluarga dengan pengobatan rutin, penyakit jantung, alergi, dan DM.

Kedua kakak pasien meninggal saat usia kanak-kanak karena sakit (ibu pasien

hanya mengatakan karena demam).

Pada riwayat sosial, ekonomi, dan kebiasaan diketahui bahwa pasien

lulusan SMU dan tidak bekerja. Pasien sudah menikah dan memiliki seorang anak

laki-laki usia 3 tahun. Pekerjaan suami pasien tidak jelas (sering berpindah tempat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 58: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

43

Universitas Indonesia

kerja), dan suami pasien sudah meninggalkan pasien dan anaknya sejak dua bulan

yang lalu. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan neneknya di daerah

Sepatan Tangerang. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak memiliki

riwayat menggunakan obat-obatan terlarang, memiliki tato, promiskuisitas,dan

transfusi darah. Pembiayaan pengobatan pasien menggunakan BPJS.

Sebelum sakit, pasien makan dua hingga tiga kali per hari. Biasanya pagi

hari pasien mengonsumsi nasi uduk (nasi, bihun, orek tempe, bakwan goreng) satu

bungkus atau bubur ayam beserta isinya satu mangkok. Siang hari pasien makan

nasi putih satu centong (± setengah gelas Aqua), satu butir telur ceplok atau

balado, tiga sendok makan tumis sayuran (kangkung/tauge), tahu/tempe goreng

satu potong. Di malam hari pasien sering mengonsumsi nasi satu centong dan

pecel lele (satu ekor digoreng), lalapan dan sambal. Pasien jarang mengonsumsi

buah-buahan. Sebagai makanan selingan, pasien suka jajan gorengan (dua hingga

buah), terkadang ibu pasien membuat pisang atau kacang rebus. Kadang-kadang

pasien suka minum susu bubuk coklat satu sachet (dua hingga tiga hari sekali).

Saat mulai sakit (dua bulan sebelum masuk RS), pasien hanya makan

seringnya dua kali sehari. Pagi hari pasien hanya minum susu bubuk coklat satu

sachet, dengan roti tawar satu lembar yang dicelupkan ke dalam susu. Siang hari

pasien makan bubur tiga perempat mangkok dengan lauk ayam goreng satu

potong (yang disuwir) dengan sup sayuran berisi wortel, kentang, dan buncis kira-

kira dua sampai 3 sendok makan. Malam hari terkadang pasien makan nasi

dengan pecel lele, tapi nasi hanya habis setengah porsi dari biasanya, ikan lele

dapat dihabiskan. Sejak dua minggu sebelum masuk RS (saat pasien diare),

asupan pasien makin menurun, karena pasien takut makan. Pasien hanya minum

susu bubuk coklat satu sachet dan bubur seperti saat sakit 1x. Pada 24 jam terakhir

(saat pemeriksaan), Pasien hanya dapat menghabiskan makanan dari RS (bubur

1500 kkal) 2x setengah porsi, dan 1x tiga perempat porsi.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dan

kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah

100/70 mm Hg, frekuensi nadi 72x/menit, frekuensi nafas 20x/menit dan suhu 37°

C. Regio generalisata terlihat adanya bercak-bercak hiperpigmentasi (warna

hitam) dengan ukuran lentikuler hingga numuler dan batas tidak tegas. Pada

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 59: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

44

Universitas Indonesia

pemeriksaan kepala dan leher didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,

tidak terpasang selang O2 dan NGT, tidak didapatkan stomatitis atau kandidiasis

oral, dan pembesaran kelenjar getah bening (KGB). Pemeriksaan toraks

didapatkan jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen

terlihat datar, bsiung usus positif normal, supel dan tidak ada nyeri tekan. Pada

ekstrimitas tidak terlihat edema, terlihat muscle wasting, akral hangat dengan

capillary refill time (CRT) > 2‖. Penilaian kapasitas fungsional menggunakan

indeks Barthel didapatkan skor 10 yaitu ketergantungan sedang dan kekuatan

genggaman tangan pasien lebih lemah dari pemeriksa.. Pemeriksaan antropometri

menggunakan BB timbang saat di poli paru yaitu 32 kg, tinggi badan 152 cm,

sehingga didapatkan indeks massa tubuh (IMT) 13,8 kg/m2.

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Agustus 2015 didapatkan kadar

hemoglobin (Hb) 6,9 mg/dL, hematokrit (Ht) 35%, leukosit 5400/μL, trombosit

417.000/μL, limfosit 16%, LED 92 mm/jam, gula darah sewaktu (GDS) 108

mg/dL, SGOT 61 U/L, SGPT 22 U/L, ureum 28 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL,

natrium 145 mEq/L, kalium 3,5 meq/L, klorida 115 mEq/L. Pemeriksaan foto

toraks didapatkan kesan TB paru aktif pada kedua lapang paru.

Diagnosis DPJP adalah diare kronik, TB paru dalam terapi dan suspek

alergi OAT. Terapi yang didapatkan dari DPJP utama berupa new diatab 3 x 2

tab, ambroxol 3 x 1 tab, paracetamol tab 3 x 500 mg, INH 1 x 300 mg, ceftriaxone

2 x 1 g IV, ranitidin 2 x 1 ampul, transfusi PRC 500 ml dengan premedikasi

deksametason 1 ampul IV, infus RL 20 tetes per menit.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan antropometri serta

pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kerja gizi pada pasien ini adalah

malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang (anemia, peningkatan enzim

transaminase) pada diare kronik, TB paru dalam terapi, suspek alergi OAT. Tata

laksana nutrisi pasien dengan menghitung kebutuhan energi basal (KEB)

menggunakan rumus Harris-Benedict dengan BB aktual sebesar 1137 kkal, dan

kebutuhan energi total (KET) sebesar 1479 kkal (~1500 kkal) dengan faktor stres

1,3. Target kebutuhan protein sebesar 2 g/kgBB/hari yaitu 64 g (17% total kalori

dengan N:NPC 1:124). Kebutuhan lemak sebesar 27% yaitu 45 g, dan karbohidrat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 60: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

45

Universitas Indonesia

diberikan sebesar 56% (210 g). Pemberian serat sebesar 14 g/1000 kkal, yaitu 21

g/hari berupa serat larut. Kebutuhan cairan pasien sekitar 1000–1300 ml/hari.

Pada assessment awal, nutrisi diberikan sesuai KEB yaitu 1100 kkal (34

kkal/kgBB), dengan protein 48 g (1,5 g/kgBB, 17% total kalori, N:NPC 1:129),

lemak 30,5 g (25% total kalori), dan karbohidrat 158,4 g (58% total kalori).

Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan lunak dengan frekuensi 3x

makan utama dan 2x selingan berupa bubur nasi 1100 kkal dan ekstra putih telur 1

butir/hari untuk pemenuhan protein. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin

B kompleks 3 x 2 tablet, vitamin C tablet 2 x 50 mg, asam folat tablet 1 x 500

mcg, zink tablet 1 x 20 mg, dan omega-3 3 x 2 kapsul.

Pasien dirawat selama 11 hari, pemantauan dilakukan setiap satu hingga

dua hari melihat dari keadaan umum dan klinis pasien. Pada pemantauan pertama

dan kedua pasien dapat menghabiskan makanan yang diberikan dari RS, dan

analisis asupan sebesar 1175 kkal (36 kkal/kgBB), protein 47 g (1,46 g/kgBB,

16% total kalori, N:NPC 1:141), lemak 30 g (23% total kalori), dan karbohidrat

180 g (61% total kalori). Rencana tata laksana nutrisi pasien masih sama seperti

sebelumnya oleh karena kadar Hb masih rendah. Pada pemantauan ketiga, klinis

dan toleransi asupan baik, kadar Hb setelah transfusi 11,9 g/dL, sehingga

pemberian nutrisi ditingkatkan sesuai dengan KET yaitu sebesar 1500 kkal (47

kkal/kgBB), protein sebesar 2 g/kgBB/hari yaitu 64 g (17% total kalori dengan

N:NPC 1:124), lemak 45 g (27% total kalori, dan karbohidrat 210 g (56% total

kalori) berupa makanan lunak (bubur 1300 kkal) dan makanan cair (Peptisol 1 x

250 ml) yang diberikan pada malam hari. Hingga pemantauan kelima, klinis dan

toleransi asupan pasien semakin baik, pemberian ditingkatkan sebesar 1750 kkal

(57 kkal/kgBB), protein 72 g (2,2 g/kgBB, 16% total kalori, N:NPC 1:139), lemak

54 g (27% total kalori), dan karbohidrat 256,5 g (58% total kalori) berupa

makanan lunak (bubur 1500 kkal) dan makanan cair (Nutren Optimum 1 x 250

ml). Pada pemantauan terakhir kekuatan genggaman tangan pasien sama dengan

pemeriksa, dengan skor indeks Barthel 15 (ketergantungan ringan). Pemeriksaan

antropometri dilakukan dengan menimbang BB, didapatkan 32 kg. Pemantauan

tanda vital, dan analisis asupan pasien sebelum sakit, selama sakit dan perawatan

di RS dapat dilihat pada gambar 3.3 dan 3.4.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 61: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

46

Universitas Indonesia

Gambar 3.3 Pemantauan Tanda Vital Pasien Kasus Kedua

Kkal

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 62: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

47

Universitas Indonesia

Gambar 3.4 Pemantauan Asupan Pasien Kedua

3.3. Kasus ketiga

Pasien laki-laki usia 19 tahun dirawat di RSUT dengan keluhan sesak nafas sejak

10 hari SMRS, disertai lemas, mual dan nafsu makan menurun. Sesak dirasakan

sama saat istirahat dan beraktivitas. Keluhan batuk berdahak, demam, muntah

dan diare tidak ada. Tiga hari SMRS sesak memberat dan pasien tidak mau

makan, kemudian pasien dibawa oleh keluarganya ke RSU Kota Tangerang dan

dirawat selama tiga hari, kemudian pasien dirujuk ke RSUT dengan alasan

fasilitas.

Sejak dua bulan yang lalu pasien terdiagnosis TB paru dan menjalankan

terapi TB di puskesmas. Penurunan BB dirasakan oleh pasien sejak ± tiga/empat

bulan yang lalu, seingat pasien BB terakhir 53 kg. Riwayat diare kronik disangkal

oleh pasien. Riwayat berobat paru rutin sebelumnya, penyakit DM, dan jantung

disangkal oleh pasien, begitu juga dengan riwayat penyakit keluarga dengan

pengobatan paru rutin, DM, dan penyakit jantung.

Saat pemeriksaan pasien masih tampak lemas, keluhan sesak masih ada

namun berkurang dibandingkan saat di rumah. Nafsu makan belum baik sehingga

belum dapat menghabiskan makanan dari RS. Pasien cukup kooperatif, dapat

berkomunikasi dengan baik dengan pemeriksa.

Gram

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 63: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

48

Universitas Indonesia

Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak SMP, baru berhenti kira-kira

sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang

dengan jarum suntik ± tiga tahun yang lalu selama dua/tiga bulan. Riwayat

membuat tato, promiskuisitas, dan transfusi darah disangkal oleh pasien.

Dari riwayat pendidikan diketahui bahwa pasien lulusan SMU tahun 2012,

dan pasien tidak melanjutkan pendidikan kuliah dengan alasan biaya. Pasien

belum bekerja, masih tinggal bersama kedua orang tuanya di lingkungan padat

penduduk di daerah Kampung Ledug Tangerang. Pasien anak ketiga dari tiga

bersaudara, kedua kakak pasien sudah menikah dan terpisah rumah. Pekerjaan

kedua orang tua pasien hanya berdagang di warung di depan rumah. Biaya

pengobatan menggunakan BPJS.

Sebelum sakit, pasien makan porsi besar dua hingga tiga kali sehari.

Makan pagi, siang, dan malam hampir sama, biasanya nasi satu hingga satu

setengah gelas air mineral, disertai lauk hewani, seringnya telur ceplok/balado

satu1 butir, terkadang ikan lele goreng satu ekor. Sayuran seringnya tumis

kangkung atau daun singkong rebus dua hingga tiga sendok makan, tempe goreng

satu sampai dua potong. Buah-buahan sesekali pepaya satu potong (beli di tukang

rujak). Pasien tidak suka makan makanan selingan.

Setelah didiagnosis TB paru (dua bulan yang lalu), pasien makan tiga kali

sehari seperti saat sehat, namun sering tidak habis. Makanan yang dikonsumsi

berupa nasi satu centong, lauk dan sayuran seperti saat sakit tapi sering tidak

habis. Sejak sepuluh hari yang lalu (saat pasien mulai sesak), asupan semakin

sedikit, pasien hanya dua kali makan berupa bubur nasi empat/lima sendok

dengan kuah sup dan susu bubuk coklat satu sachet (tdidak setiap hari). Dalam 24

jam terakhir pasien hanya dapat mengonsumsi sepertiga porsi makanan yang

diberikan RS (bubur 1300 kkal).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dan

kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah

110/70 mm Hg, frekuensi nadi 84x/menit, frekuensi nafas 28x/menit dan suhu 37°

C. Pada pemeriksaan kepala dan leher didapatkan rambut mudah dicabut,

konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, terpasang nasal kanul dengan O2 2-3

liter/menit dan tidak terpasang NGT, didapatkan bercak putih di lidah dan mukosa

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 64: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

49

Universitas Indonesia

mulut (kandidiasis oral), pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tidak teraba

membesar. Pemeriksaan toraks didapatkan jantung dan paru dalam batas normal.

Pada pemeriksaan abdomen terlihat datar, bising usus positif normal, supel dan

tidak ada nyeri tekan. Pada ekstrimitas tidak terlihat edema, terlihat muscle

wasting, akral hangat dengan capillary refill time (CRT) > 2‖. Penilaian kapasitas

fungsional menggunakan indeks Barthel didapatkan skor 10 yaitu ketergantungan

sedang dan kekuatan genggaman pasien lebih lemah dari pemeriksa. Pemeriksaan

antropometri didapatkan TB 175 cm dan BB estimasi 48 kg dengan LLA 17 cm,

sehingga IMT 15,6 kg/m2.

Pada pemeriksaan laboratorium saat pasien datang ke RS, kadar Hb 10,5

mg/dL, Ht 30%, leukosit 12900/μL, trombosit 417.000/μL, limfosit 12%, LED 53

mm/jam, GDS 160 mg/dL, natrium 122 mEq/L, kalium 4,6 meq/L, klorida 115

mEq/L, dan antiHIV positif. Pemeriksaan laboratorium selanjutnya ditemukan

kadar ureum 30 mg/dL, kreatinin 0,6 mg/dL, albumin 2,0 mg/dL, dan kadar CD4

14 sel/μl. Pemeriksaan foto toraks didapatkan gambaran TB milier.

Terapi yang didapatkan dari DPJP utama berupa FDC 1 x 3 tab, Nistatin

drop 4 x 1 ml, omeprazole injeksi 1 x 40 mg, ceftriaxone injeksi 2 x 1 g, infus

NaCl 3%/24 jam dan ringer laktat 500 ml/8 jam, dengan diagnosis TB milier,

SIDA dan malnutrisi. Diagnosis kerja gizi pada pasien ini adalah malnutrisi berat,

kaheksia, hipermetabolisme sedang (anemia, leukositosis, hipoalbuminemia,

hiponatremia) pada TB milier dan SIDA.

Tata laksana nutrisi pasien dengan menghitung kebutuhan energi basal

(KEB) menggunakan rumus Harris-Benedict dengan BB aktual sebesar 1473 kkal,

dan kebutuhan energi total (KET) sebesar 2062 kkal (~2100 kkal) dengan faktor

stress 1,4. Target kebutuhan protein sebesar 1,8 g/kgBB/hari yaitu 86,4 g (17%

total kalori dengan N:NPC 1:122). Kebutuhan lemak sebesar 27% yaitu 62 g, dan

karbohidrat diberikan sebesar 56% (290 g). Kebutuhan cairan pasien sekitar

1400–1900 ml/hari.

Pada assessment awal, nutrisi diberikan sebesar 80% KEB yaitu 1200 kkal

(25 kkal/kgBB aktual), dengan protein 52,8 g (1,1 g/kgBB aktual, 17% total

kalori, N:NPC 1:123), lemak 36 g (27% total kalori), dan karbohidrat 166,2 g

(56% total kalori). Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan cair 6x dan

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 65: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

50

Universitas Indonesia

ekstra makanan lunak 1x berupa nutren optimum 3 x 150 ml, MCRS 3 x 150 ml,

dan bubur nasi 300 kkal. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin B kompleks

3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50 mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x

20 mg, dan omega-3 3 x 2 kapsul. Pemasangan NGT disarankan kepada DPJP

untuk pasien sebagai jalur pemberian nutrisi.

Pasien dirawat selama 15 hari, dan pulang ke rumah atas permintaan dari

keluarga. Pemantauan dilakukan setiap 1-3 hari melihat dari kondisi pasien. Pada

pemantauan pertama pasien belum dapat menghabiskan makanan yang diberikan

dari RS, sehingga planning masih sama dengan sebelumnya dan tetap diberikan

saran pemasangan NGT. Hingga pemantauan kedua NGT juga belum terpasang,

namun sesak mulai berkurang dan nafsu makan membaik. Pasien dapat

menghabiskan makanan cair dan bubur, sehingga pemberian nutrisi ditingkatkan

sesuai KEB yaitu 1500 kkal (31 kkal/kgBB aktual), protein 72 g (1,5 g/kgBB

aktual, 19% total kalori, N : NPC 1 : 110), lemak 45 g (27% total kalori), dan

karbohidrat 202 g (54% total kalori) berupa makanan cair dan makanan lunak.

Pada pemantauan ketiga keadaan umum pasien menurun, didapatkan

demam dan penurunan kesadaran, namun pasien tidak sesak. Keadaan umum

tampak sakit berat dengan kesadaran somnolen. Pemeriksaan tanda vital

didapatkan tekanan darah 100/70 mm Hg, nadi 92x/menit, suhu 38,7° C dan

pernafasan 22x/menit (dengan O2 3 liter/menit). Analisis asupan didapatkan

penurunan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan natrium 122 mmol/L, kalium

2,8 mmol/L, dan klorida 82 mmol/L. Diagnosis DPJP adalah penurunan kesadaran

susp meningitis TB. Pasien direncanakan untuk dilakukan lumbal pungsi dan

pemasangan NGT. Kalori diberikan tetap sesuai dengan KEB dalam bentuk

makanan cair. Pada pemantauan keempat klinis pasien masih sama, tekanan darah

110/70 mm Hg, nadi 96x/menit, suhu 38,5° C, pernafasan 22x/menit. Analisis

asupan sedikit meningkat dibandingkan pemantauan sebelumnya, sehingga

pemberian nutrisi ditingkatkan 10% yaitu 1650 kkal (34 kkal/kgBB akutal),

protein 75 g (1,5 g/kgBB aktual, 18% total kalori, N : NPC 1 : 112), lemak 51,6 g

(28% total kalori), dan karbohidrat 246 g (54% total kalori), berupa MCRS 3 x

300 ml dan nutren optimum 3 x 250 ml. Pada pemantauan kelima belum ada

perubahan planning dari pemantauan sebelumnya. Hingga pemantauan terakhir,

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 66: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

51

Universitas Indonesia

terdapat penurunan kapasitas fungsional, yaitu skor indeks Barthel 6

(ketergantungan berat) dan pasien bedridden. Mikronutrien dan nutrien spesifik

tetap diberikan sesuai dosis saat assessment awal. Gambaran pemantauan tanda

vital dan analisis asupan pasien sejak sebelum sakit hingga perawatan di RS dapat

dilihat pada gambar 3.5 dan 3.6.

Gambar 3.5 Pemantauan Tanda Vital Pasien Ketiga

Assesment I II III IV V

Suhu (°C) 37 36.8 37 38.7 38.5 38.2

Respirasi (x/menit) 28 24 22 22 22 21

MAP (mmHg) 83 80 83 80 83 86

Nadi (x/menit) 84 80 80 92 96 92

0

20

40

60

80

100

120

Pemantauan tanda vital

Kkal

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 67: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

52

Universitas Indonesia

Gambar 3.6. Pemantauan Asupan Pasien Ketiga

3.4. Kasus keempat

Pasien laki-laki usia 26 tahun dirawat di RSUT dengan keluhan batuk berdahak

yang memberat sejak dua hari SMRS. Keluhan batuk berdahak dirasakan sejak

dua minggu yang SMRS, disertai dengan mual dan tidak nafsu makan. Pasien juga

merasa sesak nafas sejak tiga hari SMRS. Keluhan keringat malam, demam naik

turun, lemas dan penurunan BB juga dirasakan oleh pasien sejak sebulan terakhir.

Pasien tidak mengetahui BB saat ini dan berapa banyak penurunannya sejak sakit.

Tidak ada batuk berdarah, muntah dan diare lama. Pasien berobat ke klinik di

dekat rumah kemudian dikatakan penyakit paru, lalu pasien dianjurkan untuk ke

RSUT. Pada saat pemeriksaan, pasien masih sering terbatuk-batuk, terlihat sedikit

sesak, dan kooperatif terhadap pemeriksa.

Pasien pernah menjalani pengobatan flek paru pada bulan April 2015 di

puskesmas hanya selama satu bulan, kemudian pasien tidak minum obat lagi.

Gejala yang dirasakan pada saat terdiagnosis flek paru hampir sama dengan gejala

saat ini. Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, dan asma disangkal oleh

pasien. Pasien juga mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang menjalani

pengobatan paru rutin, penyakit jantung, hipertensi, DM, dan asma.

Gram

m

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 68: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

53

Universitas Indonesia

Dari riwayat pendidikan diketahui bahwa pasien lulusan SMU. Saat ini

pasien bekerja sebagai penjaga warung internet yang dimiliki oleh temannya.

Pasien tinggal bersama istri dan satu anak laki-laki yang masih berusia 3 tahun.

Kedua orang tua pasien masih hidup, namun sudah tidak bekerja lagi. Sejak SMP

pasien sudah mulai merokok, dan baru berhenti sekitar bulan Maret 2015 saat

mulai batuk-batuk. Dalam sehari pasien dapat menghabiskan dua bungkus rokok.

Riwayat menggunakan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik, promiskuisitas,

membuat tato dan transfusi darah disangkal.

Pada riwayat asupan diketahui kebiasaan makan pasien saat sehat (awal

tahun) dua hingga tiga kali per hari, setiap makan berupa nasi satu sampai dua

gelas air mineral, lauk hewani seringnya telur balado atau ikan mas/lele goreng

satu potong, tempe/tahu goreng satu sampai potong, dan tumis sayuran dua

hingga tiga sendok makan. Pasien jarang mengonsumsi buah-buahan. Pasien

menyukai makanan kudapan seperti gorangan (dua sampai tiga buah), dan minum

kopi satu sampai dua gelas sehari. Sesekali pasien minum susu bubuk satu sachet.

Sejak terdiagnosis flek paru (April‘15) pola makan pasien hampir sama dengan

saat sehat, namun jumlah porsi sedikit berkurang. Sejak dua minggu yang lalu

pasien hanya makan bubur dua kali sehari ± setengah mangkok (kira-kira satu

centong), telur rebus satu butir atau ayam suwir satu potong, dan sayur sop dua

hingga tiga sendok makan. Kadang-kadang pasien minum susu bubuk satu

sachet/hari. Dalam 24 jam terakhir pasien hanya dapat menghabiskan bubur dari

RS 2x setengah porsi.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah

100/70 mm Hg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi nafas 24x/menit dan suhu 37°

C. Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan rambut mudah dicabut, konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik, terpasang selang O2 dan tidak terpasang NGT, tidak

didapatkan stomatitis atau kandidiasis oral, dan pembesaran kelenjar getah bening

(KGB). Pemeriksaan toraks didapatkan jantung dan paru dalam batas normal.

Pada pemeriksaan abdomen terlihat datar, bising usus positif normal, supel dan

tidak ada nyeri tekan. Pada ekstrimitas tidak terlihat edema, terlihat muscle

wasting, akral hangat dengan capillary refill time (CRT) > 2‖. Penilaian kapasitas

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 69: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

54

Universitas Indonesia

fungsional menggunakan indeks Barthel didapatkan skor 10 yaitu ketergantungan

sedang, dan kekuatan genggaman tangan pasien lebih lemah dari pemeriksa.

Pemeriksaan antropometri didapatkan LLA 13 cm, TB 165 cm sehingga BB

estimasi 32 kg, sehingga didapatkan indeks massa tubuh (IMT) 11,7 kg/m2.

Dari data laboratorium saat pasien masuk RS didapatkan kadar Hb 8,7

g/dL, Ht 27%, leukosit 7500/μL, trombosit 357.000/μL, limfosit 9%, LED 43

mm/jam, GDS 103 mg/dL, SGOT 47 U/L, SGPT 14 U/L, natrium 124 mEq/L,

kalium 3,5 meq/L, klorida 83 mEq/L. Pemeriksaan foto toraks gambaran TB paru

pada kedua lapang paru. Diagnosis dari DPJP adalah TB paru putus obat,

malnutrisi, susp SIDA dan terapi yang diberikan berupa sirup OBH 3 x 1 sendok

makan, FDC 2 x 1 tablet, Vitamin B6 2 x 1 tablet, ceftriaxone injeksi 2 x 1 g,

omeprazole injeksi 1 x 40 mg, dan infus NaCl 0,9%/12 jam.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan antropometri serta

pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kerja gizi pada pasien ini adalah

malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang (anemia, peningkatan enzim

transaminase, hiponatremia) pada TB paru putus obat dan suspek SIDA.

Tatalaksana nutrisi pasien dengan menghitung kebutuhan energi basal (KEB)

menggunakan rumus Harris-Benedict dengan BB aktual sebesar 1155 kkal, dan

kebutuhan energi total (KET) sebesar 1617 kkal (~1600 kkal) dengan faktor stres

1,4. Target kebutuhan protein sebesar 2 g/kgBB/hari yaitu 64 g (16% total kalori,

N:NPC 1:134). Kebutuhan lemak sebesar 27% yaitu 48 g, dan karbohidrat

diberikan sebesar 57% (228 g). Kebutuhan cairan pasien sekitar 1000–1300

ml/hari.

Pada assessment awal, nutrisi diberikan 80% KEB yaitu 900 kkal (28

kkal/kgBB aktual), dengan protein 38,4 g (1,2 g/kgBB, 17% total kalori, N:NPC

1:124), lemak 27 g (27% total kalori), dan karbohidrat 126 g (56% total kalori).

Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan cair dengan frekuensi 6x

pemberian berupa nutren optimum 3 x 150 ml dan MCRS 3 x 150 ml.

Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C

tablet 2 x 50 mg, asam folat tablet 1 x 500 mcg, zink tablet 1 x 20 mg, dan omega-

3 3 x 2 kapsul.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 70: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

55

Universitas Indonesia

Pasien dirawat selama 12 hari dan pulang dalam keadaan membaik.

Pemantauan dilakukan setiap 1-3 hari sesuai keadaan umum dan klinis pasien.

Selama perawatan dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan, didapatkan kadar

albumin 2,0 g/dL, kemudian diberikan transfusi albumin 20% 100 ml tiga hari

berturut-turut. Kadar albumin setelah transfusi 2,6 g/dL Pada pemantauan pertama

sesak berkurang, pasien dapat menghabiskan makanan cair. Bubur masih

dikeluarkan dapur satu kali dan pasien dapat menghabiskan setengah porsi.

Analisis asupan meningkat sehingga pemberian nutrisi ditingkatkan sesuai KEB

dengan protein 1,7 g/kgBB aktual berupa makanan cair dan ekstra makanan lunak

satu kali. Hingga pemantauan kelima, klinis dan analisis asupan pasien semakin

membaik sehingga pemberian nutrisi diberikan hampir mendekati KET yaitu 1575

kkal (49 kkal/kgBB aktual), protein 2,2 g/kgBB aktual berupa kombinasi makanan

lunak dan cair. Kapasitas fungsional pasien membaik, skor indeks Barthel 16 dan

kekuatan genggaman tangan pasien sama dengan pemeriksa. Pemeriksaan

antropometri dengan meninmbang BB didapatkan 33 kg. Mikronutrien dan

nutrien spesifik tetap diberikan sesuai dosis awal. Gambaran pemantauan tanda

vital dan analisis asupan saat sehat, sejak sakit dan selama perawatan di RS dapat

terlihat pada gambar 3.7 dan 3.8.

Gambar 3.7. Pemantauan Tanda Vital Pasien Keempat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 71: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

56

Universitas Indonesia

Gambar 3.8. Pemantauan Asupan Pasien Keempat

Kkal

Gram

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 72: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

57

Universitas Indonesia

Tabel 3.2. Ringkasan Data Klinis Pasien

Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki

Usia 32 tahun 23 tahun 19 tahun 26 tahun

Keluhan MRS Sesak nafas Diare Sesak nafas Batuk berdahak

Riwayat pengobatan

paru rutin

Tidak ada Sedang dalam terapi TB

bulan ke-1

Sedang dalam terapi TB

bulan ke-3

Terapi TB paru hanya 1

bulan (April‘15)

Riwayat penurunan

BB

3-6 bulan terakhir (tidak

ingat jumlah penurunan BB)

3-6 bulan terakhir (tidak

ingat jumlah penurunan

BB)

3-6 bulan terakhir (turun

9% dari BB sebelumnya)

3-6 bulan terakhir (tidak

ingat jumlah penurunan

BB)

Antropometri LLA 17 cm, TB 165 cm, BB

estimasi 42 kg, IMT 15,4

kg/m2

BB 32 kg, TB 152 cm, IMT

13,8 kg/m2

LLA 17 cm, TB 175 cm,

BB estimasi 48 kg, IMT

15,6 kg/m2

LLA 13 cm, TB 165 cm,

BB estimasi 32 kg, IMT

11,7 kg/m2

Kapasitas fungsional Indeks Barthel

ketergantungan sedang,

kekuatan genggaman tangan

lebih lemah dari pemeriksa

Indeks Barthel

ketergantungan sedang,

kekuatan genggaman

tangan lebih lemah dari

pemeriksa

Indeks Barthel

ketergantungan sedang,

kekuatan genggaman

tangan lebih lemah dari

pemeriksa

Indeks Barthel

ketergantungan sedang,

kekuatan genggaman

tangan lebih lemah dari

pemeriksa

Hasil laboratorium Hb 11,6 g/dL, Lek 14600/μL

Na 132 meq/L, Alb 2,2 g/dL,

anti HIV (+)

Hb 6,9 g/dL SGOT 60 U/L,

anti HIV (-)

Hb 10,5 g/dL, Lek

12900/μL, Na 122 meq/L,

Alb 2,0 g/dL, anti HIV

(+)

Hb 8,7 g/dL, SGOT 47 U/L,

Na 124 meq/L, Alb 2,6

g/dL, anti HIV (-)

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 73: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

58

Universitas Indonesia

Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4

Assessment gizi Malnutrisi berat, kaheksia,

hipermetabolisme sedang

(anemia, lekositosis,

hiponatremia,hipoalbumine-

mia) pd TB paru, kandidiasis

oral, HIV +

Malnutrisi berat, kaheksia,

hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim

transaminase) pd TB diare

kronik, TB paru, susp alergi

OAT

Malnutrisi berat, kaheksia,

hipermetabolisme sedang

(anemia, lekositosis,

hipoalbuminemia,

hiponatremia) pd TB milier

dan SIDA

Malnutrisi berat, kaheksia,

hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim

transaminase,

hipoalbuminemia,

hiponatremia) pada TB paru

putus obat, susp SIDA

Lama perawatan 16 hari 11 hari 15 hari 12 hari

Planning nutrisi (target) 1600 kkal (50 kkal), protein

1,8 g/kgBB (18%)

1500 kkal (46 kkal), protein

2 g/kgBB (17%)

2100 kkal (43 kkal) protein

1,8 g/kgBB (17%)

1600 kkal (50 kkal), protein

2 g/kgBB (16%)

Mikronutrien & nutrien

spesifik

Vit B komp 3x1 tab, as folat

1x1 mg, vit C 2x50 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab

Vit B komp 3x1 tab, as folat

1x1 mg, vit C 2x50 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab

Vit B komp 3x1 tab, as folat

1x1 mg, vit C 2x50 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab

Vit B komp 3x1 tab, as folat

1x1 mg, vit C 2x50 mg,

zink 1x20 mg, omega-3 3x2

tab

Analisis asupan rata-

rata

31-39 kkal/kgBB

Protein 1,5-1,8 g/kgBB

36-47 kkal/kgBB

Protein 1,4-2 g/kgBB

25-34 kkal/kgBB

Protein 1,1-1,5 g/kgBB

28-49 kkal/kgBB

Protein 1,2-2 g/kgBB

Outcome Toleransi asupan membaik,

sesak hilang timbul,

kapasitas fungsional

membaik tidak signifikan

(ketergantungan sedang),

kekuatan genggaman tangan

lebih kuat dari assessment

awal namun lebih lemah dari

pemeriksa

Klinis dan toleransi asupan

membaik, kapasitas

fungsional membaik

signifikan (ketergantungan

ringan), kekuatan genggaman

tangan sama dengan

pemeriksa, BB timbang 32

kg ~ BB estimasi saat

assessment awal

KU dan klinis perburukan,

toleransi asupan baik,

kapasitas fungsional

menurun (ketergantungan

berat), kekuatan genggaman

tangan lebih lemah dari

pemeriksa, bedridden

Klinis dan toleransi asupan

membaik, kapasitas

fungsional membaik

signifikan (ketergantungan

ringan), kekuatan

genggaman tangan sama

denga pemeriksa,

peningkatan BB tidak

signifikan

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 74: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

59

Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Terapi nutrisi telah diberikan pada empat pasien serial kasus yang dirawat di

bangsal Cempaka RSU Kab Tangerang dengan diagnosis gizi medik malnutrisi

berat, kaheksia, pada TB paru, dua dari empat pasien disertai dengan infeksi

HIV/AIDS. Malnutrisi sering ditemui pada pasien TB paru. Skrining gizi

dilakukan menggunakan format skrining gizi RSU Kab Tangerang, dengan

metode modifikasi Malnutrition Universal Screening Tool (MUST). Malnutrition

Universal Screening Tool merupakan metode skrining yang praktis, cepat, mudah

digunakan dan valid untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko

malnutrisi. Miyata dkk9 melalui studinya menyatakan bahwa MUST merupakan

metode skrining yang valid dan dapat dipercaya untuk digunakan pada pasien TB

paru, selain itu MUST dapat digunakan sebagai indikator prognosis ketahanan

hidup pada pasien TB paru.

Pada keempat pasien didapatkan gejala sesak nafas, batuk berdahak,

lemas, penurunan nafsu makan dan riwayat penurunan BB. Sebagian mengalami

keringat malam, meriang/demam hilang timbul, dan pada pasien kedua didapatkan

riwayat diare. Gejala-gejala yang terdapat pada pasien sesuai dengan gejala umum

TB. Semua pasien dilakukan pemeriksaan sputum BTA, namun hanya pada kasus

pertama yang menunjukkan hasil BTA positif. Pada kasus.lainnya diagnosis TB

paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat terapi TB paru sebelumnya,

gejala dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang foto toraks yang semuanya

memberikan gambaran TB paru.

Seluruh pasien dalam kasus ini memiliki status nutrisi malnutrisi berat.

Diagnosis malnutrisi ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat

penurunan BB dan penurunan nafsu makan dalam empat bulan terakhir. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan rambut mudah dicabut, konjungtiva anemis, iga

gambang pada toraks, muscle wasting, dan penurunan kekuatan otot yang dilihat

dari kekuatan genggaman tangan pasien, serta interpretasi skor indeks Barthel

59

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 75: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

60

Universitas Indonesia

ketergantungan sedang. Pada pemeriksaan laboratorium keempat pasien

didapatkan anemia dan hipoalbuminemia pada sebagian besar pasien.

Faktor risiko terjadinya TB paru yang didapatkan pada keempat pasien ini

adalah malnutrisi dan faktor lingkungan (tiga pasien tinggal di lingkungan padat

penduduk). Riwayat keluarga dan orang yang tinggal di lingkungan sekitar rumah

pasien dengan pengobatan TB paru disangkal. Pada pasien keempat, didapatkan

riwayat TB paru putus obat sebelumnya. Infeksi HIV juga menjadi faktor risiko

pada pasien kasus pertama dan ketiga, dan dicurigai pula pada pasien kedua dan

keempat namun pemeriksaan anti HIV memberikan hasil negatif.1,17

Hubungan antara malnutrisi dan TB paru sudah lama diketahui. Malnutrisi

meningkatkan risiko TB dan sebaliknya TB dapat mengakibatkan malnutrisi,

sehingga prevalensi malnutrisi tinggi pada penderita TB. Telah banyak

ditunjukkan bahwa malnutrisi merupakan faktor risiko berkembangnya infeksi TB

menjadi TB aktif, dan adanya malnutrisi pada saat TB aktif terdiagnosis menjadi

prediktor meningkatnya risiko kematian dan relaps TB.5

Status nutrisi merupakan salah satu penentu penting pada ketahanan

terhadap infeksi. Telah diketahui bahwa defisiensi zat gizi berhubungan dengan

gangguan fungsi imun. Malnutrisi memengaruhi imunitas sel dan meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi. Infeksi dapat menyebabkan stres dan penurunan BB

sehingga menurunkan fungsi imun dan status nutrisi.3 Pada semua infeksi

didapatkan interaksi kompleks antara respons pejamu dan virulensi organisme,

yang memodulasi respons metabolik keseluruhan dan berat ringannya kehilangan

jaringan. Pada pasien TB, penurunan nafsu makan, malabsorpsi zat gizi, dan

perubahan metabolisme berhubungan dengan respons imun dan inflamasi

sehingga menyebabkan wasting.3,21

Hasil pemeriksaan laboratorium anti HIV memberikan hasil positif pada

pasien kasus pertama dan ketiga. Faktor risiko terjadinya infeksi HIV pada pasien

pertama kemungkinan dari jarum yang digunakan saat membuat tato, walaupun

faktor risiko lain belum dapat disingkirkan. Pada pasien kasus ketiga faktor risiko

tidak jelas oleh karena pasien cenderung menyangkal saat menjawab pertanyaan

dari pemeriksa dan ibu pasien tidak mengetahui riwayat faktor-faktor risiko yang

mungkin terjadi pada pasien. Dari gejala klinis adanya kandidiasis oral, infeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 76: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

61

Universitas Indonesia

yang berat dengan kemungkinan pneumonia pada pasien pertama dan meningitis

pada pasien ketiga, tampaknya kedua pasien ini sudah dalam fase simptomatik,

mengarah ke fase lanjutan/AIDS. Selain itu pemeriksaan kadar CD-4 pada pasien

ketiga < 200/ μL, sehingga dapat didiagnosis sebagai AIDS.1,32,23

Pada pasien kedua dan keempat juga dilakukan pemeriksaan anti HIV,

namun hasilnya negatif. Faktor risiko infeksi HIV pada pasien kedua belum dapat

disingkirkan oleh karena pasien memiliki riwayat ditinggal oleh suaminya, dengan

pekerjaan suami tidak jelas. Pasien keempat juga menyangkal adanya faktor risiko

terkait infeksi HIV. Pada kedua pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan serologis

ulang atau tes konfirmasi. Laboratorium RSUT menggunakan metode ELISA

untuk pemeriksaan anti HIV, sehingga perlu dilakukan tes ulang atau dilakukan

tes konfirmasi menggunakan metode Western blot.10,32

Koinfeksi tuberkulosis dan HIV memberikan gambaran lebih kompleks

patofisiologi malnutrisi, sehingga manifestasinya lebih berat dibandingkan dengan

tuberkulosis atau HIV sendiri. Kombinasi koinfeksi TB/HIV dan malnutrisi

disebut dengan ―triple trouble‖.3,6

Perubahan terkait nutrisi pada TB, infeksi HIV

atau kombinasi TB dan HIV meliputi peningkatan keluaran energi, malabsorpsi

zat gizi, defisiensi mikronutrien, dan meningkatnya produksi sitokin proinflamasi

disertai dengan aktivitas lipolisis dan proteolisis. Walaupun hubungan antara

malnutrisi dan koinfeksi TB dan HIV telah diketahui, perbaikan status nutrisi

masih belum jelas dapat menurunkan risiko berkembangnya penyakit aktif atau

membaiknya outcome klinis selama pengobatan. Meskipun telah diberikan

pengobatan adekuat, morbiditas dan mortalitas pada pasien TB tetap tinggi,

terutama dengan koinfeksi HIV.6

Adanya penyakit infeksi kronik seperti halnya TB paru dan HIV/AIDS

disertai dengan penurunan BB dapat menyebabkan kaheksia. Kaheksia secara

langsung memengaruhi ketahanan hidup, kualitas hidup, dan aktivitas fisik.

Diagnosis kaheksia pada keempat pasien ini ditegakkan berdasarkan riwayat

penurunan BB dalam ≤ 12 bulan terakhir disertai penyakit yang mendasari,

ditambah dengan tiga gejala yaitu menurunnya kekuatan otot, anoreksia, dan pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan hipoalbuminemia (pada tiga

pasien).7

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 77: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

62

Universitas Indonesia

Hingga saat ini berbagai jalur yang terlibat dalam perkembangan kaheksia

telah banyak dipelajari dan masih banyak mekanisme yang belum diketahui.

Inflamasi sistemik dan meningkatnya kadar TNF-α di dalam darah berperan pada

berbagai penyakit disertai dengan atrofi otot. Sitokin proinflamasi dapat

menginduksi katabolisme otot dan proteolisis otot rangka. Konferensi kaheksia

ke-7 di Jepang tahun 2013 menyebutkan bahwa GDF-15, miostatin, jalur ubiquitin

proteasome-dependent, valosin terlibat dalam proses wasting. Berbagai macam

golongan obat juga diketahui dapat mengatasi kaheksia, namun masih diperlukan

studi lebih lanjut untuk mengevaluasi mekanisme dan efek jangka panjang.41

Pada keempat pasien ini, terapi yang diberikan untuk tatalaksana kaheksia

adalah EPA dan AARC. Alasan pemberian golongan terapi ini adalah

ketersediaannya pada RS setempat. Sumber EPA didapatkan dari suplementasi

kapsul omega-3 dan AARC dari bahan makanan sumber. Bahan makanan sumber

AARC pada pasien didapatkan dari susu nutren optimum yang setiap sajiannya

mengandung 2,1 g, sehingga rata-rata pasien mendapatkan sekitar 5-6 g AARC

per hari dari makanan cair dan bahan makanan sumber lainnya (telur, ayam).

Berbagai studi percobaan klinis memberikan AARC dengan dosis 5-11 g/hari

pada pasien kanker dan pembedahan.42

Asam amino rantai cabang, terutama

leusin, telah diketahui bermanfaat dalam sintesis protein otot.8 Peran AARC

sebagai agen oreksigenik untuk menurunkan masuknya triptofan otak melalui

sawar darah otak, sehingga menurunkan sintesis serotonin hipotalamus. Asam

amino rantai cabang juga memiliki efek antikatabolik dengan meningkatkan

sintesis protein dan menghambat jalur proteolitik intrasel. β-hidroksi-β-

metilbutirat (HMB) yang merupakan metabolit leusin, diketahui memiliki

efektifitas tinggi dalam menghambat degradasi protein otot.43

Sumber EPA pada pasien hanya didapatkan dari suplementasi kapsul

omega-3. Inflamasi merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya kaheksia,

obat-obatan antiinflamasi untuk menekan produksi sitokin inflamasi menjadi

pilihan utama, namun belum ada yang menunjukkan manfaatnya dengan

konsisten. Didapatkan beberapa bukti bahwa asupan tinggi asam lemak omega-3

dapat memperbaiki fungsi otot rangka pada penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), namun studi ini tidak menggunakan subyek dengan kaheksia saja. 44

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 78: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

63

Universitas Indonesia

Pemberian EPA telah banyak diteliti perannya pada pasien kanker dan kaheksia

kanker, diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan BB, menurunkan

inflamasi, mencegah kaheksia serta memperbaiki status fungsional dan

meningkatkan kualitas hidup. Secara khusus EPA telah menunjukkan dapat

menghambat aktivitas proteolisis melalui jalur ubiquitin-proteasome-dependent,

sehingga mengurangi wasting. Studi percobaan klinis terhadap pasien malnutrisi

EPA menurunkan kadar proteolysis inducing factor (PIF) dalam urin dan

meningkatkan BB. Antiinflamasi di dalam omega-3 diketahui dapat meningkatkan

BB dan lean body mass yang terlihat pada pasien kanker setelah diberikan

suplementasi EPA.43

Peran terapi anabolic agent pada pasien HIV dengan malnutrisi telah

banyak dipelajari. ESPEN menyebutkan bahwa pada pasien dengan HIV positif

dengan defisiensi testosteron direkomendasikan mendapatkan substitusi

testosteron untuk memperbaiki massa otot. Kenaikan BB dan massa bebas lemak

dapat dicapai dengan pemberian recombinant GH, namun harganya mahal. Selain

itu pada pasien HIV dengan malnutrisi, steroid anabolik (oksimetolon 100

mg/hari) diketahui dapat meningkatkan BB, massa otot dan parameter fungsional.

Megestrol asetat dosis tinggi dapat meningkatkan nafsu makan dan BB, serta

talidomid dapat menurunkan proinflamasi dan berhubungan dengan peningkatan

BB.35

Anemia didapatkan pada keempat pasien dalam kasus ini. Pada pasien TB,

sebanyak 32-94% disertai dengan anemia. Anemia defisiensi besi dan anemia

penyakit kronik merupakan yang paling banyak ditemukan.45

Anemia defisiensi

besi dapat disebabkan oleh perdarahan kronik, kehilangan melalui urin, serta

asupan dan absorpsi yang kurang. Menurunnya kadar besi di dalam darah pada

anemia defisiensi besi dapat menghambat eritropoiesis. Anemia penyakit kronik

merupakan sindrom klinis yang ditemukan pada pasien infeksi seperti TB,

penyakit inflamasi, autoimun, dan keganasan, ditandai dengan anemia normositik

hipokrom dan mikrositik hipokrom. Pada penyakit kronik, adanya inflamasi

menyebabkan makrofag melepaskan IL-6, yang akan menginduksi hepatosit

memproduksi hepsidin. Hepsidin akan menghambat pelapasan besi di makrofag

dan menghambat absorpsi besi di usus sehingga mengakibatkan defisiensi besi.46

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 79: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

64

Universitas Indonesia

Mekanisme lain yang dapat menyebabkan anemia pada penyakit kronis adalah

sitokin dan sel di dalam sistem retikuloendotelial mengubah hemostasis besi,

proliferasi sel pendahulu eritroid, produksi eritropoietin dan masa hidup

eritrosit.47

Belum banyak studi yang dapat menyatakan jenis anemia pada TB

paru. Studi Oliveira dkk45

menyimpulkan bahwa pada prevalensi anemia lebih

tinggi pada pasien TB paru dengan malnutrisi.

Sebagian besar pasien memiliki kadar limfosit yang rendah (dibawah

20%) dan nilai total lymphocyte count (TLC) dibawah 1200 sel/mm3. Kadar TLC

diketahui memiliki hubungan kuat dengan CD-4, sehingga nilai TLC dapat

digunakan untuk memperkirakan kadar CD-4 bila pemeriksaan CD-4 tidak dapat

dilakukan/tidak tersedia. Studi observasional di India menyebutkan bahwa

sensitivitas dan spesifisitas nilai TLC 1200 sel/mm3 sebesar 72% dan 100% untuk

memprediksi kadar CD-4 < 200 sel/mm, nilai TLC 1500 sel/mm3 memiliki

sensitivitas dan spesifisitas 97% dan 100% untuk memprediksi kadar CD-4 200-

499 sel/mm3, dan kadar TLC 1900 sel/mm

3 diketahui memiliki sensitivitas dan

spesifisitas 98% dan 100% untuk memprediksi kadar CD-4 ≥ 500 sel/mm3.48

Studi observasional di Bali menyimpulkan bahwa kombinasi nilai TLC dan kadar

Hb dapat meningkatkan akurasi diagnosis TLC sebesar 11,9% dalam memprediksi

imunodefisiensi berat pada penderita HIV sehingga dapat digunakan sebagai

penanda pengganti jumlah limfosit CD-4 dalam memulai terapi ARV pada daerah

yang tidak memiliki fasilitas untuk pemeriksaan kadar CD-4 dan viral load.49

Pada keempat pasien dalam kasus ini didapatkan hipoalbuminemia.

Albumin merupakan protein plasma yang diproduksi oleh hati yang berperan

dalam berbagai proses fisiologis, antara lain vasodilatasi, apoptosis sel endotel,

dan reaksi antioksidan. Seseorang dengan kondisi malnutrisi, inflamasi kronik,

enteropati dan penyakit hati memiliki kadar albumin yang rendah. Kadar albumin

dalam darah dapat menjadi indikator status kesehatan, dan studi menunjukkan

bahwa kadar albumin yang rendah merupakan prediktor kuat pada kematian

penyakit akut dan kronik. Pasien yang terinfeksi Mtb secara imunologi ditandai

dengan respons fase akut dan reaksi inflamasi sistemik dapat menurunkan kadar

albumin dalam darah.51

Studi Alvares-Uria dkk52

menyatakan bahwa pemeriksaan

albumin dalam darah dapat digunakan sebagai penanda diagnosis pasien TB

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 80: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

65

Universitas Indonesia

dengan infeksi HIV yang memiliki indikasi terapi ARV. Kadar albumin < 3,2

g/dL berhubungan dengan 85% spesifisitas dan meningkatnya risiko kematian

pada pasien TB.

Hiponatremia didapatkan pada sebagian besar pasien-pasien ini.

Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit paru yang dapat menginduksi

hiponatremia melalui beberapa mekanisme, antara lain invasi lokal pada kelenjar

adrenal, hipotalamus atau kelenjar pituitari, meningitis TB, dan gangguan sekresi

hormon antidiuretik (ADH). Insidens hiponatremia berat diperkirakan sebesar

1,1% pasien rawat inap dan TB paru merupakan penyebab terbanyak. Beberapa

studi menyatakan bahwa syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

secretion (SIADH). Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion

merupakan salah satu komplikasi dari infeksi paru, penyakit inflamasi dan

keganasan, meskipun prevalensi dan mekanismenya belum jelas. Suatu studi

melaporkan bahwa hiponatremia sebagai akibat dari SIADH pada pasien TB paru,

adanya peningkatan kadar hormon antidiuretik dan hiponatremia pada TB paru

merupakan indikator produksi ADH ektopik.53

Pasien dengan hiponatremia

memiliki risiko kematian lebih tinggi. Sharma dkk54

menyatakan hiponatremia

sebagai prediktor perkembangan dan outcome pada pasien ARDS yang

disebabkan oleh TB paru. Angka kejadian hiponatremia pada pasien AIDS dengan

TB paru lebih tinggi, yaitu sebesar 60%.53

Dukungan nutrisi perlu diberikan pada pasien koinfeksi TB/HIV dengan

malnutrisi.7 World Health Organization merekomendasikan bahwa seluruh pasien

TB harus mendapatkan tatalaksana nutrisi oleh karena adanya hubungan kausal

antara malnutrisi dan TB. Skrining, assessment dan tatalaksana nutrisi menjadi

bagian integral dari tatalaksana TB.5 Tatalaksana komprehensif termasuk

dukungan nutrisi pada HIV/AIDS diketahui dapat menurunkan progresivitas

infeksi HIV menjadi AIDS dan angka kematian secara signifikan.10

Beberapa

rekomendasi tatalaksana nutrisi pada TB paru dan TB/HIV dapat terlihat pada

tabel 4.1.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 81: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

66

Universitas Indonesia

Tabel 4.1 Beberapa Rekomendasi Tatalaksana Nutrisi TB Paru dan HIV/AIDS

Komposisi

nutrisi

TB paru HIV/AIDS

WHO

(2013)

Sri

Lanka/UNI

CEF (2014)

Kenya

(2010)

WHO/WFP/

UNAIDS

(2005, 2014)

Afrika

Selatan

(2013)

Energi 35-45

kkal/kg

35-40

kkal/kg

- Asimptomatik

↑ 10%

Simptomatik ↑

20-30%

↑20-30%

Protein 15-30% 15% (1,2-

1,5 g/kg

BB)

1,2-1,5 g/kg

BB

10-15%

meningkat ~

energi

-

Lemak 25-35% - 25-30% 15-30% -

Karbohidrat 45-65% - 36-40 g/kg 45-60% -

Mikronutrien 1xRDA 1x RDA 1-1,5x RDA 1-2xRDA 1-1,5x RDA

Sumber: modifikasi dari daftar referensi no 5,24, 37, 55-57

Kebutuhan energi pada keempat pasien dihitung menggunakan formula

Harris-Benedict dengan faktor stres 1,4. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa kebutuhan energi yang dibutuhkan pada TB aktif dan

HIV/AIDS cenderung meningkat. Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa

komposisi makronutrien pada TB aktif berbeda dengan bukan TB. Secara umum

rekomendasi komposisi makronutrien adalah 15-30% protein, 25-35% lemak, dan

45-65% karbohidrat.5 Suatu rekomendasi menyebutkan kebutuhan energi pasien

TB paru sekitar 35-40 kkal/kgBB ideal, dan pasien dengan malnutrisi dapat

diberikan protein sebesar 1,7 g/kgBB/hari.23

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa malnutrisi menyebabkan

kehilangan massa otot diafragma, disertai dengan penurunan fungsi paru. Pada

tahap lanjut, TB paru dapat memberikan manifestasi berupa dispnea dan acute

respiratory distress syndrome (ARDS) ditandai dengan hipoksemia (gagal nafas),

yang biasanya memerlukan perawatan intensif.15,58

Studi lain menunjukkan pasien

dengan status gizi baik yang memerlukan ventilator mekanik memiliki mortalitas

lebih rendah dibandingkan pasien malnutrisi yang membutuhkan ventilator.59

Perhitungan komposisi karbohidrat, lemak, dan protein sebaiknya berdasarkan

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 82: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

67

Universitas Indonesia

individual. Karbohidrat menghasilkan CO2 lebih banyak dari lemak atau protein

saat oksidasi, yaitu sebanyak enam molekul, sehingga memiliki respiratory

quotient (RQ) 1, lemak 0,7 dan protein 0,8.58

Pembagian komposisi makronutrien

terhadap efek fungsi pernafasan masih kontroversial. Berbagai penelitian di

pertengahan tahun 1980-1990 banyak dilakukan untuk membandingkan efek

metabolisme makronutrien pada fungsi pernafasan, seperti yang terlihat pada

tabel 4.2. Studi pada pasien dengan ventilator-dependent telah menunjukkan

bahwa asupan kalori yang berlebihan, dibandingkan dengan diet tinggi

karbohidrat, berperan pada meningkatnya produksi CO2. Selain itu, karbohidrat

merupakan sumber energi utama untuk memperkuat otot pernafasan yang

dibutuhkan saat weaning. Oleh karena itu, asupan karbohidrat adekuat diperlukan

untuk menambah glikogen otot pernafasan. Untuk alasan ini, maka saat ini

beberapa ahli merekomendasikan pemberian protein sebesar 15-20% total kalori

(1-2 g/kg BB), lemak 20-40% total kalori, dan karbohidrat 40-60% total kalori,

serta menghindari overfeeding pada pasien dengan penyakit paru.59

Suatu studi

menyimpulkan bahwa jumlah total kalori untuk mencegah overfeeding dan

hiperkapnia lebih penting diperhatikan dibandingkan asupan karbohidrat.60

Rendahnya kadar beberapa mikronutrien seperti vitamin A, D, E, besi,

zink, dan selenium telah dilaporkan pada studi kohort pasien TB aktif awal terapi.

Kadar mikronutrien ini biasanya kembali normal setelah 2 bulan pengobatan TB.5

Studi kasus kontrol di Indonesia pada 41 pasien TB aktif belum terapi usia 15-55

tahun dibandingkan dengan orang sehat, pada subyek dengan TB paru didapatkan

status nutrisi (dengan pemeriksaan antropometri), kadar hemoglobin, retinol dan

zink plasma lebih rendah dibandingkan orang sehat.25

Beberapa defisiensi

mikronutrien telah banyak dilaporkan pada pasien dengan TB paru dan infeksi

HIV. Suatu rekomendasi menyebutkan kebutuhan vitamin A, C, E, B kompleks,

selenium, seng, kalsium, tembaga, dan mangan pada TB lebih tinggi dibandingkan

orang sehat.23

Pada pasien-pasien ini, suplementasi mikronutrien yang diberikan

berupa vitamin B kompleks 3 x 1 tab, vitamin C 2 x 50 mg, asam folat 1 x 1 mg,

dan zink 1 x 20 mg. Suplementasi mikronutrien yang diberikan sesuai dengan

dosis 1-2x AKG. Pertimbangan memberikan suplementasi satuan oleh karena

ketersediannya di farmasi RSUT.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 83: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

68

Universitas Indonesia

Tabel 4.2 Beberapa Studi mengenai Komposisi Lemak dan Karbohidrat pada Fungsi Pernafasan

Peneliti, tahun Design penelitian Tujuan Metode dan hasil

Talpers, dkk, 199260

Randomized

controlled trial

Membandingkan produksi CO2 dari

regimen nutrisi isokalori dengan

komposisi KH bervariasi dari

rendah kalori dan tinggi kalori

dengan komposisi KH tetap pada

pasien dengan ventilator

20 pasien dengan ventilator mekanik mendapatkan jumlah karbohidrat yang

bervariasi (40,60, dan 75%) dan total kalori (1x, 1,5x, dan 2x KEB) dengan

komposisi KH 60%

Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada produksi CO2 pada

pemberian jumlah karbohidrat yang bervariasi

Produksi CO2 meningkat sejalan dengan peningkatan pemberian kalori

Van den Berg, dkk, 199461

prospective,

randomized

controlled

Peran formula tinggi lemak

terhadap weaning pada pasien

dengan ventilator mekanik

32 pasien di ICU dengan ventilator diberikan formula tinggi lemak (55,2%)

rendah KH (28,1%) dan standar, dengan kalori 1,5x KEB

RQ saat weaning leih rendah signifikanpada kelompok yang diberikan

formula tinggi lemak

Tidak ada perbedaan signifikan pada PaCO2 saat weaning dan kedua

kelompok mengalami weaning dengan baik

Akrabawi, dkk, 199662

double-blind

crossover

Menilai efek pemberian formula

tinngi lemak dan lemak sedang

pada pengosongan lambung,

konsumsi O2, produksi CO2, RQ

dan fungsi paru pada pasien PPOK

rawat jalan

36 pasien PPOK rawat jalan diberikan formula tinggi lemak (55%) dan lemak

sedang (40%) dalam 2 hari yang berbeda.

Pengosongan lambung pada pemberian formula tinggi lemak lebih

lama dibandingkan lemak sedang

konsumsi O2 dan produksi CO2 lebih tinggi signifikan pada

pemberian formula lemak sedang di menit ke-30 dan 90

Tidak ada perbedaan signifikan terhadap RQ antara tinggi lemak dan

lemak sedang

Vermeeren, dkk, 200163

randomized,

double-blind,

crossover

Mengetahui efek suplementasi

nutrisi pada metabolisme dan

kapasitas aktivitas fisik pasien

PPOK stabil

14 pasien PPOK mendapatkan nutrisi dengan jumlah kalori berbeda (plasebo,

1046 kkal, 2092 kkal) komposisi seimbang, kemudian 11 pasien mendapatkan

suplementasi kalori 1046 kkal dengan tinggi lemak (60%) rendah KH (20%)

dan kalori 1046 kkal rendah lemak (20%) tinggi KH (60%)

Sedikit peningkatan RQ signifikan pada pemberian 1046 kkal dan

2092 kkal dibandingkan plasebo

Tidak ada perbedaan signifikan pada metabolisme atau kapasitas

aktivitas fisik setelah pemberian suplementasi tinggi lemak maupun

tinggi KH

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 84: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

69

Universitas Indonesia

Peneliti, tahun Design penelitian Tujuan penelitian Metode dan hasil penelitian

Faramawy, dkk, 201464

Randomized

controlled trial

Membandingkan efek formula

tinggi lemak (55%), rendah

karbohidrat (28,1%) dengan

isokalori komposisi seimbang

(lemak 30%, KH 53,3%) pada

PaCO2, waktu ventilasi dan

lamanya pemakaian ventilator

100 pasien gagal nafas tipe II di ICU

Pasien dengan formula tinggi lemak rendah karbohidrat mengalami

penurunan PaCO2 16%, waktu ventilasi lebih cepat 8%, dan

pemakaian ventilator 62 jam lebih pendek dibandingkan formula

komposisi seimbang

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 85: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

70

Universitas Indonesia

Vitamin A berperan pada sistem imun dan telah menunjukkan dapat

meningkatkan proliferasi limfosit sebagai respons terhadap antigen dan respons

antibodi terhadap antigen sel-T dependent, serta menghambat apoptosis. Vitamin

A juga berfungsi menjaga integritas permukaan epitel. Defisiensi vitamin A dapat

menurunkan sekresi kadar imunoglobulin A sehingga meningkatkan kerentanan

terhadap infeksi. Di Ethiopia, defisiensi vitamin A pada pasien TB sekitar 60%.65

.

Studi kasus kontrol di Indonesia pada 41 pasien TB aktif belum terapi usia 15-55

tahun dibandingkan dengan orang sehat, pada subyek dengan TB paru didapatkan

status nutrisi (dengan pemeriksaan antropometri), kadar hemoglobin, retinol dan

seng plasma lebih rendah dibandingkan orang sehat.25

Status vitamin A

merupakan kofaktor penting pada perkembangan HIV. Kadar vitamin A yang

rendah berhubungan signifikan dengan kadar CD-4 dan mempercepat

perkembangan penyakit AIDS, serta meningkatkan risiko kematian infeksi HIV.

Di Ethiopia, defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan yang sangat besar

pada pasien terinfeksi HIV, dan berhubungan dengan meningkatnya transmisi

vertikal ibu-janin.65

Pada pasien-pasien ini suplementasi vitamin A tidak diberikan

oleh karena ketersediaannya di RSUT. Bahan makanan sumber vitamin A terdapat

pada hati sapi, produk susu, wortel, kentang, dan bayam.24

Beberapa vitamin B seperti halnya vitamin C dan E diketahui berhubungan

dengan menurunnya perkembangan penyakit HIV pada studi-studi observasional.

Adanya hubungan kausal disebabkan oleh antioksidan, walaupun peran vitamin E

terhadap sistem imun juga memiliki efek. Suatu studi randomisasi klinis

menunjukkan penurunan viral load setelah pemberian vitamin C dan E dosis

tinggi. Studi lainnya di Tanzania menunjukkan bahwa pemberian suplementasi

multivitamin mengandung 3-10 kali RDA enam vitamin B, C, dan E setiap hari

saat kehamilan dapat menurunkan risiko transmisi ibu-anak setelah melahirkan

dan kematian bayi, kesakitan bayi, dan perkembangan menjadi AIDS dan

kematian pada dewasa.66

Di Ethiopia telah dilaporkan bahwa kadar antioksidan vitamin C, E, dan A

pada pasien TB lebih rendah dari kontrol orang sehat. Hasil produk peroksidasi

lipid ditemukan sangat tinggi pada pasien koinfeksi dengan HIV. Studi lain

melaporkan rendahnya kadar seng, besi dan selenium. Studi prospektif masih

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 86: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

71

Universitas Indonesia

diperlukan untuk melihat perbaikan outcome terapi TB pada pemberian

suplementasi antioksidan tunggal dan multipel.65

Vitamin B6 diberikan oleh DPJP sehubungan pemberian INH sebagai

OAT. Peran vitamin B6 sebagai koenzim (piridoksal fosfat) yang terlibat dalam

berbagai proses metabolisme. Isoniazid secara kompetitif mengganggu

metabolisme piridoksin dengan menghambat pembentukan bentuk aktif vitamin

B6, dan menyebabkan neuropati perifer.67

Asam folat dan vitamin B12 berperan pada replikasi sel. Studi

eksperimental menunjukkan defisiensi kedua vitamin ini menunjukkan gangguan

replikasi sel leukosit dan pembentukan antibodi. Pada anemia defisiensi asam

folat terjadi penekanan imunitas sel. Studi potong silang di Spanyol pada 126

pasien HIV positif dengan HAART dibandingkan dengan 109 pasien HIV positif

denga riwayat konsumsi HAART, didapatkan bahwa defisiensi folat dan vitamin

B12 secara siginifikan lebih tinggi pada pasien HIV positif dengan riwayat

HAART dibandingkan dengan yang mendapatkan HAART. Studi mengenai

suplementasi asam folat pada infeksi HIV sangat sedikit, sebagian besar

menunjukkan perannya pada pasien HIV dengan kehamilan.68

Suplementasi vitamin D tidak diberikan pada keempat pasien karena

sediaannya tidak didapatkan di RSUT. Sinar matahari juga tidak bisa didapatkan

karena pasien selalu berada di dalam kamar rawat inap dan sebagian besar dalam

kondisi nonambulatory. Edukasi diberikan pada pasien dan keluarga bila pasien

pulang ke rumah dianjurkan untuk berjemur di bawah sinar matahari antara jam

10 pagi hingga 3 sore selama 5-15 menit dan mengonsumsi bahan makanan

sumber vitamin D seperti hati sapi, telur, ikan tuna, dan sardin.24

Pada pasien-pasien ini tidak diberikan suplementasi besi. Bukti

eksperimental dan epidemiologi menunjukkan bahwa besi yang berlebihan dapat

berbahaya pada pasien TB. Isolasi dan muatan besi di dalam makrofag, tempat

dimana Mtb tinggal dan bereplikasi dapat memfasilitasi meningkatnya kebutuhan

besi untuk pertumbuhan kuman dan menghambat sistem pertahanan sel. Bukti in

vitro dan percobaan hewan menunjukkan bahwa muatan besi dapat meningkatkan

replikasi bakteri, menyebabkan shift respon sitokin dari Th1 ke Th2, mencegah

mekanisme pertahanan yang dimediasi oleh IFN-γ dan menghambat aktivitas

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 87: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

72

Universitas Indonesia

bakterisidal NO-dependent.51

Seperti pada infeksi lainnya, peran besi pada infeksi

HIV kompleks. Besi penting untuk mengoptimalkan fungsi imun, namun

perannya sebagai pro-oksidan dan menyebabkan replikasi virus telah ditunjukkan

pada suatu studi laboratorium.69

Cadangan besi menurun pada fase awal infeksi

HIV asimptomatik, yang mungkin disebabkan oleh gangguan absorpsi dan akan

meningkat pada fase HIV lanjut oleh karena akumulasi di dalam makrofag dan sel

lainnya. Studi observasional menunjukkan suplementasi besi dua kali seminggu

tidak meningkatkan viral load. Masih banyak studi diperlukan untuk menilai efek

status dan asupan besi, termasuk suplementasi pada transmisi dan perkembangan

HIV, serta risiko TB dan infeksi sekunder lainnya.66

Suplementasi besi oral

tersedia dalam bentuk kompleks dengan sulfat, suksinat, sitrat, laktat, tartrat,

fumarat, dan glukonat, yang biasanya digunakan untuk tatalaksana anemia

defisiensi besi.24

Defisiensi mikronutrien pada HIV/AIDS dapat berefek pada replikasi virus

dan memiliki efek yang baik terhadap pejamu. Suplementasi juga dapat

memberikan efek yang baik terhadap virus. Misalnya replikasi virus HIV dapat

meningkat pada biakan monosit dengan retinoid. Penambahan retinoid pada

monosit yang terinfeksi dapat menghambat ekspresi HIV.69

Defisiensi seng telah banyak diketahui pada berbagai fase infeksi HIV,

sehingga defisiensi dapat menjadi kofaktor perkembangan penyakit. Beberapa

faktor lain juga dapat berperan pda defisiensi seng. Infeksi HIV berhubungan

dengan infeksi akut dan kronik (virus, bakteri, jamur, atau parasit). Penyakit-

penyakit infeksi ini dapat menyebabkan defisiensi seng, dan dapat terjadi dalam

waktu yang lama tergantung dari penyebabnya. Peran seng sangat penting pada

pertumbuhan dan fungsi sel CD-4, sehingga adanya penurunan sel CD-4 yang

dapat menyebabkan infeksi oportunistik akibat dari rendahnya ketersediaan seng.

Hal ini mendukung temuan yang menyatakan bahwa seng dibutuhkan untuk

aktivitas biologis hormon timus ZnFTS (timulin) yang mutlak diperlukan untuk

diferensiasi dan pematangan sel CD-4.70

Suplementasi seng diketahui dapat

memperlambat perkembangan penyakit HIV dan menurunkan kejadian infeksi

oportunistik pada pasien dengan atau tanpa ARV. Suplementasi seng bersama

dengan multivitamin dan suplementasi selenium secara signfikan dapat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 88: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

73

Universitas Indonesia

menurunkan kematian berkaitan dengan HIV.71

Studi randomized-controlled

clinical trial pemberian suplementasi seng suplemental pada 231 pasien infeksi

HIV selama 18 bulan memberikan hasil perbaikan fungsi imun dan menurunkan

kejadian diare, namun tidak berhubungan dengan viral load, penyakit gangguan

pernafasan, dan kematian.72

Berbagai macam suplementasi seng yang dapat ditemukan antara lain seng

oxide, seng sulfat, seng asetat, seng klorida, dan seng glukonat. Perbedaannya

terletak dari kadar seng yang terdapat pada jenis suplementasi, misalnya seng

glukonat mengandung 14,3% seng, seng sulfat mengandung 23% seng, dan seng

klorida mengandung 48% seng. Suplementasi seng oral sebaiknya dikonsumsi

saat perut kosong dan tidak bersamaan dengan suplementasi mineral lainnya

seperti besi dan kalsium. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan antara

lain nyeri perut (iritasi lambung), dispepsia, mual, muntah, dan diare.24

Keempat

pasien mendapatkan suplementasi zink 1 x 20 mg yang mengandung seng sulfat

54,9 mg setara dengan seng 20 mg. Bahan makanan sumber seng didaptakan dari

kerang, kepiting, udang, hati sapi, dan daging merah.24

Hingga saat ini belum ada konsensus mengenai dosis suplementasi seng

pada infeksi HIV dengan berbagai alasan. Pertama, asupan seng yang tinggi dapat

menginduksi perkembangan infeksi HIV yang cepat oleh karena efek kompetisi

dengan tembaga menginduksi hipokupremia, anemia, leukopenia, dan neutropenia

yang tentunya mengakibatkan gangguan imun lebih jauh. Kedua, saat respons fase

akut, seng akan diredistribusi dari dalam darah ke hati dan limfosit, untuk

mencegah invasi patogen yang disebabkan oleh seng. Alasan utama suplementasi

seng tidak dianjurkan berhubungan dengan temuan bahwa HIV-Tat protein dan

HIV-nucleocapsid protein NCp7 merupakan zinc dependent dengan afinitas ikatan

yang kuat, dan kedua protein tersebut berhubungan dengan replikasi HIV.70

Status selenium pejamu diketahui terlibat dalam regulasi replikasi virus.

Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan terbalik antara kadar selenium

dengan perkembangan penyakit HIV termasuk diantaranya kadar CD-4, infeksi

oportunistik, dan viral load. Kadar selenium yang rendah dilaporkan pada pasien

HIV asimptomatik dengan kadar CD-4 < 400 sel/mmᶟ. Studi lain melaporkan

kejadian infeksi oportunistik lebih banyak pada pasien dengan kadar selenium

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 89: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

74

Universitas Indonesia

yang rendah didalam darah.66

Keempat pasien tidak mendapakan suplementasi

selenium. Sediaan suplementasi selenium didapatkan pada suplementasi

multivitamin mineral multipel yang tidak tersedia di RSUT. Bahan makanan

sumber selenium bisa diperoleh dari sereal, grains, gandum, roti, daging merah,

produk susu, dan seafood.24

Belum ada studi yang menilai efek pemberian mikronutrien multipel

terhadap terapi dan penyembuhan TB. Suplementasi mikronutrien multipel

mungkin tidak memiliki efek atau efeknya kecil pada pasien TB BTA positif

dalam 8 minggu pertama, dan mungkin tidak memiliki efek terhadap peningkatan

BB selama terapi. Walaupun kadar beberapa vitamin rendah dalam darah pada

pasien TB aktif, namun belum didapatkan bukti nyata bahwa suplementasi rutin

pada dosis rekomendasi harian atau diatasnya memiliki manfaat klinis.5

Pemberian omega-3 pada penderita TB masih belum konsisten. Salah

satu literatur menyatakan pemberian omega-3 dapat meningkatkan asupan,

mempertahankan pola makan yang adekuat sehingga dapat mencegah penurunan

berat badan, namun terdapat beberapa penelitian yang menyatakan hasil

berbeda.22

Menurut McMurray dkk73

, omega-3 memiliki efek positif terhadap

beberapa penyakit inflamasi (reumatoid artritis, inflammatory bowel disease,

penyakit kardiovaskuler, kanker), namun fungsi anti inflamasi omega 3

menunjukkan efek negatif terhadap aktivitas anti mikrobial pada TB.

Suplementasi imunonutrisi tidak diberikan pada keempat pasien. Formula

imunonutrisi mengandung arginin, glutamin, omega-3 dan vitamin antioksidan.

ESPEN menyatakan berbagai hasil mengenai efek imunonutrisi pada pasien HIV

belum konsisten, sehingga belum dapat direkomendasikan. Suatu studi

menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada parameter nutrisi dan

imunologi kelompok pasien yang hanya mendapatkan konseling nutrisi

dibandingkan kelompok yang mendapatkan suplementasi nutrisi oral dan

kelompok yang mendapatkan formula imunonutrisi terhadap pasien HIV

asimptomatik. Studi randomisasi klinis lainnya melihat efek suplementasi nutrisi

oral (660 kkal/hari), dengan atau tanpa penambahan arginin (7,4 g/hari) dan

omega-3 (1,7 g/hari), namun hasilnya tidak ditemukan manfaat suplementasi

arginin dan omega-3. Formula imunonutrisi juga telah diteliti pada pasien HIV

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 90: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

75

Universitas Indonesia

dengan terapi HAART, hasilnya tidak didapatkan efek bermakna pada efek terapi

antara suplementasi nutrisi oral standar dan formula imunonutrisi. Suplementasi

nutrisi oral mengandung arginin (14 g/hari), glutamin (14 g/hari dan β-hidroksi-β-

metilbutirat (3 g/hari) diketahui dapat meningkatkan massa otot, BB dan

berhubungan dengan menurunnya viral load HIV pada sebuah studi placebo-

controlled randomized trial.35

Pada sebagian besar pasien, pemberian nutrisi dimulai dari 80% KEB

dengan alasan klinis pasien yang sebagian besar memperlihatkan sesak nafas dan

analisis asupan 24 jam terakhir di bawah 1000 kkal. Saat pemantauan, terjadi

perbaikan klinis dan toleransi asupan, sehingga nutrisi dapat ditingkatkan

bertahap. Pada pasien kedua dan keempat, nutrisi yang diberikan dapat mencapai

kebutuhan energi total dengan jenis makanan berupa kombinasi makanan lunak

dan cair. Pada pasien pertama dan ketiga sempat terjadi perbaikan klinis dan

toleransi asupan, kemudian pasien mengalami penurunan kondisi (sesak dan

penurunan kesadaran), hingga kebutuhan kalori total tidak tercapai. Keempat

pasien toleransinya lebih baik terhadap makanan cair dibandingkan makanan

lunak.

Makanan cair yang diberikan berupa kombinasi makanan cair RS dan

formula komersil (nutren optimum), dengan alasan komposisi makanan cair RS

dapat memenuhi kebutuhan pasien, dan formula komersil mengandung zat-zat gizi

yang diperlukan pada keempat pasien. Pertimbangan lain memberikan kombinasi

dua makanan cair tersebut adalah dari segi biaya, oleh karena seluruh biaya

pengobatan pasien menggunakan BPJS. ESPEN menyebutkan secara umum

penggunaan formula spesifik belum ada manfaatnya pada pasien HIV/AIDS,

sehingga formula nutrisi standar dapat digunakan, meskipun pasien dengan diare

dan malnutrisi berat. Formula mengandung MCT dapat memberikan manfaat

lebih baik pada pasien AWS dan diare kronik.35

Dukungan dari keluarga pasien dan kerjasama yang baik dengan DPJP,

dietisien, pramusaji, perawat, dan petugas farmasi di RSUT berperan dalam

tatalaksana nutrisi keempat pasien. Seluruh planning nutrisi dapat dikeluarkan

dari dapur sesuai preskripsi, dan sebagian besar pasien mengikuti anjuran yang

diberikan.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 91: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

76

Universitas Indonesia

Outcome pada pasien kedua dan keempat lebih baik dibandingkan pasien

pertama dan ketiga. Hal ini dapat dilihat dari penilaian kapasitas fungsional. Pada

pemantauan terakhir, kekuatan genggaman tangan pasien kedua dan keempat

sama dengan pemeriksa, dan skor indeks Barthel mengalami peningkatan menjadi

ketergantungan ringan. Pemeriksaan antropometri dilakukan saat sebelum pasien

pulang, namun tidak didapatkan peningkatan BB pada kedua pasien. Saat pasien

pulang, pasien diberikan edukasi mengenai nutrisi yang baik, yang dapat

dikonsumsi di rumah. Contoh menu sehari dan daftar bahan makanan penukar

diberikan kepada pasien dan keluarga (dapat dilihat pada lampiran).

Pada pasien pertama dan ketiga terjadi perburukan klinis sehingga

penilaian kapasitas fungsional masih sama seperti saat assessment awal, bahkan

pada pasien ketiga mengalami penurunan kapasitas fungsional menjad bedridden

dan ketergantungan berat. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien pertama dan

ketiga gejala klinis lebih berat dengan infeksi HIV sudah dalam fase lanjutan atau

AIDS. Outcome keempat pasien ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian

yang dilakukan Sudarsanam dkk yang melakukan studi pilot randomisasi klinis di

India pada 81 pasien TB kasus baru dan 22 pasien koinfeksi TB/HIV dengan

malnutrisi ringan mendapatkan suplementasi makronutrien dan mikronutrien

selama pengobatan TB. Studi ini dilakukan pada pasien rawat jalan, meskipun

tidak didapatkan hasil signifikan pada outcome TB. Studi mengenai efek

intervensi nutrisi terhadap koinfeksi TB/HIV dan malnutrisi masih sangat

terbatas.4

Penilaian kapasitas fungsional menggunakan indeks Barthel. Indeks

Barthel merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas

hidup dengan skor tertinggi 20. Terdapat banyak instrumen yang dapat digunakan

pada pasien TB untuk menilai kualitas hidup. Studi Maguire, dkk74

pada penderita

TB paru di Papua, Indonesia menggunakan instrument St George‘s Respiratory

Questionnare (SGRQ) yang dimodifikasi untuk menilai kualitas hidup.

Keempat pasien mendapatkan OAT dari DPJP. Jenis obat OAT yang

diberikan adalah obat kombinasi dosis tetap (fixed dosed combination/FDC) yang

direkomendasikan oleh WHO. Kombinasi dosis tetap dapat mengurangi risiko

terjadinya resisten obat monoterapi, selain itu jenis obat ini dapat meningkatkan

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 92: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

77

Universitas Indonesia

kepatuhan pasien. Interaksi obat dan efek samping dapat berpengaruh pada

tatalaksana nutrisi seperti yang terlihat dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3 Efek Samping dan Interaksi OAT Terkait Nutrisi

Obat-obatan Efek samping/interaksi terkait nutrisi

Asam aminosalisilat Mengganggu absorpsi vitamin B12 dan asam folat, mual, muntah

Etionamid Memerlukan suplementasi vitamin B6, dpat menyebabkan

anoreksia, metallic taste, mual, muntah, diare, penurunan BB

dan hipoglikemia

Etambutol Dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, mual, anoreksia.

Tidak dianjurkan untuk dikonsumsi lebih dari 2 bulan karena

dapat membahayakan mata

Isoniazid (INH) Dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 dengan menimbulkan

neuritis, defisiensi niasin, kalsium, vitamin B12, sering

ditemukan mual, jaundice, muntah, kram perut, dan mulut

kering.

Pirazinamid Dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah dan hepatotoksik

Rifampisin Dapat menyebabkan anoreksia dan gangguan gastrointestinal

Streptomisin Pemakaian lebih dari 3 bulan dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan dan pendengaran

Sumber: daftar referensi no 22

Pasien pertama mendapatkan terapi ARV berupa tenofovir (TDF),

lamivudin (3TC) dan efavirenz. Tenofovir dan lamivudin termasuk dalam

golongan nucleoside reverse trancriptase inhibitors (NRTIs) yang bekerja

menghentikan replikasi virus HIV. Efek samping yang dapat ditimbulkan antara

lain gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare dan nyeri perut), pankreatitis,

depresi, hipofosfatemia, dan gagal ginjal akut. Efavirenz merupakan golongan

nonnucleoside reverse trancriptase inhibitors (NNRTIs) yang bekerja mengikat

protein yang diperlukan virus HIV untuk bereplikasi. Efavirenz dapat

menyebabkan lipodistrofi, diare, dan nyeri perut.10,34

Oleh karena efek samping OAT dan ARV sebagian besar

menimbulkan gejala pada saluran gastrointestinal, edukasi mengenai cara

mengonsumsi obat-obat tersebut harus diberikan pada pasien. Kedua jenis obat

tersebut sebaiknya dikonsumsi saat perut dalam keadaan kosong untuk

mengurangi efek samping yang dapat ditimbulkan. Selain itu, beberapa OAT

bersifat hepatotoksik, sehingga perlu dilakukan monitor kadar fungsi hati.

Pemantauan kadar fungsi hati juga penting dilakukan pada pasien koinfeksi

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 93: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

78

Universitas Indonesia

HIV/TB. Beberapa ahli merekomendasikan pemantauan biokimiawi pada pasien-

pasien berusia > 35 tahun. Terapi sebaiknya dihentikan, dan biasanya

menggunakan regimen yang dimodifikasi untuk peningkatan kadar fungsi hati tiga

kali di atas batas normal dengan gejala hepatitis dan/atau jaundice, atau lima kali

di atas batas normal tanpa gejala. Biasanya onset terjadinya gangguan hati akut

dalam beberapa bulan setelah terapi dimulai. Rechallenge test dapat dilakukan

yaitu dengan menghentikan obat-obatan yang diduga menyebabkan kenaikan

kadar fungsi hati (SGPT) sebanyak dua kali normal. Bila setelah obat dihentikan

kadar fungsi hati membaik, maka cara ini dapat digunakan untuk mendiagnosis

pasti drug-induced liver injury (DILI). Rekomendasi pemantauan kadar fungsi

hati dilakukan setiap bulan, atau pada bulan ke-1, ke-3 dan, ke-6 pada regimen

pengobatan 9 bulan.75

Pada keempat pasien saran untuk konsul fisioterapi diberikan pada

DPJP agar pasien mendapatkan terapi latihan fisik. Tata laksana nutrisi ditambah

dengan aktivitas fisik dapat memberikan manfaat dari segi patofisiologi dalam hal

mengurangi pemecahan protein dan memperbaiki fungsi otot. Walaupun pasien

kaheksia tidak termotivasi untuk melakukan aktivitas fisik, bukti menunjukkan

bahwa latihan ketahanan dapat memperbaiki kekuatan otot dan lean body mass,

mengurangi inflamasi dan memperbaiki fatigue.8

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 94: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

79

Universitas Indonesia

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi

tantangan global. Beban ganda akibat peningkatan epidemi human

immunodeficiency virus (HIV) akan memengaruhi peningkatan kasus TB di

masyarakat. Peringkat TB saat ini sejalan dengan HIV sebagai penyebab kematian

di dunia. Hubungan antara TB dan malnutrisi telah lama diketahui, TB dapat

menyebabkan malnutrisi dan malnutrisi meningkatkan risiko terjadinya TB.

Terjadinya koinfeksi TB/HIV akan menurunkan massa tubuh dan lemak lebih

banyak. Penurunan BB disertai dengan adanya penyakit kronis termasuk dalam

kondisi kaheksia. Dukungan nutrisi sebagai bagian dari tatalaksana komprehensif

diperlukan pada TB paru, infeksi HIV, malnutrisi dan kaheksia.

Seluruh pasien dalam serial kasus ini adalah pasien TB paru dengan

malnutrisi berat dan kaheksia. Dua dari empat pasien disertai infeksi HIV.

Tatalaksana nutrisi pasien meliputi perhitungan kebutuhan energi menggunakan

persamaan Harris-Benedict. Komposisi makronutrien diberikan seimbang dengan

kebutuhan protein sebesar 1,5-2 g/kgBB. Suplementasi mikronutrien diberikan

sesuai dengan kebutuhan harian, dan nutrien omega-3 diberikan bertujuan untuk

memperbaiki kaheksia. Semua pasien mendapatkan makanan cair berupa formula

komersil yang mengandung AARC yang diketahui dapat memperbaiki anoreksia

dan sintesis protein. Formula imunonutrisi tidak diberikan oleh karena belum ada

rekomendasi yang jelas.

Dua dari empat pasien memberikan outcome lebih baik dari segi klinis,

namun tidak didapatkan peningkatan BB bermakna. Tatalaksana nutrisi yang

dilakukan di RSUT berjalan dengan baik dengan kerjasama antar berbagai disiplin

ilmu.

79

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 95: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

80

Universitas Indonesia

5.2 Saran

1) Diperlukan suatu tim khusus untuk menangani pasien dengan TB paru dengan

malnutrisi, kaheksia, dan infeksi HIV sehingga tatalaksana komprehensif

dapat berjalan dengan baik

2) Perlu dilakukan pemeriksaan komposisi tubuh untuk mengetahui status nutrisi

dan evaluasi tatalaksana nutrisi

3) Pasien serial kasus sebaiknya memiliki diagnosis dan derajat keparahan

penyakit yang sama sehingga perbedaan respon tatalaksana nutrisi dapat

terlihat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 96: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

81

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-infeksi TB-HIV. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia 2012.

2. Global Tuberculosis Report 20th edition 2015. World Health

Organization.

3. Nutrition and tuberculosis: a review of the literature and consideration for

TB control programs. The United states Agency for International

Development (USAID) 2008.

4. Sudarsanam TD, Kang JJG, Mahendri V, Gerrior J, Franciosa M, Gopal S,

et al. Pilot randomized trial of nutritional supplementation in patients with

tuberculosis and HIV–tuberculosis coinfection receiving directly observed

short-course chemotherapy for tuberculosis. Tropical Medicine and

International Health 2011;16(6):699-706.

5. Guideline: Nutritional care and support for patients with tuberculosis.

World Health Organization 2013.

6. Van Lettow MHE. Triple Trouble; Tuberculosis, HIV infection and

malnutrition, thesis. Rotterdam: the Wageningen University 2005

7. Evans WJ, Morley JE, Argiles J, Bales C, Baracos V, Guttridge D.

Cachexia: a new definition. Clinical Nutrition 2008;27:793-9

8. Ali S, Garcia JM. Sarcopenia, cachexia and aging: diagnosis, mechanisms

and therapeutic options – a mini-review. Gerontology 2014;60:294–305.

9. Miyata S, Tanaka M, Ihaku D. The prognostic significance of nutritional

status using malnutrition universal screening tool in patients with

pulmonary tuberculosis. Nutrition Journal 2013;12:42.

10. Gardner CF, Sucher K. HIV and AIDS. Dalam : Nelms M, Sucher KP,

Lacey K, Roth SL. Nutrition Therapy and Pathophysiology edisi 2.

California: Wadsworth Cengage Learning 2011. Hal.735-65

11. NUSTART (Nutritional Support for Africans Starting Antiretroviral

Therapy) Study Team, Filteau S, Praygod G, Kasonka L, Woodd S,

Rehman AM, et al. Effects on mortality of a nutritional intervention for

malnourished HIV-infected adults referred for antiretroviral therapy: a

randomised controlled trial. BMC Medicine 2015;13:17.

81

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 97: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

82

Universitas Indonesia

12. Bergman EA, Hawk SN. Diseases of the respiratory system. Dalam :

Nutrition Therapy and Pathophysiology. 2nd edition. Wadsworth Cengage

Learning 2011. Hal.650-2.

13. Sherwood L. Human Physiology from Cells to Systems. Belmont:

Brooks/Cole, 2010. hal. 461–510.

14. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology edisi 13.

New Jersey: John Wiley and Sons Inc 2012. Hal 919

15. O'Brien RJ. Tuberculosis. Dalam: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL,

Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editor. Harrison's Principles of Internal

Medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill, 2012. hal. 2252–80.

16. Walsh M. Tuberculosis. Infection Landscapes 2013.

http://www.infectionlandscapes.org/2013/04/tuberculosis.html. Diakses

tanggal 15 Desember 2014.

17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis, 2011.

18. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional

Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.

19. Schluger NW, Rom WN. The host immune response to tuberculosis. Am J

Respir Crit Care Med 1998; 157: 679–91.

20. Zuniga J, Torres-Garcia D, Santos-Mendoza T, Rodriguez-Reyna TS,

Granados J, Yunis EJ. Cellular and humoral mechanisms involved in the

control of tuberculosis. Clinical and Developental Immunology

2012;doi:10.1155/2012/193923.

21. Gupta KB, Gupta R, Atreja A, Verma M, Vishvkarma. Tuberculosis and

nutrition. Lung India 2009;26(1):9-16.

22. Schwenk A, Hodgson L, Wright A, Ward LC, Rayner CFJ, Grubnic S, et

al. Nutrition partitioning during treatment of tuberculosis: gain in body fat

mass but not in protein mass. Am J Clin Nutr 2004; 79:1006 –12.

23. Escott-Stump S. Nutrition and Diagnosis-Related Care edisi 7.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2012. Hal 330-3.

24. Nutrition Division-Ministry of Health. Dietary Guidelies and Nutrition

Therapy for Spesific Diseases. Government of Sri Lanka-UNICEF 2014.

25. Grooper SS, Smith JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism edisi

6. Wadsworth: Cengage Learning 2013. Hal: 398.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 98: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

83

Universitas Indonesia

26. Karyadi E, Schultink W, Nelwan RHH, Gross R, AminZ, Dolmans WMV,

et al. Poor micronutrient status of active pulmonary tuberculosis in

Indonesia. J Nutr 2000;130:2953-8

27. Karyadi E, West CE, Schultink W, Nelwan RHH, Gross R, Amin Z, et al.

A double-blind, placebo-controlled study of vitamin A and zinc

supplementation in persons with tuberculosis in Indonesia: effects on

clinical response and nutritional status. Am J Clin Nutr 2002;75:720-7.

28. Salahudin N, Ali F, Hasan Z, Rao N, Aqeel M, Mahmoud F. Vitamin D

accelerates clinical recovery from tuberculosis: results of the SUCCINCT

Study [Supplementary Cholecalciferol in recovery from tuberculosis]. A

randomized, placebo-controlled, clinical trial of vitamin D

supplementation in patients with pulmonary tuberculosis. BMC Infectious

Diseases 2013, 13:22.

29. Range N, Changalucha J, Krarup H, Magnussen P, Andersen AB, Friis H.

The effect of multi-vitamin/ mineral supplementation on mortality during

treatment of pulmonary tuberculosis: a randomised two by-two factorial

trial in Mwanza, Tanzania. Br J Nutr. 2006;95(4):762-770.

30. Nelms MN, Frazier C. Cellular and physiological response to injury: the

role of the immune system. Dalam: Dalam : Nelms M, Sucher KP, Lacey

K, Roth SL. Nutrition Therapy and Pathophysiology edisi 2. California:

Wadsworth Cengage Learning 2011. hal 158-62.

31. Haynes BF, Fauci AS. Introduction to the immune system. Dalam: Fauci

AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SR, Longo DL, Jameson JL, editor.

Harrison‘s Principles of Internal Medicine. Edisi ke 17. New York:

McGraw-Hill Companies, Inc, 2008.Hal: 1906-15

32. Faucy AS, Lane HC. Human immnunodeficiency virus disease: AIDS and

related disorders. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SR,

Longo DL, Jameson JL, editor. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. Edisi ke 17. New York: McGraw-Hill Companies, Inc, 2008.

Hal. 1076-139

33. Fenton M, Silverman EC. Medical nutrition therapy for human

immunodeficiency virus (HIV) disease. Dalam: Mahan LK, Escott-Stump

S. Krause’s Food & Nutrition Therapy. Edisi 12. Missouri: Saunder

Elsevier 2008. Hal: 991-1016

34. Cone LA. Wasting and AIDS in the era of highly active antiretroviral

therapy. Dalam: Watson RR, editor. Nutrition and AIDS, edisi 2. Florida:

CRC Press, 2001. Hal: 1-6.

35. Ockenga J, Grimble R, Jonkers-Schuitema C, Macallan D, Melchior JC,

Sauerwein HP, et al. ESPEN guidelines on enteral nutrition: wasting in

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 99: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

84

Universitas Indonesia

HIV and other chronic infectious diseases. Clinical Nutrition 2006;25:319-

29.

36. The Academy of Science of South Africa. HIV/AIDS, TB and Nutrition.

2007.hal 107-9

37. World Health Organization. Nutrient requirement for people living with

HIV/AIDS. 2003.

38. Santarpia L, Contaldo F, Pasanisi F. Nutritional screening and early

treatment of malnutrition in cancer patients. J Cachexia Sarcopenia

Muscle 2011;2:27-35.

39. Morley JE, Thomas DR, Wilson MMG. Cachexia: pathophysiology and

clinical relevance. Am J Clin Nutr 206;83:735-43.

40. Donohoe CL, Ryan AM, Reynolds JV. Cancer cachexia: mechanisms and

clinical implications. Gastroenterology Research and Practice 2011. Doi:

10.1155/2011/601434

41. Ebner N, Steinbeck L, DOehner W, Anker SD, von Haehling S. Highlights

from the 7th Cachexia Conference: muscle wasting pathophysiological

detection and novel treatment strategies. J Cachexia Sarcopenia Muscle

2014 5:27–34

42. Choudry HA, Pan M, KArinch AM, Souba WW. Branched-chain amino

acid-enriched nutritional support in surgical and cancer patients. J Nutr

2006;136:314-8S.

43. Muscaritoli M, Costelli P, Aversa Z, Bonetto A, Baccino FM, Fanelli FR.

New strategies to overcome cancer cachexia: from molecular mechanisms

to the ‗Parallel Pathway‘. Asia Pac J Clin Nutr 2008;17(S1):387-90.

44. Wagner PD. Possible mechanism underlying the development of cachexia

in COPD. Eur Respir J 2008; 31: 492–50.

45. Oliveira MG, Delogo KN, de Oliveira HMMG, Ruffino-Netto A, Kritski

AL, Oliveira MM. Anemia in hospitalized patients with pulmonary

tuberculosis. J Bras Pneumol. 2014;40(4):403-410.

46. Andrews NC. Anemia of inflammation: the cytokine-hepcidin link. The

Journal of Clinical Investigation 2004;113(9):1251-2.

47. Weiss G, Goodnough LT. Anemia of chronic disease. N Engl J Med

2005;352:1011-23.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 100: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

85

Universitas Indonesia

48. Obirikorang C, Quaye L, Acheampong I. Total lymphocyte count as a

surrogate marjker for CD4 count in resource-limited settings. BMC

Infectious Diseases 2012, 12:128.

49. Suastika NKW. Akurasi diagnostik kombinasi total lymphocyte count

(TLC) dan kadar hemoglobin untuk memprediksi imunodefisiensi berat

pada penderita terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) pra terapi

antiretroviral, tesis. Universitas Udayana 2013

50. Isanaka S, Mugusi F, Urassa W, Millett WC, Bosch RJ, Villamor E, et al.

Iron defisciency and anemia predict mortality in patients with tuberculosis.

J. Nutr 2012;142: 350–357.

51. Sudfeld CR, Isanaka S, Aboud S, Mugusu FM, Wang M, Chalamilla GE,

et al. Association of serum albumin concentration with mortality,

morbidity, CD4 T-cell reconstitution among tanzanians initiating

antiretroviral therapy. The Journal of Infectious Diseases 2013;207:1370–

8

52. Alvarez-Uria G, Mide M, Pakam R, Naik PK. Diagnostic and prognostic

value of serum albumin for tuberculosis in HIV infected patients eligible

for antiretroviral therapy: datafrom an HIV cohort study in India.

BioImpacts 2013, 3(3), 123-128.

53. Jafari NJ, Izadi M, Sarrafzadeh F, Heidari A, Ranjbar R, Saburi A.

Hyponatremia Due to Pulmonary Tuberculosis: Review of 200 Cases.

Nephro-Urol Mon.2013;5(1): 687-691.

54. Sharma SK, Mohan A, Banga A, Saha PK, Guntupalli KK. Predictors of

development and outcome in patients with acute respiratory distress

syndrome due to tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 2006;10(4):429-35.

55. Ministry of Public Health and Sanitation, Republic of Kenya. Guidelines

For The Management Of Drug Resistant Tuberculosis In Kenya 2010.

56. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Nutrition

assessment, counselling and support for adolescents and adults living with

HIV: a programming guide 2014.

57. Department of Health, Republic of South Africa. Guidelines for the

management of Tuberculosis, Human Immunodeficiency Virus and

Sexually-Transmitted Infections in Correctional Facilities 2013.

58. Patel NM, Johnson MM. Nutrition in respiratory diseases. Dalam: Ross

AC, Caballero B, Cousins RJ, Tucjer KL, Ziegler TR, editor. Modern

Nutrition in Health and Disease, edisi 11. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins 2014.hal: 1387-90.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 101: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

86

Universitas Indonesia

59. Sindhwani G, Rawat J. Ventilator dependence: role of nutrition and airway

clearance therapy. Lung India 2006;23:39-41.

60. Talpers SS, ROmberger DJ, Bunce SB, Pingleton KK. Nutritionally

associated increased carbondioxide production.: excess total calories vs

high proportion of carbohydrate calories. Chest 1992;102:551-5

61. Van den Berg B, Bogaard JM, Hop WC. High fat, low carbohydrate,

enteral feeding in patients weaning from the ventilator. Intensive Care

Med 1994;20:470-5.

62. Akrabawi SS, Mobarhan S, Stoltz R, Ferguson PW. Gastric emptying,

pulmonary function, gas exchange and respiratory quotient after feeding a

moderate versus high fat enteral formula meal in chronic obstructive

pulmonary disease patients. Nutrition 1996;12:260-5.

63. Vermeeren MA, Wouters EF, Nelissen LH, van Lier A,Hofman Z, Schols

AM. Acute effects of different nutritional supplements on symptoms and

functional capacity in patients with chronic obstructive pulmonary disease.

Am J Clin Nutr 2001;73:295–301.

64. Faramawy MAE, Allah AA, Batrawy SE, Amer H. Impact of high fat low

carbohydrate enteral feeding on weaning from mechanical ventilation.

Egyptian Journal of Chest and Tuberculosis 2014;63:931-8.

65. Amare B, Moges B, Mulu A, Yifru A, KAssu A. Quadruple Burden of

HIV/AIDS, Tuberculosis, Chronic Intestinal Parasitoses, and Multiple

Micronutrient Deficiency in Ethiopia: A Summary of Available Findings.

BioMed Research International 2015. Article ID 598605

66. Friis H. Micronutriens and HIV infection: a review of current evidence.

Consultation on Nutrition and HIV/AIDS in Africa: Evidence, lessons and

recommendations for action. Departement of Nutrition for Health and

Development, World Health Organization 2005.

67. WHO Model Prescribing Information: Drugs Used in Mycobacterial

Diseases. Geneva 1991.

68. Drain PK, Kupka R, Mugusi F, Fawzi WW. Micronutrients in HIV-

positive persons receiving highly active antiretroviral therapy. Am J Clin

Nutr 2007;85:333– 45.

69. Friis H, Michaelsen KF. Micronutrients and HIV infection: a review.

European Journal of Clinical Nutrition 1998;52:157-63.

70. Mocchegiani E, Muzzioli M. Therapeutic application of zinc in human

immunodeficiency virus against opportunistic infections. J. Nutr.

2000;130: 1424S—1431S

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 102: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

87

Universitas Indonesia

71. Range N, Changalucha J, Krarup H, Magnussen P, Andersen AB, Friis H.

The effect of multi-vitamin/mineral supplementation on mortality during

treatment of pulmonary tuberculosis: a randomised two-bytwo factorial

trial in Mwanza, Tanzania. Br J Nutr 2006; 95:762–70.

72. Baum MK, Lai S, Sales S, Page JB, Campa A. Randomized, Controlled

Clinical Trial of Zinc Supplementation to Prevent Immunological Failure

in HIV-Infected Adults. Clinical Infectious Diseases 2010; 50(12):1653–

60

73. McMurray DN, Bonilla DL, Chapkin RS. n-3 Fatty acids uniquely affect

anti-microbial resistance and immune cell plasma membrane organization.

Chem Phys Lipids 2011; 164: 626–35.

74. Brown J, CApocci S, Smith C, Morris S, Abubakar A, Lipman M. Health

status and quality of life in tuberculosis. International Journal of

Infectious Diseases 2015;32:68-75

75. Saukkonen JJ, Cohn DL, Jasmer RM, Schenker S, Jereb JA, Nolan CM, et

al. An Official ATS Statement: Hepatotoxicity of Antituberculosis

Therapy. Am J Respir Crit Care Med 2006;174:935-52.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 103: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

88

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 1

PEMANTAUAN PASIEN PERTAMA

Pemantauan I Pemantauan II Pemantauan III

S Sesak berkurang, makanan cair dapat dihabiskan Sesak makin berkurang, mual tidak ada, makanan cair

dan bubur dapat dihabiskan Sejak sehari sebelumnya sesak, harus menggunakan

O2, makan bubur hanya habis ¾ p, susu dapat habis O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 24 x/menit

- S = 36,6°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 3liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: Alb 2,2 g/dL, SGOT 25 SGPT 18, anti HIV (+)

Analisis Asupan:

Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

MCRS

4x150

Nutr opt

2x200

Infus NaCl

Air putih

600

400

1000

500

600

400

30

16

14,4

16

89,6

51,2

Total 2500 1000 46 30,4 140,8

Analisis cairan:

Input: 2500 mL

Output: 1500 mL(urin), 630 ml (IWL)

Balans: +370 mL/24 jam

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/80 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 20 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: Alb 3,0 g/dL (post transfusi)

Analisis Asupan:

Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt

2x150

Peptisol

2x150

bubur 700 kal

Infus NaCl

Air putih

300

300

-

1000

300

300

300

700

12

16,8

28

12

3,6

23

40,8

50,4

104

Total 1900 1300 56,8 38,6 195,2

Analisis cairan:

Input: 1900 mL

Output: 1200 mL (urin), 630 ml (IWL)

Balans: +70 mL/24 jam

Diuresis: 1,2 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR =92 x/menit

- RR = 30 x/menit

- S = 37°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 4 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral

hangat, CRT > 2‖

Lab: pH 7,454 pCO2 31,3 pO2 33,5 HCO3 21,5 BE -1,7

Sat O2 68,5% Na 142 K 4,0 Cl 102

Analisis Asupan:

Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100

(3/4 p)

Nutr opt

2x200

Infus NaCl

Air putih

-

400

1000

500

825

400

30

16

18,7

16

135

51,2

Total 1900 1225 46 34,7 186,2

Analisis cairan:

Input: 1900 mL

Output: 1200 mL(urin), 630 ml (IWL)

Balans: +70 mL/24 jam

Diuresis: 1,2 ml/kg/jam

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 104: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

89

Universitas Indonesia

Th/DPJP:

Terapi lanjut +

Transfusi albumin 20% 100 ml (3 hari)

Periksa CD4

Th/DPJP:

Terapi lanjut +

R/H/Z/E 300/300/500/500

Vit B6 2 x 1 tab

Th/DPJP:

Terapi lanjut

O2 NRM 10 liter/menit

Konsul IPD untuk ARV

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hipoalbuminemia)

pada TB paru, HIV (+)

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hipoalbuminemia)

pada TB paru, HIV (+)

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hipoalbuminemia)

pada TB paru, HIV (+)

P Nutrisi diberikan sebesar 1300 kkal (31 kkal/kgBB),

protein 58,8 g (1,4 g/kgBB, 18%, N:NPC 1:118), lemak

36,1 g (25%), KH 185 g (57%)

Bentuk : makanan cair dan lunak

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opti 2x150

Peptisol 2x150

Bubur 700 kkal

300

300

-

300

300

700

12

16,8

28

12

3,6

23

40,8

50,4

104

Total 600 1300 56,8 38,6 195

Mikronutrien:

Vit B komp 3x1 tab, vit C 2x50 mg, as folat 1x1 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (35 kkal/kgBB),

protein 63 g (1,5 g/kgBB, 16%, N:NPC 1:125), lemak 45

g (27%), KH 229,5 g (57%)

Bentuk : makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100 kal

Nutr opt 2x200

Ekstra telur (1)

-

400

-

1100

400

75

40

16

7

25

16

5

180

51,2

-

Total 400 1575 63 46 231

Mikronutrien:

Vit B komp 3x1 tab, vit C 2x50 mg, as folat 1x1 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1300 kkal (31 kkal/kgBB),

protein 63 g (1,5 g/kgBB, 19%, N:NPC 1:105), lemak

39 g (27%), KH 174,2 g (54%)

Bentuk : makanan cair dan lunak

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Peptisol 2x150

Nutr opt 2x150

Bubur 700 kkal

Ekstra telur (1)

300

300

-

-

300

300

700

75

16,8

12

28

7

3,6

12

23

5

50,4

40,8

104

-

Total 600 1375 63,8 43,6 195,2

Mikronutrien:

Vit B komp 3x1 tab, vit C 2x50 mg, as folat 1x1 mg,

zink 1x20 mg, omega-3 3x2 tab, vipalbumin 3x2 tab

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

E Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan akan

ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-20%.

Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-

20%.

Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak

10-20%.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 105: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

90

Universitas Indonesia

PEMANTAUAN PASIEN PERTAMA

Pemantauan IV Pemantauan V

S Masih sesak, terutama bila selang oksigen dilepas, susu

dapat habis, bubur ½ p Sesak masih ada, makanan dari RS dapat dihabiskan

O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 88 x/menit

- RR = 26 x/menit

- S = 37°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang NRM O2 6 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: pH 7,432 pCO2 38,13 pO2 83,4 HCO3 27,9 BE 4,2

Sat O2 96,9%

Analisis Asupan:

Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt

2x150

Peptisol

2x150

Bubur ¾ p

Telur

Infus NaCl

Air putih

300

300

-

-

1000

300

300

300

525

75

12

16,8

21

7

12

3,6

17,2

5

40,8

50,4

78

-

Total 1900 1200 56,8 37,8 169,2

Analisis cairan:

Input: 1900 mL

Output: 1500 mL(urin), 630 ml (IWL)

Balans: -230 mL/24 jam

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 88 x/menit

- RR = 24 x/menit

- S = 36,8°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang masal kanul O2 4 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: Hb 9,6 Ht 29 Lek 5700 Tr 379.000

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x200

MCRS 3x200

Bubur ekstra 1x

(300 kkal)

Infus NaCl

Air putih

600

600

-

500

600

600

600

300

24

30

11,2

24

14,4

8,3

81,6

96

45

Total 2300 1500 65,2 46,7 222,6

Analisis cairan:

Input: 2100 mL

Output: 1500 mL(urin), 630 ml (IWL)

Balans: -30 mL/24 jam

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 106: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

91

Universitas Indonesia

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Dari IPD: TDF/3TC 1x1, Efavirenz 1x1 tab

Th/DPJP:

Terapi lanjut

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hipoalbuminemia)

pada TB paru, HIV (+)

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hipoalbuminemia)

pada TB paru, HIV (+)

P Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (35 kkal/kgBB),

protein 67,2 g (1,5 g/kgBB, 18%, N:NPC 1:123), lemak

45 g (27%), KH 206,5 g (55%)

Bentuk : makanan cair dan lunak

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x200

MCRS 3x200

Bubur ekstra 1x

(300 kkal)

600

600

-

600

600

300

24

30

11,2

24

14,4

8,3

81,6

96

45

Total 1200 1500 65,2 46,7 222,6

Mikronutrien:

Vit B komp 3x1 tab, vit C 2x50 mg, as folat 1x1 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (35 kkal/kgBB),

protein 67,2 g (1,5 g/kgBB, 18%, N:NPC 1:123), lemak

45 g (27%), KH 206,5 g (55%)

Bentuk : makanan cair dan lunak

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x200

MCRS 3x200

Bubur ekstra 1x

(300 kkal)

600

600

-

600

600

300

24

30

11,2

24

14,4

8,3

81,6

96

45

Total 1200 1500 65,2 46,7 222,6

Mikronutrien:

Vit B komp 3x1 tab, vit C 2x50 mg, as folat 1x1 mg, zink

1x20 mg, omega-3 3x2 tab, vipalbumin 3x2 tab

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: konsul fisioterapi

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

E Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-

20%.

Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-

20%.dan bentuk makanan dapat diubah menjadi makanan

padat

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 107: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

92

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 2

PEMANTAUAN PASIEN KEDUA

Pemantauan I Pemantauan II Pemantauan III

S Sesak berkurang, makanan dr RS dapat habis, diare

berkurang

Sesak berkurang, diare makin berkurang, makanan RS

dapat dihabiskan Sesak dan diare tidak ada, makan baik

O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 80 x/menit

- RR = 22 x/menit

- S = 36,6°C

Pemeriksaan fisik:

Regio generalisata: bercak hiperpigmentasi ukuran

lentiuler-numuler, batas tidak tegas

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100 kal

Infus RL

Air putih

Transfusi PRC

-

1000

600

500

1100

40

25

180

Total 2100 1100 40 25 180

Analisis cairan:

Input: 2100 ml

Output: 1500 ml (urin), 480 ml (IWL)

Balans: +120 ml

Diuresis: 1,9 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 20 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Regio generalisata: bercak hiperpigmentasi ukuran

lentiuler-numuler, batas tidak tegas

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2

Lab: Hb post transfusi 11,9 g/dL

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100 kal

Ekstra telur (1)

Infus RL

Air putih

-

-

1000

600

1100

75

40

7

25

5

180

-

Total 1600 1175 47 30 180

Analisis cairan:

Input: 1600 ml

Output: 1000 ml (urin), 480 ml (IWL)

Balans: +120 ml, diuresis: 1,3 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/80 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 18 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Regio generalisata: bercak hiperpigmentasi ukuran

lentiuler-numuler, batas tidak tegas

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral

hangat, CRT > 2

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1300 kal

Peptisol 1x250

Infus RL

Air putih

-

250

500

500

1300

250

50

14

30

3

180

42

Total 1250 1550 64 33 222

Analisis cairan:

Input: 1250 ml

Output: 1000 ml (urin), 480 ml (IWL)

Balans: -230 ml

Diuresis: 1,3 ml/kg/jam

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 108: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

93

Universitas Indonesia

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Th/DPJP:

Terapi lanjut

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase) pada

diare kronik, TB paru dalam terapi, suspek alergi

OAT

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase) pada

diare kronik, TB paru dalam terapi, suspek alergi

OAT

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme

sedang (anemia, peningkatan enzim transaminase)

pada diare kronik, TB paru dalam terapi, suspek

alergi OAT P Nutrisi diberikan sebesar 1100 kkal (34 kkal/kgBB),

protein 48 g (1,5 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:129), lemak

30,5 g (25%), KH 158 g (58%)

Bentuk : makanan lunak

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100 kal

Ekstra telur (1)

-

-

1100

75

40

7

25

5

180

-

Total - 1175 47 30 180

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 2 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (47 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:124), lemak 45 g

(27%), KH 256,5 g (58%)

Bentuk : makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1300 kal

Peptisol 1x250

-

250

1300

250

50

14

30

3

180

42

Total 250 1550 64 33 222

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 2 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (47 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:124), lemak

45 g (27%), KH 256,5 g (58%)

Bentuk : makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1300 kal

Peptisol 1x250

-

250

1300

250

50

14

30

3

180

42

Total 250 1550 64 33 222

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 2 tablet, vitamin C tablet 2 x

50 mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20

mg, dan omega-3 3 x 2 kapsul

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: periksa albumin

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: periksa albumin

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: periksa albumin, Mg, P, OT/PT

E Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan akan

ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-20%.

Mempertahankan asupan sesuai KET Mempertahankan asupan sesuai KET, bila asupan baik,

pemberian nutrisi dapat ditingkatkan untuk mencapai

target BB yang diinginkan/ideal

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 109: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

94

Universitas Indonesia

PEMANTAUAN PASIEN KEDUA

Pemantauan IV H+5

S Tidak ada keluhan, makan baik Tidak ada keluhan, makan baik O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 88 x/menit

- RR = 18 x/menit

- S = 36,7°C

Pemeriksaan fisik:

Regio generalisata: bercak hiperpigmentasi ukuran

lentiuler-numuler, batas tidak tegas

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1300 kal

Peptisol 1x250

Infus RL

Air putih

-

250

500

500

1300

250

50

14

30

3

180

42

Total 1250 1550 64 33 222

Analisis cairan:

Input: 1250 ml

Output: 1200 ml (urin), 480 ml (IWL)

Balans: -420 ml

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 80 x/menit

- RR = 19 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Regio generalisata: bercak hiperpigmentasi ukuran

lentiuler-numuler, batas tidak tegas

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1500 kal

Nutr opt 1x250

Air putih

-

250

750

1500

250

55

10

35

10

240

34

Total 1000 1750 65 45 274

Analisis cairan:

Input: 1000 ml

Output: 1000 ml (urin), 480 ml (IWL)

Balans: -480 ml

Diuresis: 1,3 ml/kg/jam

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 110: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

95

Universitas Indonesia

A malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase) pada

diare kronik, TB paru dalam terapi, suspek alergi

OAT

malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase) pada

diare kronik, TB paru dalam terapi, suspek alergi

OAT

P Nutrisi ditingkatkan sebesar 1750 kkal (54 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 15%, N:NPC 1:149), lemak 54 g

(27%), KH 252 g (58%)

Bentuk :makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1500 kal

Nutr opt 1x250

-

250

1500

250

55

10

35

10

240

34

Total 250 1750 65 45 274

MIkronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 2 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul

Nutrisi ditingkatkan sebesar 1750 kkal (54 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 15%, N:NPC 1:149), lemak 54 g

(27%), KH 252 g (58%)

Bentuk :makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1500 kal

Nutr opt 1x250

-

250

1500

250

55

10

35

10

240

34

Total 250 1750 65 45 274

MIkronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 2 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: periksa albumin, Mg, P, OT/PT

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: periksa albumin, Mg, P, OT/PT

E Mempertahankan asupan, bila asupan baik, pemberian

nutrisi dapat ditingkatkan bertahap untuk mencapai target

BB yang diinginkan/ideal

Mempertahankan asupan, bila asupan baik, pemberian

nutrisi dapat ditingkatkan bertahap untuk mencapai target

BB yang diinginkan/ideal

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 111: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

96

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 3

PEMANTAUAN PASIEN KETIGA

Pemantauan I Pemantauan II Pemantauan III

S Sesak berkurang, mual masih ada, lemas, susu hanya habis

¾ p, bubur habis ½ p

Sesak makin berkurang, lemas membaik, makanan cair

dan bubur dapat dihabiskan, diare (-) Demam sejak 2 hari lalu, lemas, sesak berkurang,

cenderung tidur, bubur tidak habis, susu habis O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 80 x/menit

- RR = 24 x/menit

- S = 36,8°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: Ur 30 Cr 0,6

Analisis Asupan:

Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt

3x100

MCRS

3x100

Bubur ¾ p

Infus NaCl

Infus RL

Air putih

300

300

-

500

1000

300

300

300

200

12

15

7,5

12

7,2

5,5

40,8

48

30

Total 2400 800 34,5 24,7 118,8

Analisis cairan:

Input: 2400 mL

Output: 1200 mL(urin), 720 ml (IWL)

Balans: +480 mL/24 jam, diuresis: 1 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 80 x/menit

- RR = 22 x/menit

- S = 37°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: Alb 2,0, CD-4 14

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x150

MCRS 3x150

Bubur ekstra 1x

(300 kkal)

Infus NaCl

Infus RL

Air putih

450

450

-

500

1000

600

450

450

300

18

22,5

11,2

18

10,8

8,3

61,2

72

45

Total 3000 1200 51,7 37,1 178,2

Analisis cairan:

Input: 3000 mL

Output: 1500 mL(urin), 720 ml (IWL)

Balans: +780 mL/24 jam, diuresis: 1,3 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 92 x/menit

- RR =22 x/menit

- S = 38,7°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit

Leher: kaku kuduk ?

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral

hangat, CRT > 2‖

Lab: Na 122, K 2,8 Cl 82

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 2x200

MCRS 2x200

Bubur ½ p

Infus NaCl

Infus RL

Air putih

400

400

-

500

1000

300

400

400

350

16

20

14

16

9,6

11,5

51,2

64

52

Total 2600 1150 50 37,1 167,2

Analisis cairan:

Input: 2600 mL

Output: 1200 mL(urin), 720 ml (IWL)

Balans: +680 mL/24 jam, diuresis: 1 ml/kg/jam

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 112: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

97

Universitas Indonesia

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Th/DPJP:

Terapi lanjut +

Transfusi albumin 20% 100 ml (3 hari)

.

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Koreksi NaCL 3% 500 ml/24 jam

KSR 3x1 tab

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia) pada TB milier dan

SIDA

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hipoalbuminemia)

pada TB milier dan SIDA

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hypokalemia,

hipokloremia, hipoalbuminemia) pada TB milier dan

SIDA P Nutrisi diberikan sebesar 1200 kkal (25 kkal/kgBB),

protein 52,8 g (17%, 1,1 g/kgBB, N:NPc 1:123), lemak 36

g (27%), KH 166,2 g (56%)

Bentuk : makanan cair dan ekstra lunak

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x150

MCRS 3x150

Bubur ekstra 1x

(300 kkal)

450

450

-

450

450

300

18

22,5

11,2

18

10,8

8,3

61,2

72

45

Total 900 1200 51,7 37,1 178,2

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul

Nutrisi diberikan sesuai KEB 1500 kkal (31 kkal/kgBB),

protein 72 g (19%, 1,5 g/kgBB, N:NPC 1:110), lemak 45

g (27%), KH 202 g (54%)

Bentuk : makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 2x200

MCRS 2x200

Bubur 700 kkal

EKstra telur (1)

400

400

-

400

400

700

75

16

20

28

7

16

9,6

23

5

51,2

64

104

-

Total 900 1575 71 53,6 219,2

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sesuai KEB 1500 kkal (31

kkal/kgBB), protein 72 g (19%, 1,5 g/kgBB, N:NPC

1:110), lemak 45 g (27%), KH 202 g (54%)

Bentuk : makanan cair

Rute : enteral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x250

Ekstra putel (1)

750

750

-

750

750

20

30

37,5

5

30

18

-

102

120

-

Total 1500 1520 72,5 48 222

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x

50 mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20

mg, dan omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: pasang NGT, pemeriksaan albumin, CD4

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: pasang NGT, koreksi kalium

E Bila toleransi asupan dan klinis baik, pemberian nutrisi

akan ditingkatkan bertahap 10-20% hingga mencapai KET

Bila toleransi asupan dan klinis baik, pemberian nutrisi

akan ditingkatkan bertahap 10-20% hingga mencapai

KET

Bila toleransi asupan dan klinis baik, pemberian nutrisi

akan ditingkatkan bertahap 10-20% hingga mencapai

KET

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 113: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

98

Universitas Indonesia

PEMANTAUAN PASIEN KETIGA

Pemantauan IV Pemantauan V

S Kesadaran menurun, demam (+), mual dan diare tidak

ada, NGT terpasang kemarin

Kesadaran menurun, demam (+), mual dan diare tidak ada,

makanan cair bisa masuk semua lewat NGT O TAmpak sakit sedang, somnolen, GCS E3M5V2

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 96 x/menit

- RR = 22 x/menit

- S = 38,5°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit, terpasang

NGT, residu (-)

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: albumin 2,3 (post transfusi)

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 2x250

MCRS 2x200

MCRS 2x250

Infus NaCl

Infus RL

500

900

500

1000

500

900

20

45

20

21,6

68

144

Total 2900 1400 65 41,6 212

Analisis cairan:

Input: 2900 mL

Output: 1600 mL(urin), 720 ml (IWL)

Balans: +580 mL/24 jam,

Diuresis: 1,3 ml/kg/jam

Tanda vital:

- TD = 120/70 mmHg

- HR = 92 x/menit

- RR = 21 x/menit

- S = 38,2°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit, terpasang

NGT, residu (-)

Toraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x300

Infus NaCl

Infus RL

750

900

500

500

750

900

30

45

30

21,6

102

144

-

Total 2650 1650 75 51,6 246

Analisis cairan:

Input: 2650 mL

Output: 1500 mL(urin), 720 ml (IWL)

Balans: +430 mL/24 jam,

Diuresis: 1,3 ml/kg/jam

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 114: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

99

Universitas Indonesia

Diagnosis DPJP: ssp meningoensefalitis TB, rencana

lumbal pungsi

Th/DPJP: +

Citicolin 2x500 mg iv

Dexamethasone 2x1 ampul

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hypokalemia,

hipokloremia, hipoalbuminemia) pada TB milier, SIDA,

susp meningoensefalitis TB

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, leukositosis, hiponatremia, hypokalemia,

hipokloremia, hipoalbuminemia) pada TB milier, SIDA,

susp meningoensefalitis TB P Nutrisi diberikan sebesar 1650 kkal (34 kkal/kgBB),

protein 76,80 g (18%, 1,6 g/kgBB, N:NPC 1:112), lemak

49,5 g (27%), KH 224,3 g (55%)

Bentuk : makanan cair

Rute : enteral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x300

750

900

750

900

30

45

30

21,6

102

144

-

Total 1650 1650 75 51,6 246

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1650 kkal (34 kkal/kgBB),

protein 76,80 g (18%, 1,6 g/kgBB, N:NPC 1:112), lemak

49,5 g (27%), KH 224,3 g (55%)

Bentuk : makanan cair

Rute : enteral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x300

750

900

750

900

30

45

30

21,6

102

144

-

Total 1650 1650 75 51,6 246

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x

50mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg,

dan omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

E Bila toleransi asupan dan klinis baik, pemberian nutrisi

akan ditingkatkan bertahap 10-20% hingga mencapai

KET

Bila toleransi asupan dan klinis baik, pemberian nutrisi

akan ditingkatkan bertahap 10-20% hingga mencapai KET

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 115: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

100

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 4

PEMANTAUAN PASIEN KEEMPAT

Pemantauan I Pemantauan II Pemantauan III

S Sesak berkurang, susu sebagian besar dapat dihabiskan,

diare tidak ada

Sesak seperti sebelumnya, batuh berdahak hilang timbul,

susu dapat habis (pasien minta makanan cair saja) Sesak bila tidak menggunakan oksigen, diare (-),

makanan cair dapat habis O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 20 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit,

Thoraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: LED 43, limfosit 9%, Ur 16 Cr 0,5, SGOT/PT 47/14,

anti HIV (-), albumin 2,0

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 2x150

MCRS 3x150

Bubur ½ p (1x)

Infus NaCl

300

450

-

1000

300

450

200

12

22,5

7,5

12

10,8

5,5

40,8

72

30

Total 1750 950 42 28,3 142,8

Analisis cairan:

Input: 1750 mL

Output: 1200 mL(urin), 480 ml (IWL)

Balans: +70 mL/24 jam,

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 22 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit,

Thoraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 1x150

Nutr opt 2x250

MCRS 2x200

Bubur ½ p (1x)

Infus NaCl

150

500

400

-

1000

650

400

150

26

20

5,6

26

9,6

4,1

88,4

64

22,5

Total 2050 1200 51,6 39,7 174,9

Analisis cairan:

Input: 2050 mL

Output: 1500 mL(urin), 480 ml (IWL)

Balans: +70 mL/24 jam,

Diuresis: 1,9 ml/kg/jam

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 120/80 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 22 x/menit

- S = 36,8°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit,

Thoraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral

hangat, CRT > 2

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x250

Infus NaCl

750

750

1000

750

750

30

37,5

30

18

102

120

Total 2500 1500 67,5 48 222

Analisis cairan:

Input: 2500 mL

Output: 1500 mL(urin), 480 ml (IWL)

Balans: +520 mL/24 jam,

Diuresis: 1,9 ml/kg/jam

Th /DPJP:

Terapi lanjut

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 116: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

101

Universitas Indonesia

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Th/DPJP:

Terapi lanjut +

Transfusi albumin 20% 100 ml (3 hari)

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia)

pada TB paru putus obat dan susp SIDA

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia)

pada TB paru putus obat dan susp SIDA

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase,

hiponatremia) pada TB paru putus obat dan susp SIDA P Nutrisi diberikan sebesar 1200 kkal (37 kkal/kgBB),

protein 54,4 g (1,7 g/kgBB, 18%, N:NPC 1:122), lemak

36 g (27%), KH 165 g (55%)

Bentuk : makanan cair dan lunak (ekstra)

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 2x250

MCRS 2x200

Bubur 300 kkal

500

400

500

400

300

20

20

11,2

20

9,6

8,3

68

64

45

Total 900 1200 51,2 37,9 177

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (46 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:124), lemak 45 g

(27%), KH 210 g (56%)

Bentuk : makanan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x250

750

750

750

750

30

37,5

30

18

102

120

Total 1500 1500 67,5 48 222

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (46 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:124), lemak 45

g (27%), KH 210 g (56%)

Bentuk : makanan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x250

750

750

750

750

30

37,5

30

18

102

120

Total 1500 1500 67,5 48 222

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x

50 mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20

mg, dan omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: transfusi albumin

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: periksa OT/PT, Mg, P

E Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan akan

ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-20%.

Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-

20%.

Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak

10-20%.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 117: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

102

Universitas Indonesia

PEMANTAUAN PASIEN KEEMPAT

Pemantauan IV H+5

S Sesak membaik, batuk masih ada, makanan cair dapat

habis, mulai ingin coba makan bubur Batuk berdahak berkurang, sesak membaik, makanan

dapat habis O Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 110/70 mmHg

- HR = 88 x/menit

- RR = 20 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit,

Thoraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Lab: albumin 2,6 (post transfusi)

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Nutr opt 3x250

MCRS 3x250

Infus NaCl

750

750

1000

750

750

30

37,5

30

18

102

120

Total 2500 1500 67,5 48 222

Analisis cairan:

Input: 2500 mL

Output: 1200 mL(urin), 480 ml (IWL)

Balans: +820 mL/24 jam,

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Th/DPJP:

Terapi lanjut

Tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital:

- TD = 100/70 mmHg

- HR = 84 x/menit

- RR = 20 x/menit

- S = 36,5°C

Pemeriksaan fisik:

Mata: konjungtiva anemis+/+

Hidung terpasang nasal kanul O2 2 liter/menit,

Thoraks: iga gambang (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: datar, BU (+) N, NT (-)

Ekstremitas: edema -/-, muscle wasting +/+, akral hangat,

CRT > 2‖

Analisis Asupan: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100

(80%)

Nutr opt 3x200

Ekstra telur (1)

-

600

-

900

600

75

32

24

7

20

24

5

144

81,6

-

Total 600 1575 63 49 225,6

Analisis cairan:

Input: 2500 mL

Output: 1200 mL(urin), 480 ml (IWL)

Balans: +820 mL/24 jam,

Diuresis: 1,5 ml/kg/jam

Th/DPJP: terapi lanjut

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 118: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

103

Universitas Indonesia

A Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia)

pada TB paru putus obat dan susp SIDA

Malnutrisi berat, kaheksia, hipermetabolisme sedang

(anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia)

pada TB paru putus obat dan susp SIDA P Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (46 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:124), lemak 45 g

(27%), KH 210 g (56%)

Bentuk : makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

Bubur 1100

kkal (80%)

Nutr opt 3x200

Ekstra telur (1)

-

600

-

900

600

75

32

24

7

20

24

5

144

81,6

-

Total 600 1575 63 49 225,6

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

Nutrisi diberikan sebesar 1500 kkal (46 kkal/kgBB),

protein 64 g (2 g/kgBB, 17%, N:NPC 1:124), lemak 45 g

(27%), KH 210 g (56%)

Bentuk : makanan lunak dan cair

Rute : oral

Preskripsi diet: Vol

(ml)

E

(kkal)

P

(g)

L

(g)

KH

(g)

BB 1100 kkal

(80%)

Nutr opt 3x200

Ekstra telur (1)

-

600

-

900

600

75

32

24

7

20

24

5

144

81,6

-

Total 600 1575 63 49 225,6

Mikronutrien:

vitamin B kompleks 3 x 1 tablet, vitamin C tablet 2 x 50

mg, asam folat tablet 1 x 1 mg, zink tablet 1 x 20 mg, dan

omega-3 3 x 2 kapsul, vipalbumin 3x2 tab

M - Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

- Saran: konsul fisioterapi

- Keadaan umum, tanda vital, keadaan klinis

(setiap hari)

- Asupan dan toleransi asupan makanan (setiap

hari)

E Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-

20%.

Bila asupan, toleransi asupan, dan klinis baik, asupan

akan ditingkatkan bertahap dalam 1-2 hari sebanyak 10-

20%.

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 119: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

104

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 5

Indeks Barthel

No Fungsi Skor Uraian

1. Mengendalikan rangsang

defekasi (BAB)

0 Tak terkendali/tak teratur

1 Kadang-kadang terkendali

2 Mandiri

2. Mengendalikan rangsang

berkemih (BAK)

0 Tak terkendali/pakai kateter

1 Kadang-kadang tak terkendali

2 Mandiri

3. Membersihkan diri (cuci

muka, sisir rambut, sikat gigi)

0 Butuh pertolongan orang lain

1 Mandiri

4. Penggunaan jamban, masuk,

dan keluar (melepaskan dan

memakai celana,

membersihkan, menyiram)

0 Tergantung pertolongan orang lain

1 Perlu pertolongan pada beberapa

kegiatan tapi dapat mengerjakan sendiri

kegiatan lain

2 Mandiri

5. Makan 0 Tidak mampu

1 Perlu ditolong memotong makanan

2 Mandiri

6. Berubah sikap dari berbaring

ke duduk

0 Tidak mampu

1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk

2 Bantuan

3 Mandiri

7. Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu

1 Bisa dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan 1 orang

3 Mandiri

8. Memakai baju 0 Tergantung orang lain

1 Sebagian dibantu

2 Mandiri

9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu

1 Butuh pertolongan

2 Mandiri

10. Mandi 0 Tergantung orang lain

1 Mandiri

Interpretasi skor: 20 mandiri, 12-19 ketergantungan ringan, 9-11 ketergantungan sedang, 5-8

ketergantungan berat, 0-4 ketergantungan total

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 120: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

105

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 6

Komposisi Makanan Cair Standar RSUT

Bahan makanan

250 kkal (1 ml = 1 kkal), protein 12,5 g, lemak 6 g, KH 40 g

Ukuran tumah tangga (URT) Berat (g)

Full cream ½ p 13

Skim 1 ¼ p 22

Tepung maizena - 1,5

Telur ½ p 27,5

Gula 1 ½ p 15

Minyak jagung 1/18 0,25

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 121: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

106

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 7

Komposisi Nutrisi Nutren Optimum

Informasi nilai gizi Unit Per saji (55 g)

Energi Kkal 240

Lemak total g 10

SAFA 1

MUFA g 6

PUFA 1,5

Kolesterol mg 13

Omega 6 g 1,5

Omega 3 mg 264

Protein g 10

Karbohidrat total g 28

Serat pangan g 3

FOS g 2

Inulin g 1

Gula g 8

Laktosa g 0,11

Natrium mg 125

Kalium mg 245

Vitamin A mcg RE 171,6

Vitamin D mcg 1,4

Vitamin E mg 33

Vitamin K mcg 11,6

Vitamin B1 mg 0,18

Vitamin B2 mg 0,24

Vitamin B3 mg 2,42

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 122: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

107

Universitas Indonesia

Vitamin B5 mg 1,1

Vitamin B6 mg 0,814

Vitamin B9 mcg 88

Vitamin B12 mcg 0,85

Vitamin C mg 24,2

Kalsium mg 119,9

Fosfor mg 91,85

Magnesium mg 18,7

Besi mg 1,65

Yodium mcg 16,5

Zink mg 2,14

Selenium mcg 6,6

Mangan mcg 132

Biotin mcg 6,16

Klorida mg 145,2

Tembaga mg 0,4

Kromium mcg 3,9

Molibdenum mcg 9,24

Kalsium/Fosfor 1,3

Lactobacillus paracasei 5,5 x 108

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016

Page 123: 7DWDODNVDQDQXWULVL 'LDQ3HUPDWDVDUL ).8,lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-6/20424598-SP-Dian Permatasari.pdf · 2 Universitas Indonesia hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi

108

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 8

Contoh Menu 1500 kkal

Bahan Berat

(g)

URT Energi

(kkal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

KH

(g)

Menu

Pagi

- bubur nasi

- ayam

- tepung terigu

- kacang

kedelai

- minyak

200

40

20

10

5

1 gelas

1 ptg sdg

2 sdm

1 sdm

1 sdt

87,5

50

70

30

45

2

7

1,6

2

-

-

2

-

1,2

-

20

-

16

2,8

5

Bubur

ayam+cakwe

Selingan

- susu UHT

250

ml

1 gelas

190

8

5

28

Siang

- nasi putih

- teri kering

- tahu

- bayam

- oyong

- cabe merah

- minyak

66

30

100

50

10

½ gelas

2 sdm

1 bh bsr

1 mangkok

2 sdt

115,5

50

75

25

12,5

90

2,6

7

5

1

0,5

-

-

2

3

-

-

10

26

-

7

5

2,5

-

Teri balado

Pepes tahu

Sayur bening

bayam

Selingan

- pepaya/

- jeruk/

- pisang

110/

110/

50

50

-

-

12

Dimakan

langsung atau

jus

Malam

- kentang

- ayam

- tepung

terigu

- jagung

- wortel

- telur

- minyak

- susu UHT

105

40

20

70

50

55

10

250

ml

1 bh sdg

1 ptg sdg

2 sdm

1 bj sdg

1 butir

2 sdt

1 gelas

87,5

50

70

58,3

12,5

75

90

190

2

7

1,6

1,3

0,5

7

-

8

-

2

-

-

-

5

10

5

20

-

16

13

2,5

-

-

28

Kentang grg

Ayam grg

tepung

Sup jagung

Total 1523,8 64,1

17%

45,2

26%

203,8

57%

Tatalaksana nutrisi..., Dian Permatasari, FK UI, 2016