21
TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar, 1996). Menurut Anonim (1998), keawetan alami kayu ini ditentukan oleh ada dan tidaknya zat ekstraktif dan banyak sedikitnya bahan phenol dari zat ekstraktif tersebut yang ditimbun pada dinding sel, selain faktor ketebalan dan kerapatan sel yang menyusunnya. Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam – macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur pemakaiannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet di Eropa, belum tentu awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangan rayap tanah belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula (Dumanaw, 1993). Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan Universitas Sumatera Utara

repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

TINJAUAN PUSTAKA

Keawetan Alami Kayu

Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah

terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

organisme yang bersangkutan (Duljapar, 1996). Menurut Anonim (1998),

keawetan alami kayu ini ditentukan oleh ada dan tidaknya zat ekstraktif dan

banyak sedikitnya bahan phenol dari zat ekstraktif tersebut yang ditimbun pada

dinding sel, selain faktor ketebalan dan kerapatan sel yang menyusunnya.

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan

awet bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu

menahan bermacam – macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya

pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan.

Pemakaian kayu menentukan pula umur pemakaiannya. Kayu, yang awet dipakai

dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut,

ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula

kayu yang dianggap awet di Eropa, belum tentu awet bila dipakai di Indonesia.

Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan

serangan rayap tanah belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena

itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula (Dumanaw,

1993).

Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam

konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan

berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila

kontruksi terebut akan berumur beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut

diawetkan terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut

dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan

kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi, meskipun suatu jenis kayu

memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas

awetnya rendah (Tim Elsppat, 1997).

Suranto (2002), memaparkan bahwa tiap-tiap kelas keawetan itu memberi

gambaran tentang umur kayu dalam pemakaian. Secara utuh klasifikasi keawetan

kayu dapat dilihat pada Tabel 1. dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap umur

pakai kayu pada setiap kelas keawetan kayu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Klasifikasi Keawetan Kayu Kelas Keawetan Kualifikasi Keawetan Umur Pemakaian Rata-rata (tahun)

1 Sangat awet > 8 2 Awet 5 – 8 3 agak awet 3 – 5 4 tidak awet 1.5 – 3 5 sangat tidak awet < 1.5

Sumber: Suranto (2002).

Tabel 2. Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Umur Pakai Kayu pada Setiap Kelas Keawetan Kayu

No Kondisi Umur Pakai (tahun)pada Kelas Keawetan Pemakaian 1 2 3 4 5 1 Terbuka 8 5 3 Pendek Sangatpendek

2 Dinaungi

saja 20 15 10 Beberapa Pendek 3 Dinaungi Tidak Tidak Sangat Beberapa Pendek dan dicat terbatas terbatas panjang 4 Dinaungi Tidak Tidak Sangat 20 20

dan

dipelihara terbatas terbatas panjang Sumber: Suranto (2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat juga selain faktor biologis, terdapat

faktor lain yang mempengaruhi keawetan kayu. Terlihat jelas pada tempat kayu

tersebut dipakai. Kayu yang awet jika dipakai di bawah atap belum tentu akan

awet bila dipakai di luar dan berhubungan dengan tanah lembab. Kayu yang

dipakai di daerah pegunungan tinggi keawetannya akan berkurang jika dipakai di

dataran rendah. Demikian juga kayu yang diawetkan di Amerika Utara belum

tentu akan tahan lama jika dipakai di daerah tropis. Keawetan kayu selain

dipengaruhi faktor biologis, juga dipengaruhi faktor lain seperti, kandungan zat

eksraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh dan tempat

kayu tersebut dipergunakan (Tim Elsppat, 1997). Hal yang sama ditambahkan

oleh Haygreen dan Bowyer (1996), apabila kayu secara alami dapat tahan

terhadap serangan cendawan dan serangga disebabkan karena sebagian zat

ekstraktif bersifat racun atau paling tidak menolak jamur pembusuk dan serangga.

Selain itu menurut Tim Elsppat (1997), faktor suhu, kelembaban udara dan faktor

fisik lainnya akan ikut mempengaruhi kegiatan organisme perusak kayu tersebut.

Keterawetan Kayu

Keterawetan merupakan suatu sifat yang dimiliki kayu terhadap mudah

tidaknya ditembus bahan pengawet kayu. Keterawetan kayu juga dipengaruhi oleh

fakor anatomi kayu berupa rapat tidaknya susunan sel, ada tidaknya timbunan

bahan dalam isi sel, besar kecilnya lubang pori dan adanya getah atau saluran

damar serta noktah. Kayu yang rapat dan padat keterawetannya tinggi yaitu kelas I

contohnya pada kayu ulin dan kayu besi/kayu eboni, kelas II contohnya bangkirai,

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

kamper singkil. Kayu-kayu ini memang sudah awet sehingga kurang perlu

diawetkan (Anonim, 1994).

Menurut Suranto (2002), keterawetan kayu adalah ukuran yang

menggambarkan mudah tidaknya kayu diresapi dan dimasuki bahan pengawet.

Kayu yang semakin mudah dimasuki bahan pengawet, dikatakan bahwa kayu itu

mempunyai keterawetan tinggi. Sebaliknya kayu yang semakin sukar dimasuki

bahan pengawet, disebut sebagai kayu yang mempunyai keterawetan rendah.

Dengan demikian, keterawetan kayu menyangkut masalah ketahanan kayu

terhadap arus masuknya bahan pengawet ke dalam kayu.

Kayu yang mempunyai derajat keterawetan tinggi berarti kayu itu mudah

diawetkan sehingga kayu itu dapat diawetkan dengan hasil memuaskan, meskipun

dengan metode sederhana atau pengawetan tanpa tekan. Sebaliknya, kayu yang

mempunyai keterawetan rendah, maka kayu tersebut sangat sukar untuk

diawetkan dengan proses pengawetan sederhana. Oleh karena itu, kayu demikian

harus diawetkan dengan metode pengawetan yang menerapkan proses

penghampaan yang kemudian diikuti dengan proses penekanan (Suranto, 2002).

Jenis-jenis kayu yang mempunyai keterawetan hampir sama dapat

diawetkan secara bersama-sama dengan menggunakan metode dan skema

pengawetan yang sama pula. Namun sayang, kita sulit mendapatkan kayu-kayu

yang mempunyai keterawetan sama, apalagi bila kayu itu berasal dari jenis

berbeda. Pada umumnya, keterawetan kayu berbeda-beda antara jenis kayu yang

satu terhadap jenis kayu yang lain. Keterawetan kayu ditentukan oleh empat hal,

yaitu jenis kayu, kondisi kayu yang diawetkan, metode pengawetan dan bahan

pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan (Suranto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Aspek Pengawetan Kayu

Menurut Hunt dan Garrat (1986), pengawetan kayu adalah proses

memasukkan bahan kimia ke dalam kayu dengan tujuan melindungi kayu atau

memperpanjang umur pakai kayu. Suranto (2002) mengemukakan bahwa

pengawetan kayu adalah suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi dan

menghindarkan kayu dari berbagai serangan unsur-unsur biologi dan lingkungan

yang merusak kayu sehingga umur kayu dalam pemakaiannya menjadi lebih

panjang.

Menurut Hunt dan Garrat (1986), ada empat faktor utama yang

mempengaruhi hasil pengawetan, yaitu:

1. Jenis kayu, yang ditandai oleh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti

struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan dan sebagainya.

2. Keadaan kayu pada waktu dilakukan pengawetan, antara lain kadar air, bentuk

kayu, gubal/teras dan sebagainya.

3. Metode pengawetan yang digunakan.

4. Sifat bahan pengawet yang dipakai.

Beberapa kayu dapat diresapi bahan pengawet dengan mudah, yang lain

mungkin cukup mudah mengabsorbsi bahan pengawet, yang lain lagi sangat sukar

untuk diawetkan. Dalam beberapa peristiwa sebab yang tepat dari perbedaan-

perbedaan dalam peresapan ini tidak jelas. Dalam peristiwa lain variasinya telah

diketahui berasosiasi paling tida0k sebagian karena perbedaan anatomi yang nyata

antara kayu-kayu yang bersangkutan. Juga sangat mungkin, bahwa sifat-sifat

fisika dan kimia kayu memegang peranan yang penting dalam menentukan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

kepekaan terhadap pengawetan dari masing-masing spesies

(Hunt dan Garrat, 1986).

Umumnya dapat dikatakan bahwa kayu gubal dapat diimpregnasi jauh

lebih mudah dari pada kayu teras. Kelebihan kayu gubal dibanding sengan kayu

teras paling tidak sebagian, disebabkan karena perubahan anatomi, fisika atau

kimia yang terjadi ketika kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Perubahan ini

disertai oleh matinya sel-sel hidup dari kayu gubal dan akumulasi yang berangsur-

angsur dari resin, getah, tanin dan lain-lain yang memberikan warna tertentu

dalam kayu teras dari banyak spesies dan jika beracun zat-zat ini menaikkan

keawetan alaminya (Hunt dan Garrat, 1986).

Bahan Pengawet Kayu

Bahan pengawet kayu adalah suatu senyawa (bahan) kimia, baik berupa

bahan tunggal maupun campuran dua atau lebih bahan, yang dapat menyebabkan

kayu yang digunakan secara benar akan mempunyai ketahanan terhadap serangan

cendawan, serangga dan perusak-perusak kayu lainnya (Suranto, 2002). Setiap

bahan pengawet mengandung racun yang berguna untuk meracuni organisme

perusak kayu. Daya racun dari setiap bahan pengawet sangat mempengaruhi hasil

pengawetan.

Suranto (2002), menyatakan bahwa kemanjuran (efektivitas) bahan pengawet

bergantung pada toksisitas terhadap organisme perusak kayu atau organisme yang

berlindung di dalam kayu. Semakin tinggi kemampuan meracuni organisme

perusak kayu, semakin manjur dan semakin efektif pula bahan pengawet itu

digunakan untuk mengawetkan kayu.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Menurut Duljapar (1996), syarat bahan pengawet yang baik diantaranya:

1. Memiliki daya penetrasi yang cukup tinggi

2. Memiliki daya racun ampuh

3. Bersifat permanen

4. Aman dipakai

5. Tidak bersifat korosif terhadap logam

6. Bersih dalam pemakaian

7. Tidak mengurangi sifat baik kayu

8. Tidak mudah terbakar

9. Mudah diperoleh dengan harga murah

Nicholas (1988) mengemukakan secara umum bahan pengawet

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang sifat, kandungan bahan aktif dan

harga yang beredar di pasaran sangat beragam yaitu:

1. Bahan pengawet berupa minyak

2. Bahan pengawet yang larut dalam minyak

3. Bahan pengawet larut air.

Bahan Pengawet Asam Borat

Asam borat dan boraks dapat digunakan secara terpisah maupun bersama-

sama (dicampur) untuk mengawetkan kayu agar terhindar dari cendawan dan

serangga perusak kayu. Harganya relatif murah sehingga mempunyai daya tarik

yang tinggi sebagai bahan pengawet kayu. Meskipun demikian, bahan pengawet

asam borat ini mudah mengalami pelunturan. Oleh karena itu, bahan pengawet ini

hanya dianjurkan untuk digunakan dalam pengawetan kayu untuk konstruksi

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

rumah (misal rangka atap) dan tidak dianjurkan untuk kayu yang dalam

penggunaannya berhubungan dengan tanah atau kondisi lembab (misalnya pagar).

Sifat yang alkalis membuat boraks dan asam borat sangat korotif terhadap paku

atau besi lain yang bersinggungan dengannya. Sebagai bahan pengawet, asam

borat digunakan dalam konsentrasi 6%-10% (Suranto,2002).

Menurut Duljapar (1996), bahan pengawet larut air mempunyai kelebihan

antara lain:

1. Harganya murah

2. Mudah diperoleh

3. Tidak berbau

4. Tidak berwarna (bersih dalam pemakaian)

5. Tidak mudah terbakar

Menurut Hunt dan Garrat (1986), bahan pengawet larut air ini juga

mengandung kelemahan sebagai berikut:

1. Kayu yang diawetkan akan memuai ukuran dimensi pajang, lebar dan

tebalnya.

2. Air sebagai bahan pelarut akan membasahi kayu sehingga untuk

penggunaan tertentu kayu harus dikeringkan lagi, sementara itu proses

pengeringan ini akan menyusutkan kembali ukuran kayu.

3. Bahan pengawet ini tidak memberi perlindungan kayu terhadap pelapukan

dan keausan mekanis.

4. Bahan pengawet ini lebih mudah luntur, terurai dan semakin lama akan

berkurang kadarnya pada kayu yang diawetkan apabila kayu ini digunakan

dalam kondisi yang berhubungan dengan air atau tanah basah.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Metode Pengawetan Kayu (Perendaman)

Pengawetan dengan metode perendaman dilakukan dengan merendam

kayu di dalam bahan pengawet larut air pada suhu kamar. Pemanasan bahan

pengawet sedikit di atas suhu kamar akan membuat proses pengawetan lebih

efektif. Apabila cara ini diterapkan pada kayu kering, baik air maupun bahan

pengawetnya akan masuk ke dalam kayu. Tetapi dengan kayu-kayu segar hanya

sedikit air yang masuk, dan sebagian besar absorbsinya berlangsung dengan difusi

garam dari larutan pengawet ke dalam air yang sudah ada di dalam kayu.

Penetrasi pada kayu kering lebih baik daripada kayu segar, apalagi bila setelah

diangkat dari rendaman kayu itu disusun rapat. Selama kayu itu masih basah,

bahan pengawet akan tersebar secara difusi untuk menjangkau setiap bagian kayu,

walaupun kayu telah diangkat dari rendaman. Meskipun demikian penetrasi bahan

pengawet ini hanya berkisar 3-6 mm (Suranto, 2002).

Absorbsi bahan pengawet ke dalam kayu paling intensif terjadi sejak hari

pertama dengan hari ketiga terhitung sejak awal perendaman. Tetapi akan terus

berlangsung terus dengan lebih lambat selama waktu yang tak tertentu. Oleh

karena itu makin lama bahan pengawet dapat tetap dalam kayu makin baik

pengawetan yang diperoleh. Apabila perendaman ini berlangsung cukup lama,

absorbsi dan peresapannya akan sama, atau bahkan melebihi yang diperoleh pada

proses bertekanan. Tetapi ini memerlukan perendaman bulanan, atau bahkan

dalam tahunan (Hunt dan Garrat, 1986).

Di dalam bak pengawet, kayu tidak boleh terapung, tetapi harus

tenggelam, bahan kayu gergajian harus disusun secara baik dan jarak antar

(tumpukan) kayu yang berdampingan harus cukup lebar. Susunan demikian

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

dimaksudkan untuk memberi jalan bagi udara yang keluar dari dalam kayu

(Suranto, 2002).

Keberhasilan Pengawetan Kayu

Meskipun keefektifan dan ekonomisnya suatu pengawetan akhirnya

ditentukan oleh umur pakai kayu yang bersangkutan, kriteria yang langsung dari

cukupnya suatu perlakuan adalah jumlah bahan pengawet yang diabsorbsi dalam

kayu dan dalamnya penetrasi (Nicholas, 1988). Semakin banyak bahan pengawet

yang diabsorbsi dan semakin dalam penetrasi bahan pengawet maka semakin

tinggi pula derajat pengawetan kayu yang juga ikut menentukan keberhasilan

pengawetan. Suranto (2002) mengemukakan derajat pengawetan kayu diukur

dengan tiga macam tolak ukur yaitu penetrasi, absorbsi dan retensi bahan

pengawet.

Retensi

Menurut Suranto (2002), retensi bahan pengawet adalah suatu ukuran yang

menggambarkan banyaknya (beratnya) zat pengawet murni yang dapat dikandung

oleh kayu setelah diawetkan. Semakin banyak jumlah bahan pengawet murni yang

dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, retensi bahan pengawet itu juga semakin

besar. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang dapat diserap

oleh kayu, semakin kecil pula retensi pengawetan itu. Dengan demikian, retensi

bahan pengawet dinyatakan dalam satuan gram/cm3 atau kg/m3.

Sebagai catatan, kayu perlu diawetkan dengan retensi yang berbeda-beda,

bergantung pada kondisi pemanfaatan kayu yang telah diawetkan. Bila kayu itu

akan digunakan di dalam ruangan (interior), retensinya dapat kurang dari 8 kg/m3.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

bila kayu itu akan digunakan di luar ruangan (eksterior) dan tidak bersentuhan

dengan tanah, retensi bahan pengawet minimal 8 kg/m3. Namun bila kayu

digunakan dalam kondisi bersentuhan dengan tanah maka perlu diawetkan dengan

retensi 12 kg/m3. Kayu yang digunakan dalam lingkungan yang basah dan

lembab, pengawetannya perlu dilakukan dengan retensi 16 kg/m3 (Suranto, 2002).

Retensi berbeda dengan absorbsi, pada retensi yang diperhatikan adalah

jumlah zat pengawet murni yang tertinggal di dalam kayu, sedang pada absorbsi

yang diperhatikan adalah cairan pengawet kayu yang berada di dalam kayu.

Cairan pengawet ini merupakan campuran antara bahan pengawet dan pelarut

bahan pengawet (Suranto,2002).

Dengan demikian, perhitungan retensi dapat dilakukan dengan

melanjutkan perhitungan yang dilakukan dalam menghitung absorbsi. Setelah

ditemukan volume cairan yang terabsorbsi ke dalam kayu, maka volume tersebut

dikalikan dengan konsentrasi bahan pengawet murni. Hasilnya merupakan jumlah

bahan pengawet murni yang ada di dalam kayu (Suranto, 2002).

Penetrasi

Penetrasi bahan pengawet adalah suatu ukuran yang menggambarkan

kedalaman bahan pengawet masuk ke dalam kayu. Semakin dalam suatu bahan

pengawet dapat memasuki kayu, penetrasi pengawetannya dikatakan semakin

dalam. Sebaliknya semakin dangkal bahan pengawet memasuki bagian dalam

kayu, penetrasi bahan pengawet ini juga dikatakan semakin dangkal. Apabila

penetrasi ini sangat dalam, derajat pengawetan kayu dikatakan sebagai sangat

tinggi (Suranto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Menurut Duljapar (1996), tingkat penetrasi bahan pengawet ke dalam kayu

di kategorikan atas lima kelas sebagai berikut:

1. Penetrasi total (kelas A)

Pada penetrasi ini, bahan pengawet dapat memasuki seluruh sel-sel kayu

secara semprna. Penetrasi ini memang sulit dicapai.

2. Penetrasi mendekati sempurna (kelas B)

Bahan pengawet dalam penetrasi ini dapat menembus kedalaman 30 mm

pada permukaan kayu tegak lurus arah serat dan sekurang-kurangnya 100

mm pada bagian ujung-ujungnya.

3. Penetrasi dalam (kelas C)

Bahan pengawet dapat terpenetrasi sampai kedalaman 10 mm pada bagian

tegak lurus arah serat dan sekurang-kurangnya 50 mm pada bagian ujung-

ujungnya.

4. Penetrasi sedang (kelas D)

Pada penetrasi sedang, sekurang-kurangnya mencapai kedalaman 1mm

pada bagian kayu tegak lurus arah serat dan sekurang-kurangnya 10 mm

pada bagian ujung-ujung kayu.

5. Penetrasi permukaan

Sekurang-kurangnya bahan pengawet dapat menembus kedalaman 0,5 mm

pada bagian kayu tegak lurus arah serat dan sekurang-kurangnya 2 mm

pada bagian ujung-ujungnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Rayap Sebagai Organisme Perusak Kayu

Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera

dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. Di Indonesia rayap tegolong

kedalam kelompok serangga perusak kayu utama. Kerusakan akibat serangan

rayap tidak kecil. Binatang kecil yang tergolong kedalam binatang sosial ini,

mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan dan menyebabkan

kerugian yang besar pula (Tambunan dan Nandika, 1989).

Rayap adalah penghuni utama dari daerah-daerah berhutan, yang

memperoleh sebagian besar dari makanannya darimpohon-pohon yang tumbang

dan cabang-cabang, serta dari tunggak dan akar-akar yang mati. Tetapi dengan

perkembangan penduduk dan penebangan daerah-daerah berkayu untuk

pemukiman dan tujuan-tujuan penelitian, rayap ini banyak tertarik pada

bangunan-bangunan dan barang-barang yang terbuat dari kayu. Karena kayu dan

tanaman mengandung selulosa yang tinggi, kedua bahan tersebut selalu menjadi

mangsa rayap yang utama (Tambunan dan Nandika, 1989).

Dalam siklus hidupnya, rayap mengalami metamorfosis bertahap atau

gradual (hemimetabola), dari telur kemudian nimfa sampai menjadi dewasa.

Setelah menetas dari telur, nimfa akan menjadi dewasa melalui beberapa instar

(bentuk diantara dua tahap perubahan). Perubahan yang gradual ini berakibat

terhadap kesamaan bentuk badan secara umum, cara hidup dan jenis makanan

antara nimfa dan dewasa. Namun, nimfa yang memiliki tunas, sayapnya akan

tumbuh sempurna pada instar terakhir ketika rayap telah mencapai tingkat dewasa

(Prasetiyo dan yusuf, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Tambunan dan Nandika (1989), menjelaskan dalam setiap koloni terdapat

tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja,

kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reprodukif primer dan reproduktif

suplementer). Dalam penggolongan ini, bentuk (morfologi) dari setiap kasta

sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagai berikut :

• Kasta pekerja

Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk

seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet.

Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan

fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan

memelihara sarang.

• Kasta prajurit

Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dan

dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota dari pada kasta ini mempunyai

mandible atau restrum yang besar dan kuat. Berdasarkan pada bentuk kasta

prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok yaitu tipe mandibulate dan tipe

nasuti. Pada tipe mandibulate prajurit-prajuritnya mempunyai mandibel yang kuat

dan besar tanpa rostrum, sedangkan tipe nasuti prajurit-prajuritnya mempunyai

rostrum yang panjang tapi mandibelnya kecil. Fungsi kasta prajurit adalah

melindungi koloni terhadap gangguan dari luar.

• Kasta reproduktif

Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap dan

menjadi pendiri koloni (raja dan ratu).bila masa perkawinan telah tiba, imago-

imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar. Saat seperti ini

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan dan betina) bertemu

dan segera meninggalkan sayapnya serta mencari tempat yang sesuai di dalam

tanah atau kayu. Semasa hidupnya kasta reproduktif (ratu) bertugas menghasilkan

telur,sedangkan makanannya dilayani oleh para pekerja. Borror et al (1996)

menambahkan apabila terjadi bahwa raja dan ratu mati atau bagian dari koloni

dipisahkan dari koloni induk, kasta reproduktif tambahan terbentuk di dalam

sarang dan mengambil alih fungsi raja dan ratu.

Menurut Tambunan dan Nandika (1989),berdasarkan habitatnya, rayap

dibagi ke dalam beberapa golongan diantaranya:

• Rayap kayu basah (dampwood termite) adalah golongan rayap yang biasa

menyerang kayu-kayu busuk atau pohon yang akan mati. Sarangnya

terletak di dalam kayu tidak mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh

dari golongan ini adalah Glyprotermes spp. (famili Kalotermitidae)

• Rayap kayu kering (drywood termite) adalah golongan rayap yang biasa

menyerang kayu-kayu kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai

bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. Sarangnya

terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah.

Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang mempunyai kadar air

10-12 % atau lebih rendah. Contoh dari golongan ini misalnya

Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae).

• Rayap pohon (tree termite) adalah golongan rayap yang menyerang

pohon-pohon hidup. Mereka bersarang di dalam pohon dan tidak

mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh dari golongan ini misalnya

Neotermes spp. (famili Kalotermtidae).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

• Rayap subteran (subteranean termite) adalah golongan rayap yang

bersarang di dalam tanah tetapi dapat juga menyerang bahan-bahan di atas

tanah karena selalu mempunyai terowongan pipih terbuat dari tanah yang

menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Untuk hidupnya

mereka selalu membutuhkan kelembaban yang tinggi, serta bersifat

Cryptobiotic (menjauhi sinar). Yang termasuk ke dalam rayap subteran

adalah anggota-anggota dari famili Rhinotermitidae serta dari sebagian

dari famili Termitidae (Hunt and Garrat, 1967 dalam Tambunan dan

Nandika,1989).

Dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk

diperhatikan yaitu:

1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta

mengadakan perukaran bahan makanan.

2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak

berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana

mereka selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan

cahaya (terang).

3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang

lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan

kekurangan makanan.

4. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.

Menurut Haris (1971) (dalam Nandika, 1989), ordo Isoptera dibagi atas

enam famili yaitu famili Mastotermitidae, Hodotermitidae, Kalotermitidae,

Termophsidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae. Dan diantara enam famili yang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

banyak menimbulkan kerusakan adalah famili Rhinotermitidae, Kalotermitidae,

dan Termitidae.

Dalam melakukan perusakan pada kayu, Nicholas (1987) menjelaskan

bahwa rayap merobek-robek partikel kayu kecil dengan mandibula-mandibulanya,

dan potongan-potongan kecil ini kemudian dimakan dan digerus menjadi partikel

yang lebih halus di dalam badan rayap. Partikel itu kemudian menuju ke usus

belakang dimana enzim-enzim selulolitik protozoa, bakteri dan sebagainya,

mengurangi bagian selulosa partikel itu menjadi nutrient. Bahan yang dikeluarkan

mempunyai kandungan lignin tinggi.

Rayap Tanah

Famili Termtidae yang memiliki beberapa jenis rayap yang sering merusak

bangunan, diantaranya Microtermes spp., Macrotermes spp. dan Odontotermes

spp. ketiga jenis rayap perusak tersebut merupakan jenis rayap tanah. Tingkat

serangan rayap ini tidak seganas serangan rayap kayu basah atau subteran

(Coptotermes curvignatus). Rayap dari famili Termitidae biasanya bersarang di

dalam tanah, terutama yang dekat dengan bahan yang banyak mengandung

selulosa seperti kayu, timbunan sampah organic, humus atau serasah

(Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Serangga-serangga yang termasuk dalam kelompok rayap bawah tanah

pada dasarnya adalah penghuni tanah, masuk dalam kayu hanya dari tanah dan

untuk hidupnya dibutuhkan persediaan lembab secara tetap. Rayap ini mudah

menyerang kayu sehat dan kayu busuk yang ada di dalam atau di atas tanah

lembab, dan juga dapat membentuk saluran-saluran yang terlindung pada fondasi-

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

fondasi atau penghalang-penghalang lain yang tidak dapat ditembus dan juga

dapat mendirikan menara tegak langsung dari tanah, dan dengan demikian

mencapai kayu yang tidak bersentuhan dengan tanah. Saluran-saluran dan

menara-menara yang terbuat dari remukan tanah yang halus dan kayu dicerna

sebahagian, yang direkat bersama ekskresi serangga, memungkinkan rayap

tersebut menciptakan kondisi kelembaban dalam kayu yang cocok; jika tidak,

kayu akan demikian kering sehingga kebal dengan serangan rayap ini. Jika rayap

ini bekerja dalam suatu bangunan yang jauh hubungannya dengan tanah atau

sumber-sumber kelembaban lainnya, serangga ini juga dapat membentuk tabung-

tabung yang menggantung pada kayu itu, nampaknya untuk mencari hubungan

yang lebih kuat dengan tanah. Sekali rayap itu dapat mencapai suatu bangunan, ia

akan memperluas kerjanya sampai cukup tingggi, dan sering mencapai tingkat

kedua atau ketiga dari bangunan-bangunan bertingkat (Tambunan dan Nandika,

1989).

Pada koloni-koloni rayap bawah tanah, rayap pekerja merupakan individu

yang jumlahnya jauh lebih banyak. Seperti serdadunya, rayap pekerja ini mandul,

tanpa sayap, buta dengan tubuh berwarna lebih muda dan sedikit lebih pendek dari

¼ inci. Meskipun dengan ciri-ciri rahang yang kurang nampak, tetapi rahang

bawah rayap pekerja ini telah disesuaikan secara khusus untuk menggigit putus

potongan-potongan kayu, dan kasta inilah yang menimbulkan segala macam

kerusakan yang disebabkan oleh rayap bawah tanah (Tambunan dan Nandika,

1989).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)

Rukmana (1997) mengemukakan di Indonesia berabad-abad yang lampau

masyarakat sudah mengenal dan menanam tanaman nangka. Nama tanaman

nangka di berbagai daerah amat beragam, antara lain panah (Aceh), pinasa,

sibodak, nangka atau naka (Batak), baduh atau enaduh (Dayak), lamara atau

malasa (Lampung), naa (Nias), kuloh (Timor), dan nangka (Sunda dan Madura).

Nangka adalah tanaman buah tahunan berasal dari famili Moraceae (suku

beringin-inginan). Suku Moraceae yang tergolong marga Artocarpus dari seri

Cauliflora mempunyai dua jenis (spesies), yaitu Artocarpus integer (cempedak)

dan Artocarpus heterophylla (nangka) (Rukmana, 1997).

Menurut Rukmana (1997), kedudukan tanaman ini diklasifikasikan

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivide : Angiospermae

Kelas : Dicotiledone

Ordo : Morales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus Lamk

Bentuk dan susunan tubuh luar (morfologi) tanaman nangka mempunyai

ciri-ciri struktur perakaran tunggang, berbentuk bulat panjang dan menembus

tanah cukup dalam. Batang tanaman nangka berbentuk bulat panjang, berkayu

keras dan tumbuhnya lurus dengan diameter antara 30-100 cm, tergantung pada

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

umur tanaman. Kulit batang umumnya agak tebal dan berwarna keabu-abuan.

Cabang berbentuk bulat panjang, tumbuh mendatar atau tegak, tetapi bentuk tajuk

tanaman tidak teratur. Daun berbentuk bulat telur dan panjang, tepinya rata,

tumbuh secara berselang seling dan bertangkai pendek. Permukaan atas daun

berwarna hijau meda (Rukmana, 1997).

Tanaman nangka tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah yang

beriklim panas (tropik). Tanaman nangka di Thailand umumnya dibudidayakan di

daerah yang berketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut (mdpl). Faktor iklim

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi nangka adalah temperatur,

curah hujan dan kelembaban udara. Tanaman nangka membutuhkan temperatur

minimum antara 160-210C dan maksimum 310-320C, curah hujan 1.500-2.400

mm/tahun dan kelembaban udara 50-80% (Rukmana, 1997).

a. Nangka buah besar; tinggi mencapai 20-30 m; diameter batang mencapai 80

cm dan umur mulai berbuah sekitar 5-10 tahun.

b. Nangka buah kecil; tinggi mencapai 6-9 m, diameter batang mencapai15-25

cm dan umur mulai berbuah 18-24 bulan.

Tanaman nangka tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah yang

beriklim panas (tropik).Tanaman nangka di Thailand umumnya dibudidayakan di

daerah yang berketinggian antara 0-1.000 m di atas permukaan laut (mdpl). Faktor

iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi nangka

membutuhkan temperature minimum antara 160-210 dan maksimum 310-320C,

curah hujan 1.500-2.400 mm/tahun dan kelembaban udara 50-80% (Rukmana,

1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 25305 › Chapter II.pdf... · TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayudengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas

Rukmana (1997), menyatakan bahwa kayu nangka merupakan produk

sampingan dari tanaman nangka, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat

gitar, perkakas rumah tangga, bahan bangunan dan kayu bakar. Sedangkan

getahnya dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional, untuk mengobati sakit

bisul. Saptono (1999) menambahkan kayu nangka lebih unggul dari kayu jati

dalam pembuatan meubel, konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, untuk

tiang kuda, kandang sapi dan dayung.

Universitas Sumatera Utara