27
Referat dan Laporan Kasus Prolaps uteri Dosen Pembimbing : dr. Matius S Gasong, SpOG Disusun Oleh : Wita Septiyanti 0920221027 Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Rumah Sakit Muhammad Ridwan Meuraksa Jakarta

90634088 Referat Dan Laporan Kasus Obsgyn

Embed Size (px)

Citation preview

Referat dan Laporan Kasus

Prolaps uteri

Dosen Pembimbing :

dr. Matius S Gasong, SpOG

Disusun Oleh :

Wita Septiyanti

0920221027

Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional

Rumah Sakit Muhammad Ridwan Meuraksa

Jakarta

2012

PROLAPS UTERI

I. DEFINISI

Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot

atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar

panggul atau hiatus genitalis.1,2

II. ANGKA KEJADIAN

Insidensi dari prolapsus organ pelvis yang tepat sulit ditentukan. Diperkirakan wanita

yang telah melahirkan 50% akan menderita prolapsus genitalia dan 20% dari kasus ginekologi

yang menjalani operasi akan mengalami prolapsus genitalia. Kasus prolapsus uteri akan

meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup wanita. Diperkirakan

bahwa the lifetime risk menjalani operasi untuk prolapsus atau inkontinensia adalah 11,1%.

Djafar Sidik pada penelitiannya selama dua tahun (1968-1970) mendapatkan 65 kasus prolapsus

genitalia dari 5.371 kasus ginekologi di RS dr. Pingardi Medan. Junizaf melaporkan ada 186

kasus prolapsus uteri baru di RSCM pada tahun 1986. Sedangkan Erman melaporkan kasus

prolapsus genitalia di RS. M. Jamil Padang selama lima tahun (1993-1998) sebanyak 94 kasus

(Anhar dan Fauzie, 2003). Pasien di poli kandungan RSUD Dr. Soetomo kunjungan penderita

denga prolaps uteri awal bulan januari sampai bulan Juni 2009 berjumlah 93 orang.2

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Penyebab prolapsus uteri multifaktoria semakin berkembang dari tahun ke tahun, namun

pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot fascia

endopelvik dan ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia tersebut. Faktor

resikonya :1,2

Multiparitas Kelahiran pervaginam merupakan faktor resiko tersering. Sampai saat ini

belum adanya penjelasan mengenai apakah karena kehamilan atau nifas itu sendiri yang menjadi

faktor resiko dari prolapsus uteri. Multiparitas merupakan faktor risiko yang paling sering

dikutip. Tidak ada kesepakatan apakah kehamilan atau nifas itu sendiri yang predisposisi untuk

disfungsi dasar panggul. Namun, banyak penelitian jelas menunjukkan bahwa kelahiran ini

meningkatkan kecenderungan seorang wanita mengalami prolaps uteri.1,2,3,4

Faktor penyebab lainnya :

Makrosomia, kala dua memanjang, episiotomi, laserasi sfingter anal, penggunaan

forceps, stimulasi oksitosin, riwayat operasi pelvis. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis akan

mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, faktor

penyebab biasanya disebabkan oleh adanya kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan

penunjang uterus. 1,2,5

Umur, Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita yang

telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium

serta karena faktor umur menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti diafragma pelvis,

diafragma urogenital dan ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta

terjadi atrofi vagina. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fascia tidak dapat

melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ sehingga menyebabkan

terjadinya prolapsus genitalia. 1,2,5

Ras, telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam, dan dan

wanita Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki

risiko tertinggi. Meskipun perbedaan dalam komponen kolagen telah dibuktikan antara ras,

namun perbedaan tulang panggul dalam settiap ras mungkin juga berperan. Misalnya, perempuan

kulit hitam, umumnya arcus pubis < 90 derajat dan umumnya Bentuk panggulnya adalah android

atau antropoid. Bentuk panggul ini mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri

dibandingkan dengan ras Barat dimana rata-rata bentuk panggulnya ginekoid. 1,2,5,6

Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangsung lama diyakini mempunyai

peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri. Contohnya dalam kasus ini adalah pasieen yang

obesitas, konstipasi yang lama, sering mengangkat berat, batuk kronis, dan berulang. Selain itu,

merokok dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) 1,2

IV. KLASIFIKASI PROLAPSUS UTERI

Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat antara para

ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang

dikenal yaitu:1,2,6

1. Prolapsus uteri tingkat I, di mana serviks uteri turun sampai introitus vagina; prolapsus uteri

tingkat II, di mana serviks menonjol ke luar dari introitus vagina; prolapsus uteri tingkat III,

seluruh uterus ke luar dari vagina, prolapsus ini sering juga dinamakan prosidensia uteri.

2. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina; prolapsus uteri tingkat II,

serviks ke luar dari introitus, sedangkan pada prosidensia uteri, uterus seluruhnya ke luar dari

vagina.

3. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina; prolapsus uteri tingkat II, uterus

ke luar dari introitus vagina kurang dari ½ bagian; prolapsus uteri tingkat III, uterus ke luar

dari introitus lebih besar dari ½ bagian.

4. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosessus spinosus; prolapsus uteri tingkat II,

serviks terdapat antara prosessus spinosus dan introitus vagina; prolapsus uteri tingkat III,

serviks ke luar dari introitus.

5. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV

(prosidensia uteri).

Klasifikasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:2

Desensus uteri                         : uterus turun tetapi serviks masih dalam vagina.

Prolapsus uteri tingkat I          : uterus turun dengan serviks uteri turun sampai  introitus

vagina.

Prolapsus uteri tingkat II        : uterus untuk sebagian keluar sampai vagina.

Prolapsus uteri tingkat III (Prosidensia Uteri) : uterus keluar seluruhnya dari vagina,

disertai inversion uteri.

Gambar. 6 diunduh pada tanggal 10 ferbruari 2012

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/klasifikasi-prolaps-uteri.html

V. PATOLOGI

Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai

prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang susah

dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-ligamentum yang tergolong dalam fascia

endopelvis dan otot-otot serta fascia-fascia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan

intraabdominal yang meningkat dan kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus,

terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.1,2,5

Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut dan

lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus dekubitus. Jika fascia di bagian

depan dinding vagina kendor biasanya akibat trauma obstetrik maka akan terdorong oleh

kandungan kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang

di namakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena

persalinan berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan terjadinya uretrokel.

Uretrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan

kandung kencing normal, hanya di belakang uretra ada lubang yang membuat kantong antara

uretra dan vagina. 1,2,5

Kekendoran fascia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-

sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang

vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum

Douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini

dapat berisi usus dan omentum.1,2

VI. GEJALA KLINIS1,2

Gejala-gejala prolapsus uteri sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala

penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus uteri yang cukup berat dapat

tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolapsus yang ringan saja

telah mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:

1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.

2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring,

keluhan menghilang atau menjadi kurang.

3. Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:

a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang hari, kemudian bila

lebih berat juga pada malam hari.

b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan seluruhnya.

c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk, mengejan.

Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang besar sekali.

4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:

a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.

b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.

5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:

a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan

bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan menimbulkan lecet sampai luka dan

ulkus dekubitus pada porsio uteri.

b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta

luka pada porsio uteri.

6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di

vagina.

VII. DIAGNOSIS

Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya

dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.

Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dai kemaluan,

apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti ada suatu ruangan antara anus

dan vagina, apakah menggunakan laxatives secara rutin, apakah ada low back pain, adakah

dispareunia, ataupun inkontenensia dan konstipasi. 1,2

Friedman dan Little (1991) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut: Penderita

dalam posisi jongkok lalu disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari,

apakah porsio uteri pada posisi normal atau porsio sampai pada introitus vagina atau apakah

serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi

litotomi lalu ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari

biasanya dinamakan elongasio kolli.1,2

Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik, lembek dan

tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di suruh mengejan. Jika

dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, lalu kateter itu diarahkan ke dalam

sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih

ke bawah dari sistokel, yaitu dekat pada orifisium uretra eksternum.1,2

Menegakkan diagnosis retrokel sangatlah mudah yaitu ditandainya dengan menonjolnya

rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang

dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis jari dimasukkan ke

dalam rektum dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol ke lumen vagina.

Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal dinding

rektum lurus dan terdapat benjolan ke arah vagina di atas rektum.1,2,5

Gambar 7. Diunduh pada tanggal 10 ferbruari 2012

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/diagnosis-prolaps-uteri.html

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah:1,2

1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya

dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta

berkerut dan berwarna keputih-putihan.

2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser dengan paha

pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka dan radang yang lambat laun

dapat menjadi ulkus yang disebut ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu

dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih-lebih pada penderita yang berusia lanjut.

Pemeriksaan sitologi biopsi perlu dilakuakan untuk mendapatkan kepastian akan adanya

proses keganasan tersebut.

3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam vagina

sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka akibat tarikan ke bawah

di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan pembuluh darah, maka serviks uteri

mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio

kolli. Hipertrofi ditentukan dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada elongasio kolli

serviks uteri pada perabaan lebih panjang dari biasanya.

4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-kadang terhalang

sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga

menyempitkan ureter sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya

sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga

dapat menyebabkan stress inkontinensia.

5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan infeksi.

Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis

yang akhirnya keadaan tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.

6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau sama sekali

ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi kehamilan.

7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil maka pada waktu

persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan sehingga kemajuan persalinan

jadi terhalang.

8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya obstipasi

sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.

9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit sehingga

kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk

membebaskan usus yang terjepit tersebut.

IX. PENCEGAHAN

Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala pengeluaran dan kalau perlu

dilakukan tindakan (ekstraksi forceps dengan kepala sudah di dasar panggul), membuat

episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin

persalinan dengan baik agar penderita dihindari untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap

adalah tindakan yang benar, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede),

mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap baik dan cepat, serta mencegah atau

mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang

kronis. Menghindari mengangkat benda-benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan

terlalu banyak punya anak atau terlalu sering melahirkan.1,2

X. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan pada prolapsus uteri bersifat individual, terutama pada mereka yang telah

memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum penatalaksanan dengan kasus ini terdiri

dari dua cara yakni konservatif dan operatif.1,2

1. Pengobatan Konservatif1,2,5

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para penderita

dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita prolapsus ringan tanpa

keluhan atau pada penderita yang masih ingin mendapatkan anak lagi atau penderita yang

menolak untuk melakukan tindakan operasi atau pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk

dilakukan tindakan operasi.

Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:

a. Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada penderita prolapsus uteri

ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan yang belum lewat enam bulan.

Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi

miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya adalah di mana penderita

disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah buang air

besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing

dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan menggunakan

perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang dimasukkan ke dalam

vagina dan dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian

kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur kekuatannya.

b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula

ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam pessarium yang

dimasukkan ke dalam liang vagina.

c. Pengobatan dengan pessarium. Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat

paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat tersebut digunakan. Oleh karena

itu jika pessarium diangkat maka timbul prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium

ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga

bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian

bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah maka pessarium

akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali. Pessarium yang paling baik untuk

prolapsus genitalia ialah pessarium cicic yang terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu

lemah dapat digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem)

dengan dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lobang dan diujung bawah

terdapat 4 tali. Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan

sabuk pinggang untuk memberikan sokongan pada pessarium. Sebagai pedoman untuk

mencari ukuran yang cocok maka diukur dengan jari berupa jarak antara fornik vagina

dengan pinggir atas introitus vagina, kemudian ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk

mendapatkan diameter dari pessarium yang akan digunakan. Pessarium diberi zat pelicin dan

dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina

maka bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan

pessarium dari plastik mengalami kesukaran, akan tetapi kesukaran ini biasanya dapat diatasi

oleh penderita. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan sebaiknya digunakan pessarium

dari karet dengan per di dalammnya. Pessarium ini dapat dikecilkan dengan menjepit pinggir

kanan dan kiri antara 2 jari dan dengan demikian lebih mudah dimasukkan ke dalam vagina.

Untuk mengetahui setelah dipasang apakah ukurannya cocok maka penderita disuruh batuk

atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar lalu penderita disuruh berjalan-jalan dan apabila

ia tidak merasa nyeri maka pessarium dapat digunakan terus.

Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi dan diperiksa

secara teratur. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa

secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium lalu dibersihkan dan

disterilkan lalu kemudian dipasang kembali. Pada kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan

memasang pessarium berbentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta penderita

disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu penderita. Apabila pessarium dibiarkan di

dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, maka dapat menimbulkan komplikasi-

komplikasi seperti ulserasi, terpendamnya sebagian dari pessarium ke dalam dinding vagina,

bahkan dapat terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis. Kontraindikasi

terhadap pemakaian pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau subakut serta adanya

keganasan. Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan, hingga

penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi tes untuk menyatakan

bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk dilakukan tindakan operasi dan

lebih suka memilih terapi konservatif serta untuk menghilangkan keluhan yang ada sambil

menunggu suatu operasi dapat dilakukan.

Gambar 8. Diunduh pada tanggal 10 februari 2012

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/pessarium.html

2. Pengobatan Operatif1,2,5

Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina, sehingga jika

dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina perlu ditangani pula secara

bersamaan. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan,

padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri yang ada belum perlu dilakukan tindakan

operasi. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri ialah jika didapatkan adanya

keluhan pada penderita.

Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus genitalis.

a. Sistokel

Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior.

Setelah diadakan sayatan pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari kandung

kencing dan uretra, lalu kandung kencing didorong ke atas dan fascia puboservikalis sebelah kiri

dan kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang maka dinding

vagina yang terbuka ditutup kembali. Kolporafi anterior dilakukan pula pada uretrokel. Kadang-

kadang tindakan operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress inkontinensia yang

berat.

b. Rektokel

Pada kaus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik. Di mana

mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas

antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada batas atas rektokel. Sekarang fascia

rektovaginalis dijahit di garis tengah dan kemudian muskulus levator ani kiri dan kanan

didekatkan di garis tengah. Luka pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum

superfisialis sebelah kanan dan kiri, lalu dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada

kulit perineum dijahit.

c. Enterokel

Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks uteri. Setelah

hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding vagina lalu peritoneum

ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan di bawah jahitan itu ligamentum

sakrouterina kiri dan kanan serta fascia endopelvik dijahit di garis tengah.

d. Prolapsus uteri

Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi pada

prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, kemungkinannya untuk

masih mendapatkan anak lagi atau untuk mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus uteri dan

adanya keluhan yang ditemukan pada penderita.

Macam-macam Operasi

a) Ventrofiksasi

Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih ingin menginginkan anak lagi, maka

dilakukan tindakan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan

ligamentum rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut.

b) Operasi Manchester fortege

Pada tindakan operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan dilakukan

penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong di muka serviks lalu dilakukan pula

kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memendekkan

servik yang memanjang (elongasio kolli).

Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus dan distosia

servikalis pada saat persalinan berlangsung. Bagian yang paling penting pada tindakan operasi

ini adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini

ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversiofleksi

dan turunnya uterus dapat dicegah.

c) Histerektomi

Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkatan yang lebih lanjut

dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan

pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, bagian atas pada ligamentum infundebulopelvikum,

kemudian tindakan operasi dilanjutkan dengan melakukan kolporafi anterior dan

kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya prolapsus vagina dikemudian hari.

d) Kolpoklesis

Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca tindakan

operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi

sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding bagian belakang, sehingga

lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini

tidak akan memperbaiki sistokel atau rektokel sehingga akan dapat menimbulkan inkotinensia

urin. Obstipasi serta keluhan pada prolapsus uteri lainnya juga tidak akan hilang pada tindakan

ini.

e) Purandare

Purandare adalah operasi yang ditujukan bagi nulipara yang mengalami prolaps uteri. Yang

mempunyai dinding abdomen yang baik. Pada operasi ini, uterus digantungkan dari

ligamentum latum ke fascia muskulus rektus abdominis menggunakan pita mersilene.

Operasi efektif selama dinding abdomen masih kuat. Ketika dinding abdomen tidak kuat,

prolaps uterus dapat terjadi kembali.

BAB IV

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 90 tahun

Pendidikan : tidak sekolah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku/bangsa : Jawa / Indonesia

Tgl. Masuk RSUD : 30-05-2010

ANAMNESIS ( 30/06/2011 )

A. Keluhan Utama

Timbul benjolan pada pada lubang kemaluan sejak 1 tahun SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan pada lubang kemaluan sejak 1 tahun

SMRS. Pertama-tama ia tidak merasa terganggu karena tonjolan tersebut kecil tetapi lama-

kelamaan sebesar kurang lebih seperti bola kasti. Selama sebulan ini, pasien merasa terganggu

oleh benjolan tersebut, maka pasien memeriksakan diri ke poli RS M. Ridwan meuraksa . Pasien

mengaku benjolan tersebut tidak sakit, dapat bertambah besar terutama sesudah mengejan, tetapi

dapat mengecil lagi apabila ia tiduran, benjolan tersebut juga dapat dimasukan lagi ke lubang

kemaluan, benjolan dirasakan lembek dan terlihat berwarna kemerahan. Pasien juga

mengeluhkan seperti ada yang mengganjal di daerah kemaluannya.

Pasien mengaku BAB-nya memang tidak lancar, ia mengatakan sering sulit

unutukBAK. Keluar cairan, lendir ataupun darah dari kemaluan disangkal oleh pasien. Pasien

mengaku pernah melahirkan 9 orang anak secara normal tetapi ia mengatakan tidak pernah ada

kesulitan pada saat melahirkan. Batuk lama disangkal oleh pasien.Pasien sering mengangkat

barang berat. Pasien mengaku sudah menopause tetapi ia mengaku sudah menopause sejak

kurang lebih sejak 40 tahun yang lalu.

C. Riwayat Menstruasi

Menarche usia 14 tahun.

Siklus : Teratur ± 28 hari/bulan

Lamanya : 7 hari

Banyaknya : 2 x pembalut/hari

Riwayat dismenorea disangkal

Menopause usia 50 tahun (30 tahun yll)

D. Riwayat Persalinan

9x, di dukun tetapi pasien lupa kelengkapannya

E. Riwayat Keluarga Berencana

Pasien mengaku tidak pernah KB

F. Riwayat Operasi

Pasien menyangkal pernah dioperasi

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum: Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD: 130 /80 mmHg, RR:22 x/menit, N:76x/menit,S: 36,6 0 C

B. Status Ginekologis

Mammae:

Inpeksi:, tidak ada retraksi,

Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

Abdomen

Inspeksi: tampak datar

Palpasi: supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas(-), masa (-)

Perkusi: timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi: BU (+)

Genitalia

1. Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Tampak tonjolan portio merah muda dari vagina

Palpasi : Lunak, Nyeri tekan (-)

2. Pemeriksaan Dalam

b. Vagina toucher tidak dilakukan

III.ASSESMENT

A. DIAGNOSA KERJA

Prolapsus Uteri

B. PROGNOSA

Quo ad vitam : bonam.

Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : bonam

III. PLANNING

Pemakaian pessarium

DAFTAR PUSTAKA

1. Junizaf. Kelainan dalam Letak Alat-alat Genital in Ilmu Kandungan. edit Wiknjosastro H,

Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta Hal

(428-421) edisi ke 3.2007

2. Decherrney AH, Pelvic Organ Prolaps in Current Diagnosis and Treatment. Edit

Goodwin, TM, The McGraw hill :New York. Hal (315-328) edisi ke 4. 2006

3. Asha. R. Rao. Laparoskopic Assisted Cervicopexy in Ginecologicak Surgery. Edit Kurein

Joseph. Jitendeor: India hal (148-151). Edisi ke 2. 2008

4. Narcyanaswamy, Sisir. Genital prolapse in Gynecology for postgrated and practitioners. Edit

Thankam, Varman. ELSEVIER: India hal (451-456). Edisi ke 2. 2005

5. RCOG.org.2002. The Management of Prolaps Uteri at:http://www.rocg.org.uk/(access on

may 2006)

6. BJM.org.2005. Prolaps Uteri at:http://www.bjm.com//(acces on june 2008)