Upload
eva-putri-harjito
View
160
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
legum
Citation preview
ACARA 1
A. Kadar Amilosa Serealia
I. Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar
amilosa tiap sampel yang digunakan yaitu tepung ketan, tepung beras,
tepung terigu dan tepung maizena.
II. Tinjauan Pustaka
Menurut Thomas dan Atwell (1999), amilosa merupakan suatu
polimer lurus yang tersusun hampir seluruhnya dari D-glukopiranosa yang
disambung dengan ikatan α-1,4. Bila dalam bentuk pilinan, maka amilosa
dapat membentuk kompleks chlatrate dengan asam bebas, komponen asam
lemak gliserida, beberapa alkohol, dan iodin karena sebagian dalam dari
pilinan tersebut bersifat hidrofobik. Sedangkan amilopektin tersusun atas
segmen-segmen glukosa yang berikatan α-1,4 dan bagian-bagian tersebut
dihubungkan oleh titik-titik percabangan β-1,6.
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau
sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk
keperluan penelitian, rumah tangga dan bahan baku industri. Tepung bisa
berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari
singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan
tepung ikan(Anonima, 2008).
Tepung ketan (glutinous flour) merupakan tepung yang terbuat dari
beras ketan hitam atau putih, dengan cara digiling/ditumbuk/dihaluskan.
Tepung ketan putih teksturnya mirip tepung beras, tetapi bila diraba tepung
ketan akan terasa lebih berat melekat. Untuk membedakan dengan tepung
beras, larutkan dengan sedikit air. Larutan tepung beras akan lebih encer
sedangkan larutan tepung ketan akan lebih kental. Hal ini disebabkan tepung
ketan lebih banyak mengndung pati yang berperekat(Anonim b, 2008).
Tepung beras adalah salah satu yang paling sederhana. Isinya
sebagian besar adalah pati. Protein, vitamin dan mineral semua terdapat di
1
kulitnya (rice bran) dan bukan di biji beras yng putih itu. Rice bran inilah
yang bergizi tinggi. Dalam tepung beras (yang dibuat dari biji beras tanpa
kulit) mengandung protein yang jauh lebih sedikit daripada tepung terigu,
misalnya pati yang terdapat di beras (dan tepungnya) justru lebih sederhana
lagi. Pati adalah rangkaian gula (tech speaks glucose) yang sambung-
menyambung menjadi sebuah rantai (Anonimc,2008).
Menurut Koswara (2006), beras biasa mempunyai tekstur yang keras
dan transparan, sedangkan beras ketan lebih rapuh, butirnya lebih besar dan
warnanya putih opak (tidak transparan). Perbedaan lainnya adalah dalam hal
bahan yang menyusun pati. Komponen utama pati beras ketan adalah
amilopektin, sedangkan kadar amilosanya hanya berkisar antara 1 – 2% dari
kadar pati seluruhnya. Beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2%
disebut beras biasa atau bukan beras ketan. Pemasakan akan mengubah sifat
beras ketan menjadi sangat lengket, dan mengkilat. Sifat ini tidak berubah
dalam penyimpanan beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Ketan
digunakan sebagai bahan utama kue basah dalam bentuk tepung ketan atau
ketan utuh.
Tepung terigu merupakan tepung/ bubuk halus yang berasal dari biji
gandum dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti.
Tepung terigu banyak mengandung zat pati, yaitu karbohidrat kompleks
yang tidak larut dalam air. Tepung terigu banyak mengandung protein
dalam bentuk gluten, yang berpern dalam menentukan kekenyalan makanan
yng terbuat dari bahan terigu (Anonimd, 2008)
Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu
memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier
(1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu,
maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang
plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons
bila dipanggang. Karakteristik tepung terigu ini, yang memungkinkan
pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain.
2
Tepung terigu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi.
Kandungan nutrisi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1.1. Kandungan nutrisi tepung terigu
Kandungan nutrisi tepung teriguLemak(%) : 2,09
Serat kasar(%) : 1,92
Abu(%) : 1,83
Protein(%) : 14,45
Pati(%) : 78,74Sumber : (Suarni dan Patong, 1999)
Tepung maizena atau cornflour/cornstarch berwarna putih yang
terbuat dari sari pati jagung. Biasanya digunakan untuk mengentalkan sup
atau membuat cookies atau makanan lain menjadi lebih lembut
(Anonime,2008).
Menurut Setyowati (2006), tepung maizena atau pati jagung yang
tersusun atas 25% amilosa dan 75% amilopektin. Amilosa mendorong
proses mekar sehingga produk yang berasal dari pati-patian beramilopektin
tinggi bersifat porous, ringan, gating, dan mudah patah.
III. Metode
a) Alat
Labu takar 100 ml, pipet 1 ml, pipet 10 ml, neraca analitik,
spektrofotometer, tabung reaksi, kompor listrik, timbangan, waterbath.
b) Bahan
Tepung ketan, tepung beras, tepung terigu, tepung maizena,
etanol 95%, larutan NaOH, asam asetat, larutan iod.
c) Cara Kerja
Pembuatan kurva standar amilosa
3
Pembuatan larutan iod
4
Amilosa murni (amilosa kentang)(40 mg)
Dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml ethanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N
Dididihkan selama 10 menit
Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambah aquades sampai tanda tera
Larutan dipipet ke dalam labu takar dan ditambah asam asetat 1 N, masing-masing sebagai berikut:
Amilosa (ml)Asam Asetat (ml)10,220,430,640,851
Penambahan larutan iod ke dalam masing-masing tabung sebanyak 2 ml
Penambahan air sampai tanda tera
Larutan digojog, dan dibiarkan selama 20 menit
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm
Larutan Iod 200 mg + KI 2 gram
Larutkan dalam aquades hinggavolumenya 100 ml
Penentuan kadar amilosa
5
Tepung (100 mg)
Dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml ethanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N
Dididihkan selama 10 menit, kemudian didinginkan
Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambah aquades sampai tanda tera
Larutan dipipet ke dalam labu takar sebanyak 5 ml dan ditambah asam asetat 1 N, serta larutan iod 2 ml
Penambahan air sampai tanda tera
Larutan digojog, dan dibiarkan selama 20 menit
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1.2. Data absorbansi larutan standar amilosa
ml amilosa A0 (y) (x)1 0,047 1/100 x 40 mg = 0,4 mg2 0,097 2/100 x 40 mg = 0,8 mg3 0,143 3/100 x 40 mg = 1,2 mg4 0,190 4/100 x 40 mg = 1,6 mg5 0,221 5/100 x 40 mg = 2,0 mg
Sumber : Laporan Sementara
Persamaan kurva standar : y = 0,0073 + 0,11025 x
Tabel 1.1.3. Kadar amilosa berbagai jenis tepung
Jenis Tepung Nilai A0 Kadar Amilosa (%)Tepung Ketan 0,079 12,46
Tepung Beras0,074
58,30,073
Tepung Terigu0,103
32,050,105
Tepung Maizena0,063
46,620,061
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum kali ini digunakan berbagai macam tepung untuk
dianalisa kadar amilosanya. Tepung yang digunakan meliputi tepung ketan,
tepung beras, tepung terigu, dan tepung maizena. Mula – mula dibuat kurva
standar kandungan amilosa murni dari amilosa kentang. Proses perhitungan
besarnya kadar amilosa murni menggunakan pendekatan nilai absorbansi
dengan peneraan pada spektrofotometer. Setelah didapat kurva standar
kadar amilosa dari amilosa murni maka akan dihitung besarnya kadar
amilosa dari keempat tepung di atas.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap nilai absorbansi larutan
standar amilosa murni maka diperoleh persamaan kurva standar y = 0,0073
+ 0,11025x. Nilai dari persamaan kurva standar tersebut akan digunakan
untuk menghitung kandungan amilosa dari berbagai jenis tepung.
Berdasarkan hasil praktikum menunujukkan bahwa tepung beras
memiliki kadar amilosa tertinggi yaitu sebesar 58,3%. Selanjutnya disusul
6
secara berturut – turut kadar amilosa tepung maizena 46,62%,; tepung terigu
32,05%; dan yang paling kecil kadar amilosa tepung ketan yaitu 12,46%.
Pada dasarnya tepung tersusun atas amilosa dan amilopektin.
Amilosa menyebabkan tepung menjadi lebih lengket sedangkan amilopektin
menyebabkan tepung menjadi lebih rapuh (bahasa jawa : pero). Itu artinya
jika tepung dengan kadar amilosa tinggi sedangkan kadar amilopektinnya
rendah maka tepung tersebut jika ditambah air akan menjadi lebih lengket.
Secara organoleptik juga dapat diketahui bahwasanya tepung dari beras
ketan lebih lengket jika dibandingkan tepung dari beras ketan. Sedangkan
menurut Koswara (2006), perbedaan lainnya adalah dalam hal bahan yang
menyusun pati. Komponen utama pati beras ketan adalah amilopektin,
sedangkan kadar amilosanya hanya berkisar antara 1 – 2% dari kadar pati
seluruhnya. Pada tepung beras, kandungan amilosa dari hasil praktikum
adalah 58,3%, sedangkan menurut Winarno (1992) amilosa tertinggi pada
beras, adalah sekitar 25-33%. Sehingga dengan demikian kandungan
amilosa pada tepung beras hasil percobaan, tergolong sangat tinggi. Hal ini
dapat terlihat dari uji pengamatan kelengketan pada saat tepung beras
tersebut setelah diberi air. Tepung beras yang digunakan ternyata sangat
lengket.
Kadar amilosa tepung maizena lebih besar jika dibandingkan kadar
amilosa tepung terigu. Menurut Setyowati (2006), tepung maizena atau pati
jagung yang tersusun atas 25% amilosa dan 75% amilopektin. Amilosa
mendorong proses mekar sehingga produk yang berasal dari pati-patian
beramilopektin tinggi bersifat porous, ringan, gating, dan mudah patah.
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa kadar amilosa tepung
maizena sebesar 46,62%. Itu artinya bahwa kadar amilosa tepung terigu
hasil praktikum menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan
referensi.
Kadar amilosa tepung terigu lebih kecil jika dibandingkan dengan
kadar amilosa tepung maizena. Kandungan amilosa pada tepung
terigu dari hasil praktikum adalah sebesar 32,05%. Sedangkan menurut
7
Anonimd (2008), tepung terigu banyak mengandung zat pati, yaitu
karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu banyak
mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berpern dalam menentukan
kekenyalan makanan yng terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu kaya akan
kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki struktur yang unik.
Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung terigu
dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan
membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat
menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang.
Hipotesis terhadap pernyataan di atas menunjukkan bahwa tepung terigu
banyak mengandung amilopektin dan rendah amilosa. Hal tersebut
ditunjukkan bahwa tepung terigu jika digunakan sebagai koloidal akan
membentuk suatu struktur spons yang rapuh dan tidak lengket.
V. Kesimpulan
a) Kadar amilosa tertinggi pada tepung beras
sedangkan kadar amilosa terendah pada tepung ketan.
b) Kadar amilosa tepung beras sebesar 58,3%
c) Kadar amilosa tepung maizena sebesar
46,62%
d) Kadar amilosa tepung terigu sebesar 32,05%
e) Kadar amilosa tepung ketan sebesar 12,46
8
B. Daya Serap Air Tepung Terigu
I. Tujuan
Tujuan diadaknnya praktikum ini adalah untuk mengetahui daya
serap tepung air pada terigu cakra kembar, tepung terigu kunci biru dan
segitiga biru.
II. Tinjauan Pustaka
Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari biji
gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata
terigu dalam Bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis trigo yang
berarti gandum.Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu
karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga
mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan
kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-
13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-
15,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas
mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang
digolongkan sebagai protein pembentuk gluten
(Kent Jones dan Amas, 1967)
Tepung terigu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi.
Kandungan nutrisi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2.1. Kandungan nutrisi tepung terigu
Kandungan nutrisi tepung teriguLemak(%) : 2,09
Serat kasar(%) : 1,92
Abu(%) : 1,83
Protein(%) : 14,45
Pati(%) : 78,74
Sumber : (Suarni dan Patong, 1999)
9
Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu
memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier
(1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu,
maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang
plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons
bila dipanggang. Karakteristik tepung terigu ini, yang memungkinkan
pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain.
Jenis- jenis tepung terigu antara lain:
a) Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang mengandung
kadar protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan sebagai bahan
pembuat roti, mi, pasta, donat.
b) Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung terigu
yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, digunakan
sebagai bahan pembuat kue cake
c) Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar
6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti
biskuit atau kulit (Kent Jones dan Amas, 1967).
Menurut Sudarmanto (1999), pati merupakan cadangan bahan baku
pada tanaman yang disimpan pada berbagai jaringan penimbun. Pati
tersimpan dalam bentuk butiran (granula) yang kenampakan dan ukurannya
beragam. Pati merupakan glukan yang terdiri dari 2 macam fraksi. Granula
pati tersusun secara berlapis-lapis mengelilingi nukleus. Pembentukan
granula pati dikontrol untuk endogeneus. Granula pati bersifat higroskopis,
mudah menyerap air, lembab dan diikuti dengan peningkatan diameter
granula. Pati tidak larut dalam air dingin karena antar molekulnya terikat 1
dengan lainnya lewat ikatan H. Dalam proses pembentukan jendalan pati,
pati yang kandungan amilosanya tinggi akan lebih cepat dan banyak
menyerap air, hasil jendalannya bervolume lebih mengembang dan kurang
lekat. Sedangkan pati yang kadar amilosanya rendah lebih sedikit menyerap
air dan jendalannya kurang mengembang tetapi lebih lekat.
10
Ditimbang sebanyak 25 gram terigu
Ditempatkan dalam mangkok
Ditambah air sebanyak 10-20 ml dengan buret
Diuleni hingga menjadi adonan dengan menggunakan tangan
Ditambahkan dengan buret sedikit demi sedikit sambil terus diuleni sampai terbentuk adonan yang tidak
lengket
Dicatat jumlah air yang diperlukan
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,
melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan
mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki
pH antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan
naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah
patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik (Anonim,
2006).
Di pasaran lebih dikenal dengan terigu Cakra Kembar. Tepung ini
diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%.
Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur,
difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling.
Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk
bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah
difermentasikan (Anonim, 2007).
Menurut Winarno (1992), amilopektin dan amilosa sebagai fraksi
dalam pati dapat dipisahkan berdasarkan kelarutannya dalam air panas.
Amilosa merupakan fraksi terlarut dalam air panas, sedangkan amilopektin
merupakan fraksi tidak terlarut.
Semakin kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin
mengembang volume adonan roti. Mengembangnya volume adonan
mengakibatkan roti yang telah dioven akan menjadi mekar. Hal ini terjadi
karena struktur berongga yang terbentuk di dalam roti (Made Astawan
2004).
III. Metode
a) Alat dan Bahan
Tepung terigu “Cakra Kembar”
Tepung terigu “Kunci Biru”
Tepung terigu “Segitiga Biru”
Buret dan mangkok
b) Cara Kerja
11
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.2.2 Daya serap air tepung terigu
No. Sampel Kelompok ml aquades Daya Serap Air
1.Tepung terigu
“Cakra Kembar”
1 13 52 %
4 13,5 54 %
2.Tepung terigu
“Kunci Biru”
2 12 48 %
5 12 48 %
3.Tepung terigu
“Segitiga Biru”
3 14 56 %
6 12 48 %
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum daya serap air tepung terigu digunakan 3 macam
tepung terigu dengan merk yang berbeda yaitu tepung terigu “Cakra
Kembar”, tepung terigu “Kunci Biru” dan tepung terigu “Segitiga Biru”.
Adapun mekanisme kerjanya dapat dilihat pada cara kerja di atas.
Daya serap air merupakan salah satu sifat tepung terigu yang dapat
mempengaruhi hasil dari pembuatan suatu produk makanan dari tepung
12
terigu. Daya serap air pada tepung ini perlu diketahui untuk menentukan
atau membuat suatu formulasi adonan. Penambahan air harus disesuaikan
dengan daya serap air dari tepung terigu yang bersangkutan/digunakan.
Penetapan daya serap air juga dapat digunakan untuk menilai mutu suatu
tepung terigu. Pada umumnya daya serap air sekitar 60% telah dianggap
baik, namun perlu dingat bahwa sifat ini tidak mutlak digunakan untuk
menilai mutu suatu tepung terigu.
Dari data hasil percobaan dapat diketahui bahwa jumlah air yang
diperlukan/diserap oleh tepung terigu “Cakra Kembar” baik ulangan kesatu
maupun kedua adalah 13,25 ml, sedangkan tepung terigu “Kunci Biru”
jumlah air yang diserap adalah 12 ml untuk ulangan kesatu maupun ulangan
kedua. Kemudian untuk tepung terigu “Segitiga Biru” jumlah air yang
diserap pada ulangan kesatu dan kedua adalah sebanyak 13 ml.
Daya serap air = %100xterigug
airml
Setelah dihitung dengan persamaan di atas diperoleh daya serap air
pada tepung terigu “Cakra Kembar” adalah 53%, tepung terigu “Kunci
Biru” 48%, sedangkan pada tepung terigu “Segitiga Biru” adalah 52%. Dari
hasil tersebut dapat ditentukan bahwa daya serap air paling kecil adalah
tepung terigu “Kunci Biru” dan yang paling tinggi daya serap airnya adalah
tepung terigu “Cakra Kembar”. Hal ini berarti bahwa mutu terigu
berdasarkan daya serap airnya untuk tepung terigu “Cakra Kembar” adalah
yang paling baik. Asumsi ini berlaku karena mendekati daya serap air
sekitar 60%.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa:
a) Kandungan daya serap air pada tepung terigu
yang paling baik terdapat pada tepung cakra kembar.
13
b) Penetapan daya serap air dapat digunakan
untuk menilai mutu suatu tepung terigu
c) Pada umumnya daya serap air sekitar 60%
tepung terigu telah dianggap baik
C. Uji Gluten Tepung Terigu
I. Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar
gluten tepung terigu merek cakra kembar, kunci biru dan segitiga biru.
II. Tinjauan Pustaka
Tepung terigu
Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal
dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi
dan roti. Kata terigu dalam Bahasa Indonesia diserap dari bahasa
Portugis trigo yang berarti gandum.Tepung terigu mengandung banyak
zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung
terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan
dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%,
protein 8-13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-
0,6% dan 13-15,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya
dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan
glutelin (glutenin) yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten
(Kent Jones dan Amas, 1967)
Tepung terigu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi.
Kandungan nutrisi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.3.1 Kandungan nutrisi tepung terigu
Kandungan nutrisi tepung terigu
14
Lemak(%) : 2,09
Serat kasar(%) : 1,92
Abu(%) : 1,83
Protein(%) : 14,45
Pati(%) : 78,74Sumber : (Suarni dan Patong, 1999)
Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung
terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam
Desrosier (1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam
perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau
adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan
membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Karakteristik tepung
terigu ini, yang memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak
dijumpai dalam butir serealia lain.
Tepung terigu dibedakan atas kandungan proteinnya. Jenis-
jenis tepung terigu berdasar kandungan proteinnya antara lain:
1) Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang
mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan
sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat.
2) Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung
terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%,
digunakan sebagai bahan pembuat kue cake.
3) Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein
sekitar 6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang
renyah, seperti biskuit atau kulit (Kent Jones dan Amas, 1967).
Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh moisture (kadar
air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti
water absorption, development time, stability, seperti yang dijelaskan di
bawah ini:
Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung terigu yang
mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standar
15
maksimum maka memungkinkan terjadinya penurunan daya simpan
tepung terigu karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek.
Ash adalah kadar abu yang ada pada tepung terigu yang
mempengaruhi proses dan hasil akhir produk antara lain: warna produk
(warna crumb pada roti, warna mie) dan tingkat kestabilan adonan.
Semakin tinggi kadar Ash semakin buruk kualitas tepung dan sebaliknya
semakin rendah kadar Ash semakin baik kualitas tepung. Hal ini tidak
berhubungan dengan jumlah dan kualitas protein.
Kemampuan tepung terigu menyerap air disebut Water
Absorption. Kemampuan daya serap air tepung terigu berkurang bila
kadar air dalam tepung (Moisture) terlalu tinggi atau tempat
penyimpanan yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari
produk yang akan dihasilkan, dalam pembuatan roti umumnya
diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie
dan biskuit.
Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan develop
(kalis) disebut Developing Time. Bila waktu pengadukan kurang disebut
under mixing yang berakibat volume tidak maksimal, serat/remah roti
kasar, roti terlalu kenyal, aroma roti asam, roti cepat keras, permukaan
kulit roti pecah dan tebal. Sedangkan bila kelebihan pengadukan disebut
Over Mixing yang berakibat volume roti melebar/datar, roti kurang
mengembang, serat/remah roti kasar, warna kulit roti pucat, permukaan
roti mengecil, permukaan kulit roti banyak gelembung dan roti tidak
kenyal.
Terakhir adalah Stability yaitu kemampuan tepung terigu
untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna meskipun telah
melewati waktu develop (kalis). Stabilitas tepung pada adonan
dipengaruhi beberapa hal antara lain jumlah protein, kualitas protein dan
zat additive/tambahan (anonim, 2008).
Gluten
16
Tepung terigu memiliki kelebihan dibandingkan dengan
tepung serelia yang lainnya. Kelebihan terigu dibanding dengan tepung
serealia lainnya adalah sifat fisikokimianya, terutama kemampuan
protein dalam membentuk gluten. Sifat ini kurang dimiliki oleh tepung
serealia lainnya, apalagi komoditas non serealia
(Winarno dan Pudjaatmaka, 1989).
Keistimewaan gluten terigu adalah memiliki kandungan
protein penyusun yang seimbang, yaitu glutenin dan gliadin. Bila
ditambah air, gluten akan membentuk sifat elastisitas yang tinggi. Sifat
ini sangat dibutuhkan dalam pembuatan mi dan roti (Ahza, 1998).
Secara terperinci kandungan gluten serta sifat tepung terigu yang lain
dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 1.3.2 Kandungan gluten dalam tepung terigu
Kadar nutrisi gluten dalam tepung teriguGluten (%) : 11,45
Nilai pengendapan (mm) : 27,70
Aktivitas diastatik (mg maltosa/10g tepung) : 403
Amilosa (%) : 26,02
Konsistensi gel (mm) : 42,52 (sedang)
Sumber: (Suarni dan Zakir, 2000)
Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari
protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan juga
tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia, terutama gandum,
gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi
kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total
protein dalam tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin.
Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat
kedap udara (Anonim a, 2007).
Banyak atau sedikitnya gluten yang didapat, tergantung dari
berapa banyak kandungan protein tepung yang kita gunakan. Semakin
tinggi kandungan proteinnya, maka semakin banyak jumlah gluten yang
didapat. Dan sebaliknya. Karena itu, produk makanan yang memerlukan
17
Ditimbang tepung terigu sebanyak 10 gram
Ditambah larutan NaCl 1% sebanyak 5 ml
Diuleni sampai terbentuk adonan yang elastis
Adanon dibentuk bola
Direndam air selama 1 menit
Dicuci dengan air mengalir sampai air cuciannya bersih
Ditimbang sisa adonan sebagai gluten basah
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC untuk memperoleh gluten kering
gluten, sebaiknya menggunakan tepung terigu yang kandungan
proteinnya tinggi.
Jumlah gluten yang dihasilkan juga, sangat tergantung pada
jumlah energi (atau lamanya pengadukan) yang diberikan. Perlu
diketahui, bahwa gluten bisa rusak. Penyebabnya adalah bila:
1) Jumlah kadar abu pada terigu (ash contain) terlalu tinggi.
2) Waktu aduk adonan kurang.
3) Waktu aduk adonan berlebih.
Gluten akan lunak dan lembut bila:
1) Diberikan gula.
2) Diberikan lemak.
3) Diberikan asam misal padaproses fermentasi (Rustandi,
2005).
III. Metode
a) Alat dan Bahan
Tepung terigu “Kunci Biru”
Tepung terigu “Cakra Kembar”
Tepung terigu “Segitiga Biru”
Mangkuk
Oven
Stop watch
b) Cara Kerja
18
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.3.3. Hasil uji gluten tepung terigu
No. Sampel g berat basah mg berat kering1. Tepung terigu “Cakra Kembar” 4,7 1,18
3,3 1,42. Tepung Terigu “Kunci Biru” 2,7 0,9
2,2 0,83. Tepung terigu “Segitiga Biru” 3,3 1,4
2,9 1,3Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum uji gluten tepung terigu digunakan 3 jenis merk
pasar, yakni tepung terigu dengan merk yang berbeda yaitu tepung terigu
Tepung terigu “Cakra Kembar”, Tepung terigu “Kunci Biru”, Tepung terigu
dan “Segitiga Biru”.
19
Secara umum berdasarkan kadar gluten atau proteinnya ada 3 jenis
tepung terigu yaitu protein tinggi (Bread Flour, High Grade Flour), Protein
sedang (All Purpose Flour, Cake flour), Protein Rendah (Low Protein
Flour, Pastry Flour). Kadar protein ini menentukan elastisitas dan tekstur
sehingga penggunaannya disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi adonan
yang akan dibuat.
Gluten sering didefinisikan sebagai protein yang tidak larut dalam
air yang hanya terdapat pada tepung terigu. Gluten mempunyai peran yang
penting sehubungan fungsi terigu sebagai bahan pembuatan roti. Adonan
roti memiliki sifat yang liat/elastis dan licin permukaannya. Gluten
merupakan komponen tepung terigu yang membentuk sifat tersebut.
Menurut data hasil pengamatan yang telah didapatkan pada tepung
terigu “Cakra Kembar”, berat gluten basah adalah 4,7 gram dan 3,3 gram;
sedangkan berat gluten basah pada tepung terigu “Kunci Biru” adalah 2,7
gram dan 2,2 gram; dan tepung terigu “Segitiga Biru”adalah 3,3 gram dan
2,9 gram. Setelah proses pengovenan pada suhu 100°C berat kering yang
didapatkan pada tepung terigu “Cakra Kembar” adalah 1,8 gram dan 1,4
gram; sedangkan berat gluten kering pada tepung terigu “Kunci Biru”
adalah 0,9 gram dan 0,8 gram; dan tepung terigu “Segitiga Biru”
mempunyai berat kering gluten sebesar 1,4 gram dan 1,3 gram. Dari hasil
tersebut kandungan gluten paling tinggi adalah pada tepung terigu “Cakra
Kembar”, dan yang paling rendah kandungan glutennya adalah tepung
terigu “Kunci Biru”.
Secara keseluruhan barat gluten kering lebih rendah dibandingkan
gluten basah. Hal ini disebabkan pada gluten kering terjadi penguapan air
pada saat pengovenan. Berat yang hilang dari gluten basah diasumsikan
sebagai air yang menguap pada saat pengovenan.
Jumlah gluten yang dihasilkan selain karena perbedaan jenis terigu
berdasar kandungan protein, juga sangat tergantung pada jumlah energi
(atau lamanya pengadukan) yang diberikan. Perbedaan jumlah gluten pada
hasil praktikum terjadi karena perbedaan energi atau lamanya pengadukan
20
yang diberikan pada adonan oleh masing-masing kelompok. Gluten juga
bisa rusak, penyebabnya antara lain:
1) Jumlah kadar abu pada terigu (ash contain) terlalu tinggi.
2) Waktu aduk adonan kurang.
3) Waktu aduk adonan berlebih. (Rustandi, 2005).
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:
a) Kandungan gluten paling tinggi adalah pada
tepung terigu “Cakra Kembar”, dan yang paling rendah kandungan
glutennya adalah tepung terigu “Kunci Biru”.
b) Secara keseluruhan barat gluten kering lebih
rendah dibandingkan gluten basah.
c) Faktor yang mungkin mempengaruhi
kerusakan gluten antara lain adalah kadar abu pada terigu yang terlalu
tinggi serta waktu pengadukan adonan yang kurang ataupun berlebih.
d) Faktor yang mempengaruhi jumlah gluten
yang dihasilkan adalah jumlah protein pada tepung dan juga lama
pengadukan adonan.
D. Uji Bleaching pada Tepung Terigu
I. Tujuan
Tujuan dari acara Uji “Bleaching” pada Tepung Terigu ini adalah
untuk mengetahui apakah tepung terigu sudah dibleaching terlebih dahulu
atau belum.
II. Tinjauan Pustaka
Tepung terigu yang baru berwarna kekuningan dan bersifat kurang
elastis. Bila dijadikan adonan roti, tidak dapat mengembang dengan baik.
Untuk memperoleh terigu dengan mutu baik, terigu dibiarkan selama lebih
kurang enam minggu. Selama masa pemeraman tersebut, bahan-bahan yang
menyebabkan sifat lekat dan juga pigmen karotenoid akan teroksidasi
sehingga akan diperoleh tepung terigu yang berwarna putih dan dengan
21
daya kembang yang baik. Namun proses pemeraman ini sangat tidak
praktis, sehingga untuk mempercepat proses tersebut biasanya ditambahkan
zat pemucat. Zat pemucat ini bersifat oksiadator. Ikatan rangkap dalam
karotenoid, yaitu xantofil akan dioksidasi. Degradasi pigmen karotenoid
akan menghasilkan senyawa yang tidak berwarna (Winarno, F. G, 2002 ).
Menurut Buckle et al, (1985) tepung gandum biasanya berwarna
krem, karena adanya zat warna xantofil. Warna tepung akan memutih
selama penyimpanan, tetapi ini merupakan proses yang lambat. Karena
konsumen lebih menyukai tepung yang berwarna putih, maka digunakan
bahan pemutih tepung. Bahan pemutih tepung yang paling sering digunakan
adalah Benzil Peroksida.
Semua tepung dapat disediakan sebagai tepung yang dipucatkan atau
tidak dipucatkan. Bila tepung gandum lunak ingn dipucatkan, pada
umumnya dilakukan dengan klor yang memiliki pengaruh pengerasan
terhadap gluten yang terbatas; besarnya pengaruh pengerasan berbanding
langsung dengan jumlah klor yang digunakan. Sebagai pedoman tepung
yang dipucatkan dengan klor tidak dianjurkan untuk memproduksi kue
keringan, kecuali hanya digunakan untuk jenis kue keringan lunak, dimana
jumlah yang relatif besar dari bahan yang mengempukkan dan menahan air
digunakan, seperti misalnya gula, sortening dan kuning telur (Desrosier,
Norman W., 1988).
III. Metode
a) Alat dan Bahan
Tepung terigu ” Cakra Kembar”
Tepung terigu ” Kunci Biru”
Tepung terigu ” Segitiga Biru”
Petroleum ether
Beaker glass
Pipet volume dan neraca analitik
b) Cara Kerja
22
Larutkan 1,4 gram tepung terigu dalam 5 ml petroleum ether
Biarkan mengendap
Diamati
Tepung terigu dibleaching tidak menimbulkan warna pada larutan
supernatannya
Tepung terigu tidak dibleaching menimbulkan warna pada larutan
supernatannya
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.4.1. Data hasil uji bleaching pada tepung teriguJenis Tepung Terigu Kelompok Warna Cairan Supernatan
Cakra Kembar1
Sedikit keruh4
Kunci Biru2
Putih5
Segitiga Biru3
Kuning6
Sumber : Laporan SementaraPada percobaan Uji ”Uji Bleaching” pada Tepung Terigu ini
digunaka tepung terigu dengan merk yang berbeda-beda yaitu cakra kembar,
kunci biru dan segitiga biru dengan tujuan untuk mengetahui apakah pada
masing-masing tepung terigu tersebut dilakukan bleaching atau tidak.
Menurut Buckle (1985) tepung terigu biasanya berwarna krem. Namur
karena konsumen kurang menyukainya, sehingga untuk memperoleh tepung
terigu yang berwarna putih maka dilakukan bleaching. Proses bleaching ini
berhubungan dengan oksidasi karoten yaitu pigmen yang terdapat pada
tepung terigu. Tepung terigu yang dibleaching tidak menghasilkan warna
pada cairan supernatannya. Sebelumnya tepung terigu tersebut ditambahkan
petroleum ether dan diendapkan. Penambahan petroleum ether pada
23
percobaan ini dimaksudkan untuk melarutkan pigmen yang terdapat pada
tepung terigu yaitu karoten.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa pada tepung terigu Cakra Kembar menghasilkan cairan supernatan
yang sedikit keruh dan ada warna kuning pada endapannya. Ini
menunjukkan bahwa tepung terigu Cakra Kembar tersebut tidak dibleaching
karena masih terdapat karoten yang ditunjukkan dengan adanya warna
kuning. Pada tepung terigu Kunci Biru dihasilkan cairan supernatan yang
berwarna putih. Ini berarti tepung terigu Kunci Biru sudah dibleaching atau
dipucatkan karena betakaroten yang merupakan zat warna alami yang
terdapat pada tepung terigu sudah dioksidasi atau sudah hilang. Sedangkan
Sehingga dapat diketahui bahwa pada tepung terigu Segitiga Biru belum
terjadi proses bleaching, masih terdapat karoten pada tepung tersebut.
V. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan Uji “Bleaching” pada Tepung Terigu ini
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tepung terigu yang dibleaching biasanya warnanya
lebih putih.
2. Tepung terigu yang dibleaching tidak menimbulkan
warna pada larutan supernatannya.
3. Tepung terigu yang tidak dibleaching menimbulkan
warna pada larutan supernatannya.
4. Tepung terigu Cakra Kembar tidak dibleaching
karena masih terdapat karoten yang ditunjukkan dengan adanya warna
kuning pada cairan supernatannya.
5. Tepung terigu Kunci Biru sudah dibleaching atau
dipucatkan karena betakaroten yang merupakan zat warna alami yang
terdapat pada tepung terigu sudah dioksidasi atau sudah hilang.
6. Pada tepung terigu Segitiga Biru diperoleh cairan
supernatan berwarna kuning, berarti tepung ini belum dibleaching.
24
E. Swelling Power Beras
I. Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
sweeling power dari beras mentik, beras C4 dan beras jatah.
II. Tinjauan Pustaka
Peranan perbandingan amilosa dan amilopektin terlihat pada
serealia, contohnya pada beras. Semakin kecil kandungan amilosa atau
semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin lekat nasi tersebut. Beras
ketan praktis tidak ada amilosanya (1-2%), sedang beras yang mengandung
amilosa lebih besar dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras(nasi) dapat dibagi menjadi empat
golongan: (1) beras dengan kadar amilosa tinggi 25-35%; (2). beras dengan
kadar amilosa menengah 20-25%; (3). Beras dengan kadar amilosa rendah
(9-20%) dan beras dengan kadar amilosa sangat rendah(<9%)
(Winarno,2002).
Sifat tanak beras meliputi nilai pengembangan volume beras setelah
menjadi nasi dan waktu penanakan. Sifat tanak (cooking quality) ini
ditentukan oleh beberapa faktor dalam dan faktor luar. Sedangkan nilai
pengembangan volume beras tergantung pada kandungan amilosa beras itu
sendiri. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan volume
akan semakin tinggi. Hal itu karena dengan kdar amilosa yang tinggi maka
akan menyerap air lebih bnyak sehingga pengembangan volume juga
semakin besar (Makfoeld,1982).
III. Metode
a) Alat
Baskom kecil, Rice cooker, timbangan
b) Bahan
Beras C4, Beras jatah dan beras mentik.
25
c) Cara Kerja
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.5.1 Sweeling power beras
No. Jenis Beras Kelompok Berat sebelumdimasak
Berat setelahdimasak
Sweelingpower
1. Beras Mentik
1 100 425 4,254 100 425 4,25
2. Beras C4 2 100 305 3,055 100 305 3,05
3. Beras Jatah 3 100 400 4,006 100 400 4,00
Sumber: Laporan Sementara
Sweeling power beras merupakan indiksi mutu dari beras tersebut.
Sweeling power didefinisikan sebagai rasio berat beras setelah pemasakan
dengan berat beras sebelum dimasak. Semakin besar sweeling power berarti
semakin banyak ir yang diserap selama pemasakn, artinya beras semakin
pulen. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kandungan amilosa dan
amilopektin yang terkandung dalam beras.
Nilai pengembangan volume beras tergantung pada kandungan
amilosa beras itu sendiri. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai
pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal itu karena dengan kdar
amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih bnyak sehingga
pengembangan volume juga semakin besar (Makfoeld,1982).
26
Beras sebanyak 100 gram ditimbang kemudian dicuci
sebanyak 3 kali
Ditanak dalam rice cooker sampai matang menjadi nasi
Timbang berat nasi seluruhnya dan dibandingkan dengan berat
sebelum dimasak
Dalam pengujian sweeling power beras dilakukan dengan
membandingkan berat beras sebelum dan sesudah dimasak. Beras yang
digunakan yaitu beras C4, beras mentik dan beras jatah. Dari hasil pengujian
diperoleh data bahwa sweeling power yang paling tinggi pada beras Mentik
yaitu 4,25.Dengan berat awal 100 gram dan bert akhir 425 gram. Sehingga
dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa beras mentik
mempunyi mutu yang paling bagus dibandingkan dengan beras C4 dan
beras jatah.
V. Kesimpulan
1. Beras mentik mempunyi mutu yang
paling bagus dibandingkan dengan beras C4 dan beras jatah.
2. Beras mentik memiliki berat beras
yang paling tinggi setelah pemasakan 425 gram, sedangkan beras C4
memiliki berat beras yang paling rendah setelah pemasakan 305 gram
27
DAFTAR PUSTAKA
Kadar Amilosa Serealia
Anonima. 2008. Tepung.www.wikipedia.org (diakses pada tanggal 5 Desember 2008).
Anonimb. 2008. Tepung beras.www.irvankrta.blogspot.com.(diakses pada tanggal 5 Desember 2008).
Anonimc. 2008. Mengenal berbagai macam tepung. www.kamusdapurku.blogspot.com (diakses pada tanggal 5 desember 2008).
Anonimd. 2008. Tepung Terigu. www.wikibooks.org (diakses pada tanggal 5 Desember 2008).
Anonime. 2008. Gluten. www.wikipedia.org (diakses pada tanggal 5 desember 2008).
Desrosier W Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Koswara, Sutrisno. 2006. Lebih Akrab Dengan Kue Basah. http://www.ebookpangan.com/.pdf. Diakses 12 Januari 2008. Pukul 09.00 WIB.
Setyowati, V.A: Hastuti; dan Supriyadi. 2006. Pembuatan Bawang Merah Goreng: Penggunaan Kalsium Klorida dan Tepung Jagung serta Perkiraan Umur Simpannya. Jurnal Agrosains Vol. 19(3) hal 295-308.
Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan Komposisi Asam Amino Tepung Sorgum Terhadap Roti Tawar Hasil Substitusi Terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10-11 Oktober 1999.hlm 287-292.
Thomas, D.J dan Atwell, W.A., 1999. Starches. American Association of Cereal Chemists, Inc., Minnesota.
Daya Serap Air Tepung Terigu
Anonim. 2007. Pilih-Pilih Tepung. http://www.banjar masinpost.co.id. // content/ view/3962/232/. Diakses pada tanggal 15 Januari 2008.
Anonim. 2006. Teknologi Mie Instan. http://www.ebookpangan.com /ARTIKEL/TEKNOLOGI%20MIE%20INSTAN.pdf. Diakses pada tanggal 15 Januari 2008.
Astawan, Made. 2004. Kandungan Serat dan Gizi pada Roti Ungguli Mi dan Nasi. http://www.gizi.net/ cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid10875 32236,16801. Diakses pada tanggal 15 Januari 2008.
28
Desrosier W Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames,1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press Inc., London
Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan Komposisi Asam Amino Tepung Sorgum Terhadap Roti Tawar Hasil Substitusi Terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10-11 Oktober 1999.hlm 287-292.
Sudarmanto. 1999. Kimia Hasil Pertanian. UGM. Press. Yogyakarta
Winarno, F.G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Uji Gluten Tepung Terigu
Ahza, A.B. 1998. Aspek Pengetahuan Material Dan Diversifikasi Produk Sorgum Sebagai Substitutor Terigu/Pangan Alternative. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu PT. ISM Bogasari Flour Mills. Jakarta.
Anonim a. 2007. http://id.wikibooks.org/wiki/Resep:Tepung_teriguorengan. Diakses 12 Januari 2008. Pukul 09.15 WIB
Anonim b. 2008. Referensi Terigu. http://www.bogasariflour.com/english/v_ref_ flour.htm. diakses pada tanggal 4 Desember 2008.
Desrosier W Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames,1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press Inc., London
Rustandi, Deddy.2005. Mendapatkan Gluten Secara Maksimal. http://www. wacanamitra. com/wm5117/tips.htm.diakses pada tanggal 4 desember 2008
Suarni dan m Zakir. 2000. Studi Sifat Fisikokimia Tepung Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu. Jurnal Penelitian Pertanian 20(2): 58-62.
Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan Komposisi Asam Amino Tepung Sorgum Terhadap Roti Tawar Hasil Substitusi Terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10-11 Oktober 1999.hlm 287-292.
Winarno, F.G dan AH Pudjaatmaka. 1989. Gluten dalam Ensiklopedia Nasional Indinesia. Jilid 6. PT Cipta Adi Pustaka. Jakarta. Hlm 184.
Uji Bleaching pada Tepung Terigu
29
Bucle, K. A, et al. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Swelling Power Beras
Makfoeld, Djarir. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
30
ACARA 2KADAR ASAM FITAT KORO BENGUK
I. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara dua ini adalah menentukan kadar asam fitat
koro benguk secara kualitatif dengan berbagai variasi perlakuan (koro benguk
segar, direndam 3 hari, direndam + soda kue selama 3 hari, direbus, dikukus,
dan dibuat tempe koro).
II. Tinjauan Pustaka
Koro benguk (Mucuna pruriens) merupakan jenis koro-koroan yang bila
dibandingkan dengan kedelai, kadar protein dan lemak kara benguk lebih
rendah, sedangkan kadar karbohidratnya lebih tinggi, bahkan dua kali
kandungan karbohidrat kedelai. Pembudidayaan yang mudah dapat menjadikan
koro benguk sebagai alternatif sumber protein (Anonim-a, 1981).
Meskipun demikian, kara benguk memiliki kelemahan, yaitu tingginya
kadar asam fitat yang dapat berikatan dengan logam dan protein membentuk
kompleks senyawa tidak larut sehingga menyebabkan turunnya ketersediaan
mineral dan protein bagi tubuh dengan demikian akan menurunkan nilai gizi
produk pangan yang bersangkutan. HCN dalam kara benguk mentah juga sangat
tinggi sehingga dapat menyebabkan keracunan bahkan sampai kematian (dosis
0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan)(Winarno, 2002).
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok Cyano
C≡N, dengan atom karbon terikat–tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat
ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah
padat atau cair. Beberapa seperti garam, beberapa kovalen. Beberapa molelular,
beberapa ionic dan banyak juga polimerik. Sianida yang dapat melepas ion
cyanide CN- sangat beracun (Anonim-b, 2006).
Asam sianida (HCN) secara alami terdapat pada umbi-umbian,
diantaranya gadung, singkong, talas dan bengkuang. HCN dihasilkan jika
produk dihancurkan, dikunyah, diiris atau diolah. Jika dicerna, HCN sangat
cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan terikat
31
bersama oksigen. Bahaya HCN terutama pada system pernafasan, dimana
oksigen dalam darah terikat oleh senyawa HCN dan terganggunya system
pernafasan (sulit bernafas). Tergantung jumlah yang dikonsumsi, HCN dapat
menyebabkan kematian jika pada dosis 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan
(Winarno, 2002).
Asam fitat merupakan senyawa anti gizi yang terdapat pada kacang-
kacangan. Pada proses fermentasi kandungan asam fitat dapat dikurangi hingga
1/3 nya. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi jamur Rhizopus
oligosporus akan menghasilkan enzim phitase yang akan memecah asam fitat
(inosinol hexaphosphat) menjadi inosinol dan phosphate organic. Sebagian
phosphate organik tersebut digunakan untuk pertumbuhan jamur itu sendiri
(Sudarmadji, 1975). Asam fitat mempunyai nama kimia myo inositol
1,2,3,4,5,6- heksakis (dihidrogen fosfat) (Oberleas,1973).
Penamaan dan penggolongan asam fitat, fitase didefinisikan oleh enzim
yang mengkatalisis hidrolisis asam fitat menjadi inositol bebas dan 6 anion P
anorganik (Pa), ada 2 fitase yang dikenal : 3-fitase atau myo-inositol
heksakifosfat 3-fosfohidrolase (EC 3.1.3.8), yang mengkatalisis defosforilasi
fitat mulai posisi 1;6-Fitase yang menghidrolisis fitat mulai posisi 6. Kedua
enzim mengkatalisis defosforilasi asam fitat dengan sempurna menjadi myo-
inositol dan Pa (Nayini&Markakis,1984).
Brown dkk (1961) mengadakan penelitian untuk mengetahui struktur asam fitat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asam fitat mempunyai 18
ion H 2 sesuai dengan pendapat Neuberg ; 12 ion H 2 dapat dibebaskan pada
akhir titrasi, sedangkan 6 ion H 2 bersifat asam lemah dan sukar bereaksi dalam air.
III. Metode
a) Alat
Timbangan
Tabung reaksi
Pipet
Penangas air
32
Sentrifuse
Spektrofotometer
b) Bahan
Koro benguk segar Tempe koro bengukKoro benguk direndam air 3 hari Larutan HNO3 0,5 MKoro benguk direndam air + soda kue 3 hari Larutan FeCl3
Koro benguk dikukus Amil alkoholKoro benguk direbus Amonium tiosianat
c) Cara Kerja
IV. Hasil dan Pembahasan
33
Suspensikan dalam 50 ml larutan HNO3, diaduk 3 jam, dan disaring.
0,5 ml filtrate sample + 0,9 ml larutan HNO3 0,5 M dan 1 ml larutan
FeCl3.
Direndam dalam penangas air 100 0C selama 20 menit
Didinginkan, kemudian ditambah 5 ml amil alkohol dan 1 ml larutan amonium thiosianat
Disentrifuse pada 1000 rpm selama 2-3 menit
Diamkan 12-13 menit
Lapisan amil alcohol diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 465 nm dengan blanko amil alkohol. Semakin besar absorbansinya berarti semakin kecil kandungan
asam fitatnya
5 gram koro benguk dengan berbagai perlakuan
Tabel 2.1. Hasil analisis kadar sianida
Kelompok Sampel Absorbansi1 Koro benguk segar 0,014
2 Koro benguk direndam air 3 hari 0,0323 Koro benguk direndam air + soda kue 3 hari 0,0564 Koro benguk dikukus 0,0095 Koro benguk direbus 0,0346 Tempe koro benguk 0,020
Sumber : Laporan Sementara
Pembahasan :
Pada penentuan kadar asam fitat, mula-mula sampel disuspensikan ke
dalam larutan HNO3 dan diaduk selama 3 jam kemudian disaring dan diambil
filtratnya. Filtrate inilah yang akan digunakan untuk penentuan kadar asam fitat.
Larutan HNO3 berfungsi sebagai pelarut yang dapat melarutkan asam fitat pada
bahan. Sedangkan pengadukan selama 3 jam berfungsi untuk mengoptimalkan
proses keluarnya asam fitat dari bahan. Dengan adanya pengadukan, HNO3 dan
koro benguk akan tercampur lebih merata, selain itu adanya pengadukan dapat
menyebabkan koro benguk menjadi pecah, sehingga luas permukaan kontak
dengan HNO3 menjadi lebih besar.
Filtrat yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan direaksikan dengan larutan FeCl3 dan HNO3 0,5 M. asam fitat yang keluar
dari bahan akan berikatan dengan Fe membentuk Fe-fitat. Tabung reaksi
kemudian direndam dalam penangas air 100oC selama 20 menit setelah dingin
ditambahkan amil alkohol dan amonium tiosianat. Fe sisa akan bereaksi dengan
amonium tiosianat dan amil alkohol yang berwarna merah. Selanjutnya, sampel
disentrifuse selama 2-3 menit kemudian didiamkan selama 12-13 menit dan
ditera absorbansinya dengan panjang gelombang 465 nm.
Dari praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa
absorbansi terbesar terdapat pada koro benguk rendam air + soda kue 3 hari
(0,056), kemudian koro benguk direbus (0,034), koro benguk rendam 3 hari,
tempe koro benguk (0,020), koro benguk segar (0,014), koro benguk dikukus
(0,009). Semakin besar absorbansinya berarti semakin kecil kandungan asam
fitatnya
34
Kandungan asam fitat yang tinggi maka akan semakin banyak yang
bereaksi dengan FeCl membentuk Fe-fitat sehingga Fe sisa semakin kecil.
Dengan demikian Fe-sisa yang bereaksi dengan amil alcohol juga semakin
sedikit dan diperoleh intensitas warna yang semakin pudar, sehingga pada
waktu ditera absorbansinya maka akan menunjukkan angka yang kecil.
Setiap tahapan pengolahan memberikan efek yang berbeda terhadap
kandungan asam fitat. Koro benguk segar seharusnya mengandung asam fitat
yang paling tinggi karena belum mengalami perlakuan apapun yang
menyebabkan turunnya kadar asam fitat akan tetapi pada praktikum terjadi
sedikit penyimpangan. Kadar asam fitat koro benguk kukus memberikan nilai
absorbansi paling rendah (0,009) yang mengindikasikan bahwa kandungan
asam fitatnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan koro benguk segar yang
memberikan nilai absorbansi (0,014).
Hal tersebut diatas mungkin disebabkan karena efek pemanasan dalam
hal ini pengukusan kurang memberikan dampak yang nyata bagi penurunan
kadar asam fitat hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1998) dalam
Anonim-c (2007) menyebutkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap
pemanasan selama pengolahan.
Perlakuan direbus, direndam air 3 hari, direndam air + soda kue 3 hari
dan perlakuan fermentasi (dalam hal ini pembuatan tempe) cukup memberikan
efek dalam penurunan kadar asam fitat, dan yang paling efektif adalah
perlakuan dirandam air + soda kue 3 hari karena nilai absorbansinya paling
tinggi (0,056) yang mengindikasikan kadar asam fitat paling kecil.
Pada proses pembuatan tempe benguk seluruh tahapan prosesnya,
yaitu perendaman sampai fermentasi dapat menurunkan kadar asam fitat dengan
total penurunan mencapai 53%. Senyawa phytate atau phytin merupakan
inositol hexaphosphoriric acid yang mengikat kalsium, magnesium dan terdapat
hampir pada semua jenis kacang-kacangan. Senyawa ini menyebabkan
penurunan ketersediaan mineral karena dapat membentuk kompleks dengan
kalsium dan magnesium dapat mengurangi nilai gizi protein dan sifat fungsional
35
protein melalui mekanisme pengikatan kalsium dan magnesium (Sutardi dkk,
1993).
Pada fermentasi tempe kara benguk digunakan ragi dan terlibat pula
berbagai jenis mikrobia yang dapat menghasilkan enzim fitase sehingga
pemecahan fitat berlangsung sangat cepat. Keberadaan mikroorganisme pada
ragi mempunyai peranan penting khususnya dalam membantu menurunkan
asam fitat. Semakin lama waktu fermentasi, miselium jamur semakin tebal
karena pertumbuhan ragi yang semakin meningkat. Dengan pertumbuhan ragi
dan semakin tebalnya miselium jamur maka enzim fitase yang diproduksi
semakin meningkat dengan ditunjukkan semakin menurunnya kadar asam fitat.
Sudarmadji dan Markakis, (1975); Sutardi (1988) menyatakan bahwa
Rhizopus oligosporus merupakan salah satu jenis jamur yang dapat
menghasilkan fitase yang dapat menghidrolisis asam fitat. Sebenarnya dalam
kacang-kacangan dan serealia terdapat enzim fitase dalam jumlah yang sangat
sedikit dan dalam kondisi terinhibisi oleh substrat (asam fitat sendiri)
(Widowati, 2008). Sehingga diperlukan enzim fitase secara ekstraseluler yang
dapat dilakukan melalui proses fermentasi.
V. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikun ini adalah:
a) Kadar asam fitat paling rendah terdapat pada koro benguk
dengan perlakuan perendaman + soda kue selama 3 hari, dengan
ditunjukkan nilai absorbansinya paling tinggi yaitu 0,056.
b) Kadar asam fitat terendah dalam praktikum ini terdapat dalam
sampel koro benguk dikukus dengan nilai absorbansi 0,009.
c) Semakin tinggi absorbansinya maka kadar asam fitatnya
semakin rendah begitupun sebaliknya semakin kecil absorbansi maka kadar
asam fitat semakin tinggi.
d) Kadar asam fitat tertinggi menuju ke yang paling rendah
berturut-turut adalah koro benguk dikukus (Absorbansi 0,009), koro benguk
segar (Absorbansi 0,014), koro benguk dibuat tempe (Absorbansi 0,020),
36
koro benguk direndam 3 hari (Absorbansi 0,032), koro benguk direbus
(Absorbansi 0,034), dan koro benguk rendam + soda kue selama 3 hari.
e) Perlakuan perendaman, perendaman + soda, perebusan dan
perlakuan pembuatan tempe dapat menurunkan kadar asam fitat pada
sample koro benguk.
f) Dari praktikum diketahui bahwa perlakuan rendam + soda kue
selama 3 hari merupakan perlakuan yang paling efektif untuk menurunkan
kadar asam fitat.
37
DAFTAR PUSTAKA
Anonim-a, 1981. Daftar Kompoisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bharata. Jakarta
Anonim–b. 2006. Sianida. www.wikipedia.org/wiki/sianida
Anonim-c. 2007. Produsen Tahu Tempe Protes Kenaikan Harga Kedelai. http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/01/12/brk,20080112-115302,id.html. Diakses 12 Januari 2008 Jam 21.07 WIB
Brown, E. C, M. L. Heit and D E Ryan, 1961. Phytic Acid : An Analitical Invertigation
Nayini, N and P Markakis, 1984. The Pytase Of Yeast Lebensm. Wiss. U. Technol. 17 : 24 – 26.
Oberleas, D.,1973. Phytase In : Toxicant occuring Naturally in Food. National Academic of science, Washington D.C.
Sudarmadji, 1975. Certain Chemical and Nutritional Aspect of Soybean tempeh.
Michigan State University
Sutardi, 1988. Phytase Activity During Tempe Production. Thesis Submitted for The degree of Doctor Of Phylosophy. Dept of Food Science and Technology. The university Of New South Wales.
Sutardi, Tranggono dan Hartuti. 1993. Aktivitas Fitase pada Tahap-tahap pembuatan Tempe Kara Benguk, Kara Putih dan Gude Menggunakan Inokulum Rhizopus Oligosporus NRRL 2710. Agritech Vol 13 (3):1-5.
Widowati, Sri. 2008. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin Agrobio 4(1) Hal 33-38. Balai Penelitian dan Bioteknologi Tanaman Bogor. Bogor.
Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
38
ACARA 3PEMBUATAN MIE BASAH
I. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Pembuatan Mie Basah ini adalah :
1. Memahami dan mampu membuat mie basah
2. Mengetahui pengaruh variasi penggunaan tepung
terigu dan bahan pengenyal terhadap sifat fisik mie basah.
II. Tinjauan Pustaka
Bahan baku
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung
terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling.
Keistimewaan terigu di antara serealia lainnya adalah kemampuannya
membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten
pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada
proses pencetakan dan pemasakan (Astawan, 1999).
Pada dasarnya tepung terigu mengandung protein yang merupakan
zat gizi yang paling penting. Dalam sel protein terdapat protein struktural
dan metabolik. Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel
dan tidak dapat diekstraksi sehingga menyebabkan disintegrasi sel tersebut.
Protein metabolik dapat diekstraksi tanpa merusak integrasi struktur sel itu
sendiri. Dalam molekul protein mengandung unsur C, H, O dan N
(Nurmala, 1980).
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-
13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-
15,5%. Diantara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas
mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang
digolongkan sebagai protein pembentuk gluten (Kent dan Ames, 1967).
Penambahan STPP (Sodium Try PolyPhospat) berfungsi untuk
meningkatkan elastisitas mie. BTM ini bersifat emulsifier sekaligus sebagai
pemantap. STPP ini ditambahkan dalam adonan mie sebagai bahan pengikat
air, agar air dalam adonan tidak mengalami kekeringan dipermukaan,
39
sebelum proses pembentukan lembaran adonan mie dalam pembuatan mie
penambahan sodium carbonat berfungsi untuk meningkatkan kehalusan
tekstur mie, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta
meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1999).
Air yang ditambahkan dalam pembuatan mie berfungsi sebagai
media reaksi pada tepung terigu, yang akan membentuk sifat kenyal pada
gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, makin tinggi
pH pada air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah (Astawan
1999).
Zat warna kuning sengaja ditambahkan dalam pembuatan mie yang
digunakan untuk memperbaiki mutu dan penampilan mie yang sesuai
dengan minat warna mie pada umumnya. Zat warna yang digunakan dalam
pembuatan mie biasanya menggunakan tartazine CI 19140. Tartazine CI
19140 merupakan pewarna makanan yang berbentuk tepung dengan warna
kuning jingga yang digunakan sebagai pewarna sintetik pada proses
pembuatan mie. Tartazine CI 19140 mudah larut dalam air dengan larutan
yang dihasilkan adalah warna kuning keemasan (Winarno, 1984).
Mie
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di
Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut cerita legenda,
mie pertama kali dibuat dan diproduksi di daratan Cina kira-kira 2000 tahun
yang lalu di bawah kekuasaan dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang dan
menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan, Indochina, dan Asia Tenggara, bahkan
meluas ke seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan daratan Eropa
(Anonim,2007).
Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang
dengan diameter 0,07-0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku terigu
atau tanpa tambahan kuning telur (Beans et al,1974).
Mie umumya dikemas dengan platik polipropilen (PP) atau
polietilen (PE). Polipropilen memiliki sifat kaku , kuat, ringan , daya tembus
uap air rendah, tahan tehadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan
40
mengkilap. Oleh karena itu pengemasan dengan menggunakan polipropilen
diharapkan mampu menjaga kestabilan uap air produk lebih baik dari pada
pengemas dari bahan polietilen (Astawan, 1999).
Mie dapat dibedakan dengan mie jenis lain berdasarkan kadar air
dan tingkat pemasakan awalnya. Mie mentah yang belum direbus
mengandung air sekitar 35 %, mie basah (mie mentah yang direbus)
mengandung air sekitar 52%, mie kering (mie mentah yang dikeringkan)
sekitar 10%, mie instant (mie mentah yang dikukus kemudian digoreng)
sekitar 8%, sedangkan mie goreng (mie mentah yang digoreng)
mengandung lipid sekitar 20% (Kruger et al, 1996).
Proses Pengolahan Mie
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie
instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung
terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap
dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama
4 menit. Mie instan umumya dikenal sebagai ramen. Mie ini dibuat dengan
penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap
tersebut yaitu pengukusan, pembentukan, dan pengeringan. air mie instan
umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang lama
(Astawan, 1999).
Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan
yang tidak lembek dan tidak lengket. Menurut Oh, et al (1983) tahapan
proses pembuatan mie secara garis besar berupa pencampuran (mixing),
pengadukan (kneeting), pemotongan (cutting) dan pemasakan (cooking).
Mie instan dapat berbentuk dalam kemasan polyetilen yang tiap
helainya telah mengalami pengerasan, dan dikeringkan menggunakan oven
yang relatif sangat panas. Kelompok mie tersebut dapat dibagi menjadi mie
yang telah diperkaya atau dicampur dengan bumbu yang terpisah
kemasannya. Sedangkan mie dalam kemasan sterofoam, dilengkapi dengan
bumbu, sayuran, udang atau daging kering yang terpisah. Produk tersebut
41
dapat dikonsumsi setelah dituangi air panas ke dalam wadahnya dan
dibiarkan selama kurang lebih 5 menit (Anonim, 2007).
Proses pengolahan mie antara lain yakni dari bahan campuran
(tepung terigu, garam, air, soda abu, pewarna makanan dan minyak goreng)
dicampur, kemudian adonan tersebut diuleni, selanjutnya adonan tersebut
dibentuk lembaran dengan ketebalan 1,5-2 mm. Lalu dibentuk mie dengan
alat pencetak dan selanjutnya direbus ± 3 menit, kemudian didinginkan dan
dikeringkan (Astawan, 1999).
Faktor yang harus diperhatikan untuk membuat adonan dalam
pembuatan mie yang baik adalah jumlah air yang ditambahkan, lama
pengadukan dan suhunya. Pada awal pencampuran terdapat pemecahan
lapisan tipis air dan tepung. Semakin lama semua bagian tepung trbasahi
oleh air dan menjadi gumpalan-gumpalan adonan. Adanya air tersebut juga
mengakibatkan serat-serat gluten ditarik, disusun bersilang dan terbungkus
dalam pati, sehingga adonan menjadi lunak, halus serta elastic (Sunaryo,
1985). Air yang digunakan untuk pembuatan mie sebanyak 30-43%, bila
kurang dari 30% atau lebih dari 43% akan mengalami penurunan kaulitas
terutama pada tahap pencetakan adonan atau ketika pengeringan (Oda, dkk.,
1989).
III. Metode
a) Alat
Pencetak mie
Baskom Plastik
Mangkok
Timbangan Digital
Kompor Gas
Wajan
Kalo dari plastik
42
b) Bahan
Tepung Terigu
Garam
Air
Soda Abu
Pewarna Makanan
Minyak Goreng
STPP
Boraks
c) Cara Kerja
43
Mie Basah
Pencampuran Bahan
Pengulenan adonan
Pembentukan Lembaran
Pembentukan mie
Perebusan
Pendinginan
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Pada Pembuatan Mie Basahwarna rasa bau kekenyalan elastisitas
Cakra kembar + STTP 4 4 5 4 5Cakra kembar + soda abu 3 5 5 3 4Kunci biru + STTP 2 3 5 3 4Kunci biru + soda abu 2 3 4 3 4Segitiga biru + STTP 2 3 4 2 2Segitiga biru + soda abu 2 4 3 2 2
Sumber : laporan sementaraKeterangan :
1 : lebih suka 3 : netral 5 : tidak suka
2 : suka 4 : kurang suka
Pada Praktikum Pembuatan mie basah ini diperlukan sejumlah bahan
utama dan bahan tambahan. Masing-masing bahan memiliki peranan tertentu
seperti menambah bobot, menambah volume, atau memperbaiki mutu, cita rasa,
dan warna. Salah satu bahan utama yang diperlukan yaitu tepung terigu yang
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mie, dalam praktikum pembuatan
mie basah digunakan 3 macam jenis tepung terigu yaitu merek cakra kembar,
kunci biru, dan segitiga biru.
Ketiga jenis merek tepung terigu tersebut merupakan tepung terigu jenis
Bread Flour atau High Grade Flour yang memiliki kandungan protein yang
tinggi yang cocok untuk bahan dasar pembuatan mie karena jika bereaksi
dengan air maka glutennya akan mengembang dan saling mengikat dengan kuat
membentuk adonan yang sifatnya liat. Mutlak diperlukan oleh adonan dengan
sifat elastis maupun yang memerlukan kerangka kokoh seperti mi, roti, pasta,
kulit martabak telur, pita bread, donat, croissant/puff pastry, sus/ cream puff
(Anonim, 2006).
Bahan tambahan lain yang digunakan yaitu garam, air, pengenyal (soda
abu, STPP, boraks), pewarna makanan dan minyak goreng. Garam dapur yang
digunakan dalam pembuatan mie digunakan dalam pemberian citarasa pada mie
tersebut sehingga tidak berasa hambar, memperkuat tekstur mie, meningkatkan
fleksibilitas dan elastisitas mie. Selain itu garam dapur juga mampu mengikat
air yang telah tercampur (Astawan, 1999). Selain variasi pada tepung terigu
44
dalam praktikum pembuatan mie basah juga digunakan variasi dalam
penggunaan bahan pengenyal yaitu soda abu, STPP (Sodium Try PolyPhospat),
dan boraks.
Produk mie yang dihasilkan dari praktikum dilakukan pengamatan
terhadap warna, rasa, bau, kekenyalan, dan elastisitas, setelah proses perebusan
atau mie matang. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa :
• Warna
Dari pengamatan terhadap warna setelah perebusan diketahui
bahwa semua jenis variasi mie umumnya disukai, hanya pada mie
dengan bahan dasar tepung terigu cakra kembar + soda abu warnanya
netral dan cakra kembar + STTP kurang disukai karena warnanya agak
pucat.
Zat warna kuning sengaja ditambahkan dalam pembuatan mie
yang digunakan untuk memperbaiki mutu dan penampilan mie yang
sesuai dengan minat warna mie pada umumnya. Zat warna yang
digunakan dalam pembuatan mie biasanya menggunakan tartazine CI
19140. Tartazine CI 19140 merupakan pewarna makanan yang
berbentuk tepung dengan warna kuning jingga yang digunakan sebagai
pewarna sintetik pada proses pembuatan mie. Tartazine CI 19140
mudah larut dalam air dengan larutan yang dihasilkan adalah warna
kuning keemasan (Winarno, 1984).
Perbedaan warna pada mie yang dihasilkan ternyata tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh bahan tepung terigu maupun perbedaan
pengenyal yang digunakan. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan
adanya penggunaan tepung tabur setelah mie dicetak dengan pencetak
mie yang berbeda jumlahnya, sehingga jika penggunaan tepung tabur
terlalu banyak atau terlalu sedikit akan mempengaruhi terhadap warna
mie yang dihasilkan.
• Rasa
45
Untuk parameter rasa, pengamatan menunjukkan hasil yang bervariasi.
Mie dengan bahan dasar tepung terigu kunci biru dan segitiga biru +
STTP rasanya netral, kemudian untuk cakra kembar + STTP dan
segitiga biru + soda abu rasanya kurang disukai panelis, dan yang paling
tidak disukai yakni cakra kembar + soda abu. Adanya variasi hasil
penilaian panelis terhadap atribut rasa ini karena pada proses pembuatan
mie dilakukan oleh masing – masing kelompok, dimana hal ini akan
sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, dan sulit untuk
dibandingkan, selain itu juga karena kesukaan panelis terhadap mie
bersifat subjektif.
• Bau
Dari pengamatan bau, pada umumnya panelis tidak suka dengan
bau mie dengan berbagai variasi tersebut. Hanya pada mie yang berasal
dari tepung terigu segitiga biru dan pengenyal soda abu memiliki aroma
yang paling baik, dan disusul mie dari bahan kunci biru dan soda abu,
Hal ini karena sifat dari bahan baku yang digunakan baik dari tepung
terigu maupun soda abu sebagai bahan pengenyal.
Setelah proses pendinginan dalam pembuatan mie juga
ditambahkan minyak goreng. Minyak goreng yang digunakan sudah
agak rancid sehingga mempengaruhi aroma dari mie yang dihasilkan,
sedangkan minyak goreng yang ditambahkan jumlahnya berbeda-beda
antar kelompok. Jadi tiap sample mie memiliki kandungan minyak
goreng yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi aroma mie
tersebut.
Dari pembahasan dapat diuraikan bahwa variasi tepung terigu
yang digunakan dalam pembuatan mie tidak berpengaruh terhadap
aroma mie yang dihasilkan. Sedang penambahan variasi bahan
pengenyal mempengaruhi penerimaan bau mie pada panelis, bahan
pengenyal yang baik yang dapat menghasilkan bau yang baik adalah
dari soda abu.
• Kekenyalan
46
Pada penilaian terhadap atribut kekenyalan, tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan, pada umumnya disukai. Namun hanya pada
mie dengan bahan dasar tepung terigu cakra kembar + STTP yang
kurang disukai panelis. Jenis tepung terigu yang digunakan untuk
pembuatan mie tidak mempengaruhi banyak terhadap kekenyalan mie,
akan tetapi lebih pada peran bahan pengenyal yakni STTP dan soda abu.
Bahan pengenyal soda abu lebih menghasilkan kekenyalan mie yang
lebih disukai panelis, terutama pada tepung terigu segitiga biru.
• Elastisitas
Dari pengamatan elastisitas mie, menunjukkan nilai yang berbeda
– beda, hal ini mungkin disebabkan daya ikat air oleh masing – masing
mie berbeda sesuai jenis bahan dasarnya, sehingga mempengaruhi
tekstur dan elastisitas mie yang dihasilkan. Air yang ditambahkan dalam
pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi pada tepung terigu, yang
akan membentuk sifat kenyal pada gluten. Air yang digunakan
sebaiknya memiliki pH antara 6-9, makin tinggi pH pada air maka mie
yang dihasilkan tidak mudah patah (Astawan 1999).
Penambahan STPP (Sodium Try PolyPhospat) berfungsi untuk
meningkatkan elastisitas mie. BTM ini bersifat emulsifier sekaligus
sebagai pemantap. STPP ini ditambahkan dalam adonan mie sebagai
bahan pengikat air, agar air dalam adonan tidak mengalami kekeringan
dipermukaan, sebelum proses pembentukan lembaran adonan mie dalam
pembuatan mie penambahan sodium carbonat berfungsi untuk
meningkatkan kehalusan tekstur mie, meningkatkan elastisitas dan
fleksibilitas mie serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1999).
Mie yang berasal dari tepung segitiga biru memiliki elastisitas
yang paling disukai, sedang cakra kembar + STTP tidak disukai. Dari
uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa variasi penggunaan tepung
terigu dan bahan pengenyal tidak berpengaruh nyata terhadap daya
elastisitas mie yang dihasilkan. Hal ini karena oleh ada perbedaan pada
47
waktu proses perebusan yang berpengaruh terhadap elastisitas masing-
masing mie yang dihasilkan.
V. Kesimpulan
Dari praktikum pembuatan mie basah dapat disimpulkan bahwa :
a) Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang
yang dibuat dengan bahan baku terigu.
b) Soda abu dan STPP merupakan bahan pengenyal dalam pembuatan
mie basah.
c) Pada atribut warna pada umumnya disukai, kecuali pada mie
dengan bahan baku tepung cakra kembar.
d) Pada atribut rasa menunjukkan nilai yang bervariasi, dalam hal ini
yang lebih berpengaruh adalah factor jenis tepung terigunya, dimana jenis
kunci biru lebih disukai panelis, sedangkan yang lainnya kurang disukai.
e) Variasi tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie
berpengaruh terhadap bau mie yang dihasilkan, yang paling disukai adalah
segitiga biru.
f) Variasi penggunaan tepung terigu dan bahan pengenyal tidak
berpengaruh nyata terhadap kekenyalan dan elastisitas mie yang dihasilkan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Boraks. http//www.pu. go. id. Diakses pada tanggal 14 januari 2008, pukul 13.00 WIB.
Anonim. 2006. info-bahan-macam-macam-tepung. http://ncc.blogsome.com. Diakses pada tanggal 17 Desember 2007. Pukul 14.23 WIB.
Anonim. 2007. Mie Instant. http://www.pintunet.com. Diakses pada Selasa, 26 Juni 2007. Pukul 23.43 WIB.
Astawan, Made. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.
Beans, M.M.; C.C. Nimmo; J.G. Fallington; D.M Keagy and D.K. Mecham. 1974. Effect of amylase, protease, salt and pH on Noodle Dough. Cereal Chemistry 51:427-433.
Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames. 1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press Inc., London.
Kruger, James E.; Robert B. Matsuo; Joel W. Dick. 1996. Pasta and noodle technology. American Association of Cereal Chemistry, Inc. Minnesota, USA.
Nurmala, Wiyono Tati. 1980. Budidaya Tanaman Gandum (Triticum spp). PT Karya Nusantara. Jakarta
Oh, N.H.; P.A. Seib; C.W. Deyoe and A.B. Ward. 1983. Measuring the Texural Characteristic of Cooked Noodles. Cereal Chemistry 60:433-437.
Oda, M. , 1989. Noodle Book (in Japanese) Food in Rho, K.I., Scib, P.A., Chung, O.K. 1988. Noodles VII. Investigating the Surface Elenviess of Cooked Oriental dry Noodles Made from Hard Wheat Flours. Cereal Chemistry 65 (4) : 320-326.
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian dalam Sosiawan, A., 1996. Penambahan Rumput Laut Turbinaria sp dan Sargussum sp untuk meningkatkan p zodium Mie Basah. Skripsi Fakultas TP, UGM, Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan gizi.PT. gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. http://www.pintunet.com/pintunet . Diakses pada Selasa, 26 Juni 2007. Pukul 23.43 WIB.
49