Upload
buithuan
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Abigail Moore
Samliok Ndobe, Jamaluddin Jompa
Simposium Nasional Kawasan Perairan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil, 9-10 Mei 2017
o 1917-1920: koleksi spesimen oleh Walter kaudern
o 1933: deskripsi ilmiah/penamaan oleh Koumans (1933)
o Klasifikasi FishBase (Froese dan Pauly, 2016): Superkelas : Osteichthyes (bony fishes)
Kelas : Actinopterygii (ray-finned fishes)
Ordo : Perciformes (perch-like fishes)
Famili : Apogonidae (cardinalfishes)
Sub famili : Apogoninae
Genus/spesies : Pterapogon kauderni
o 1994: ditemukan ulang oleh Dr Gerald Allen dkk
o 1990-an sd sekarang: pemanfaatan sebagai ikan hias,
umumnya dinilai bersifat tidak/belum berkelanjutan
o 2000: “Threatened fishes of the world: Pterapogon kauderni
Koumans, 1933 (Apogonidae)” (Allen, 2000)
o 2007: Usulan CITES oleh AS (Vagelli dkk.) – diundur pada
CoP 14 den Haag – komitmen Indonesia & RAN 2007-2012
o 2007: BCF ENDANGERED - Red List IUCN
o 2004 - 2016: berbagai upaya konservasi BCF/habitatnya
o 2016: Usulan CITES oleh EU – diundur, memberi lagi
kesempatan pd Indonesia untuk melestarikan BCF
o 2016: Survey Bleaching - penurunan drastis populasi BCF
o 2017: Penyusunan Rencana Aksi Konservasi 2017-2021
Penyebaran Endemik
dan Populasi Introduksi
yang telah dipublikasi
Habitat dan Perilaku
Famili Apogonidae: telur dierami dalam mulut
induk jantan hingga menetas (& fase awal larva)
P. kauderni: induk jantan mengerami hingga fase
larva berakhir (Vagelli, 2011)
Tanpa fase pelagis, bersifat filopatrik ekstrim,
tidak berpendah jauh sepanjang daur hidupnya:
o kepunahan lokal (ekstirpasi) pemulihan alami
tidak realistis ataupun mustahil
o struktur genetik populasi pada skala sangat
kecil, dengan sejumlah besar stok yang terpisah
secara reproduktif dan memiliki genetika khas
o ekstirpasi akan mengakibatkan kepunahan strain
genetik – kehilangan biodiversitas genetik
(Hoffman dkk., 2005; Kolm dkk., 2005; Moore dkk., 2012; Ndobe,
2013; Ndobe dkk., 2008& 2013b; Vagelli, 2011; Vagelii dkk., 2009)
Simbiosis P. kauderni dengan biota
yang berperan sebagai mikrohabitat:
o bulubabi (Diadema sp.)
o anemone laut (Actinodendron sp.,
Entacmea quadricolor, Heteractis
crispa, H. magnifica, H. malu,
Stichodactyla gigantea, dll)
o karang keras, terutama koloni dengan
bentuk bercabang
keberhasilan reproduksi dan
dinamika populasi P. kauderni di alam
pelestarian dan (apabila telah
terdegradasi) pemulihan mikrohabitat
(simbiont) sebagai kondisi mutlak
pelestarian populasi endemik P.
Kauderni (Moore dkk., 2012; Ndobe dkk., 2008&2013a,b,c,d;
Vagelli, 2004&2011; Talbot dkk., 2013)
Sifat khas stok:
o tanda plasticity atau kemampuan adaptasi
fenotipe secara individu
o perbedaan genetik (genotipe): genetic drift
/faktor stokastik lainnya; proses seleksi alam
Genotipe/fenotipe fitness
unit pengelolaan biota laut seharusnya
pada stok genetik
Prinsip kehati-hatian: keanekaragaman
genetika sbg pertimbangan penting dalam
konservasi/upaya pemulihan:
o menghindari pencampuran atau perpindahan
individu/gamet P. kauderni maupun
mikrohabitat (simbiont), khususnya Diadema
sp. dan anemone laut, antar sub-populasi
yang diketahui atau diduga sebagai stok
genetik (Hellberg, 2009; Pfaender dkk. 2010; Palumbi, 2003; Rocha
dkk., 2007)
RAN-BCF (2007-2012): a/l P. kauderni
sebagai sasaran konservasi KKLD
(jejaring 10 pulau) SK Bupati Banggai
Kepulauan No. 540/2007
2 pulau dengan P. kauderni sebagai
sasaran konservasi: P. Togong Lantang
(tidak memiliki populasi P. kauderni, dan
Pulau Banggai
KKLD dinilai lemah dari aspek konservasi
populasi, habitat dan keanekaragaman
genetik P. kauderni (Ndobe dkk., 2012)
Pemekaran Kabupaten Banggai Laut
2013: KKLD masih pd tahap perencanaan,
meskipun kantor telah terbangun di Desa
Bone Baru, Pulau Banggai 2009/2010
Proses pencanangan ulang Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di
dua kabupaten telah dimulai, saat
kewewenang untuk konservasi perairan
berubah dengan disahkan UU 23/2014).
Aspek positif: peluang untuk
mereview konsep KKPD di Kepulauan
Banggai, dengan perhatian khusus
terhadap efektivitas dalam mewujud
pelestarian populasi dan habitat ikan
endemik P. kauderni, khususnya dari
aspek keanekaragaman genetik.
Untuk itu, perlu memperhatikan sifat
bioekologi khas P. kauderni, sebaran
habitat, dan berbagai aspek sosio-
ekonomi terkait spatial planning.
Tujuan penelitian adalah mengembangkan suatu
konsep konservasi berbasis kawasan yang tepat
secara bioekologi maupun sosio-ekonomi.
Hal ini didasarkan pada sifat bioekologis yang
khas pada ikan tersebut yang mengakibatkan:
(i) stok yang terisolasi secara reproduktif dengan
variasi sifat genetik;
(ii) ketergantungan tinggi terhadap habitat,
khususnya simbiosisnya dengan organisme
yang berperan sebagai mikro-habitat
pelindung.
Penelitian ini berupa kajian terhadap data dan informasi
yang telah maupun belum dipublikasi dalam literatur
ilmiah, termasuk secara khusus grey literature, cetak
maupun elektronik, Data dianalisa secara deskriptif dan
grafik, untuk menghasilkan sejumlah kesimpulan dan
saran terkait dengan tujuan penelitian.
Khusus Pulau Banggai, dilakukan review terhadap
analisa spatial menggunakan spatial planning software
MARXAN (Game & Grantham, 2008; Ardon dkk., 2010)
dalam ArcView 3.2 (Ndobe, 2013). Unit perencanaan
heksagonal lebar 100m (areal ±0.866ha): FEATURES
utama: stok dan habitat P. kauderni, ekosistem pesisir
sasaran konservasi; COSTS utama: kawasan
pemukiman/perkotaan, fasilitas pelabuhan dan jalur
pelayaran, budidaya rumput laut.
Mayoritas kajian thdp struktur genetika/batas stok P. kauderni menggunakan
sejumlah mikrosatelit polimorfic yang ditemukan oleh Hoffman dkk. (2004)
Pada 14 dari 34 pulau habitat BCF, 21 sub-populasi dgn sifat genetik unik
yang diduga sebagai
stok terpisah secara
reproduktif (Bernardi &
Vagelli, 2004; Hoffman dkk.,
2005; Vagelli dkk., 2009;
Ndobe, 2013).
indikasi kuat bahwa
o sub-populasi di setiap
pulau yang terisolasi
oleh perairan relatif
dalam = suatu stok
genetik.
o pulau-pulau lebih besar
(Banggai, Bangkurung,
Peleng): beberapa sub-
populasi/stok genetik
Hasil penelitian oleh Vagelli/Bernardi
dkk (bawah) dan Hoffman/Kolm dkk
(kanan, 2 diantara 11 mikrosatelit)
menunjukkan bahwa sifat genetika
BCF nyata berbeda antar populasi
dengan jarak sekelil 2-5 km pada
pulau yang sama jika habitat tidak
kontinu (topografi terjal/tanjung,
terbuka/tanpa mikrohabitat)
Perbedaan genetik (genotipe) kerapkali terkait
dengan perbedaan dalam morfologi atau sifat
lain yang nampak (fenotipe) penentuan batas
stok ikan idealnya menggunakan data
morfometrik dan genetik (Mobley et al., 2011)
Studi morfometrik menggunakan geometric
morphometrics maupun morfometrik klasik di
Pulau Banggai: perbedaan signifikan (p<0.05)
atau sangat signifikan (p<0.01) dalam bentuk
tubuh maupun sejumlah karakter morfometrik
antar 5 sub-populasi atau stok dengan sifat
genetik yang berbeda (Ndobe & Moore, 2013a)
Vagelli (2011): hipotesa bahwa pola bintik putih
pada tubuh P. kauderni bervariasi bukan hanya
antar individu tetapi antar lokasi, dan mungkin
terkait dengan perbedaan genetik antar sub-
populasi (stok).
Vagelli (2011): Diadema setosum sebagai simbiont utama P. kauderni
Spesies dari Genus Diadema dengan penyebaran di perairan sekitar
Kepulauan Banggai mencakup pula Diadema savignyi (Lessios dkk., 2001),
Lessios dkk. (2001)
P. kauderni teramati pada ke-2 spesies
tersebut, di Kepulauan Banggai (kanan)
maupun di lokasi populasi introduksi P.
kauderni di Mamboro, Teluk Palu
(bawah) (Moore, data belum dipublikasi)
Data status dan pemanfaatan Diadema
sp. maupun simbiosisnya dengan P.
kauderni masih pada tingkat Genus.
Belum ada kajian terhadap
o sebaran dan kelimpahan relatif
o adanya/tidak preferensi P.
kauderni diantarannya
Data konektivitas & sifat genetik
Diadema, penting dlm konteks
pelestarian/pemulihan populasi,
belum di perairan Indonesia
Unit (hexagon) terpilih oleh rumus
iteratif MARXAN (BEST, warna
unggu) dengan berbagai nilai
parameter pengelolaan kawasan
konservasi, relatif mirip dengan
contoh ulangan pada Gambar
(kanan), terutama khusus sub-
populasi (stok) di Lokotoy/Popisi,
Bone Baru, Tolokibit dan
Matanga/Kapela.
Database yang terbentuk dapat
diperbarui dan digunakan dalam
perencanaan pada berbagai
skala.
Contoh: di Teluk Matanga menunjukkan areal paling sering terseleksi hampir
sama dengan lokasi pemantauan Kapela tahun 2016 (Ndobe dkk., in press)
o upaya pencegahan kegiatan destruktif oleh masyarakat setempat sejak
sekitar 1 tahun sebelumnya populasi & habitat P. kauderni relatif baik
No Isu Saran Kebijakan Saran Penelitian
1 Struktur genetik
populasi endemik
P. kauderni
- Unit pengelolaan berbasis
kawasan = stok genetik
- Menghindari aksi yang dapat
merubah genetika stok, termasuk
gene flow non alami antar sub-
populasi (misalnya pd restocking)
- Riset (molekuler & ekologi) untuk
menentukan jumlah dan batas-batas
stok genetik
- Riset multi-disiplin untuk
menerangkan hubungan spatial
maupun temporal antar stok
2 Degradasi habitat
khususnya
penurunan drastis
kelimpahan
mikrohabitat
- Pengembangan kebijakan
pengelolaan perikanan
avertebrata bentik (bersifat tak
tercatat/tak teratur dan berlebih),
khususnya pemanfaatan
Diadema sp. dan anemon laut
- Riset terhadap pemanfaatan
- Riset multi-disiplin terhadap bio-
ekologi termasuk sebaran dan
kelimpahan relatif spesies, struktur
genetik, konektivitas, reproduksi,
peluang/teknologi budidaya dan re-
stocking
3 Pendekatan
holistik bio-
ekologi dan
sosio-ekonomi
(a/l paradigma
EAFM)
- Pengembangan/penerapan
konsep "BCF gardens":
pemulihan populasi P. kauderni
melalui pemulihan mikrohabitat
pada skala kecil, berbasis
masyarakat (inspirasi LMMA)
- Riset eksperimental terhadap
preferensi mikro-habitat pada P.
kauderni (semua fase/umur) dan daya
dukung mikro-habitat
- Uji-coba skala kecil konsep "BCF
gardens" ex-situ dan in-situ
Rekomendasi kebijakan dan penelitian pendukung
a/l bahwa konservasi P. kauderni sangat penting
dilaksanakan berbasis sub-unit populasi (stok)
Data yang tersedia mencukupi untuk mengawali
pendekatan berbasis stok, khususnya dalam
pengembangan zona-zona spesifik perlindungan
khusus P. kauderni dalam Kawasan Konservasi
Daerah (KKPD) Kepulauan Banggai (Kabupaten
Banggai Laut dan Kabupaten Banggai Kepulauan).
Penting melanjutkan proses identifikasi sub-unit
(stock) P. kauderni dan batas-batasnya serta
meningkatkan pengetahuan mengenai simbiont P.
kauderni, peran dan pemulihan populasinya (kajian
multi-disiplin)
Salah satu pola konservasi yang ditawarkan adalah konsep
"BCF gardens": pelestarian P. kauderni melalui pemulihan
mikrohabitat pada skala kecil, berbasis masyarakat,
didukung oleh program riset ilmiah (Ndobe & Moore, 2013b)
o terinspirasi oleh gerakan LMMA (Locally Managed Marine
Areas) di kawasan Pasifik, suatu pendekatan pengelolaan
lestari sumberdaya pesisir dan laut pada skala
kampung/komunitas, umumnya memanfaatkan adat/tradisi
setempat, namun dapat pula mengembangkan "tradisi baru"
yang disepakati masyarakat
o Paradigma Otonomi Daerah Indonesia (legislatif tingkat
Desa), dapat mendukung dan memberi pengakuan formal
terhadap proses serupa, termasuk dalam konteks
pengefektifan konservasi spesies dan habitat di KKPD.
Allen G.R. (2000). Threatened fishes of the world: Pterapogon kauderni Koumans, 1933 (Apogonidae). Environmental Biology of
Fishes 57:142
Allen, G.R, Donaldson, T.J. 2007. Pterapogon kauderni. The IUCN Red List of Threatened Species 2007.
http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2007.RLTS.T63572A12692964.en
Ardron J.A., Possingham H.P. and Klein C.J. eds. 2010. Marxan Good Practices Handbook, Version 2. Pacific Marine Analysis and
Research Association, Victoria, Canada.
Bernardi, G., Vagelli, A. 2004. Population structure in Banggai cardinalfish, Pterapogon kauderni, a coral reef species lacking a pelagic
larval phase. Marine Biology, 145:803–810
Game, E.T., Grantham, H.S. 2008. Marxan User Manual: For Marxan version 1.8.10. University of Queensland, Australia, and Pacific
Marine Analysis and Research Association, Vancouver, Canada
Hellberg, M.E.. 2009. Gene Flow and Isolation among Populations of Marine Animals. Annu. Rev. Ecol. Evol. Syst., 40:291–310
Hoffman, E.A., Arguello, J.R., Kolm, N., Berglund, A., Jones, A.G. 2004. Eleven polymorphic microsatellite loci in a coral reef fish,
Pterapogon kauderni. Molecular Ecology Notes, 2004(4):342-344
Hoffman, E.A., Kolm, N., Berglund, A., Arguello, J.R, Jones A.G. 2005. Genetic structure in the coral-reef-associated Banggai cardinalfish,
Pterapogon kauderni. Blackwell Publishing Ltd. Molecular Ecology 14: 1367–1375.
Lessios, A.H.A., Kessing, B.D., Pearse, J.S. 2001. population structure and speciation in tropical seas : global phylogeography of the sea
urchin Diadema. Evolution, 55(5):955–975
Mobley, K.B., Lussetti, D., Johansson, F., Englund, G., Bokma, F. 2011. Morphological and genetic divergence in Swedish postglacial
stickleback Pungitius pungitius populations. BMC Evolutionary Biology, 11:287
Ndobe, S. (2013). Biologi dan Ekologi Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni (Suatu Kajian Dalam Upaya Pengelolaan Perikanan
Berbasis Konservasi. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia.
Ndobe, S. & Moore, A. (2013a). Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) populations (stocks) around Banggai Island, a geometric
and classical morphometric approach. PeerJ PrePrints, e182v1. (https://peerj.com/preprints/182v1.pdf)
Ndobe, S. & Moore, A. (2013b). Konsep Perlindungan Terbatas Ikan Endemik Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni). Presentase
pada Seminar Nasional Biota Endemik, Universitas Tadulako, Palu, 4-5 November 2014
Ndobe, S., Madinawati, Moore, A. 2008 Pengkajian Ontogenetic Shift pada Ikan Endemik Pterapogon kauderni. Jurnal Mitra Bahari,
22:32-55
Ndobe, S., Setyohadi, D., Herawati, E.Y., Soemarno, Moore, A., Palomares, M.D., Pauly D. 2013a. Life History of Banggai Cardinalfish
Pterapogon kauderni (Actinopterygii: Pisces: Apogonidae) in Banggai Islands and Palu Bay, Sulawesi, Indonesia. Acta
Ichthyologica Et Piscatoria, 433:237–250
Ndobe, S.; Moore, A., Salanggon, A.I.M., Muslihudin, Setyohadi, D., Herawati, E.Y., Soemarno. 2013b. Pengelolaan Banggai cardinalfish
Pterapogon kauderni melalui Konsep Ecosystem-Based Approach. Marine Fisheries, 2013(2):115-126
Ndobe, S. Widiastuti, I., Moore, A. 2013c. Sex ratio dan Pemangsaan terhadap Rekrut pada Ikan Hian Banggai Cardinalfish Pterapogon
kauderni. Prosiding Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. http://epaper.aquaculture-mai.org/upload/2.%20Ndobe%20dkk
%20KAI%202013.pdf, diakses 27 April 2015
Ndobe, S., Moore, A., Nasmia, Madinawati, Serdiati, N. 2013d. The Banggai cardinalfish: an overview of local research 2007-2009.
Galaxea, Journal of Coral Reef Studies Special Issue: 243-252
Palumbi, S.R. 2003. Population Genetics, Demographic Connectivity, and the Design of Marine Reserves. Ecological Applications,
131:S146–S158
Pfaender, J., Schliewen, U.K., Herder, F. 2010. Phenotypic traits meet patterns of resource use in the radiation of “sharpfin” sailfin
silverside fish in Lake Matano. Evolutionary Ecology, 24(5):957–974
Rocha, L.A., Craig, M.T., Bowen, B.W. 2007. Phylogeography and the conservation of coral reef fishes. Coral Reefs, 26(3):501-512
Talbot, R., Pedersen, M., Wittenrich, M.L., & Moe Jr, M. (2013). Banggai cardinalfish: a guide to captive care, breeding. & natural
history. Reef to Rainforest Media, Shelburne, USA.
Vagelli A.A., Burford M., Bernardi G. 2009. Fine scale dispersal in Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni, a coral reef species
lacking a pelagic larval phase. Marine Genomics 1 2009 a129–134.
Vagelli, A.A. 2011. The Banggai Cardinalfish: Natural History, Conservation, and Culture of Pterapogon kauderni. John Wiley & Sons,
Ltd., Chichester, UK.