7
PERAN FARMAKOKINETIKA DALAM TERAPI KUANTITATIF OBAT BAHAN ALAM PHARMACOKINETICS : THE ROLE IN HERBAL MEDICNES QUANTITATIVE THERAPY Djoko Wahyono dan Arief Rahman Hakim Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fak. Farmasi UGM ABSTRAK Obat bahan alam (herbal medicines) banyak digunakan didalam dunia kefarmasian untuk terapi, disamping masih sering digunakan untuk pengatur diet makanan (dieatry suplement). Dengan bertambahnya informasi efek samping dan toksisitas obat bahan alam, maka didalam penggunaannya perlu rekomendasi khusus untuk menjaga efektivitas dan kemanan pemakaian. Penelitian farmakokinetika klinik dan studi interaksi obat bahan alam menjadi sangat penting untuk meningkatkan rasionalitas terapi guna menghasilkan terapi yang efektif dan aman. Mengingat kompleknya kandungan aktif obat bahan alam dan rendahnya konsentrasi yang diketemukan di dalam serum, maka analisa dengan cara dan alat yang canggih, misalnya menggunakan HPLC/MS, atau HPLC/NMR akan sangat membantu menetapkan parameter farmakokinetika obat alam tersebut, sebagai dasar pengaturan dosis (medicinal herbal dose regimens). Kata kunci : obat bahan alam, farmakokinetika, terapi efektif dan aman. ABSTRACT Herbal medicines are widely used in pharmacy as pharmacological therapy and dietary supplements. However, with growing the recognition of adverse and toxicity effects, the study of clinical pharmacokinetics and interaction of the herbal medicine becomes an important tool for rational herbal therapy. Due to complex composition of herbal medicines and limited of active compound concentration detected in serum, the advance instruments like HPLC/MS or HPLC/NMR will be useful in increasing the study of clinical pharmacokinetics and interaction of herbal medicines. The herbal dose regimens could have been arranged accurately using its pharmacokinetic parameters. Key words : herbal medicines, pharmacokinetics, save and effective therapy

95Pak Joko Newest

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

Page 1: 95Pak Joko Newest

PERAN FARMAKOKINETIKA DALAM TERAPI KUANTITATIF OBAT BAHAN ALAM

PHARMACOKINETICS : THE ROLE IN HERBAL MEDICNES QUANTITATIVE

THERAPY

Djoko Wahyono dan Arief Rahman Hakim Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fak. Farmasi UGM

ABSTRAK Obat bahan alam (herbal medicines) banyak digunakan didalam dunia kefarmasian untuk terapi,

disamping masih sering digunakan untuk pengatur diet makanan (dieatry suplement). Dengan bertambahnya informasi efek samping dan toksisitas obat bahan alam, maka didalam penggunaannya perlu rekomendasi khusus untuk menjaga efektivitas dan kemanan pemakaian. Penelitian farmakokinetika klinik dan studi interaksi obat bahan alam menjadi sangat penting untuk meningkatkan rasionalitas terapi guna menghasilkan terapi yang efektif dan aman. Mengingat kompleknya kandungan aktif obat bahan alam dan rendahnya konsentrasi yang diketemukan di dalam serum, maka analisa dengan cara dan alat yang canggih, misalnya menggunakan HPLC/MS, atau HPLC/NMR akan sangat membantu menetapkan parameter farmakokinetika obat alam tersebut, sebagai dasar pengaturan dosis (medicinal herbal dose regimens). Kata kunci : obat bahan alam, farmakokinetika, terapi efektif dan aman.

ABSTRACT Herbal medicines are widely used in pharmacy as pharmacological therapy and dietary supplements. However, with growing the recognition of adverse and toxicity effects, the study of clinical pharmacokinetics and interaction of the herbal medicine becomes an important tool for rational herbal therapy. Due to complex composition of herbal medicines and limited of active compound concentration detected in serum, the advance instruments like HPLC/MS or HPLC/NMR will be useful in increasing the study of clinical pharmacokinetics and interaction of herbal medicines. The herbal dose regimens could have been arranged accurately using its pharmacokinetic parameters. Key words : herbal medicines, pharmacokinetics, save and effective therapy

Page 2: 95Pak Joko Newest

PENDAHULUAN

Pemanfaaatan bahan alam sebagai sumber obat merupakan pilihan dalam menghadapi berbagai jenis penyakit yang muncul dewasa ini. Bahan alam kelautan (a.l. sponges, tunicata), tanaman, dan mikroorganisma merupakan sumber penemuan obat baru yang sangat menjanjikan karena disamping mempunyai aktivitas farmakologi juga dapat dimanfaatkan sebagai kerangka dasar pengembangan obat melalui sintetik. Sebagian besar obat sintetik (80% lebih) kerangka dasarnya diketahui berasal dari sumber bahan alami. Sebagi contoh kodein, suatu obat penekan batuk (antitusif) dan petidine (pengurang rasa sakit total, untuk operasi), merupakan obat sintetik yang didasarkan pada kerangka dasar morfin yang merupakan senyawa bioaktif tanaman Papaver somniverum (Cordell, 1981; Patrick, 2001). Pentagamavunon dan gamavuton adalah modifikasi sintetik dari kurkumin (Sardjiman, 2000). Di Indonesia, berbagai tanaman terbukti memberikan aktivitas farmakologi yang beragam. Wahyuono (2006) melaporkan bioaktivitas berbagai tanaman di Kalimantan Tengah (tabel 1). Tanaman-tanaman tersebut secara tradisional digunakan oleh masyarakat

setempt untuk terapi penyakit yang muncul diderita.

Namun, sampai sekarang penelitian obat bahan alam (herbal medicines) di Indonesia masih sebagian besar ditujukan untuk melihat aktivitas farmakologi, toksisitas, maupun identifikasi komponen aktif obat tersebut. Penelitian yang mengekplorasi nasib zat / komponen aktif obat bahan alam di dalam tubuh dan hubungannya dengan respon farmakologi belum banyak dilakukan. Pada terapi klinik, pengaturan dosis yang tepat sangat diperlukan agar jumlah / kadar aktif obat bahan alam yang sampai pada reseptor mencukupi untuk memberikan respon yang diharapkan, tanpa menimbulkan efek yang merugikan. Pengaturan ini dapat dilakukan dengan memberikan dosis yang tepat, yang didasarkan pada parameter farmakokinetik obat bahan alam tersebut. Parameter farmakokinetika yang perlu diketahui meliputi kinetika absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresinya. Pengetahuan tentang farmakokinetik obat bahan alam dapat membantu memberikan informasi yang sangat berharga bagi praktisi klinik dalam memberikan terapi yang efektif dan aman.

Tabel 1. Daftar ekstrak dari tanaman Kalimantan Tengah yang berpotensi bioaktivitas H berdasarkan atas nilai LC50 pada hasil uji denga BST (Wahyuono, 2006). Nama daerah & nomor koleksi

Nama spesies Ekstrak LC50 (µg/ml)

Seluang belong (#03-sbk/10-26)

Dictamnus albus L. Metanol 6,34

Asam empangal (#03-sbk/10-08)

Globba marantina L. Metanol 9,91

Akar kuning (#03-sbk/10-29)

Fibraurea chloroleuca Miers CHCl3 10,43

Umbut rotan (#03-sbk/10-66)

Calamus caesius Bl. Metanol 11,52

Sintuk (#03-sbk/10-68)

Cinnamomum sintoc Bl. Metanol 15,75

Akar kuning (#03-sbk/10-29)

Fibraurea chloroleuca Miers Metanol 20,53

Lanjau (#03-sbk/10-58)

Pithecellobium elleipticum (Bl.) Hassk.

CHCl3 25,75

Sekak puong (#03-sbk/10-31)

Pandorea sp. CHCl3 53,30

Mali-mali pucuk merah (#03-sbk/10-21)

Feea rubra Bl. Metanol 75,10

Page 3: 95Pak Joko Newest

Pada tulisan ini akan dibahas tentang penelitian yang menyangkut farmakokinetika klinik obat alami dan interaksi obat bahan alam dengan obat sintetik, serta perlunya farmakokinetika pada terapi kuantitatif obat bahan alami. HUBUNGAN FARMAKODINAMIKA - FARMAKOKINETIKA DAN RENTANG TERAPETIK OBAT . Terminologi farmakodinamika dapat dihubungkan dengan pengaruh obat terhadap organ, sedangkan farmakokinetika adalah respon organ terhadap obat (Gibaldi and Perrier, 1975; Ritschel, 1980)

Hubungan antara respon farmakologi dan dosis obat dapat dijelaskan sebagai berikut : Kenaikan dosis dalam skala logaritmik diikuti oleh kenaikan respon farmakologi (Evans, 2006). Hubungan linier juga terjadi antara dosis obat dan konsentrasi aktif obat di dalam serum (Shargel dkk., 2005). Obat bahan alam (herbal medecines) seperti pada obat sintetik, aktivitas farmakologinya ditentukan oleh adanya ikatan obat tersebut dengan reseptor. Besarnya intensitas farmakologi yang muncul tergantung pada konsentrasi / jumlah obat yang mencapai resptor dan jenis ikatan obat-reseptor, yang dapat bersifat spesifik maupun non-spesifik. Durasi efek farmakologi

tergantung pada lamanya obat tinggal di dalam reseptor. Untuk obat alami dengan kliren besar, waktu tinggal di dalam badan lebih singkat dibanding dengan obat alami yang mempunyai kliren kecil. Harga kliren inilah yang digunakan sebagai salah satu dasar pemberian dosis obat alami (Shargel dkk.2005). Evans (2006) menjelaskan hubungan antara konsentrasi obat hipotetik didalam serum dengan probabilitas respon dan toksisitas (Gambar 1).

Sebagian besar para ahli beranggapan bahwa rentang terapetik (Therapeutic Range) adalah konsentrasi obat di dalam serum yang menimbulkan efek klinik yang diharapkan. Umumnya, rentang terapetik tidak pernah dinyatakan dengan harga mutlak. Angka didalam rentang terapetik adalah merupakan nilai rata-rata dari populasi individu konsentrasi obat terendah di dalam serum yang dapat memberikan efek klinik sampai dengan konsentrasi minimum yang menimbulkan efek toksik. Pada gambar 1 terlihat bahwa kenaikan konsentrasi obat hipotetik didalam serum diikuti dengan kenaikan probabilitas respon farmakologi, dan secara simultan diikuti kenaikan efek toksik. Pada kadar di atas 10 mg/L timbul gejala toksik yang tidak diinginkan dari obat tersebut (Gambar 1).

Gambar 1. Hubungan antara konsentrasi obat di dalam serum dan probabilits respon atau toksisitas obat hipotetik

(Evans, 2006)

Page 4: 95Pak Joko Newest

Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat untuk obat hipotetis. A. Obat hipotetik yang

tidak menibulkan efek toksik pada konsentrasi dengan probabilitas respon maksimum (Broad Therapeutic Range). B. Obat hipotesik dengan probabilitas toksik meningkat pada konsentrasi obat mencapai probabilitas respon maksimum (Narow Therapeutic Range) (Evans, 2006).

Perbedaan kadar dalam serum yang menimbulkan efek toksik inilah yang membedakan apakah suatu obat termasuk dalam rentang terapetik sempit (Narrow Therapeutic Range)(Gambar 2A) atau rentang terapetik luas (Broad Therapeutic Range) (Gambar 2B).

PARAMETER FARMAKOKINETIKA Nasib obat bahan alam didalam tubuh seperti halnya obat sintetik, dapat diukur secara kuantitatif dengan beberapa parameter farmakokinetik. Parameter farmakokinetik adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari konsentrasi obat aktif didalam serum/urin/cairan hayati yang lain selama waktu tertentu, yang menggambarkan proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi (Gibaldi and Perrier, 1975; Ritcshel, 1980; Shargel dkk., 2005). Parameter-parameter tersebut dapat berupa parameter primer, yakni parameter yang dipengaruhi secara langsung oleh faktor fisiologi, misalnya klirens (Cl), volume distribusi (Vd) dan konstanta kecepatan absorbsi (Ka). Parameter yang tidak langsung dipengaruhi oleh faktor fisiologi disebut parameter farmakokinetika sekunder, yakni misalnya waktu paro eliminasi (t1/2), konstanta kecepatan eliminasi (k), dan daerah di bawah kurva (Area Under the Curve = AUC). Parameter-parameter farmakokinetik tersebut merupakan alat utama dalam menentukan pengaturan dosis obat (drug regimen dose).

STUDI FARMAKOKINETIKA BEBERAPA OBAT BAHAN ALAM Pengetahuan farmakokinetika obat alami sangat dibutuhkan untuk memperoleh terapi yang efektif, aman dan terhindar dari efek samping. Studi farmakokinetika pada obat alami sangat menantang, mengingat kompleksitas zat yang terkandung didalamnya, serta sangat kecilnya konsentrasi metabolit aktif obat bahan alam tersebut yang dapat terdeteksi didalam serum. Penelitian menggunakan binatang percobaan bisa sangat membantu dan murah, namun tidak semua hasil penelitian pada binatang percobaan dapat dikonversi untuk diaplikasikan pada manusia. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang zat aktif yang terkandung dalam obat alami serta diketemukannya metoda analisa yang selektif dan sensitif, parameter farmakokinetika obat alami dapat diketahui dan dipublikasi untuk praktisi. Beberapa obat bahan alam yang sudah diteliti profil farmakokinetikanya dan interaksinya dengan obat lain adalah sebagai berikut : Ginko (Ginko biloba L.)

Penelitian klinik ginko umumnya menggunakan ekstrak standard (Egb761) dalam bentuk padat secara oral. Egb761 mengandung 26% flavanoid (campuran kuersetin, kamferol, dan isohamnetin glikosid) dan 6% terpen (ginkgolid dan bilobalid). Penelitian farmakokinetika klinik ginkgolid A,B, dan bilobalid telah dilakukan terhadap 15 sukarelawan sehat dengan menggunakan preparat ginkgolid bebas dan komplek

Page 5: 95Pak Joko Newest

ginkgolid-fosfolipid (Mauri dkk, 2001). Hasilnya terlihat pada tabel 2.

Konsentrasi maksimum (Cmaks) dan AUC ginkgolid dan bilobalid 3-4 kali lebih besar jika diberikan dalam bentuk komplek dengan fosfolipid dibanding ginkgolid bebas. Garlik (Allium sativum L.) Salah satu komponen zat aktifnya adalah S-alilsistein (SAC), yang merupakan kontributor utama dalam preparat garlik untuk kesehatan. Uji farmakokinetika klinik pada sukarelawan sehat menunjukkan bahwa setelah pemberian dosis 500 mg kapsul ekstrak garlik secara oral, konsentrasi puncak dalam serum (Cmaks) dicapai kurang lebih 1 jam setelah pemberian. Waktu paro eliminasinya setelah pemberian oral adalah 10 jam (Kodera dkk., 2002). Minyak timus (Thymus vulgaris L.) Minyak timus banyak digunakan sebagai terapi bronkhitis akut dan kronis. Aktivitas farmakologi lain yang pernah dilaporkan adalah sebagai antiinflamasi, antimikroba, antivirus, dan antioksidan (Piscitelli dkk, 2002). Kandungan utama minyak timus adalah terpinen 94,3%, p-cimen (23,5%), karvakrol (2,2%), dan timol (63,6%) (Dimitra dkk., 2000). Penelitian farmakokinetika klinik preparat timol dilakukan pada sukarelawan sehat. Setelah mendapatkan perlakuan dengan tablet Bronchipet®, yang mengandung 1,08 mg timol, hasilnya menunjukkan bahwa tidak diketemukan timol didalam serum maupun urin. Namun metabolit timol sulfat dan glukoronid diketemukan dalam urin maupun serum. Setelah hidrolisis, timol sulfat didalam serum dapat terdeteksi, tetapi timol glukoronid tidak terdeteksi. Konsentrasi puncak (Cmaks) didalam serum 94,1±24,5 ng/mL tercapai pada 2,0±0,8 jam setelah pemberian secara oral. Waktu paro eliminasi (t1/2) timol sulfat adalah 10,2 jam. Jumlah total metabolit timol sulfat dan glukoronid dalam urin setelah 24 jam adalah 16,2±4,5% dari dosis (Kohlert dkk., 2002).

Eurikomanon (Eurycoma longifolia Jack) Eurycoma longifolia Jack termasuk

famili Simaroubaceae, dikenal dengan nama ”Tongkat Ali” di Malaysia, ”Pasak Bumi” di Indonesia dan ”Cay ba binh” di Vietnam (Chan dkk., 1998). Analisis HPLC tervalidasi eurikomanon, bioaktif kuasinoid, pada plasma tikus setelah pemberian oral dan intravena ekstrak Eurycoma longifolia Jack dikembangkan untuk studi farmakokinetika dan bioavailabilitasnya. Konsentrasi relatif eurikomanon terdeteksi setelah pemberian injeksi intravena ekstrak 10 mg/kg mengandung 1,96 mg/kg kuassinoid. Kadar tersebut turun secara drastis sampai mendekati nol setelah 8 jam. Konstanta kecepatan eliminasi (k), waktu paro eliminasi (t1/2), volume distribusi (Vd) dan klirens (Cl) berturut-turut adalah 0,88±0,19 per jam, 1,00±0,26 jam, 0,68±0,30 L/kg, dan 0,39±0,08 L/jam/kg. Setelah pemberian oral, harga Cmaks dan tmaks eurikomanon berturut-turut adalah 0,33±0,03 µg/ml dan 4,40±0,98 jam. Konsentrasi plasma eurikomanon setelah pemberian oral jauh lebih kecil bila dibandingkan pemberian injeksi intravena yang mengindikasikan bioavailabilitas eurikomanon setelah pemberian oral tidak baik. Bioavailabilitas absolut eurikomanon setelah pemberian oral adalah 10,5% (Low dkk., 2005). Kurkumin (Curcuma spp.) Studi farmakodinamik dan farmakokinetika kurkumin telah dilakukan setelah pemberian ekstrak Curcuma secara oral pada pasien dengan kanker colorectal. Ekstrak Curcuma terstandardisasi dalam bentuk kapsul dengan dosis antara 440 sampai 2200 mg/hari yang mengandung kurkumin 36-180 mg diberikan kepada 15 pasien kanker colorectal setiap hari selama 4 bulan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak Curcuma aman diberikan pada pasien sampai dosis 2,2 g/hari yang ekivalen dengan 180 mg kurkumin, kurkumin memiliki bioavailabilitas kecil pada manusia dan mungkin disebabkan oleh metabolisme intensif di saluran cerna (Sharma dkk., 2001).

Page 6: 95Pak Joko Newest

Tabel 2. Parameter farmakokinetika ginkgolid dan bilobalid pada manusia (Mauri dkk, 2001) Ginkgolid

A Gingkgolid B

Bibolid Gingkgolid A

Gingkgolid B

Bilobalid Ginkgolid A

Ginkgolid B

Subyek manusia manusia manusia manusia manusia manusia Manusia manusia N 15 15 15 15 15 15 15 15 Pemberian Oral1 Oral1 Oral1 Oral2 Oral2 Oral2 Iv iv Dosis (mg) 160 160 160 160 160 160 4,083 4,083 tmaks (jam) 2 2 2 4 3 3 1 1 Cmaks (ng/ml)

41,8±14 5,6±2,2 37,6±14,2 108±8 13,4±2,2 60,3±13 - -

t1/2 β (jam)

2,63±0,45 2,34±0,38 2,30±0,24 1,88±0,13 1,69±0,3 3,16±0,3 3,75±0,25 4,25±0,32

AUC (ng.ml/mnt)

8434±3009 1030±447 6927±2850 28361±768 2531±287 13962± 1948

68305± 2766

19714± 1067

Keterangan : 1 setelah pemberian sediaan Ginkgoselect® (24% flavanoid dan 6% terpen dalam bentuk bebas) 2 setelah pemberian sediaan Ginkgoselect® Phytosome (24% flavanoid dan 6% terpen dalam

bentuk kompleks dengan fosfolipid) 3 setelah pemberian injeksi intravena 40 ml mengandung Ginggolide A 0,102 mg/ml

KESIMPULAN 1. Penetapan farmakokinetika obat alami

sangat diperlukan untuk mengatur dosis pemberian agar diperoleh terapi yang efektif dan aman.

2. Penelitian farmakokinetika klinik obat alami sangat menantang mengingat komponen aktif obat alami sangat komplek dan konsentrasi metabolit aktif yang dapat dideteksi di dalam serum sangat kecil. Oleh karena itu, perlu dikembangkam metoda analisis yang selektif, sensitif, dan mempunyai reproduktibiltas tinggi

DAFTAR PUSTAKA. Chan K.L., Choo C.Y., Morita H., Itokawa H.,

1998, High performance liquid chromatography in phytochemical analysis of Eurycoma longifolia, Planta Med, 64: 741-745.

Cordell, G.A., 1981, Introduction to alkaloids, a biogenetic approach, John Wiley and Sons, Inc., New York.

Dimitra J.D., Basil N.Z., Moschos G.P., 2000, GC-MS analysis of essensial oils from some Greek aromatic plants and their fungitoxicity on penicllium digitatum, Agric Food Chem., 48(6): 2576-2581.

Evans W.E., 2006, General principles of clincal

pharmacokinetics, in Burton M.E., Shaw L.M., Schentag J.J., Evans W.E., Applied pharmacokinetics & phamacodynamics : principles of therapeutic drug monitoring, 4th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 3-7.

Gibaldi, JR & Perrier, D. 1975, Pharmacokinetics: Drugs and the Pharmaceutical Sciences. Marcel Dekker, New York.

Kodera Y., Suzuki A., Imada O, 2002, Physical, chemical, and biological properties of S-allylcysteine, an amino acid derived from garlic, J. Agric. Food Chem., 50(3) :622-632

Kohlert C, Schindler G, Marz RW,, 2002, Systemic availability and pharmacokinetics of thymoil in humans, J.Clin. Pharmacol. 42(7): 731-737

Low B., Ng B., Choy W., Yuen K., Chan K., 2005, Bioavailbility and pharmacokinetic studies of eurycomanon from Eurycoma longifolia, Planta Med, 71: 803-807.

Mauri P, Simonetti P, Gardana C., 2001, Liquid chromatography/atmospheric pressure chemical ionization mass spectromety of terpene lactones in plasma of volunteers dosed with Ginkgo biloba L. Extracts, Rapid Commun. Mass Spectrom., 15 : 929-934.

Page 7: 95Pak Joko Newest

Patrick G., 2001, Medicinal Chemistry Instant Notes, BIOS Scientific Publishers Ltd., Oxford, UK.

Piscitelly S.C., Burstein A.H., Welden N., 2002, The effect of garlic supllements on the pharmacokinetic of saquinavir clinical infectious disease, Clin. Infect. Dis., 34(2) : 234-238.

Ritschel W.A. 1980, Handbook of basic pharmacokinetics, Ed.2. Drug Inteligence Publications, Inc.: Hamilton

Sarjiman, 2000, Synthetic of some new series of curcumin analogues, anti-oxydative, anti-inflamatory, antibacterial activities and quqntitative structur-activity relationship, Dissertation, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Shargel L., Wu S.P., and Yu A.B.C., 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 5th ed., McGraw-Hill Companies Inc., New York.

Sharma R.A., McLelland H.R., Hill K.A., Ireson C.R., Euden S.A., Manson M.M., Pirmohamed M., Marnett L.J., Gescher A.J., dan Steward W.P., 2001, Pharmacodinamic and pharmacokinetics study of oral Curcuma extract in patients with colorectal cancer, Clin. Cancer Research, 7 : 1894-1900.

Wahyuono S., 2006, Evaluasi bioaktivitas tanaman obat koleksi Kalimantan Tengah, MOT, 11(38): 24-30.