Upload
rifqiyah-al-manshur
View
87
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSES ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU MASA
NIFAS : RESPON IBU TERHADAP BAYI BARU
LAHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan III
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Yatty Erni Destiani 130103100008
Desy Rachmasari 130103100024
Lilis Suryani 130103100026
Tari Regia Pratiwi 130103100031
Yeni Silpia 130103100033
VI A
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................i
I. PROSES ADAPTASI PSIKOLOGIS MASA NIFAS
1.1 Adaptasi psikologis ibu masa nifas..................................................1
1.2 Gangguan Psikologis Postpartum....................................................5
1.2.1 PostPartum Blues....................................................................6
1.2.2 Depresi Postpartum.................................................................7
1.3 Kesedihan dan Duka Cita...............................................................12
II. RESPONS IBU DAN AYAH TERHADAP BAYI
2.1 Bounding Attachment....................................................................15
2.2 Respon Ayah Dan Keluarga Terhadap Bayi Baru Lahir...............18
2.3 Sibling Rivalry...............................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
i
I. PROSES ADAPTASI PSIKOLOGIS MASA NIFAS
1.1 Adaptasi psikologis ibu masa nifas(2,4)
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang
proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut,
kecemasan seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik
dialami oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang
rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran
seorang ibu memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas
adalah sebagai berikut:
Fungsi menjadi orang tua
Respon dan dukungan dari keluarga
Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
a. Fase Dependen(8)
Selama satu sampai dua hari pertama setelah melahirkan, ketergantungan
ibu menonjol. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya
dapat dipenuhi orang lain, ibu memindahkan energy psikologisnya kepada
anaknya. Rubin (1961) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase
menerima (taking in phase), suatu waktu dimana ibu baru memerlukan
perlindungan dan perawatan. Dalam penjelasan klasik Rubin, fase
menerima ini berlangsung selama dua sampai tiga hari. Penelitian yang
lebih baru (Ament, 1990) mendukung pernyataan Rubin, kecuali bahwa
wanita sekarang berpindah lebih cepat dari fase menerima. Fase menerima
yang kuat hanya terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan.
Selama beberapa jam atau beberapa hari setelah melahirkan, wanita sehat
yang dewasa tampaknya mengesampingkan semua tanggung jawab sehari-
1
hari. Mereka bergantung kepada orang lain sebagai respons terhadap
kebutuhan mereka akan istirahat dan makanan.
Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh kegembiraan dan
kebanyakan orang tua sangat suka mengomunikasikannya. Mereka merasa
perlu menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan kelahiran
dengan kata-kata. Pemusatan, analisis, dan sikap yang menerima
pengalaman ini membantu orang tua untuk berpindah ke fase berikutnya.
Kecemasan dan keasyikan terhadap peran barunya sering mempersempit
tingkat persepsi ibu. Oleh karena itu, informasi yang diberikan pada waktu
ini mungkin perlu diulang.
Ketidaknyamanan yang biasanya dialami pada fase ini antara lain rasa
mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu
diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik
dan asupan nutrisi.(4)
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah: (2,4)
Kekecewaan pada bayinya
Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
b. Fase Dependen-Mandiri(8)
Apabila ibu telah menerima asuhan yang cukup selama beberapa jam atau
beberapa hari pertama maka pada hari kedua atau ketiga keinginan untuk
mandiri timbul dengan sendirinya. Dalam fase dependen mandiri ibu,
secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan
penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala
sesuatu secara mandiri. Ia berespons dengan penuh semangat untuk
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi
atau jika ia adalah seorang ibu yang gesit, ia akan memiliki keinginan
2
untuk merawat bayinya secara langsung. Rubin (1961) menjelaskan
keadaan ini sebagai fase taking-hold, yang berlangsung kira-kira 10 hari.
Dalam 6-8 minggu setelah melahirkan, kemampuan ibu untuk mengusai
tugas-tugas sebagai orang tua merupakan hal yang penting. Harapan yang
realistis mempermudah kelangsungan fungsi-fungsi keluarga selanjutnya
sebagai suatu unit.
Beberapa awanita sulit menyesuaikan diri terhadap isolasi yang
dialaminya karena ia harus merawat bayi dan tidak suka terhadap
tanggung jawab dirumah dan merawat bayi. Ibu yang kelihatannya
memerlukan dukungan tambahan adalah sebagai berikut.
Primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak.
Wanita karier.
Wanita yang tidak punya cukup banyak teman/keluarga untuk dapat
berbagi rasa.
Ibu yang berusia remaja.
Wanita yang tidak bersuami.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi. Perasaan mudah tersinggung bisa
timbul akibat berbagai faktor. Secara psikologis, ibu mungkin jenuh
dengan banyaknya tanggung jawab sebagai orang tua. Ia bisa merasa
kehilangan dukungan yang pernah diterimanya dari anggota keluarga dan
teman-teman ketika dia hamil. Beberpa ibu menyesal tentang hilangnya
hubungan antara ibu dengana anak yang belum lahir. Beberpa yang lain
mengalami perasaan kecewa ketika persalinan dan kelahiran telah selesai.
Keletihan setelah melahirkan diperburuk pleh tuntutan bayi yang banyak
sehingga dengan mudah dapat timbul perasaan depresi. Dikatan bahwa
masa puerperium ini, kadar gluko kortikoid dalam sirkulasi dapat menjadi
redah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan fisiologis ini dapat
menjelaskan depresi pasca partum ringan (baby blues). Reaksi depresif
idak perlu diekspresikan secara verbal. Keadaan depresif biasanya ditandai
3
oleh perilaku yang khas (menarik diri, kehilangan perhatian terhadap
sekeliling, dan menangis). Ketika tugas-tugas dan penyesuaian telah
dijalankan dan dapat dikendalikan, tercapailah suatu keadaan stabil. Pada
saat ini, tanggung jawab baru sebagai orang tua, yang harus dihadapi
selama hidup, mulai menjadi pusat perhatian.
Diharapkan bahwa pada akhir fase dependen-mandiri, tugas dan
penyesuaian rutinitas sehari-hari akan mulai menjadi suatu pola yang tetap.
Bayi mulai mengambil posisi tertentu dalam keluarga. Banyak persoalan
makan, yang berkaitan dengan pemberian susu ibu atau susu botol,
sebagian besar telah diatasi. Kekuatan dan energy fisik ibu pulih. Pada
minggu kelima, bayi telah diperiksa oleh petugas kesehatan dan ibu juga
gtelah diperiksa atau telah mengadakan perjanjian untuk melakukan
pemeriksaan. Sudah waktunya untuk berpindah ke fase penyesuaian
berikutnya.
Tugas bidan antara lain: mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui
yang benar, cara perawatan luka jahitan, senam nifas, pendidikan
kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.(4)
c. Fase Interdependen(8)
Pada fase ini perilaku interdependen muncul, ibu dan keluarganya
bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para anggota saling
berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walaupun sudah berubah dengan
adanya seorang anak, kembali menunjukan banyak karakteristik awal.
Tuntutan utama ialah menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan
anak, tetapi dalam beberapa hal, tidak melibatkan anak pasangan ini harus
berbagi kesenangan yang bersipat dewasa.
Kebanyakan suami istri memulai lagi hubungan seksualnya pada minggu
ketiga atau keempat setelah anak lahir. Beberapa memulai hubungan lebih
awal, yakni segera setelah hal itu dapat dilakukan tanpa wanita merasa
nyeri. Hibungan seksual meningkatkan pria-wanita pada suatu keluarga
4
dan pasangan dewasa ini akan merasa dekat satu sama lain tanpa
terganggu oleh anggota keluarga lain. Banyak ayah baru yang mengatakan
bahwa ia mengalami perasaan disingkirkan ketika melihat keintiman
hubngan ibu anak dan beberapa mengungkapkan terbuka kecemburuan
terhadp bayi mereka. Dimulainy alagi hubungan perkawinan tanpaknya
membawa hubungan orang tua kembali kedalam focus perhatian.
Fase interdependen (letting go) merupakan fase yang penuh stress bagi
orang tua. Kesenangan dan kebutuhan sering terbagi dalam masa ini. Pria
dan wanita menyelesaikan efek dari perannya masing-masing dalam hal
mengasuh anak, mengatur rumah, dan membina karier. Suatu upaya
khusus harus dilakukan untuk memperkuat hubungan orang dewasa
dengan orang dewasa sebagai dasar keasatuan keluarga.
1.2 Gangguan Psikologis Postpartum(9)
Secara umum sebagian besar wanita mengalami gangguan emosional
setelah melahirkan. Bentuk gangguan postpartum yang umum adalah
depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional.
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun
multipara.
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan
adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami
tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul
akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak
mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa
muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang
sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun lamanya.
Postpartum blues atau sering disebut juga sebagai maternity blues yaitu
kesedihan pasca persalinan yang bersifat sementara. Postpartum
depression yaitu depresi pasca persalinan yang berlangsung saat masa
5
nifas, dimana para wanita yang mengalami hal ini kadang tidak menyadari
bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.
Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan
kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan
suami). Tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan
ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan
sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini
disebut dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang
paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2
keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat
keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.(9)
1.2.1 PostPartum Blues (4)
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh
perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima
kahadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami
terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena perubahan fisik
dan emosional selama beberapa bulan kehamilan. Disini hormone
memainkan peranan utama dalam hal bagaimana ibu bereaksi terhadap
situasi yang berbeda.
6
Setelah melahirkan dan lepasnya plasenta dari diding rahim,tubuh ibu
mengalami perubahan besar dalam jumlah hormone sehingga
membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Disamping perubahan
fisik, hadirnya seorang bayi dapat membuat perbedaan besar dalam
kehidupan ibu dalam hubungannya dengan suami, orang tua, maupun
anggota keluarga lain. Perubahan ini akan kembali secara perlahan setelah
ibu menyesuaikan diri dengan peranan barunya dan tumbuh kembali
dalam keadaan normal.
Gejala-gejala Baby blues, antara lain menangis, mengalami perubahan
perasaan, cemas, kesepian, khawatir mengenai sang bayi, penurunan
gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang
ibu. Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal berikut
ini:
1. Mintalah bantuan suami atau keluarga jika ibu membutuhkan istrahat
untuk menghilangkan kelelahan
2. Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan. Mintalah
dukungan dan pertolongannya
3. Buang rasa cemas dan keckhawatiran akan kemampuan merawat bayi
4. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri
1.2.2 Depresi Postpartum(9)
Depresi postpartum terjadi dalam 10-15% wanita pada populasi umum.
Depresi postpartum paling sering terjadi dalam 4 bulan pertama setelah
7
melahirkan, tetapi dapat terjadi kapan pun pada tahun pertama. Depresi
postpartum tidak berbeda dari depresi yang dapat terjadi setiap saat
lainnya dalam kehidupan wanita. Masa pasca-melahirkan adalah waktu
yang paling rentan bagi wanita untuk mengembangkan penyakit kejiwaan.
Wanita yang menderita 1 episode depresi mayor setelah melahirkan
memiliki risiko kekambuhan sekitar 25%.
Perempuan resiko tertinggi adalah mereka dengan sejarah pribadi depresi,
episode sebelumnya depresi pasca melahirkan, atau depresi selama
kehamilan. Selain memiliki riwayat depresi, kehidupan yang penuh stress
akhir-akhir ini, stres sehari-hari seperti perawatan anak, kurangnya
dukungan sosial (terutama dari pasangan), kehamilan yang tidak
diinginkan, dan status asuransi telah divalidasi sebagai faktor risiko.
Biasanya, depresi pasca melahirkan berkembang secara diam-diam selama
3 bulan pertama pasca melahirkan, meskipun gangguan tersebut mungkin
memiliki onset yang lebih akut. Depresi postpartum lebih persistent dan
melemahkan daripada postpartum blues.
Faktor-faktor yang menyebabkan depresi postpartum(9)
Depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan
mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran
dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan
emosional. Penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah
adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek
sampingan kehamilan dan persalinan. Faktor lain yang dianggap sebagai
penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang
mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang
overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan
ketidakpuasaan dalam pernikahan.
Perempuan yang memiliki riwayat masalah emosional rentan terhadap
gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan
8
seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan
munculnya gejala depresi. Karakteristik wanita yang berisiko mengalami
depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah
mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang
harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau
orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita
yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya
misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami
komplikasi selama kehamilan.
Depresi pascasalin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai
akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
Karakteristik ibu, yang meliputi :
o Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang
tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara
20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal
bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi
seorang ibu.
o Faktor pengalaman. Depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan
pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu
dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang
sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres.
o Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan
sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau
9
melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka
sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka.
o Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya
persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses
persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan
pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis
yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan
akan menghadapi depresi pascasalin.
o Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada
saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu
karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Gejala-gejala depresi postpartum(9)
Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai
psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak
jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul
bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini
lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar tidur,
merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran mau
bunuh diri. Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan
yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama
mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–
waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya. Tetapi
dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum
mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi-
mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat
mengakibatkan insomnia.
Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain
yang terjadi dalam hidup manusia.
10
Fobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan
yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun
diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan
dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat
kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan
merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai
dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah
terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan
dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa
membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum.
Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang
timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak
sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu
harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana
merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap
dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau
kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan
tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.
Perubahan mood. Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai
berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak
berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa
terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak
mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan
dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk
mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta
mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan
dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang
benar–benar memusuhi bayinya. Depresi postpartum sering disertai
11
gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan
kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.
1.3 Kesedihan dan Duka Cita(6)
Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena kematian bayi
meskipun kematian terjadi saat kehamilan. Bidan harus memahami
psikologis ibu dan ayah untuk membantu mereka melalui pasca berduka
dengan cara yang sehat.
Berduka adalah respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka
terdiri dari tahap atau fase identifikasi respon tersebut. Tugas berduka,
istilah ini diciptakan oleh Lidermann, menunjukkan tugas bergerak
melalui tahap proses berduka dalam menentukan hubungan baru yang
signifikan. Berduka adalah proses normal, dan tugas berduka penting agar
berduka tetap normal. Kegagalan untuk melakukan tugas berduka,
biasanya disebabkan keinginan untuk menghindari nyeri yang sangat berat
dan stress serta ekspresi yang penuh emosi. Seringkali menyebabkan
reaksi berduka abnormal atau patologis.
Tahap-tahap berduka:
1. Syok
12
2. Berduka
3. Resolusi
1. Syok
Merupakan respon awal individu terhadap kehilangan. Manifestasi
perilaku dan perasaan meliputi: penyangkalan, ketidakpercayaan, putus
asa, ketakutan, ansietas, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian,
kesepian, isolasi, mati rasa, intoversi (memikirkan dirinya sendiri)
tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut,
kurang inisiatif, tindakan mekanis, mengasingkan diri, berkhianat,
frustasi, memberontak dan kurang konsentrasi.
Manifestasi klinis:
Gel distress somatik yang berlangsung selama 20-60 menit
Menghela nafas panjang
Penurunan berat badan
Anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, dan gelisah
Penampilan kurus dan tampak lesu
Rasa penuh di tenggorokan, tersedak, nafas pendek, nyeri dada,
gemetaran internal
Kelemahan umum dan kelemahan tertentu pada tungkai
2. Berduka
Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan terhadap fakta kehilangan
dan upaya terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama
periode ini. Contohnya orang yang berduka menyesuaikan diri dengan
lingkungan tanpa ada orang yang disayangi atau menerima fakta
adanya pembuatan penyesuaian yang diperlukan dalam kehidupan dan
membuat perencanaan karena adanya deformitas.
13
Nyeri karena kehilangan dirasakan secara menyeluruh dalam realitas
yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari, setiap saat dan
peristiwa yang mengingatkan. Ekspresi emosi yang penuh penting
untuk resolusi yang sehat. Menangis adalah salah satu bentuk
pelepasan yang umum. Selain masa ini, kehidupan orang yang berduka
terus berlanjut. Saat individu terus, melanjutkan tugas berduka.
Dominasi kehilangna secara bertahap menjadi ansietas terhadap masa
depan
3. Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode ini
seseorang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah
komplet dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan
ini berasal dari penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan
lain yang bermakna.
Manifestasi perilaku reaksi berduka abnormal atau patologis
meliputi:
Menghindari dan distorsi pernyataan emosi berduka normal
Depresi agitasi, kondisi psikosomatik, mengalami gejala penyakit
menular atau terakhir yang diderita orang yang meninggal
Aktivitas yang merusak keberadaan sosial ekonomi individu
Mengalami kehilangan pola interaksi sosial
Tanggung jawab utama bidan dalam peristiwa kehilangan adalah membagi
informasi tersebut dengan orang tua. Bidan juga harus mendorong dan
menciptakan lingkungan yang aman untuk pengungkapan emosi berduka.
Jika kehilangan terjadi pada awal kehamilan. Bidan dapat dipanggil untuk
berpartisipasi dalam perawatan.
14
Kemurungan Masa Nifas
Kemurungan masa nifas disebabkan perubahan dalam tubuh selama
kehamilan, persalinan dan nifas. Kemurungan dalam masa nifas
merupakan hal yang umum, perasaan-perasaan demikian akan hilang
dalam dua minggu setelah melahirkan. Tanda-tanda dan gejala
kemurungan masa nifas antara lain: emosional, cemas, sedih, khawatir,
mudah tersinggung, cemas, hilang semangat, mudah marah, sedih tanpa
sebab, sering menangis.
Kemurungan dapat menjadi semakin parah akibat ketidaknyamanan
jasmani, rasa letih, stress, maupun kecemasan.
Terciptanya Ikatan Ibu Dan Bayi
Menciptakan ikatan ibu dan bayi dilakukan segera setelah kelahiran
dengan cara memotivasi pasangan orang tua untuk memegang dan
menyentuh bayinya, memberi komentar positif, meletakkan bayi di
samping ibunya.
II. RESPONS IBU DAN AYAH TERHADAP BAYI
2.1 Bounding Attachment(7)
Pengertian Bounding Attachment
Menurut Klause dan Kennel (1983): interaksi orang tua dan bayi secara
nyata, baik fisik, emosi, maupun sensori pada beberapa menit dan jam
pertama segera bayi setelah lahir.
15
Menurut Nelson (1986), bounding: dimulainya interaksi emosi sensorik
fisik antara orang tua dan bayi segera setelah lahir, attachment: ikatan
yang terjalin antara individu yang meliputi pencurahan perhatian; yaitu
hubungan emosi dan fisik yang akrab.
Menurut Saxton dan Pelikan (1996), bounding: adalah suatu langkah untuk
mengunkapkan perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya
segera setelah lahir; attachment: adalah interaksi antara ibu dan bayi secara
spesifik sepanjang waktu.
Elemen-Elemen Bounding Attachment
Sentuhan – Sentuhan, atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh
orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi
baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung
jarinya.
Kontak mata – Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional
mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan
lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu
mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih
dekat dengan bayinya (Klaus, Kennell, 1982).
Suara – Saling mendengar dan merespon suara anata orang tua dan
bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya
dengan tegang.
Aroma – Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik
(Porter, Cernoch, Perry, 1983). Sedangkan bayi belajar dengan cepat
untuk membedakan aroma susu ibunya (Stainto, 1985).
Entrainment – Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur
pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat
kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa
mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak
mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif
16
kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang
positif.
Bioritme – Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan
senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi
baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat
membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten
dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku
yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan
kesempatan bayi untuk belajar.
Kontak dini – Saat ini , tidak ada bukti-bukti alamiah yang
menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang
penting untuk hubungan orang tua–anak.
Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis
yang dapat diperoleh dari kontak dini :
Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat.
Reflek menghisap dilakukan dini.
Pembentukkan kekebalan aktif dimulai.
Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak (body warmth
(kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang; stimulasi
hormonal).
Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment
Dilakukan segera (menit pertama jam pertama).
Sentuhan orang tua pertama kali.
Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke
anak.
Kesehatan emosional orang tua.
Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan.
Persiapan PNC sebelumnya.
Adaptasi.
17
Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat
anak.
Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi
kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa
nyaman.
Fasilitas untuk kontak lebih lama.
Penekanan pada hal-hal positif.
Perawat maternitas khusus (bidan).
Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan sosial dari keluarga,
teman dan pasangan.
Informasi bertahap mengenai bounding attachment.
Keuntungan Bounding Attachment
Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap
sosial.
Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
Hambatan Bounding Attachment
Kurangnya support sistem.
Ibu dengan resiko (ibu sakit).
Bayi dengan resiko (bayi prematur, bayi sakit, bayi dengan cacat fisik).
Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
2.2 Respon Ayah Dan Keluarga Terhadap Bayi Baru Lahir
Respons setiap ibu dan ayah terhadap bayinya dan terhadap pengalaman
dalam membesarkan anak berbeda-beda dan mencakup seluruh spectrum
reaksi dan emosi, mulai dari tingginya kesenangan yang tidak berbatas
hingga dalamnya keputusasaan dan duka. Situasi yang bahagia didapatkan
apabila kelahiran tersebut diinginkan dan diharapkan sebaliknya bila
kelahiran tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan harapan maka respon
mereka menjadi tidak bahagia dan kecewa.(10)
18
Bidan yang masuk dalam situasi menyenangkan akan menemukan harapan
atau kebahagiaan atau setidaknya kepuasan. Jika respons tersebut tidak
menyenangkan, bidan perlu memahami apa yang sedang terjadi dan
memfasilitasi proses pemberian respons yang sehat untuk kesejahteraan
setiap orang tua, bayi, dan keluarga. Hal tersebut membantu mengingat
beberapa pemikiran dasar:
1. Perlekatan tidak dimulai pada saat lahir. Ibu merawat bayinya
sepanjang kehamilan. Ibu dan ayah memfantasikan tentang bayinya
selama kehamilan (dan seringkali sebelumnya).
2. Kelahiran adalah momentum dalam kontinum ikatan ibu dengan
bayinya.
3. Hubungan antara ibu dan bayi bersifat simbiosis masing-masing saling
membutuhkan.
Peran ayah saat ini(3)
Tema umum pada sebagian besar model perkembangan bayi adalah
kurangnya perhatian mengenai peran para ayah (Biller, 1993; Marsiglio,
1995). Bukti yang tak dapat dihindari adalah bahwa faktor-faktor yang
membuat para ibu menjadi penting bagi anak-anak mereka juga
merupakan faktor-faktor yang membuat para ayah menjadi penting (Lamb
dan Lamb, 1976)
Penenlitian tentang peran pria tetap kurang berkembang dan berakar dalam
nilai-nilai budaya dan stereotype, yang mempertahankan pria untuk tetap
berada dalam peran mencari nafkah (Hawkins, et al. 1995)
Nama calon ibu adalah “ibu hamil “ namun tidak ada nama yang sesuai
diberikan untuk seorang calon ayah. Calon ayah digambarkan sebagai
seseorang yang menunjukkan perhatian pada kesejahteraan emosional,
serta fisik janin dan ibunya. Ia tidak hanya mempunyai tanggung jawab
sebagai orang tua terhadap anak, tetapi jika ini merupakan pertama
kalinya ia menjadi ayah, pria juga menjalani sebuah transisi peran.
19
Transisi menjadi orang tua merupakan hal yang menimbulkan stres dan
pria membutuhkan banyak dukungan sebagai mana wanita. Transisi di
gambarkan sebangai “suatu periode krisis identitas yang melibatkan
terjadinya serangkaian perubahan kehilangan dan ansietas yang
berhubungan dengan dunia esternal dan internal seseorang.”
Bagian-bagian sebelumnya menyebutkan ketidaksetaraan gender dan
berfokus pada kaum wanita dalam menjadi orang tua. Harus diingatkan
bahwa seperti yang dikatakan Raphael-Leff (1991) pria mempunyai
kebutuhan pribadi yang unik selama dan sesudah masa transisi mengenai
penampilannya dalam menjadi orang tua.
Menurut Barbour (1990) para ayah harus membuat kemajuan yang
sungguh-sungguh dalam memperkuat posisi mereka pada saat kelahiran,
para ayah kini perlu membuat kemajuan tersebut di periode antenatal dan
pascanatal jika keluarga yang baru akan diperkuat secara sukses.
Perilaku orang tua yang mempengaruhi adanya ikatan kasih sayang :
a. Perilaku menfasilitasi, meliputi :
Menatap, mencari ciri khas anak
Kontak mata
Memberikan perhatian
Mengganggap anak sebagai individu yang unik
Menganggap anak sebagai anggota keluarga
memberikan senyuman
Berbicara/bernyayi
Menunjukkan kebanggaan pada anak
Mengajak anak pada acara keluarga
Memahami prilaku anak dan memenuhi kebutuhan anak
Bereaksi positif terhadap prilaku anak.
20
b. Perilaku penghambat
Menjauh dari anak, tidak memperdulikan kehadirannya,
menghindar, menolak untuk menyentuh anak.
Tidak menempatkan anak sebagai anggota keluarga yang lain,
tidak memberikan nama pada anak.
Menganggap anak sebagai sesuatu yang tidak disukai.
Tidak menggenggam jarinya.
Terburu-buru dalam menyusui.
Menunjukkan kekecewaan pada anak dan tidak memenuhi
kebutuhannya.
Faktor Yang Mempengaruhi Respons Orangtua(8)
Cara orangtua berspons terhadap kelahiran anaknya dipengaruhi berbagai
faktor, meliputi usia, jaringan, social, budaya, keadaan sosioekonomi, dan
aspirasi pribadi tentang masa depan.
Usia Maternal Lebih dari 35 Tahun
Usia ibu sangat mempengaruhi hasil akhir kehamilan. Ibu dan bayi
umumnya dianggap beresiko tinggi jika ibu berusia remaja atau
berusia lebih dari 35 tahun. Kehamilan pada masa remaja merupakan
masalah yang penting di Amerika Utara.
Masalah dan kekhawatiran yang terkait dengan kelompok ibu berusia
lebih dari 35 tahun semakin banyak muncul pada decade terakhir ini.
Penelitian menunjukan beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi
respons orangtua pada kelompok yang lebih tua ini. Keletihan dan
kebutuhan untuk lebih bnayak istirahat tampaknya telah menjadi
maslaha utama pada orangtua yang sudah berusia ini (Queenam, 1987;
Winslow, 1987).
Tindakan yang bertujuan membantu ibu memperoleh kembali
kekuatan dan tonus otot (misalnya, latihan senam prenatal dan
pascapartum) sangat dianjurkan. Beberapa ibu yang telah berusia
21
merasa bahwa merawat bayi baru lahir melelahkan secara fisik. (Scott,
Meredith, Angwin, 1986).
Jaringan sosial
Primipara dan multipara memiliki kebutuhan yang berbeda. Multipara
akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya dan
dapat lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya.
Primipara mungkin memerlukan dukungan yang lebih besar dan tindak
lanjut yang mencakup rujukan ke badan bantuan dalam masyarakat.
Keluarga dan teman-teman orangtua dan anak baru lahir ini
membentuk dimensi penting dalam jaringan social orangtua, yang
sebagian besar mungkin tergantung pada keadaan budaya. Jaringan
social member suatu system dukungan, di mana orangtua dapat
meminta bantuan (Crawford, 1985; Cronenwett, 1985a, b). Hubungan
cinta dan emosi yang positif tampaknya sangat penting untuk
memperkaya kemampuan menjadi orangtua dan mengasuh anak
(Gottlieb, 1980; Schornkoff, 1984). Jaringan social meningkatkan
potensi pertumbuhan anak dan mencegah kekeliruan dalam
memperlakukan anak. Pada beberapa kelompok budaya, suatu jaringan
kekerabatan yang luas dapat menjadi unsur pendukung yang penting.
Budaya
Kepercayaan dan praktik budaya menjadi determinan penting dalam
perilaku orangtua. Kedua hal tersebut mempengaruhi interaksi orang
tua dengan bayi, demikian juga dengan orangtua atau keluarga yang
mengasuh bayi.
Kondisi Sosioekonomi
Keluarga yang mampu membayar pengeluaran tambahan dengan
hadirnya bayi baru ini mungkin hampir tidak merasakan beban
keuangan. Keluarga yang menemukan kelahiran seorang bayi suatu
beban financial dapat mengalami peningkatan stress. Stress ini bisa
22
mengganngu perilaku orangtua sehingga membuat masa transisi untuk
memasuki masa menjadi orangtua menjadi lebih sulit.
Aspirasi Personal
Bagi beberapa wanita, menjadi orangtua mengganggu kebebasan
pribadi atau kemajuan karier mereka. Apabila rasa kecewa ini tidak
terselesaikan, hal ini akan berdampak pada cara mereka merawat dan
mengasuh bayinya dan bahkan mereka bisa menelantarkan bayinya.
Atau sebaliknya, hal tersebut bisa membuat mereka menunjukkan rasa
khawatir yang berlebihan atau menetapkan standar yang sangat tinggi
terhadap diri mereka dalam memberi perawatan dan juga pada
kemampuan perkembangan bayi mereka.(Shainess, 1970).
2.3 Sibling Rivalry(1,7)
Pengertian Sibling Rivalry
Kamus kedokteran Dorland (Suherni, 2008): sibling (anglo-saxon sib dan
ling bentuk kecil)anak-anak dari orang tua yang sama, seorang saudara
laki-laki atu perempuan. Disebut juga sib. Rivalry keadaan kompetisi atau
antagonisme. Sibling rivalry adalah kompetisi antarasaudara
kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu
23
kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang
lebih.
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara
saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada semua orang
tua yang mempunyai dua anak atau lebih.
Sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada anak-anak tersebut
adalah hal yang biasa bagi anak-anak usia antara 5-11 tahun. Bahkan
kurang dari 5 tahun pun sudah sangat mudah terjadi sibling rivalry itu.
Istilah ahli psikologi hubungan antar anak-anak seusia seperti itu bersifat
ambivalent dengan love hate relationship.
Penyebab Sibling Rivalry
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara lain:
1. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka,
sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
2. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.
3. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh
kedatangan anggotakeluarga baru/ bayi.
4. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proseskedewasaan dan perhatian terhadap satu sama
lain.
5. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai
pertengkaran.
6. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau
memulai permainan dengan saudara mereka.
7. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
8. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang
berlebihan dalam keluargaadalah normal.
24
9. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan
anggota keluarga.
10. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
11. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
12. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang
terjadi pada mereka.
Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi ada
segi positifnya, antara lain:
1. Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan
beberapa keterampilan penting.
2. Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
3. Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang
tua harus menjadi fasilitator.
Mengatasi Sibling Rivalry
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi sibling
rivalry, sehingga anakdapat bergaul dengan baik, antara lain:
1. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
2. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
3. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
4. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara
satu sama lain.
5. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa
terjadi.
6. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan
perhatian dari satu sama lain.
25
7. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan
kebutuhan anak. Sehingga adil bagianak satu dengan yang lain
berbeda.
8. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua
orang.
9. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan
kebebasan mereka sendiri.
10. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda
akan kekerasanfisik.
11. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-
anak, bukan untukanak-anak.
12. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak
menyalahkan satu sama lain.
13. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
14. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik
dari perilaku orang tua sehari-hari adalah cara pendidikan anak-
anak untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus.
Peran Bidan
Peran bidan dalam mengatasi sibling rivalry, antara lain:
1. Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan bayi dalam
jam pertama pascakelahiran.
2. Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk memberikan
respon positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan
tindakan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
(hlm: 87-96).
2. Irhami. 2010.Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa. (online). (Nifas.zikra-
myblog.blogspot.com.htm, diakses 25 februari 2012)
3. Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika (hlm: 63-69).
4. Lusa. 2010. Adaptasi Psikologis Ibu Nifas. (online).
(http://www.lusa.web.id/adaptasi-psikologis-ibu-masa-nifas.htm, diakses
25 Februari 2012)
5. Web Pustaka. 2010. Adaptasi Psikologis Ibu Nifas. (online).
(http://webpustaka.com/berita/proses-adaptasi-psikologis-ibu-masa-
nifas.htm, diakses 25 februari 2012)
6. Lusa. 2010. Kesedihan dan Duka Cita. (online).
(http://www.lusa.web.id/kesedihan-dan-duka-cita.htm, diakses 25 februari
2012)
7. Lusa. 2010. Sibling Rivalry. (online). (http://www.lusa.web.id/sibling-
rivalry.htm, diakses 25 februari 2012)
8. Bobak, Lowdermilk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4.
Jakarta: EGC
9. Dr.cantik. 2011. Depresi Postpartum. (online).
(http://www.artikelkedokteran.com/776/depresi-postpartum.html, diakses
25 Februari 2012)
10. Varney, Helen, et.al. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4 Volume
2. Jakarta: EGC